32
BAB 2 LANDAS AN TEORI 2.1
Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi M enurut Vincent Gaspersz (1998, p3) produksi merupakan fungsi pokok dalam
setiap organisasi, yang mencakup aktifitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktifitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti: keuangan, personalia, dan lain-lain. Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut: a. M empunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu. b. M empunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar.
33
c. M empunyai aktifitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien. d. M empunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimalisasi pengalokasian sumber-sumber daya. Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem produksi modern selalu melibatkan komponen struktural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu. Komponen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari: bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan lain-lain. Sedangkan komponen fungsional terdiri dari: supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Komponen-komponen yang disebutkan di atas merupakan elemen-elemen utama dalam sistem produksi yaitu berupa input. Selain input, elemen utama lainnya yaitu: proses, output, serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk pengendalian sistem produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan terus-menerus (continous improvement). Suatu proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah bagi produk, agar dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Proses itu mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi. Definisi lain dari proses adalah suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bermanfaat atau bernilai tambah tinggi. Suatu proses memiliki kapabilitas atau kemampuan untuk menyimpan
34
material (yang diubah menjadi barang setengah jadi) dan informasi selama transformasi berlangsung. Perencanaan dan pengendalian proses produksi merupakan metode yang digunakan dalam menghasilkan produk yang melewati proses dimana produk dibuat berdasarkan informasi tentang keinginan konsumen (pasar) yang diperoleh dari riset pasar yang komprehensif, selanjutnya didesain produk sesuai dengan keinginan pasar itu. Desain produk telah menetapkan model dan spesifikasi yang harus diikuti oleh bagian produksi. Bagian produksi harus meningkatkan efisiensi dari proses dan kualitas produk, agar diperoleh produk-produk berkualitas sesuai dengan desain yang telah ditetapkan berdasarkan keinginan pasar itu, dengan biaya yang serendah mungkin. Dengan perencanaan dan pengendalian proses produksi semua hal tersebut dapat dicapai dengan menghilangkan pemborosan (waste) yang terjadi dalam proses produksi itu. 2.1.1
S trategi Respons terhadap Permintaan Konsumen Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu
perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai berikut: 1. Design to Order (Engineer to Order) Dalam strategi ini, perusahaan tidak membuat produk itu sebelumnya atau dengan kata lain cocok untuk produk-produk baru dan/atau unik secara total. Perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventori karena produk baru akan didesain dan diproduksi setelah ada permintaan pelanggan. Untuk itu, perusahaan tidak mempunyai resiko berkaitan dengan
35
investasi inventori. Apabila ada pesanan dari pelanggan, pihak perusahaan akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta (termasuk pertimbangan waktu dan biaya), kemudian menerima persetujuan tentang desain itu dari pihak pelanggan, selanjutnya akan memesan material-material yang dibutuhkan untuk pembuatan produk, dan mengirimkan produk itu ke pelanggan. Produk-produk yang cocok menggunakan strategi design to order adalah kapal, komputer khusus untuk keperluan militer, gedung bertingkat, jembatan, dan sebagainya. 2. Make to Order Perusahaan industri yang memilih strategi make to order hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem inventori dari produk-produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktifitas proses pembuatan produk bersifat khusus yang disesuaikan dengan setiap pesanan dari pelanggan. Siklus pesanan (order cycle) dimulai ketika pelanggan menspesifikasikan produk yang dipesan, dalam hal ini produsen dapat membantu pelanggan untuk menyiapkan spesifikasi sesuai kebutuhan pelanggan itu. Produsen menawarkan harga dan waktu penyerahan berdasarkan atas permintaan pelanggan itu. Sama halnya dengan strategi design to order, strategi make to order juga mempunyai resiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi inventori. Yang dapat dikategorikan dalam strategi make to order seperti penggantian parts mesin, produk-produk kerajinan tangan berdasarkan pesanan khusus, riset pasar bagi perusahaan tertentu, dan pelatihan dalam perusahaan (inhouse training) berdasarkan kebutuhan spesifik dari pelanggan.
36
3. Assemble to Order Perusahaan industri yang memilih strategi assemble to order akan memiliki inventori yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul (modules). Apabila pelanggan memesan produk, produsen secara cepat merakit modul-modul yang ada dan mengirimkan dalam bentuk produk akhir ke pelanggan. Strategi assemble to order digunakan oleh perusahaanperusahaan industri yang memiliki produk modular, dimana beberapa produk akhir membentuk modul-modul umum (common modules). Perusahaan industri yang menggunakan strategi ini antara lain industri otomotif, komputer komersial, restoran seperti M c Donald’s. 4. Make to Stock Perusahaan yang memilih strategi make to stock akan memiliki inventori yang terdiri dari produk akhir (finished product) untuk dapat dikirim dengan segera apabila ada permintaan dari pelanggan. Dalam strategi ini, siklus waktu (cycle time) dimulai ketika produsen menspesifikasikan produk, memperoleh bahan baku (raw material), dan memproduksi produk akhir untuk disimpan dalam stok. Apabila pelanggan memesan produk, dengan asumsi bahwa produk itu telah disimpan dalam stok, produsen akan mengambil produk itu dari stok dan mengirimkannya kepada pemesan. Pesanan pelanggan secara aktual tidak dapat diidentifikasi secara tepat dalam proses produksi. Permintaan aktual dari pelanggan hanya dapat diramalkan, dimana sering kali tingkat aktual dari produksi hanya berkorelasi rendah dengan pesanan pelanggan aktual yang diterima. Perusahaan industri yang memilih strategi make to stock terarah pada pengisian kembali inventori
37
(replenishment of inventory). Produk-produk yang dapat dikategorikan ke dalam strategi make to stock adalah industri untuk barang-barang konsumsi (consumer’s goods) seperti pakaian, peralatan rumah tangga, telepon, produk makanan, mainan anak-anak, karpet, dan lain-lain. 5. Make to Demand Strategi make to demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang dikembangkan
dalam peusahaan
industri,
dimana respons
terhadap
permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel. Dalam strategi make to demand, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan. Strategi ini responsif secara lengkap (completely responsive) terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati strategi make to stock. Strategi make to demand dapat diterapkan pada produk-produk industri yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup produk (product life cycle), karena produk-produk itu membutuhkan fitur dan pilihan yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat kompetitif itu.
38
2.1.2
S trategi Desain Proses Manufaktur Strategi desain proses manufakturing mendefinisikan bagaimana suatu produk
industri dibuat atau diproses. Pada dasarnya strategi desain proses manufakturing dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori, sebagai berikut: 1. Project (No Product Flow) Dalam suatu proyek, biasanya material, peralatan, dan personel dibawa ke lokasi proyek. Dalam hal ini tidak ada aliran produk untuk suatu proyek, tetapi bagaimanapun juga suatu proyek tetap memiliki urutan-urutan atau sekuens operasi. Bentuk proyek digunakan apabila terdapat suatu kebutuhan khusus untuk kreatifitas dan keunikan, serta memiliki batas waktu penyelesaiannya. 2. Job Shop (Jumbled Flow) Dalam suatu job shop atau aliran tercampur, produk dibuat dalam batch pada interval intermittent (intermittent interval). Job shop mengorganisasikan peralatan dan tenaga kerja ke dalam pusat-pusat kerja (work centers) berdasarkan jenis pekerjaan, misalnya: semua pencampuran produk berada dalam pusat kerja pertama, electrical subassembly berada dalam pusat kerja kedua, mechanical subassembly berada dalam pusat kerja ketiga, product assembly berada dalam pusat kerja keempat, dan seterusnya. 3. Line Flow Line flow menyusun stasiun-stasiun kerja dalam sekuens operasi yang membuat produk, sehingga kadang-kadang disebut sebagai product flow, karena produk mengalir mengikuti langkah-langkah sekuensial yang sama
39
dalam proses produksi. Semua produk membutuhkan tugas-tugas yang sama, dan mengikuti pola aliran standar (standard flow patterns). Pada dasarnya terdapat tiga jenis line flow, yaitu: -
Small Batch atau Interrupted Line Flow Tipe line flow ini memiliki semua karakteristik dari line flow, tetapi tidak memproses produk yang sama secara terus-menerus. Small batch line flow memproses beberapa produk dalam batch yang kecil (small batches), dengan biasanya membutuhkan setup peralatan atau mesin di antara batch yang diproses. Produk-produk yang sering diproduksi dengan menggunakan small batch line flow ini adalah parts yang tingkat permintaannya relatif rendah, assemblies, dan item-item non diskrit (misalnya: obat-obatan).
-
Large Batch atau Repetitive Line Flow Large batch atau repetitive line flow biasanya mengacu pada produkproduk diskrit dalam volume besar. Large batch line flow memproduksi hanya beberapa jenis produk pada line, dengan batch berukuran besar untuk masing-masing jenis produk itu, serta membutuhkan setup mesin atau peralatan di antara batch itu. Sedangkan repetitive line flow memproduksi hanya satu jenis produk dalam volume besar, tetapi line tidak beroperasi secara terus-menerus atau kontinyu.
-
Continous Line Flow Line flow ini mengacu pada produksi terus-menerus seperti: proses penyulingan minyak, baja, semen, cat,gula, dan lain-lain. Continous line
40
flow biasanya memproduksi produk serupa secara terus-menerus dalam volume besar. 4. Flexible Manufacturing System (FM S) FM S merupakan suatu sel terautomatisasi (penanganan material dan peralatan pemrosesan yang terintegrasi) yang digunakan untuk menghasilkan sekelompok parts atau assemblies. M eskipun semua item membutuhkan proses manufaktur serupa, namun sekuens dari operasi tidak perlu sama dalam setiap kasus. Suatu line produksi nonautomatisasi yang dapat mengubah dari satu produk ke produk lain tanpa setup time, juga merupakan FM S. 5. Agile Manufacturing System (AM S) Secara umum dapat dikatakan bahwa AM S adalah suatu sistem manufaktur yang memiliki kemampuan secara lengkap untuk memberikan respons yang cepat dan tepat terhadap permintaan pelanggan. Agility adalah kemampuan untuk berhasil di pasar global yang telah menjadi lebih internasional, dinamis, dan dikendalikan oleh pelanggan, melalui menawarkan range produk yang luas dengan biaya rendah, berkualitas tinggi,serta pelayanan dengan waktu tunggu pendek (short lead times), dalam volume produk yang bervariasi sehingga meningkatkan nilai tambah kepada pelanggan melalui customization. 2.2
Persediaan Persediaan selalu dibutuhkan dalam sebuah perusahaan. Persediaan yang besar
tidak efisien karena dapat menimbulkan biaya besar, sedangkan persediaan yang kecil
41
beresiko tinggi terhentinya produksi, maka persediaan merupakan sesuatu yang kritis dalam suatu perusahaan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam poin-poin di bawah ini. 2.2.1
Definisi Persediaan M enurut Eddy Herjanto (2007, p237) persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Jumlah persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana menganggur yang besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit mengakibatkan resiko terjadinya kekurangan persediaan (stockout) karena sering kali bahan/barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar yang dibutuhkan, yang menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya penjualan, bahkan hilangnya pelanggan. 2.2.2
Fungsi Persediaan Beberapa fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi
kebutuhan perusahaan menurut Eddy Herjanto (2007, p238) adalah sebagai berikut: -
M enghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
42
-
M enghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
-
M enghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
-
Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.
-
M endapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas.
-
M emberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersediaanya barang yang diperlukan.
2.2.3
Jenis-jenis Persediaan Selain dari persediaan yang dilakukan dalam bentuk bahan mentah, bahan
pembantu, barang setengah jadi, dan barang jadi. M enurut Eddy Herjanto (2007, p238) persediaan juga dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu: 1. Fluktuasi stok (fluctuation stock), merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi bila terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang. 2. Antisipasi
stok
(anticipation
stock),
merupakan
persediaan
untuk
menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga
43
kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. 3. Persediaan untuk ukuran lot (lot size inventory), merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar dari pada kebutuhan pada saat itu. Persediaan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (berupa diskon) karena membeli dalam jumlah yang besar, atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah. 4. Persediaan saluran pipa (pipeline inventory), merupakan persediaan yang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat dimana barang itu akan digunakan. M isalnya, barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu beberapa hari atau minggu. 2.2.4
Jenis-jenis Biaya Persediaan Biaya persediaan merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun jenis-jenis biaya yang termasuk ke dalam biaya untuk persediaan antara lain meliputi: -
Biaya penyimpanan (holding cost/carrying cost) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama dalam penyimpanan.
44
-
Biaya kekurangan persediaan (shortage cost/stockout cost) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan manfaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.
-
Biaya persiapan (setup cost), biaya ini akan timbul apabila perusahaan memproduksi persediaan sendiri, tidak membeli dari pemasok. Biaya persiapan merupakan biaya yang diperlukan untuk menyiapkan peralatan, mesin, atau proses manufaktur lain dari suatu rencana produksi.
-
Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali perusahaan melakukan pemesanan kepada pemasok. Biaya pemesanan umumnya bersifat variabel terhadap frekuensi pesanan. Yang termasuk ke dalam biaya pemesanan antara lain biaya selama proses pemesanan, biaya pengiriman permintaan, biaya penerimaan barang, biaya penempatan barang ke dalam gudang, biaya pemrosesan pembayaran kepada pemasok.
2.3
Safety Stock M enurut Eddy Herjanto persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan
yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang. Persediaan pengaman juga biasa disebut sebagai persediaan penyangga (buffer stock) atau persediaan besi (iron stock). Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau
45
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. Selain itu, berfungsi juga untuk menjamin pelayanan kepada pelanggan terhadap ketidakpastian dalam pengadaan barang. Persediaan pengaman dapat ditentukan langsung dalam jumlah unit tertentu, misalnya 20 unit, atau berdasarkan persentase dari kebutuhan selama menunggu barang datang (waktu tenggang). Hal ini tergantung dari pengalaman perusahaan dalam menghadapi keterlambatan barang yang dipesan atau sering berubah tidaknya perencanaan produksi. Cara lain dalam menentukan besarnya persediaan pengaman ialah dengan pendekatan tingkat pelayanan (service level). Tingkat pelayanan dapat didefinisikan sebagai probabilitas permintaan tidak akan melebihi persediaan (pasokan) selama waktu tenggang. Tingkat pelayanan 95% menunjukkan bahwa besarnya kemungkinan permintaan tidak akan melebihi persediaan selama waktu tenggang ialah 95%. Dengan kata lain, resiko terjadinya kekurangan persediaan (stockout risk) hanya 5%. M elalui rumus distribusi normal, besarnya persediaan pengaman dapat dihitung sebagai berikut: X−μ σ karena X − μ = SS, maka SS Z= σ SS = Zσ Z=
Dimana:
46
Z = standar normal X = tingkat persediaan µ = rata-rata permintaan σ = standar deviasi permintaan selama waktu tenggang SS = persediaan pengaman 2.4
Perencanaan Proses Perencanaan proses membahas tentang perencanaan bagaimana sekumpulan
aktifitas produksi akan berlangsung mulai dari input, pemrosesan, sampai menghasilkan produk (output). Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan dalam poin-poin di bawah ini. 2.4.1
Definisi Perencanaan Proses M enurut Bedworth perencanaan proses adalah persiapan untuk sekumpulan
instruksi-instruksi yang menjelaskan bagaimana memproduksi suatu bagian atau membuat perakitan yang mana akan memuaskan spesifikasi desain teknik. Sekumpulan instruksi tersebut membahas mengenai urutan pengerjaan, mesin dan tool yang digunakan, material yang dipakai, toleransi, parameter pemesinan dan lain – lain. 2.4.2
Alat Bantu yang Digunakan dalam Perencanaan Proses Untuk perencanaan proses produk diperlukan alat bantu baik itu berupa peta-peta
kerja maupun hasil yang dituangkan ke dalam bentuk tabel. Berikut ini adalah alat bantu yang digunakan:
47
a. Peta proses operasi (operation process chart) Peta proses operasi (OPC) termasuk ke dalam kategori peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan. OPC termasuk ke dalam peta untuk kegiatan kerja keseluruhan karena kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan peta kerja untuk kegiatan kerja setempat terjadi apabila kegiatan tersebut berlangsung dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasiinformasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Kegunaan dari OPC antara lain: -
Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya
-
Dapat
memperkirakan
kebutuhan
akan
bahan
baku
(dengan
memperhitungkan efisiensi di tiap operasi/pemeriksaan) -
Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
-
Sebagai alat untuk latihan kerja Lambang-lambang yang dipergunakan dalam pembuatan OPC adalah Operasi
48
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses. Dan biasanya terjadi pada suatu mesin atau stasiun kerja. Pemeriksaan Suatu kegiatan pemeriksaaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu obyek atau membandingkan obyek tertentu dengan suatu standar. Aktifitas gabungan Kegiatan ini terjadi apabila antara aktifitas operasi dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja. Penyimpanan Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya memerlukan suatu prosedur perizinan tertentu. b. Peta perakitan (assembly chart) Peta perakitan adalah gambaran
grafis dari urutan-urutan aliran
komponen dan rakitan-bagian (sub assembly) ke rakitan suatu produk. Peta perakitan menunjukkan cara yang mudah untuk memahami: -
Komponen-komponen yang membentuk produk
-
Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama
49
-
Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan-bagian
-
Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan
-
Keterkaitan antara komponen dengan rakitan-bagian
-
Gambaran menyeluruh dari proses rakitan
-
Urutan waktu komponen bergabung bersama
-
Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan
Tujuan utama dari peta perakitan adalah untuk menunjukkan keterkaitan antara komponen, yang dapat juga digambarkan oleh sebuah gambar terurai. Untuk membuat peta perakitan yang dibutuhkan adalah lambang operasi (
). Untuk ukuran dari lingkaran ini bervariasi sesuai dengan kode
komponen perakitan. Untuk kode komponen itu sendiri berdiameter 6 mm, untuk sub-sub assembly (SSA-n) berdiameter 8 mm, untuk sub assembly (SA-n) berdiameter 9 mm, dan terakhir untuk assembly (A-n) berdiameter 12 mm. c. Struktur produk Struktur produk merupakan gambaran hubungan antara suatu barang dan komponennya. Produk akhir atau parent item disebut sebagai item level 0, sedangkan komponen pembentuk produk akhir disebut sebagai item level 1, sub komponen berikutnya disebut item level 2, dan seterusnya.
50
Untuk menggambarkan struktur produk dapat menggunakan cara-cara berikut ini: -
Explosion Gambaran tentang produk akhir beserta komponen-komponennya yang dimulai dari produk akhir yang berada di posisi teratas dan dilanjutkan dengan komponen-komponen penyusunnya.
-
Implosion M erupakan kebalikan dari explosion, dimana implosion menggambarkan produk akhir beserta komponen-komponennya yang dimulai dari komponen-komponen penyusun dasar, komponen penyusun selanjutnya sampai menjadi produk akhir yang terletak di bagian paling bawah dari struktur produk. M anfaat dari struktur produk ialah untuk mengetahui komponen-
komponen apa saja yang menjadi penyusun suatu produk dan untuk mengetahui jumlah yang dibutuhkan untuk tiap-tiap komponen sehingga akan memudahkan dalam mengatur jumlah yang harus diproduksi. d. Bill of material (BOM ) BOM merupakan definisi yang lengkap tentang suatu produk akhir meliputi daftar barang atau material yang diperlukan bagi perakitan, pencampuran, atau pembuatan produk akhir itu. BOM dibuat sebagai bagian dari proses desain dan kemudian digunakan untuk menentukan barang apa yang harus dibeli dan barang apa yang harus dibuat. M anfaat lain dari BOM adalah -
Sebagai alat pengendali produksi yang menspesifikasikan bahan-bahan kandungan yang penting dari suatu produk (bahan-bahan mentah dan
51
komponen), pesanan yang harus digabungkan dan seberapa banyak yang dibutuhkan untuk membuat satu batch. -
M enghitung
berapa
yang
dapat
diproduksi
berdasarkan
segala
keterbatasan sumber daya yang ada pada kita saat ini. -
BOM juga menjamin bahwa jumlah bahan yang tepat telah dikirim ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat.
2.5
Peramalan Peramalan juga merupakan salah satu metode penting dalam perencanaan
produksi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan lebih detil ke dalam sub bab dari peramalan di bawah ini. 2.5.1
Definisi Peramalan M enurut Drs. Hery Prasetya (2009, p43) peramalan merupakan usaha untuk
meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa di waktu yang akan datang atas dasar pola-pola di waktu yang lalu, dan penggunaan kebijakan terhadap proyeksi-proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu. Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Disebut seni karena selalu disertai dengan pertimbangan pribadi dan disebut ilmu karena cara-caranya dengan menggunakan statistik atau matematis yang terus dikembangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model matematis. Definisi lain dari peramalan menurut Nachrowi (2004, p226) adalah alat/teknik untuk memprediksi atau memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan
52
memperhatikan data atau informasi yang relevan, baik data/informasi masa lalu maupun saat ini. Ramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa perusahaan. Ramalan ini, disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak sebagai masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, dan personalia. 2.5.2
Horizon Waktu Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa depan
yang terbagi atas beberapa kategori: -
Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan
pembelian,
penjadwalan
kerja,
jumlah
tenaga kerja,
penugasan, dan tingkat produksi. -
Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.
-
Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas, atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri yang membedakan keduanya dari peramalan jangka pendek, antara lain: a. Peramalan jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan isu yang lebih kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan
53
dengan perencanaan dan produk, pabrik, dan proses. M enerapkan beberapa keputusan fasilitas, seperti membuka pabrik baru, bisa memakan waktu lima sampai delapan tahun dari awal sampai selesai. b. Peramalan jangka pendek biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari pada peramalan yang lebih panjang waktunya. M etode-metode kualitatif yang agak luas bermanfaat dalam memprediksi isu-isu seperti apakah produk baru seharusnya diperkenalkan dalam lini produk perusahaan. c. Peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat dari pada peramalan jangka yang lebih panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga ketika horizon waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang. Dengan demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur untuk mempertahankan nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan harus dikaji kembali dan diperbaiki. 2.5.3
Pendekatan Peramalan Secara garis besarnya peramalan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: a. M etode kualitatif Untuk metode kualitatif ini, cara-cara yang umum digunakan adalah seperti di bawah ini: -
Juri dari opini eksekutif. M etode ini mengambil opini dari sekelompok kecil manajer tingkat tinggi, sering kali dikombinasikan dengan modelmodel statistik, dan menghasilkan estimasi permintaan kelompok.
-
Gabungan armada penjualan. Dalam pendekatan ini, setiap wiraniaga mengestimasi jumlah penjualan di wilayahnya, ramalan ini kemudian dikaji ulang untuk meyakinkan kerealistisannya, lalu dikombinasikan
54
pada tingkat provinsi dan nasional untuk mencapai ramalan secara menyeluruh. -
M etode Delphi. Proses kelompok iteratif ini mengizinkan para ahli yang mungkin tinggal di berbagai tempat, untuk membuat ramalan. Ada tiga partisipan dalam proses Delphi: pengambil keputusan, personel staf, dan responden.
-
Survei pasar konsumen. M etode memperbesar masukan dari pelanggan atau calon pelanggan tanpa melihat rencana pembelian masa depannya. M etode ini bisa membantu tidak hanya dalam menyiapkan ramalan tetapi juga dalam memperbaiki desain produk baru.
-
Pendekatan naif. Cara sederhana untuk peramalan ini mengasumsikan bahwa dalam periode berikutnya adalah sama dengan permintaan dalam periode sebelumnya (most recent period). Jika penjualan produk pada bulan ini adalah 85 unit, maka peramalan penjualan untuk bulan berikutnya adalah 85 unit. M odel peramalan naif adalah model peramalan yang efektif dan efisien biaya.
b. M etode kuantitatif Ada empat metode peramalan kuantitatif yaitu: 1. M odel seri waktu. Seri waktu (time series) didasarkan pada tahapan dari titik data yang sudah tertentu (mingguan, bulanan, kuartalan, dan sebagainya). M eramalkan data seri waktu memberikan implikasi bahwa nilai masa depan diprediksi hanya dari nilai masa lalu dan bahwa variabel-variabel lain tidak peduli berapa pun nilainya dihilangkan. M odel seri waktu ini meliputi:
55
-
Rata-rata bergerak (moving averages)
-
Penghalusan eksponensial (exponential smoothing)
-
Proyeksi trend (trend projection)
M enurut Arman Hakim (2008, p39) seri waktu biasanya memiliki empat komponen yang terdiri dari: ¾ Trend/Kecenderungan (T). Trend merupakan sifat dari permintaan di masa lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun, atau konstan. ¾ Season/M usiman (S). Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun di sekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. ¾ Cycle/Siklus (C). Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara periodik, biasanya lebih dari satu tahun, sehingga pola ini tidak perlu dimasukkan dalam peramalan jangka pendek. Pola ini amat berguna untuk peramalan jangka menengah dan jangka panjang. ¾ Random/Variasi Acak (R). Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak karena faktor-faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadiankejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan pengamanan untuk mengantisipasi kekurangan permintaan.
56
Gambar 2.1 Pola Data Permintaan 2. M odel kausal. M etode peramalan kausal biasanya mempertimbangkan beberapa variabel yang dikaitkan pada variabel yang sedang diprediksi. Pendekatan ini lebih kuat ketimbang metode seri waktu yang hanya menggunakan nilai historis untuk variabel yang diramalkan. Banyak faktor bisa dipertimbangkan dalam analisis kausal. Sebagai contoh, penjualan produk mungkin dikaitkan dengan anggaran iklan perusahaan, pembebanan harga, harga pesaing, dan strategi promosi, atau bahkan tingkat ekonomi dan pengangguran. M odel peramalan kausal kuantitatif yang paling umum adalah analisis regresi linear. 2.5.4
Pemilihan Teknik Peramalan Berdasarkan Pola Datanya Setiap kali akan melakukan peramalan, maka kita perlu untuk memilih metode
peramalan berdasarkan karakteristik dari pola datanya agar peramalan dapat mendekati kenyataan yang ditandai dengan nilai error paling kecil. Berikut ini adalah teknik peramalan yang tepat sesuai dengan pola datanya.
57
-
Teknik Peramalan untuk Pola Data Trend Suatu data runtut waktu yang bersifat trend didefinisikan sebagai suatu series yang mengandung komponen jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau penurunan dalam data tersebut sepanjang suatu periode waktu yang panjang. Dengan kata lain, suatu data runtut waktu dikatakan mempunyai trend jika nilai harapannya berubah sepanjang waktu sehingga data tersebut diharapkan menaik atau menurun selama periode dimana peramalan diinginkan. Biasanya data runtut waktu ekonomi mengandung suatu trend. Teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk peramalan data runtut waktu yang mengandung trend adalah metode regresi linear, exponential smoothing, atau double exponential smoothing (Teguh Baroto, 2002, p32).
-
Teknik Peramalan untuk Pola Data M usim Suatu data runtut waktu yang bersifat musiman didefinisikan sebagai suatu data runtut waktu yang mempunyai pola perubahan yang berulang secara tahunan. M engembangkan suatu teknik peramalan musiman biasanya memerlukan pemilihan metode perkalian dan pertambahan dan kemudian mengestimasi indeks musiman dari data tersebut. Indeks ini kemudian digunakan untuk memasukkan sifat musiman dalam peramalan atau untuk menghilangkan pengaruh seperti itu dari nilai-nilai yang diobservasi. Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan ketika kita meramalkan data runtut waktu yang bersifat musiman meliputi metode Winter, weight moving average, ataupun metode moving average (Teguh Baroto, 2002, p33).
-
Teknik Peramalan untuk Pola Data Siklus
58
Pengaruh siklus didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang di sekitar garis trend. Pola siklus cenderung untuk berulang setiap dua, tiga tahun, atau lebih. Pola siklus sulit untuk dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Turun naiknya fluktuasi di sekitar trend jarang sekali berulang pada interval waktu yang tetap, dan besarnya fluktuasi juga selalu berubah. M etode dekomposisi bisa diperluas untuk menganalisis data siklus. Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan ketika kita meramalkan data runtut waktu yang bersifat siklus adalah metode moving average, weighted moving average, dan exponential smoothing (Teguh Baroto, 2002, p34). -
Teknik Peramalan untuk Pola Data Horizontal Suatu data runtut waktu yang bersifat horizontal merupakan suatu serial data yang nilai rata-ratanya tidak berubah sepanjang waktu. Keadaan tersebut terjadi jika pola permintaan yang mempengaruhi data tersebut relatif stabil. Dalam bentuknya yang paling sederhana, peramalan suatu data runtut waktu yang horizontal memerlukan data historis dari runtut waktu tersebut untuk mengestimasi nilai rata-ratanya, yang kemudian menjadi peramalan untuk nilai-nilai masa mendatang. Beberapa teknik yang dapat dipertimbangkan ketika meramalkan data runtut waktu yang horizontal adalah metode naif (naive), single exponential smoothing, dan single moving average (M akridakis, 1999).
2.5.5
Metode Peramalan Double Exponential Smoothing M enurut Render dan Heizer rumus untuk double exponential smoothing untuk 1
parameter Browne adalah
59
Inisial : S'1 = X1 S" = X1 1 a0 = b 0 = 0 Rumus : S't = α.X t + (1 − α)S' t 1 − S" t = α.S' t + (1 − α)S" t 1 − a t = 2S't −S" t α (S' −S" t ) 1− α t Ft + m = a t + b t m bt =
2.5.6
Metode Peramalan Triple Exponential Smoothing Rumus untuk triple exponential smoothing untuk 1 parameter Browne adalah S′ t = αXt + (1- α)S′ t-1 S′′ t = αS′ t + (1- α)S′′ t-1 S′′′ t = αS′′ t + (1- α)S′′′ t-1 at = 3S′t – 3S′′ t + S′′′ t bt = (α/2(1- α)2) x ((6-5α)S′ t – (10-8α)S′′ t + (4-3α)S′′′ t) ct = (α/(1-α))2 x (S′ t – 2S′′ t + S′′′ t) Ft+m = at + btm + 0,5ctm2
2.5.7
Metode Peramalan Regresi Linier Rumus untuk regresi linier adalah b=
n ∑ ty − ∑ t ∑ y n ∑ t 2 − (∑ t ) 2
a = y − bt Ft = a + b × t
60
2.5.8
Pengujian Peramalan Untuk melakukan pengujian dari peramalan yang telah dilakukan. M aka, dapat
menggunakan perhitungan galat persentase (Percentage Error). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: ⎛ F − Xt PE = ⎜ t ⎜ X t ⎝
⎞ ⎟ × 100% ⎟ ⎠
Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai tengah galat persentase absolut (Mean Absolut Percentage Error) yaitu seperti di bawah ini: MAPE =
1 t =n ∑ | PE t | n t =1
Perhitungan di atas bertujuan untuk mengetahui persentase absolute error ratarata terkecil dari metode peramalan yang telah digunakan. Yang nantinya memiliki nilai MAPE terkecil maka hasil peramalan itulah yang akan dipergunakan dalam melakukan perencanaan produksi selanjutnya. Peramalan dengan error terkecil dianggap lebih dapat dipercaya dan dapat mendekati kebenaran. 2.6
Perencanaan Agregat Kata agregat tersebut menyatakan bahwa perencanaan dibuat pada tingkat kasar
untuk memenuhi total kebutuhan semua produk yang akan dihasilkan (bukan per individu produk) dengan menggunakan sumber daya yang ada. Dalam sistem manufaktur, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membuat perencanaan agregat adalah
Semua sumber daya yang berupa kapasitas mesin yang tersedia
Jumlah tenaga kerja yang ada
61
Tingkat persediaan yang ditentukan
Dan, penjadwalannya
Perencanaan agregat dengan metode heuristik yang akan dijelaskan dengan menggunakan tiga jenis strategi variasi yaitu: 1. Variasi tingkat persediaan 2. Variasi jumlah tenaga kerja 3. Variasi subkontrak 2.6.1
Variasi Tingkat Persediaan M etode ini melakukan variasi tingkat persediaan, dengan cara mempertahankan
rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulanbulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan permintaan. Biaya yang ditimbulkan adalah biaya tenaga kerja, persediaan dan back order. Prakiraan Periode Permintaan (1) (2)
Jumlah Hari Kerja(3)
Jumlah Perubahan Akumulasi Produksi Persediaan Persediaan (4) (5) (6)
Tabel 2.1 Variasi Tingkat Persediaan
Periode M erupakan periode yang bersangkutan.
Backorder (7)
62
Prakiraan Permintaan M erupakan jumlah permintaan pada periode yang bersangkutan, biasanya diambil dari hasil peramalan.
Jumlah Hari Kerja Didapatkan dengan menghitung jumlah hari kerja dalam satu periode.
Jumlah Produksi Didapatkan dengan perhitungan. Perhitungan dimulai dengan menghitung rata-rata jumlah unit/barang yang harus diproduksi dalam satuan unit/hari. Jmlh unit/hari = Total prakiraan permintaan : Jumlah hari kerja Hasil dari perhitungan di round-up. Setelah itu jumlah produksi didapatkan dengan mengalikan jumlah unit/hari dengan jumlah hari kerja pada periode yang bersangkutan.
Perubahan Persediaan M erupakan selisih antara jumlah produksi dengan prakiraan permintaan. Perubahan persediaan = (4) – (2)
Akumulasi Persediaan M erupakan akumulasi dari perubahan persediaan.
63
Back Order Jika akumulasi persediaan untuk periode tertentu bernilai negatif, maka dianggap sebagai back order ( back order = |akumulasi persediaan| ). Jika akumulasi persediaannya bernilai positif, maka dianggap tidak ada back order ( back order = 0 ).
Jumlah tenaga kerja didapatkan melalui perhitungan : Jmlh unit/hari/orang = jam kerja / waktu siklus Jmlh tenaga kerja = Jmlh unit/hari : Jmlh unit/hari/orang 2.6.2
Variasi Jumlah Tenaga Kerja M etode ini melakukan variasi jumlah tenaga kerja (TK) dengan menambah atau
mengurangi sejumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kapasitas produksi pada bulan bersangkutan. Untuk tidak membuat perbedaan kondisi pada awal dan akhir periode, jumlah tenaga kerja harus dibuat tetap sama.
Prakiraan Periode(1) Permintaan (2)
Jumlah Hari Kerja (3)
TK yang Diperlukan (4)
Penambahan TK (5)
Tabel 2.2 Variasi Jumlah Tenaga Kerja
Pengurangan TK (6)
Biaya TK (Rp) 7
64
TK yang diperlukan M erupakan jumlah dari tenaga kerja yang diperlukan pada periode yang bersangkutan TK yang diperlukan = (2) : (3) : jumlah unit/hari/orang Hasil dari perhitungan di round-up.
Penambahan TK / Pengurangan TK M erupakan perubahan jumlah tenaga kerja dibanding dengan periode sebelumnya. Nilai ini didapatkan dari selisih antara tenaga kerja periode sekarang dengan periode sebelumnya.
Biaya Tenaga Kerja M erupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja pada setiap periode. Nilai ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang diperlukan dengan ongkos tenaga kerja.
2.6.3
Variasi S ubkontrak Dalam metode ini, jumlah tenaga kerja ditetapkan sesuai dengan kebutuhan
untuk tingkat permintaan yang terendah. Kekurangan barang pada periode lainnya dipenuhi dengan subkontrak.
65
Prakiraan Jumlah Jumlah Periode Persediaan Subkontrak Permintaan Hari Kerja Produksi (1) (5) (6) (2) (3) (4)
Tabel 2.3 Variasi Subkontrak Jumlah tenaga kerja = (2) terkecil / (3) / jmlh unit/hari/orang
Jumlah Produksi M erupakan jumlah dari barang yang diproduksi pada periode yang bersangkutan Jumlah produksi = (3) x jumlah tenaga kerja x jumlah unit/hari/orang
Persediaan Persediaan akan timbul jika jumlah produksi lebih besar daripada prakiraan permintaan. Jika tidak, persediaan = 0.
Subkontrak M erupakan kekurangan prakiraan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan.
66
2.7
Master Production Scheduled (MPS )
2.7.1
Definisi MPS MPS merupakan pernyataan akhir mengenai “berapa” banyak item-item akhir
yang harus diproduksi dan “kapan” harus diproduksi. Biasanya M PS dikembangkan untuk periode waktu mingguan selama 6 sampai 12 bulan ke depan. 2.7.2
Tujuan MPS Tujuan dari M PS adalah:
M ewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk masing-masing item individu.
Dapat mengevaluasi jadwal-jadwal alternatif dalam hal kebutuhan kapasitas.
M enyediakan input untuk sistem M RP.
M embantu manajer produksi untuk menghasilkan prioritas-prioritas untuk penjadwalan produksi.
2.7.3
Input MPS Input utama dalam M PS meliputi: a. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders). b. Status inventory berkaitan dengan tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stocks), pesanan-pesanan
67
produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders) dan firm planned orders. c. Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada M PS. M PS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu. d. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (item master file).
Item No. : Lead Time : On Hand : Lot Size : Period Forecast Customer Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled
Past Due
1
Description Safety Stock Demand Time Fences Planning Time Fences 2 3 4 5
: : : : 6
7
Tabel 2.4 Contoh M PS Perhitungan Master Production Scheduled (MPS ) Keterangan untuk tabel M PS adalah sebagai berikut : 1. Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
8
9
68
2. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu end item. 3. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang. 4. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 5. Lot Size menyatakan ukuran per-unit yang akan diproduksi sebagai kelipatan kuantitas hasil produksi. 6. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 7. Demand Time Fences (DTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan permintaan. Panjangnya = assy lead time. Projected Available Balance dihitung dari aktual demand. Di sini perubahan demand tidak akan dilayani. 8. Planning Time Fences (PTF) merupakan waktu keseluruhan dari horizon perencanaan. Pada ini, perubahan masih akan dilayani sepanjang material dan kapasitas tersedia. 9. Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari perencanaan agregat. 10. Costumer O rder (CO) merupakan jumlah order yang sudah diterima sebelumnya. 11. Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. Nilai pada PAB tidak diijinkan negatif sesuai dengan kapasitas inventory. PAB dihitung dengan menggunakan rumus : PAB t ≤ DTF = PABt-1 + MS t – COt
69
PAB t > DTF = PABt-1 + MS t - CO t atau Ft (pilih yang paling besar) 12. Cumulative Available To Promise (ATP) memberikan informasi berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan atau dengan kata lain ATP merupakan jumlah material on hand pada inventory yang sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ATP = ATPt-1 + MS t – Costumer Order sampai pada periode yang sudah dijadwalkan pada Master Schedule. 13. Master Scheduled (MS ) merupakan kemampuan produksi perusahaan perperiode perencanaan. 2.8
Material Requirement Planning (MRP)
2.8.1
Definisi MRP M RP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan
terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan “Jadwal Induk Produksi” atau MPS menjadi “kebutuhan bersih” atau NR (Net Requirement) untuk semua item. Sistem M RP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (“timephases requirements planning”). 2.8.2
Tujuan MRP M RP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi
kebutuhan akan items dependent secara lebih baik dan efisien. Item dependent artinya bila ada hubungan langsung antara suatu item dengan item-item yang lain (parent item)
70
pada level yang lebih tinggi. Selain itu, M RP didesain untuk melepaskan pesananpesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. 2.8.3
Input MRP Ada 3 Inputan yang dibutuhkan dalam konsep M RP yaitu : •
Jadwal Induk Produksi (Master production schedule)
•
Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
•
Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Part No BOM UOM Lead Time Safety Stock Period Gross Requirement Scheduled Receipts PAB1 Net Requirement Planned Order Receipt Planned Order Release PAB2
: : : : Past Due
1
2
Description On Hand Order Policy Lot Size 3 4
: : : : 5
6
7
8
Tabel 2.5 Contoh M RP
Keterangan untuk tabel M RP di atas adalah sebagai berikut : 1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit.
9
71
3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu komponen. 4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang. 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross requirement sama dengan Master Production Scheduled (M PS). Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya. 10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut : PAB1 = (PAB2)t-1 - (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t
72
12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi Master Production Scheduled. Jumlah Net Requirement = 0 jika PAB1 ≥ Safety stock dan Jumlah Net Requirement = (-) PAB1 + Safety stock jika PAB1 < Safety stock. Net Requirement = -(PAB 1)t + Safety Stock 13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung
kepada
order
policy-nya.
Selain
itu
juga
harus
mempertimbangkan Safety Stock juga. 14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus direlease atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan. 15. Projected Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project Available Balance 2 dapat dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order Receipt pada Net Requirements. PAB 2 = (PAB2)t-1 + (Scheduled Receipt)t – (Gross Requirement)t + (Planned Order Receipt)t Atau dapat disingkat : PAB2 = (PAB1)t + (Planned Order Receipt)t
73
2.9
Teknik Lotting Teknik lotting merupakan langkah-langkah dasar dalam penyusunan proses
M RP. Lotting (kuantitas pesanan) merupakan proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan. 2.9.1
Metode Peterson Silver M etode untuk menentukan penggunaan Lot Sizing yang sesuai.
V= n
V=
n ∑ Dt
Dimana :
2.9.2
2
t= 1
⎛ ⎞ ⎜ ∑ Dt ⎟ ⎝ t =1 ⎠ n
Varians permintaan per periode kuadrat rata - rata permintaan per periode
2
−1
D
= Jumlah permintaan
n
= Banyaknya periode permintaan
V
= Varians permintaan
Static Lot Sizing Static lot sizing merupakan metode yang digunakan untuk permintaan yang
seragam atau konstan sepanjang horizon perencanaan.
74
M etode Economic Order Quantity Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan.
Ukuran
lot
tetap
berdasarkan
hitungan
minimasi
tersebut.
Penghitungan dengan meminimasi biaya penyimpanan dan pemesanan.
EOQ =
2AD h
Dimana : D = Jumlah permintaan
2.9.3
A
= Biaya pemesanan
h
= Biaya penyimpanan per unit per periode perencanaan
Dynamic Lot Sizing Dynamic lot sizing merupakan metode yang digunakan untuk permintaan
berubah-ubah sepanjang horizon perencanaan (lumpy demand).
M etode Lot For Lot Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan. Besarnya ukuran lot sama dengan jumlah permintaan.
M etode Periodic Order Quantity Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan
75
ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yan harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun. Perluasan dari metode EOQ dengan memperhitungkan interval jangka waktu pemesanan.
EOI =
Dimana : EOI
2A RPh
= Economic order interval dalam periode perencanaan
A
= Biaya pemesanan
h
= Biaya penyimpanan per unit per periode
P
= Biaya pembelian per unit
R
= Tingkat permintaan rata-rata per periode
M etode algoritma Silver Meal M enitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-perioda. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuran lot yang tentatif (Bersifat sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya
adalah ukuran lot
periodenya masih menurun.
tentatif
terakhir yang ongkos total
76
Penghitungan dengan dasar penambahan rata-rata biaya per periode.
K(m) =
1 ( A + hD2 + 2hD3 + 3hD4 + ... + (m − 1)hDm ) m
Dimana : K(m) = Total biaya relevan pada periode
Periode
m
A
= Biaya pemesanan per periode
h
= Biaya penyimpanan per unit per periode perencanaan
D
= Jumlah permintaan
Permintaan (Dm)
Tambahan Biaya Simpan [(m1)h.Dm]
Biaya Simpan Kumulatif
Total Biaya
K (m)
Tabel 2.6 Silver Meal
M etode algoritma Part Period / Part Period Balancing Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya. Penghitungan dengan dasar keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan.
PPm = D2 + 2D3 + ... + ( m − 1) Dm ≅
Dimana :
PPm = Part period untuk m periode
A h
77
Periode
D
= Jumlah permintaan
A
= Biaya pemesanan per periode
h
= Biaya penyimpanan per unit per periode perencanaan
m
Permintaan Dm
(m-1)Dm
APP
Tabel 2.7 Part Period
M etode algoritma Wagner Whitin Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam M RP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan. Penghitungan ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. ⎞ ⎛ l K t ,l = A + h⎜⎜ ∑ ( j − t )D j ⎟⎟ ⎠ ⎝ j =t +1
t = 1,2,…,n;
l = t+1,
t+2,…,n Dimana :
Kt,l
= Total biaya pada perhitungan periode t,l
78
D
= Jumlah permintaan
A
= Biaya pemesanan per periode
H
= Biaya penyimpanan per unit per periode perencanaan
{
K l* = min t =1, 2,...l K t*−1 + K t ,l Periode (i) Permintaan (Di) Biaya Pemesanan (A) Biaya Penyimpanan (h) t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 KI*
1
2
3
4
}
5
l = 1,2,…,N
6
7
8
9
10
KI* + Kt,i
Tabel 2.8 Wagner Whitin Periode Permintaan Penerimaan Persediaan Biaya Kumulatif
1
2
3
4
5
6
Tabel 2.9 Perhitungan biaya
7
8
9
10
79
2.10
Pengertian Sistem Informasi Berdasarkan pendapat O’Brien (2003, p8) sistem adalah suatu kelompok
komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama ke arah suatu pencapaian sasaran yang umum dengan menerima masukan dan memproduksi keluaran dalam suatu proses perubahan bentuk (transformasi) yang terorganisir. Dalam bukunya M athiassen et al. (2000,
p9)
menyatakan
sistem
adalah
sekumpulan
komponen
yang
mengimplementasikan kebutuhan pemodelan, fungsi dan antar muka. Berdasarkan pendapat M cLeod (2004, p12) informasi adalah data yang telah diproses, atau data yang memiliki arti. Sedangkan berdasarkan pendapat O’Brien (2004, p13) informasi adalah data yang telah dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai tertentu. Berdasarkan pendapat O’Brien (2003, p7) sistem informasi adalah kombinasi dari elemen-elemen yang terdiri dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan kumpulan data yang terorganisasikan yang dikumpulkan dan ditransformasikan untuk menyebarluaskan informasi di sebuah organisasi. Sedangkan berdasarkan pendapat Turban ( 2003, p15 ) sistem informasi digunakan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis dan mengolah informasi untuk tujuan tertentu. 2.11
Analisis Sistem Informasi Berdasarkan pendapat Turban (2003, p17) analisis sistem informasi adalah
analisis dari pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, dan diseminasi informasi ke dalam bentuk yang lebih spesifik. Dimana yang dianalisis adalah masukan ( data, instruksi ) dan kekuatan (laporan, perhitungan). Sedangkan berdasarkan pendapat
80
M cLeod (2001, p190) analisis sistem informasi adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem yang baru atau diperbarui. Tahap analisis sistem informasi merupakan tahap kritis yang sangat penting. Tahap ini dilakukan sebelum perencanaan sistem informasi. 2.12
Perancangan Sistem Informasi Berdasarkan pendapat M cLeod (2001, p192) perancangan sistem informasi
adalah penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem baru. Jika sistem tersebut berbasiskan komputer, rancangan dapat menyertakan spesifikasi jenis peralatan yang digunakan. 2.13
Analisis dan Perancangan Berorientasi Obyek Berdasarkan pendapat M athiassen et al. (2000, p12) analisis dan perancangan
berorientasi objek adalah kumpulan dari langkah-langkah secara umum untuk menyelesaikan analisis dan perancangan. Berikut adalah gambar yang menerangkan tahapan analisis dan perancangan berorientasi obyek.
81
Problem domain analysis
Requirements for use Component design
Application domain analysis
Spesifications of components
Model
Architectural design
Specifications of architecture
Gambar 2.2 Main Activities in Object Oriented Analysis and Design M enurut M athiassen et al. (2000, p15) Berdasarkan pendapat M athiassen et al. (2000, p15) analisis dan perancangan berorientasi obyek mempunyai empat tahapan atau aktifitas utama, yakni: 2.13.1 Problem Domain Analysis Tujuan dari analisis problem domain adalah untuk mengidentifikasi dan memodelkan problem domain. Problem domain adalah bagian dari konteks yang diatur, dimonitor, dan dikontrol oleh sistem (M athiassen, 2000, p45). Hasil dari analisis problem domain adalah sebuah model sistem yang berisi informasi mengenai kebutuhan sistem. M odel adalah deskripsi dari class, struktur dan behaviour di problem domain.
82
Aktivitas pemodelan problem domain terdiri dari tiga tahap, yaitu memilih class, object dan event yang menjadi elemen-elemen model, membangun hubungan antara class dan object, serta menentukan properti dan atribut dari masing-masing class.
System definition
Classes
Behaviour
Structure
Model
Gambar 2.3 Activities in Problem Domain M enurut M athiassen et al. (2000, p46) Analisis Problem Domain dibagi menjadi tiga aktivitas seperti yang terlihat pada gambar 2.3 antara lain: a. Classes Pengertian dari class adalah deskripsi dari kumpulan objek yang mempunyai structure, behaviour pattern dan atribut yang sama. Hasil dari aktivitas class ini merupakan event table yang terdiri dari classes yang dipilih dari events yang berhubungan dengan mereka. b. Structure Aktivitas ini melakukan pendefinisian antara class dan objek pada problem domain. Konsep relasi struktural, yaitu:
83
1. Class Structures
Generalization Structure Pada generalization, class umum (super class) menjelaskan properties pada suatu grup dari classes yang khusus (subclass).
Cluster structure Cluster
merupakan
sekumpulan
class
yang
saling
berhubungan. 2. Object Structures
Aggregation Structure Aggregation
mendefinisikan
superior
objek
(secara
keseluruhan) yang mengandung beberapa objek (sebagian).
Association Structure Association merupakan relasi yang penting antara sejumlah objek. Hasil dari aktivitas ini merupakan class diagram dengan classes dan structures.
c. Behaviour Aktivitas ini mendeskripsikan properti-properti yang dinamik dan atribut-atribut dari setiap classes yang dipilih. Konsep dari Behaviour adalah :
84
Event Trace Event trace adalah sekumpulan event yang melibatkan objek yang spesifik.
Behaviour Pattern Behaviour pattern merupakan deskripsi dari event trace yang untuk semua objek pada class.
Attributes Attributes adalah deskripsi properti dari class atau event. Hasil dari aktivitas ini adalah behaviour pattern dan atribut-atribut bagi setiap class dalam class diagram.
2.13.2 Application Domain Analysis Tujuan dari analisa application domain adalah untuk menentukan kebutuhan penggunaan sistem. Application domain adalah sebuah organisasi yang mengatur, memonitor dan mengontrol sistem (M athiassen, 2000, p115). Application domain berfokus pada fungsi dan interface sistem dan bagaimana sistem akan digunakan oleh user. Kebutuhan sistem dibedakan dalam tiga bagian utama yaitu usage, function, dan interface.
85
System definition
Interfaces
Usage Functions
Requirements
Gambar 2.4 Application Domain Analysis M enurut M athiassen et al. (2000, p117) Kegiatan utama dari analisis application domain seperti yang tertera pada gambar 2.4 yaitu: a. Usage Aktivitas ini menentukan bagaimana aktor berinteraksi dengan sistem. Aktor merupakan sebuah bentuk abstraksi dari users atau sistem lain yang berinteraksi dengan target sistem. Use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor di application domain. Hasil dari aktivitas ini merupakan deskripsi dari semua use case dan aktor. b. Functions Aktivitas ini mendefinisikan kemampuan proses dan informasi dari sistem. Functions adalah fasilitas untuk membuat sesuatu model yang berguna bagi aktor. Hasil dari aktivitas ini merupakan daftar lengkap dari function dengan spesifikasi dari function yang kompleks.
86
c. Interface Aktivitas ini mendefinisikan interface dari sistem. Interface adalah fasilitas yang memungkinkan model sistem dan function dapat digunakan oleh user. User interface adalah sebuah interface untuk user, sedangkan sistem interface adalah interface untuk sistem lain. Hasil dari aktivitas ini adalah:
User Interface Dialogue styles dan bentuk presentasi, data lengkap dari elemen-elemen user interface, window diagram yang dipilih dan navigation diagram.
System Interface Class diagram untuk peralatan eksternal dan protokol-protokol untuk interaksi dengan sistem lain.
2.13.3 Architectu ral Design Tujuan
dari perancangan
terkomputerisasi.
arsitektur
adalah
untuk
menstruktur sistem
87
Analysis document Component architecture
Criteria
Process architecture
Architectural Specification
Gambar 2.5 Activities in Architectural Design M enurut M athiassen et al. (2000, p176) Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini seperti yang terlihat pada gambar 2.5 yaitu: a. Kriteria Aktivitas ini mendefinisikan apa saja kondisi dan kriteria yang digunakan pada rancangan. Kriteria merupakan properti dari arsitektur. Condition adalah teknikal, organisasional, kemampuan manusia dan batas yang terlibat untuk menampilkan suatu tugas. b. Komponen Pada aktivitas ini, didefinisikan bagaimana suatu sistem distrukturisasi menjadi komponen. Arsitektur komponen adalah struktur sistem dari
88
komponen yang interkoneksi, sedangkan komponen merupakan kumpulan dari bagian program yang mencakup keseluruhan tanggung jawab. c. Proses Aktivitas ini bertujuan untuk menstruktur fisik, menjelaskan dari sistem. Arsitektur proses adalah struktur sistem eksekusi yang diatur dari proses yang interdependen. 2.13.4 Component Design Komponen adalah sekumpulan bagian-bagian program yang membentuk suatu keseluruhan dan mempunyai tanggung jawab yang jelas. Tujuan desain komponen adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan dalam sebuah kerangka arsitektur.
Architectural specifications
Design of components
Design of component connections
Component specification
Gambar 2.6 Components Design M enurut M athiassen et al. (2000, p232) Aktivitas yang dilakukan dalam desain komponen dapat dilihat pada gambar 2.6 yaitu:
89
a. Model Component Adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model dari problem domain. Dengan kata lain, model component merepresentasikan sebuah model dari problem domain yang bertujuan untuk menyampaikan data pada saat ini atau yang telah lalu kepada function, interface dan ke pengguna ataupun sistem lain. b. Function Component M erupakan bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhankebutuhan fungsional. Tujuan dari functional component adalah untuk memberikan kepada user interface dan komponen dari sistem lain untuk mengakses ke model. Sebuah function menggambarkan secara eksternal behaviour yang dapat diamati secara langsung dan mempunyai arti bagi pekerjaan user. c. Connecting Component Pada bagian ini berguna untuk menghubungkan komponen-komponen dari sistem. Terdapat dua konsep dalam connecting component, yaitu:
Coupling M erupakan ukuran untuk mengukur seberapa dekatnya hubungan antara dua kelas atau komponen. Coupling bersifat negatif, maka sebaiknya diminimalisasi.
90
Cohesion M erupakan sebuah ukuran yang mengukur seberapa baik ikatan dari sebuah class atau komponen. Cohesion bersifat positif, maka dari itu penggunaan cohesion dalam rancangan class atau komponen harus tinggi.
2.14
Unified Modeling Language (UML) Unified Modeling Language (UM L) merupakan notasi dalam bentuk diagram
untuk merancang sistem menggunakan konsep object-oriented (Larman, 1996, p4). Diagram – diagram yang terdapat pada UM L antara lain sebagai berikut : a. Class Diagram Diagram ini menampilkan sekumpulan class, interface dan hubungan di antara class. Diagram ini dapat digunakan untuk menggambarkan desain statis dari sistem. Class diagram digunakan untuk mengetahui gambaran proses statis dari sebuah sistem. b. Use Case Diagram Use Case adalah sebuah pola yang menggambarkan hubungan antara actor dengan sistem di application domain. Actor itu sendiri adalah abstraksi dari user atau sistem yang lain yang berhubungan langsung dengan sistem. (M athiassen, 2000, p119). Use case diagram ini berguna untuk mengorganisasikan dan memodelkan operasi dari sistem.
91
c. Statechart Diagram Diagram ini menampilkan organisasi dari state, yang terdiri dari state, transistion, event dan activity. Diagram ini memfokuskan pada perubahan state dari sebuah sistem yang dikendalikan oleh event. d. Component Diagram Diagram ini menggambarkan sekumpulan komponen dan hubungan antara komponen. Komponen adalah bagian fisik dari sebuah sistem yang dapat digantikan dan ditempatkan yang menyediakan dan menyesuaikan realisasi dari sekumpulan interface. e. Deployment diagram Diagram ini menunjukkan sekumpulan node dan hubungannya. Deployment diagram ini dapat digunakan untuk memodelkan embedded system, memodelkan sistem client/server, memodelkan sistem terdistribusi. Node adalah elemen fisik yang muncul pada saat run time dan mewakili sumber daya yang bersifat komputer, pada umumnya adalah memory dan kemampuan proses. 2.15
System Development Life Cycle Model Berdasarkan pendapat Daniel Galin (2000, p122) System Development Life
Cycle M odel (model SDLC) adalah model klasik yang masih dapat diaplikasikan saat ini; model tersebut menyediakan deskripsi yang paling komprehensif dari proses-proses yang tersedia. M odel tersebut menunjukkan
tahap-tahap
utama dari proses
pengembangan, mendeskripsikannya ke dalam urutan linier. M odel tersebut dimulai
92
dengan definisi kebutuhan dan berakhir dengan operasi dan perawatan reguler. Ilustrasi yang paling umum dari model SDLC adalah model waterfall.
REQUIREMENTS DEFINITION
ANALYSIS
DESIGN
CODING
SYSTEM TESTS
INSTALATION AND CONVERSION
OPERATION AND MAINTENANCE
Gambar 2.7 M odel Waterfall M enurut Daniel Galin (2002, p124) M odel di atas terdiri dari tujuh tahap, yang dijelaskan sebagai berikut:
93
Requirements Definition. Untuk fungsionalitas dari system software yang dikembangkan, konsumen harus mendefinisikan kebutuhan mereka. Dalam beberapa kasus, sistem software adalah bagian dari sistem yang lebih besar.
Analysis. Usaha utama dalam hal ini adalah untuk menganalisis implikasi dari kebutuhan-kebutuhan yang ada untuk membentuk model sistem awal.
Design. Tahap ini melibatkan definisi secara detil dari input, output, dan prosedur pemrosesan, termasuk di dalamnya struktur data dan database, struktur software, dan sebagainya.
Coding. Pada tahap ini, rancangan akan ditranslasikan ke dalam kode pemrograman. Coding melibatkan aktifitas pengendalian kualitas seperti inspeksi, unit test, dan integration test.
System Test. Pengujian sistem dilakukan setelah tahap coding telah selesai. Tujuan utama dari pengujian adalah untuk menemukan sebanyak mungkin software error sehingga dapat memperoleh tingkat penerimaan dari kualitas software setelah usaha-usaha koreksi selesai dilakukan.
Installation and Convertion. Setelah sistem disetujui, sistem tersebut akan diinstalasikan sebagai suatu firmware. Apabila sistem informasi baru ini menggantikan sistem yang sudah ada sebelumnya, proses konversi software harus dilakukan untuk memastikan agar aktifitas organisasi tidak terganggu selama tahap konversi tersebut.
Reguler Operation and Maintenance. Operasi software regular dimulai setelah instalasi dan konversi telah selesai dilakukan. M elalui periode operasi regular, dimana berlangsung hingga tahunan atau hingga generasi software baru muncul dalam rencana, maintenance dibutuhkan. Maintenance dibagi
94
menjadi tiga jenis pelayanan: corrective - memperbaiki kesalahan software yang teridentifikasi oleh pengguna; adaptive – menggunakan fitur software yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan baru; dan perfective – menambahkan fitur kecil untuk meningkatkan performa software.