BAB 2 KAJIAN PENELITI 2.1 State Of Art Penelitian ini menggunakan beberapa jurnal nasional yaitu: 1. Sitti Murni Kaddi yang berjudul Penerapan Komunikasi Fatik Dalam Meningkatkan Hubungan Pertemanan Pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2010 FISIP UNTAD. 2. Eka Safitria Nasution yang berjudul Komunikasi Verbal-Nonverbal Fatis dan Komunikasi Efektif (Studi Korelasi tentang Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang berisfat fatis dalam Penciptaan Komunikasi Efektif antara Dosen dan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.) 3. Eddy Jauhari & Eddy Sugiri yang berjudul Kesantunan Positif Dalam Masyarakat Etnik Tionghoa Di Surakarta: Kajian Sosiopragmatik.
Serta menggunakan beberapa jurnal internasional antara lain: 1. Alina Lemak yang berjudul Silence, Intercultural Conversation, and Misscommunication. 2. Michael Schandorf yang berjudul Mediated Gesture: Paralinguistic Communication & Phatic Text
No.
1.
Keterangan
Judul Penelitian
Sitti Murni
Eka Safitria
Eddy Jauhari &
Nasution
Eddy Sugiri
Kaddi
Alina Lemak
Michael Schandorf
Samuel Kurniawan
Penerapan
Komunikasi
Kesantunan
Silence,
Mediated
Penerapan
Komunikasi Fatik
Verbal-Nonverbal
Positif Dalam
Intercultural
Gesture:
Komunikasi Fatis
Dalam
Fatis dan
Masyarakat Etnik
Conversation,
Paralinguistic
Verbal Dan
Meningkatkan
Komunikasi Efektif Tionghoa Di
and
Communication
Nonverbal Untuk
Hubungan
(Studi Korelasi
Surakarta: Kajian
Misscommunica
& Phatic Text
Mencapai
Pertemanan Pada
tentang
Sosiopragmatik
tion
Mahasiswa Ilmu
Penggunaan
Efektif
Komunikasi
Komunikasi Verbal
Dikalangan
Angkatan 2010
dan Nonverbal
Public Internal
FISIP UNTAD
yang berisfat fatis
PT. Prodia
dalam Penciptaan
Widyahusada
Komunikasi Efektif antara Dosen dan Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU
Komunikasi
2.
Metode/ Teori yang digunakan
Metode penelitian
Metode yang
Metode yang
Metode yang
Metode yang
Metode yang
ini adalah
digunakan dalam
digunakan adalah
digunakan
digunakan
digunakan adalah
deskriptif dengan
penelitian ini
kualitatif dengan
adalah deskriptif dalam penelitian
deskriptif
dasar pendekatan
adalah metode
mengumpulkan
kualitatif.
ini adalah
kualitatif dengan
metode studi
korelasional, yaitu
data dengan
Teknik
kualitatif dengan mengumpulkan
kasus. Teknik
metode yang
metode interaktif.
pengumpulan
teknik
data dari
sampling
berusaha untuk
Teknik yang
data yang
pengumpulan
para informan dan
penelitian ini
meneliti
digunakan adalah
digunakan
data melalui
diolah secara
adalah
sejauhmana variasi
wawancara
dalam penelitian
observasi.
kualitatif.
purposive
pada suatu faktor
mendalam dan
ini adalah
focus group
interview,
sampling. Sebagai berkaitan dengan alat pengumpul
variasi pada faktor
data
lain
menggunakan observasi dan wawancara mendalam dengan pengolahan data menggunakan
discussion (FGD). mentoring, observasi, dan audio recording.
analisis data kualitatif.
3.
Subjek Penelitian
Subjek dari
Subjek dari
Subjek dari
Chinese,
User dari media
Publik internal
penelitian ini
penelitian ini
penelitian ini
Korean,
sosial besar
PT. Prodia
adalah mahasiswa
adalah dosen Ilmu
adalah
Russian,
yaitu Twitter.
Widyahusada
komunikasi
Komunikasi FISIP
masyarakat etnik
Colombian dan
yang melakukan
angkatan 2010 di
USU.
Tionghoa yang
Iranian ESL
komunikasi fatis.
Fakultas Ilmu
berada di
speakers, dan
Sosial dan Ilmu
Surakarta.
Canadian
Politik
native-speakers
Universitas
of English (NS).
Tadulako.
4.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian
Hasil penelitian
Hasil penelitian
Hasil penelitian
menunjukkan
menunjukkan
ini menunjukkan
ini menunjukkan ini menunjukkan komunikasi fatis
bahwa dalam
bahwa terdapat
bahwa kesantunan bahwa adanya
bahwa dengan
verbal nonverbal
menyampaikan
hubungan antara
positif dalam
kesengitan
teknologi
yang diterapkan
penerapan
penggunaan
masyarakat etnik
dalam segi
komunikasi
di PT. Prodia
komunikasi fatik,
komunikasi verbal
Tionghoa dapat
budaya,
digital yang ada
Widyahusada
diwujudkan
kecakapan
sekarang,
seringkali berupa
digunakan tiga (3) dan nonverbal fatis
Hasil penelitian
Bentuk
fungsi
dengan penciptaan
melalui
dalam persepsi
gesture fatis kini sapaan ringan
komunikasi fatik
komunikasi efektif
penggunaan
berbahasa
disalurkan
atau sekedar
yang sering
di antara dosen dan
istilah-istilah
tingkat tinggi
melalui bentuk
menanyakan
terjadi pada, awal
mahasiswa Ilmu
kekerabatan,
meningkatkan
yang baru
kabar (verbal),
percakapan, akhir
Komunikasi FISIP
penyebutan nama
atribusi negatif
melalui
sedangkan yang
percakapan dan
USU. Penciptaan
secara langsung,
dari keheningan.
perantara
nonverbalnya
sebagai pengisi
komunikasi efektif
pemakaian bahasa
teknologi itu
adalah lambaian
ruang untuk
adalah mutlak
Jawa ngoko, dan
sendiri.
tangan,
menghindari
diperlukan demi
pemakaian bahasa
senyuman,
kesunyian.
berlangsungnya
atau unsur-unsur
tepukan di
Komunikasi fatik
kegiatan
bahasa Mandarin.
pundak dan
di awal
perkuliahan mupun
Sementara itu,
isyarat. Kemudian
percakapan
hubungan sosial
sistem kesantunan
fungsi dari
merupakan
yang baik antara
komunikasinya
penerapan
komunikasi atau
dosen dan
cenderung
komunikasi fatis
kata-kata awal
mahasiswa. Untuk
bersifat
verbal dan
seperti hai, hallo
itu, salah satu cara
simetrikal-
nonverbal dalam
dan lain
yang dapat
resiprokal. Hal ini
mencapai
sebagainya yang
dilakukan adalah
disebabkan tidak
komunikasi
dapat
dengan
digunakannya
efektif ialah
memberikan rasa
menggunakan
bahasa Jawa
tercapainya
nyaman terhadap
komunikasi verbal
kromo di
komunikasi yang
penerima pesan
dan nonverbal yang kalangan
efektif itu sendiri,
(komunikan),
bersifat fatis.
masyarakat etnik
karena melalui
dimana
Dalam hal ini
Tionghoa.
penerapan
komunikasi yang
dosen memiliki
komunikasi fatis
disampaikan
peran besar sebagai
individu-individu
dapat diterima
komunikator yang
yang terlibat
dengan baik oleh
mengendalikannya
dalam komunikasi
komunikan
jalannya proses
interpersonal baik
sehingga
komunikasi
secara verbal
komunikasi
sehingga dapat
maupun
selanjutnya
terwujud
nonverbal akan
berjalan dengan
komunikasi yang
membangun
efektif.
efektif di antara
hubungan sosial
dosen dan
yang baik dan
mahasiswa Ilmu
pada akhirnya
Komunikasi FISIP
mereka akan
USU. Bentuk-
dengan alaminya
bentuk komunikasi
mudah
verbal fatis yang
berkomunikasi
dapat dilakukan
antara satu
antara lain berupa
dengan lainnya
sapaan, nasihat,
(tercapainya
dan candaan;
komunikasi
sedangkan
efektif). Selain itu
komunikasi
pelaku
nonverbal fatis
komunikasi fatis
antara lain ekspresi
juga dapat
wajah ramah, sikap
menciptakan atau
responsif, gerak
membuat first
tubuh yang positif
impressions yang
dan sebagainya
baik di
seperti yang telah
lingkungannya.
dijabarkan
Lalu manfaat dari
sebelumnya.
penerapan komunikasi fatis
verbal dan nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif ialah terjalinnya hubungan yang hangat, dan menyenangkan bagi individuindividu yang melakukannya. Dan oleh sebab itu hubungan sosial yang baik akan terjalin dan komunikasi efektif akan berjalan dengan
sendirinya.
Perbedaan 5.
masing-masing Penelitian
Penelitian ini
Metode yang
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
terfokus dalam
digunakan adalah
menggunakan
terfokus dalam
menelaah lebih
mencari
kuantitatif,
teknik
dampak
dalam mengenai
keterkaitan antara
sehingga perbedaan pengumpulan data keheningan/dia
perubahan pola
penerapan
terletak dari pola
dengan focus
m, yang
berkomunikasi
komunikasi fatis
pengolahan
group discussion
berlawanan
fatis akibat dari
dengan hubungan
datanya.
(FGD). Selain itu
dengan
perkembangan
penelitian ini juga
komunikasi
teknologi
tidak membahas
fatis.
komunikasi di
pertemanan.
mengenai
masa kini.
komunikasi efektif.
Persamaan 6.
masing-masing Penelitian
Sama-sama
Sama-sama
Sama-sama
Sama-sama
Sama-sama
membahas
membahas
menggunakan
menggunakan
menggunakan
penerapan
mengenai
metode penelitian
metode
metode kualitatf,
komunikasi fatis
komunikasi fatis
kualitatif dan juga deskriptif
dan komunikasi
dan komunikasi
membahas
kualitatif dengan pengumpulan
efektif, metode
efektif, serta
mengenai
teknik
dengan teknik
data melalui
.
yang digunakan
bentuk-bentuk dari
komunikasi fatis
pengumpulan
observasi. Serta
juga kualitatif
komunikasi fatis
yang bertujuan
data melalui
sama-sama
dengan
baik secara verbal
untuk menjalin
observasi, serta
membahas
pengumpulan data maupun nonverbal.
hubungan sosial
juga membahas
mengenai
melalui observasi
dan kesantunan.
tentang
komunikasi
komunikasi
fatis.
serta wawancara.
fatis.
2.2 Landasan Konseptual 2.2.1 Definisi Komunikasi Sebelum lebih mendalam membahas komunikasi fatis, kita perlu mengetahui terlebih dahulu arti dari komunikasi itu sendiri. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama” (Mulyana, 2009, p. 46). Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan diant secara sama. Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2008, p. 5), komunikasi adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Beberapa definisi komunikasi yang dikutip oleh Mulyana (2011, p. 68-69): 1. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner: Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbolsimbol – kata-kata, gambar,figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. 2. Carl I. Hovland: Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate). 3. Gerald R. Miller: Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. 4. Everett M. Rogers: Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. 5. Harold Lasswell: “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?
Berdasarkan definisi Laswell yang dikutip oleh Deddy Mulyana (2011, p. 69), dapat diturunkan menjadi lima unsur komunikasi yang bergantung satu sama lain, yaitu: 1. Sumber (source): Pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. 2. Pesan (message): Apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. 3. Saluran atau media: Alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. 4. Penerima (receiver): Orang yang menerima pesan dari sumber. 5. Efek: Apa yang terjadipada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya, atau dari tidak bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya dalam pemilu). Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar ataupun salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya “Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau terlalu luas, misalnya “Komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.” Sehingga para peserta komunikasi ini mungkin termasuk hewan, tanaman, dan bahkan jin. (Mulyana, 2009, p. 46) Dari pendapat ahli diatas mengenai definisi komunikasi, dapat kita sadari bahwa begitu banyak macem definisi dari komunikasi. Namun secara umum, komunikasi merupakan sebuah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan serta menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.
2.2.2 Komunikasi Fatis Untuk mendapatkan kesehatan emosional, kita harus memupuk perasaan positif dan mencoba menetralisasikan perasaan negatif. Orang yang tidak pernah
memperoleh kasih sayang dari orang lain akan mengalami kesulitan untuk menaruh perasaan itu terhadap orang lain, karena ia sendiri tidak pernah mengenal dan merasakan perasaan tersebut. Kita hanya bisa mengekternalisasikan suatu makna, gagasan, atau perasaan yang kita internalisasikan dari lingkungan kita. Begitulah, dalam kehidupan sehari-hari secara sadar ataupun tidak, kita sering mengucapkan “Selamat pagi,” “Halo,” Assalamu’alaikum,” Apa kabar?” menganggukkan kepala, melambaikan tangan, menepuk bahu, atau bersalaman, untuk setidaknya mengakui kehadiran orang lain, untuk menunjukkan bahwa kita ramah, dan untuk menumbuhkan atau memupuk kehangatan dengan orang lain. (Mulyana, 2011, p. 18) Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007, p. 13), ketika kita mengucapkan “Selamat Pagi,” “Apa Kabar?”, kita tidak bermaksud untuk mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lani merasa apa yang disebut Analisis Transaksional sebagai “Saya Oke – Kamu Oke”. Komunikasi ini lazim disebut sebagai komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan untuk menumbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. Melalui komunikasi, kita dapat memenuhi kebetuhan emosional kita serta meningkatkan kesehatan kita. Pada saat berkomunikasi kita belajar mengenai makna cinta, kasih sayang, simpati, keintiman, rasa hormat, kebencian, iri hati, bangga, dan masih banyak lainnya. Melalui komunikasi juga kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya antara perasaan yang satu dengan perasaan lainnya. Dan ketika kita sudah memahami perasaan-perasaan tersebut, maka kita akan berusaha menjaga hubungan kita dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari secara sadar maupun tidak melalui komunikasi fatis.
2.2.3 Komunikasi Verbal dan Non Verbal 2.2.3.1 Komunikasi Verbal Menurut Deddy Mulyana (2008, p. 260-261), simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mewakili berbagai aspek realitas individual kita, misalnya adalah kata rumah, kursi,mobil, atau mahasiswa.
2.2.3.2 Komunikasi Nonverbal Menurut Deddy Mulyana (2008, p. 343), pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Berikut ini adalah klasifikasi nonverbal Deddy Mulyana (2008, p. 351- 435): Bahasa tubuh: isyarat tangan, gerakan kepala, postur tubuh, ekspresi wajah. Sentuhan, merupakan perilaku nonverbal yang multi-makna dan dapat menggantikan seribu kata. Contohnya seperti tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan, rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas. Parabahasa atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami. Misalnya seperti kecepatan berbicara, tinggi nada (intonasi), intensitas (volume) suara, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan sebagainya. 1. Penampilan fisik: busana, karakteristik fisik (jenggot, kumis, rambut, warna kulit, lipstik). 2. Bau-bauan: bau tubuh dan bau wewangian. 3. Orientasi ruang dan jarak pribadi: ruang pribadi vs ruang publik, posisi duduk. 4. Konsep waktu: Bagaimana kita mempersepsikan dan memperlakukan waktu secara simbolik menunjukkan sebagian dari jati diri kita dan bagaimana kesadaran kita akan lingkungan kita. 5. Diam, merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang memiliki berbagai macam makna. Misalnya, diam dapat diartikan sebagai ketidakpahaman, ketakutan, keengganan, dan sebagainya. 6. Warna, digunakan untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan agama kita. Contohnya seperti wajahnya merah, feeling blue, mata hijau, dan sebagainya. 7. Artefak, adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Aspek ini merupakan perluasan lebih jauh dari penampilan fisik yang telah disebutkan sebelumnya.
Komunikasi nonverbal adalah bagian lain yang tak terpisahkan dari komunikasi verbal. Nonverbal berarti tanpa kata-kata, dan komunikasi nonverbal berkaitan dengan segala hal yang melebihi apa yang terucap, dan berkontribusi pada makna dari sebuah pesan (Goodall, 2010, p. 63).
2.2.4 Model S – R Model stimulus – respons (S – R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi – reaksi yang sangat sederhana. Misalnya, bila seorang lelaki berkedip kepada seorang wanita, dan wanita itu kemudian tersipu malu, itulah pola S – R. Jadi model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan – tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. (Mulyana, 2008, p. 143-144) Menurut Elvinaro Ardianto (2010, p. 133-134), teori S-R adalah teori komunikasi yang paling mendasar dan sederhana. Teori ini mengingatkan kita bahwa apabila ada aksi, akan timbul reaksi. Proses teori ini merupakan bentuk pertukaran infromasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi. Dibandingkan dengan teori-teori lain, teori stimulus respons menitikberatkan pada penyebab yang dapat mengubah sikap. Karakteristik dari komunikator (sumber), seperti kredibilitasnya, kepemimpinannya dan gaya berkomunikasi, menentukan keberhasilan perubahan sikap.
2.2.5 Komunikasi Efektif Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss yang dikutip oleh
Jalauddin
Rakhmat (2011, p. 13-16), komunikasi efektif menimbulkan atau berdampak hal-hal sebagai berikut: 1. Pengertian: Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. 2. Kesenangan: Komunikasi yang dilakukan tidak untuk menyampaikan informasi, membentuk pengertian, atau mencari keterangan. Melainkan untuk menimbulkan kesenangan sehingga hubungan terasa hangat, akrab dan menyenangkan. Komunikasi ini lazim disebut sebagai komunikasi fatis.
3. Mempengaruhi sikap: Komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk mempengaruhi orang lain. 4. Hubungan sosial yang baik: Komunikasi yang ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, karena manusiamerupakan makhluk sosial sehingga manusia ingin berhubungan dengan orang lainnya secara positif. 5. Tindakan: Merupakan indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan baik.
2.2.6 Budaya Organisasi Menurut Elvinaro Ardianto (2010: p. 143), budaya organisasi adalah esensi dari kehidupan organisasi. Jantung dari teori budaya organisasi adalah keyakinan bahwa organisasi memiliki berbagai simbol, ritual, dan nilai yang membuatnya unik. Terdapat 3 asumsi yang mengarahkan teori budaya organisasi, antara lain sebagai berikut: 1. Pertama, anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang bearkibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Asumsi ini berhubungan dengan pentingnya orang di dalam kehidupan berorganisasi. Secara khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas. 2. Kedua, penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Sebagian realitas (dan budaya) organisasi ditentukan oleh simbolsimbol. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Simbol budaya organisasi terdiri dari simbol fisik, simbol perilaku dan simbol verbal. 3. Ketiga, budaya dalam organisasi-organisasi yang berbeda, beragam, begitupun interpretasi tindakan dalam budaya tersebut. Asumsi ini berkaitan dengan keberagaman budaya organisasi. Persepsi mengenai tindakan dan aktivitas di dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu sendiri. Budaya merupakan hal yang selalu mengiringi kehidupan manusia. Budaya selalu ada di mana dan kapan saja manusia itu berada. Tak terkecuali pada kehidupan organisasi. Dalam sebuah organisasi, inti kehidupan sebuah organisasi itu sendiri ditemukan dalam budaya. Budaya yang dimaksud dalam organisasi berbeda dengan budaya dalam pandangan sehari-hari kita. Budaya dalam organisasi tidaklah diartikan sebagai ras, etnis, latar belakang individu. Menurut Pacanowsky dan
O’Donnell Trujilo, budaya dalam organisasi diartikan sebagai cara hidup di dalam organisasi. Misalnya iklim atau atmosfer emosional dan psikologis, yang mencakup semangat kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas, dan simbol-simbol (West & Turner, 2009, p. 317). Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo menyatakan bahwa anggota organisasi melakukan performa komunikasi tertentu yang berakibat pada munculnya budaya organisasi yang unik. Performa adalah metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa budaya ini dibagi menjadi 5 bagian, yakni ritual, hasrat, sosial, politik, dan enkulturasi. Berikut ini adalah penjabarannya: 1. Performa Ritual, adalah semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang. Ritual ini terdiri dari 4 jenis,yakni: a. Ritual Personal: Semua hal yang rutin dilakukan di tempat kerja, misalnya seperti mengecek e-mail mereka ketika bekerja tiap hari. b. Ritual Tugas: Perilaku rutin yang di kaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu menyelesaikan pekerjaan. Contoh: seorang karyawan yang bekerja sebagai kasir setiap harinya harus menerima dan mencatat semua pembayaran. c. Ritual
Sosial:
Rutinitas
verbal
dan
nonverbal
yang
biasanya
mempertimbangkan interaksi dengan orang lain. Contoh: beberapa karyawan dalam suatu perusahaan yang setiap akhir pekan mengadakan pertemuan bersama. Atau seorang siswa yang setiap hari sengaja datang lebih awal untuk bertemu dengan teman-temannya untuk bercerita bersama dan kemudian di teruskan kembali pada waktu istirahat. Ritual sosial juga dapat mencangkup pemberian penghargaan karyawan terbaik di setiap bulannya. d. Ritual Organisasi: Kegiatan perusahaan yang sering di lakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas, bahkan piknik perusahaan. 2. Performa Hasrat, adalah kisah-kisah organisasi yang sering kali di ceritakan secara antusias oleh para anggota organisasi dengan orang lain. Contohnya yaitu seorang karyawan yang selalu menceritakan tentang atasannya kepada semua temannya secara terus menerus bahkan selama beberapa tahun.
3. Performa Sosial, merupaka perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja sama diantara anggota organisasi. Contohnya adalah dengan hal kecil berupa senyuman atau hanya sekedar sapaan yang dilakukan seluruh anggota menjadikannya sebagai budaya dalam sebuah organisasi. 4. Performa Politis, adalah perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol. Kebanyakan organisasi bersifat hierarkis yaitu harus ada seseorang yang menjadi penguasa untuk mencapai segala sesuatu dan memiliki cukup kontrol untuk mempertahankan dasar-dasar yang ada. Ketika sebuah organisasi terlibat dalam performa politis, mereka mengkomunikasikan keinginan untuk mempengaruhi orang lain, namun hal ini tidak selalu berdampak buruk. 5. Performa Enkulturasi, merujuk pada bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat menjadi anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Performa ini dapat merupakan sesuatu yang bersifat hati-hati maupun berani. Performa ini mendemonstrasikan kompetensi seorang anggota dalam sebuah organisasi.
2.2.7 Komunikasi Interpersonal 2.2.7.1 Definisi Komunikasi Interpersonal Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Menurut Dainton & Stafford, konteks komunikasi interpersonal banyak membahas tentang bagaimana membangun suatu hubungan, bagaimana mempertahankan suatu hubungan bahkan bagaimana menyadari akan keretakan suatu hubungan. (West & Turner, 2009, p. 36)
2.2.7.2 Persepsi Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007, p. 51) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut McShane dan Von Glinow dalam Wibowo (2013, p. 59) persepsi adalah proses menerima informasi membuat pengertian tentang dunia di sekitar kita. Hal tersebut memerlukan pertimbangan informasi mana perlu fiperhatikan, bagaimana kategorikan informasi, dan bagaimana menginterpretasikannya dalam kerangka kerja pengetahuan kita yang telah ada. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi persepsi adalah perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2007, p. 52). Jalaluddin Rakhmat (2007, p. 52-55) memaparkan ada 2 faktor pemengaruh perhatian, antara lain: 1. Faktor Eksternal Penarik Perhatian a. Gerakan Seperti organisme lain, manusia secara visual tertarik pada objekobjek yang bergerak. Kita senang melihat huruf-huruf dalam display yang bergerak menampilkan nama barang yang diiklankan. Pada tempat yang dipenuhi benda-benda mati, kita akan tertarik hanya kepada tikus kecil yang bergerak. b. Intensitas Stimuli Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain. Warna merah pada latar belakang putih, tubuh jangkung di tengah-tengah orang pendek, suara keras di malam sepi, iklan setengah halaman dalam surat kabar, atau tawaran pedagang yang paling nyaring di pasar malam, sukar lolos dari perhatian kita. c. Kebaruan (Novelty) Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimuli yang luar biasa lebih mudah dipelajari atau diingat. Karena alasan inilah maka orang mengejar novel yang baru terbit, film baru beredar, atau kendaraan yang memiliki rancangan mutakhir (karena itu pula mengapa umumnya istri muda lebih disenangi daripada istri pertama). Pemasang iklan sering memanipulasikan unsur kebaruan ini dengan
menonjolkan
yang
luar
biasa
dari
barang
atau
jasa
yang
ditawarkannya. Media massa juga tidak henti-hentinya menyajikan program-program baru. Tanpa hal-hal yang baru, stimuli menjadi monoton, membosankan, dan lepas dari perhatian. d. Perulangan Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian. Di sini, unsur “familiarity” (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur “novelty” (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi bawah sadar kita. Bukan hanya pemasang iklan, yang mempopulerkan produk mengulang-ulang “jingles” atau slogan-slogan, tetapi juga kaum politisi memanfaatkan prinsip perulangan. 2. Faktor Internal Penaruh Perhatian a. Perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. Kita secara sengaja mencari stimuli tertentu dan mengarahkan perhatian kepadanya. Sekali-sekali, kita mengalihkan perhatian dari stimuli yang satu dan memindahkannya pada stimuli yang lain. b. Kita cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan kita. c. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita. Kita cenderung memperkokoh kepercayaan, sikap, nilai, dan kepentingan yang
ada dalam
mengarahkan
perhatian
kita,
baik
sebagai
komunikator atau komunikate. d. Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita. Kita cenderung berinteraksi dengan kawan-kawan tertentu, membaca majalah tertentu, dan menonton acara TV tertentu. Hal-hal seperti ini akan menentukan rentangan hal-hal yang memungkinkan kita untuk menaruh perhatian. e. Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan.
f. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat. Kadang-kadang konsentrasi yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita. g. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita; kita cenderung mempersepsi apa yang memang ingin kita persepsi. h. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi. Tidak jarang efek motivasi ini menimbulkan distraksi atau distorsi (meloloskan apa yang patut diperhatikan, atau melihat apa yang sebenarnya tidak ada). i. Intentsitas perhatian tidak konstan. j. Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada objek sebagai keseluruhan, kemudian pada aspek-aspek objek itu, dan kembali lagi kepada objek secara keseluruhan. k. Usaha untuk mencurhakan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimuli mungkin akan berhenti. l. Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. Makin besar keragaman stimuli yang mendapat perhatian, makin kurang tajam persepsi kita pada stimuli tertentu. m. Perubahan
atau
variasi
sangat
penting
dalam
menarik
dan
mempertahankan perhatian.
2.2.7.3 First Impressions Menurut Goodall (2010, p. 97), kesan pertama dibentuk melalui serangkaian proses kompleks yang disebut persepsi. Persepsi berarti bagaimana kita mengolah dan menginterpretasikan isyarat-isyarat dari penampilan fisik, suara, dan bahasa seseorang. Berikut ini adalah 3 pola dasar dalam pembentukan kesan pertama menurut Trenholm dalam Goodall (2010, p. 97-98):
1. Person Prototypes Kita terbiasa
untuk
mencirikan
karakteristik
individu-individu
berdasarkan penampilan fisik dan sikap dalam kategori mengenai seseorang yang telah ada. Kategori tersebut adalah prototipe manusia. Dalam penggunaannya sehari-hari, kita menamakan prototipe manusia tersebut sebagai
stereotypes.
Meskipun
stereotip
membantu
kita
untuk
mengidentifikasi orang dari hubungan mereka dengan pandangan ideal kita mengenai peran atau kategori, stereotip juga mendorong kita untuk mengabaikan atau melalaikan perincian penting yang memisahkan keunikan dari tiap individual dari generalisasi. Karena stereotip membentuk dasar untuk kesan pertama, stereotip juga mempengaruhi bagaimana kita memilih untuk berkomunikasi dengan orang lain. Kita cenderung memilih untuk berkomunikasi dengan orang yang memenuhi stereotip positif di benak kita, dan kita juga menghindari untuk berkomunikasi dengan orang-orang dengan stereotip negatif dalam benak kita. Meskipun kita sebaiknya tidak menilai buku dari sampulnya saja, namun pada nyatannya kita juga sering melakukan hal tersebut. 2. Personal Constructs Konstruk pribadi adalah evaluasi spesifik yang kita buat mengenai orang lain berdasarkan penilaian kita tentang sikap dan kebiasaan komunikasi pribadi mereka. Sebagai contoh, kita cenderung menilai orang lain sebagai orang yang ramah, rapi, jahat, atau tegas. Hal penting yang perlu diingat mengenai konstruk pribadi adalah bahwa konstruk pribadi ini adalah preferensi pribadi kita. Jadi, jika ada 2 orang bertemu orang ke tiga, maka interpretasi dan penilaian mengenai identitas dan sikap di benak kedua orang tersebut mengenai orang ke tiga dapat berlainan. 3. Scripts Kesan pertama sering muncul saat komunikasi fatis berlangsung, dari urutan pola pembicaraan yang biasa dilakukan sehari-hari. Sebutan lain untuk komunikasi fatis adalah scripts/naskah. Naskah memungkinkan kita untuk berlaku tanpa usaha, tanpa berpikir, ketika kita sedang berkomunikasi. Karena kita mengetahui bagaimana bertindak ketika menggunakan naskah, kita cenderung untuk mengevaluasi orang lain berdasarkan kepatuhan mereka
terhadap kalimat-kalimat terpreferensi yang ada dalam naskah kita. Berikut ini adalah beberapa strategi untuk meningkatkan kesan pertama dalam berinteraksi dengan orang baru: a. Pastikan kontak mata, senyum, dan tawarkan untuk bersalaman secara erat bila memungkinkan secara budayanya. b. Berbicaralah dengan jelas dan hindari penggunaan nama panggilan pada saat awal pertemuan. c. Simak baik-baik nama lawan bicara saat dia memperkenalkan diri. Ulangi dalam benak kita nama orang tersebut, atau gunakan media yang ada untuk mencatat namanya. d. Dengarkan baik-baik apa yang ia katakan dan berikan respon yang jelas dan tepat ketika diberikan pertanyaan olehnya. e. Bangun sebuah sikap bisnis yang positif. f. Miliki sikap humor. Murah senyumlah serta bersikap ramah. g. Jagalah jarak sosial yang tepat selama interaksi berlangsung. h. Bertukarlah kartu nama untuk berkomunikasi di masa yang akan datang bila memungkinkan. i. Pergilah ketika pembicaraan telah selesai, karena orang profesional memiliki pekerjaan untuk dilakukan.
2.2.7.4 Konsep Diri Konsep diri menurut Jalaluddin Rakhmat (2007, p. 99) adalah dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada penilaian diri kita. Sedangkan pengertian konsep diri menurut Wibowo (2013, p. 27) menunjukkan keyakinan diri dan evaluasi diri individu. Konsep diri ini adalah tentang ‘siapa saya’ dan ‘bagaimana saya merasa tentang diri saya’. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes dalam West-Turner (2009, p. 98) bahwa ada 7 asumsi dasar dari teori interaksional simbolik dan bahwa asumsi-asumsi tersebut memperlihatkan 3 tema besar, yang salah satu tema besar diantaranya adalah pentingnya konsep mengenai diri.
Konsep diri (West & Turner, p. 101) merupakan seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Ketika setiap aktor sosial menanyakan pertanyaan “Siapakah saya?” jawabannya berhubungan dengan konsep diri. Karakteristik yang diakui oleh aktor sosial tersebut tentang ciri-ciri fisiknya, peranan, talenta, keadaan emosi, nilai, ketrampilan, dan keterbatasan sosial, intelektualitas, dan seterusnya membentuk konsep dirinya. Lebih lanjut, La Rossan dan Reitzes dalam Richard West dan Lynn Turner (2009, p. 101-103) mengemukakan 2 asumsi tambahan untuk tema konsep diri ini, antar lain: 1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri, mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Aktor sosial akan mempunyai perasaan akan diri sebagai hasil dari kontaknya dengan orang tua, guru, dan koleganya. Interaksi dengan orang-orang tersebut akan memberitahukan kepada aktor sosial ini siapa dirinya. 2. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku. Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri memengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting dalam interaksional simbolik. Misalnya jika kita merasa yakin akan kemampuan kita dalam pelajaran teori komunikasi, maka akan sangat mungkin bahwa kita akan berhasil dengan baik dalam pelajaran itu. Proses tersebut seringkali disebut sebagai prediksi pemenuhan diri, atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penerapan Komunikasi Fatis Verbal-Nonverbal Untuk Mencapai Komunikasi Efektif Dikalangan Publik Internal PT. Prodia Widyahusada
Teori Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Fatis
Komunikasi Efektif
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi fatis verbal dan nonverbal yang dilakukan kalangan internal di PT. Prodia Widyahusada. 2. Untuk mengetahui fungsi penerapan komunikasi fatis verbal dan nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif. 3. Untuk mengetahui manfaat penerapan komunikasi fatis verbal dan nonverbal dalam mencapai komunikasi efektif.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran