BAB 2 DESKRIPSI SUMBER
2.1.Deskripsi Prasasti Pucangan saat ini disimpan di Museum Calcutta, India. Keberadaan prasasti Pucangan yang kini tersimpan di Museum Calcutta diketahui dari buku Raffles yaitu History of Java vol.II. Menurut buku tersebut Raffles sengaja membawa prasasti Pucangan ke India untuk diberikan kepada Lord Minto di Calcutta, India26. Abklats dari prasasti tersebut dikirim ke Dinas Purbakala pada 10 April 1911 (NBG,1911:42). Menurut keterangan De Casparis yang secara langsung melihat prasasti itu di Calcutta, keadaan huruf prasasti Pucangan sudah aus27, karena itu dalam pembuatan alih aksara dipergunakan data pustaka berupa alih aksara dan terjemahan dari Kern. Sedangkan mengenai ukuran bentuk juga dibahas oleh Kern. Mengenai deskripsi dan gambar diperoleh dari buku karya Raffles, yang menyinggung mengenai pengiriman prasasti Pucangan kepada gubernur jendral yang bernama Lord Minto di Calcutta. Di dalam buku tersebut juga dicantumkan surat balasan dari Lord Minto kepada Raffles di Batavia, tanggal 23 Juni 1813. Deskripsi lainnya di dapat dari Annabel Teh Gallop, berjudul Early Views of Indonesia: Drawings from the British Library. Pemandangan Indonesia di Masa Lampau: Seni Gambar dari British Library. Salah satu gambar dalam katalog tersebut adalah gambar prasasti Sangguran yang dibuat oleh John Newman, pada tahun 1812, yang diberi tulisan dengan tinta berbunyi: Ancient Monument & Inscription from Malang with the Custome of Muntrees & other Official Servants At Bangil 2nd April 1812. Namun menurut
26
Baca buku T.S. Raffles, The History of Java, vol. II, London, 1917 dan Lady Raffles, Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles, Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1991:188. 27 Tidak ada keterangan yang menjelaskan fisik prasasti, kecuali bahwa prasasti tersebut sudah tidak terbaca lagi karena hurufnya sudah aus (Tejowasono,2003:47)
22 Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
23
Djafar28, identifikasi prasasti memang menjelaskan mengenai prasasti Pucangan, namun prasasti yang digambarkan adalah prasasti Sangguran, bukan prasasti Pucangan.
2.1.1.Bahan Menurut keterangan dari Kern dalam VG VII prasasti Pucangan terbuat dari bahan batu. Kemungkinan batu andesit yang merupakan batuan yang sering digunakan pada hampir semua prasasti batu.
2.1.2.Bentuk Seperti prasasti raja Airlaṅga lainnya, prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing, dengan hiasan padmasana dibawahnya.
2.1.3.Ukuran Menurut keterangan dari Kern dalam VG VII ukuran prasasti Pucangan, yaitu tinggi prasasti 1,24 m, lebar 0,95 m (di puncak), lebar 0,86 m (di bawah). Ditulis dikeempat sisinya, yaitu depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri.
2.1.4.Tempat ditemukan dan disimpan Belum diketahui secara pasti penemu pertama prasasti itu dan tempat ditemukannya.
Brandes
dalam
bukunya
Oud
Javaansche
Oorkonden
menyebutkan prasasti ini berasal dari daerah Surabaya. Prasasti tersebut dibuat untuk memperingati pembuatan pertapaan di lereng gunung Pugawat 29, dengan keterangan itu kemungkinan letak prasasti Pucangan terletak tidak jauh dari pertapaan.
28
Hasan Djafar, 2007.Prasasti Sangguran (Minto Stone) tahun 850 Saka (2 Agustus 928 M), Naskah. 29
Pernyataan tersebut terdapat pada baris 32 “...nṛpassa kurute puṇyāśramaṃ śrīmataḥ pārśve pūgavato...”, “...śrī paduka Airlaṅga yang kini menjadi raja besar memerintahkan agar dibuatkan sebuah pertapaan suci di lereng gunung Pugawat...” Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
24 2.1.5.Aksara Aksara yang dipergunakan adalah Jawa Kuna dengan bahasa Sansekerta pada seluruh prasasti. Jumlah baris yaitu 3630 dan jumlah kalimat sebanyak 34 (Kern.1913:87). Di dapatkan keterangan pula yang menyebutkan bahwa urutan baca prasasti Pucangan dari atas ke bawah (kiri kekanan) (Tejowasono, 2003:407). Penelitian ini menggunakan sumber abklats untuk membantu alih aksara. Abklats merupakan cetakan prasasti pada selembar kertas (umumnya kertas singkong) yang berasal dari prasasti asli. Sehingga aksara-aksara pada abklats merupakan salinan aksara asli pada prasasti tersebut. Pada abklats, aksara masih terlihat jelas, namun menjelang akhir baris, aksara sudah mulai aus, dikarenakan kondisi prasasti yang juga sudah aus. Ada sebagian aksara yang memang tidak terbaca, karena kondisi prasasti yang rusak. Sebagian aksara juga ada yang tidak terbaca dikarenakan kondisi abklats yang kini sudah mulai lusuh. Prasasti Pucangan Sansekerta dan prasasti Pucangan Jawa Kuna menggunakan aksara Jawa Kawi akhir seperti prasasti-prasasti Airlaṅga yang lain. Ciri dari aksara Kawi tahap akhir adalah huruf tampak berkepanjangan. Bentuk paten bermula dari sebelah kanan bagian atas aksara, turun sampai di bawah garis dasar aksara dan berbelok ke kiri (sebelumnya lurus saja)
(Molen, 1985:5).
Namun, menurut De Casparis prasasti Pucangan merupakan contoh yang mencolok mengenai kedekatan antara kebutuhan akan fungsi dan pembubuhan estetikanya. Beberapa huruf dengan garis menurunnya yang elegan juga banyak sekali garis vertikal dan lekukan yang lebih menyerupai “sapuan kuas” (1975:3940). Beberapa jenis vokal pada prasasti Pucangan berbahasa Sansekerta: Contoh vokal “ i ” Umumnya vokal “i” pada prasasti masa Airlaṅga berbentuk bulat dan diletakkan di atas huruf yang terkena vokalisasi “i”. Pada contoh vokalisasi “i” terdapat pada huruf tri, bhi, pi.
30
Kern mencantumkan ada 37 baris, sedangkan ketika pembacaan ulang abklats, baris pada abklats ada sebanyak 36. Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
25
Contoh vokal “ ī ” Vokal i panjang atau ditulis “ ī ” juga ditemukan pula pada prasasti masa Airlaṅga lainnya. Bentuknya hampir sama seperti vokalisasi “i” hanya saja terdapat garis horizontal ditengahnya. Diletakkan di atas huruf yang terkena vokalisasi “ ī ” . Pada contoh vokalisasi “ ī ” yaitu śrī, kī.
Contoh vokal “r” atau layar Vokal “r” biasanya digunakan pada kata yang membutuhkan r mati, seperti kata purnṇa. Bentuknya yang seperti layar menyebabkan vokal ini sering disebut “layar”. Diletakkan diatas huruf. Pada contoh layar yaitu ryye.
Contoh tanda mati Tanda mati biasanya digunakan diakhir kalimat pada suatu huruf dan berbentuk garis panjang yang melengkung dibagian atasnya pada kanan huruf yang di “matikan” tersebut. Pada contoh berada di huruf ma pada kata sa ta ta m.
Contoh tanda akhir bait Tanda akhir bait pada prasasti ini berbentuk bulat dengan garis horizontal yang melengkung kebawah di tengahnya.
Contoh tanda awal dan akhir prasasti Pada awal prasasti atau pembuka bait umumnya diberi tanda, yang disebut adeg-adeg. Bentuknya sepasang garis ganda dengan bulatan diantaranya. Tanda tersebut juga sama diakhir atau penutup bait pada prasasti.
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
26
Contoh tanda akhir bait pujian Pada prasasti ini bait awal yaitu bait 1-3 merupakan syair pujian pada para dewa (Brahma,Wisnu,Siwa). Diletakkan pada akhir kalimat dengan bentuk sepasang lingkaran seperti tanda akhir bait dengan garis ganda diantaranya.
Contoh vokal “ā” Vokal “ā” umumnya sama pada semua prasasti, yaitu sebuah garis tegak yang berada disisi sebelah kanan huruf. Pada contoh adalah huruf dhā
Contoh vokal “u” Vokal “u” umumnya sama pada semua prasasti, diletakkan di bawah huruf yang diberi vokalisasi “u”. Berbentuk lengkungan kecil yang mengarah keatas seperti huruf “U”. Pada contoh adalah ru
Contoh vokal “ū” Vokal “ū” umumnya sama pada semua prasasti, diletakkan di bawah huruf yang diberi vokalisasi “ū”. Namun pada prasasti ini bentuknya menyerupai vokalisasi “ū” dengan haris melengkung kecil diatas. Pada contoh adalah bhū
Contoh vokal “r ̣” Vokal “r ̣” pada prasasti ini menyerupai vokalisasi “u” namun lebih lebar. Pada contoh adalah nṛ
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
27 Contoh vokal “e” Vokal “e” umumnya sama pada semua prasasti. Letaknya disebelah kiri huruf yang diberi vokalisasi “e”. Pada prasasti ini vokal “e” menyerupai “G”. Pada contoh adalah ru pe
Contoh vokal “o” Vokal “o” adalah sepasang gari yang mengapit aksara yang diberi vokalisasi tersebut. Garis sebelah kiri aksara menyerupai vokalisasi “e” sedangkan garis di sebelah kanan aksara menyerupai vokalisasi “ā”. Pada contoh adalah to
Contoh vokal “au” Vokal “au” pada prasasti ini adalah sepasang garis tegak yang diletakkan diantara huruf yang diberi vokalisasi “au”. Garis sebelah kiri huruf seperti vokalisasi “e” dan garis sebelah kanan adalah garis tegak panjang yang bagian atasnya melengkung. Pada contoh adalah tau
Contoh vokal “ai” Vokal “ai” seperti vokalisasi “au”, namun bila pada “au” garis tegak disebelah kanan aksara yang divokalisasikan tersebut merupakan garis tegak panjang yang melengkung dibagian atasnya. Namun garis tersebut pada vokalisasi “ai” adalah garis horizontal melengkung diatas aksara tersebut .Pada contoh adalah smai
2.1.6. Isi Isi kedua prasasti tersebut hampir sama yaitu mengenai penyeranganpenyerangan raja Airlaṅga terhadap raja-raja lain sebagai musuh yang tidak Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
28
tunduk padanya. Pada awal prasasti Pucangan Sansekerta, yaitu bait ke-1 sampai ke-3 berisi syair pemujaan terhadap dewa-dewa trimurti yaitu Brahma, Wisnu, dan Śiwa. Bait pertama menjelaskan mengenai dewa Brahma yang secara eksplisit tersirat dari kata “Dhātṛ”, bait selanjutnya memuja dewa Wisnu yang tersirat dalam kata “triwikrama”. Namun, pada bait selanjutnya atau bait terakhir yang berisi syair pemujaan dewa, yaitu pujian kepada dewa Śiwa. Nama dewa Śiwa disebut secara nyata dengan kalimat “Śiwaya namah ̣ ” atau “hormat bagi Śiwa”, kemudian baru dijelaskan julukannya yaitu “sthāṇu”. Kemudian bait selanjutnya, yaitu bait ke-4 sampai ke-12 berisi penjabaran mengenai silsilah wangsa Īśāna. Dimulai dari sang pencetus dinasti, yaitu Śrī Īśānatuńga, kemudian putrinya yang bernama Śrī Īśānatuńgawijaya, kemudian raja yang menikah dengannnya yaitu Śrī Lokapāla. Setelah itu muncul nama Makuṭawańsawarddhana,
yang
kemudian
Mahendradatta yang kemudian disebut Gun ̣
melahirkan
putri
bernama
apriyadharmmapatni. Ia menikah
dengan bangsawan bernama Udayana yang kemudian melahirkan raja Airlaṅgadewa. Bait setelah silsilah berisi mengenai musuh-musuh raja Airlaṅga yang tertuang pada bait ke-15 sampai ke-30. Dijelaskan siapa saja musuh-musuh yang diserangnya, baik penjelasan nama maupun daerah dan disertai penanggalan. Penanggalan disini dalam arti pencantuman angka tahun, pakṣa, tithi, wara. Setelah bait-bait perjuangan raja Airlaṅga, dijelaskan pula mengenai pembuatan pertapaan yang sangat indah yang terletak di lereng pegunungan Pugawat. Sementara itu isi prasasti yang berbahasa Jawa Kuna tidak jauh berbeda. Isinya mengenai maklumat raja Airlaṅga yang memerintahkan wilayah Pucangan, Barahem, Bapuri tanah milik wargga pińhai sebagai sima untuk pembangunan bangunan suci. Diceritakan pula mengenai peristiwa serangan raja Wurawari, yang menyerang kerajaan sebelum raja Airlaṅga naik tahta. Setelah itu diceritakan pula ketika raja Airlaṅga bersama Narottama melarikan diri kehutan dan hidup secara sederhana dengan para petapa. Setelah menaklukan musuh-musuhnya raja memerintahkan pendirian pertapaan di Pucangan serta akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mengganggu pertapaan tersebut. Memang sepintas terlihat sama Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
29
antara isi yang satu dengan yang lain, namun kedua prasasti sepertinya saling mengisi informasi. Seperti misalnya pada prasasti Pucangan yang berbahasa Sansekerta menjelaskan mengenai penanggalan yang hampir lengkap, namun nama lokasi tidak jelas, maka dilain pihak prasasti Pucangan berbahasa Jawa Kuna melengkapinya. Ada informasi yang tak dijelaskan, maka di prasasti lain hal tersebut dijelaskan. Oleh karena itu, kedua prasasti sangat terkait, baik peristiwa sejarah maupun kronologinya.
2.2. Pedoman Tata Bahasa Sansekerta Literatur yang digunakan sebagai acuan untuk digunakan dalam tata bahasa Sansekerta dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; untuk kamus bahasa Sansekerta menggunakan karangan A.A.Macdonell, A Practical Sanskrit Dictionary with Transliteration, Accentuation, and Etymological Analisis Throughout. Sedangkan untuk tata bahasa Sansekerta penulis menggunakan buku Haryati Subagyo, Pedoman Tata Bahasa Sansekerta Ringkas, Whilliam Dwight Whitney, Sanskrit Grammar : including both the Classical Language and the older Dialects, of Veda and Brahmana, Arthur.A.Macdonell, A Sanskrit Grammar for Students, dan beberapa kata-kata yang dapat dirujuk dalam buku Charles Rockwell Lanman, A Sanskrit Reader.
2.3.Alih Aksara Alih aksara dikerjakan dengan menggunakan abklats prasasti Pucangan yang berada di Laboratorium Arkeologi Universitas Indonesia. Alih aksara memperhatikan pula perbaikan pembacaan dari Kern yang telah menerbitkan alih aksara dan terjemahan prasasti Pucangan dalam "Steen van den berg Pananggungan (Soerabaja), thans in „t Indian Museum te Calcutta", Verspreide Geschriften VII, hlm:85- 114 tahun 1917, kemudian perbaikan dan catatan yang disarankan oleh Damais dalam naskah alih aksara prasasti Pucangan Sansekerta dan Poerbatjaraka dalam “Strophe 14 van de Sanskrit-zijde der Calcuttaoorkonde” dalam TBG LXXXI tahun 1941. Pedoman baris pada abklats digunakan sebagai baris pada alih aksara. Selain untuk mempermudah pembacaan prasasti juga mempermudah pembaca Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
30 melihat kenyataan mengenai baris yang ditulis pada prasasti seperti yang ditulis pada alih aksara. Penulis juga mencantumkan tanda akhir kalimat atau bait yang berisi angka arab [ _ ] pada prasasti agar mempermudah mengetahui letak akhir dari kalimat tersebut. Aksara Jawa Kuna yang digunakan pada prasasti pada huruf wa pada saat alih aksara akan diterjemahkan sebagai huruf va sesuai bahasa Sansekerta agar mempermudah mengerjakan alih bahasa.
Ejaan Beberapa huruf yang dibuat dalam alih aksara akan ditentukan sebagai berikut: ṇ
: yaitu n titik bawah yang dibunyikan alveolar
ā
: yaitu a dengan vokal panjang
ḥ
: yaitu h titik bawah atau bunyi perubahan disebut visarga
ś
: yaitu s palatal yang dibaca sy
ī
: yaitu i dengan vokal panjang
ḍ
: yaitu d titik bawah cerebral
ṅ
: yaitu n titik atas yang dibaca sengau (ng)
ṛ
: yaitu r titik bawah atau disebut
ṃ
: yaitu m titik bawah atau bunyi perubahan yang disebut anusvara
ñ
: yaitu n bunyi sengau yang dibaca ny
ū
: yaitu u dengan vokal panjang
ṣ
: yaitu s titik bawah dengan bunyi desis bersuara
ṭ
: yaitu t titik bawah tak bersuara
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
31 ALIH AKSARA : 1.
//
svasti //
tribhirapiguṇairupetonṛṇā31vvidhānesthitautathāpralayeagu ṇaitiyaḥprasiddhastasmaidhātrenamassatatam [1]agaṇitavikramaguruṇāpra ṇamyamāna 2. ssurādhipenasadā__32yastrivikramaitiprathitolokenamastasmai [2] yassthā ṇurapyatitarāpyave33psitārthapradoguṇairjagatāmkalpadrumamatanumadḥ ahkarotitasmaiśivāya 3. namaḥ // [3] //34 kīrtyākhaṇḍitayā__35yākaruṇayāyasstrī__36ratvandadhaccā pākarṣaṇataścayaḥpraṇihitantībraṅkalaṅka37ṅkareyaścāsaccariteparāṅmu__ 38
tayāśūrorathe39bhīrutāṃsvajarḍoṣān40bhajategu
31
Kern membaca nā yang seharusnya dibaca ṇā. Aksara dalam abklats tertulis ṇā bukan nā
32
Menurut pembacaan Kern dan Damais kata tersebut adalah api , namun kini tidak terbaca lagi karena telah aus.
33
Kern membaca the namun jika diamati aksara tersebut adalah ve sama seperti yang ditulis oleh Damais.
34
Ada suatu tanda pengakhir kalimat seperti pada kata svasti. Mungkin tanda ini sebagai akhir bait pemujaan kepada dewa-dewa, karena bait selanjutnya membicarakan mengenai silsilah keluarga.
35
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dibaca dhi
36
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Kern dan Damais membaca pa
37
Damais membaca adanya aksara l namun setelah dilihat kembali tidak terdapat huruf l
38
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dibaca kha
39
Aksara pada abklats masih jelas tertulis rathe, namun Kern dan Damais membacanya sebagai raṇe
40
Kern membaca svair do sedangkan Damais membaca svair te. Namun pada abklats terlihat seperti tulisan sva jar taṣan .Pada pembacaan Kern dan Damais dibaca svair namun letak layar (r) berada pada aksara yang seperti ta, hau atau do. Sedangkan sva berdiri sendiri tanpa ada vokalisasi lain (bukan svair). Sedangkan apabila dibaca svajar, maka kata tersebut tidak sesuai dengan tata bahasa Sanskerta, namun apabila dibaca svair justru sesuai, namun pada abklats memang tidak tertulis svair. Kemudian aksara selanjutnya yaitu ja dan selanjutnya aksara yang seperti ta, hau, atau do. Aksara yang masuk kedalam konteks kalimat adalah svajair doṣan. Pembahasan selanjutnya terdapat dalam bab.3 Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
32
4. ṇaissajayatāderlaṅganāmānṛpaḥ [4]
āsīnnirjitabhūribhūdharagaṇobhūpā
lacūḍāmaṇiḥprakhyātobhuvanatrayepimahatāśauryyeṇasiṃhopamaḥyenor vīsucirandhṛtāmitaphalāla 5. kṣmī__41gatvarīsaśrīkīrtivalānvitoyavapatiśśrīśānatuṅgāh42vayaḥ [5] tasyāt majā__43luṣamānasavāsaramyāhaṃsīyathāsugatapakṣasadā44bhavaddhā45r ājahaṃsamu46damevavivarddhaya 6. ntīśrīśānatuṅgavijayetirarājarājñī [6] mandākinīmivatadātmasamāṃsamṛd dhyākṣīrārṇavaḥprathitaśuddhiguṇāntarātmātāñcākarotpraṇayinīnnayanābh inandī śrīlokapālanṛpatirnaranāthanā 7. gaḥ [7] tasmātpradurabhūtprabhāvavi__47 bhūbhūṣaṇodbhūtaye__48bhāva nodyatadhiyā__49vayan__50tibhiḥ__51riścāpratimaprabhābhirabhayobhās vānivābhyudyataśśatrūṇāmibhakumbhakumbha
41
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Kern dibaca ndadhau dan Damais membaca ścano. Memang secara tersamar masih jelas vokalisasi –o- ada pada kata tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembacaan yang mendekati benar yaitu Damais ścano.
42
Pada abklats tertulis -h bukan -ḥ. Karena -ḥ merupakan kasus nominatif singularis yang dimiliki kata Śrīśānatuṅgā, yang merupakan bentuk pertengahan -s. Sehingga kata tersebut menjadi Śrīśānatuṅgās atau Śrīśānatuṅgāḥ. Pendapat para ahli pun mentranliterasikannya sebagai –h tanpa visarga.
43
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dan Damais dibaca ka
44
Kern membacanya sebagai sahā, namun pengamatan lebih teliti pada abklats aksara tersebut dibaca sadā seperti pembacaan Damais.
45
Kern membaca bhavadyā , sedangkan Damais membaca vavaddhā. Kata tersebut lebih tepat dibaca bhavaddhā. Karena jelas aksara bha,_ adhā masih dapat terbaca.
46
Menurut Kern dibaca rājahaṃsasu , namun pembacaan yang lebih tepat yaitu rājahaṃsamu seperti pendapat Damais
47
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca (śa) do , namun masih mempetanyakan śa, menurut Damais dibaca bha vo. Jika dilihat lebih teliti aksara terakhir menyerupai vo bukan do.
48
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi.Menurut Kern dan Damais seharusnya dibaca bhūtānāmbhava
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
33
8. dalaneputraḥprabhurbhūbhujām [8] śrīmakuṭavaṅ__52itipratī53tonṛṇāmanu pamendraḥśrīśānavaṅśatapanastatāpaśu54__ram55pratāpena [9]tasyādhipa syaduhitātimanojñarūpāmūrtevarā56 9. jaguṇatoyavarājalak__57repisubhagenababhūvapitrānāmnākṛtākhaluguṇapr iyadharmmapatnī [10] __58viśiṣṭaviśuddhajanmārājānvayādudayaṇaḥpra thitātprajātaḥtāṃśrī
49
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Kern membaca kṣmāmbhā, sedangkan Damais membaca mbhā mbhā
50
Aksara pasangan na sulit dibaca, namun menurut Kern dan Damais dibaca bhū.
51
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dibaca aśau.
52
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi.Menurut Kern dan Damais kata tersebut adalah śavarddhana
53
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern aksara tersebut tī dan menurut Damais ti
54
Kern membaca śu, namun tidak jelas terlihat vokalisasi u-, memang nampak bayang-bayang garis dibawah aksara tersebut, namun belum pasti bahwa aksara tersebut sebagai huruf śu, Damais pun berpendapat aksara tersebut śa. Jadi pembacaan bisa śa dan śu. Analisis pada kalimat akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
55
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern yaitu bh. Kemudian, lihat aksara disebelahnya yang oleh Kern dibaca m, sehingga menjadi bhram, namun bila dilihat dengan teliti huruf tersebut bisa menyerupai n ataupun m, namun menurut bentuknya lebih menyerupai m.
56
Kern membaca bhā dan Damais membaca rā yang kata selanjutnya oleh mereka dibaca va. Aksara tersebut adalah rā karena setelah itu terdapat aksara ja sehingga menjadi rāja. Aksara rā memang samar, namun dari segi bentuk huruf ra yang khas, memudahkan mengenali aksara samar tersebut sebagai rā, sedangkan aksara ja masih terlihat jelas. Pembacaan bhāva juga masih diragukan oleh Kern. Jadi kata yang betul adalah rā ja
57
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais berbunyi kṣmiḥ dvīpānta
58
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dan Damais dibaca āsīdasāvapi. Memang bila dilihat dari kesamaran itu ada beberapa aksara yang terbaca yaitu ....dasā… Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
34
10. matīvvidhivadevamahendradattāvvyaktāhvayonṛpasutāmupayacchatesma [11] śreṣṭhaḥprajāsusakalāsukalābhirāmorāmoya__59svaguṇairgarīyānsam bhāvitonnatagatirma 11. hasāmunīndrairerlańgadevaitidivyasutastatobhūt [12] śrīdharmmavamśaiti pūrvayavādhipenasambandhināguṇagaṇaśra__60ṇotsukenāhūyasādaramasa nsvasutāvivāhandrākpurvatā61 12. prathitakīrttirabhūnmahātmā [13] athabhasmasādabhavadāśutatpuram puruhūtarāṣṭrami62va madya63taṃ__64talinā__65khalukiṅkarairvinā66__67 vanānyagāt [14] śākendreśaśa__68nā
59
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern berbunyi thā daśarathāt
60
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dan Damais dibaca va
61
Kern membaca kata tersebut sebagai sarvathā, namun kata tersebut jelas tertulis purvatā seperti pendapat Damais
62
Kern berpendapat aksara tersebut adalah mi-, namun bila dilihat kembali tidak terdapat vokalisasi i- pada ma-, memang tidak jelas karena kondisi abklats yang aus, namun tidak terlihat adanya lingkaran diatas huruf ma- sebagai tanda vokalisasi i-, begitupula Damais yang menulis mi- kemudian ragu dan mencoretnya menjadi ma-. Demikian dengan Poerbatjaraka yang berpendapat aksara tersebut adalah ma. Berdasarkan arti kata akan dibahas selanjutnya.
63
Aksara tersebut seharusnya dibaca ma bukan mu seperti pendapat Kern. Menurut Poerbatjaraka kalimat tersebut adalah sādya. Namun huruf tersebut tidak menyerupai sā melainkan ma
64
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca śiraṃ, Damais membaca adanya huruf dhi- namun masih meragukannya, sedangkan Poerbatjaraka berpendapat bahwa huruf tersebut adalah ci- sehingga dibaca ciram-. Memang jika dilihat huruf tersebut tidak menyerupai śi, melainkan menyerupai dhi- namun tak salah jika huruf tersebut pun dibaca ci- . Pembahasan mengenai arti akan dibahas selanjutnya.
65
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca ...lena, menurut Damais dibaca khalena . Poerbatjaraka membaca kalinā jhalena
66
Aksara tersebut oleh Kern dibaca viśā .Damais dan Poerbatjaraka membaca vinā. Aksara tersebut berdasarkan bentuknya memang lebih menyerupai vinā seperti pendapat Damais dan Poerbatjaraka
67
Aksara pada abklats sudah tak jelas, namun masih dapat dibaca huruf sa narottame setelah itu tidak dapat dibaca lagi (namun masih terlihat adanya pa atau sa dan ha dengan vokalisasi i-) sampai vanā. Kern membaca kata tersebut yaitu sa narottamair upahito , sedangkan menurut Damais dibaca sa narottamena sahito . Berdasarkan huruf tersebut jelas bukan narottamair karena masih dapat dibaca sa na ro tta me _ pa/sa hi_ . Menurut Poerbatjaraka kalimat tersebut berbunyi sa narottamena sahito. Mungkin memang benar bahwa huruf sesudah pa tersebut adalah na-, sehingga pembacaan Damais dan Poerbatjaraka lebih tepat. Namun berdasarkan arti akan dibahas selanjutnya. Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
35
13. __69daneyātemahāvatsaremāghemāsisitatrayodaśatithauvāreśaśinyutsukaiḥ āgatyapraṇatairjanairdvijavaraissā__70śśrīlokeśvaranīralańganṛpatiḥ__71 14. __ tāntāṅkṣitim [15] samrājyadīkṣitamimannṛpatinniśamyaśaktyājitārinika ranniva__72ripūṇāmadyāpitadbhujabhu__73latvamabhūtapūrvvam [16] 15. bhūyāṃsoyavabhūbhujobubhujire__74vina__75 marthyānnṛpajan_ju_76narendrā sanekintuśrījalalaṅgadevanṛpatirvamśyo dhirājā77 graṇirbho78__79sabhu 68
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak jelas dibaca. Menurut Kern berbunyi śākendretha …loca, sedangkan menurut Damais yaitu śākendre śaśalāñcha. Namun beberapa aksara tersebut memang dapat terbaca, yaitu adanya huruf śaśa setelah śākendre yang masih dapat dibaca. Pembacaan selanjutnya mengikuti Damais, karena memang masih terlihat huruf śaśa - dan nā-
69
Menurut Kern kata tersebut yaitu gniva, sedangkan menurut Damais yaitu bdhi.
70
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca śvāsamabhyarthita. Jika dilihat dengan teliti di dalam kata-kata tersebut memang terdapat pasangan va- kemudian mabhya_____. Jadi, kemungkinan pembacaannya sama.
71
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Kemungkinan gā atau śā Kemudian hanya terbaca samar huruf ṣa. Namun menurut Kern adalah pā hītyu, sedangkan menurut Damais dibaca ... ā ikṣa. Jadi, pembacaan Damais dirasa cocok.
72
Sebagian aksara tak jelas, Kern dan Damais membaca ho
73
Kern membacanya sebagai jaṅgatalasya bibhyadabhyasyatīva(capa), sedangkan Damais membacanya sebagai jaṅgatalasya śasvadabhyasyativamukha. Memang aksara sulit untuk dibaca, mulai setelah bhuja sampai latva, namun masih terbaca huruf śasva da…
74
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern membaca pṛthvīvvipakṣerthina, Damais membaca p…ś..vi….akṣevina. Memang jika dilihat secara teliti bentuk aksara vina lebih tepat daripada thina.
75
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dibaca sebagai ssā
76
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca mano‟nu bubhujasta
77
Aksara pada abklats terbaca rājā sama seperti pembacaan Damais, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dibaca nātha
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
36 16. __80ti kevalamarindvan__81m__82manbhūtale [17] bhūbhṛnmastaka__83 pādayugalassimhāsanesaṃsthitomantrālocanatatparairaharahassambhāṣito manṭribhiḥbhāsvadbhirlalanān84vi 17. __85raiḥparītobhṛśamj__86syaparājayediva87yavaccitrīyatesantatam [18] putrānmāmativatsalopi__88tyaktvāmadīyaḥpatissvargastrīgamane89 18. __90ājñāvidheyastavakhyātastvambhuvanedayāluhṛdayastenyā pravṛttiḥ__91rā jankvakṛpetyarervanitayārājāṃpyu92 yā__93bhyāte [19] ka__94nm95__mukṣupa 78
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca sebagai graṃnirbho yang lebih tepat dibaca graṇibho seperti pendapat Damais
79
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca aṅge sedangkan Damais membaca caṅkte atau bhaṅktve
80
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca nak
81
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca dva
82
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca bhra
83
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Kern menuliskan sakta dan Damais menuliskan …kta
84
Damais membaca nn, pada abklats tertulis n
85
Beberapa aksara pada awal baris sudah tidak terbaca lagi, Kern berpendapat kalimat tersebut adalah to niviśate vī dan Damais berpendapat to n śiṣa he vī
86
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern aksara tersebut yotista dan Damais membaca yoti...sya. Sehingga kemungkinan kalimat tersebut berbunyi jyotistasya.
87
Menurut Kern huruf tersebut vi sehingga berbunyi vijaya, menurut Damais huruf tersebut ji sehingga berbunyi jivaya, namun jika dicermati maka huruf tersebut lebih mirip di, sehingga berbunyi divaya
88
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca sahasā
89
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern membaca no yang seharusnya ne
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
37 19. __96varasya __97pya__98tenakṛtassa __99 [20] __100bhuvanatraya 20. syama__101kiṃ__nacikīrṣayāks ̣a__yutesterasaḥki__krīḍārasalip__yā__ḥ__ kari__dra 21. danta102 ja__103mā__104 [21] __105ro__106te__107dharmovaśyeṣu__108 sārthesaṃhṛtya ha.__109ta__110lokapālāne 90
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi . Menurut Damais kata itu berbunyi dapuka...ta mpyā
91
Kern berpendapat kata yang kini usang tersebut adalah kathamhā, Damais berpendapat kata tersebut ka...ṃ…
92
Memang cukup jelas tertulis rājāṃpyu seperti pendapat Damais
93
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca lapyate, kemudian Damais membaca pānyate. Aksara pertama yaitu la/pā memang sulit untuk dipastikan karena kemiripan keduanya pada abklats tersebut. Pada abklats memang seperti la namun berbeda dan pa namun ada suatu garis. Kemudian aksara selanjutnya yaitu bhya bukan pya seperti yang dituliskan Kern ataupun nya seperti yang ditulis Damais, karena aksara tersebut masih jelas sehingga berbunyi labhyate
94
Kern dan Damais menyebut kata itu ści, kini pada abklats sudah tidak terbaca
95
Vokal tidak terbaca, kemungkinan besar memang vokal u sehingga berbunyi nmumuk su
96
Baris pertama kertas terpotong, sehingga huruf hanya terlihat bawahnya saja, sehingga mengikuti pembacaan Kern dan Damais. Namun beberapa aksara masih dapat terbaca.Menurut Kern baris pertama awal berbunyi ..vāptaye dhanamalāni mahānarātiḥ kaścittrivis ̣ṭapamukhānnṛ..., sedangkan Damais menuliskan ...ptapo vanas ̣anāni mahānarātiḥ kaścittriviṣṭapamukhānnṛ
97
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dan Damais sebagai mantrānsamprā
98
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi . Menurut Kern dan Damais membacanya sebagai śiṣya iva
99
Abklats robek, sehingga aksara tak terbaca. Kern dan Damais membacanya āsīt
100
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi . Menurut Kern membacanya sebagai tuṅgā, Damais membacanya sebagai tuṅgayo.
101
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern tulisan tersebut berbunyi dalam satu baris yaitu sya maha…kiṃ bandhāna cikīrs ̣ayā kṣa...kiṃ tadyuteste rasaḥ kiṃ krīdārasalipsayā rabhasuyā yasyo (ddha) tiḥ kīrttitā kīrttiḥ śuddhikarī...dā, menurut Damais berbunyi sya maha nālījā..jīdāyasā kiṃ bandhāna cikīrṣayā kṣa...āvāṅ kiṃ tadyuteste rasaḥ kiṃ krīdārasalipsayā rabhasuyā yāvyā ścakaiḥ kīrttitā kīrttiṇ kṛttakarīndra
102
Kern membaca dhavala, namun jika diamati kata yang tertulis yaitu danta seperti pendapat Damais.
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
38 22. kobahumpra__111riyatesmadhātrā [ 22] āsīnnṛpo__112mṛ__113prala__114va iti tasyasn115utomahātmā__116__ candrabhūtavadane__ 23. javarṣa__117śī____118lgu__119t [23] anyaścakāścidadhamā[ḥ]120pānudā __121__na __122__ddaśānanaiva _ya__123kayama__124 103
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi
104
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais membacanya sebagai nyateharniśam
105
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais membacanya ind
106
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi
107
Kern membaca reṣu tapi seharusnya teṣu seperti yang di kemukakan Damais. Setelah itu kalimat selanjutnya banyak yang tidak terbaca, menurut Kern beberapa diantaranya yaitu ...vākcariteṣu dhṛṣṭo. Tapi kata dhṛṣṭo seharusnya dharmo.
108
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern membacanya sebagai (bhā) gakṛdasau dhanadorthi dan Damais membaca ...ā...bhṛ dasau dhana dorthi
109
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais membacanya sebagai huruf n-
110
111
Abklats ada yang robek pada beberapa kata. Kern membacanya rarāḍiti, Damais membacanya ḍitri Kata tidak jelas. Kern membacanya ...vv sedangkan Damais membacanya vaduyā vv..
112
Aksara pada abklats kini sudah tidak terbaca. Kern membaca nama raja Bhiṣmaprabava .Dalam transkripsi Brandes, nama ini dibaca Bhiṣmaprabava. Di dalam transkripsi Kern angka tahun dibagian yang berbahasa Sanskerta tidak terbaca. Pengamatan lebih teliti atas cetakan kertas prasasti Pucangan itu memberi pembacaan angka tahunnya sebagai, tan candrabhūtavadane śakarājavarse (951 śaka) ekadasi sudika......phalgunemat (tanggal 11 paro terang bulan Phalguna tahun 951 Śaka atau 15 Februari 1030 M (Sumadio.1993:179).
113
114
115
Aksara pada abklats kini sudah tidak terbaca. Menurut Damais kata yam ̣ namun jika dicermati seperti huruf ku, kemudian menurut Kern kalimat berbunyi bhīṣmaprabhāva Menurut Kern dan Damais berbunyi suto
116
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Damais hanya membaca aksara tañ
117
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Damais dibaca ekāda
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
39 24. na__125ndro__126ramyacaritonya__127ttamāśu [24] tataścatadanantarannṛpasutañjigīṣurgataṃ128 stadālayamaśeṣamevasahasābhyadhā__129nṛpaḥpunaḥpunara thāgnibhū 25. tavadaneśakābdegate__130narapatistadīyanagarāṇyadandahyata [25] abhavad apibhuvistrīrākṣasī__131gravīryyāvyapagatabhayamasyā__132 mayāsī
118
119
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Damais dibaca ..yadika ve..ka phalguṇemat Aksara pada abklats kini sudah tidak terbaca.
120
Memang di dalam transkripsi Kern ditulis adhamāpanuḍa, tetapi kelihatan tanda visarga di belakang mā, sehingga harus dibaca adhamāḥ panuḍābhiḍanas.Dengan demikian kata adhama, yang berarti hina itu bukan sebagian dari nama, melainkan keterangan saja. Juga disini, angka tahun di bagian yang berbahasa Sanskerta tidak terbaca oleh Kern. Angka tahun itu berbunyi dalam sengkalan: Varsse śakasya yamabhuta-ile rajendro (952 Śaka) (Sumadio.1993:178-179) . Sedangkan pada abklats memang masih nampak tanda visarga tersebut, sehingga berbunyi adhamāḥ panuḍā.
121
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca bhidā
122
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca ssākṣā
123
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dan Damais dibaca avyathayajjatanti varṣeśa. Pada abklat kini, masih terbaca ya pada kata avya
124
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Damais berhasil membaca bhūta
125
Aksara sukar dibaca antara re atau ge hampir sama. Hanya huruf na ,kemudian vokal e dan ndre yang terbaca. Menurut Kern nagendre sedangkan Damais narendro, sedangkan menurut Brandes dibaca rajendro
126
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Damais kata tersebut adalah māti
127
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais yaitu vadhī
128
Kern berpendapat ṣurbhuvās, Damais berpendapat surgatas. Namun jika dilihat kembali ada tanda anusvara diatas huruf ta sehingga dibaca taṃ
129
Abklats robek, menurut Kern dan Damais seharusnya dibaca kṣin
130
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dibaca varo
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
40 26. tjalanidhiśararandhreśākasa__133nṛpatirabhinade__134takīrttiḥ [26] jvalanaivanagendrolelihānodahattāndiśamadhikamanā135yyāndakṣiṇānda 27. kṣiṇatvātdhanamatibahu__136kīrttimevāharatsaḥ [27] mānitvāda śailabhūtalapa neśākendravars ̣egatecaitre137 28. māsisitatrayodaśatitho138 vā__139ragaṇitairgatvādiśampaścimāṃrājānavvija yāhvayaṃ__140jagatpūjitaḥ [28] __141
131
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Kern menuliskan kata vo, Damais kemungkinan juga menuliskan vo
132
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais yaitu ssaṅkaṭāṅgā
133
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais dibaca sebagai mvatsaresmin
134
Aksara tak jelas , karena prasasti rusak sehingga abklats seperti bolong. Menurut Kern dibaca llakṣaṇaṅkhyā, menurut Damais adalah nān..akṣaṇaṅkhyā
135
Aksara tak jelas , karena prasasti rusak. Menurut Kern ada r diantara ā dan r. Sehingga berbunyi dhikamanāryyāndakṣiṇānda. Sedangkan menurut Damais tidak ada r, sehingga dibaca dhikamanāyyāndakṣiṇānda
136
Aksara sudah usang dan bagian prasasti tersebut rusak. Kern membacanya sebagai luṇṭaṃ tacca datvātmabhṛtye dvijapatimunimadhye, sedangkan Damais membacanya sebagai labdhvā tacca dat...
137
Aksara pada abklats sudah aus, namun masih dapat terbaca secara samar bahwa ada vokalisasi ai- dan tre. Menurut Kern dibaca bhadre,sedangkan menurut Damais caitre. Oleh karena itu pembacaan sesuai dengan hasil bacaan Damais yaitu caitre
138
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern kata tersebut dibaca tithau, namun jelas sekali ada vokal o pada huruf tersebut sehingga dibaca titho, begitupula dengan pembacaan Damais
139
Prasasti rusak sehingga pada abklats tidak terbaca. Menurut Kern dibaca re budhe pāvane udyuktairbalibhirbalai.
140
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais kalimat tersebut adalah samajayadrājā
141
Huruf pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern kata tersebut adalah (atha) muni menurut Damais yaitu ...mukha. Seharusnya terlihat vokalisasi –i bila merujuk pembacaan Kern, namun pada abklats tidak ada.
Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
41
29. śararandhreśākavarṣeṣṭamā __142nijabanigṛhītovaiṣṇuguptairupāyais sapadivija yavar143māpārthivodyāmaga 30. cchat [29] mu_144śaravivarākhye__145 pañcadaśyām146 ripuśirasimahāt māśrīyavadvīparājojayatinihitapā 31. doratnasiṃhāsanasthaḥ [30]
pū__147nerjalalaṅgadevam
nānyannirīkṣitumalaṃsubhujopapīḍaṅgāḍhampariṣvajatisa 32. __148rājalakṣmīḥ [31] nirjityāthari__149tayākaṇ150ubra151titayāvādeva tārādhanairantuñjātamahā__152ssa
142
Kalimat tidak terbaca karena prasasti rusak. Menurut Kern kalimat tersebut yaitu khye suragurusitipakṣe kārtike māsi tasmin .Tapi menurut Kern, kata siti tersebut haruslah dibaca sita yang artinya paro terang.
143
Kern membaca aksara tersebut sebagai nāmā, huruf tersebut lebih tepat dibaca varmā, seperti bacaan Damais
144
Kern berpendapat kata tersebut adalah maka, namun tidak nampak seperti ma- dan ka, terlihat jelas adanya vokalisasi u- pada ma dan kha- bukan ka.
145
Prasasti rusak sehingga aksara tak terbaca. Menurut Kern kalimat tersebut adalah śākarājasya varṣe hataśaśiguruvaāre kātike.
146
Kern menuliskan aksara m mati dengan huruf ṃ
147
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern kalimat tersebut dibaca rvvādidigvijyinaṃ hatasarvvaśatrumekātapatramava
148
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern dan Damais kalimat tersebut adalah mprati
149
Prasasti rusak Kern membacanya sebagai ripūnparākramadhanāt chauryyairupāyairapi śaktyakhanḍ̣ i
150
Kata tersebut menurut Kern adalah khalu, menurut Damais yaitu tathe, namun kata tersebut lebih cocok kańu
151
Kern membaca aksara tersebut sebagai vra padahal jelas tertulis bra
152
Kern membaca kata tersebut nṛpassa, namun jika dilihat kembali pendapat Damais yang menuliskan tvamussa lebih tepat, karena terdapat aksara mu disana dan kemungkinan mirip kata tva daripada nṛpa Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009
42
33. kurutepuṇyāśramaṃśrimataḥpārśvepūga__153 [32] śrṇvantorājakīyāśram amasamamiman154nandanodyānadeśyaṅgaccha 34. ntas_155ntatantepyahamahamikayāvismayālo__156rāsstutimukharamukhām u khyametannṛpāṇāmmānīnammanya__157manumivamahasā 35. __158nanīyavvruvanti [34] sādhūnāmpathi__159rmantriṇāmbhū__160 dbhūtahiteṣiṇomunijanāitthana161me162 prārthanāyasmiñjīvatirājñi__163 36. __164tibhuvandharmenasiddhyantitetasmācchrījalalaṅgadevanṛpatirdīrgha ṃsajīvyāditi //
//
153
Prasasti rusak sehingga tak terbaca, menurut Kern pembacaan tersebut adalah vatu girernarapatiśśrīnīralaṅgāhvayaḥ
154
Kern menuliskan nn di bagian tersebut tapi Damais menuliskan n yang benar adalah nn di bagian tersebut.
155
Kern dan Damais. berpendapat ssa ,karena aksara pada abklats sudah aus maka pembacaan mengikuti pembacaan terdahulu.
156
Aksara pertama menurut Kern adalah la dan menurut Damais adalah ta, sedangkan selanjutnya prasasti rusak, namun menurut Kern bacaan tersebut adalah netrā(ḥ) mālā diprītikā
157
Abklats robek, menurut Kern dan Damais dibaca mānā
158
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi . Menurut Kern dan Damais dibaca ma, Damais juga masih mempertanyakan apakah itu huruf ma
159
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi Menurut Kern yaitu yātu paurasanitir dharmyā gatir, menurut Damais adalah yātu paurasanitir dharmma....r
160
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern dan Damais adalah ya
161
Aksara tak jelas punya pasangan na pada huruf na, tapi Kern menuliskan hal itu sehingga berbunyi itthann.
162
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Damais me bukan ṛpe seperti yang ditulis Kern.
163
Aksara pada abklats sudah aus, sehingga tidak dapat dibaca lagi. Menurut Kern ra, menurut Damais kra.
164
Tak terbaca, menurut Kern kṣa dan menurut Damais ..ya Universitas Indonesia
Pasasti Pucangan..., Vernika Hapri Witasari, FIB UI, 2009