BAB 1 PENGANTAR
A. Latar Belakang Sejak zaman Kerajaan Karangasem-Sasak1, pelabuhan Ampenan telah menjadi pusat perdagangan di Pulau Lombok. Hal ini berlangsung hingga kedatangan Kolonial Belanda di wilayah tersebut. Wilayah pelabuhan Ampenan merupakan daerah vassal dari Kerajaan Karangasem2 yang wilayahnya berhadapan langsung dengan Selat Lombok dan Pulau Bali bagian timur. Kondisi semacam ini menyebabkan terjadinya hubungan perdagangan yang kuat antara Bali dengan Lombok sehingga pada akhir abad ke 19 pelabuhan Ampenan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dari berbagai daerah untuk membongkar muat berbagai komoditi dagang yang dibawanya. Ampenan tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai dikarenakan pada saat itu Singapura menjadi pusat perdagangan yang
1
Kerajaan Karangasem-Sasak adalah Kerajaan yang berkuasa di Lombok pada tahun 1691-1839, beribukota di Cakranegara. Raja pertamanya adalah I Gusti Anglurah Ketut Karangasem, sedangkan raja terakhirnya adalah I Gusti Ngurah Panji. Lebih lanjut lihat A. A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94. 2
Kerajaan Karangasem adalah kerajaan yang berkuasa di Bali pada tahun 1588-1941, beribukota di Amlapura. Raja pertamanya adalah I Gusti Oka, sedangkan raja terakhirnya adalah Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 92-93.
2
ramai di Asia yang pengaruhnya juga berdampak di Bali dan Lombok. Pada saat itu juga Pelabuhan di Bali tidak dapat menampung kapal-kapal dagang besar dari Bugis, Mandar, dan Melayu yang membawa barang dagangan dari Singapura. Oleh karena pelabuhan di Bali tidak memungkinkan untuk menampung kapalkapal besar dari ketiga daerah tersebut maka para pedagang memilih pelabuhan Ampenan sebagai tempat bersandar dikarenakan keadaan pelabuhannya lebih baik daripada di Bali dan dekat dengan Bali.3 Pelabuhan Ampenan merupakan pintu masuk utama bagi perdagangan di Pulau Lombok. Kondisi perairan di sekitar wilayah pelabuhan ini dapat disinggahi kapal besar sehingga menyebabkan pelabuhan ini menjadi pelabuhan yang ramai dan strategis bagi Pulau Lombok. Eksistensi Pelabuhan Ampenan sangat ditentukan oleh surplus pangan daerah sekitarnya.4 Sebagai pusat aktivitas perdagangan di Lombok, pelabuhan Ampenan didukung oleh ketersediaan produk-produk pertanian yang dihasilkan masyarakat di sekitarnya sehingga tercipta suatu mata rantai perdagangan yang ramai. Sebagai contoh, pada tahun 1804 komoditi ekspor yang diperdagangkan di Pelabuhan Ampenan adalah ikan, penyu dan minuman keras. Komoditi impor
3
Ide Anak Agung Gde Agung. Bali Pada Abad XIX, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989), hlm. 79.
4
Raharjo, Perkembangan Kota dan Permasalahannya. (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hlm. 10.
3
yang diperdagangkan adalah babi, candu, emas, dan kayu cendana. 5 Hal ini diperkuat dengan kunjungan Mayor J.S. Wetters6 bahwa komoditi penting yang diekspor oleh Lombok ialah beras. Selain beras, Lombok mengekspor tembakau, minyak kelapa, kulit sapi, tanduk sapi, dan kapas. Barang-barang yang diimpor adalah candu, senjata api dengan mesiunya, uang logam dari Cina (kepeng), barang besi dari Inggris dan Swedia, sutera dari Cina, tekstil, kain, benang tenun, benang emas, dan barang pecah belah.7 Pada abad ke-19 berbagai etnis datang ke wilayah Pelabuhan Ampenan sehingga terjadi interaksi antaretnis di wilayah tersebut. Mereka terdiri dari etnis Jawa, Madura, Bali, Bugis, Banjar, Cina, dan Arab. Interaksi antaretnis tersebut tampak pada tata letak pemukiman mereka yang saling berdekatan dan percampuran budaya dan tradisi masyarakat di Ampenan. Mata pencaharian setiap kelompok etnis di Lombok berbeda-beda seperti contoh orang Bali sebagai petani,
5
Tim Penulis, Simpul-Simpul Sejarah Maritim: Dari Pelabuhan ke Pelabuhan Merajut Indonesia, (Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003), hlm. 10. 6
Mayor J.S. Wetters adalah utusan dari Gubernur Jenderal J. De Eerens yang diutus Ke Lombok pada tahun 1838 untuk mengetahui situasi Lombok pasca-Perang Lombok (perang antara Kerajaan Karangasem-Sasak dengan Kerajaan Mataram Lombok). Lihat buku Ide Anak Agung Gde Agung. Bali Pada Abad XIX, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989). 7
Ide Anak Agung Gde Agung. Bali Pada Abad XIX, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989), hlm. 119.
4
orang Bugis sebagai nelayan, orang Sasak sebagi buruh, orang Jawa, Banjar, Cina dan Arab sebagai pedagang.8 Di Lombok, telah bermunculan pedagang-pedagang Eropa. Mereka membawa dampak terhadap perubahan peta ekonomi dan peta politik di Lombok, salah satunya M.J. Lange9. Lange adalah orang Eropa pertama yang mendapat izin berdagang di Tanjung Karang di bawah perlindungan Raja Karangasem Sasak Ratu Ngurah Made Karangasem10. Ketika M.J. Lange datang pertama kali ke Lombok, ia bersama John Burd11. Kondisi ini menambah ramainya pedagangpedagang asing di Selat Lombok sehingga menarik minat orang Eropa lainnya 8
Henry Zollinger, “Het Eiland Lombok”, dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Deel 2, (1847), hlm. 321. 9
Salah satu orang asing yang melakukan transaksi perdagangan di Lombok yaitu Mads Johhann Lange yang berkebangsaan Denmark. Tahun 1834 Mads Lange mendirikan perusahaan Burd Company di Lombok dan melakukan aktivitas ekspor beras yang dikumpulkannya dari daerah-daerah pedalaman. Aktivitas perusahaannya tersebut berpusat di pelabuhan Ampenan. Lebih lanjut lihat Henk Schulte Nordholt, “The Mads Lange Connection A Danish Trader on Bali in the Middle of the Nineteenth Century: Broker and Buffer” dalam Majalah Indonesia No.32 (October 1981), (New York: Cornell Southeast Asia, 1981), hlm. 24.
10
Ratu Ngurah Made Karangasem adalah Raja Kerajaan Karangasem Sasak yang berkuasa di Lombok pada tahun 1806-1835. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94. 11
John Burd adalah seorang pelaut Skotlandia tetapi lahir di Denmark. Ia bekerja pada East India Company. Lebih lanjut lihat Willard A. Hanna. Bali Chronicles: Fascinating People and Events in Balinese History, (Singapura: Periplus, 2004), hlm. 67.
5
untuk menanamkan usahanya di Lombok. G.P. King12 misalnya
mendapat
sambutan dari Raja Mataram13 dengan mendapat izin berdagang pada tahun 1835 di Labuhan Tring, 14sebelum mendapat perlindungan Raja Mataram atas usahanya di Lombok, G.P. King mempunyai toko di Kuta dan Laboe-adji (Padang Bai) Bali, dan di Lombok di dua tempat yaitu Tanjung Karang dan Ampenan.15 Kehadiran M.J. Lange dan G.P. King telah memperluas jaringan perdagangan di Ampenan
dengan sekitarnya. Usaha itu dilakukan dengan
memperkenalkan potensi beras Lombok ke beberapa negara sehingga membuka jalur perdagangan baru. Sebagai syahbandar, M.J. Lange dan G.P. King
12
George Peacock King seorang pedagang asal Inggris yang tinggal di Lombok pada tahun 1832-1848. Pada tahun 1835 Ia mendirikan galangan kapal di Labuan Tring untuk membangun kapal-kapal dan memperbaikinya bila ada yang rusak, disamping sebagai tempat berdagang. Lebih lanjut lihat Eck, R. Van “Schets van het Eiland Lombok”, Tijschrift voor Indische Taal, Land-een, Volkenkunde Uitgegeven door he Bataviasch Genootschap van Kusten en Wetenschappenn, Deel 22, (1875), hlm. 311-362. 13
Kerajaan Mataram adalah Kerajaan yang berkuasa di Lombok pada tahun 1831-1894, beribukota di Mataram. Raja pertamanya adalah I Gusti Ngurah Ketut Karangasem, sedangkan raja terakhirnya adalah Anak Agung Made Karangasem. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94. 14
W.A. Hanna, Bali Profile: People, Events, Circumstances 1001-1976. (New York: American University Field Satff, 1976), hlm. 50-51. 15
C. Lekkerkerker, “Het Voorspel der Vestiging van der Nederlandsche Macht op Bali en Lombok”, dalam Arsip Bijjdragen Tot de Taal, Land-en Volkenkunde Uitgegeven door het Koninkiljk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde, 79, (1923), hlm. 228-229.
6
mengorganisir perdagangan dan sebagai pemegang monopoli mereka membayar izin berdagang seharga 3000 guilders dan 2000 guilders setahun.16 Semenjak hegemoni dipegang oleh Kerajaan Mataram pada masa kekuasaan Raja I Gusti Ngurah Ketut Karangasem17, G.P. King tidak mendapati saingan dagang. Atas jasanya, G.P. King kemudian diangkat sebagai syahbandar untuk mengorganisir pelabuhan dan perdagangan serta diberikan tugas sebagai konsul mewakili raja dalam menerima orang asing.18 G.P. King yang memperoleh kepercayaan dari Raja Mataram selama puluhan tahun, akhirnya meninggalkan Lombok karena adanya pergolakan politik mengenai daerah koloni di Asia antara Belanda, Perancis, dan Inggris. G.P. King menyadari akan kepentingan ekonomi masing-masing serta menghapus dugaan Belanda dari tuduhan akan aspirasi politik Inggris di Lombok.
Atas dasar
16
Henk S. Nordholt, “The Made Lange Connection, a Danish Trader on Bali in the Middle of the Nineteenth Century: Broker and Buffer”, dalam Indonesia, no 32, (1981), hlm. 25. 17
I Gusti Ngurah Ketut Karangasem adalah Raja Kerajaan Mataram Lombok yang berkuasa di Lombok pada tahun 1831-1838. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94. 18
I Gde Parimartha. Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara, 18151915. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2002, hlm. 229.
7
pertimbangan inilah, G.P. King meninggalkan Ampenan dan kemudian ia muncul di Kutai, Kalimantan.19 Pada saat kelesuan pelayaran dan perdagangan di Lombok, Said Abdullah20 diperkirakan sudah menjalani aktivitas pelayaran dan perdagangan di Kuta, namun ia diusir oleh raja Badung karena masalah politik. Sejak saat itu Said Abdullah tinggal dan menetap di Lombok21. Kejelian Said Abdullah ternyata dapat membaca situasi untuk menyakinkan dirinya untuk mendapatkan kepercayaan Raja Mataram. Pengalaman yang luas dalam bidang dagang serta kecakapannya sebagai tabib (dokter), disamping memperistri putri Sasak, menjadikan hubungannnya luas di kalangan masyarakat Sasak. Hubungan baik antara Said Abdullah meningkat ketika Said Abdullah memberikan nasehat kepada raja Ratu Agung Gde Ngurah Karangasem22 untuk
19
Wong Lin Ken, “The Trade of Singapore 1819-1869”, dalam Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, vol. 33, (1960), hlm. 66-67. 20
Said Abdullah seorang pedagang asal Arab. Ia diperkirakan sudah menetap menjalankan aktivitas dagang sejak tahun 1864, pada saat berlangsungnya kemerosotan perdagangan di Lombok. Lebih lanjut lihat Jurrien Van Goor, Kooplieden, Predikaten en Bestuurders Overzee. (Hes Uitgevers/Utrecht, 1982), hlm. 58-65.
21
Jurrien Van Goor, Kooplieden, Predikaten en Bestuurders Overzee. (Hes Uitgevers/Utrecht, 1982), hlm. 58-65. 22
Ratu Agung Gde Ngurah Karangasem adalah Raja Kerajaan Mataram Lombok yang berkuasa di Lombok pada tahun 1869-1894. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94.
8
memperistri putri bangsawan Dinda Aminah23 mendapat tanggapan baik dari raja. Sejak saat itu, Said Abdullah dikenal luas di kalangan istana. Dengan kepercayaan raja Ratu Agung kemudian Said Abdullah diangkat sebagai syahbandar yang dapat disejajarkan dengan jabatan G.P. King pada masanya. Disamping itu, Said Abdullah memainkan peranan penting dalam tugas-tugas kerajaan.24 Pada tahun 1872, Ratu Agung mengangkat putranya, Anak Agung Ketut Karangasem25 sebagai putra mahkota. Sejak saat itu, pemerintahan dijalankan berdua sebagai penguasa. Pada tahun 1894 ketika Ratu Agung lanjut usia, Ia mengangkat seorang putranya yaitu Anak Agung Made Karangasem26 untuk menjadi pembantu dalam menjalankan pemerintahan27 namun kehadiran Anak
23
Dinda aminah adalah istri Ratu Agung Gde Ngurah Karangasem raja kerajaan Mataram Lombok. Ia adalah wanita Sasak yang merupakan anak dari kepala desa Kalijaga. Lebih lanjut lihat Eck, R, van, “Schets van het eiland Lombok”, Tijschrift voor Indische Taal, Land-een, Volkenkunde Uitgegeven door he Bataviasch Genootschap van Kusten en Wetenschappenn, Deel 22, (1875), hlm. 333. 24
Jurrien Van Goor, Kooplieden, Predikaten en Bestuurders Overzee. (Hes Uitgevers/Utrecht, 1982), hlm. 58-65. 25
Anak Agung Ketut Karangasem adalah wakil raja Kerajaan Mataram Lombok yang berkuasa di Lombok pada tahun 1872-1877. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94.. 26
Anak Agung Made Karangasem adalah wakil raja Kerajaan Mataram Lombok yang berkuasa di Lombok pada tahun 1884-1894. Lebih lanjut lihat A.A. Gde Putra Agung. Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 94. 27
W. Cool, De Lombok Expeditie. (Batavia, 1896), hlm. 240-245.
9
Agung Made Karangasem menimbulkan perpecahan dalam istana Mataram. Anak Agung Ketut Karangasem lebih memihak orang-orang Sasak daripada orangorang Bali. Kondisi ini telah mewarnai sikap Anak Agung Made Karangasem yang memandang peranan Said Abdullah terlalu luas yang dianggap membahayakan pemerintahan Mataram. Hal ini juga menyebabkan pembatasan aktivitas Said Abdullah. Terjadi konflik antara Anak Agung Made Karangasem dengan Said Abdullah. Ia dituduhkan menerima tamu, 2 orang Turki dan mengumpulkan massa di rumahnya dan menghasut masyarakat Sasak untuk memberontak terhadap kerajaan Mataram. Said abdullah juga dituduh memainkan peran ganda dengan mencari pelindung baru dari agen perusahaan pelayaran Hindia Belanda di Ampenan28. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan Said Abdullah terpaksa menyerahkan cap kerajaan dan jabatannya sebagai syahbandar pelabuhan Ampenan pada tahun 1888.29 Pelabuhan Ampenan merupakan salah satu pelabuhan penting dalam jaringan pelayaran dan perdagangan di Pulau Lombok dikarenakan pelabuhan Ampenan mempunyai faktor geografis dan demografis yang sangat mendukung.
28
Alfons van der Kraan. Lombok: Conquest, Colonization, and Underdevelopment, 1870-1940. (Singapura: Heinemann Educational Books LtD, 1980). hlm. 230. 29
I Gde Parimartha, “Politik, Perdagangan, dan Konflik di Lombok 18311891”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1985. hlm 142.
10
Peranan syahbandar dalam menjalankan fungsi organisasi dan roda pelayaran dan perdagangan di pelabuhan Ampenan menjadi sangat vital.
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, permasalahan pokok skripsi ini adalah apa peran syahbandar di Pelabuhan Ampenan dan dampak politikekonominya terhadap pelayaran dan perdagangan di Pelabuhan Ampenan. Pulau Lombok, di mana Pelabuhan Ampenan berada memainkan peran penting sebagai penghubung antara kepulauan Nusa Tenggara dengan Jawa dan juga sebagai salah satu jalur perdagangan regional dan internasional. Dari rumusan permasalahan pokok diatas, beberapa buah pertanyaan penelitian dapat dirumuskan, yaitu: •
Bagaimana hubungan antara syahbandar dengan penguasa Kerajaan Mataram?
•
Bagaimana kebijakan syahbandar dalam mengelola pelabuhan Ampenan? Cakupan spasial dan temporal ruang lingkup penelitian ini adalah
pelabuhan Ampenan pada tahun 1835-1888. Alasan diambilnya pelabuhan Ampenan sebagai spasial penelitian berawal dari keinginan penulis untuk melakukan penelitian mengenai aktivitas politik-ekonomi perdagangan yang dititikberatkan pada peran syahbandar di pelabuhan Ampenan. Pelabuhan Ampenan pada saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram. Pada kurun waktu tersebut pelabuhan Ampenan sebagai pelabuhan utama Kerajaan Mataram memiliki dua syahbandar yang mengepalai pelabuhan tersebut yaitu G.P. King (1835-1850) dan Said Abdullah (1866-1888).
11
Dipilihnya tahun 1835—1888 karena pada tahun 1835 pelayaran dan perdagangan di pelabuhan Ampenan mulai ramai yang ditandai dengan hadirnya G.P. King untuk berdagang di sana. Batas akhir sampai tahun 1888 karena pada tahun 1888 terjadi kekacauan politik yang ditandai dengan pemecatan Said Abdullah dari jabatannya sebagai syahbandar pelabuhan Ampenan.
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menjelaskan bahwa dalam mengorganisasikan pelabuhan di Ampenan dalam arus pelayaran dan perdagangan di Nusantara, syahbandar mempunyai peranan yang penting. Terkait itu, pelabuhan Ampenan menjadi salah satu pelabuhan yang penting di Lombok. Peranan syahbandar di dalam menjalankan fungsi organisasi dan roda pelayaran dan perdagangan di pelabuhan Ampenan menjadi menarik dikarenakan selama ini kajian yang ada kebanyakan tentang perdagangan secara umum di Lombok. Selain itu, penelitian ini juga diharapkankan memperkaya perbendaharaan historiografi Indonesia khususnya mengenai Lombok dan Pelabuhan Ampenan.
D. Tinjauan Pustaka Anif30 menggambarkan tentang Pelabuhan Semarang dalam jaringan perdagangan di kawasan Asia. Pelabuhan Semarang pada waktu itu mempunyai peranan yang penting dalam pegintegrasian ekonomi nasional Indonesia.
30
Anif E. Trisnadi, “Merajut Jejaring Perdagangan dan Mendorong Integrasi Ekonomi Nasional: Pelabuhan Semarang 1825-1939”, skripsi Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, 2013.
12
Pertama, karya Alfons van der Kraan. Lombok: Conquest, Colonization, and Underdevelopment, 1870-1940 yang membahas tentang Lombok pada abad ke-19 saat Lombok dikuasai Kerajaan Karangasem Bali hingga pascakedatangan Belanda di Lombok.31 Tesis dari I Gde parimartha32, menjelaskan secara spesifik tentang konflik antara
kerajaan
Mataram
Lombok
dengan
Karangasem
Sasak
yang
memperebutkan kekuasaan di Lombokjuga konflik antara M.J. Lange dan G.P. King yang memperebutkan posisi syahbandar yang utama di Lombok. I Gde Parimatha33 menggambarkan aktivitas perdagangan dan politik di Nusa Tenggara yang pada salah satu aspek kajian spasialnya adalah Lombok. Diterangkan pola pelayaran dan perdagangan yang terjadi pada waktu kurun waktu tersebut. Buku ini menjelaskan Pelabuhan Ampenan sebagai salah pelabuhan penting dalam jaringan perdagangan di Nusa Tenggara. Usaha Pemerintah Hindia Belanda untuk menyebarluaskan pengaruh politiknya melalui pembukaan kantor dagang di Bali dan Lombok diterangkan
31
Alfons van der Kraan. Lombok: Conquest, Colonization, and Underdevelopment, 1870-1940. (Singapura: Heinemann Educational Books LtD, 1980). 32
I Gde Parimartha, “Politik, Perdagangan, dan Konflik di Lombok 18311891”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1985. 33
I Gde Parimartha. Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara, 18151915. (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2002).
13
oleh Ide Anak Agung Gde Agung34 dalam bukunya, termasuk usaha Pemerintah Hindia Belanda untuk menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Lombok. Buku paling komprehensif mengenai integrasi ekonomi melalui jejaring pelabuhan adalah disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono.35 Buku ini menguraikan secara detail bahwa pelabuhan Surabaya merupakan pintu masuk jalur perdagangan di kawasan Nusa Tenggara pada masa Pemerintah Hindia Belanda membuka Surabaya sebagai pelabuhan bebas. Sementara itu, dalam skripsi milik I Nyoman Pageh36 menjelaskan mengenai Peranan syahbandar di Lombok 1834—1888 dalam mengorganisasikan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Lombok dan membahas perkembangan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan di Lombok. Ia juga menyinggung Pelabuhan Ampenan sebagai sebuah pelabuhan yang sudah berkembang dan mempunyai posisi yang strategis dalam perdagangan di Pulau Lombok. Tinjauan pustaka di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni sejarah perkembangan kota pelabuhan, perdagangan, dan syahbandar. Dari kajian-
34
Ide Anak Agung Gde Agung. Bali Pada Abad XIX, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989). 35
Singgih Tri Sulistiyono, “The Java Sea Network: Patterns in the Development of Interregional Shipping and Trade in the Process of National Economic Integration in Indonesia 1870s-1970s”, Disertasi Universiteit Leiden, 2003. 36
I Nyoman Pageh. “Peranan Syahbandar di Lombok 1834-1888”. Skripsi. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana, 1988.
14
kajian tersebut yang secara khusus membahas mengenai peranan syahbandar dalam mengorganisir pelayaran dan perdagangan di Lombok secara umum hanya tesis dari I Nyoman Pageh. Akan tetapi, kajian tersebut membahas secara luas peranan syahbandar dalam mengorganisir pelabuhan khususnya di semua pelabuhan di pulau Lombok. Dengan demikian, pembahasan mengenai peran syahbandar dalam mengelola pelabuhan Ampenan secara spesifik belum dilakukan sehingga celah ini yang dikaji dalam penelitian ini.
E. Metode dan Sumber Penelitian ini akan dikembangkan secara deskripsi naratif. Tema yang dikerjakan penulis adalah sejarah maritim yang kajiannya menekankan pada aspek politik-ekonomi. Sebagai tulisan sejarah, akan digunakan juga metode sejarah yang menurut G.J. Garraghan merupakan prinsip-prinsip untuk menelusuri sumber-sumber material sejarah, menilai secara kritis, dan menyajikan sebuah sintesis dalam bentuk tulisan pada umumnya dari hasil penelitian yang didapatkan.37 Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan sumber yang relevan berupa buku, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan arsip. Penulis memfokuskan pada studi pustaka ke berbagai perpustakaan baik tingkat lokal maupun nasional untuk menemukan sebanyak mungkin sumber dan informasi terkait. Diantaranya,
37
G.J. Garraghan, A Guide Historical Method, (New York: Fordham University Press, 1957), hlm. 33.
15
seluruh perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada yang terkait, Perpustakaan di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana di Bali, Badan Arsip dan Perpustakaan Nusa Tenggara Barat di Lombok, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta, dan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
F. Sistematika Penulisan Penulisan ini terbatas pada periode sebelum kolonial. Penulisan ini dimulai dengan memberikan gambaran mengenai konteks kewilayahan dari Lombok secara umum dan pelabuhan Ampenan secara khusus. Dalam konteks ini dijelaskan mengenai aspek geografis dan demografis Lombok. Konteks ini sangat penting ketika pelabuhan Ampenan menjadi salah satu tempat strategis yang dilalui jalur pelayaran dan perdagangan regional dan internasional. Bagian ini juga dijelaskan perekonomian Lombok yang sangat tergantung pada pelayaran dan perdagangan yang pada saat itu ditopang oleh Pelabuhan Ampenan. Latar historis Lombok yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan besar menjadikan Lombok menjadi salah satu tempat yang potensial untuk pelayaran dan perdagangan. Potensi yang dimiliki oleh Lombok pada akhirnya membuat peranan syahbandar menjadi sangat penting dalam mengorganisasi pelabuhan Ampenan. Hubungan antara syahbandar dan penguasa kerajaan Mataram menjadi sangat penting untuk mebuat politik-ekonomi pelabuhan Ampenan berjalan dengan baik. Selain itu, dibahas lebih dalam mengenai bagaimana syahbandar berperan tidak hanya dalam perdagangan, tetapi juga dalam bidang politik di kerajaan Mataram.
16
Pada bagian selanjutnya, apa yang telah dilakukan syahbandar sebagai pengornanisir Pelabuhan Ampenan dalam menjalankan roda pelayaran dan perdaganganditandai dengan aktivitas perdagangan berupa ekpor dan impor di dalamnya dan dampaknya dalam pelayaran dan perdagangan regional dan internasional. Sistematika penulisan tersebut dibuat sesistematik mungkin agar dapat menjelaskan secara mudah peranan syahbandar dalam mengordinasikan Pelabuhan Ampenan sebagai salah satu pelabuhan jejaring pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Kesalahan dan
kekurangan dalam menjelaskan
masalah tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.