BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sejarah pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassallam dan para khalifaurrasyidin. Salah satu contohnya adalah ketika Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wassallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dan pada saat beliau menjadi Gubernur Yaman, beliau pun memungut zakat dari rakyat dan disini beliau bertindak sebagai amil zakat sebagaimana sabda Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassallam: “Rasulullah sewaktu mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman (yang telah ditaklukkan oleh Islam) bersabda : Engkau datang kepada kaum ahli kitab, ajaklah mereka kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka melakukan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka menzakati kekayaan mereka. Zakat itu diambil dari yang kaya dan dibagi-bagikan kepada yang fakir-fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka hati-hatilah (jangan mengambil) yang baik-baik saja) bila kekayaan itu bernilai tinggi, sedang dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu. Hindari doanya orang yang madhlum (teraniaya) karena diantara doa itu dengan Allah tidak terdinding (pasti dikabulkan). (HR Bukhari).
Melihat pentingnya zakat dan bagaimana Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassallam telah mencontohkan tata cara mengelolanya, dapat disadari bahwa pengelolaan zakat bukanlah suatu hal yang mudah dan dapat dilakukan secara individual. Agar maksud dan tujuan zakat, yakni pemerataan kesejahteraan, dapat terwujud, pengelolaan dan pendistribusian zakat harus dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar berdirinya berbagai Organisasi Pengelola Zakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
1
2 Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia terdiri atas Badan Amil Zakat ((BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk oleh pemerintah di bawah naungan Kementerian Agama, dan tersebar hampir di setiap tingkatan baik tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota,hingga kecamatan (Mahmudi, 2009 : 70). Berbeda dengan BAZ, Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang bertugas untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat (UU No.23 Tahun 2011). Perkembangan BAZ dan LAZ di Indonesia saat ini telah mengalami banyak kemajuan apabila dibandingkan dengan masa-masa awal berdirinya. Prof.Dr.Didin Hafidhuddin menyatakan bahwa hingga tahun 2010, tercatat sebanyak 33 jumlah BAZ provinsi dan 429 BAZ tingkat kabupaten/kota,serta 4771 BAZ tingkat kecamatan. Di lain pihak, Menteri Agama juga telah mengukuhkan delapan belas LAZ tingkat nasional (Avisenna,2010). Perhatian pemerintah tehadap Organisasi Pengelola Zakat pun cukup besar. Setelah menerbitkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, pada tahun 2011, pemerintah kembali menerbitkan UU No.23 tahun 2011 sebagai pengganti UU No. 38 Tahun 1999. Pembentukan Undang-undang ini diharapkan mampu memperbaiki sistem pengelolaan zakat di Indonesia, sehingga optimalisasi zakat dapat tercapai. Selain itu, para ahli profesi seperti Ikatan Akuntan Indonesia, juga turut memberikan sumbangsih guna mencapai pengelolaan zakat yang baik dengan menerbitkan PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat, dengan harapan terwujudnya Organisasi Pengelola Zakat yang akuntabel dan transparan. Pesatnya pertumbuhan Organisasi Pengelola Zakat ditengah besarnya potensi zakat yang ada merupakan sebuah langkah awal yang baik untuk
3 memperbaiki pengelolaan zakat. Abubakar dan Chaider (2006) menyatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 19,3 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp. 5,1 triliun dalam bentuk barang dan Rp. 14,2 triliun dalam bentuk uang tunai. Selain itu, hasil survei yang dilakukan oleh Public Interest Research and Advocacy Centre (PIRAC) menyatakan bahwa potensi zakat di Indonesia meningkat dari Rp 4,45 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 9,09 triliun pada tahun 2007. Fakhruddin dalam (Ramadhita, 2012) juga menyebutkan bahwa dalam penelitian terbaru BAZNAS pada tahun 2011, potensi zakat nasional mencapai Rp. 217 triliun yang terdiri dari Rp. 82,7 triliun potensi zakat rumah tangga, Rp. 2,4 triliun potensi zakat BUMN, dan Rp. 17 triliun potensi zakat tabungan. Dalam Dialog Nasional yang bertema “Zakat,Infak, dan Sedekah Sebagai Solusi Mengatasi Krisis Ekonomi Bangsa”, pada tanggal 18 Juli 2011, Rini Supri Hartanti dari Dompet Dhuafa mengatakan bahwa potensi zakat berdasarkan penelitian yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) mencapai 217 triliun rupiah. Sedangkan zakat yang terhimpun di Asosiasi Lembaga Zakat Indonesia baru mencapai 1,5 triliun rupiah (Nahaba, 2011). Dari data di atas dapat dilihat bahwa potensi zakat dan perkembangan Organisasi Pengelola Zakat cukup besar. Ironisnya, tidak semua potensi zakat terealisasi dan terdistribusi dengan baik karena Organisasi Pengelola Zakat tidak mampu mengumpulkan semua potensi zakat tersebut. Pada tahun 2011, jumlah zakat yang berhasil dihimpun oleh BAZNAS se-Indonesia adalah 39 miliar rupiah dari 217 triliun rupiah (baznas.or.id). Adanya kesenjangan yang cukup besar antara potensi zakat yang ada dengan besarnya zakat yang berhasil dihimpun dan didistribusikan mengundang
4 banyak pertanyaan, mengingat banyaknya jumlah Organisasi Pengelola Zakat dan besarnya perhatian pemerintah dalam menangani persoalan zakat. Rendahnya rasio penghimpunan zakat di indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Pemerintah belum menerapkan sistem akreditasi dan standar akuntansi publik untuk LAZ sehingga belum ada standar yang pasti bagi setiap LAZ dalam melaporkan kinerjanya secara keseluruhan di samping laporan keuangannya sehingga tingkat transparansi LAZ masih lemah (Jahar, 2010). 2. Hasil survei yang dilakukan PIRAC pada tahun 2007 menyebutkan bahwa terjadi penurunan penyaluran zakat oleh muzakki kepada BAZ dan LAZ dari 9% dan 1,5% pada tahun 2004 menjadi 6% dan 1,2% pada tahun 2007. Salah satu faktor penyebabnya adalah menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pengelola zakat, baik BAZ maupun LAZ (PIRAC, 2007 : 2). Pendapat di atas semakin diperkuat oleh survei nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Survei tersebut menunjukkan bahwa 97% masyarakat menginginkan LAZ bekerja secara akuntabel dan transparan, 90% meminta adanya kemudahan akses untuk melakukan
pengawasan
pempublikasian
laporan
terhadap
dana
keuangan
di
yang
media
dikelola, massa.
90%
menuntut
Selanjutnya,
88%
masyarakat merasa perlunya pendataan donatur. Selain itu, 75% masyarakat tidak ingin menyalurkan zakat ke lembaga zakat yang kurang dikenal akuntabilitasnya. Bahkan sebesar 63% masyarakat ingin mengetahui ke mana dana zakat diserahkan (demustaine.blogdetik.com).
5 Dari rincian di atas dapat kita lihat bahwa faktor utama yang menyebabkan rendahnya optimalisasi zakat adalah rendahnya rasa percaya masyarakat terhadap kualitas pengelolaan zakat oleh Organisasi Pengelola Zakat. Rasa kurang percaya terhadap amil zakat membuat muzakki lebih memilih untuk menghitung dan mendistribusikan sendiri zakatnya. Rasa kurang percaya ini
didorong
transparansi
oleh
pandangan
OPZ.
Masyarakat
masyarakat
mengenai
menganggap
bahwa
akuntabilitas
dan
akuntabilitas
dan
transparansi OPZ masih rendah. Padahal, dengan menyalurkan zakat melalui Organisasi Pengelola Zakat, tingkat ketepatan pendistribusian zakat kepada mustahik lebih baik dibandingkan dengan penyaluran zakat secara individu, di mana muzakki terkadang salah menafsirkan siapa saja yang berhak menerima zakat. Optimalisasi penghimpunan zakat akan bisa tercapai bila Organisasi Pengelola Zakat mampu menepis keraguan para muzakki mengenai kualitas pengelolaan zakat di Organisasi Pengelolaan Zakat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam pandangan muzakki dan amil zakat dan apakah akuntabilitas dan transparansi mempengaruhi kualitas Lembaga Amil Zakat. Oleh sebab itu, maka penulis mengajukan judul ”Akuntabilitas dan Transparansi Lembaga Pengelola Zakat dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Lembaga Amil Zakat (Pandangan Muzakki dan Amil Zakat)”, dimana Dompet Dhuafa Sulsel menjadi objek penelitian.
6 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pandangan muzakki dan amil zakat mengenai akuntabilitas, transparansi, dan kualitas Dompet Dhuafa Sulsel ? 2. Apakah akuntabilitas dan transparansi keuangan mempengaruhi kualitas Dompet Dhuafa Sulsel? 1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui
pandangan
muzakki
dan
amil
zakat
mengenai
akuntabilitas, transparansi, kualitas Dompet Dhuafa Sulsel 2. Untuk mengetahui apakah akuntabilitas dan tranparansi Dompet Dhuafa Sulsel mempengaruhi kualitas Dompet Dhuafa Sulsel. 1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Teoritis Penulis menjadikan penelitian ini sebagai media untuk menerapkan teori
dan ilmu yang telah penulis peroleh selama proses perkuliahan dan membandingkannya dengan realitas yang ada di lapangan untuk memecahkan masalah secara ilmiah. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan serta khazanah kepustakaan dan referensi untuk penelitan selanjutnya bagi seluruh civitas akademika khususnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Hasanuddin.
1.4.2
Kegunaan Praktis
7 1. Bagi Dompet Dhuafa Sulsel Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Dompet Dhuafa Sulsel mengenai bentuk LAZ yang akuntabel dan transparan untuk meningkatkan kualitas LAZ sehingga dapat mengoptimalisasikan potensi zakat yang ada. 2. Bagi masyarakat dan pihak yang berkepentingan Melalui penelitian ini, masyarakat diharapkan mampu mendapat informasi
mengenai
kinerja
LAZ
dalam
mengumpulkan
dan
mendistribusikan dana zakat sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap LAZ. 1.5
Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka. Bab
ini
mengemukakan
tinjauan
teori
dan
konsep
yang
mendukung penelitian, yaitu teori-teori yang berkaitan dengan zakat dan pengelolaan zakat, dan definisi transparansi dan akuntabilitas dalam Islam, tinjauan tentang akuntansi zakat, serta tinjauan tentang kualitas. Bab ini juga berisi kerangka pemikiran penulis dan hipotesis. BAB IIII : Metode Penelitian. Bab ini menjelaskan tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.
8 BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini menguraikan analisis data yang meliputi pandangan muzakki dan amil zakat mengenai akuntabilitas dan transparansi Dompet Dhuafa Sulsel dari sudut pandang muzakki dan amil zakat, dan analisis pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas Dompet Dhuafa Sulsel. BAB IV : Penutup. Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran atau rekomendasi serta keterbatasan penelitian yang telah dilakukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan tentang Zakat
2.1.1
Definisi Zakat Ditinjau dari segi bahasa, zakat memiliki banyak arti. Ibnu „Arabi
menjelakan pengertian zakat dalam beberapa istilah seperti nama‟ = kesuburan karena dengan zakat maka Allah akan mendatangkan kesuburan pahala, thaharah = kesucian karena zakat merupakan suatu kenyataan jiwa yang suci dari kikir dan dosa, barakah = keberkatan, dan juga tazkiyah, tathhier = mensucikan
(Ash
Shiddieqy,
2005:3).
Dikatakan
zakat
karena
dapat
mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkan diri dari segala kerusakan. Secara syar‟i, zakat adalah bagian tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada orang tertentu yang berhak menerima sesuai dengan yang ditetapkan dalam Al Qur‟an sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah (Syahatah, 2004 : 4). Taqiyuddin Abu Bakar dalam bukunya Kifayah al-Akhyar mendefinisikan zakat sebagai sejumlah harta tertentu yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak dengan syarat tertentu. Qardawi dalam Faisal (2011 : 244)menambahkan bahwa jumlah tersebut dikatakan zakat karena jumlah tersebut menambah kekayaan, membuatnya lebih berarti, dan melindungi kekayaan dari kebinasaan. Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2011, zakat didefinisikan sebagai harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
9
10 Dari berbagai definisi zakat baik dari segi bahasa dan istilah, dapat disimpulkan bahwa zakat adalah sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala dimana umat muslim diwajibkan untuk memberikan harta pada jumlah tertentu kepada yang memerlukan sesuai dengan syariat Islam yang telah ditetapkan dalam Al Qur‟an dan Hadist. Setelah mengetahui definisi zakat, ada baiknya jika kita membedakan antara zakat, infaq, dan sedekah. Seperti yang telah dipaparkan bahwa zakat diberikan pada orang tertentu dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu. Infaq berarti mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan bukan zakat. Infaq terdiri atas infaq wajib seperti kafarat, nadzar serta zakat, dan infaq sunnah seperti infaq bencana alam,dan sebagainya. Sedangkan sedekah memiliki makna yang lebih luas karena sedekah dapat berupa infaq, zakat, dan kebajikan (Ar Rahman, 2003 : 8).
2.1.2
Sumber Hukum Zakat
1. Al Qur‟an Kata zakat dalam Al Qur‟an disebutkan sebanyak tiga puluh kali, delapan diantaranya terdapat dalam surah Makiyah. Kata zakat disandingkan dengan kata shalat sebanyak 28 kali (Ash Shiddieqy, 2005 : 4). Dari jumlah ini,dapat kita interpretasikan bahwa perintah zakat sama pentingnya dengan perintah shalat Beberapa ayat yang menjelaskan tentang perintah zakat dan instruksi pelaksanaanya,antara lain : a. QS. Al Bayyinah “Tidaklah mereka itu diperintahkan, melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan condong melakukan agama karenanya, begitu pula supaya mengerjakan shalat dan mengeluarkaan zakat, dan itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5).
11 b. QS. At Taubah “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At Taubah : 103).
c. QS. Al Isra “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS.Al Isra : 26).
2. Hadits Adapun hadits yang menjelaskan mengenai perintah zakat antara lain: a. Hadits riwayat Abu Hurairah Rasulullah bersabda,”Siapa yang dikaruniai Allah kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya.” (HR. Bukhari)
b. Hadits riwayat Muslim Rasulullah bersabda,”Tidak ada seorang pun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan, digosoklah lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu; setiap-setiap dingin, dipanaskan kembali pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan hambanya.”
c. Hadits riwayat Bukhari Rasulullah bersabda,”Dan jika jumlah kambing gembalaan seseorang mencapai 40 ekor kurang satu, maka tidak ada perwajiban zakatnya sampai kapanpun. Zakat atas emas murni (riqqah) adalah seper empat dari seper sepuluh, jika tidak memiliki emas murni kecuali sekadarnya, maka tidak ada zakatnya hingga kapan pun.”
3. Ijma‟ Ulama Pendapat para ulama, baik yang menuntut ilmu secara langsung dari Rasulullah maupun tidak merupakan salah satu sumber hukum. Para ulama telah sepakat bahwa zakat merupakan kewajiban sehingga mengingkarinya berarti kafir.
12 2.1.3
Syarat Objek Zakat Tidak semua harta kekayaan yang dimiliki merupakan harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh harta kekayaan untuk kemudian dinyatakan sebagai objek zakat, yaitu : 1. Halal Harta yang akan dizakatkan harus diperoleh dengan cara yang baik dan halal, dalam hal ini sesuai dengan tuntunan syariah. Sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam QS. Al Baqarah ayat 267 yang artinya ; “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
2. Milik penuh Harta yang dizakatkan haruslah merupakan milik pribadi muzakki, dimana muzakki memiliki hak untuk menyimpan, memakai, dan mengelolanya, dan di dalamnya tidak terdapat hak orang lain. 3. Berkembang Beberapa ulama menyebutnya sebagai harta yang produktif, artinya harta tersebut senantiasa bertambah baik secara nyata atau tidak. Bertambah secara nyata adalah harta yang bertambah karena penggunaan aset, atau perdagangan, baik oleh diri muzakki sendiri atau melalui orang lain. Bertambah secara tidak nyata maksudnya harta tersebut berpotensi untuk bertambah baik (Ar Rahman, 2003 : 22).
13 4. Cukup nisab Harta yang dizakatkan harus mencapai nisab, atau jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban untuk dizakatkan (Ash Shiddieqy, 2005 : 37). 5. Cukup Haul Harta yang wajib zakat harus melewati haul atau satu tahun sebagaimana sabda Rasulullah Shallalahu „alaihi wassallam,” Tidak ada zakat atas suatu kekayaan sampai berlalu satu tahun”(HR Ad-Daruquthni dan Baihaqi). Namun zakat pertanian, buah-buahan, rikaz, dan sejenisnya dizakati pada saat panen atau saat mendapatkannya (Ash-Syahatah, 2004 : 11).Hal ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam QS. Al An‟am ayat 141 yang artinya, ”Dan hendaklah kamu serahkan haknya waktu pemotongan”. 6. Bebas dari Utang Zakat hanya dikenakan pada orang yang telah bebas dari hutang karena orang yang memilki hutang (gharimin) termasuk ke dalam orang yang wajib dizakati. Harta yang dizakati harus bersih dari hutang.Hal ini digambarkan Rasulullah Shallalahu „alaihi wassallam,”Zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya. Orang yang berzakat sedangkan ia atau keluarganya membutuhkan atau ia mempunyai utang, maka utang itu lebih penting dibayar terlebih dahulu daripada zakat.”(HR. Bukhari). 2.1.4
Jenis dan Objek Zakat Berdasarkan jenisnya, zakat terdiri atas dua jenis, yaitu zakat fitrah dan
zakat maal atau zakat harta. Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada umat muslim pada bulan Ramadhan, tepatnya pada saat matahari terbenam di akhir bulan Ramadhan dan lebih utama di bayarkan sebelum shalat Idul Fitri.
14 Zakat fitrah wajib hukumnya bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat beserta tanggungannya. Syarat wajib zakat fitrah adalah mereka yang memiliki kelebihan makanan pokok bagi dirinya dan tanggungannya pada saat hari raya. Zakat ini tidak mengenal nisab dan dibayar sebesar satu sha‟atau setara dengan 3,5 liter (2,5 kg) makanan pokok masyarakat. Jenis zakat yang kedua adalah zakat harta. Zakat harta adalah zakat atas kekayaan yang dapat dibayarkan kapan saja asalkan objek zakat telah memenuhi
syarat.
Zakat
ini
mencakup
hasil
perniagaan,
pertanian,
pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas, dan perak, serta hasil kerja (profesi) yang memiliki perhitungan sendiri-sendiri (Nurhayati dan Sri, 2011). Adapun
harta
kekayaan
yang
menjadi
objek
zakat
serta
cara
perhitungannya adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Objek Zakat dan Perhitungannya Ketentuan Wajib Zakat No Jenis Harta Nisab Kadar Waktu I. Tumbuhan 1 Padi 815 kg 5%-10% Tiap panen beras atau 1481 kg gabah
Keterangan Timbangan beras sedemikian itu adalah bila setiap 100 kg gabah menghasilkan 55 kg beras.
15 Lanjutan Tabel 2.1 No
Jenis Harta
Ketentuan Wajib Zakat Nisab Kadar Waktu Senilai 5%-10% Tiap panen nisab padi
2
Biji-bijian, jagung, kacang kedelai.
3
Tanaman hias; anggrek dan segala jenis bunga-bungaan
Senilai nisab padi
5%-10%
Tiap panen
4
Rumputrumputan; rumput hias, tebu, bambu, dan sebagainya Buah-buahan; kurma, mangga, jeruk, pisang, kelapa,rambutan durian, dan sebagainya
Senilai nisab padi
5%-10%
Tiap panen
Senilai nisab padi
5%-10%
Tiap panen
5
Keterangan Menurut mazhab Hambali, yang wajib dizakati hanya biji-bijian yang tahan disimpan lama. Menurut mazhab Syafi‟i, yang wajib dizakati hanya biji-bijian yang disimpan lama dan menjadi makanan pokok. Menurut mazhab hanafi wajib dizakati tanpa batas nisab. Menurut mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hanafi, wajib dizakati apabila dimaksudkan untuk bisnis (masuk kategori zakat perdagangan dengan kadar zakat 2,5%) Sda
Sda. Menurut mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hanafi, selain kurma, dan anggur kering (kismis), wajib dizakati apabila dimaksudkan untuk bisnis
16 Lanjutan Tabel 2.1 No
Jenis Harta
6
Sayur-sayuran; bawang, wortel, cabe, dan sebagainya 7 Segala jenis tumbuhtumbuhan yang lainnya yang bernilai ekonomis II. Emas& Perak 1 Emas murni
Nisab Seuku ran nisab padi Seuku ran nisab padi
Ketentuan Wajib Zakat Kadar Waktu 5%/10% Tiap panen
5%/10%
Tiap panen
Senilai 91,922 gr emas murni
2,5%
Tiap tahun
2
Perhiasan perabotan/ perlengkapan rumah tangga dari emas
Senilai 91,922 gr emas murni
2,5%
Tiap tahun
3
Perak
Senilai 642 gr perak
2,5%
Tiap tahun
4
Perhiasan perabotan rumah tangga dari perak
Senilai 642 gr perak
2,5%
Tiap tahun
Keterangan Sda.
Menurut mazhab hanafi, nisabnya senilai 107,76 gr. Menurut Yusuf Al Qardawi, nisabnya senilai 85 gr. Sda. Perhiasan yang dipakai dalam ukuran yang wajar dan halal, menurut mazhab Maliki, Syafi‟i, dan Hambali tidak wajib dizakati. Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 700 gr. Sda. Perhiasan yang dipakai dalam ukuran yang wajar dan halal, menurut mazhab Maliki, Syafi‟i, dan Hambali tidak wajib dizakati.
17 Lanjutan Tabel 2.1 No
Jenis Harta
5
Logam selain emas dan perak, seperti platina, dan
6
Batu permata, seperti intan berlian, dan sebagainya
Ketentuan Wajib Zakat Nisab Kadar Waktu Senilai 2,5% Tiap tahun 91,922 gr emas murni
Senilai 2,5% 91,922 gr emas murni III. Perusahaan, Perdagangan, dan Jasa 1 Indutstri seperti Senilai 2,5% semen, 91,922 pupuk,textil, dan gr sebagainya emas murni
2
3
4
Usaha perhotelan, hiburan, restoran, dan sebagainya Perdagangan ekspor, kontraktor, real estate, percetakan/ supermarket, dan sebagainya Jasa; konsultan, notaris, komisioner, travel biro, salon, transportasi, perdagangan.
Tiap tahun
Tiap tahun
Keterangan Menurut mazhab Hambali, Maliki, Syafi‟i dan Hanafi, wajib dizakati apabila dimaksudkan untuk bisnis (masuk kategori zakat perdagangan). Sda
Senilai 91,922 gr emas murni Senilai 91,922 gr emas murni
2,5%
Tiap tahun
Menurut mazhab hanafi, nisabnya senilai 107,76 gr. Menurut Yusuf Al Qardawi, nisabnya senilai 85 gr. Sda
2,5%
Tiap tahun
Sda
Senilai 91,922 gr emas murni
2,5%
Tiap tahun
Sda
18 Lanjutan Tabel 2.1 No
Jenis Harta
5
Pendapatan gaji, honorarium jasa produksi, lembur, dan sebagainya. Usaha perkebunan, perikanan, dan peternakan
6
7
Uang simpanan, deposito, tabanas, taska, simpeda, simaskot, tahapan, giro, dan sebagainya, IV. Binatang Ternak 1 Kambing, domba, dan kacangan
2
Sapi, kerbau
Ketentuan Wajib Zakat Nisab Kadar Waktu Senilai 2,5% Tiap tahun 91,922 gr emas murni Senilai 2,5% Tiap tahun 91,922 gr emas murni Senilai 2,5% Tiap tahun 91,922 gr emas murni
40-120 ekor
1 ekor domba umur 1 tahun / kacangan umur tahun
Tiap tahun
121200 ekor
1 ekor domba/ kacangan umur 2 tahun 1 ekor umur 1 tahun 1 ekor umur 2 tahun 2 ekor umur 1 tahun 2 ekor umur 2 tahun
Tiap tahun
30 ekor 40 ekor 60 ekor 70 ekor
Tiap tahun
Keterangan Sda
Sda
Sda
Setiap bertambah 100 ekor, zakatnya tambah 1 ekor domba umur 1 tahun/kacangan umur 2 tahun
Setiap bertambah 30 ekor, zakatnya 1 ekor umur 1 tahun. Setiap bertambah 40 ekor, zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun
19 Lanjutan Tabel 2.1 No 3
Jenis Harta Kuda
Ketentuan Wajib Zakat Nisab Kadar Waktu Sama Sama Tiap tahun dengan dengan sapi/ sapi/ kerbau kerbau
V. Tambang & Harta Terpendam 1 Tambang emas Senilai 2,5% 91,922 gr emas murni 2 Tambang perak Senilai 2,5% 91,922 gr emas murni 3 Tambang selain Senilai 2,5% emas dan perak, nisab seperti platina, emas besi, timah, tembaga, dan sebagainya.
4
Tambang batu, seperti batu bara, marmer, dan sebagainya.
Senilai nisab emas
2,5%
Keterangan Setiap bertambah 30 ekor, zakatnya 1 ekor umur 1 tahun. Setiap bertambah 40 ekor, zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun. Menurut mazhab Maliki, Syafi‟i, dan Hambali, tidak wajib zakat.
Tiap tahun
Tiap tahun
Ketika memperoleh
Ketika memperoleh
Menurut mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hanafi, wajib dizakati apabila diperdagangkan (masuk kategori zakat perdagangan). Menurut mazhab Hanafi, kadarnya 20%. Menurut mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hanafi, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikategorikan zakat perdagangan).
20 Lanjutan Tabel 2.1 No
Jenis Harta
5
Tambang minyak gas
6
Harta terpendam (rikaz)
Ketentuan Wajib Zakat Nisab Kadar Waktu Senilai 2,5% Ketika nisab memperoleh emas Senilai 2,5% Ketika nisab memperoleh emas
VI. Zakat Fitrah 1 Punya kelebihan makanan 2,5 kg untuk keluarga pada hari Idul Fitri
Akhir bulan Ramadhan
Keterangan Sda
Menurut mazhab Maliki dan Syafi‟i harta terpendam selain emas dan perak tidak wajib zakat. Menurut mazhab Hanafi, harta terpendam selain logam tidak wajib dizakati. Menurut mazhab Hanafi, kadarnya 3,7 kg. Menurut Mahmud Yunus, kadarnya, 2,5 kg
(Sumber:http://www.bazkabmalang.org)
2.1.5
Penerima Zakat dan yang Bukan Penerima Zakat
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat (amil), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang (gharimin), untuk jalan Allah (fii sabilillah), dan orangorang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At Taubah : 60) Berdasarkan penggalan ayat di atas, kita dapat melihat bahwa terdapat delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat, yaitu :
21 1. Fakir Fakir adalah golongan yang tidak memiliki harta atau penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. 2. Miskin Miskin adalah golongan yang mempunyai sedikit harta dan penghasilan, namun tidak mencukupi kebutuhan dirinya dan tanggungannya 3. „Amil „Amil adalah orang yang ditunjuk dan bekerja mengurusi segala hal yang terkait dengan zakat seperti mendata mustahik dan muzakki, mengurus, menjaga, dan mengatur administrasi zakat serta menyalurkan zakat ke mustahik. 4. Muallaf Muallaf adalah golongan yang di dalam hatinya ada harapan dan kecenderungan untuk memeluk Islam, orang yang dikhawatirkan akan berbuat jahat terhadap kaum muslim, dan orang yang baru memeluk agama Islam. 5. Riqab Riqab adalah budak yang tidak memiliki harta dan ingin merdeka, seperti tenaga kerja yang dianiaya dan tidak diperlakukan dengan baik. Mencakup juga muslim yang ditawan oleh kaum kafir. 6. Gharimin Gharimin adalah orang yang memiliki hutang, dan terpaksa memiliki hutang yang tidak digunakan untuk berbuat maksiat, namun tidak mampu untuk mengembalikan hutang tersebut.
22 7. Fii Sabilillah Fii Sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah. Berjuang di jalan Allah ini bukan hanya yang sekedar ikut berperang secara fisik untuk membela Agama Islam, namun juga mereka yang berperan aktif untuk menyebarkan Islam seperti membangun masjid, memberikan pengajaran agama, dan sebagainya. 8. Ibnu Sabil Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir) dan perjalanannay itu bukan untuk kemaksiatan, namununtuk hal yang baik seperti mencari rezeki, mencari ilmu, melaksanakan ibadah, dan berperang di jalan Allah. Adapun orang-orang yang tidak berhak untuk menerima zakat adalah : 1. Orang kaya, yaitu orang yang berkecukupan. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan.”(HR. Bukhari) 2. Orang
yang
masih
kuat
dan
mampu
berusaha
untuk
mencukupi
kebutuhannya, termasuk di dalamnya hamba sahaya. 3. Orang kafir 4. Orang yang berada dalam tanggungan wajib zakat. 5. Keturunan Rasulullah.sebagaimana sabda Rasulullah,”Sesungguhnya tidak hala bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).”(HR.Muslim). 2.1.6 Hikmah dan Manfaat Zakat Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman dalam QS.At Taubah ayat 103, yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
23 Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman (2003) menyebutkan bahwa hikmah dikeluarkannya perintah zakat adalah : 1. Mampu memperbaiki kedudukan mayarakat dari segi moral dan material karena melalui pendistribusian zakat, maka setiap anggota masyarakat akan menjadi satu sehingga persaudaraan antar muslim semakin kuat. 2. Membersihkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil. 3. Dapat menjadi benteng keamanan dalam sistem ekonomi Islam sekaligus menjadi stabilitator dalam kehidupan sosial. 4. Merupakan penyebab turunnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Ditinjau dari sisi ekonomi, zakat dapat merangsang pemilik harta untuk untuk senantiasa berbuat amal kebajikan dan semakin giat dalam berproduksi karena semakin banyak harta yang dimiliki, semakin besar zakat yang harus dikeluarkan, dan semakin besar ridha yang akan didapatkan. Hal ini tentunya secara tidak langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
2.2
Tinjauan tentang Organisasi Pengelola Zakat
2.2.1
Definisi Organisasi Pengelola Zakat Organisasi pengelola zakat (OPZ) adalah sebuah institusi yang bertugas
dalam pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah, baik yang dibentuk oleh pemerintah seperti BAZ, maupun yang dibentuk oleh masyarakat dan dilindungi oleh pemerintah seperti LAZ. Menurut UU No. 23 Tahun 2011 dinyatakan bahwa ,”Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pegumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.” Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia terdapat dua jenis Organisasi Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
24 Badan Amil Zakat adalah Organisasi Pengelola Zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan terdiri atas pemerintah dan masyarakat, sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial, dan kemaslahatan umat yang bertugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat. 2.2.2
Asas Organisasi Pengelola Zakat Sebagai sebuah organisasi, Organisasi Pengelola Zakat memiliki asas-
asas yang menjadi pedoman kerjanya. Dalam UU No. 23 Tahun 2011, disebutkan bahwa asas-asas Organisasi Pengelola Zakat adalah : 1. Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Organisasi Pengelola Zakat haruslah berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulai dari tata cara perekrutan pegawai hingga tata cara pendistribusian zakat. 2. Amanah. Organisasi Pengelola Zakat haruslah menjadi organisasi yang dapat dipercaya. 3. Kemanfaatan. Organisasi Pengelola Zakat harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik. 4. Keadilan. Dalam mendistribusikan zakat, Organisasi Pengelola Zakat harus mampu bertindak adil. 5. Kepastian hukum. Muzakki dan mustahik harus memiliki jaminan dan kepastian hukum dalam proses pengelolaan zakat. 6. Terintegrasi. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hierarkis sehingga mampu
meningkatkan
pendayagunaan zakat.
kinerja
pengumpulan,
pendistribusian,
dan
25 7. Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.
2.2.3
Karakteristik Organisasi Pengelola Zakat Sudewo dalam Mahmudah (2007) menyatakan bahwa di Indonesia
terdapat dua lembaga yang bersifat yayasan namun karakteristiknya berbeda, yaitu lembaga nirlaba dan lembaga not for profit. Lembaga nirlaba didirikan benar-benar bukan untuk mencari laba sedikit pun. Produk lembaga nirlaba adalah nilai dan moral sedangkan produk perusahaan adalah barang dan jasa. Sumber dana lembaga nirlaba adalah donasi masyarakat dan digunakan sepenuhnya untuk kegiatan operasional untuk mencapai visi dan misi lembaga. Melihat tugas dan fungsi Organisasi Pengelola Zakat, jelaslah bahwa Organisasi Pengelola Zakat adalah salah satu dari sekian banyak lembaga nirlaba. Olehnya itu, Organisasi Pengelola Zakat memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik lembaga nirlaba lainnya, yaitu : 1. Sumber daya, baik berupa dana maupun barang berasal dari para donatur dimana donatur tersebut mempercayakan donasi mereka kepada OPZ dengan harapan bisa memperoleh hasil yang mereka harapkan. 2. Menghasilkan berbagai jasa dalam bentuk pelayanan masyarakat dan tidak mencari laba dari pelayanan tersebut. 3. Kepemilikian OPZ tidak sama dengan organisasi bisnis. OPZ bukanlah milik pribadi atau kelompok, melainkan milik ummat karena sumber dayanya berasal dari masyarakat. Jika OPZ dilikuidasi, maka kekayaaan lembaga tidak boleh dibagikan kepada para pendiri.
26 Namun, sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, dalam hal ini sebagai pengelola zakat, maka OPZ memiliki beberapa karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan organisasi nirlaba lainnya, yaitu : 1. Terikat dengan aturan dan prinsip-prinsip syari‟ah Islam 2. Sumber dana utamanya adalahdana zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf 3. Memiliki Dewan Pengawas Syariah dalam struktur organisasinya.
2.2.4
Tujuan Pengelolaan Zakat Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat adalah :
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah OPZ untuk mencapai tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan efektif, OPZ mampu memanfaatkan dana zakat yang ada dengan maksimal. 2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.
2.2.5
Jenis Dana yang Dikelola Organisasi Pengelola Zakat OPZ menerima dan mengelola berbagai jenis dana, yaitu :
27 a. Dana Zakat Ada dua jenis dana zakat yang dikelola oleh OPZ, yaitu dana zakat umum dan dana zakat dikhususkan. Dana zakat umum adalah dana zakat yang diberikan oleh muzakki kepada OPZ tanpa permintaan tertentu. Sedangkan dana zakat dikhususkan adalah dana zakat yang diberikan oleh muzakki kepada OPZ dengan permintaan dikhususkan, misalnya untuk disalurkan kepada anak yatim, dan sebagainya. b. Dana Infaq/Shadaqah Seperti
dana
zakat,
dana
infaq/shadaqah
terdiri
atas
dana
infaq/shadaqah umum dan dana infaq/shadqah khusus. Dana infaq/shadaqah umum adalah dana yang diberikan para donatur kepada OPZ tanpa persyaratan apapun. Sedangkan dana infaq/shadaqah dikhususkan adalah dana yang diberikan para donatur kepada OPZ dengan berbagai persyaatan tertentu, seperti untuk disalurkan kepada masyarakat di wilayah tertentu. c. Dana Waqaf Waqaf adalah menahan diri dari berbuat sesuatu terhadap hal yang manfaaatnya diberikan kepada orang tertentu dengan tujuan yang baik. d. Dana Pengelola Dana pengelola adalah hak amil yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional lembaga yang bersumber dari : 1. Hak amil dari dana zakat 2. Bagian tertentu dari dana infaq/shadaqah 3. Sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah
28 2.3
Tinjauan tentang Akuntabilitas
2.3.1
Definisi Akuntabilitas Secara umum, akuntabilitas dapat dipandang sebagai hubungan yang
meliputi ‟pemberian dan penerimaan‟ alasan atas sebuah tindakan dimana setiap pihak yang terlibat dan berkepentingan atas tindakan tersebut memiliki hak untuk meminta dan memberi penjelasan untuk setiap tindakan yang diterima dan dilakukan. Sehingga, akuntabilitas adalah sebuah wujud tanggung jawab perusahaan dan hak pemegang kepentingan (Rahman, 1998 : 57). Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan informasi termasuk informasi keuangan sebagai wujud tanggung jawab organisasi (Grey et. al., 1996 dalam Kholmi ,2012 : 67). Dari berbagai definisi akuntabilitas yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban atas segala aktivitas dan kegiatan organisasi yang dituangkan dalam bentuk pelaporan oleh pihak yang diberi tanggung jawab kepada pemberi amanah untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu. 2.3.2
Akuntabilitas dalam Perspektif Islam Dalam
perspektif
Islam,
akuntabilitas artinya pertanggungjawaban
seorang manusia kepada Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Setiap pribadi manusia harus mempertanggungjawabkan segala tindakannya kepada Allah. Allah berfirman dalam QS. An Nisaa‟ Ayat 30 yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah maha memberi pengajaran yang sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
29 Ayat ini mengandung arti bahwa amanah harus diberikan kepada yang berhak dan dalam melaksanakan amanah tersebut, penerima amanah harus bersikap adil dan menyampaikan kebenaran (Mahmud dalam Kholmi, 2012). Allah juga berfirman dalam QS. Fathir ayat 39 yang artinya “Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi.” Ini berarti manusia diperintahkan sebagai khalifah untuk mengelola bumi dan melaksanakan perintahnya. Khalifah artinya pengemban amanah mulia dari Allah. Amanah ini kemudian harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Al Faruqi dalam Kholmi (2012) menegaskan bahwa tanggung jawab adalah implikasi keimanan. Dalam segi akuntansi, akuntabilitas adalah upaya atau aktivitas untuk menghasilkan pengungkapan yang benar. Pertanggungjawaban pengungkapan tersebut dilakukan pertama adalah untuk Allah. Akuntabilitas juga terikat dengan peran sosial dimana Muhtasib (akuntan) yakin bahwa hukum syariah telah dilaksanakan dan kesejahteraan umat menjadi tujuan utama dari aktivitas perusahaan dan tujuan tersebut telah tercapai (Tapanjeh, 2009 : 257). Triwuyono dalam Kholmi (2012 : 7) mengemukakan konsep akuntabilitass diturunkan dari trilogi dimensi akuntabilitas yaitu Allah sebagai pemberi amanah dan principle tertinggi, manusia, dan alam. Trilogi ini menunjukkan bahwa manusia memiliki pertanggungjawaban terhadap manusia yang lain sebesar pertanggungjawabannya terhadap alam atau lingkungan. Namun, akhir dan tujuan utama dari kedua pertanggungjawaban tersebut adalah Allah. Tapanjeh (2009 : 257) mengemukakan konsep akuntabilitas yang kemudian menjadi indikator pelaksanaan akuntabilitas dalam perspektif Islam adalah :
30 1.
Segala aktivitas harus memperhatikan dan mengutamakan kesejahteraan umat sebagai perwujudan amanah yang diberikan Allah kepada manusia sebagi sorang khalifah.
2.
Aktivitas organisasi dilaksanakan dengan adil.
3.
Aktivitas organisasi tidak merusak lingkungan sekitar. Rahman (1998) juga menambahkan bahwa dalam Islam, akuntabilitas
berarti bertangungjawab atas apa yang telah dilakukan. Selain itu, akuntabilitas juga berarti setiap orang harus menerima semua kewajiban dan hak sesuai dengan untuk apa mereka diberikan amanah. Ketika seseorang menggunakan kemampuannya untuk kepentingan diluar dari tujuan utama atas pemberian amanah tersebut, maka ia telah gagal dalam mempertanggungjawabkan amanahnya. Akuntabilitas harus dibarengi dengan pengendalian yang baik yang sesuai dengan komitmen yang telah dibuat antara pemberi amanah dan penerima amanah. Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan yang dilakukan dengan mengutamakan kesejahteraan umat. 2.4
Tinjauan tentang Transparansi
2.4.1
Definisi Transparansi Mardiasmo dalam Maryati (2012) menyatakan bahwa transparansi adalah
keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan.
31 KNKG (2006 : 5) menyatakan bahwa transparansi adalah suatu keadaan dimana perusahaan mampu menyediakan informas material dan relevan terkait dengan perusahaan yang mudah diakses dan dipahami oleh pemegang kepentingan. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah suatu bentuk keterbukaan informasi kepada pihak yang membutuhkan informasi tersebut sehingga semua pihak yang telibat mengetahui apa yang dilakukan oleh organisasi, termasuk prosedur, dan keputusan yang diambil oleh organisasi dalam pelaksnaan urusan publik atau kegiatannya. 2.4.2
Transparansi dalam Perspektif Islam Tapanjeh (2009 : 563) mengemukakan bahwa konsep transparansi dalam
Islam adalah : 1. Organisasi bersifat terbuka kepada muzakki. Seluruh fakta yang terkait dengan aktivitas pengelolaan zakat termasuk informasi keuangan harus mudah diakses oleh pihak yang berkepentingan terhadap informasi tersebut. 2. Informasi harus diungkapkan secara jujur, lengkap dan meliputi segala hal yang terkait dengan informasi yang akan diberikan. 3. Pemberian informasi juga perlu dilakukan seara adil kepada semua pihak yang membutuhkan informasi. Selain itu, organisasi juga harus mengkomunikasikan segala kebijakan yang mereka lakukan kepada pemberi amanah. Dari konsep transparansi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam, transparansi erat kaitannya dengan kejujuran. Dalam menyampaikan informasi, pemberi informasi harus bersikap jujur sehingga tidak ada satu pun hal yang luput dari pengetahuan penerima informasi.
32 2.5
Tinjauan tentang Akuntansi Zakat, Infaq, dan Sedekah (PSAK 109)
2.5.1
Pengakuan dan Pengukuran
a. Zakat 1) Pengakuan Awal Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima dan diakui sebagai penambah dana zakat. Jika diterima dalam bentuk kas, diakui sebesar jumlahnya, namun jika diterima dalam bentuk nonkas, maka diakui sebesar nilai wajar aset. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan PSAK yang relevan. Jurnal : (a) Dr. Kas-Dana Zakat Dr. Aset Nonkas (nilai wajar)-Dana Zakat
xxx xxx
Kr. Dana Zakat
xxx
Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk bagian Nonamil. Jurnal : (b) Dr. Dana - Zakat
xxx
Kr. Dana Zakat – Amil
xxx
Kr. Dana Zakat – Nonamil
xxx
Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil, maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai Dana Zakat – Nonamil. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujrah/fee, maka diakui sebagai penambah Dana Amil.
33 Jurnal : (c) Dr. Kas-Dana Zakat
xxx
Kr. Dana Zakat - Nonamil
xxx
2) Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai : (a)
Pengurang dana zakat, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil zakat Dr. Dana Zakat – Nonamil
xxx
Kr. Aset Nonkas (b)
xxx
Kerugian dan pengurang dana zakat, jika disebabkan oleh kelalaian amil
zakat Dr. Dana – Amil - Kerugian
xxx
Kr. Aset Nonkas
xxx
3) Penyaluran Zakat Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang zakat sebesar : (a)
Jumlah yang diserahkan, jika pemberian dilakukan dalam bentuk kas Dr. Dana Zakat – Nonamil
xxx
Kr. Kas – Dana Zakat (b)
xxx
Jumlah tercatat, jika pemberian dilakukan dalam bentuk aset nonkas Dr. Dana Zakat – Nonamil Kr. Aset Nonkas – Dana Zakat
b. Infaq dan Sedekah
xxx xxx
34 1) Pengakuan Awal Penerimaan infak‟sedekah diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima dan diakui sebagai penambah dana infak‟sedekah. Jika diterima dalam bentuk kas, diakui, diakui sebesar jumlah diterima. Jika diterima dalam bentuk nonkas, maka diakui sebesar nilai wajar aset. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan PSAK yang relevan. Jurnal : (a)
Dr. Kas - Dana Infak/sedekah
xxx
Dr. Aset Nonkas (nilai wajar) – lancar – Dana Infak xxx Dr. Aset Nonkas (nilai wajar) – Tidak Lancar – Dana Infak
xxx
Kr. Dana Infak/sedekah
xxx
Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk bagian Nonamil, dalam hal ini penerima infak/sedekah. Jurnal : (b)
Dr. Dana – Infak/Sedekah
xxx
Kr. Dana Infak/sedekah - Amil
xxx
Kr. Dana Infak/sedekah – Nonamil
xxx
2) Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Penerimaan
infak
dapat
berupa
kas
dan
aset
nonkas
dapat
dikelompokkan dalam aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar adalah aset yang harus segera disalurkan, dan dapat berupa barang sekali pakai atau barang yang memiliki manfaat jangka panjang. Aset tidak lancar yang diterima oleh amil
35 dan diamanahkan untuk dikelola, dinilai sebesar nilai wajar saat penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak lancar infak/sedekah. Aset nonkas lancar dinilai sebesar harga perolehan dan aset nonkas-tidak lancar dinilai sebesar nilai wajar. Penyusutan
dari
aset
tersebut
diperlakukan
sebagai
pengurang
dana
infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan oleh pemberi. (a)
Dr. Dana Infak/sedekah – Nonamil
xxx
Kr. Akumulasi Penyusutan Aset Nonlancar
xxx
Penurunan nilai aset infak/sedekah diakui sebagai : (b)
Pengurang dana infak/sedekah, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil Dr. Dana Infak/sedekah – Nonamil
xxx
Kr. Aset Nonkas – Dana Infak/sedekah (c)
xxx
Kerugian dan pengurang dana infak/sedekah, jika disebabkan oleh
kelalaian amil Dr. Dana Infak/sedekah – Kerugian
xxx
Kr. Aset Nonkas – Dana Infak/sedekah
xxx
Sebelum disalurkan, dana infak/sedekah dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil dana pengelolaan diakui sebagai penambah dana infak/sedekah. (d)
Dr. Kas/Piutang – Infak/sedekah Kr. Dana Infak/sedekah
3)
xxx xxx
Penyaluran Infak/Sedekah Penyaluran infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah
sebesar:: (a)
Jumlah yang diserahkan, jika pemberian dilakukan dalam bentuk kas
36 Dr. Dana Infak/sedekah – Nonamil
xxx
Kr. Kas – Dana Infak/sedekah (b)
xxx
Jumlah tercatat, jika pemberian dilakukan dalam bentuk aset nonkas Dr. Dana Infak/sedekah – Nonamil
xxx
Kr. Aset Nonkas – Dana Infak/sedekah
xxx
Penyaluran infak/sedekah kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi dana infak.sedekah sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan tersebut. Jurnal: (c)
Dr. Dana Infak/sedekah – Nonamil
xxx
Kr. Kas – Dana Infak/sedekah
xxx
Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah. Jurnal: (d)
Dr. Piutang - Dana Infak/sedekah Kr. Kas – Dana Infak/sedekah
xxx xxx
c. Dana Nonhalal Penerimaan dana nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional. Penerimaan dana nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau tidak diinginkan oleh entitas syariah karena tidak sesuai dengan prinsip syariah. Penerimaan dana nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil dan disalurkan sesuai dengan syariah.
37 2.5.2
Penyajian Amil menyajikan dana zakat, infak/sedekah, dana amil, dan dana nonhala
secara terpisah dalam laporan posisi keuangan. 2.5.3
Pengungkapan
a. Zakat Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada : 1. Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima. 2. Kebijakan pembagian antara dana amil dan nonamil atas penerimaan zakat, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan. 3. Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas. 4. Rincian jumlah penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung mustahik. 5. Hubungan istimewa antara amil dan mustahik yang meliputi : 1. Sifat hubungan istimewa 2. Jumlah dan jenis aset yang disalurkan 3. Persentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode b. Infak/sedekah Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada :
38 1. Kebijakan pembagian antara dana amil dan nonamil atas penerimaan infak/sedekah , seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan. 2. Metode
penentuan
nilai
wajar
yang
digunakan
untuk
penerimaan
infak/sedekah berupa aset nonkas 3. Kebijakan penyaluran infak/sedekah seperti penentuan skala prioritas penyaluran dan penerima. 4. Keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya. 5. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di atas diungkapkan secara terpisah. 6. Penggunaan dana infak/sedekah menjadi aset kelolaan yang diperuntukkan bagi yang berhak, jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya. 7. Rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung oleh penerima infak/sedekah. 8. Hubungan istimewa antara amil dan mustahik yang meliputi : 1. Sifat hubungan istimewa 2. Jumlah dan jenis aset yang disalurkan 3. Persentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode Selain itu, amil juga mengungkapkan hal berikut :
39 1. Keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan serta penerimaan dan penyaluran dana, alasan, dan jumlahnya. 2. Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran zakat dan infak/sedekah.
2.5.4
Laporan Keuangan Lembaga Amil
2.5.4.1 Laporan Posisi Keuangan Laporan Posisi Keuangan BAZ XXX Per 31 Desember 20X1 Keterangan Aset lancar : Kas dan setara kas Instrumen keuangan Piutang
Rp xxx xxx xxx xxx
Aset tidak : Aset tetap
Jumlah Aset
xxx
xxx
Keterangan Kewajiban jangka pendek : Biaya yang masih harus dibayar
Xxx
Kewajiban jangka panjang Imbalan kerja jangka panjang Jumlah kewajiban
Xxx Xxx
Saldo dana : Dana zakat Dana infak/sedekah Dana amil Dana nonhalal Jumlah saldo dana
Xxx Xxx Xxx Xxx Xxx
Jumlah Kewajiban dan Saldo Dana
2.5.4.2 Laporan Perubahan Dana Laporan Perubahan Dana BAZ XXX Per 31 Desember 20X1 Keterangan
Rp
DANA ZAKAT: Penerimaan Penerimaan dari muzakki Muzakki entitas Muzakki individual Hasil penempatan Jumlah penerimaan dana zakat Bagian amil atas penerimaan dana zakat Jumlah penerimaan dana zakat setelah bagian amil
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Penyaluran :
Rp
Xxx
40 Fakir miskin Riqab Gharim Muallaf Sabilillah Ibnu Sabil Jumlah penyaluran dana zakat Surplus/defisit (Penerimaan – penyaluran) Saldo Awal Saldo Akhir
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
DANA INFAK/SEDEKAH: Penerimaan Infak/sedekah terikat atau muqayyadah infak/sedekah tidak terikat atau mutlaqah Bagian amil atas penerimaan dana zakat Hasil Pengelolaan Jumlah penerimaan dana infak/sedekah
xxx xxx xxx xxx xxx
Penyaluran : Infak/sedekah terikat atau muqayyadah infak/sedekah tidak terikat atau mutlaqah Alokasi pemanfaatn aset kelolaan (misalnya beban penyusutan dan penyisihan) Jumlah penyaluran dana infak/sedekah Surplus/defisit (Penerimaan – penyaluran) Saldo Awal Saldo Akhir
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
DANA AMIL: Bagian amil dari dana zakat Bagian amil dari dana infak/sedekah Penerimaan lainnya Jumlah penerimaan dana amil
xxx xxx xxx xxx
Penggunaan : Beban pegawai Beban penyusutan Beban umum dan admistrasi lainnya Jumlah penggunaan dana amil Surplus/defisit (Penerimaan – penyaluran) Saldo Awal Saldo Akhir
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
DANA NONHALAL: Penerimaan Bunga bank Jasa giro Penerimaan nonhala lainnya Jumlah penerimaan dana nonhalal
xxx xxx xxx xxx
41 xxx xxx xxx xxx xxx
Penggunaan Jumlah penggunaan dana nonhala Surplus/defisit (Penerimaan – penyaluran) Saldo Awal Saldo Akhir
2.5.4.3 Laporan Perubahan Aset Kelolaan Laporan Perubahan Aset Kelolaan BAZ XXX Per 31 Desember 20X1 Ket.
Saldo Awal
Penamba han
Pengura ngan
Penyisihan
Ak. Penyusut an
Saldo Akhir
Dana infak/ sedekah – aset kelolaan lancar (misal piutang bergulir) Dana infak/ sedekah – aset keloaan lancar (misal rumah sakit)
2.6
Tinjauan tentang Kualitas
2.6.1
Definisi Kualitas Menurut ISO 9000, kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik dari
suatu produk dan jasa yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang tersirat dan tersurat. Sedangkan menurut Lovelock dalam Laksana (2008 :
42 88) kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dari definisi-definisi di atas, kita dapat melihat bahwa kualitas adalah kemampuan produk atau jasa atau organisasi untuk memenuhi kebutuhan para pihak yang terlibat di dalamnya. Jika dihubungkan dengan Lembaga Amil Zakat, maka kualitas LAZ adalah kemampuan lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan harapan para stakeholdernya, terutama muzakki dan mustahik.
2.6.2
Indikator Kualitas Lembaga Amil Zakat Mahmudi (2009) mengemukakan bahwa, lembaga pengelola zakat yang
berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga pengelola zakat juga harus bersikap responsive terhadap kebutuhan mustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan kreatif sehingga tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena social yang terjadi, Selain itu, seluruh organ organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk beluk zakat sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum Islam.
2.7
Kerangka Pemikiran Akuntabilitas adalah suatu bentuk pertanggungjawaban pihak yang diberi
amanah, dalam hal ini adalah Lembaga Amil Zakat, kepada pihak yang memberikan amanah. Pertanggungjawaban ini berupa bentuk pelaporan atas segala aktivitas dan kegiatan Lembaga Amil Zakat, utamanya mengenai aliran dana zakat atau laporan keuangan Lembaga Amil Zakat.
43 Pertanggungjawaban sebuah lembaga harus didukung dengan sifat keterbukaan organisasi atau lembaga. Sifat keterbukaan inilah yang kita kenal dengan transparansi. Semakin akuntabel dan transparan sebuah Lembaga Amil Zakat, maka asimetri informasi akan semakin berkurang dan kualitas LAZ, akan semakin membaik. Dengan demikian, kepercayaan muzakki untuk menyalurkan zakatnya melalui Lembaga Amil Zakat akan meningkat. Akuntabilitas (X1)
Kualitas LAZ (Y) Transparansi (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.8
Hipotesis Penelitian Hasil survei yang dilakukan PIRAC pada tahun 2007 menyebutkan bahwa
terjadi penurunan penyaluran zakat oleh muzakki kepada BAZ dan LAZ dari 9% dan 1,5% pada tahun 2004 menjadi 6% dan 1,2% pada tahun 2007. Salah satu faktor penyebabnya adalah menurunnya kepercayaan mayarakat kepada pengelola zakat, baik BAZ maupun LAZ (PIRAC, 2007 : 2). Selain itu, survei nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Survei tersebut menunjukkan bahwa 97% mayarakat menginginkan LAZ bekerja secara akuntabel dan transparan, 90%
44 meminta adanya kemudahan akses untuk melakukan pengawasan terhadap dana yang dikelola, 90% menuntut pempublikasian laporan keuangan di media massa. Selanjutnya, 88% masyarakat merasa perlunya pendataan donatur. Selain itu, 75% masyarakat tidak ingin menyalurkan zakat ke lembaga zakat yang kurang dikenal akuntabilitasnya. Bahkan sebesar 63% masyarakat ingin mengetahui ke mana dana zakat diserahkan (demustaine.blogdetik.com). Dari rincian di atas dapat kita lihat bahwa faktor utama yang menyebabkan rendahnya optimalisasi zakat adalah rendahnya rasa percaya masyarakat terhadap kualitas Organisasi Pengelola Zakat. Rasa kurang percaya ini didorong oleh persepsi masyarakat mengenai akuntabilitas dan transparansi OPZ. Masyarakat menganggap bahwa akuntabilitas dan transparansi OPZ masih rendah. Penelitian ini menggunakan persepsi muzakki dan amil zakat untuk melihat pengaruh akuntabilitas dan transparansi mempengaruhi kualitas OPZ. Olehnya itu, dalam penelitian hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : Ha : Akuntabilitas dan transparansi memiliki pengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah sebuah ‘peta’ atau petunjuk jalan dalam
sebuah penelitian yang akan menuntun peneliti sehingga proses penelitian akan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Sarwono, 2006 : 79). Rancangan penelitian disusun dengan mempertimbangkan hal-hal apa yang akan dilakukan dalam penelitian mulai dari penentuan masalah, teknik sampling, jenis data, instrumen dan metode pengambilan data, hingga penentuan teknik analisis data. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode ini digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai pengaruh akuntabilitas dan transparansi Lembaga Amil Zakat terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan pengamatan, pengumpulan data, penyusunan data, analisis, dan interpretasi arti data yang telah diperoleh. Melalui pendekatan ini, peneliti berusaha mendapatkan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dari responden yang tepat. 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lembaga Amil Zakat di Kota Makassar yang
cukup dikenal oleh masyarakat yaitu Dompet Dhuafa Sulsel yang berlokasi di
45
46 Jalan Abd. Dg. Sirua No. 170 A, Makassar. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2013. 3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi Populasi dalam penelitian kali ini adalah muzakki dan amil zakat pada
Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Sulsel
3.3.2
Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian kali ini
adalah nonpropability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Secara lebih rinci, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yang menetapkan sample berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah para muzakki yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Telah menjadi muzakki di LAZ bersangkutan minimal selama satu tahun b. Telah bekerja di LAZ bersangkutan minimal satu tahun. 3.4
Jenis dan Sumber Data
3.4.1
Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu ; a. Data kualitatif Data kualitatif yang terdiri dari kumpulan data non angka yang bersifat deskriptif yang dapat berupa gejala, kejadian, atau peristiwa yang dianalisis dalam bentuk kategori-kategori. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan data sekunder.
47 Data primer adalah data yang berupa hasil wawancara dan kueioner yang diperoleh secara langsung dari responden. Sedangkan data sekunder adalah data yang telah tersedia dan dapat diperoleh secara langsung oleh peneliti dengan membaca atau melihat data tersebut (Sarwono, 2006 : 209). b. Data kuantitatif Data ini berupa data lengkap muzakki dan amil zakat pada Dompet Dhuafa Sulsel.
3.4.2
Sumber Data Setelah mengelompokkan jenis data yang akan dikumpulkan, peneliti
kemudian mengumpulkan data tersebut pada sumbernya. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian kali ini adalah : 1. Data primer. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara dan pembagian kuesioner terhadap responden, dalam hal ini adalah muzakki, yang dipilih secara acak namun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta amil zakat dan pihak manajemen Lembaga Amil Zakat, dan observasi. 2. Data sekunder. Data ini dapat diperoleh melalui buku-buku ataupun jurnal dan artikel yang relevan dengan akuntabilitas dan transparansi Lembaga Amil Zakat, serta dokumen yang berasal dari Lembaga Amil Zakat yang dapat diakses seperti : a. Gambaran umum, termasuk sejarah dan perkembangan Lembaga Amil Zakat. b. Data muzakki dan karyawan Lembaga Amil Zakat c. Dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian.
48 3.5
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : 1. Observasi atau pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan faktual di lapangan. Hasil pengamatan tersebut kemudian dicatat secara sistematik. 2. Wawancara yang dimulai dengan mengemukakan topik yang umum dan kemudian mengkhusus untuk membantu peneliti memahami perspektif responden, dalam hal ini adalah amil zakat (manajemen LAZ), dan mendapatkan data dan keterangan yang relevan dengan tujuan penelitian. 3. Kuesioner yang dilakukan dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada para muzakki dan amil zakat yang berkaitan dengan akuntabilitas dan transparansi Lembaga Amil Zakat. Kuesioner dibuat dalam bentuk pilihan ganda dengan lima butir opsi
jawaban untuk setiap pertanyaan. Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala pengukuran Likert dimana skor 5 merupakan nilai tertinggi dan skor 1 merupakan nilai terendah. 4. Dokumentasi, yang dilakukan melalui pengumpulan data dan dokumen perusahaan. Melalui dokumentasi, peneliti dapat mengenal budaya dan nilai yang dianut oleh objek yang diteliti.
3.6
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.6.1
Definisi Variabel Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu variabel independen, dan
variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah akuntabilitas dan transparansi dalam perspektif Islam sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas LAZ. Dalam Islam, akuntabilitas adalah kemampuan
49 untuk mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan yang dilakukan dengan mengutamakan kesejahteraan umat. Transparansi adalah bentuk penyampaikan informasi dimana pemberi informasi bersikap jujur sehingga tidak ada satu pun hal yang luput dari pengetahuan penerima informasi. Kualitas LAZ adalah kemampuan
lembaga
untuk
memenuhi
kebutuhan
stakeholdernya, terutama muzakki dan mustahik .
dan
harapan
para
50 3.6.2
Operasionalisasi Variabel
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Variabel Variabel
Indikator 1. Segala
aktivitas
harus
Skala memperhatikan
dan Ordinal
Penentuan Range Survey Range untuk Muzakki :
Independen :
mengutamakan kesejahteraan umat sebagai perwujudan
a. Sangat buruk (43 – 77,4)
Akuntabilitas
amanah yang diberikan Allah kepada manusia sebagi
b. Buruk (77,5 – 111,9)
(X1)
sorang khalifah.
c. Cukup (112 – 146,4)
2. Aktivitas organisasi dilaksanakan dengan adil.
d. Baik (146,5 – 180,9)
3. Aktivitas organisasi tidak merusak lingkungan sekitar.
e. Sangat Baik (181 – 215,4)
4. Terdapat pengendalian yang sesuai dengan komitmen antara penerima amanah dan pemberi amanah 5. Pengelolaan zakat dilakukan sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah Variabel
1. Seluruh fakta yang terkait dengan pengelolaan zakat, Ordinal
Range untuk Amil Zakat : a. Sangat buruk (9 – 16,2) b. Buruk (16,3 – 23,5) c. Cukup (23,6 –30,8)
Independen :
baik program ataupun aktivitas keuangan harus mudah
d. Baik (30,9 –38,1)
Transparansi
diakses oleh pihak yang berkepentingan terhadap
e. Sangat Baik (38,2– 45,4)
(X2)
informasi tersebut
51 Lanjutan Tabel 3.1 Variabel
Indikator
Skala
2. Informasi harus diungkapkan secara jujur, lengkap dan meliputi segala hal yang terkait dengan informasi yang akan diberikan. 3. Kebijakan perusahaan harus dikomunikasikan kepada pemberi amanah secara tertulis dan proporsional. Variabel
1. Pengelolaan zakat dilakukan secara efektif dan efisien
Dependen :
2. Memiliki sifat responsive terhadap kebutuhan mustahik,
Kualitas
muzakki, dan lingkungan
Lembaga Amil 3. Seluruh organ LPZ memahami seluk beluk dan syariat Zakat (Y)
zakat dan menerapkan nilai spiritual Islam
(Sumber : Tapanjeh, 2009 dengan beberapa perubahan )
Penentuan range survey untuk muzakki adalah sebagai berikut : Skor tertinggi : n x 5 = 43 x 5 = 215 Skor terendah : n x 1 = 43 x 1 = 43 Sehingga range hasil survey adalah :
215 43 34,4 5
Ordinal
Penentuan Range Survey
52 Penentuan range survey untuk amil zakat adalah sebagai berikut : Skor tertinggi : n x 5 = 9 x 5 = 45 Skor terendah : n x 1 = 9 x 1 = 9 Sehingga range hasil survey adalah :
3.7
45 9 7,2 5
Instrumen Penelitian Terkait dengan metode pengumpulan data yang telah dipaparkan,maka
yang menjadi instrumen penelitian kali ini adalah pedoman wawancara, dan kuesioner, serta check list data. Secara lebih detail, instrumen penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian Variabel Penelitian Akuntabilitas
Sumber Data 1. Manajemen
Metode
Instrumen
1. Kuesioner
1. Kuesioner
2. Kegiatan
2. Observasi
2. check list
3. Muzakki
3. Kuesioner
3. kuesioner
1. Manajemen
1. Kuesioner
1. Kuesioner
2. Kegiatan
2. Observasi
2. check list
3. Muzakki
3. Kuesioner
3. kuesioner
1. Muzakki
1. Kuesioner
1. Kuesioner
2. Wawancara
2. Pedoman
LAZ
Transparansi
LAZ
Persepsi Muzakki terhadap kualitas Lembaga Amil
wawancara
Zakat
Setelah
menentukan
instrumen
untuk
setiap
pengembangan setiap instrumen adalah sebagai berikut :
variabel,
maka
53 1. Observasi Dalam melakukan observasi, instrumen yang diperlukan adalah check list untuk setiap hal yang diobservasi. Dalam penelitian kali ini yang akan diobservasi oleh peneliti adalah: a. Kinerja dan pelayanan yang diberikan karyawan kepada muzakki b. Sistem pengendalian intern perusahaan dan pembagian tugas.
54 2. Kuesioner Tabel 3.3 Pengembangan Kuesioner Variabel
Indikator
Variabel Independen Akuntabilitas
Item Pertanyaan
1. Segala aktivitas harus memperhatikan dan 1. :
mengutamakan kesejahteraan umat sebagai perwujudan amanah
Penyaluran
zakat
dilakukan
dengan
melihat
kebutuhan mustahik 2.
(X1)
Program-program yang dilakukan oleh LAZ mampu meningkatkan kesejahteraan mustahik.
2. Aktivitas organisasi dilaksanakan dengan adil.
3.
Setiap mustahik menerima zakat secara adil
4.
Setiap muzakki mendapat perlakuan yang adil dari lembaga pengelola zakat
3. Aktivitas organisasi tidak merusak lingkungan 5. sekitar.
merusak stabilitas lingkungan.
4. Terdapat pengendalian yang sesuai dengan 6. komitmen
Program penyaluran zakat yang dilakukan tidak
antara
penerima
amanah
dan
pemberi amanah 5. Pengelolaan zakat dilakukan sesuai dengan 7.
LAZ
menngungkapkan
segala
informasi
terkait
aktivitas dan kinerja finansial kepada pengguna laporan Zakat disalurkan kepada mustahik yang tepat, yaitu
syariat yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an
kepada delapan golongan yang berhak menerima
dan As-Sunnah
zakat.
55 Lanjuan Tabel 3.3 Variabel
Indikator
Variabel Independen
Item Pertanyaan
1. Seluruh fakta yang terkait dengan pengelolaan 1. Laporan keuangan LAZ diterbitkan secara periodik. :
zakat,
baik
program
ataupun
aktivitas 2. Laporan keuangan dan pemaparan program mudah
Transparansi
keuangan harus mudah diakses oleh pihak
(X2)
yang
berkepentingan
terhadap
diakses oleh publik secara bebas.
informasi
tersebut 2. Informasi harus diungkapkan secara jujur, lengkap dan meliputi segala hal yang terkait dengan informasi yang akan diberikan.
3. LAZ memaparkan segala aktivitas pengelolaan zakat kepada muzakki 4. LAZ
proporsional.
laporan
keuangan
secara
menyeluruh kepada pihak yang berkepentingan
3. Kebijakan perusahaan harus dikomunikasikan 5. LAZ kepada pemberi amanah secara tertulis dan
mempublikasikan
mengungkapkan
kondisi
keuangan
secara
menyeluruh kepada pihak yang berkepentingan. 6. LAZ mencantumkan kebijakannya secara tertulis 7. Muzakki memahami kebijakan finasial dan kegiatan yang dikeluarkan oleh LAZ.
56 Lanjuan Tabel 3.3 Variabel Variabel Dependen :
Indikator
Item Pertanyaan
a. Pengelolaan zakat dilakukan secara efektif
1. Alokasi pembagian dana zakat lebih mengutamakan
dan efisien
Kualitas Lembaga Zakat (Y)
mustahik yang ada di daerah muzakki 2. Program penyaluran zakat bersifat produktif untuk
Amil
mustahik b. Memiliki sifat responsive terhadap kebutuhan 3. LAZ bersifat proaktif terhadap mustahik, muzakki, dan lingkungan
mustahik dengan
mendatangi tempat mustahik secara langsung untuk melihat apa yang dibutuhkan oleh mustahik 4. Ketika terjadi bencana alam, LAZ aktif membantu melalui pengumpulan dana dari donatur LAZ. 5. LAZ memberikan feedback yang positif kepada muzakki seperti menyediakan sms dakwah dan
c. Seluruh organ LPZ memahami seluk beluk
sebagainya.
dan syariat zakat dan menerapkan nilai 6. Para karyawan LAZ memahami tata cara perhitungan spiritual Islam
zakat 7. Dalam bekerja, para karyawan LAZ senantiasa bersifat ramah dan berakhak shaleh
57 3. Wawancara Dalam melakukan wawancara kepada muzakki, peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai berikut : a. Pemahaman muzakki tentang makna akuntabilitas dan transparansi b. Pelaksanaan program pengelolaan zakat oleh Amil Zakat, 3.7.1
Pengujian Instrumen Penelitian
3.7.1.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah data yang dihasilkan dari instrumen telah sesuai dengan data atau informasi mengenai variabel yang diteliti. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi alat ukur secara keseluruhan dengan menggunakan rumus :
rhitung
N XY X Y
N X N X N Y N Y 2
2
2
2
(Sangadji dan Sopiah, 2010 : 162) Keterangan : rhitung =koefisien korelasi ∑X
= jumlah skor item
∑Y
= jumlah skor total
N
= jumlah responden Setiap pertanyaan yang diteliti dinyatakan valid jika rhitung > rtabel dan
dinyatakan tidak valid jika rhitung < rtabel . 3.7.1.2 Uji Reliabitas Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya. Rumus yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah :
58 2 k b rxy 1 t2 k 1
(Sangadji dan Sopiah, 2010 : 166) Keterangan : rxy
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan
2 b
t2
= jumlah varian butir = varian total Uma Sekaran dalam (Pryatno, 2013 : 30) menyatakan bahwa dalam
penentuan tingkat reabilitas suatu item, dilakukan dengan melihat nilai Croanbach’s alpha. Jika : a. Croanbach’s alpha < 0,6, maka reabilitas dikatakan buruk b. Croanbach’s alpha 0,6-0,79, maka reabilitas dikatakan cukup c. Croanbach’s alpha >0,8, maka reabilitas dikatakan baik. 3.8
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam metode analisis,
yaitu : a. Analisis deskriptif kualitatif dimana peneliti mengelompokkan data dan menginterpretasi hasil jawaban dari wawancara, observasi, dan kuesioner. b. Analisis Kuantitatif, adalah teknik analisis data yang digunakan untuk mengumpulkan data, dan menyatakan variabel yang menggambarkan persepsi muzakki terhadap akuntabilitas dan transparansi zakat dalam kategori yang kemudian akan menjadi total skor dari pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner diukur dengan menggunakan skala Likert dengan lima poin jawaban seperti:
59 1. Sangat Setuju (SS) dengan bobot 5 2. Setuju (S) dengan bobot 4 3. Netral (R) dengan bobot 3 4. Tidak Setuju dengan bobot 2 5. Sangat Tidak Setuju (STS) 3.8.1
Analisis Regresi Berganda Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Teknik ini dipilih karena tegolong mudah dipahami dan tidak membutuhkan jumlah sampel yang besar karena waktu penelitian yang cukup sempit. Model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah : Y=β0 + β1X1 + β2X2 Keterangan : Y
= Kualitas LAZ
β0
= konstanta regresi
β1
= koefisien regresi X1
β2
= koefisien regresi X2
X1
= akuntabilitas
X2
= transparansi
3.8.2
Uji Asumsi
3.8.2.1 Uji Normalitas a. Uji Normalitas Data Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah data telah terdistribusi normal atau tidak. Hal ini dangat penting karena ketika data terdistribusi dengan normal, maka data dianggap dapat mewakili populasi (Pryatno, 2013 : 35). Setiap data yang akan diteliti harus diuji normalitiasnya dengan menggunakan uji
60 Kolmogorov Smirnov. Suatu data dikatakan normal jika persentasenya lebih besar dari 5%. b. Uji Normalitas Residual Uji normalitas residual adalah salah satu uji asumsi klasik yang digunakan untuk melihat apakah data residual terdistribusi dengan normal atau tidak. Residual adalah selisih antara nilai variabel dependen dengan variabel dependen hasil regresi (Pryatno, 2013 : 49). Metode yang digunakan untuk melakukan uji normalitas residual dalam penelitian ini adalah metode grafik P-P plot.
3.8.2.2 Uji Heterokedasitas Uji heterokedasitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terdapat ketidaksamaan varians residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika terjadi perbedaan varians, maka terjadi heterokedasitas sehingga model regresi dikatakan kurang baik. Pengujian heterokedasitas dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Spearman’s Rho yang dilakukan dengan melihat korelasi Spearman antara residual dengan setiap variabel independen. Jika signifikansi antara variabel independen
dengan
residual
lebih
dari
0,05,
maka
tidak
terjadi
heterokedastisitas. Heterokedastisitas juga dapat dilihat melalui grafik. Jika grafik bersifat random, maka tidak terjadi heterokedastisitas. 3.8.2.3 Uji Multikolinieritas Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan korelasi kuat antar variabel independen. Setiap variabel tidak boleh memiliki korelasi yang kuat dan sempurna sehingga menyebabkan koefisien korelasi
61 antar variabel adalah satu. Jika hal ini terjadi, maka koefisien korelasi tidak dapat ditaksir dan nilai standar error menjadi tak terhingga. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas, maka digunakan rumus Varians Inflation Factor (VIF). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas, nilai VIF harus di bawah 10 dan nilai Tolerance harus melebihi 0,1. Rumus VIF : VIF
= 1/(1-R2)
Rumus Tolerance : TOL
3.8.3
= (1-R2)
Uji Hipotesis Secara statistik, uji statistik dikatakan signifikan jika berada dalam daerah
penerimaan H0. Pada penelitian kali ini, uji hipotesis yang digunakan adalah Uji t an Uji F
3.8.3.1 Uji t Uji t digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial. Rumusnya adalah :
thitung
b sb
Keterangan : b
= koefisien regresi
sb
= standar kesalahan dari variabel independen.
62 Melalui uji t, tingkat kesalahan yang digunakan peneliti adalah 5% atau 0,05 pada taraf signifikan 95%. Hipotesis statistik parsial yang akan diuji dalam penelitian kali ini adalah : a. H01 : β1< 0, Akuntabilitas Laporan Keuangan tidak berpengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. b. Ha1 : β1 ≥ 0, Akuntabilitas Laporan Keuangan berpengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. c. H02 : β2< 0, Transparansi Laporan Keuangan tidak berpengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. d. Ha2 : β2 ≥ 0, Transparansi Laporan Keuangan berpengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. Pengujian dilakukan dengan membandingkan t-hitung yang didapat dari hasil regresi dengan t-tabel yang merupakan nilai kritis, dengan syarat: a. Jika nilai t-hitung ≥ t-tabel, maka hipotesis nol ditolak, artinya akuntabilitas dan/atau transparansi berpengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. b. Jika nilai t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol diterima, artinya akuntabilitas dan/atau transparansi tidak berpengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. 3.8.3.2 Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Hipotesis statistik yang akan diuji dengan Uji F adalah : a. H0 : β1 = β2 = 0, akuntabilitas dan transparansi secara simultan tidak berpengaruh terhadap kualitas LAZ
63 b. Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0, akuntabilitas dan transparansi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas LAZ Pengujian dilakukan dengan membandingkan t-hitung yang didapat dari hasil regresi dengan t-tabel yang merupakan nilai kritis, dengan syarat: e. Jika nilai F-hitung ≤ F-tabel, maka hipotesis nol diterima, artinya akuntabilitas dan transparansi secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat. f.
Jika nilai F-hitung > F-tabel, maka hipotesis nol ditolak, artinya akuntabilitas dan transparansi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat.
3.8.3.3 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa besar kemampuan model menerangkan hubungan antar variable independen dan dependen. Jika koefisien determinasi mendekati satu, berarti variabel independen menjelaskan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variable dependen (Ghozali dalam Gaffar, 2012 : 31) Nilai R2 terletak di antara 0 dam 1. Jika hasil yang diperoleh > 0,5, maka model yang digunakan dianggap cukup andal dalam membuat estimasi. Adapun rumusnya adalah : R2= a1ΣX1Y + a2ΣX2Y+ a3ΣX3Y ΣY2
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Gambaran Singkat Perusahaan Dompet
Dhuafa
adalah
lembaga
nirlaba
yang
dibentuk
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf, serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga). Dompet Dhuafa tercatat di Departemen Sosial RI sebagai organisasi yang berbentuk yayasan. Dompet Dhuafa Sulsel sendiri didirikan pada tahun 2009 dan saat ini bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional untuk program Layanan Kesehatan Cuma-Cuma.
4.2
Uji Validitas Untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak adalah
dengan mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total item adalah jumlah keseluruhan item. Data yang diuji adalah data yang berasal dari muzakki amil zakat. Nilai korelasi untuk data muzakki dibandingkan dengan nilai r tabel pada n = 43 dan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hal ini, maka r tabel adalah 0,301. Sedangkan untuk amil zakat, nilai korelasi yang digunakan adalah nilai pada r tabel dengan n=9 dan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hal ini, nilai r tabel adalah 0,666. Berikut adalah hasil uji validitas terhadap variabel X1 yaitu akuntabilitas yang diolah dengan menggunakan software IBM SPSS 19 :
64
65 Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Data Muzakki Variabel X1 (Akuntabilitas) Item
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,529
0,301
Valid
2
0,615
0,301
Valid
3
0,659
0,301
Valid
4
0,561
0,301
Valid
5
0,353
0,301
Valid
6
0,577
0,301
Valid
7
0,563
0,301
Valid
Pertanyaan
Sumber : Data diolah, 2013
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Data Amil Zakat Variabel X1 (Akuntabilitas) Item
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,770
0,666
Valid
2
0,910
0,666
Valid
3
0,749
0,666
Valid
4
0,910
0,666
Valid
5
0,696
0,666
Valid
6
0,753
0,666
Valid
7
0,933
0,666
Valid
Pertanyaan
Sumber : Data diolah, 2013
Berdasaran hasil uji validitas, dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan dalam variabel akuntabilitas valid, baik yang akan digunakan pada muzakki maupun amil zakat, karena nilai rhitung lebih besar dari rtabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan yang terkait dengan pengukuran akuntabilitas dapat digunakan dalam penelitan. Uji validitas juga dilakukan terhadap variabel X2, yaitu transparansi yang hasilnya tercantum dalam tabel di bawah ini.
66 Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Data Muzakki Variabel X2 (Transparansi) Item
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,549
0,301
Valid
2
0,737
0,301
Valid
3
0,724
0,301
Valid
4
0,616
0,301
Valid
5
0,641
0,301
Valid
6
0,458
0,301
Valid
7
0,608
0,301
Valid
Pertanyaan
Sumber : Data diolah, 2013
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Data Amil Zakat Variabel X2 (Transparansi) Item
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,853
0,666
Valid
2
0,826
0,666
Valid
3
0,868
0,666
Valid
4
0,851
0,666
Valid
5
0,826
0,666
Valid
6
0,693
0,666
Valid
7
0,851
0,666
Valid
Pertanyaan
Sumber : Data diolah, 2013
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan dalam variabel transparansi , baik yang akan digunakan pada muzakki maupun amil zakat,, dinyatakan valid karena nilai rhitung lebih besar dari rtabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua item pertanyaan yang digunakan dapat mengukur variabel transparansi.
67 Selain itu, pada item pertanyaan variabel kualitas, uji validitas menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Data Muzakki Variabel Y (Kualitas) Item
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,708
0,301
Valid
2
0,649
0,301
Valid
3
0,506
0,301
Valid
4
0,688
0,301
Valid
5
0,346
0,301
Valid
6
0,665
0,301
Valid
7
0,610
0,301
Valid
Pertanyaan
Sumber : Data diolah : 2013
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Data Amil Zakat Variabel Y (Kualitas) Item
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,529
0,301
Valid
2
0,615
0,301
Valid
3
0,659
0,301
Valid
4
0,561
0,301
Valid
5
0,353
0,301
Valid
6
0,577
0,301
Valid
7
0,563
0,301
Valid
Pertanyaan
Sumber : Data diolah, 2013
Berdasaran tabel tersebut, dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan yang digunakan dalam mengukur kualitas, baik yang akan digunakan pada muzakki maupun amil zakat, dinyatakan valid karena nilai rhitung lebih besar dari
68 rtabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian. 4.3
Uji Reliabilitas Suatu alat pengukur dikatakan reliabel jika dalam mengukur suatu gejala
pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Penentuan reliabilitas suatu alat penelitian adalah : a. Croanbach’s alpha < 0,6, maka reabilitas dikatakan buruk b. Croanbach’s alpha 0,6-0,79, maka reabilitas dikatakan cukup c. Croanbach’s alpha >0,8, maka reabilitas dikatakan baik. Berikut adalah hasil uji reliabilitas atas variabel-variabel penelitian yang diolah dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 19 :
Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas Data Muzakki Variabel
Cronbach's Alpha
Akuntabilitas
0,620
Transparansi
0,727
Kualitas
0,696
Sumber : Data diolah, 2013
Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas Data Amil Zakat Variabel
Cronbach's Alpha
Akuntabilitas
0,916
Transparansi
0,918
Kualitas
0,925
Sumber : Data diolah, 2013
69 Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha variabel akuntabilitas, transparansi, dan kualitas untuk data muzakki berada pada range 0,6-0,79. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas data berada pada range kedua, yang berarti tingkat reliabilitas dapat diterima atau cukup. Maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang diajukan terkait tiap variabel adalah reliabel. Sedangkan pada amil zakat, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk semua variabel independen untu amil zakat berada pada range >0,8, yang berarti tingkat reliabilitas sangat baik. Maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang diajukan sangat realiabel. 4.4
Deskripsi Karakteristik Responden Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah amil zakat dan
muzakki pada Dompet Dhuafa Sulsel. Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan melalui pembagian kuesioner, karakteristik responden terdiri atas jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, status perkawinan, lama menjadi muzakki, dan lama bekerja di LAZ.
Tabel 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Muzakki
Amil Zakat
Laki-laki
26
Persentase (%) 60,47
Perempuan
17
39,53
Total
43
100,00
Laki-laki
6
66,67
Perempuan
3
33,33
9
100,00
Jenis Kelamin
Total Sumber : Data diolah, 2013
Jumlah
70 Dari data di atas, dapat dilihat bahwa lebih dari 60% jumlah responden, muzakki sebesar 60,47% dan amil zakat sebesar 66,67%, merupakan laki-laki. Sedangkan responden perempuan hanya berkisar 30%, muzakki sebesar 39,53% dan amil zakat sebesar 33,33%. Tabel 4.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
20-25 tahun
2
Persentase (%) 4,65
>25-30 tahun
8
18,60
>30-40
15
34,88
>40 tahun
18
41,86
43
100,00
20-25 tahun
4
44,45
>25-30 tahun
1
11,11
>30-40
2
22,22
>40 tahun
2
22,22
9
100,00
Responden
Muzakki
Usia
Total
Amil Zakat
Total
Jumlah
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa muzakki yang berusia di atas 40 tahun cukup mendominasi dengan persentase 41,86%, sedangkan yang berusia 20-25 tahun hanya 4,65%. Pada amil zakat, karyawan yang berusia 20-25 tahun mencapai 44,45%, sedangkan karyawan yang berusia 25-30 tahun hanya 11,11%. Tabel 4.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden
Muzakki
Pendidikan Terakhir SMA/Sederajat
3
Persentase (%) 6,98
Diploma/Sederajat
7
16,28
S1
23
53,49
S2
10
23,26
Total
43
100,00
Jumlah
71 Lanjutan Tabel 4.11
Amil Zakat
SMA/Sederajat
1
11,11
Diploma/Sederajat
0
0,00
S1
8
88,89
S2
0
0,00
Total
9
100,00
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data di atas dapat diketahui bahwa dari 43 muzakki yang menjadi responden, 53,49% merupakan lulusan S1 dan muzakki lulusan SMA/sederajat, hanya sebesar 6,98%. Sedangkan untuk amil zakat, sebagian besar responden, yakni 88,89% merupakan lulusan S1, dan hanya 11,11% yang merupakan lulusan SMA/Sederajat.
Tabel 4.12 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan Responden
Status Perkawinan
Belum Menikah Muzakki Menikah Cerai/Meninggal Total Belum Menikah Amil Zakat Menikah Cerai/Meninggal Total
Jumlah
Persentase (%)
8 31 4 43 7 0 2 9
18,60 72,09 9,30 100 77,78 0 22,22 100
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar muzakki yaitu 72,37% muzakki telah berkeluarga, sedangkan 9,30% merupakan duda atau janda. Dapat diketahui pula, bahwa 77,78% amil zakat belum menikah dan 22,22% telah berkeluarga.
72 Tabel 4.13 Karakteristik Muzakki Berdasarkan Masa Menjadi Muzakki Responden
Muzakki
Masa Menjadi Muzakki
Jumlah
Persentase (%)
1 tahun
11
25,58
2-7 tahun
32
74,42
0 43
0,00 100
>7 tahun Total Sumber : Data diolah, 2013
Dari data di atas, diketahui bahwa rata-rata responden telah menjadi muzakki selama 2-7 tahun, yaitu sebesar 74,42% dan sebanyak 25,58% baru menjadi muzakki selama satu tahun. Tabel 4.14 Karakteristik Amil Zakat Berdasarkan Masa Kerja Responden
Amil Zakat
Masa Kerja <5 tahun
9
Persentase (%) 100,00
5-10 tahun
0
0,00
9
100
Total
Jumlah
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa semua amil zakat baru bekerja kurang dari 5 tahun mengingat Dompet Dhuafa Cabang Sulsel yang baru dibuka pada awal tahun 2009.
4.5
Akuntabilitas Lembaga Amil Zakat Data berikut adalah tanggapan responden terhadap indikator dan
perhitungan skor bagi variabel akuntabilitas Dompet Dhuafa Sulsel.
73 Tabel 4.15 Tanggapan Muzakki terhadap Variabel Akuntabilitas (X1) Tang gapan
Sangat Tidak Setuju
Perta f nyaan 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 Rata-rata
Tidak Setuju
% 0 0 0 0 0 0 0
Netral
Sangat Setuju
Setuju
f
%
f
%
f
%
f
%
0 0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 2,33
6 4 12 12 6 4 1
13,95 9,30 27,91 27,91 13,95 9,30 2,33
31 31 25 25 31 29 13
72,09 72,09 58,14 58,14 72,09 67,44 30,23
6 8 6 6 6 10 28
13,95 18,60 13,95 13,95 13,95 23,26 65,12
Skor
172 176 166 166 172 178 197 175,3
Sumber: Data diolah, 2013
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggapan muzakki terhadap berada pada range keempat, yaitu baik. Hal ini dapat diartikan bahwa muzakki menilai bahwa Dompet Dhuafa Sulsel memiliki tingkat akuntabilitas yang baik dalam melaksanakan amanah yang mereka emban. Berdasarkan tanggapan muzakki, indikator yang paling dominan adalah penyaluran zakat Dompet Dhuafa dinilai telah tepat sasaran dimana zakat benar-benar disalurkan kepada golongan yang membutuhkan. Penyaluran zakat yang tepat kepada yang berhak menerima merupakan perwujudan pelaksanaan amanah yang sesuai dengan syariat yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Tabel 4.16 Tanggapan Amil Zakat terhadap Variabel Akuntabilitas (X1) Tanggapan Pertanyaan 1 2 3 4
Sangat Tidak Setuju f % 0 0 0 0
0 0 0 0
Tidak Setuju f 0 0 0 0
% 0 0 0 0
Netral f 0 0 0 0
Sangat Setuju
Setuju
%
f 0 0 0 0
4 3 3 3
% 44,44 33,33 33,33 33,33
f
%
5 6 6 6
55,56 66,67 66,67 66,67
Skor 41 42 42 42
74 Lanjutan Tabel 4.12 5 6 7 Rata-rata
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0 6 0 0 0 5 0 1 11,11 5
66,67 3 55,56 4 55,56 3
33,33 44,44 33,33
39 40 38 40,57
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggapan amil zakat terhadap akuntabilitas berada pada range kelima, yaitu baik yang artinya amil zakat menilai bahwa Dompet Dhuafa Sulsel telah melaksanakan amanah yang mereka emban dengan akuntabel. Dari hasil pengolahan data, indikator yang mendominasi adalah program-program penyaluran zakat yang dinilai dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik serta kemampuan amil zakat dalam bertindak secara adil, baik kepada mustahik maupun muzakki. Setiap mustahik menerima zakat dengan adil dan setiap muzakki diperlakukan dengan adil.
4.6
Transparansi Lembaga Amil Zakat Data berikut adalah tanggapan responden terhadap indikator dan
perhitungan skor bagi variabel transparansi Dompet Dhuafa Sulsel. Tabel 4.17 Tanggapan Muzakki terhadap Variabel Transparansi (X2) Tangga pan
Sangat Tidak Setuju
Pertan f yaan 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 Rata-rata
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
%
f
%
f
%
f
%
f
%
0 0 0 0 0 0 0
0 1 2 0 0 1 0
0 2,33 4,65 0 0 2,33 0
3 16 12 8 5 4 15
6,98 37,2 27,9 18,6 11,6 9,3 34,9
29 18 24 28 30 17 20
67,4 41,9 55,8 65,1 69,8 39,5 46,5
11 8 5 7 8 21 8
25,6 18,6 11,6 16,3 18,6 48,8 18,6
Sumber : Data diolah, 2013
Skor
180 162 161 171 175 187 165 171,57
75 Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggapan muzakki terhadap transparansi berada pada range keempat, yaitu baik. Hal ini disebabkan oleh pemaparan kebijakan yang dilakukan oleh pihak manajemen memberikan informasi yang relevan untuk muzakki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari sisi pandang muzakki, keterbukaan informasi mengenai kebijakannya sudah baik.
Tabel 4.18 Tanggapan Amil Zakat terhadap Variabel Transparansi (X2) Tanggapan Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sangat Tidak Setuju f % 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
Tidak Setuju
Netral
f
%
f
0 0 1 0 0 0 0
0 0 3,7 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Sangat Setuju
Setuju
%
f 0 0 0 0 0 0 0
3 6 3 4 6 3 4
% 33,33 66,67 33,33 44,44 66,67 33,33 44,44
f
%
6 3 5 5 3 6 5
66,67 33,33 55,56 55,56 33,33 66,67 55,56
Skor 42 39 39 41 39 42 41 40,43
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tanggapan amil zakat terhadap tingkat transparansi berada pada range kelima, yaitu sangat baik, yang artinya amil zakat menilai bahwa Dompet Dhuafa Sulsel telah sangat transparan dalam menjalankan amanah mereka. Hal ini didasarkan pada indikator penerbitan laporan keuangan secara periodik dan pemaparan kebijakan kepada muzakki secara proporsional. Berdasarkan hasil pengolahan data, disimpulkan bahwa pelaporan keuangan dan keterbukaan informasi Dompet Dhuafa Sulsel sudah sangat baik.
76 4.7
Kualitas Lembaga Amil Zakat Data berikut adalah tanggapan responden terhadap indikator dan
perhitungan skor bagi variabel transparansi Dompet Dhuafa Sulsel.
Tabel 4.19 Tanggapan Muzakki terhadap Variabel Kualitas LAZ (Y)
Tanggapan Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sangat Tidak Setuju f % 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
Tidak Setuju f 0 0 0 0 1 0 0
%
Netral
Setuju
Sangat Setuju
f
%
f
f
30,2 11,6 16,3 16,3 34,9 11,6 13,9
25 28 30 26 24 23 30
0 13 0 5 0 7 0 7 2,33 15 0 5 0 6
%
58,1 5 65,1 10 69,8 6 60,5 10 55,8 3 53,5 15 69,8 7
Skor
% 11,6 23,3 13,9 23,3 6,98 34,9 16,3
164 177 171 175 158 182 173 171,43
Sumber : Data diolah, 2013
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggapan muzakki terhadap kualitas secara keseluruhan berada pada range keempat, yaitu baik. Hal ini dapat diartikan bahwa kualitas Dompet Dhuafa Sulsel dalam pandangan muzakki sudah baik. Indikator yang paling mendominasi penilaian kualitas tersebut adalah pemahaman amil zakat dalam menghitung zakat muzakki. Amil zakat dinilai memiliki pemahaman mengenai tata cara perhitungan zakat yang baik sehingga muzakki merasa aman menyerahkan harta mereka untuk dihitung oleh amil zakat.
77 Tabel 4.20 Tanggapan Amil Zakat terhadap Variabel Kualitas LAZ (Y)
Tanggapan Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sangat Tidak Setuju f % 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
Tidak Setuju f 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0 0
Netral
Sangat Setuju
Setuju
f
%
f
0 0 0 1 0 1 0
0 0 0 11,11 0 11,11 0
3 6 4 3 6 3 3
% 33,33 66,67 44,44 33,33 66,67 33,33 33,33
f
%
6 3 5 5 3 5 6
66,67 33,33 55,56 55,56 33,33 55,56 66,67
Skor 42 39 41 40 39 40 42 40,43
Sumber : Data diolah, 2013
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa kualitas Dompet Dhuafa dalam pandangan amil zakat berada pada range kelima, yaitu sangat baik. Amil zakat menilai bahwa kualitas mereka sudah sangat baik. Indikator yang mendominasi penilaian kualitas Dompet Dhuafa Sulsel adalah penyaluran zakat yang dilakukan di daerah sekitar muzakki, dimana amil zakat lebih memprioritaskan penyaluran zakat kepada mustahik yang berada di daerah muzakki. Selain itu, berdasarkan hasil pengolahan data, indikator lain yang mendominasi kualitas lembaga adalah penerapan nilai spiritual Islam oleh para amil zakat dalam beraktivitas. Amil zakat senantiasa menjunjung tinggi nilai spiritual Islam dan melaksanakan aktivitas penyaluran zakat sesuai dengan koridor Islam.
Berdasarkan hasil pengolahan data, disimpulkan bahwa
penyaluran zakat oleh Dompet Dhuafa sudah sangat baik. Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa dalam pandangan muzakki dan amil zakat terhadap akuntabilitas, transparansi, dan kualitas Dompet Dhuafa Sulsel sedikit berbeda. Dalam pandangan muzakki, akuntabilitas, transparansi, dan kualitas Dompet Dhuafa sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan.
78 Sedangkan dalam pandangan amil zakat, akuntabilitas, transparansi, dan kualitas Dompet Dhuafa Sulsel sudah sangat baik. 4.8
Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi
dan analisis regresi berganda. Data yang digunakan untuk melakukan analisis statistik dalam penelitian ini adalah data muzakki dengan jumlah sampel sebanyak 43 orang. 4.8.1
Uji Asumsi Pengujian terhadap asumsi-asumsi dalam analisis regresi berganda perlu
dilakukan sebelum melakukan analisis data dan pengujian hipotesis. Dalam penelitian kali ini, uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas data dan residual, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinearitas
4.8.1.1 Uji Normalitas Data dan Residual a. Uji Normalitas Data Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah uji One Sample Kolmogorov Smirnov. Jika nilai signifikansi >0,05, maka data terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi <0,05, maka data tidak terdistribusi normal. Berikut adalah hasil pengolahan data untuk uji normalitas data. Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas Data Variabel
Nilai Signifikansi
Akuntabilitas
0,482
Transparansi
0,668
Kualitas
0,639
Sumber : Data diolah, 2013 Notes: Data sampel yang digunakan adalah data sampel muzakki (n=43)
79 Dari pengolahan di atas dapat diketahui bahwa semua nilai signifikansi variabel berada di atas 5% atau 0,05. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data telah terdistribusi normal dan dapat mewakili populasi yang menjadi objek penelitian. b. Uji Normalitas Residual Model regresi yang baik adalah model yang memiliki data residual yang terdistribusi dengan normal. Dengan menggunakan metode grafik P-P plot, suatu data dikatakan normal jika data menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal. Gambar 4.1 Grafik Normalitas Residual
Sumber : Data diolah, 2013 Notes: Data sampel yang digunakan adalah data sampel muzakki (n=43)
Melalui grafik di atas dapat dilihat bahwa data tersebar di sekitar garis diagonal. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data residual telah terdistribusi normal dan dapat mewakili populasi yang menjadi objek penelitian.
80 4.8.1.2 Uji Heterokedastisitas Berikut adalah hasil pengolahan data dalam pengujian heterokedastisitas dengan menggunakan metode Spearman’s Rho beserta grafiknya : Tabel 4.22 Hasil Uji Heterokedastisitas Variabel
Nilai Signifikansi
Akuntabilitas
0,768
Transparansi
0,674
Sumber : Data diolah, 2013 Notes: Data sampel yang digunakan adalah data sampel muzakki (n=43)
Gambar 4.2 Grafik Output Uji Heterokedastisitas
Sumber : Data diolah, 2013 Notes: Data sampel yang digunakan adalah data sampel muzakki (n=43)
81 Berdasarkan data dalam Tabel 4.22, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi variabel akuntabilitas dan transparansi berada di atas 0,05. Selain itu, grafik pada gambar 4.2 juga menampilkan pola penyebaran data yang random dan tidak membentuk pola tertentu. Dari kedua data ini, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada kedua variabel. 4.8.1.3 Uji Multikolinearitas Data berikut adalah hasil pengolahan data yang diolah melalui SPSS 19 untuk menguji korelasi linear antara variabel akuntabilitas dan transparansi atau yang dikenal dengan istilah multikolinearitas. Tabel 4.23 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel
Tolerance
VIF
Akuntabilitas
0,673
1,486
Transparansi
0,673
1,486
Sumber : Data diolah, 2013 Notes: Data sampel yang digunakan adalah data sampel muzakki (n=43)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Tolerance untuk kedua variabel adalah 0,673 yang artinya melebihi 0,1 dan nilai VIF adalah 1,486 yang berada di bawah 10. Melalui data ini, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas atau korelasi antar variabel independen. 4.8.2
Analisis Regresi Linear Berganda Tabel berikut ini memperlihatkan hasil analisis regresi linear berganda
yang dilakukan melalui program IBM SPSS Statistics 19 untuk setiap variabel yang telah meliputi koefisien regresi, korelasi, determinasi, serta signifikansi pasial dan simultan yang digunakan untuk pengujian hipotesis.
82 Tabel 4.24 Ikhtisar Hasil Analisis Regresi Linear Berganda No.
Variabel
Koefisien
t
Sig.
1.
Konstanta
3,260
0,997
0,325
2.
Akuntabilitas (X1)
0,497
3,667
0,001
3.
Transparansi (X2)
0,374
3,534
0,001
F
30,285
R
0,776
2
0,602
R
Sumber : Data diolah, 2013 Notes: Data sampel yang digunakan adalah data sampel muzakki (n=43)
4.8.2.1 Koefisien Regresi Linear Berganda Dari tabel 4.24 di atas, dapat diketahui bahwa konstanta (α) untuk persamaan regresi adalah sebesar 3,260, dan koefisien regresi (β) untuk variabel akuntabilitas (X1) adalah sebesar 0,497 dan untuk variabel transparansi (X2) adalah sebesar 0,374. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka persamaan (model) regresi adalah sebagai berikut : Y = α + β1X1 + β2X2 Y = 3,260 + 0,497X1 + 0,374X2 Persamaan regresi linear berganda di atas dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 3,260 memiliki arti bahwa tanpa variabel akuntabilitas (X1) dan transparansi (X2), kualitas Dompet Dhuafa mencapai nilai 3,260 yang bermakna kualitas Dompet Dhuafa sangat buruk 2. Koefisien regresi variabel akuntabilitas sebesar 0,497 berarti bahwa kenaikan satu skala kualitas akan diikuti oleh kenaikan kualitas sebesar 0,497 dengan asumsi variabel independen lainnya tetap
83 3. Koefisien regresi variabel transparansi sebesar 0,374 berarti bahwa kenaikan satu skala transparansi akan diikuti oleh kenaikan kualitas sebesar 0,374 dengan asumsi variabel independen lainnya tetap.
4.9
Pengujian Hipotesis
4.9.1
Uji Signifikansi Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
parsial berpengaruh terhadap variabel independen. Jika ttabel > thitung, maka Ho ditolak. Sebaliknya, jika ttabel < thitung, maka Ho diterima. Dalam penelitian kali ini, ttabel (t0.025,40) adalah sebesar 2,021. Hasil uji t berdasarkan Tabel 4.24 adalah : a. Untuk variabel akuntabilitas (X1), diketahui bahwa nilai thitung adalah sebesar 3,667. Nilai ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel sehingga Ho1 ditolak, yang artinya akuntabilitas secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas Lembaga Pengelola Zakat (Y). Nilai thitung yang positif berarti semakin tinggi akuntabilitas Lembaga Pengelola Zakat, semakin baik kualitasnya. b. Untuk variabel transparansi (X2), diketahui bahwa nilai thitung adalah sebesar 3,534. Nilai ini menunjukkan thitung > ttabel sehingga Ho1 ditolak, yang artinya transparansi secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas Lembaga Pengelola Zakat (Y). Nilai
thitung
yang positif
berarti semakin tinggi transparansi Lembaga Pengelola Zakat, semakin baik kualitasnya.
4.9.2
Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji apakah
variabel independen secara
simultan berpengaruh terhadap variabel independen. Jika Ftabel > Fhitung, maka Ho
84 ditolak. Sebaliknya, jika Ftabel < Fhitung, maka Ho diterima. Dalam penelitian kali ini, Ftabel (F0.025,40) adalah sebesar 3,232. Fhitung berdasarkan Tabel 4.24 adalah sebesar 30,285 yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti akuntabilitas (X1) dan transparansi (X2) berpengaruh secara simultan terhadap kualitas Lembaga Pengelola Zakat (Y). 4.9.3
Koefisien Determinasi Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase
besarnya pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel independen. Berdasarkan Tabel 4.24, diketahui bahwa koefisien Determinasi (R2) adalah sebesar 0,602 atau 60,2%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase besarnya pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas Lembaga Pengelola Zakat adalah sebesar 60,2% dan pengaruh variabel lain selain akuntabilitas dan transparansi adalah sebesar 39,8%. Dengan demikian, akuntabilitas dan transparansi memiliki peranan penting dalam kualitas Lembaga Pengelola Zakat. 4.10
Pembahasan
4.10.1 Akuntabilitas Dompet Dhuafa Sulsel Dalam perspektif Islam, akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah yang terkait dengan peran sosial manusia yang mengutamakan kesejahteraan umat manusia (Tapanjeh, 2009 : 257). Seseorang atau suatu lembaga dikatakan telah akuntabel jika mampu mengemban amanah yang diperintahkan dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah. Segala aktivitasnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan telah terbukti secara nyata, dilaksanakan dengan adil dan tidak merusak alam sekitarnya.
85 Dalam wawancara yang dilakukan terhadap amil zakat, dana zakat yang terhimpun diserahkan secara tunai kepada mustahik, dan sebagian juga dialihkan ke dalam program-program lain yang dinilai mampu meningkatkan taraf hidup mustahik yang diretas ke dalam beberapa bidang, yaitu : a. Kesehatan Dalam bidang kesehatan, Dompet Dhuafa mendirikan klinik Layanan Kesehatan Cuma-Cuma dan Rumah Bersalin Cuma-Cuma yang terletak di jalan Masjid Raya, Makassar. Selain itu, Dompet Dhuafa juga melaksanakan POS SEHAT dam Aksi Layanan Sehat setiap pekan yang dilakukan dengan mengunjungi daerah-daerah yang masih minim pelayanan kesehatannya. b. Pendidikan Dalam bidang ini, Dompet Dhuafa menyelenggarakan program Sekolah Cerdas Indonesia (SEKOCI) yang merupakan sekolah dasar gratis yang diperuntukkan untuk kaum dhuafa dan SMART Ekselensia yang merupakan sekolah menengah bebas biaya untuk siswa dhuafa yang berprestasi. Melalui pendidikan yang baik, maka diharapkan taraf hidup mustahik dapat meningkat dan bisa terbebas dari kemiskinan. c. Ekonomi Program yang bergerak di bidang ekonomi adalah Kaster Mandiri yang berupa pemberdayaan masyarakat pinggiran dalam bidang pertanian, peternakan, dan kewirausahaan sehingga mustahik bisa menjadi lebih mandiri. d. Sosial Dalam
bidang
sosial,
Dompet
Dhuafa
lebih
mengutamakan
penyelesaian masalah sosial yang ada di masyarakat seperti pelaksanaan
86 program Water Life dimana masyarakat daerah kumuh yang kesulitan memperoleh
air
bersih
memperoleh
bantuan
berupa
pembanguan
penampungan air yang dapat mengalirkan air ke rumah-rumah. e. Kebencanaan Bidang ini lebih mengutamakan bentuk penanggulangan bencana ketika suatu daerah mengalami bencana. Dana zakat yang tersisa setelah pembagian tunai dialokasikan untuk membantu para korban bencana alam. Program-program pengelolaan dana zakat yang disusun oleh amil zakat Dompet Dhuafa Sulsel diterima dengan baik oleh para muzakki. Programprogram yang ada bersifat produktif sehingga para mustahik bisa memperoleh manfaat yang baik atas dana zakat yang ada. Penyaluran dana zakat yang utama adalah penyaluran tunai. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk pengadaan program-program baik yang bersifat produktif seperti di bidang ekonomi ataupun program-program suportif seperti bidang kesehatan yang memang sangat dibutuhkan oleh para mustahik sehingga kesejahteraan mustahik dapat terangkat (wawancara muzakki 9 April 2013). Pelaksanaan program yang penyaluran zakat yang mengutamakan kesejahteraan mustahik sesuai dengan salah satu konsep dan indikator pelaksanaan akuntabilitas dalam persepektif Islam yang dikemukakan oleh Tapanjeh (2009). Selain program penyaluran zakat, proses pengumpulan dana zakat dan penyalurannya dilakukan dengan adil. Setiap muzakki yang ingin menyalurkan dana diperlakukan sama. Amil zakat tidak membeda-bedakan muzakki yang memiliki zakat harta maupun fitrah yang besar dengan muzakki yang lebih kecil zakatnya wawancara muzakki, 11 April 2013). Hal ini sesuai dengan konsep
87 akuntabilitas dalam perspektif Islam menurut Tapanjeh bahwa pengemban amanah
harus
menjunjung
tinggi
nilai
keadilan
dalam
melaksanakan
amanahnya. Dalam melaksanakan aktivitas, baik pelaksanaan program ataupun tugas harian, Dompet Dhuafa senantiasa memperhatikan dampak dari aktivitas mereka terhadap lingkungan. Setiap program penyaluran zakat selalu dievaluasi apakah memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan sekitar atau tidak. Hal ini dilakukan karena lingkungan adalah adalah titipan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga sudah merupakan amanah setiap manusia untuk menjaganya. Setiap aktivitas, baik penghimpunan zakat ataupun penyalurannya selalu dilaporkan kepada muzakki dan pihak lain yang berkepentingan dalam bentuk laporan keuangan. Namun, jika ditinjau dari segi akuntansi, bentuk pelaporan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa masih tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yakni PSAK 109. Bentuk laporan keuangan yang ada hanya berupa laporan aktivitas kas yang menghimpun jumlah dana zakat yang diterima dan bentuk penyaluran serta jumlahnya. Namun, bentuk pelaporan ini dapat diterima dengan baik oleh muzakki karena lebih mudah dipahami (wawancara muzakki 10 April 2013). Tata cara penghimpunan zakat dan tata cara penyalurannya dan aktivitas pelaksanaan amanah telah dilakukan sesuai dengan syariat Islam dimana amil zakat yang bertugas menghitung dan mengumpulkan dana zakat merupakan orang yang ahli dan paham akan syariat dan tata cara penghitungannya. Zakat juga disalurkan kepada delapan asnaf sebagaimana yang diperintahkan dalam Al Qur’an, dan pelaksanaan program penyaluran zakat tidak menyimpang dari koridor Islam. Namun, penyaluran kepada delapan golongan asnaf belum bisa
88 dilakukan secara maksimal. Saat ini, Dompet Dhuafa hanya berfokus pada golongan fakir dan miskin karena sulit menemukan keenam golongan lainnya. Hal ini tentunya masih harus diperbaiki karena panyaluran zakat yang seharusnya adalah kepada delapan golongan asnaf secara menyeluruh, bukan hanya kepada fakir dan miskin. Dalam pandangan muzakki dan amil zakat, Dompet Dhuafa telah memenuhi kriteria atau indikator pelaksanaan akuntabilitas dalam Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Tapanjeh (2009) meskipun masih kurang dalam hal pertanggungjawaban kepada muzakki dalam bentuk laporan keuangan yang masih tidak sesuai. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengolahan data kuesioner yang telah dibagikan kepada muzakki dan amil zakat Dompet Dhuafa Sulsel dimana tingkat akuntabilitas Dompet Dhuafa Sulsel berada pada range baik dalam pandangan muzakki dan sangat baik dalam pandangan amil zakat (Lihat Tabel 4.15 dan 4.16). Muzakki dan amil zakat menilai program-program penyaluran zakat dinilai telah mampu meningkatkan kesejahteraan mustahik, tidak merusak lingkungan, berada dalam konsep syariah, dan pelaksanaan amanah baik interaksi kepada muzakki dan perlakuan terhadap mustahik telah dilakukan dengan adil. Hal ini sejalan dengan makna akuntabilitas dalam Islam, yakni mengutamakan kesejahteraan umat dan peduli lingkungan, sehingga Dompet Dhuafa dinilai telah akuntabel, meskipun dari segi penyaluran zakat masih harus ditingkatkan. 4.10.2 Transparansi Dompet Dhuafa Sulsel Transparansi dalam Islam lebih menekankan pada kejujuran dan keterbukaan dalam melaksanakan amanahnya, terutama dalam menyampaikan informasi. Sebuah lembaga yang transparan mampu memberikan informasi
89 secara lengkap dan jujur kepada pihak yang menerima informasi dan pihak yang membutuhkan informasi tersebut bisa memperoleh informasi tersebut secara mudah. Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Sulsel tidak dipublikasikan kepada publik melalui media massa. Akan tetapi, sejak tahun 2011, masyarakat dapat melihat laporan keuangan Dompet Dhuafa secara nasional melalui situs resmi Dompet Dhuafa (wawancara amil zakat, 15 April 2013). Laporan keuangan Dompet Dhuafa yang meliputi jumlah dana yang terhimpun baik dana zakat, infak, shadaqah dan lainnya mudah diakses oleh publik melalui website resmi Dompet Dhuafa namun laporan keuangan tersebut telah meliputi laporan keuang Dompet Dhuafa se-Indonesia. Para muzakki mendapat buletin setiap bulannya dimana buletin tersebut memaparkan segala aktivitas yang telah dilakukan oleh LAZ. Pemaparan ini merupakan wujud keterbukaan Dompet Dhuafa kepada muzakki sehingga muzakki mengetahui kemana dana zakat mereka disalurkan. Segala aktivitas penyaluran zakat dilaporkan secara terinci dalam buletin tersebut. Setiap kali Dompet Dhuafa Sulsel akan mengambil keputusan atau kebijakan yang mempengaruhi muzakki dalam menyalurkan dana zakatnya seperti rekening penyetoran zakat atau kebijakan lainnya, para amil zakat senantiasa memberitahukan hal tersebut kepada muzakki secara proporsional. Muzakki menilai bahwa pengungkapan bentuk kebijakan yang diambil oleh Dompet Dhuafa, baik itu terkait dengan program penyaluran zakat atau hal lainnya merupakan upaya yang baik dan memperlihatkan bahwa Dompet Dhuafa cukup terbuka kepada muzakki mengenai pelaksanaan amanahnya (wawancara muzakki, 10 April 2013).
90 Dalam pandangan muzakki dan amil zakat, Dompet Dhuafa telah melaksanakan prinsip transparansi sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh Tapanjeh mengenai wujud transparansi dalam Islam. Dengan mengacu pada hasil penelitian, muzakki dan amil zakat menilai bahwa Dompet Dhuafa telah cukup transparan dan terbuka dalam melaksanakan amanahnya. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengolahan data kuesioner yang telah dibagikan kepada muzakki dan amil zakat Dompet Dhuafa Sulsel dimana tingkat transparansi Dompet Dhuafa Sulsel berada pada range baik dalam pandangan muzakki dan sangat baik dalam pandangan amil zakat (Lihat Tabel 4.17 dan 4.18). muzakki dan amil zakat menilai bahwa Dompet Dhuafa telah menyediakan kemudahan dalam
mengakses
informasi,
terbuka,
dan
jujur
dalam
melaksanakan
amanahnya. Hal ini sejalan dengan makna transparansi dalam Islam yang mengutamakan kejujuran sehingga Dompet Dhuafa dapat dinyatakan telah transparan. 4.10.3 Kualitas Dompet Dhuafa Sulsel Sebuah lembaga dalam hal ini Lembaga Pengelola Zakat dikatakan berkualitas jika mampu memenuhi kebutuhan para stakeholdernya, yaitu muzakki dan mustahik. Lembaga yang berkualitas harus mampu mengelola zakat secara efektif dan efisien, serta bersikap responsif dan proaktif terhadap kebutuhan stakeholder. Dompet
Dhuafa
memberikan
kemudahan
bagi
muzakki
dalam
mengihtung zakat yang harus dikeluarkan. Dompet Dhuafa menyediakan jasa penghitungan zakat sehingga jumlah zakat yang dikeluarkan sesuai dengan syariah.
Layanan
mempercayakan
seperti
ini
penghitungan
sangat zakat
membantu
kepada
para
muzakki. amil
zakat
Muzakki karena
91 pemahaman mereka terhadap tata cara penghitungan zakat tidak dapat diragukan lagi. Para karyawan yang bekerja pada Dompet Dhuafa juga sangat ramah dan mencerminkan sikap seorang muslim. Mereka memberikan pelayanan yang baik ketika muzakki datang. Mereka juga cukup dekat dengan para mustahik yang berada di sekitar Dompet Dhuafa. Mereka biasa mengundang anak-anak yatim dan fakir miskin untuk sekedar mengobrol atau bermain (wawancara muzakki, 12 April 2013). Dompet Dhuafa berusaha sebaik mungkin untuk lebih mengutamakan mustahik yang berada pada daerah muzakki. Namun sebagian besar zakat disalurkan bukan pada daerah muzakki karena kebanyakan muzakki bertempat tinggal di luar kota dan lingkungan mereka dinilai cukup mapan (wawancara amil zakat, 15 April 2013). Berdasarkan hasil penelitian, Dompet Dhuafa Sulsel sudah cukup berkualitas dalam mengelola zakat. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengolahan data kuesioner yang telah dibagikan kepada muzakki dan amil zakat Dompet Dhuafa Sulsel dimana kualitas Dompet Dhuafa Sulsel berada pada range baik dalam pandangan muzakki dan sangat baik dalam pandangan amil zakat (Lihat Tabel 4.19 dan 4.20). Muzakki dan Amil Zakat menilai bahwa bentuk pengelolaan zakat telah tepat sasaran dan efisien, memiliki sifat responsif terhadap mustahik, muzakki, dan alam serta senantiasa menjunjung nilai-nilai spritual Islam dan menjalankan amanah yang diberikan sesuai dengan syariat sehingga Dompet Dhuafa dapat dikatakan berkualitas.
92 4.10.4 Pengaruh
Akuntabilitas
dan
Transparansi
terhadap
Kualitas
Lembaga Pengelola Zakat Dengan mengacu pada hasil penelitian, dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian yaitu akuntabilitas dan transparansi memiliki pengaruh terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat dapat diterima karena akuntabilitas dan transparansi berpengaruh secara simultan terhadap kualitas Lembaga Pengelola Zakat. Baik akuntabilitas maupun transparansi secara parsial mempengaruhi kualitas Lembaga Pengelola Zakat secara signifikan. Hal ini sejalan dengan konsep Good Zakat Governance yang dikemukakan Mahmudi (2009) bahwa salah satu bentuk Lembaga Amil Zakat yang berkualitas adalah lembaga amil zakat yang akuntabel dan transparan dalam melaksanakan amanahnya. Berdasarkan hasil regresi, ketika prinsip akuntabilitas dan transparansi tidak terlaksana dengan baik, maka kualitas Lembaga Pengelola Zakat tidak dapat dikatakan baik. Pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas Lembaga Pengelola Zakat cukup besar dan signifikan, yakni mencapai 60,2%. Jumlah ini sangat besar sehingga akuntabilitas dan transparansi merupakan variabel penting dalam peningkatan kualitas sebuah Lembaga Pengelola Zakat. Dalam pandangan muzakki Dompet Dhuafa Sulsel, penilaian kualitas lebih ditekankan pada pelaksanaan program penyaluran zakat secara nyata. Pelaksanaan program secara nyata merupakan wujud akuntabilitas. Ketika amil zakat mampu menjalankan program penyaluran zakat secara baik, maka kualitas lembaga amil zakat dapat dikatakan baik. Namun jika lembaga amil zakat tidak mampu memberikan informasi mengenai apa yang mereka lakukan dan yang akan mereka lakukan, maka kualitas Lembaga Amil Zakat belum cukup baik (wawancara muzakki 12 April 2013). Keterbukaan dan
93 kejujuran dalam mengungkapkan informasi ini merupakan wujud transparansi. Hal ini menunjukkan bahwa baik secara parsial maupun simultan, akuntabilitas dan transparansi mempengaruhi kualitas Lembaga Pengelola Zakat. Sebuah lembaga amil zakat yang berkualitas mampu menerapkan nilainilai Islam dalam melaksanakan amanahnya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai kejujuran, keterbukaan, dan amanah. Ketiga nilai ini mencermikan pelaksanaan akuntabilitas
dan
transparansi.
Sehingga
akuntabilitas
mempengaruhi kualitas suatu lembaga amil zakat.
dan
transparansi
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Dalam pandangan muzakki, pelaksanaan konsep akuntabilitas dan transparansi Dompet Dhuafa Sulsel sudah baik. Kualitas Dompet Dhuafa Sulsel juga sudah baik. b. Dalam pandangan amil zakat, pelaksanaan akuntabilitas Dompet Dhuafa sudah baik dan pelaksanaan transparansinya sudah sangat baik. Kualitas Dompet Dhuafa Sulsel juga sudah sangat baik c. Ditinjau dari perspektif Islam, pelaksanaan akuntabilitas Dompet Dhuafa belum begitu maksimal karena penyaluran zakat hanya terfokus pada golongan fakir dan miskin, belum disalurkan secara maksimal kepada enam golongan lainnya yaitu amil, gharimin, riqab, muallaf, ibnu sabil, dan fii sabilillah. d. Akuntabilitas maupun transparansi secara parsial memiliki peranan atau pengaruh yang signifikan terhadap kualitas Dompet Dhuafa Sulsel. e. Akuntabilitas dan transparansi secara simultan memiliki peranan atau pengaruh yang siginifikan terhadap kualitas Dompet Dhuafa Sulsel.
93
94 5.2
Saran a. Saran untuk Dompet Dhuafa Sulsel : 1. Sebaiknya program-program penyaluran zakat yang dinilai cukup sukses
dapat
dipertahankan
dan
pelaksanaannya
dapat
menyentuh lebih banyak mustahik 2. Penyaluran zakat kepada enam golongan lainnya sebaiknya lebih ditingkatkan 3. Laporan keuangan sebaiknya mulai disusun sesuai dengan PSAK No. 109. b. Saran untuk peneliti selanjutnya : 1. Agar hasil penelitian bisa lebih maksimal, objek penelitian yang digunakan sebaiknya lebih dari satu Lembaga Pengelola Zakat dan jumlah muzakki yang menjadi responden juga lebih diperbanyak. Hal ini dapat lebih mengembangkan model penelitian sehingga pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas LAZ dapat ditinjau baik dari sisi pandang muzakki maupun amil zakat. 2. Referensi mengenai indikator akuntabilitas dan transparansi dalam
perspektif
syariah
sebaiknya
diperbanyak
sehingga
penelitian menjadi lebih optimal dan menarik 3. Jika memungkinkan, observasi penelitian sebaiknya diperluas dengan melihat secara langsung pelaksanaan program-program penyaluran zakat kepada mustahik.
95 5.3
Keterbatasan Penelitian Adapun yang menjadi keterbatasan peneliti dalam melaksanakan
penelitian adalah : a. Keterbatasan referensi atau literatur yang menyangkut akuntabilitas dan transparansi dalam perspektif Islam sehingga penentuan indikator pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi sangat terbatas b. Keterbatasan
referensi
mengenai
pengaruh
akuntabilitas
dan
transparansi terhadap kualitas Lembaga Amil Zakat sehingga sulit melihat pembanding hasil penelitian c. Dompet Dhuafa Sulsel selaku objek penelitian membatasi data muzaki yang boleh dijadikan responden oleh peneliti d. Tidak semua muzakki yang menjadi responden bersedia memberikan pendapatnya. e. Jumlah amil zakat yang menjadi responden sangat kecil sehingga tidak memenuhi syarat untuk melakukan analisis regresi. Hal ini menyebabkan model regresi hanya didasarkan pada sisi pandang muzakki.
96 DAFTAR PUSTAKA Al Qur’an dan Al Hadist Abubakar, Irfan dan Chaider S. Bamualim. 2006. Fliantropi Islam dan Kead Sosial, Studi tentang Potensi, Tradisi, dan Pemanfaatan Fliantropi. Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture, UIN Syarif Hidayatullah Anonymous. 2007. Akuntabilitas Lembaga Amil Zakat: Sebuah Study Deskriptif Casual Comperatife, (Online), (http://demustaine.blogdetik.com/2007/08/24/akuntabilitas-lembagaamil-zakat/, diakses 16 Desember 2012). Ar Rahman, Muhammad Abdul Malik. 2003. Pustaka Cerdas Zakat: 1001 Masalah Zakat dan Solusinya. Jakarta: Lintas Pustaka. As Syahatah, Husein. 2004. Akuntansi Zakat. Jakarta. Pustaka Progressif. Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2005. Pedoman Zakat. Semarang. Hayam Wuruk. Avisenna, Abu. 2010. Mengurai Strategi Pemasaran Organisasi-organisasi Pengelola Zakat. (Online), (http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2010/08/03/menguraistrategi-pemasaran-organisasi-pengelola-zakat/, diakses tanggal 14 Januari 2013). Badan Amil Zakat Nasional. 2011. Penerimaan dan Penyaluran 2011 Bulan Desember 2011. (http://www.baznas.or.id/laporan-bulanan/?did=11, diakses tanggal 10 Desember 2012). Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2008. Eksposure Draft PSAK No. 107-109. Jakarta : Ikatan Akuntan Indonesia Faisal. 2011. Sejarah Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia. Analisis, Volume XI No.2: 241-272. Gaffar, Hulaifah. 2012. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Kantor Wilayah X Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar : Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Instruksi Menteri Agama RI Nomor 5 tahun 1991 tentang Perhitungan Zakat. (Online). (http://bazkabmalang.org/index.php?pilih=hal&id=8, diakses tanggal 14 Januari 2013). International Oganization Management.
for
Standardization.
2009.
ISO
9000
Quality (Online).
97 (http://www.iso.org/iso/home/standards/managementstandards/iso_9000.htm , diakses tanggal 6 Maret 2013). Jahar, Asep Saepudin. 2010. Masa Depan Filantropi Islam Indonesia : Kajian Lembaga-lembaga Zakat dan Wakaf. Makalah disajikan dalamAnnual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10, Banjarmasin, 1-4 November. KNKG. 2006. Indonesia’s Code of Good Corporate Givernance. (Online), (http://www.knkgindonesia.com/KNKGDOWNLOADS/Indonesia%27s%20Code%20of%2 0GCG%202006.pdf). Kholmi, Masiyah. 2012. Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam. Jurnal Studi Masyarakat Islam. Volume 15 Nomor 1: 63-72. Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran : Pendekatan Praktis. Yogyakarta : Graha Ilmu Mahmudah, Umi. 2007. Manajemen Dana di Lembaga Zakat (Studi pada Lembaga Zakat Baitul Maal Hidayatullah Cabang Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Mahmudi. 2009. Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat. Ekbisi, Volume 4 Nomor 1:69-84. Maryati, Sri. 2012. Analisis Akuntabilitas dan Transparansi Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat di Kota Bandung. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung : Jurusan Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Nahaba, Budi. 2011. Potensi Zakat Indonesia Bisa Capai 217 Triliun Rupiah. (Online), (http://www.voaindonesia.com/content/zakat-indonesiaberpotensi-capai-rp-217-triliun-128033973/97000.html, diakses tanggal 13 Desember 2012). Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. PIRAC. 2007. Meningkat, Kesadaran dan Kapasitas Masyarakat dalam Berzakat. (Online), (http://pirac.org/resume-penilitian/potensi-dan-perilakumasyarakat-dalam-berzakat/). Pryatno, Duwi. 2013. Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS Untuk Pemula. Yogyakarta : Mediakom. Rahmadita. 2012. Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat dalam Kehidupan Sosial. Jurisdictie, Jurnal hokum dan Syariah, Volume 3 Nomor 1: 2434.
98 Rahman. Abdul Rahim Abdul. 1998. Issues in Corporate Accountability and Governance: An Islamic Perspective. The American Journal of Islamic Social Science, Volume 15 No.1 : 55-69. Rayasa, Yulisa Aviantie. 2011. Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Laporan Keuangan Terhadap Tingkat Penerimaan Dana Zakat pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Kota Bandung. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung : Jurusan Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian, Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta : Andi. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Yogyakarta: Graha Ilmu.
dan Kualitatif.
Rahmadita. 2012. Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat dalam Kehidupan Sosial. Jurisdictie, Jurnal hokum dan Syariah, Volume 3 Nomor 1: 2434. Tapanjeh, Abdussalam Mohammed Abu. 2009. Corporate Governance from the Islamic Perspective : A Comparative Analysis with OECD Principles. Critical Perspectives on Accounting , Volume 20 : 556-567. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, (Online),(http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4eef0270317fd /nprt/lt4d50fbec8b2ce/uu-no-23-tahun-2011-pengelolaan-zakat, diakses 10 Desember 2012).