BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pandangan orang Barat terhadap negeri Jepang adalah sebagai sebuah negeri
yang jauh dengan penghuni suatu bangsa yang belum mereka kenal. Jepang merupakan sebuah negeri dengan tradisi perang yang kuat namun mahir dalam seni menciptakan terobosan dalam bidang produksi, dan perdagangan. Sebuah negeri Timur yang industrinya didasarkan pada teknologi Barat yang maju, suatu bangsa yang sangat tinggi daya ciptanya, sebuah negeri bahari yang penduduknya hampir secara keagamaan bersatu dengan tanahnya. Pola sejarah kebudayaan Jepang yang luar biasa sudah mulai terbentuk pada tahap awal. Karena secara geografis terpencil dari peradaban-peradaban yang besar. Pada abad ke 16 Jepang lebih memfokuskan penyerapan terhadap kebudayaan China serta agama Budha dan memeluknya secara bersemangat. Namun demikian, walaupun keadaan organisasi sosial dan politik Jepang secara relatif masih primitif, sebagian besar penyerapan itu dilakukan dalam bentuk penyesuaian lembaga-lembaga serta gagasan-gagasan dari China dengan keperluan dan kepentingan Jepang. Di bidang manapun penyesuaian ini tidak tampak jelas, seperti di bidang agama, dalam upacara-upacara agama yang dihubungkan dengan sifat kedewaan kaisar, unsur Budha dan Shinto asli yang tradisional menjadi bercampur baur. Pada waktu yang sama, di seluruh negeri, agama Shinto yang lebih primitif tetap bertahan berdampingan dengan bentuk-bentuk agama Budha yang didatangkan. Dengan begitu sejak awal telah dipamerkan kemampuan hakiki orang Jepang untuk
1
hidup dan percaya pada taraf berbeda dan tingkat ekonomi yang berlain-lainan. Jepang terus mengembangkan kebudayaan yang cemerlang pada jaman Heian dengan bercampur unsur-unsur China. Demikian pula pada jaman yang lebih modern, sesudah dahulunya berjumpa dengan dunia Barat dan mengambil ahli-ahli teknik Barat dengan rajin, Jepang menarik diri kali ini dengan sengaja, dan sepanjang masa yang dikenal sebagai masa Negeri Tertutup itu. Jepang berkembang dengan caranya sendiri yang khas. (Leonard,1983:7-9) Salah satu hasil dari pemikiran budaya China adalah pemikiran Konfusianisme. Konfusianisme berkembang pesat di Jepang, kemudian bercampur dengan pemikiran Budha, Zen dan Shintoisme (yang merupakan beberapa kepercayaan masyarakat Jepang pada saat itu). Semua ini membentuk kode nilai-nilai pejuang yang dikenal sebagai Bushido.
1.1.1
武士道
Asal Mula Munculnya Kaum Samurai (Bushi)
武士
Pada awal abad ke 8 untuk menghindari kemungkinan terjadinya perebutan kekuasaan antara keluarga bangsawan, dibuat sebuah peraturan yang membatasi keturunan kaisar hanya sampai pada generasi ke 5 saja. Generasi ke 6 kembali menjadi rakyat biasa, tanpa gelar kebangsawanan lagi. Diantara mereka memperoleh nama keluarga baru, seperti nama Minamoto, yang berasal dari keturunan kaisar Seiwa (858-867) dan keluarga Taira yang berasal dari keturunan kaisar Kamu (781-806). (Conrad,1981:64). Karena mereka tidak memiliki status kebangsawanan lagi, banyak yang pergi meninggalkan ibu kota menuju berbagai wilayah pelosok untuk mencari kehidupan baru. Di daerah-daerah ini mereka diterima oleh rakyat setempat karena dianggap sebagai
2
keturunan kaisar, apalagi banyak yang masih memiliki orang tua atau keluarga yang berstatus bangsawan. Pada umumnya mereka terdidik dengan baik, sehingga bisa menjadi pemimpin dalam keamanan di daerah, sebagai pimpinan sekelompok orang bersenjata di tanah-tanah pertanian atau Shoen. Keluarga bangsawan Fujiwara yang berkuasa pada jaman Heian (792-1192) menjalankan politik pemerintahan sebagai Kanpaku atau wakil kaisar. Mereka bersama dengan biara-biara Budha, menguasai tanah pertanian dengan sistem yang disebut sebagai Shoen. Sistem penguasaan tanah ini berawal dari prakarsa pemerintah untuk menigkatkan hasil pertanian negeri, yaitu dengan mengijinkan dibukanya tanah-tanah garapan baru. Lama kelamaan, para penguasa tanah tersebut saling berlomba untuk meluaskan wilayah Shoen, yang dikuasainya dan menganggap tanah tersebut sebagai milik pribadi. Akibatnya, rakyat kecil yang hanya memiliki sebidang tanah kecil merasa lebih aman untuk berlindung kepada tuan tanah setempat dengan menyerahkan miliknya itu, tetapi mereka tetap menggarap sendiri tanah tersebut. Menjelang abad ke 10, sering terjadi perselisihan antara pemilik Shoen. Para tuan tanah yang umumnya tinggal di ibu kota, mulai mempersenjatai petaninya seiring menigkatkan ilmu kemiliteran, seperti keahlian memanah, berkuda, memainkan pedang dan tombak, dan sebagainya. Semakin lama, kelompok bersenjata ini semakin kuat, dan banyak yang dipimpin oleh bekas bangsawan dari keluarga Minamoto dan Taira. Bahkan para petugas pemungut pajak pemerintah tidak berdaya menghadapi mereka. Pada pertengahan abad ke 10, ibu kota Heian mulai tidak aman. Keluarga penguasa menggunakan orang-orang bersenjata atau yang lebih dikenal sebagai Bushi atau Samurai untuk melindungi harta-hartanya, karena pasukan pengaman pemerintah sudah tidak berdaya lagi menghadapi gerombolan-gerombolan pengacau. Sementara itu,
3
berbagai kelompok kecil Samurai menggabungkan diri kepada kelompok yang lebih besar lagi. Sehingga kekuatan Samurai menjadi lebih nyata. Pemimpin atau panglima kelompok tersebut, dikenal sebagai Toryo, sedangkan pengikutnya disebut Karai. (Suradjaya,2001:43). Kelompok Samurai ini sejak awal abad ke 10 mulai saling merebut daerah kekuasaan. Pada tahun 940, seorang tokoh Taira yang berkuasa di wilayah Kanto bernama Taira No Masakado, menyatakan dirinya sebagai kaisar. Pemberontakan ini dapat dikuasai oleh pemerintah dengan bantuan kekuatan kelompok Bushi lainnya, demikian juga dengan berbagai kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah lainnya. Walaupun kerusuhan dapat diatasi, tertapi kewibawaan pemerintah menurun, pengumpulan pajak terhambat, serta ibu kota menjadi berantakan. Di pedalamanpun rakyat hidup menderita, karena gangguan dari berbagai gerombolan liar yang merampok, membakar, serta berbuat kekerasan terhadap penduduk secara bergantian. Akibatnya sawah-sawah mereka terlantar. Menjelang abad ke 20 kekuasaan Bushi menggeser kekuasaan Fujiwara, berbagai posisi penting di pemerintahan mulai dipegang Bushi. Penguasa sendiri, menggabungkan dua kekuatan kelompok kuat dari Minamoto dan Taira untuk menumpas kerusuhan, dan sebagai imbalannya mereka membagi berbagai hadiah dalam bentuk tanah, pangkat, kekuasaan militer. Kemudian karena masing-masing kelompok merasa memiliki kekuatan yang sama, maka kedua kelompok tersebut mulai saling menyerang dalam perang yang dikenal sebagai perang Honen di tahun 1156 dan perang Heiji tahun 1159. Perang berasal dari perebutan kekuasaan antara kaisar yang memerintah dengan bekas kaisar yang kini menjadi pendeta Budha. Mereka saling mendukung pihak-pihak yang bermusuhan. Kesempatan ini digunakan oleh Taira No
4
Kiyomori pada tahun 1160 untuk menjadi orang kuat di Heian. Kemudian ia memperkuat kedudukannya sebagai wakil kaisar dangan cara mengkawinkan salah satu puteranya dengan keturunan kaisar, sehingga terjalin hubungan kekeluargaan. Kekalahan Minamoto tidak berlangsung lama. Pada tahun 1180, Minamoto No Yoritomo, anak Minamoto No Yoshitomo yang dibunuh oleh Kiyomori mulai menunjukkan kekuatannya. Dan pada tahun 1185, ia berhasil mengalahkan keluarga Taira. kemudian ia mendirikan pusat pemerintahannya di Kamakura, dan pada tahun 1192 diangkat kaisar menjadi Seitai Shogun atau jendral yang berkuasa penuh. Sejak saat itu mulai jaman pemerinthan Bushi atau Samurai yang berlanjut sampai tujuh abad lamanya, dan diakhiri dengan dihapusnya sistem pemerintahan keShogunan di tahun 1868.
1.1.2
Asal Mula Bushido Bushido berasal dari kanji bushi(武士) dan do(道) yang secara literature
diartikan sebagai “pedoman pejuang”, berkembang di Jepang antara masa Heian dan Tokugawa. Ini merupakan kode dan pedoman bagi Samurai, yaitu golongan pejuang yang serupa dengan ksatria Eropa pada abad pertengahan. Bushido dipengaruhi oleh Zen dan Konfusianisme, dua sekolah yang berbeda pada periode itu. Dari ajaran Budhisme, Bushido memiliki kaitan hubungan dengan bahaya dan kematian. Para Samurai tidak takut menghadapi kematian karena mereka mempercayai ajaran Budhisme, yaitu bahwa setelah kematian maka seseorang akan mengalami reinkarnasi dan hidup pada kehidupan lain di bumi agama. Budha tiba di Jepang pada akhir abad ke 16, berasal dari Korea. Para Samurai merupakan pejuang sejak menjadi Samurai sampai akhir hidupnya.
5
Ajaran Zen menitik beratkan pada meditasi, yang merupakan dasar dari setiap agama. Di dalam ajaran Zen diperlukan konsentrasi yang sangat besar dalam pikirannya, untuk mendapatkan kebijaksanaan dan kebebasan spiritual di sekitar alam bebas dan mengarah pada menggambaran terhadap linkungan sekitarnya. Menurut Zen kebijaksanaan manusia sendiri tidak cukup, hanya kebenaran alam semesta yang bisa membuktikan kebijaksanaan yang tinggi. Jadi kita harus menghubungkan diri kita dengan alam semesta dangan cara bermeditasi dengan penuh konsentrasi untuk mendapatkan kebijaksanaan yang tinggi.(Deshimaru,1992:3). Dalam Zen, sebuah sekolah Budhisme, seseorang bisa mencapai tingkat “Absolut”. Meditasi Zen mengajarkan seseorang untuk fokus mencapai tingkat pemikiran yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Zen mengajarkan orang untuk “mengenal diri sendiri” bukan membatasi diri sendiri. Para Samurai menggunakan ini sebagai senjata untuk menghilangkan rasa takut, kebimbangan dan melakukan kesalahan. Shintoisme, masuk ke Jepang dari China melalui Korea pada tahun 538, berasal dari kanji 神道, yang mengandung arti “jalan Dewa” atau “jalan Tuhan”. Shinto merupakan kepercayaan yang ada di Jepang sebelum adanya agama Budha di Jepang dan menjadi agama tradisional Jepang dengan sebutan Dento teki shukyo (伝統的宗教). Shintoisme juga memberikan Bushido jiwa kesetiaan dan patriotisme. Shintoisme merupakan ibadah para nenek moyang yang membuat keluarga imperial menjadi sumber dari seluruh bangsa. Shintoisme menganugerahi Kaisar penghormatan bagai Tuhan. Kaisar merupakan penjelmaan dari surga dan bumi. Dengan kesetiaan mereka , para Samurai bersumpah pada diri mereka untuk berbakti pada Kaisar dan Daimyo atau feodal yang terhormat, yaitu tingkatan tertinggi dalam Samurai. Shintoisme juga
6
merupakan tulang punggung patriotisme bagi negara Jepang. Mereka percaya bahwa tanah Jepang merupakan bagian yang diperuntukkan untuk dilindungi dan dipelihara melalui semangat patriotisme yang tinggi. Bushido mengadopsi ajarannya dari Konfusianisme mengenai kepercayaan dalam berhubungan dengan dunia manusia, lingkungan dan keluarganya. Oleh karena itu, Konfusianisme menekankan para Samurai mengenai 5 ajaran moral mengenai hubungan terhadap masyarakat yang disebut (Gorin),五倫 yaitu: (Kun-Shu) 君主 hubungan antara majikan dan pelayan, (Oya-Ko) 親子 hubungan antara ayah dan anak-anak, (Fu-Fu) 夫婦 hubungan antara suami dan istri, (Ani-Ototo) 兄弟 hubungan antara saudara yang lebih tua dengan yang muda, dan (Nakama) 仲間 antara sesama teman. Selain 5 ajaran tersebut Konfusianisme juga menekankan para samurai mengenai 5 ajaran moral mengenai hubungan terhadap pemerintah yang disebut Gojo, yaitu (Jin) kebaikan, (Gi) kebenaran, (Rei) kewajaran, (Chi) kebijaksanaan, (Shi) keyakinan. (Theodore,1981:365) Bushido merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan prinsip-prinsip kode moral yang berkembang dalam dunia Samurai (militer) di Jepang, berdasarkan pada tradisi nasional yang dipengaruhi oleh Zen dan Konfusianisme. Istilah Bushido pertama kali digunakan saat terjadi perang saudara pada abad ke 16. Salah satu teladan Bushido yang tidak berubah adalah ilmu bela diri, termasuk keahlian atletik, militer serta keberanian menghadapi musuh dalam medan perang. Kesederhanaan hidup, kebaikan dan kejujuran merupakan hal-hal yang amat dijunjung tinggi. Sama halnya seperti Konfusianisme,
Bushido
memerlukan
kesalehan
pengikutnya
dan
kehormatan
tertingginya adalah melayani majikannya sampai akhir hayat. Jika hal ini dilanggar, maka Samurai ini melangkahi kesetiaan terhadap majikannya dan membawa penderitaan
7
bagi orang tua mereka. Pada pertengahan abad 19, standar-standar Bushido telah menjadi suatu teladan umum, dan penghapusan secara sah kelas Samurai pada tahun 1871 telah membuat Bushido semakin berharga bagi seluruh bangsa Jepang. Dalam sistem pendidikan umum, dimana kaisar menggantikan feudal yang ada sebagai objek kesetiaan dan pengorbanan, Bushido menjadi fondasi dalam pelatihan etik. Hal ini memberikan kontribusi akan peningkatan nasionalisme Jepang dan memperkuat moral masyarakat saat perang sesudah tahun 1945.(http://mcel.pacificu.edu/as/students/bushido/bindex.html) Para Samurai merupakan manusia petarung, yang ahli dalam ilmu bela diri. Selain mahir dalam berkuda, mereka juga memiliki keahlian yang tinggi dalam menggunakan busur, panah dan pedang. Para pejuang ini merupakan manusia yang hidup dalam Bushido yaitu cara mereka menjalani hidup. Kesetiaan seorang Samurai kepada kaisar dan pemimpin mereka, atau Daimyo (tuan tanah), merupakan hal yang tak tertandingi. Mereka merupakan manusia yang dapat dipercaya dan jujur. Mereka hidup dalam kesederhanaan dan tidak tertarik dengan kekayaan ataupun material. Para Samurai tidak takut terhadap kematian, mereka bertarung apapun yang terjadi. Baginya mati dalam pertarungan merupakan kehormatan bagi keluarga dan bagi majikannya. Di dalam sebuah petarungan, seorang Samurai biasanya memilih bertarung sacara satu lawan satu. Samurai akan menyebut nama keluarga mereka, tingkatan dan prestasi mereka sebelum bertarung. Kemudian mereka akan mencari lawan yang sepadan untuk melakukan petarungan. Ketika seorang Samurai berhasil membunuh lawannya, maka ia akan memotong kepala lawannya dan membawa kepala tersebut untuk menunjukkan kemenangan yang diraih. Kepala lawan yang memiliki kedudukan dan prestasi yang tinggi akan dikirimkan ke ibukota dan diperlihatkan kepada para
8
pejabat dan yang lainnya. Salah satu cara mengakhiri hidup seorang Samurai yang kalah dalam bertarung adalah dengan kematian atau melakukan ritual bunuh diri Seppuku. Seppuku menjadi suatu bagian yang integral dalam disiplin Samurai, walaupun Seppuku merupakan suatu bentuk tindakan bunuh diri, Seppuku juga sering dianggap sebagai suatu pertahanan yang mendapat makna penghormatan, tapi juga merupakan keharusan suatu hukuman. Seppuku pada saat itu juga merupakan bagian dari Bushido. Kata Seppuku merupakan on atau olahan bahasa Jepang yang berasal dari tulisan China dengan kanji 切腹, yang artinya “memotong perut”. (Seward,1977:1-5) Seppuku, yang artinya mengeluarkan isi perut yang kemudian dikenal sebagai Hara-kiri (dilakukan dengan mengiris perut) merupakan suatu tindakan yang dilakukan seorang Samurai dengan menikamkan sebuah pisau ke dalam perutnya sendiri dan mengeluarkan isi perut mereka dengan cara memotong ususnya. Setelah mengeluarkan isi perutnya, maka Samurai yang lain, biasanya adalah sanak atau teman Samurai tersebut akan memotong kepalanya. Tindakan bunuh diri ini dilakukan dalam keadaan tertentu saja, misalnya untuk menghindari ditawan oleh pihak lawan saat kalah dalam bertarung. Dimana Samurai dapat merasa terhina untuk bertobat atas kesalahan yang dilakukan, dan juga untuk memperingati kesalahan majikan mereka, seorang Samurai lebih memilih untuk mengakhiri hidup mereka daripada memberi aib atau malu bagi nama keluarga dan majikannya. Tindakan ini dianggap sebagai suatu kehormatan sejati. Bushido merupakan pedoman wajib bagi para Samurai dalam menjalani hidupnya sebagai seorang prajurit. Dan karena keterkenalannya di Jepang banyak komik atau manga yang menceritakan tentang Samurai, seperti dalam cerita manga ruroni Kenshin, yang menceritakan tentang perjalanan hidup seorang Samurai.
9
Sang tokoh utama, Himura Kenshin, di masa remajanya dikisahkan sebagai seorang Shadow Assassin atau Hitokiri 人切り(pembunuh orang) yang bergabung dalam Choshunhan Ishinshishi, dan turut berjasa dalam mengantar Jepang menuju jaman Meiji. Himura Kenshin lahir di tahun1849 dan menjalani masa kecil dan remajanya di jaman Bakumatsu atau akhir jaman Bakufu (pemerintahan militer di bawah pimpinan Shougun), Kenshin mengarungi awal hidupnya di masa yang penuh dengan pergolakan. Kala itu Jepang yang ada dibawah pemerintahan Bakufu sedang mengalami guncangan, dumulai pada abad ke-17 oleh Tokugawa Ieyasu. Sistem ini mewajibkan Daimyo atau tuan tanah setempat untuk memiliki dua kediaman, satu diwilayahnya dan satu di kota Edo (waktu itu ibukota Jepang masih Kyoto, dan Edo kelak akan menjadi Tokyo). Kehidupan para Daimyo di Edo membuat mereka dan keluarga mereka terbiasa dengan kehidupan mewah, karena kehidupan di Edo memerlukan biaya yang tinggi. Permintaan yang meningkat akan barang mewah melahirkan kelas sosial yang baru, yakni pedagang. Walau mereka dipandang rendah tapi mereka umumnya kaya raya. Bahwa pedagang yang dipandang hina bisa menumpuk harta, sedangkan Daimyo yang seharusnya berkedudukan tinggi sering berhutang pada mereka, sehingga menimbulkan perasaan bahwa strata sosial di mata masyarakat mulai timpang. Tingginya pajak yang dipungut oleh Daimyou pun turut membebani masyarakat kelas bawah. Walau Kaisar masih dianggap sebagai pemegang tahta yang suci, kekuatan yang sesungguhnya berada di bawah pemerintahan shogun. Shogun didampingi 5 penasehat yang disebut roju, dan dari sini timbul persoalan-persoalan birokrasi ketika terjadi perbenturan pendapat antar elit yang berkuasa. Tata cara yang sudah ditetapkan pendahulu mereka menyulitkan para petinggi Jepang untuk memberlakukan perubahan radikal yang mampu mengatasi
10
keadaan ini. (Animonster,2002:volume43) Bukan hanya masalah internal yang merongrong Jepang. Bangsa barat mulai berdatangan ke negara pulau ini, kebanyakan dengan maksud melebarkan sayap kekuasaan mereka. Pemerintahan Bakufu menerapkan aturan yang ketat bagi bangsa yang datang dan bermukim di Jepang. Sebab pemerintah tidak ingin rakyat Jepang terpengaruh oleh kebudayaan barat. Para pendatang ini harus tinggal di tempat-tempat tertentu saja, dan dilarang berkunjung ke kediaman Kaisar. Sebaliknya ancaman militer datang silih berganti dari bangsa barat dan semakin menyulitkan pemerintah Bakufu. Ketika masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Bakufu, Kaisar yang selama ini hanya sebatas simbol menjadi pilihan alternative yang menjanjikan. Pada masa penuh konflik inilah Kenshin tumbuh. Ketika melihat penderitaan di sekelilingnya, ia bertekad menggunakan Hiten Mitsurugi Ryu yang dipelajarinya dari Hiko Seijurou untuk membela rakyat. Ia bergabung dengan Chousuhan Ishinshishi yang diketuai oleh Katsura Kogorou. Para shishi adalah kelompok bawah tanah yang anti shogun, Bakufu dan orang-orang asing. Mereka umumnya berasal dari keluarga Samurai dengan status dan pendapatan yang tak terlalu tinggi, serta tidak terikat pada satu golongan kekuasaan tertentu. Dipimpin Takasugi Shinsaku, tangan kanan Katsura, pasukan Choshu menggempur pasukan pemerintah tahun 1865. Takasugi sendiri meninggal dua tahun kemudian karena sakit. Perang semakin dahsyat melanda Jepang. Pasukan Shishi mulai mendapat titik terang sejak perang Toba Fushimi. Perang yang berlangsung tak kurang dari 4 hari ini menelan korban 500 orang tewas dan hampir 1500 lainnya luka-luka. Aliansi propinsi Satsuma dan Choshu membuahkan keberhasilan, mereka merebut kediaman kaisar, melucuti kekuasaan Shougun dan mengangkat Mutsuhito sebagai
11
Kaisar pada tahun 1869. inilah awal jaman yang kemudian dikenal dengan nama Restorasi meiji. Meskipun demikian perang saudara yang dikenal dengan nama perang Boshin masih berkobar sampai mei 1869. Pada jaman baru ini terdapat banyak perubahan dalam masyarakat Jepang, antara lain keterbukaan terhadap pengaruh barat dan wajibnya pendidikan, selain itu karena takut Samurai membuat kekacauan, status mereka turun drastis dan mereka dilarang membawa pedang. Bagi Kenshin ini tak ada bedanya, karena ia sudah bersumpah tidak akan membunuh seiring dengan berlalunya waktu, ia benar-benar menanggalkan status sebagai pendekar dan meneruskan apa yang dulu ia ingin lakukan, yaitu menolong orang tanpa harus mengunus pedang. (Animonster)
1.2
Rumusan Permasalahan Rumusan permasalahan yang ingin saya angkat adalah menganalisis
prinsip-prinsip Bushido khususnya dari ajaran Konfusianisme.
1.3
Ruang Lingkup Permasalahan Lingkup topik yang ingin saya kaji adalah mengenai analisis ajaran-ajaran serta
prinsip-prinsip Bushido khususnya dari ajaran Konfusianisme, mengenai pengendalian diri yang merupakan bagian dari pembentukan moral (gorin dan gojo) 「五倫と五条」 di dalam komik Rurouni Kenshin karya Watsuki Nobuhiro.
1.4
Tujuan Dan Manfaat Penelitian Saya bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai prinsip-prinsip
Bushido khususnya dari ajaran Konfusianisme, mengenai pengendalian diri merupakan
12
bagian dari pembentukan moral (gorin dan gojo)
melalui bacaan komik Rurouni
Kenshin dengan mengembangkan masalah-masalah yang terdapat dalam komik tersebut. Manfaat yang ingin saya capai adalah supaya orang yang membaca skripsi ini mengetahui lebih dalam mengenai ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip Bushido khususnya dari ajaran Konfusianisme, mengenai pengendalian diri merupakan bagian dari pembentukan moral (gorin dan gojo)
yang diterapkan oleh Himura Kenshin di era
restorasi Meiji dalam kehidupan sehari-hari-nya. Dan seberapa jauh pengaruhnya di dalam masyarakat Jepang khususnya di dunia komik (manga).
1.5
Metodologi Penelitian Metode yang akan saya pakai adalah dengan deskriptif kualitatif dan juga
memakai metode kepustakaan dengan mengumpulkan data-data dari buku perpustakaan Universitas Bina Nusantara, Universitas Indonesia, Japan Foundation dan juga dari beberapa toko buku, selain itu juga saya mengumpulkan data dari internet.
1.6
Sistematika Penulisan
Pada Bab 1, terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, pada sub bab ini berisi keterangan mengenai gambaran permasalahan secara umum, alasan pemilihan permasalahan, mangapa tertarik untuk mengambil topic tersebut. Perumusan permasalahan, berisikan masalah apa yang akan dibahas. Ruang lingkup permasalahan, pada sub bab ini akan dijelaskan seluruh ruang lingkup yang akan dipergunakan pada penulisan skripsi. Tujuan dan manfaat penelitian, tujuan adalah hal-hal yang akan dicapai pada penulisan ini, sedangkan manfaat adalah hal-hal yang terjadi apabila tujuan tercapai. metode penelitian, pada sub bab ini menuliskan metode apa saja yang akan
13
dipakai oleh saya dalam membuat skripsi. Sistematika penulisan, pada sub bab ini menjelaskan secara singkat urutan penulisan skripsi. Pada Bab 2, saya akan menuliskan landasan-landasan teori Bushido dan Konfusianisme yang akan dipakai dalam pembuatan skripsi ini. Pada Bab 3, saya akan menganalisis permasalahan-permasalahan yang ada dengan menggunakan teori yang terdapat pada bab2. Pada Bab 4, saya akan menuliskan simpulan dan saran dari hasil penganalisisan masalah tersebut. Pada Bab 5, pada bab ini isi skripsi diulang kembali secara singkat latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian dan hasil-hasil penelitian sebagai jawaban permasalahan diungkapkan kembali secara singkat dan padat.
14