BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jepang yang dianggap sebagai bangsa modern, mempunyai sejarah yang kaya akan tradisi, mitologi, cerita rakyat, bahasa, dan seni budaya, di mana sumber sejarah tersebut berasal dari Cina dan diakui khusus sebagai milik negara Jepang. Sejarah sebagai tiang fondasi rakyat Jepang memainkan peran penting dalam pembentukan karakter masyarakat Jepang, dan memberikan pegangan dasar yang relatif kuat, terlebih pada masa ini di mana mereka merasakan ketidakpastian tentang diri mereka sendiri. (Harold 1993 : 245) Jepang merupakan negara maju dengan penduduk berpendapatan per kapita tertinggi di dunia, tetapi kehidupan mereka tidak semudah yang dibayangkan. Biaya hidup di Jepang sangat tinggi. Peningkatan biaya pendidikan, pengobatan, sarana hidup, dan penguburan mendorong mereka untuk menabung dan menyimpan pendapatannya untuk kehidupan di hari tua. (Ann 2006: 189-190). Berikut kutipan artikel banyaknya orang Jepang yang menderita penyakit mental akibat peningkatan biaya hidup yang semakin tinggi tercantum dalam salah satu surat kabar elerktronik di Jepang, Japan Today 2011 , A study conducted by Yokohama City University Medical centre offers one possible answer of sucides in Japan. It shows that 95% of patients assessd who were brought into their emergency room were positiely assessed as having a psychiatric disorder. Studies in the West shown that at least 90% of people who die from attempt suicides have at least one other mental illness. Others have shown up to 98% (mood disorders being most common). 1
Artinya, Berdasarkan studi oleh Yokohama City University Medical Centre menjawab terdapat satu kemungkinan jawaban atas kasus bunuh diri Jepang. 95% orang yang dibawa ke ruang gawat darurat menderita penyakit gangguan psikiatri. Penelitian dari Barat menunjukan setidaknya 90% orang yang mati karena bunuh diri mengidap penyakit mental Ada juga yang mengatakan 98% orang tersebut mengalami gangguan suasana hati (gangguan suasana hati menjadi penyebab umum). Salah satu penyakit mental di Jepang yang diperhatikan adalah utsu-byou. Dalam grafik WHO survey: Int Clin Psychopharmacol (12:19-29) Berikut merupakan mengenai penderita Utsu-byou Di Jepang, sebanyak 3.840.000 orang, atau sekitar 3% dari penduduk Jepang, sedangkan sebanyak 450.000 orang Jepang mengalami utsubyou tahap menengah, yakni penderita utsu-byou yang ditangani oleh tenaga ahli, lalu sisanya adalah penderita utsu-byou ringan ataupun bukan penderita. Menurut Ueda & Matsumoto (2003), 37(5) (2007 : 593), dibandingkan dengan negara lain, Jepang termasuk mempunyai angka kematian yang tinggi. Di mana pada tahun 2003 orang yang melakukan bunuh diri sebagian besar adalah orang yang sudah berumur (Japanese Ministry of Health, Labir and Welfare, 2005). Kitanaka (2012 : 1-2), mengatakan Depression (utsubyou), an illness that until fairly recently had remained largerly unknown among lay Japanese. Since 1990s, psychiatrists have been urging people, with increasing effectiveness, to recognize their sense of fatigue and hopelessness in terms of depression. They have also linked depression to suicide at a time when Japanese have faced disturbingly high numbers driven to selfkilling – more than 30,000 annually for twelve consecutive years (which is three to six times the number of traffic-accident deaths per year), medicalization has resulted in a rapid increase in the number of patients diagnosed with depression : between 1999 and 2008, the number grew by multiple of 2.4 (Yomiuri Shimbun [Yomiuri], January 6, 2010). Depression has thus been transformed from a “rare disease” to one of the most talked about illness in recent Japanese history, at the turn of the twenty-first century, depression has suddenly become a “national disease” in Japan. 2
Terjemahannya, Depresi (utsu byou), adalah penyakit yang tanpa disadari menjangkit masyarakat Jepang. Sejak tahun 1990-an, psikiatri telah memberikan peringatan kepada masyarakat, dengankeefektifitas yang meningkat, agar dapat mengenali tingkat kelelahan dan keputusasaan dalam konteks depresi. Mereka juga menghubungkan depresi dengan bunuh diri pada saat masyarakat Jepang menghadapi masalah dengan tingginya angka bunuh diri – lebih dari 30.000 kasus bunuh diri setiap tahun dalam masa 12 tahun (yaitu tiga sampai enam kali angka kematian akibat kecelakaan per tahun), di antara tahun 1999 dan tahun 2008, terjadi peningkatan yang cepat terhadap angka pasien yang didiagnosa menderita depresi sebesar 2,4 kali lipat. (Yomiuri Shimbun [Yomiuri], 6 Januari 2006). Depresi telah berubah dari “penyakit langka” menjadi penyakit yang paling sering dibicarakan disepanjang sejarah Jepang, dan pada abad ke-21, depresi dengan tiba-tiba menjadi “penyakit nasional” di Jepang. Berdasarkan penelitian selama ini yang Penulis jadikan sumber referensi, fenomena utsu-byou masih berfokus di Jepang. Penulis ingin meneliti apakah fenomena utsu-byou di Jepang saat ini seperti yang dikatakan oleh data yang telah dikumpulkan oleh Penulis. Penulis akan melakukan penelitian yang bertempat di salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang menjual jasa makanan, WATAMI (Japanese Food Service).
1.2 Rumusan Permasalahan Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah menganalisis fenomena utsubyou berdasarkan gejala atau ciri-ciri penyakit yang pernah dirasakan oleh masyarakat Jepang.
3
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Skripsi ini akan menganalisis fenomena Utsu-byou berdasarkan gejala atau ciriciri penyakit tersebut pada masyarakat Jepang, khususnya Osaka, yang bekerja di Watami (Japanese Food Service) pada kisaran usia 17-41 tahun (young adult). Watami memiliki jam kerja dari pukul empat sore sampai dengan pukul dua pagi. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah penulis ingin meneliti tentang fenomena utsubyou yang sedang menjadi salah satu masalah di kalangan masyarakat Jepang. Adapun manfaat dalam penulisan ini, Penulis ingin pembaca dapat mengetahui apa yang disebut oleh utsu-byou dan gambaran fenomena utsu-byou yang terdapat di Jepang saat ini.
1.5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan data angket dan dianalisis sesuai dengan teori-teori yang memiliki korelasi sesuai permasalahan. Selain angket, data mengenai Utsu-byou didapat dari hasil diskusi dengan seorang ahli kesehatan. Data-data yang didapat kemudian ditambah dengan data dan analisis kepustakaan yaitu menganalisis permasalahan dengan memusatkan pada buku-buku yang dibaca sebagai bahan referensi. Buku yang digunakan penulis sebagai bahan referensi didapat pada perpustakaan setempat di Osaka.
4
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu Bab I adalah Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan dari skripsi ini. Bab II adalah Landasan Teori, bab ini berisikan teori-teori yang mendukung penelitian dan teori yang digunakan oleh penulis diambil dari pendapat seorang ahli pada buku-buku yang dijadikan bahan referensi. Bab III adalah Analisis Data, bab ini akan menguraikan semua analisis tentang tema yang dibahas oleh penulis, menghubungkan semua hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara seorang ahli, data-data dan teori-teori yang dikumpulkan yang dijabarkan pada bab sebelumnya. Bab IV adalah Simpulan dan Saran, bab ini berisikan simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, dan saran-saran dari penulis terhadap tema permasalahan yang dibahas. Simpulan dan saran ini diharapkan dapat menjawab dari rumusan permasalahan. Bab V adalah Ringkasan, bab terkahir ini berisikan ringkasan penelitian yang dimulai dari latar belakang sampai dengan pembahasan analisis teori yang penulis jelaskan dengan singkat, jelas, dan padat.
5