BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai tradisional, terutama dalam hal perkawinan. Perkawinan Jepang berdasarkan pada sistem ie. Ie merupakan satuan unit rumah tangga yang kesinambungannya bergantung pada garis keturunan seorang ayah kepada seorang anak laki-laki (Sudjianto, 2002:29). Ie juga merupakan salah satu sistem keluarga Jepang. Dalam masyarakat Jepang, perkawinan dilakukan agar ie dapat bertahan. Sehingga perkawinan diharapkan dapat memberikan keturunan. Dalam hal ini, wanita sangat diharapkan dapat memberikan keturunan, khususnya anak laki-laki. Tiga puluh lima tahun yang lalu, seorang wanita muda diharapkan menikah antara usia 20-24 tahun. Apabila dalam usia 25 tahun mereka belum menikah akan dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya dan akan diolok-olok sebagai urenokori (barang yang tidak laku) atau too ga tatsu yang artinya buah yang hampir busuk (Iwao 1993:59). Pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa (1602-1608), wanita tidak dapat memiliki properti, tidak diperbolehkan ikut serta dalam kegiatan bisnis, wanita hanya boleh belajar tulisan hiragana serta tidak boleh membaca tentang politik dan kesusasteraan yang besar, dalam tulisan kanji. Hal ini menyebabkan wanita Jepang menganggap perkawinan sebagai satu-satunya pilihan dalam hidupnya dan juga sebagai sumber ekonomi. Namun demikian, anggapan ini kemudian sedikit demi sedikit mulai berubah, terutama setelah menyerahnya Jepang dari Amerika Serikat
1
pada Perang Dunia II, terjadi perubahan yang cukup besar dalam cara hidup orang Jepang. Perubahan itu adalah : 1. Perubahan Undang Undang Jepang Sebelum perang, dalam Undang Undang Meiji 1889 sistem keluarga di Jepang didasarkan pada sistem ie. Dalam sistem tersebut kepala keluarga merupakan pemegang kekuasaan tertinggi sementara anggota keluarga yang lain berada di bawahnya dan harus tunduk/patuh pada keputusan kepala keluarga. Setiap anggota ie diharapkan untuk menomorduakan kepentingan pribadinya demi ie. Bahkan dalam masalah perkawinan kepala keluarga berhak untuk turut campur dalam pengambilan keputusan. Sesuai dengan sistem ie maka perkawinan pada masa itu lebih banyak dilakukan melalui perjodohan (Miai Kekkon).
Anak laki-laki terutama perempuan tidak mempunyai hak dalam
menentukan pasangannya atau dengan kata lain perkawinan pada masa sebelum perang lebih merupakan perkawinan di antara dua keluarga daripada dua individu yang bersangkutan. Dalam sistem ie kedudukan wanita sangat rendah, dimana mereka tidak memiliki hak apapun dan tugasnya hanya mengurus rumah tangga dan anak. Namun demikian, dengan berlakunya undang-undang Jepang 1946 yang mulai memperhatikan hak-hak wanita, telah mengubah keadaan tersebut. Perubahan undang-undang ini merupakan sebenarnya tujuan utama Amerika sebagai pihak penguasa. Amerika beranggapan bahwa Undang-Undang Meiji 1889 kurang memperhatikan hak-hak warga negara. Pada mulanya pihak Amerika mengajak pihak Jepang untuk merumuskan undang-undang baru yang merupakan pengarahan dari pihak Amerika tanpa ada diskusi dengan pihak Jepang. Dalam undang-undang baru 1946, masuknya paham demokrasi yang
2
memperhatikan dan memperbaiki hak-hak warga negara, khususnya kedudukan wanita, sehingga membuat wanita Jepang percaya diri dan mandiri. Hal itu terlihat pada wanita yang lahir pada tahun 1946 yang dididik dibawah jaminan persamaan hak antara pria dan wanita.
2. Perkembangan Pendidikan Bagi Wanita Jepang Pada zaman Meiji, pendidikan disusun berdasarkan pada ajaran Konfusius yang dijadikan sebagai dasar program pemerintah dan sistem pendidikan wanita pada masa itu. Pemerintah menganggap bahwa wanita memegang peranan penting di dalam perawatan dan pendidikan anak sebagai generasi penerus nama keluarga dan negara. Oleh karena itu, pendidikan yang diberikan bagi wanita adalah pendidikan yang berhubungan dengan rumah tangga dan perawatan anak agar menjadi ibu dan istri yang baik. Dengan kata lain, tujuan pendidikan wanita sebenarnya pada waktu itu adalah untuk membentuk wanita menjadi ryosai kenbo ( ibu yang baik dan istri yang bijaksana ). Pendidikan tingkat dasar sampai dengan tingkat atas hanya dibatasi pada pelajaran membaca, menulis, memasak dan menjahit. Hal ini menyebabkan terbatasnya kesempatan pendidikan dalam bidang diluar urusan rumah tangga bagi wanita. Akan tetapi, pada tahun 1946 pendidikan bagi wanita mengalami perubahan, yaitu adanya penegasan persamaan hak antara pria dan wanita dan wanita memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang sama yang sesuai dengan kemampuannya. Pada tahun 1967 terdapat sebanyak 47% pelajar wanita pada tingkat universitas dengan lama pendidikan 4 tahun dalam bidang kesusastraan, kesenian dan pendidikan. 6% dalam bidang ekonomi, politik, dan sosiologi. Pada tahun 1983
3
tercatat hanya 2% jumlah wanita yang mencoba mengambil bidang teknik, yang selama ini didominasi oleh kaum pria. Kedua hal di atas tersebut berpengaruh besar pada kehidupan wanita Jepang khususnya pada tahun 1946. Bagi mereka perkawinan bukan lagi satu-satunya tujuan hidup. Bagi wanita-wanita yang telah menikah, mereka juga bekerja sampingan,
ikut
dalam
kegiatan
organisasi
dan
bahkan
melanjutkan
pendidikannya. Hal-hal tersebut telah mengubah mereka menjadi wanita yang percaya diri dan mandiri, tidak lagi terlalu bergantung pada suami. Bagi wanitawanita yang akan menikah, syarat-syarat yang diberikan pada suami juga sudah berubah suami harus mengijinkan mereka bekerja di luar rumah dan membantu mereka dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Sejak adanya perbaikan dalam undang-undang Jepang dalam hal persamaan hak antara pria dan wanita serta dengan kesempatan pendidikan yang dapat diterima
oleh wanita Jepang dewasa ini, akhir-akhir ini tekanan masyarakat
kepada wanita untuk menikah pada umur tertentu telah melemah dan kesadaran untuk menikah pada umur layak nikah di Jepang semakin rendah (Fujimurafanselow, 1995:139). Persentasi dari wanita single di Jepang telah melampaui persentasi di negara industri lainnya termasuk Amerika Serikat. Jumlah wanita yang tidak menikah telah meningkat jauh dari angka perceraian di Jepang. Pada tahun 2003, 54% wanita Jepang dalam usia senja masih lajang jika dibandingkan pada tahun 1980 yang hanya berkisar antara 24%. Dan sekitar 43% dari pria Jepang dalam usia 30 tahun belum menikah, telah mengalami peningkatan 2 kali lipat dari tahun 1980. Wanita Jepang modern saat ini cenderung menunda perkawinannya karena banyaknya di antara mereka yang masih ingin melanjutkan pendidikannya ke
4
jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, jumlah populasi Jepang pun mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah wanita Jepang yang menunda perkawinannya bahkan ada di antara mereka yang memutuskan untuk hidup melajang.
1.2 Rumusan Permasalahan Sebagaimana telah diuraikan di atas, masyarakat Jepang terkenal sebagai masyarakat yang memegang kuat nilai-nilai tradisional kebudayaannya. Sebelum Perang Dunia II, wanita Jepang diharuskan menikah pada usia 20-24 tahun. Akan tetapi dewasa ini, banyak wanita Jepang yang menunda perkawinannya dan tidak menikah pada usia yang dianggap sudah pantas atau layak untuk menikah. Permasalahan yang akan penulis teliti adalah faktor penyebab wanita Jepang menunda perkawinannya.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membahas tentang perkembangan pendidikan sehubungan dengan perubahan Undang Undang Jepang terhadap hak kaum wanita yang berpengaruh besar terhadap penundaan perkawinan.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab penundaan perkawinan yang dilakukan oleh wanita Jepang, dan untuk mengetahui apakah wanita Jepang masih memegang nilai-nilai tradisional kebudayaannya, karena sampai saat ini masih ada orang yang beranggapan bahwa wanita Jepang itu masih sangat tradisional.
5
Penulis mengharapkan bahwa pembaca dapat mengetahui
kehidupan dan
perubahan pandangan wanita Jepang saat ini terutama terhadap perkawinan. Faktor penyebab penundaan perkawinan yang dilakukan oleh wanita Jepang.
1.5 Metode Penulisan Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kepustakaan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan pada saat mengkaji data, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu cara kerja membahas suatu masalah dengan cara menata dan mengklasifikan data serta memberikan penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data. Buku-buku yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini didapat dari Perpustakaan The Japan Foundation, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, koleksi pribadi dan dosen. Selain itu, penulis juga menggunakan internet untuk menambah informasi dan data yang diperlukan untuk mendukung penulisan skripsi ini.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang ada dalam penulisan skripsi ini secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut :
BAB 1
PENDAHULUAN Dalam pendahuluan akan dijelaskan secara rinci mengenai latar pemilihan judul skripsi ini, permasalahan yang timbul, tujuan penulisan yang ingin dicapai, ruang lingkup atau batasan dari permasalahan tersebut dan metode penulisan yang
6
digunakan serta terakhir adalah sistematika penulisan skripsi ini.
BAB 2
LANDASAN TEORI Pada bab ini menjelaskan tentang pengertian perkawinan bagi orang Jepang, sistem perkawinan dalam masyarakat Jepang pada masa sebelum Perang Dunia II dan Sesudah Perang Dunia II hingga sampai saat ini.
BAB 3
ANALISIS DATA Pada bab ini penulis akan menganalisa data-data tentang ratarata usia layak nikah di Jepang, perkembangan pendidikan yang mempengaruhi cara pandang dan pemikiran wanita Jepang saat ini khususnya terhadap perkawinan.
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan berdasarkan evaluasi dan dari hasil analisis masalah pada bab sebelumnya. Serta beberapa saran tentang topik skripsi ini, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
BAB 5
RINGKASAN SKRIPSI (BAHASA INDONESIA) Bab ini akan menjelaskan secara singkat isi dari penulisan skripsi ini mulai dari latar belakang penelitian, rumusan
7
permasalahan, serta tujuan penelitian dari hasil penelitian sebagai jawaban dari permasalahan skripsi ini.
8