BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan salah satu program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JK). Program JPK ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan ketiga program Jamsostek lainnya seperti manfaat berupa pelayanan langsung (in kind benefit) dan pemberian manfaat oleh pihak ketiga yang dikenal dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) (PP 14, 1993). Karena manfaatnya berupa in kind benefit maka hampir seluruh kegiatan program JPK diselenggarakan dalam bentuk pelayanan kesehatan langsung dan hanya sebagian kecil saja dalam bentuk penggantian biaya (Sugito dan Yulherina, 2005). Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang terdiri atas balai pengobatan, puskesmas, dan rumah bersalin sebagai PPK tingkat pertama (PPK I) dan rumah sakit, apotek, optik, dan laboratorium klinik sebagai PPK tingkat lanjutan (PPK II) (PP No 14, 1993). Sebagai kompensasi atas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan PPK, PT. Jamsostek (Persero) membayar biaya pelayanan kesehatan tersebut dengan pola pembiayaan tertentu yang dikaitkan dengan jenis PPK. PPK I diberikan dalam bentuk kapitasi dan PPK II diberikan dalam bentuk Fee For Service (FFS) dan atau Paket Per-diagnosis.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penyelenggraan progran JPK, PPK I ditempatkan pada posisi penting mengingat alur pelayanan kesehatan selalu dimulai dari PPK I. Peserta diwajibkan mengakses pelayanan kesehatan PPK I ketika peserta mengalami gangguan kesehatan dan atau untuk pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. PPK I diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dan konsultasi kesehatan, pemberian obat-obatan sesuai standar, tindakan medis, imunisasi, keluarga berencana, dan melakukan rujukan (PP No 14, 1993). Pemahaman terhadap kinerja medis PPK I sering dikaitkan dengan kinerja para dokter yang bertugas di PPK I tersebut meskipun para perawat, bidan, dan tenaga administrasi turut memberi kontribusi. Hal ini dapat dipahami mengingat dokter adalah petugas kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan pertolongan medis bagi pasien. Tugas pokok dan fungsi tersebut meliputi pemberian pelayanan kedokteran sesuai metode klinik yang baku, melakukan anamnesis dengan baik, melakukan pemeriksaan fisik, menegakkan diagnosis, memberikan terapi yang sesuai, melakukan pertolongan gawat darurat, dan merujuk pasien ke pelayanan sekunder
dan
tersier
(As’as,
dalam
www.4shared.com/.../19_
Peran_Fungsi_dan_Tugas_Seor.html, diakses tanggal 16 Juni 2011). Selama penyelenggaraan program JPK sejak tahun 2005-2010, tampaknya hampir seluruh tugas pokok dan fungsi para dokter PPK I yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan telah berjalan baik. Hal ini didukung oleh indeks kepuasan peserta program JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang
Universitas Sumatera Utara
Medan yang cenderung menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2005 indeks kepuasan peserta sebesar 66,70% yang meningkat menjadi 83,47% pada tahun 2010. Namun demikian, salah satu tugas dan fungsi para dokter PPK I yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) perlu pendalaman lebih lanjut, yaitu tugas dan fungsi yang terkait dengan rujukan pasien. Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di PPK I, ketika gangguan kesehatan atau masalah kesehatan peserta dapat ditangani dokter maka dokter diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis peserta. Namun, bila gangguan kesehatan tadi ternyata membutuhkan pelayanan spesialistik atau bahkan perawatan rumah sakit (rawat inap) maka dokter PPK I melakukan rujukan medis, tentunya dengan persiapan tertentu dan pilihan rujukan yang tepat baik kebutuhan medis pasien maupun jenis spesialistik yang dituju. Kemampuan dokter PPK I menentukan arah spesialistik dan kebutuhan medis pasien ini kemudian dikenal dengan fungsi PPK I sebagai gatekeeping. Untuk menilai kinerja dokter PPK I dalam merujuk pasien, PT. Jamsostek (Persero) memiliki indikator-indikator pemanfaatan PPK yang dituangkan dalam Surat Edaran Direksi PT. Jamsostek (Persero) No SE/05/0596 tentang Pengendalian Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK). Dari indikator-indikator yang ada, terdapat indikator yang berkaitan dengan kinerja dokter dalam merujuk pasien, yaitu : a) persentase rujukan dari PPK I kepada dokter spesialis (rawat jalan) sebesar 3%-6%, dan b) persentase rujukan dari PPK I kepada rawat inap sebesar 1%-2%.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjalanan penyelenggaraan program JPK selama ini, terbukti bahwa indikator tersebut masih berlaku dan tidak banyak berubah (Sugito dan Yulherina, 2005). Menggunakan indikator yang ada, jumlah rujukan dari PPK I kepada dokter spesialis (rawat jalan) jauh lebih besar dibandingkan standar yang ditetapkan. Pada tahun 2006, jumlah rujukan PPK I kepada dokter spesialis mencapai 2.386 kasus padahal jumlah rujukan yang diperkirakan hanya 662 kasus saja. Demikian juga rujukan dari PPK I kepada rawat inap. Pada tahun 2006 jumlah rujukan mestinya 248 kasus, namun faktanya jumlah rujukan ini mencapai 1.197 kasus. Jumlah rujukan diatas standar juga masih berlangsung di tahun 2010, seharusnya jumlah pasien yang dirujuk kepada dokter spesialis hanya 850 kasus tetapi faktanya jumlah rujukan mencapai 2.393 kasus. Begitu juga dengan rujukan kepada rawat inap mencapai 1.119 kasus dari seharusnya hanya 319 kasus. Tabel 1.1. Jumlah Rujukan PPK I Kepada Dokter Spesliasi dan Rawat Inap Program JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Pasien Yang Dirujuk
Jumlah Kunjungan PPK I
Dokter Spesialis
82.788 85.630 104.483 94.543 106.349
2.386 3.290 2.704 2.999 2.393
Rawat Inap 1.197 1.221 993 944 1.119
Jumlah Pasien Yang Seharusnya Dirujuk Dokter Spesialis 662 685 836 756 850
Rawat Inap 248 256 313 284 319
Sumber : Laporan Manajemen Bidang JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan Tahun 2006-2010 (data diolah)
Utilization review menunjukkan realisasi rujukan dari PPK I kepada dokter spesialis selalu berada diatas 6% sejak tahun 2005-2010, bahkan pernah mencapai
Universitas Sumatera Utara
16,37%. Pada periode yang sama, realisasi rujukan dari PPK I kepada rawat inap juga selalu berada diatas 2%. Artinya, rujukan yang dilakukan PPK I berlebihan. Tabel 1.2. Angka Utilisasi Program JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 STANDAR
Rasio PPK I (%)
Rasio PPK II (%)
Rasio Ranap (%)
CR PPK IPPK II (%)
9,02 9,03 13,32 12,31 12,80 12-17
1,04 1,39 1,38 1,56 1,15 0,6-0,8
0,52 0,52 0,51 0,49 0,54 < 0,3
11,53 15,37 10,35 12,69 9,00 3-6
CR PPK IRanap (%)
CR PPK IIRanap (%)
5,78 5,70 3,80 3,99 4,21 1-2
50,18 37,12 36,73 31,47 46,76 30-40
Keterangan : CR singkatan dari contact rate yang berarti tingkat rujukan Ranap singkatan dari Rawat Inap Sumber : Laporan Manajemen Bidang JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan Tahun 2006-2010 (data diolah)
Dokter PPK I harus betul-betul memahami fungsinya sebagai gatekeeper karena sesungguhnya merekalah penentu awal berhasil atau tidaknya pengentasan masalah kesehatan pasien. Disamping itu, tata laksana pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya di PPK I turut berkontribusi bagi kelanjutan pelayanan spesialistik di rumah sakit. Tentunya ketepatan pemilihan dokter spesialis yang dituju berkaitan erat dengan prosedur dan pembiayaan kesehatan. Artinya, berhasil tidaknya dokter PPK I menjalankan fungsi gatekeeping berdampak luas baik menyangkut kepuasan pasien, prosedur pelayanan, efisiensi pembiayaan, dan manajemen pengobatan pasien pada pelayanan lanjutan di rumah sakit. Kondisi seperti ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Savas dkk (2011) di Turki yang
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa eliminasi fungsi gatekeeping telah menghasilkan peningkatan kunjungan pasien di pusat pelayanan kesehatan tertier (Savas et all, 2011). Berdasarkan wawancara dengan petugas PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan yang menangani program JPK diperoleh informasi bahwa tingginya rujukan tersebut dapat terjadi sebagai dampak pola pembiayaan kapitasi yang diterapkan pada PPK I, apalagi bila jumlah biaya kapitasi yang diterima PPK I dinilai tidak mencukupi. Namun disisi lain, kemungkinan negatif tersebut sebetulnya telah diantisipasi dengan peninjauan biaya kapitasi setiap tahunnya. Artinya, biaya kapitasi yang dibayarkan kepada PPK I selalu bertambah. Disamping itu, PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan juga telah melakukan program-program pembinaan berupa pelatihan dokter keluarga bagi dokter PPK I, seminar dan workshop yang melibatkan dokter spesialis dasar untuk menambah pengetahuan dan kemampuan dokter PPK I, peer review discussion, kunjungan langsung ke masing-masing PPK, dan program jaga mutu PPK I berupa visitasi dan self assesment. Demikian pula, untuk memudahkan para dokter PPK I memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta program JPK, PT. Jamsostek (Persero) bekerjasama dengan Perhimpunan
Dokter
Keluarga
Indonesia
(PDKI)
telah
menetapkan
dan
mensosialisasikan standar pelayanan medis bagi dokter PPK I (Sugito dan Yulherina, 2005). Standar pelayanan ini dimaksudkan sebagai panduan dokter PPK I sehingga diperoleh pelayanan kesehatan yang berdasarkan indikasi medik. Artinya, dengan standar pelayanan ini dokter dapat memilah kasus yang harus ditangani sendiri dan kasus yang dapat dirujuk. Contoh, pasien yang datang dengan keluhan nyeri perut
Universitas Sumatera Utara
yang disertai dengan demam, keringat dingin, gelisah, dan defans maskular positif seharusnya dirujuk karena diduga menderita pankreatitis akut. Tetapi, pasien yang datang dengan nyeri perut yang bertambah nyeri bila lambung kosong dan lambung diisi seharusnya tidak dirujuk dan terapi dijalankan oleh PPK I (Sugito dan Yulherina, 2005). Menggunakan standar pelayanan medis yang ada, penulis telah melakukan survey pendahuluan terhadap 30 catatan medik (medical record) pasien yang dirujuk PPK I kepada dokter spesialis. Survey tersebut menunjukkan 17 kasus diantaranya tidak berindikasi rujukan dan hanya 13 kasus yang berindikasi rasional untuk dirujuk. Hasil survey ini semakin memperkuat dugaan bahwa sebagian dari jumlah kasus yang dirujuk PPK I baik kepada dokter spesialis maupun rawat inap sesungguhnya tidak perlu. Mengapa dokter PPK I melakukan rujukan yang terindikasi tidak rasional? Setiap individu melakukan sesuatu disebabkan karena adanya dorongan yang disebut dengan motif. Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak bekerja seseorang. Setiap motif memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai (Hasibuan, 2003). Perangsang dapat berbentuk material dan nonmaterial yang tercipta oleh faktor internal (keinginan) maupun eksternal (pengaruh atasan). Rangsangan menciptakan keinginan dan mempengaruhi perilaku seseorang. Keinginan seterusnya menjadi daya penggerak dan kemauan seseorang untuk bekerja guna memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, perilaku dokter melakukan rujukan terindikasi tidak rasional terkait dengan motif atau motivasi dokter selama bekerja di PPK I untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan masing-masing individu dokter. Untuk memastikan penyebab rujukan tidak rasional yang dilakukan oleh dokter PPK I maka penulis bermaksud melakukan penelitian pada PPK I yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan. Dipilihnya lokus penelitian ini karena PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan merupakan Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) terbesar yang ada diwilayah Sumatera Bagian Utara sehingga merepresentasikan kualitas pelayanan program JPK diwilayah Sumatera Bagian Utara.
1.2. Permasalahan Dari uraian pada latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien di PPK I yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan pada tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien di PPK I yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Medan sehingga dapat dirancang beberapa usulan perubahan baik yang berkaitan dengan substansi kebijakan maupun operasional penyelenggaraan program JPK.
1.4. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
H 0 : Motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien H 1 : Motivasi berpengaruh terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi PT. Jamsostek (Persero) 1.a. Kantor Pusat Masukan bagi pengambil keputusan atas kemungkinan revisi kebijakan yang berkaitan dengan rujukan PPK I dalam penyelenggaraan program JPK. 1.b. Kantor Cabang Medan Tersedianya informasi tentang motivasi dan pengeruhnya terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien dalam penyelenggaraan program JPK yang dapat dimanfaatkan bagi perbaikan sistem dan prosedur pelayanan program JPK.. 1.5.2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan motivasi dan pengaruhnya terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien. 1.5.3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan kemampuan tentang motivasi dan pengaruhnya terhadap kinerja dokter dalam merujuk pasien. 1.5.4. Untuk Penelitian Selanjutnya Menambah data dan informasi yang dapat dimanfaatkan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja dokter dalam merujuk pasien.
Universitas Sumatera Utara