BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan satu areal dalam lingkungan hidup yang sangat
penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup, maupun pengelolaan sanitasi lingkungan hidup. Sanitasi lingkungan merupakan salah satu program prioritas dalam agenda internasional Millennium Development Goals(MDGs) yang ditujukan dalam rangka memperkuat pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan dalam pencapaian MDGs tahun 2015 (WHO, 2004) Bentuk nyata dari implementasi kebijakan tersebut Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) melalui keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategis nasional STBM dengan target utama menurunkan angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan termasuk pada daerah pesisir (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009 pemerintah memfokuskan masalah sanitasi lingkungan pada Bab XI kesehatan lingkungan telah tercantum bahwa Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum yang terbebas dari limbah cair, padat, sampah, zat kimia berbahaya, air dan udara yang tercemar. Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Indonesia (2008) diketahui bahwa cakupan perumahan sehat di Indonesia masih rendah yaitu hanya 47,9% dibandingkan dengan target secara nasional yaitu 80%. Indikator rumah sehat dapat dilihat dari akses terhadap air bersih, penggunaan jamban keluarga, jenis lantai rumah, jenis dinding. Cakupan rumah tangga di Indonesia yang memiliki air bersih terlindung sebesar 81,5%, terdapat 52,72% rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompa/sumur/mata air terhadap tempat penampungan kotoran akhir/tinja sebesar > 10 meter, dan 22% rumah tangga di Indonesia masih mempunyai kebiasaan buruk dalam hal membuang sampah. Rumah tangga yang sudah membuang sampahnya dengan baik hanya 21%, dan 57% rumah tangga cara membuang sampahnya tergolong cukup baik, dan ruma tangga persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 59,86%, rumah tangga yang memiliki bersama 12,95%, umum sebesar 4,33% dan tidak ada sebesar 22,85%, sedangkan rumah tangga yang mempunyai jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan hanya 47,2%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan cakupan rumah sehat di Indonesia masih rendah, sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soemirat (2002), bahwa kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati hubungan dengan manusia, yaitu ekologi manusia. Konsekuensi dari pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik adalah terjadinya berbagai masalah kesehatan seperti meningkatkanya angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, terjadinya masalah sosial dan masalah kenyamanan dan keindahan daerah. Salah satu bentuk upaya peningkatan sanitasi lingkungan adalah penerapan rumah sehat yang mencakup sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembuangan air limbah dan sampah. Menurut WHO (2001), perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya. Pada prinsipnya lingkungan merupakan salah satu determinan terhadap terjadinya masalah kesehatan. Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip Notoadmodjo (2002) masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatannya sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang
Universitas Sumatera Utara
ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya atau pengaruh terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: lingkungan yang mencakup lingkungan (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi,dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut selain berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bila mana keempat faktor tersebut bersamasama mempunyai kondisi yang optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum (1974) menjelaskan secara ringkas sebagai berikut: (1) lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan seperti iklim, keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam keadaan sehat, (2) perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan hygiene perorangan, (3) keturunan atau pengaruh faktor genetik adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mepunyai pengaruh primer dan juga sebagai penyebab penyakit, dan (4) pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lingkungan. Permasalahan perumahan sehat juga terjadi pada masyarakat di wilayah pesisir. Penerapan rumah sehat dinilai sulit diperoleh oleh masyarakat yang berada di
Universitas Sumatera Utara
wilayah pesisir jika dilihat dari keseluruhan aspek indikator rumah sehat, seperti pembuangan sampah, lantai rumah yang permanen, serta kepemilikan jamban keluarga, sehingga pemerintah menekankan upaya yang lebih komprehensif untuk meningkatkan sanitasi lingkungan wilayah pesisir melalui kebijakan sanitasi total berbasis masyarakat. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir mempunyai karakteristik tersendiri. Menurut Kusnadi (2003) masyarakat di pesisir pantai secara umum merupakan nelayan tradisional dengan penghasilan pas-pasan, dan tergolong keluarga miskin yang disebabkan oleh faktor alamiah, yaitu semata-mata bergantung pada hasil tangkapan dan bersifat musiman, serta faktor non alamiah berupa keterbatasan tehnologi alat penangkap ikan, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan keluarga. Rendahya pendapatan keluarga berdampak terhadap ketersediaan pangan keluarga, dan ketersediaan rumah yang layak dan sehat. Dilihat dari aspek pekerjaan, perbedaan pekerjaan berbeda sikap terhadap perilaku kesehatan, seperti sikap terhadap tempat tinggal (rumah). Rumah bagi nelayan sebagian besar hanya merupakan tempat persinggahan, dan hampir separuh hidupnya berada di laut, sehingga kepedulian terhadap rumah yang sehat dinilai relatif rendah, demikian juga dengan perilaku kesehatan seperti kebiasaan buang air besar, sebagian besar membuang air besar di pinggir pantai. Menurut Natoatmodjo (2006), bahwa faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan, yaitu self concept, yaitu kepuasan atau ketidak puasan yang dirasakan oleh seorang individu, dan image kelompok, yaitu persepsi kelompok
Universitas Sumatera Utara
dalam suatu masyarakat terhadap perilaku kesehatan akan dicontoh atau akan diikuti oleh anggota masyarakat lainnya. Fenomena masalah kesehatan lingkungan pesisir ini terjadi hampir di seluruh wilayah pesisir di Indonesia termasuk di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara umum upaya pengelolaan wilayah pesisir termasuk sanitasi lingkungan pesisir masih belum dilakukan secara maksimal, sehingga berdampak terhadap kelestarian lingkungan hidup. Permasalahan yang paling banyak terjadi adalah masalah pengelolaan sampah, khususnya pada pesisir yang menjadi objek wisata, selain itu masalah penyediaan air bersih dan keadaan perumahaan penduduk. Permasalahan ini secara factual dipengaruhi oleh manajemen pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik, dan perilaku kesehatan masyarakat pesisir atau pengunjung yang masih rendah. Penyebabnya multifactor salah satunya pengetahuan yang rendah, perbedaan persepsi maupun dari aspek karakteristik masyarakat pesisir (Profil Kesehatan Propinsi NAD,2008). Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi NAD, cakupan rumah sehat juga masih rendah yaitu 58,3%, dan secara keseluruhan indikator rumah sehat juga masih rendah yaitu cakupan rumah tangga yang mempunyai akses air bersih sebesar 46,8%, rumah tangga yang memiliki jamban sehat sebesar 37,5%, rumah tangga yang mempunyai saluran pembuangan air limbah sebesar 44,7%. Sedangkan cakupan perumahan sehat di wilayah pedesaan sebesar 42,1%.
Universitas Sumatera Utara
Fenomena masalah penerapan rumah sehat juga terdapat di Kota Lhokseumawe. Secara geografis kota Lhokseumawe merupakan daerah yang terletak di pesisir, dan termasuk daerah industri. Salah satu wilayah pesisir yang ada di Kota Lhokseumawe yang berpotensi terhadap masalah kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah daerah Pusong Lama. Secara umum masyarakat desa Pusong Lama merupakan masyarakat yang heterogen, karena pasca terjadinya Tsunami tahun 2004 komposisi penduduk dari segi etnis sudah berbaur dengan pendatang dari daerah lain baik dalam propinsi NAD maupun luar NAD. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Lhokseumawe (2009), desa Pusong Lama merupakan daerah yang pernah tertimpa Tsunami dengan jumlah KK sebanyak 1.885 KK yang terdiri dari 1.105 KK yang bukan keluarga miskin dan 780 KK termasuk keluarga miskin, dan cakupan perumahan sehat hanya 47,2% dari 802 rumah yang diperiksa. Angka ini masih rendah dibandingkan dengan indikator rumah sehat yang diharapkan yaitu 80%. Berdasarkan hasil survai awal di Desa Pusong Lama Kecamatan Banda Sakti, hampir 86% masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Keadaan sanitasi perumahaannya masih belum memenuhi syarat kesehatan, jamban keluarga belum terdistribusi ke seluruh KK, sehingga masih ada masyarakat yang buang air besar ke laut, dan adanya kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan. Dilihat dari kontruksi rumah sebagian besar masih beratap rumbia dan seng, dan berlantai tanah serta tidak mempunyai ventilasi yang cukup. Keadaan tersebut mencerminkan bahwa upaya perilaku hidup bersih dan sehat masih sangat kurang.
Universitas Sumatera Utara
Adapun faktor-faktor yang berperan dalam penerapan rumah sehat tidak terlepas dari faktor individu itu sendiri seperti pengetahuan atau persepsi, kesadarannya untuk hidup sehat, faktor lingkungannya seperti ketersediaan jamban keluarga, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah serta faktor kebijakan dan pengelolaan sanitasi lingkungan dari pemerintah daerah. Menurut Green (1980) dalam Natoadmodjo (2004) bahwa perilaku manusia dalam hal ini penerapan rumah sehat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku
(non behaviour cause),
kemudian dijabarkan menjadi tiga faktor yaitu: (a) Faktor Predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilainilai, (b) faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitras-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, (c) faktorfaktor pendorong (reinforching factor), yang terwujud dalam sikap dan Perilaku patugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari Perilaku masyarakat. Hasil penelitian Wilujeng dan Martiana (2006), di Kabupaten Lombok Timur bahwa masih ada 9% rumah beratap rumbia, 52% menggunakan air sumur tidak terlindung, hanya 2% yang mempunyai jamban, sisanya 98% tidak memiliki jamban, dan dari 98% tersebut 6% buang air besar di jamban umum, 6% di kebun dan 86% buang air besar di pinggir pantai. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh karakteristik masyarakat terhadap penerapan rumah sehat
Universitas Sumatera Utara
pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe, sehingga dapat dirumuskan kebijakan dan manajemen kesehatan lingkungan serta pengelolaan lingkungan di daerah pesisir dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal serta pelestarian lingkungan hidup secara maksimal.
1.2.
Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga, jarak rumah dari pantai, pengetahuan dan sikap) terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe Tahun 2010.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik
masyarakat (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga, jarak rumah dari pantai, pengetahuan dan sikap) terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.
1.4.
Hipotesis Karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar
keluarga, jarak rumah dari pantai, pengetahuan dan sikap) terhadap penerapan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian 1. Menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam peningkatan pengelolaan daerah pesisir dalam peningkatan kebersihan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dalam merumuskan program dan kegiatan berbasis lingkungan dalam peningkatan upaya kesehatan lingkungan pada masyarakat pesisir di Kota Lhokseumawe. 3. Dapat menjadi kontribusi bagi ilmu pengetahuan dalam memberikan sumbangan kajian tentang penerapan rumah sehat bagi masyarakat, agar masyarakat mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pengelolaan sanitasi berbasis lingkungan. 4. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara