BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki cukup banyak cerita keberhasilan di dunia bisnis. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah Emirsyah Satar, CEO Garuda Indonesia, yang mendapat penghargaan predikat CEO paling dikagumi di Indonesia selama enam tahun berturut-turut pada acara “Indonesia Most Admired CEO and Companies 2014” yang diadakan oleh majalah Warta Ekonomi (Detik, 2014). Beliau berhasil membawa nama Garuda Indonesia menjadi maskapai favorit bagi kalangan dalam maupun luar negeri. Tidak hanya Emirsyah Satar, Arief Yahya, Sang Nakhoda PT. Telkom Indonesia juga meraih penghargaan Marketeer of The Year 2013 (Marketeers, 2013). Di tengah ketatnya kompetisi antar provider dan bisnis telekomunikasi, Arief Yahya mampu membuat perusahaannya tumbuh sebesar 11,28% pada kuartal ketiga 2013 lalu (Marketeers, 2013). Dalam wawancaranya dengan tim MarkPlus, Arief Yahya mengatakan bahwa seorang CEO haruslah lead more, manage less. Dia menyadari bahwa individu adalah faktor yang sangat penting bagi kesuksesan perusahaan, maka itu ia terus mengadakan pelatihan bagi pegawai Telkom agar memiliki keahlian dan keterampilan untuk menyiapkan persaingan yang semakin kompetitif. Senada dengan prestasi Arief Yahya, Ignasius Jonan, Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) juga memberikan perubahan pada organisasi yang dipimpinnya. Sejak KAI berada di bawah pimpinan Ignasius, ketertiban di setiap stasiun menjadi
lebih terjamin, begitu pula dengan tingkat keamanan, kebersihan, bahkan pelayanan. Ignasius pun berhasil membuat gebrakan dengan membangun kereta api bandara pertama di Indonesia, tepatnya di Kuala Namu, yang memiliki tingkat okupansi sampai 70% (Marketeers, 2013). Sebagai tambahan, Ignasius juga dinobatkan sebagai Best of The Best CEO BUMN 2013 oleh Anugerah BUMN 2013. Contoh inspiratif lainnya ada pada sosok Chairul Tanjung, pemilik Para Group, yang pernah menduduki peringkat ke-5 orang terkaya se-Indonesia (Forbes, 2013), dan ke-395 di dunia versi Forbes (Forbes, 2014). Nama lainnya yaitu R. Budi dan Michael Hartono, dua bersaudara yang berhasil membawa Djarum menjadi perusahaan raksasa Indonesia yang diakui dunia. Atiek Nur Wahyuni, Direktur Utama TransTV dan Trans7, serta Richard Joost Uno, Presiden Direktur PT Pelabuhan Indonesia II (IPC), yang membuat pelabuhan Tanjung Priok lebih tertata dan produktif (Marketeers, 2013). Kisah sukses para pemimpin organisasi yang telah dijelaskan diatas adalah sebagian kecil dari sekian banyak deretan orang beserta organisasinya yang sukses di Indonesia. Prestasi yang mereka torehkan pada bisnisnya tidak hanya memberikan hasil positif bagi organisasi, melainkan juga terhadap para pemegang saham perusahaan termasuk pada negara. Namun, faktor apakah yang sebenarnya mendasari kepiawaian para pemimpin ini dalam membawa perusahaan mereka? Apakah mereka diangkat menjadi pemimpin perusahaan berdasarkan pengalaman kerja, pendidikan, atau karena memiliki hubungan keluarga dengan pemilik perusahaan? Faktor tersebutlah yang akan menjadi perhatian peneliti dalam penelitian ini.
Salah satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa dalam menjalankan organisasi, Indonesia termasuk negara yang menerapkan sistem two-tier board (Darmadi, 2013). Artinya, terdapat pemisahan sistem kepemimpinan antara pemilik organisasi dan manajemen direksi. Menurut Country’s Corporation Law, perusahaan harus memiliki dua macam dewan di dalam struktur organisasi mereka, yaitu Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Kedua macam dewan ini dipilih langsung oleh pemegang saham perusahaan. Dewan Komisaris bertugas mengawasi Dewan Direksi. Sedangkan Dewan Direksi bertanggung jawab atas keseharian jalannya perusahaan. Dewan Komisaris dipimpin oleh Komisaris Utama sedangkan Dewan Direksi diketuai oleh Direktur Utama. Direktur Utama dan Komisaris Utama merupakan jabatan krusial yang dapat menentukan kemana perusahaan akan berjalan. Berdasarkan hal tersebut, tersirat bahwa tingkat pendidikan dari individu pada jabatan tersebut merupakan suatu hal yang penting. Dari pendidikan, seseorang akan belajar berpikir, belajar menerima, dan mencari solusi yang tepat dari permasalahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin terbuka pandangannya terhadap hal-hal baru. Keberhasilan para pemimpin dalam mewujudkan visi organisasi bukanlah sebuah hal yang instan. Terdapat banyak faktor yang membangun kepribadian mereka sehingga dapat memimpin organisasi menjadi sukses. Dalam penelitian Bhagat, Bolton, dan Subramanian (2010), mengatakan bahwa peran utama dari sebuah perusahaan adalah merekrut pemimpin dengan kemampuan superior. Kemampuan ini dapat dilihat berdasarkan dua hal, yaitu observable dan unobservable capability (Darmadi, 2013). Observable adalah kemampuan CEO berdasarkan pendidikan dan
pengalaman kerja. Sedangkan unobservable adalah kemampuan CEO berdasarkan kemampuan kepemimpinan dan teamwork (Bhagat, Bolton, dan Subramanian (2010). Namun, perhitungan kemampuan kepemimpinan dan teamwork merupakan hal yang sulit diukur dan membutuhkan banyak biaya (Bhagat, Bolton, dan Subramanian (2010). Maka dari itu, secara tidak langsung pendidikan menjadi faktor yang memiliki peranan cukup penting bagi perusahaan dalam memilih top eksekutifnya. Penelitian tentang hubungan pendidikan CEO dengan kinerja perusahaan telah cukup banyak dilakukan di negara luar Indonesia. Namun tidak banyak dilakukan penelitian di Indonesia. Penelitian terdahulu di Indonesia dilakukan oleh Darmadi (2013) yang meneliti proporsi latar belakang pendidikan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi, termasuk CEO. Data yang digunakan Darmadi (2013) pada penelitiannya adalah data yang dikumpulkan dari annual report pada perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007. Variabel yang digunakan adalah tingkat strata pascasarjana, tingkat pendidikan yang berasal dari universitas domestik ternama, tingkat pendidikan dari negara maju, dan pendidikan dari lulusan jurusan keuangan/ekonomi. Kinerja perusahaan diukur menggunakan ROA (return on aset) dan Tobin’s Q. Pada kasus pendidikan Dewan Komisaris, tingkat strata pascasarjana dan tingkat sarjana yang berasal dari universitas domestik ternama secara signifikan mempengaruhi ROA namun tingkat sarjana dari negara maju tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. Latar belakang pendidikan Dewan Komisaris terhadap kinerja perusahaan berdasarkan Tobin’s Q juga tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Pada kasus pendidikan Dewan Direksi dan CEO, latar belakang pendidikan dengan ROA tidak memiliki hubungan yang signifikan. Akan tetapi, dengan variabel Tobin’s Q, tingkat strata pascasarjana memiliki hubungan positif dan signifikan. Sedangkan variabel pendidikan dari lulusan jurusan keuangan/ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap kinerja perusahaan. Terakhir, perusahaan yang dipimpin oleh CEO dari universitas domestik ternama menunjukkan keuntungan yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan lulusan yang bukan dari universitas domestik ternama. Penelitian lain yang meneliti hubungan antara pendidikan top eksekutif dengan kinerja perusahaan dilakukan oleh (Bhagat, Bolton, dan Subramanian (2010). Berbeda halnya dengan (Darmadi, 2013), penelitian ini menggunakan data selama 16 tahun di 1500 perusahaan di Amerika dan hanya meneliti tentang pendidikan CEO. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan ROA dan Tobin’s Q, sedangkan variabel pengukuran pendidikan CEO yaitu CEO yang berasal dari universitas top-20, memiliki gelar MBA, gelar pada bidang hukum, gelar S2, dan MBA dari universitas top-20, serta gelar pada bidang hukum dari universitas top-20. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah latar belakang pendidikan CEO tidak memiliki hubungan sistematis secara signifikan dengan kinerja perusahaan dalam rentan waktu jangka panjang. Maka dari itu, penelitian ini ingin berusaha untuk melengkapi penelitian terdahulu,
khususnya
penelitian
Darmadi,
2013
yang
mengatakan
bahwa
penelitiannya tidak dapat mewakili hubungan antara pendidikan dengan kinerja perusahaan secara valid karena hanya menggunakan rentan waktu satu tahun. Maka
itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS HUBUNGAN
TINGKAT
PENDIDIKAN
TOP
EKSEKUTIF
DENGAN
KINERJA PERUSAHAAN (Riset Pada Perusahaan Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2013)”. Adapun waktu yang digunakan adalah tahun 2007 sampai 2013. Variabel yang digunakan sebagai pengukur latar belakang pendidikan adalah tingkat strata, gelar pada bidang ekonomi, lulusan dari 10 universitas terbaik di Indonesia dan asal universitas apakah di dalam atau di luar negeri. Sedangkan kinerja perusahaan diukur menggunakan Return on Aset (ROA) dan Tobin’s Q.
1.2
Rumusan Masalah Pendidikan merupakan salah satu topik menarik bagi sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia terus berusaha meningkatkan taraf pendidikan demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Tingginya tingkat serta kualitas pendidikan dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat berdampak pada peningkatan produktivitas (Atmanti, 2005). Top eksekutif (Direktur Utama dan Komisaris Utama) di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Hal inilah yang menarik dan turut menjadi fokus peneliti. Apakah sebenarnya pendidikan dapat menjadi tolak ukur perusahaan dalam merekrut pemimpinnya atau tidak agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah tingkat strata pendidikan Direktur Utama dalam sebuah perusahaan memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan?
2. Apakah tingkat strata pendidikan Komisaris Utama dalam sebuah perusahaan memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan? 3. Apakah Direktur Utama yang lulus dari 10 universitas terbaik di Indonesia memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan? 4. Apakah Komisaris Utama yang lulus dari 10 universitas terbaik di Indonesia memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan? 5. Apakah Direktur Utama dengan gelar pada bidang ekonomi memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan? 6. Apakah Komisaris Utama dengan gelar pada bidang ekonomi memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan? 7. Apakah Direktur Utama yang menempuh pendidikan di luar negeri memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan? 8. Apakah Komisaris Utama yang menempuh pendidikan di luar negeri memiliki hubungan dengan kinerja perusahaan?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara tingkat strata pendidikan Direktur Utama dengan kinerja perusahaan. 2. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara tingkat strata pendidikan Komisaris Utama dengan kinerja perusahaan. 3. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara Direktur Utama yang lulus dari 10 universitas terbaik di Indonesia dengan kinerja perusahaan.
4. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara Komisaris Utama yang lulus dari 10 universitas terbaik di Indonesia dengan kinerja perusahaan. 5. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara Direktur Utama yang menyandang gelar pada bidang ekonomi dengan kinerja perusahaan. 6. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara Komisaris Utama yang menyandang gelar pada bidang ekonomi dengan kinerja perusahaan. 7. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara Direktur Utama yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan kinerja perusahaan. 8. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara Komisaris Utama yang menempuh pendidikan di luar negeri dengan kinerja perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat mengetahui pentingnya latar belakang pendidikan serta kelulusan top eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan. 1.4.2 Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris terkait ada tidaknya hubungan antara latar belakang pendidikan top eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Dengan begitu, penelitian ini dapat membantu pihak perusahaan dalam merekrut pemimpinnya.
1.4.3 Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah serta melengkapi bukti empiris tentang hubungan antara latar belakang pendidikan top eksekutif perusahaan dengan performa perusahaan. Diharapkan pula, penelitian ini dapat menambah referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penelitian ini dibagi ke dalam lima garis besar, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN Bab I berisi tentang latar belakang masalah, pemaparan rumusan masalah, tujuan, serta manfaat dari penelitian. Sistematika penulisan dalam penelitian ini juga turut disajikan dalam Bab I.
BAB II LANDASAN TEORI BAB II menjelaskan tentang teori serta penelitian terdahulu, pemaparan tentang kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN Bab III menjelaskan tentang sampel data yang digunakan, jenis dan asal sumber data, definisi operasional dan pengukuran variabel, serta metode pengumpulan data, dan alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yang dipaparkan pada Bab II.
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab IV menjelaskan tentang hasil penelitian dari metode analisis yang digunakan serta pembahasan sebagai jawaban dari masalah yang di rumuskan pada Bab I.
BAB V PENUTUP DAN KESIMPULAN Bab V menjelaskan tentang kesimpulan dari penelitian, keterbatasan penelitian, serta saran yang diberikan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.