BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran terbuka memiliki hubungan erat terhadap aktifitas manusia. Salah satu contoh saluran terbuka yang sering dijumpai adalah sungai. Sungai mempunyai peranan penting sebagai penunjang kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan fungsi sungai bukan hanya sebagai sarana untuk mengalirkan air, akan tetapi mampu memberikan nilai ekonomis dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pembangkit listrik, penyediaan air baku bagi perusahaan air minum, sarana transportasi, pertanian, perkebunan, perikanan dan lain sebagainya. Sungai pada umumnya memiliki karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk dan tampang aliran. Perubahan pada sungai umumnya terjadi akibat dari faktor alam atau faktor manusia seperti adanya bangunan – bangunan air pada badan sungai seperti pilar, abutmen, bendung dan sebagainya. Sifat dinamis pada sungai,
suatu waktu akan dapat
memberikan pengaruh kerusakan pada bangunan yang ada disekitarnya. Salah satu permasalahan yang terjadi pada sungai adalah sedimentasi. Proses sedimentasi berjalan sangat komplek, diawali dengan turunnya air hujan yang menghasilkan energi kinetik sebagai awal proses erosi pada permukaan tanah. Ketika tanah menjadi partikel halus, sebagian akan
1
tertinggal dan sebagian lainnya terbawa aliran air kemudian masuk pada badan air atau sungai sehingga menjadi angkutan sedimen. Berdasarkan penelitian, semakin besar debit yang dialirkan maka angkutan sedimen (Bed Load) akan semakin banyak (Cahyono iksan : 2007). Angkutan sedimen tersebut pada waktu tertentu akan diendapkan pada suatu tempat. Sedimentasi dapat terjadi pada badan sungai, muara sungai ataupun pantai. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu diadakan studi eksperimen mengenai pergerakan sedimen pada saluran terbuka. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tugas akhir dengan judul ‘’ Analisis Gerak dan Laju Sedimen Pada Komponen Struktur (Pilar)”. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penulisan ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh debit terhadap gerak dan laju sedimen ? 2. Bagaimana pengaruh debit terhadap gerak dan laju sedimen yang terjadi pada saluran terbuka dengan adanya pilar ? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujaun dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh debit terhadap gerak dan laju sedimen pada saluran terbuka.
2
2. Untuk menganalisis gerak dan laju sedimen yang terjadi pada saluran terbuka dengan adanya pilar. 2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : Bagi keilmuan dibidang teknik sipil, memberikan tambahan pengetahuan
pergerakan
sedimen
pada
saluran
terbuka
dengan
menambahkan pengaruh pilar. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut ; 1. Dalam penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Hidraulika dan Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo. 2. Penelitian ini menggunakana alat Sediment Transport Flow Channel. 3. Sedimen yang digunakan diperoleh dari Sungai Wanggu. 4. Penelitian menggunakan tiga variasi debit , disesuaikan dengan kemampuan alat. 5. Sedimen tersuspensi (Suspended Load) tidak diperhitungkan. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pergerakan sedimen telah banyak dilakukan, pengaruh variasi debit air terhadap laju bed load pada saluran terbuka dengan pola aliran steady flow (Cahyono Iksan : 2007), besarnya aliran air dengan total angkutan sedimen pada saluran terbuka (H.H. Arfan,dkk) M. S. Pallu, dkk. (2013) melakukan eksperimen mengenai angkutan sedimen dasar pada saluran terbuka. Chandra Murprabowo M. dan Umbro 3
Lasminto (2013) melakukan penelitian mengenai angkutan sedimen sudetan Pelangwot-Sedayu lawas Bengawan Solo. Wa Masriana Duku (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Bed Load Saluran Kasar Dengan Bed Material Pasir Lepo-Lepo. Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis mengenai gerak dan laju sedimen pada pilar. Material yang digunakan adalah sedimen sungai wanggu yang telah lolos saringan (gradasi) yang diperoleh langsung dari sungai Wanggu. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Cahyono Iksan (2007) adalah penambahan pengaruh pilar terhadap pergerakan sedimen serta material sedimen yang digunakan. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari prosal ini, maka disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut : a. Bab I, Pendahuluan, berisi tentang latar belakang pemilihan topik masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan. b. Bab II, Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang saluran terbuka, sungai, dan sedimentasi. c. Bab III Metodologi Penelitian, menguraikan tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian. d. Bab IV Analisis Data, menguraikan tentang analisis data hasil penelitian serta pembahasan mengenai hasil penelitian.
4
e. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dari hasil penlitian yang dilakukan serta saran –saran yang diberikan utnuk mempermudah penelitian.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Saluran Terbuka Aliran dalam saluran terbuka maupun saluran tertutup yang mempunyai permukaan bebas disebut aliran permukaan bebas (free surface flow) atau aliran saluran terbuka (open channel flow). Permukaan bebas mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Dengan adanya permukaan bebas pada saluran terbuka, aliran air bergantung pada gaya gravitasi dan daya inersia alirannya. Jika pada aliran tidak terdapat permukaan bebas dan aliran dalam saluran penuh, aliran yang terjadi disebut aliran dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow). Aliran dalam pipa tidak terdapat tekanan atmosfir akan tetapi tekanan hidraulik Dalam saluran tertutup kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran tertekan pada saat yang berbeda, misalnya gorong-gorong untuk drainase, pada saat normal alirannya bebas, sedang pada saat banjir karena hujan tiba-tiba air akan memenuhi gorong-gorong sehingga alirannya tertekan. Dapat juga terjadi pada ujung saluran tertutup yang satu terjadi aliran bebas, sementara ujung yang lain alirannya tertekan. Kondisi ini dapat terjadi jika ujung hilir saluran terendam (sumerged).
6
2
1 V12 2g
hf
Ga ris e ne rg i
2
1 V 12 2g
hf
Ga ris e ne rg i
2g
2g
Pe rm u k aan air be b as
h1
z1
z2
G aris re fe ren s i
( a)
h1
h2
D asa r sa lura n
( b)
2
V2
V 22
G aris de raja d h id ro lis G aris ten g a h pip a
z1
h2
z2 G aris re f ere ns i
(c )
Gambar 2.1 aliran permukaan bebas pada saluran terbuka (a), aliran permukaan bebas pada saluran tertutup (b), aliran tertekan pada saluran pipa (c).
Pada gambar 2.1 di atas menjelaskan tekanan yang ditimbulkan oleh air pada setiap penampang saluran stinggi y di atas dasar saluran. Jumlah energi dalam aliran berdasarkan suatu garis persamaan adalah jumlah tinggi tempat z diukur dari dasar saluran, tinggi tekanan y dan kecepatan V2/2g, dengan V adalah kecepatan rata-rata aliran. Energi ini dinyatakan dalam gambar dengan suatu garis derajat energi (energy grade line) atau disingkat garis energi (energy line). Energi yang hilang ketika pengaliran terjadi dari penampang (1) ke penampang (2) dinyatakan hf. Secara umum, persamaan dasar yang dipakai untuk menganalisa debit (Q) aliran pada saluran terbuka yang berlaku untuk suatu penampang saluran dapat dilihat dalam rumus berikut:
7
Q = V. A…………………………………………………………(2.1) dengan : Q = debit (m3/dtk) V = Kecepatan rata-rata (m/dtk) A = Luas penampang saluran (m2/dtk) Untuk menghitung luas penampang saluran, dapat menggunakan rumus sebagai berikut: A = b.h………………………………………………………(2.2) Dengan, A = Luas penampang saluran (m2) b = Lebar saluran (m) h = Tinggi saluran (m) Untuk keceptan rata-rata, digunakan rumus: V = Q/(b.h)…………………………………………………(2.3) Menurut V.T Chow (1992) saluran terbuka merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Berdasarkan asal saluran dapat digolongkan menjadi saluran alamiah (natural) yang meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah dipermukaan bumi dan saluran buatan (artificial) yang meliputi semua alur air hasil buatan manusia seperti drainase, gorong-gorong, terusan dan lain – lain. Saluran terbuka menurut B.Triadmodjo (1996) adalah saluran dimana air mengalir dengan permukaan bebas. Pada saluran terbuka, saluran alamiah
8
(sungai), variabel aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Variabel tersebut adalah tampang lintang saluran, kekasaran, kemiringan dasar, belokan, debit, dan lain sebagainya. Zat cair yang mengalir pada saluran terbuka mempunyai bidang kontak hanya pada dinding dan dasar saluran. Saluran terbuka dapat berupa saluran alamiah atau buatan, galian tanah dengan atau tanpa lapisan penahan, terbuat dari pipa, beton, batu, bata, atau material lain, dapat berbentuk persegi, segitiga, trapesium, lingkaran, tapal kuda, atau tidak beraturan.
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk potongan melintang saluran terbuka Kwanza (dalam J.Jomba dkk :2015) melakukan investigasi pada efek dari lebar saluran, kemiringan saluran dan debit lateral pada saluran persegi panjang dan trapesium. Mereka mencatat bahwa kenaikan debit sebagai parameter yang ditentukan adalah bervariasi dan saluran trapesium memiliki sifat hidrolik yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran yang berbentuk persegi panjang. 1.2
Klasifikasi Aliran Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe tergantung kriteria yang digunakan.
Berdasarkan perubahan
kedalaman dan/atau kecepatan mengikuti fungsi waktu, aliran dibedakan
9
menjadi aliran permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady), sedangkan berdasarkan fungsi ruang, aliran dibedakan menjadi aliran seragam (uniform) dan tidak seragam (non-uniform). a. Berdasarkan perubahan terhadap waktu Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka alirannya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu maka alirannya disebut aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow). 1. Aliran Tunak (steady flow) Perubahan terhadap waktu tetap Perubahan kedalaman terhadap waktu tetap Perubahan kecepatan terhadap waktu tetap 2. Aliran Tidak Tunak (Unsteady Flow) Perubahan volume terhadap waktu tetap b. Berdasarkan keadaan aliran 1.
=0
=0
=0 =0
Aliran Laminer dan Turbulen Jika partikel zat cair yang bergerak mengikuti alur tertentu dan
aliran tampak seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis yang paralel, maka alirannya disebut aliran laminer. Sebaliknya jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur yang tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya disebut aliran turbulen.
10
Faktor yang menentukan keadaan aliran adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika gaya viskositas dominan, alirannya laminer, jika gaya inersia yang dominan, alirannya turbulen. Nisbah antara gaya kekentalan dan inersia dinyatakan dalam bilangan Reynold (Re), yang didefinisikan sebagai :
Re
V.L .................... (2.4)
dengan V =
kecepatan aliran (m/det),
L =
panjang karakteristik (m), pada saluran muka air bebas L = R,
R =
Jari-jari hidraulik saluran,
=
kekentalan kinematik (m2/det).
Tidak seperti aliran dalam pipa, dimana diameter pipa biasanya dipakai sebagai panjang karakteristik, pada aliran bebas dipakai kedalaman hidraulik atau jari-jari hidraulik sebagai panjang karakteristik. Kedalaman hidraulik didefinisikan sebagai luas penampang basah dibagi lebar permukaan air, sedangkan jari-jari hidraulik didefinisikan sebagai luas penampang basah dibagi keliling basah. Batas peralihan antara aliran laminer dan turbulen pada aliran bebas terjadi pada bilangan Reynold, Re + 600, yang dihitung berdasarkan jari-jari hidraulik sebagai panjang karakteristik. 11
Dalam kehidupan sehari-hari, aliran laminer pada saluran terbuka sangat jarang ditemui. Aliran jenis ini mungkin dapat terjadi pada aliran dengan kedalaman sangat tipis di atas permukaan gelas yang sangat halus dengan kecepatan yang sangat kecil. Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan gelombang gravitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang gravitasi dapat dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut subkritis, dan jika kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis, alirannya disebut superkritis. Parameter yang menentukan ketiga jenis aliran tersebut adalah nisbah antara gaya gravitasi dan gaya inertia, yang dinyatakan dengan bilangan Froude (Fr). Untuk saluran berbentuk persegi, bilangan Froude didefinisikan sebagai :
Fr
V g.h
............................(2.5)
dengan V = kecepatan aliran (m/det), h = kedalaman aliran (m), g = percepatan gravitasi (m/det2)
g.h .= kecepatan gelombang dangkal Fr = 1,0 disebut aliran kritis Fr < 1,0 disebut aliran sub-kritis Fr > 1,0 disebut aliran super-kritis
12
1.3 Sungai 1.3.1 Definisi Sungai Sungai adalah torehan dipermukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawahnya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut. Sungai juga didefinisikan sebagai paduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya. Berdasarkan segi hidrologi sungai mempunyai fungsi utama yaitu menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut. Daerah pengaliran sungai (DPS) sendiri memiliki definisi sebagai derah dimana sungai memperoleh air yang merupakan daerah tangkapan hujan, atau sebagai unit kesatuan wilayah tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menajadi aliran sungai, dan dibatasi oleh punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan ke masing-masing daerah pengaliran sungai. 2.2.2
Pola Aliran Sungai Sungai di dalam semua DPS mengikuti aturan bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang selain anak sungai mengalir ke dalam sebagai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola tertentu yang tergantung pada kondisi
13
topografi, geologi, iklim, dan vegetasi yang terdapat dalam daerah pengaliran sungai. Beberapa pola aliran yang terdapat di Indonesia yaitu : a. Radial Pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung atau di daerah dengan topografi berbentuk kubah. b. Rektangular Pola ini biasa di jumpai pada daerah batuan berkapur. c. Trellis Pola ini biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pengunungan lipatan. d.
Denritik Pola ini pada umumnya terdapat daerah batuan sejenis dengan penyebaran yang luas;
2.2.3 Bentuk Daerah Pengaliran Sungai Pola-pola aliran ini menetukan bentuk suatu daerah pengaliran sungai yang secara umum dapat dibedakan dalam empat bentuk yaitu: a. Bentuk Memanjang Bentuk ini induk sungai akan memanjang dengan anak-anak sungai langsung masuk ke induk sungai, dengan debit banjir yang
14
relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak-anak sungai memiliki waktu yang berbeda-beda. b. Bentuk Radial Bentuk ini terjadi karena arah alur sungai seolah-olah memusat pada satu titik sehingga menggambar bentuk radial, kipas, atau lingkaran. Pada bentuk ini waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru arah alur sungai memerlukan waktu yang relatif bersamaan, sehingga bila hujan yang sifatnya merata diseluruh daerah pengaliran sungai terjadi maka banjir besar akan terjadi. c. Bentuk Paralel Daerah pengaliran sungai ini dibentuk oleh dua lajur sub daerah pengaliran sungai yang menyatu dibagian hilir. Banjir yang terjadi pada bentik ini biasanya terjadi setelah disebelah dibagian hilir titik pertemuan kedua alur sungai sub daerah pengaliran sungai tersebut. d. Bentuk Kompleks Bentuk ini merupakan gabungan dasar-dasar dua atau lebih buruj daerah pengaliran.
15
2.2.4 Alur Sungai Secara sederhana alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Bagian Hulu Pada umumnya alur sungai bagian hulu melalui daerah pengunungan, perbukitan, atau lereng gunung api yang memiliki cukup ketinggian dari muka laut, shingga dapat disebut sumber erosi. Alur sungai dibagian hulu biasanya mempunyai kecepatan aliran yang lebih besar dari pada bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil erosi yang diangkut berupa pasir, kerikil, dan batuan. b.Bagian Tengah Bagian tengah umumnya memiliki penampang berbentuk peralihan bentuk V dan bentuk U sehingga daya tampungnya masih dapat menerima aliran banjir, bagian ini juga merupakan daerah keseimbangan antara proses dan sedimentasi, serta merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir c. Bagian Hilir Bagian ini biasanya alur sungainya melalui daerah pedataran dengan kemiringan dasar sungai landai sehingga kecepatan
16
alirannya lambat, dan memungkinkan proses pengendapan terjadi dengan mudah. 2.3 Sedimen Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu akibat dari erosi. Sungai-sungai membawa sedimen dalam setiap alirannya. Sedimen dapat berada di berbagai lokasi dalam aliran, tergantung pada keseimbangan antara kecepatan ke atas pada partikel (gaya tarik dan gaya angkat) dan kecepatan pengendapan partikel (Asdak dalam Arta O.B dkk :2007)). Aliran pada sungai, secara umum membawa sejumlah sedimen, baik sedimen suspensi (suspended load) maupun sedimen dasar (bed load). Adanya perubahan angkutan sedimen dasar (bed load) akan disertai dengan perubahan konsentrasi sedimen suspensi. Konsentrasi sedimen suspensi (dan distribusi kecepatan) diketahui berubah dari tengah ke arah tepi saluran. Coleman (1981) dan Zainuddin dan Kironoto (2003)
dalam Kironoto
(2007), melaporkan bahwa adanya sedimen suspensi dapat mempengaruhi bentuk distribusi kecepatan, yang akan mempengaruhi besaran kecepatan gesek yang ditimbulkannya. Adanya bed load yang diketahui mempengaruhi kandungan konsentrasi sedimen suspensi, dan juga mempengaruhi bentuk distribusi kecepatan, diperkirakan juga mempengaruhi besarnya kecepatan gesek. Sehubungan dengan itu, dalam tulisan ini akan dipelajari seberapa besar pengaruh angkutan sedimen dasar (bed load) terhadap kecepatan gesek pada arah transversal, dari tengah saluran ke arah di tepi, termasuk pengaruh 17
kemiringan dasar saluran dan debit aliran terhadap distribusi kecepatan gesek. 2.3.1 Konsep Dasar Pergerakan Sedimen Aliran air menimbul gaya-gaya aliran yang bekerja pada material sedimen, yang cenderung untuk menggerakkan / menyeret butiran material sedimen. Kondisi kritik terjadi apabila gaya-gaya hidrodinamik yang bekerja pada suatu partikel sedimen mencapai suatu harga tertentu yang mana jika terlampaui akan menyebabkan butiran sedimen bergerak ( Tiny Mananoma dkk :2005). Air mengalir diatas sedimen dasar, maka ada gaya yang mendorong buitran, dimana gaya ini cenderung menggerakan partikel sedimen. Gaya yang menahan akibat aliran air tergantung dari sifat-sifat material. Untuk sedimen berbutir kasar seperti pasir dan kerikil, gaya tahanan utamanya berhubungan dengan berat sendiri partikel. Ketika gaya-gaya hidrodinamik bekerja pada partikel-partikel pada bahan dasar saluran tersebut, maka secara bersamaan juga terjadi peningkatan intensitas aliran. Oleh sebab itu, untuk suatu dasar saluran tertentu yang pada mulanya dalam keadaan tidak bergerak, suatu kondisi aliran pada akhirnya akan tercapai manakala partikel-partikel dasar tidak mampu lagi menahan gaya-gaya hidrodinamis tersebut sehingga tercipta suatu kondisi kritis yang mengakibatkan terjadinya gerakan pada dasar saluran (bed load)( H. H. Arfan dkk : 2013).
18
Berdasarkan pergerakan partikel sedimen yang terdapat di sungai, maupun yang terdapat pada saluran-saluran pengairan, maka angkutan sedimen dapat digolongkan dalam 3 (tiga) bagian yang tergantung pada kecepatan aliran sungai. Ketiga macam angkutan sedimen tersebut adalah sebagai berikut : 1. Angkutan Sedimen Dasar (Bed Load Transport) Proses angkutan ini, terjadi pada suatu kondisi kecepatan aliran yang relative rendah, yang mampu mengerakkan butiran yang semula dalam keadaan diam akan menggelinding dan meluncur di sepanjang dasar saluran. 2. Angkutan Sedimen Loncat (Saltation Load Transport) Pada kecepatan aliran yang lebih tinggi, butiran-butiran sedimen akan membuat loncatan-loncatan pendek meninggalkan dasar sungai, karena gaya dorong yang bekerja terhadap butiran makin besar. Kemudian butiran tersebut kembali ke dasar sungai atau melanjutkan gerakanya dengan membuat loncatan-loncatan yang lebih jauh. 3. Angkutan Sedimen Layang (Suspended Load Transport) Jika kecepatan aliran ditingkatkan lebih besar lagi, maka gerakan loncatan tersebut akan sering terjadi, sehingga apabila butiran tersebut oleh arus utama atau oleh gerakan aliran turbulen kearah
19
permukaan, maka butiran akan tetap bergerak ke dalam arus aliran air untuk selang waktu tertentu yang dapat diamati.
Gambar 2.3 Skema pergerakan sedimen
2.3.2 Persamaan untuk Angkutan Sedimen Dasar 1.DuBoys Persamaan DuBoys adalah persamaan klasik yang telah diteliti oleh para ahli yang berbeda dan menghasilkan kesimpulan bahwa rumus DuBoys dihasilkan dari percobaan yang dilakukan pada flume yang kecil dan range yang kecil, sehingga aplikasinya sangat cocok untuk penelitiaan dengan studi saluran terbuka. qb = (0,1/73d3/4) ( –
c)…………………………….(2.7)
Dimana : = tegangan geser qb
= debit bed load (m3/det)/m
20
1,0
10,0
0,8
8,0
0,6
6,0
0,4
4,0
0,2
2,0
Tc 0,1
1,0
0,08
0,8
0,06 0,1
0,2
0,4
0,6 0,8 1,0 d (mm)
20
40
60
3 ?s k [m/(kg-s)]
T(c kg/m )
2
?sk
0,6
Gambar 2.10 Parameter sedimen dan gaya tarik kritis untuk persamaan bed load menurut DuBoys (H. H. Arfan dkk : 2013) 2. Mayer – Peter Ahli yang pertama kali menemukan pendekatan dengan parameter slope energi adalah mayer – peter dkk (1934). Mayer –Peter melakukan studi laboratorium secara intensif mengenai sediment transport, yang kemudian menemukan rumus bed load dengan menggunakan system metric sebagai berikut : (0,4qb2/3/d) = (sq2/3/d) – 17……………………….(2.8) Dimana : qb
= debit bed load (kg/s)/m
q
= debit air dalam (kg/s)/m
s
= kemiringan saluran
d
= ukuran partikel (m)
Menurut Tiny Mananoma, Djoko Legono dkk., Rumus Meyer-Peter dan Muller (MPM) diperoleh secara empirik, dianggap
21
cukup baik untuk memprediksi angkutan sedimen di sungai, karena range data yang digunakan sangat besar. Dikembangkan untuk sedimen seragam dan tidak seragam, serta memperhitungkan adanya faktor gesek yang disebabkan oleh pengaruh bentuk gelombang (form roughness) dan pengaruh ukuran butiran (grain roughness) 3. Schoklitsch Schoklitsch adalah ilmuan yang pertama kali menggunakan parameter debit air untuk menentukan bed load. Formula schoklitsch dengan satuan metrik: qb = 7000 (S3/2/d1/2) (q – qc)……………………..(2.9) dimana : qb
= debit bed load ( kg/s)/m
d
= ukuran partikel (m)
q dan qc = debit air dan kritis (m3/s)/m Persamaan diatas digunakan untuk menentukan angkutan sedimen dengan asumsi bahwa material sedimen adalah seragam. Namun, umumnya material sedimen di alam tidaklah seragam. Sehingga diperlukan pengelompokkan sedimen berdasarkan ukuran material. W.A. Suryawan (2008) mengusulkan untuk membagi material sedimen kedalam beberapa fraksi kemudian dilakukan perhitungan dengan persamaan : qbi = B(q - qci ) ....................... (2.10)
22
dengan B = 23.699 (fbli)-0.302 (Di/Dr)-0.607 (fbmi)-0.202 (S0)1.294 dimana :
1.4
qbi
= angkutan sedimen dasar satuan per fraksi i (kg/s/m)
q
= Debit Air (m3/s)
qci
= Debit kritis fraksi (m3/s)
fbmi
= Proporsi dari Material dasar asli pada fraksi i (%)
fbli
= Proporsi dari Angkutan sedimen dasar pada fraksi i (%)
Di
= Diameter representatif
Dr
= Diameter referensi (m)
S
= Kemiringan flume/saluran (%)
B
= Parameter Persamaan
(m)
Pilar Jembatan Pilar merupakan bagian dari struktur bawah jembatan. Keberadaan pilar. Pada aliran sungai menyebabkan perubahan pola aliran sungai. Perubahan pola aliran tersebut akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Pilar jembatan mempunyai berbagai macam bentuk seperti silinder, persegi, persegi dengan ujung setengah lingkaran, persegi dengan sisi depan miring, lenticular maupun ellips yang dapat memberikan pengaruh terhadap pola aliran air. Aliran yang terjadi pada sungai biasanya disertai proses penggerusan / erosi dan endapan sedimen / deposisi.
23
Gerusan pada pilar umumnya juga terjadi karena adanya gangguan oleh pilar dan aliran akan kembali seimbang dengan efek sedimentasi. Akibat dari dibangunnya pilar pada sungai, aliran air yang menuju pilar akan membentur dan bergerak tegak lurus kearah dasar saluran. Aliran yang bergerak tersebut membentuk pola tapal kuda (Horse Vortek) yang punya peran sangat dominan dalam terjadinya gerusan di pilar ataupun sekitar pilar. Pembuatan pilar jembatan akan menyebabkan perubahan pola aliran sungai dan terbentuknya aliran tiga dimensi disekitar pilar tersebut. Perubahan pola aliran akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Gerusan lokal (local scouring) merupakan proses alamiah yang terjadi di sungai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air yang menghalangi aliran, misalnya pangkal jembatan, pilar jembatan, abutmen, krib sungai dll. Adanya bangunan air tersebut menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga menimbulkan perubahan transpor sedimen dan terjadinya gerusan. Gerusan lokal umumya terjadi pada alur sungai yang terhalang pilar jembatan yang menyebabkan adanya pusaran. Gerakan dari pusaran akan membawa butiran dasar menjauh dari asalnya dan jika tingkat debit sedimen yang keluar dari gerusan lebih besar dari yang masuk, maka akan terbentuk lubang akibat penggerusan. Pusaran tersebut terjadi di bagian hulu pilar.
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini akan dilaksanakan di Laoratorium Hidraulika dan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2016. 3.2 Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel akan dilakukan di Sungai Wanggu. Seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel (Google Earth 2015)
25
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ; a. Sediment Transport Channel Sediment transport channel merupakan alat yang utama dalam penelitian ini dengan panjang 167 cm, lebar 8,6 cm, dan tinggi 30 cm. Alat ini pada saluran dasar dilengkapi dengan kapasitas 13,8 m3/h atau setara dengan 66.667 lt/dt (0,066667 m3/s). Dioperasikan melalui indikator operasional yang terdiri dari kontrol debit aliran yaitu kran pembuka. Pengaturan kemiringan dasar saluran di hulu dan peluap di bagian hilir. Sistem aliran pelaksanaan mobil hidrolik dibuat dengan sistem sirkuit tertutup, agar pengamatan kedalaman gerusan dapat dilakukan secara kontinyu tanpa adanya kehilangan banyak air. Air dari tampungan dipompa masuk ke dalam inflow segment. Selanjutnya air akan mengalir melewati saluran terbuka, kemudian air akan mengalir masuk ke dalam bak penampung melalui saluran pembuang yang berupa peluap. Air kembali ke pompa dan masuk ke dalam inflow segment yang kemudian masuk kembali kedalam saluran terbuka. Prosedur pengaliran di atas akan terus berulang selama percobaan atau runnung berlangsung. alat sediment transport channel ini dilengkapi alat pengukur tinggi air (Hdebit)
26
yang melimpah di atas peluap dengan ketelitian 0,1 cm untuk memperoleh data debit.
Gambar 3.5 Sediment Transport Channel (Sumber GUNT Manual. 2005 b. Velocity Meter Alat ini digunakan sebagi pengukur kecepatan aliran. c. Point Gauge Alat ini digunakan sebagi pengukur kedalaman aliran. d. Stopwatch Alat ini digunakan untuk mengukur waktu. e. Model Pilar Sebagai model pilar pada penelitian. f. Timbangan Digital Alat ini berfungsi sebagai media untuk menimbang angkutan sedimen.
27
g. Kamera Digital Alat ini digunakan untuk mendapatkan gambar dari objek penelitian maupun peraltan yang digunakan serta dokumnetasi proses penelitian. 3.3.2 Bahan a. Air Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang diperoleh dari Laboratorium Hidrulika dan Sumber Daya Air Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.
b. Material Sedimen Material sedimen yang digunakan adalah sedimen Sungai Wanggu yang telah lolos saringan no. 10 dan tertahan di no. 50. 3.4 Tahap dan Prosedur percobaan Urutan pelaksanaan penelitian di bagi menjadi bebrapa tahap dan prosedur sebagai berikut : 3.3.1 Tahap Persiapan Tahap ini meliputi persiapan alat dan bahan yang diperlukan selama penelitian. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kesiapan komponen alat Sediment Transport Channel.
28
1. Tahap Running Pendahuluan Tahap ini meliputi kegiatan menentukan ketinggian sedimen, permodelan bentuk sungai, kemiringan, besar debit, dan (test running Sediment Transport Channel), sehingga dipastikan alat bekerja dengan baik. 2. Tahap Running Pelaksanaan Penelitian Setelah tahap pendahuluan dilaksanakan dan didapatkan ketinggian sedimen, pemodelan bentuk sungai, kemiringan, besar debit sesuai yang disyaratkan, maka dimulai tahap pelaksanaan penelitian. 3. Tahap Analisis Data Pada tahap ini data yang sudah diperoleh dari hasil penelitian
dianalisis
untuk
mendapatkan
suatu
kesimpulan
hubungan antara variabel-varibel yang diteliti dalam penelitian. 4. Tahap Pengambilan Kesimpulan Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianaisis yang berhubungan dengan tujuan penelitian. 3.3.2 Prosedur Percobaan 1. Air dimasukkan ke dalam tangki suplai air sebelum alat Sediment Transport Channel digunakan. 2. Menyediakan material dasar pasir dari hasil pengayakan yaitu material yang lolos saringan no. 10 dan tertahan disaringan no. 30.
29
3. Sebelum menuang material dasar pada flume, dicek kemiringan saluran yaitu nol, hal ini dilakukan agar ketebalan material dasar simetris. 4. Material dasar ditunagn sepanjang flume dan diratakan dengan ketebalan 7 cm. 5. Mengatur kemiringan saluran, dalam penelitian in digunakan kemiringan 1%. 6. Hubungkan unit dengan pasokan listrik utama. Pompa diposisikan dalam keadaan “ON” dan tekan tombol pompa. 7. Air dialirkan dari hulu secara perlahan yaitu dengan memutar perlahan kran kontrol debit hingga mencapai debit aliran yang diinginkan. Debit air yang digunakan pada penelitian ini yaitu 0,00172 m3/s, 0,00117 m3/s, dan 0,00055 m3/s, pemilihan debit ini dilakukan scara acak. 8. Proses Running dilakukan selama 1 jam untuk setiap debit sebanyak tiga kali. 9. Pengamatan dihentikan setelah running dinatakan selesai dan debit diperkecil secara perlahan, kemudian pompa dimatikan dan setelah itu menimbang angkutan sedimen dasar yang tertahan pada bak penampun. Proses ini dilakukan secara berulang hingga data yang dibutuhkan sudah lengkap.
30
Secara garis besar, penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut : Mulai
Rumusan Masalah : Pengaruh Pilar Pada Gerak dan Laju Sedimen Studi Pustaka Sediment Transport Channel
Tahapan Persiapan
Material Sedimen
Running Pendahuluan : 1. V = 0,4 m/s 2. V = 0,36 m/s 3. V = 0,34 m/s 4. Running Pelaksanaan 1. Debit 0.00172 m3/s 2. Debit 0.00117 m3/s 3. Debit 0.00055 m3/s
Hasil dan Analisis
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian
31