BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat perhatian, pertumbuhan dan perkembangan untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas (Anneahira, 2012). Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan arti bagi orang tuanya. Arti disini mengandung maksud memberikan isi, nilai, kepuasan, kebanggaan, dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan yang akan melanjutkan semua cita-cita harapan dan eksistensi hidupnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Menurut UU RI No. 4 tahun 1979 anak merupakan seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut. Anak adalah potensi serta penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Anak adalah masa dimana terjadi pertumbuhan dan perkembangannya. Tahap perkembangan dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu masa anak kecil atau masa bermain, tahap masa anak atau masa sekolah rendah atau dasar, dan tahap remaja dimana masa peralihan dari usia anak menjadi orang dewasa.
1
2
Perkembangan dan pertumbuhan anak berbeda-beda dikarenakan beberapa faktor
yaitu
faktor
genetik,
hormonal,
dan
lingkungan.
Hambatan
pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir,akan berpengaruh kepada proses tumbuh kembang anak diantaranya adalah kemiskinan, penyakit infeksi sistematik, trauma, penyakit kronis, anemia, defisiensi vitamin, serta cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan otak dan berdampak pada perkembangan mental anak. Salah satu yang berhubungan dengan gangguan perkembangan mental pada anak ada Retardasi Mental (Soetjiningsih, 2012). Retardasi Mental adalah suatu keadaan dimana anak mengalami suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang diekspresikan dalam ketrampilan konseptual, sosial dan praktis (Hendra.U, 2013). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama adalah inteligensi yang terbelakang (Maramis, 2004). Menurut penelitian Word Health Organization (WHO) tahun 2009, jumlah anak Retardasi Mental seluruh dunia adalah 3% dari total populasi. Tahun 2006-2007 terdapat 80.000 lebih penderita Retardasi Mental di Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan yang pesat pada tahun 2009, dimana terdapat 100,000 penderita Retardasi Mental.Pada tahun 2009 terjadi peningkatan sekitar 25% (Depkes RI 2009). Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Tunagrahita mengenai 1,5 kali lebih banyak pada lakilaki dibandingkan dengan perempuan (Maramis, 2004). Menurut Dinas Sosial
3
Provinsi Bali pada tahun 2014 jumlah anak yang mengalami retardasi mental di bali adalah 2.754 penderita. Pada anak dengan Retardasi Mental umumnya akan mengalami keterlambatan dalam fungsi kognitifnya yaitu IQ (Intelligence Quotient). IQ anak dengan Retardasi Mental <70 yang menyebabkan ketidakmampuan anak untuk belajar dan beradaptasi di lingkungan masyarakat (DepKes RI, 2005). Penilaian tentang tingkat daya ingat ataupun tentang kecerdasan pada anak dengan Retardasi Mental, harus berdasarkan informasi yang tersedia termasuk temuan klinis, perilaku adaptif dan hasil tes psikomotorik. Walaupun anak dengan Retardasi Mental memiliki keterlambatan dalam IQ, tetapi IQ anak Retardasi Mental masih dapat dilatih meskipun membutuhkan waktu yang tidak sebentar (Farheen, Dixit, & Bansal, 2013). Merawat anak dengan Retardasi Mental tidak semudah seperti merawat anak-anak normal pada umumnya. Keterbatasan yang dimiliki hampir semua aspek perkembangan baik kognitif, bahasa, motorik maupun sosial membuat mereka bergantung pada lingkungan sekitar terutama keluarga. Oleh karena itu, penerimaan dan dukungan dari lingkungan terutama keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak dalam menjalani kehidupannya. Penerimaan keluarga terutama orang tua menjadi sangat penting mengingat mempunyai anak dengan Retardasi Mental bukan merupakan suatu kegiatan, tetapi keberadaan mereka adalah nyata dan mereka mempunyai hak untuk mendapat pendidikan layaknya anak normal.
4
Anak dengan Retardasi Mental membutuhkan institusi sekolah baik tingkat TK, SD, SMP dan SMA yang bertujuan sebagai media untuk memfasilitasi dan meningkatkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Pendirian institusi Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan upaya pemerataan pendidikan disemua lapisan masyarakat dan setiap warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Retardasi Mental diklasifikasikan menjadi 3 yaitu Retardasi Mental Ringan, Sedang, Berat. Berdasarkan ketiga klasifikasi anak dengan Retardasi Mental tersebut, hanya anak dengan retardasi ringan dan sedang yang dapat diminimalkan tingkat ketergantungannya. Dalam penanganan anak-anak Retardasi Mental tersebut, tentunya dibutuhkan sistem pengajaran khusus yang berbeda dengan sekolah umum dimana pada anak Retardasi Mental, selain mengalami gangguan pada motorik halusnya mereka juga mengalami gangguan pada kognitifnya yang salah satunya daya ingat yang lemah (Davision, 2006). Daya ingat merupakan kemampuan mengingat kembali pengalaman yang telah lampau. Secara fisiologis, ingatan adalah hasil perubahan kemampuan penjalaran sinaptik dari satu neuron ke neuron berikutnya, sebagai akibat dari aktivitas meural sebelumnya (Rostikawati,
2008). Ingatan seseorang
dipengaruhi oleh tingkat perhatian,daya konsentrasi, emosi dan kelelahan (Nursalam, 2007). Daya ingat dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu daya ingat jangka pendek dan jangka panjang. Daya ingat jangka pendek
5
merupakan sistem penyimpanan yang dapat menahan informasi dalam jumlah terbatas beberapa detik. Ini merupakan bagian daya ingat yang menjadi tempat informasi yang saat itu dipikirkan. Sedangkan daya ingat jangka panjang dianggap sebagai suatu penyimpanan yang kapasitasnya besar dan berdaya ingat dalam waktu yang panjang (Slavin, 2008). Dalam meningkatkan perkembangan daya ingat pada anak Retardasi Mental bisa menggunakan metode bermain yang dapat bersifat menghibur, mendidik, dan meningkatkan ketrampilan anak dengan Retardasi Mental serta tidak melukai atau membahayakan diri sendiri dan orang lain. Permainan yang dapat dilakukan adalah bermain puzzle. Prinsip lain dalam permainan puzzle adalah untuk membantu meningkatkan daya ingat serta untuk membantu percapaian tumbuh kembang (Nursalam, 2005). Permainan puzzle merupakan bentuk permainan yang menantang daya kreatifitas dan ingatan siswa lebih mendalam (Damay, 2012). Permainan puzzle sangat bermanfaat bagi anak-anak karena dapat melatih koordinasi mata dan tangan, melatih kesabaran dan memperluas pengetahuan, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar dan memecahkan masalah, meningkatkan
ketrampilan
motorik
halusnya
dengan
cara
melihat
perkembangan daya ingat anak dan meningkatkan ataupun meningkatkan taraf kecerdasan anak dalam
belajar
secara
kelompok maupun mandiri,
menciptakan suasana rileks, kreatif serta keakraban dalam berinteraksi satu sama lain (Mollie & Rusell S, 2010).
6
Hal ini didukung dalam penelitian Danawati Safitri ”Peningkatan Kemampuan Daya Ingat Melalui Permainan Puzzle Pada Anak Usia 5-6 Tahun di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Kendawangan” berdasarkan penelitian ini setelah anak-anak usia 5-6 tahun diberikan terapi bermain puzzle kemampuan daya ingatnya “baik sekali” dikatakan perkembangan daya ingat anak berkembang sangat baik sebesar 75%-80%. Hasil studi pendahuluan di SLBN-Gianyar dengan melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah di SLBN-Gianyar menyebutkan bahwa di SLBNGianyar hanya terdapat anak-anak Retardasi Mental Ringan dan Sedang. Jumlah anak dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD yang mengalami Retardasi Mental sebanyak 146 Siswa. Anak Retardasi Mental di SLBNGianyar sulit untuk mengingat 1 sampai 2 huruf bahkan sangat susah untuk menggabungkan satu sampai dua huruf hingga menjadi satu kosa kata. Dalam kegiatan belajar, upaya yang telah dilakukan oleh guru-guru di SLBN-Gianyar untuk meningkatkan daya ingat siswa adalah mengulang kembali pelajaran yang telah disampaikan sebanyak 2 sampai 3 kali sehingga siswa dapat mengingat materi yang telah diberikan. Dari hasil observasi, peneliti akan melakukan penelitian pada siswa kelas 4 sampai kelas 6 SD yang berjumlah 44 siswa, Alasan peneliti memakai kelas 4 sampai kelas 6 SD dikarenakan siswa lebih kooperatif dibandingkan dengan siswa kelas 1 sampai kelas 3 SD. Terdapat 5 siswa dari 8 siswa yang telah diobservasi dengan menggunakan skala intelegensi yaitu Tes Digit Span (alat untuk mengukur memori jangka pendek yang terdiri 2 komponen yaitu deretan huruf maju dan deretan huruf
7
mundur). Didapatkan hasil setelah observasi yaitu pada anak Retardasi Mental kelas 4 sampai dengan kelas 6 di SLBN-Gianyar mengalami tingkat daya ingat yang rendah. Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik melakukan penelitian “Pengaruh Terapi Bermain Dengan Puzzle Terhadap Daya Ingat Pada Anak Retardasi Mental di SLBN-Gianyar”
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh pemberian permainan puzzle terhadap daya ingat pada anak retardasi mental di SLBN-Gianyar?”
1.3. Tujuan 1.3.1 Tujuan Umun Untuk mengetahui pengaruh pemberian permainan puzzle terhadap daya ingat pada anak Retardasi Mental di SLBN-Gianyar. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengindentifikasi daya ingat anak retardasi mental sebelum pemberian permainan puzzle di SLBN-Gianyar. 2. Mengindentifikasi daya ingat anak retardasi mental sesudah pemberian permainan puzzle di SLBN-Gianyar.
8
3. Menganalisis perbedaan daya ingat sebelum dan sesudah diberikan permainan puzzle.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Secara Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya
pada
anak
Retardasi
Mental
dalam
mengembangkan daya ingatnya. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memberikan kerangka pemikiran yang berbeda pada peneliti yang akan melakukan penelitian, agar menggunakan terapi yang lain dalam meningkatkan daya ingat pada anak Retardasi Mental. 1.4.2 Manfaat Secara Praktis 1. Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan agar menggunakan terapi bermain puzzle sebagai salah satu metode terapi untuk meningkatkan daya ingat pada anak Retardasi Mental. 2. Sebagai masukan bagi guru dan orang tua agar menggunakan terapi bermain puzzle sebagai salah satu medote pembelajaran bagi anak Retardasi Mental untuk meningkatkan daya ingatnya. 3. Membantu anak-anak Retardasi Mental untuk meningkatkan daya ingatnya.