BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan Seksual Pranikah Hubungan seksual pranikah pada remaja merupakan kenyataan sosial yang dihadapi masyarakat, kondisi ini memprihatinkan karena hubungan seksual pranikah mengandung resiko tinggi terhadap kelangsungan hidup remaja, padahal di satu sisi remaja merupakan harapan, penerus masa depan bangsa dan negara. Menurut Sarwono (2003) prilaku seksual pranikah adalah tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita di luar perkawinan yang sah. Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan seksual pranikah adalah bentuk aktivitas yang di dorong oleh hasrat seksual seperti berpegang tangan, berciuman sampai berhubungan badan (intercourse) yang dilakukan oleh remaja pria dan wanita di luar pernikahan yang resmi dan sah secara hukum dan agama.
2.2 Bentuk-bentuk Hubungan Seksual Pranikah Duvall & Miller (1985) mengatakan bahwa bentuk aktivitas seksual pranikah dapat dilakukan dengan cara : 2.2.1 Touching, yaitu berpegangan tangan, berpelukan
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Kissing, yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim 2.2.3 Petting, yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan, biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin 2.2.4 Sexual Intercourse, yaitu hubungan kelamin atau bersenggama Kusmiran (2011) menyatakan bentuk aktivitas seksual
adalah berfantasi,
masturbasi, berciuman, petting, dan berhubungan intim. Hubungan seksual merupakan bagian dari bentuk aktivitas seksual, di mana kegiatannya cenderung mengarah pada hubungan kelamin antara dua individu.
2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual Pranikah Menurut Hurlock (2004) manifestasi dorongan seksual dipengaruhi oleh : 2.3.1 Faktor Internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu akibat
bekerjanya
hormon-hormon
alat
reproduksi
sehingga
menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut segera dipuaskan. 2.3.2 Faktor Eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan aktivitas seksual. Dorongan eksternal tersebut dapat di peroleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksual, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, jenis kelamin, pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno.
Universitas Sumatera Utara
Kusmiran (2011) aktivitas seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah ; 2.3.1
Biologis ; Yaitu, perubahan biologis terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan hasrat aktivitas seksual.
2.3.2 Pengaruh orang tua ; Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seksual, dapat memperkuat timbulnya penyimpangan seksual 2.3.3 Pengaruh teman sebaya ; pengaruh teman sebaya membuat remaja mempunyai kecenderungan untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada. 2.3.4 Akademik ; Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual di banding remaja dengan prestasi yang baik. 2.3.5 Pemahaman, Pemahaman kehidupan sosial akan membuat remaja mampu untuk mengambil keputusan terhadap aktivitas seksual yang berdampak pada kesehatan reproduksinya. 2.3.6 Pengalaman Seksual : semakin banyak remaja mendengar, melihat dan melakukan aktivitas seksual maka semakin kuat stimulasi yang mendorong munculnya prilaku seksual tersebut, misalnya melihat gambar porno di internet ataupun mendengar obrolan dari temanteman mengenai pengalaman seksual.
Universitas Sumatera Utara
2.3.7 Penghayatan nilai-nilai keagamaan : remaja yang memiliki penghayatan yang kuat tentang nilai-nilai spiritual, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan aktivitas seksual yang selaras dengan nilai yang di yakininya serta mencari kepuasan dari aktivitas yang produktif. 2.3.8 Faktor kepribadian ; faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan membuat remaja mampu mengambil dan membuat keputusan. 2.3.9 Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. : remaja yang memiliki pemahaman yang benar tentang reproduksi cenderung memahami aktivitas seksual serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.
2.4 Dampak Hubungan Seksual Pranikah pada Kesehatan Reproduksi Hubungan seksual pranikah dapat berdampak pada kesehatan fisik maupun psikologis remaja putri, yang paling menonjol adalah kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja, tindakan aborsi yang tidak aman. Secara fisik, tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek seperti perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas. Secara psikologis, aktivitas seksual yang dilakukan remaja putri ini dapat berdampak pada hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil,
Universitas Sumatera Utara
lemahnya ikatan pada kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan atau diskriminasi oleh masyarakat.
2.5 Kesehatan Reproduksi Remaja Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi sehat fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, namun dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2003). Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi berupa : 1) Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB) ; 2) Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk pelayanan aborsi yang aman, pelayanan Bayi Baru Lahir/Neonatal) ; 3) Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan ; 4) Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi (KRR) ; 5) Konseling Informasi, dan Edukasi ( KIE) mengenai kesehatan reproduksi. Menurut Widyastuti dkk (2010) pembekalan pengetahuan kesehatan reproduksi yang diperlukan remaja meliputi : 1) Perkembangan fisik, mental, dan kematangan seksual remaja, yaitu dengan pendidikan seks, di mana pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks, karena dengan pendidikan seks kita dapat memberitahukan kepada remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat di beritahu mengenai berbagai prilaku seksual yang beresiko sehingga mereka dapat menghindarinya ; 2) Proses reproduksi yang
Universitas Sumatera Utara
bertanggung jawab, manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri seksualnya dan menyalurkannya menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga dan mengembangkan hobby yang membangun. Penyaluran yang berupa seksual dapat dilakukan setelah berkeluarga untuk melanjutkan keturunan.; 3) pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan, serta kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan, remaja perlu kiat-kiat untuk mempertahankan diri secara fisik, mental dalam menghadapi godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan penggunaan narkoba ; 4) Persiapan pra nikah, informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan berkeluarga ; 5) Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya, remaja perlu mendapatkan informasi tentang hal ini sebagai persiapan bagi remaja putri dan wanita dalam memasuki kehidupan berkeluarga di masa depan.
2.6 Konsep Remaja Pendapat tentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan priode transisi perkembangan dari masa anak-anak kemasa dewasa, usia 10-24 tahun. Secara etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa” definisi remaja menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah priode antara 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia 15 sampai 24 tahun. Menurut The Health Resources And Service Administrations
Universitas Sumatera Utara
Guidelines Amerika Serikat , rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 thn), remaja menengah (15-17 thn), dan remaja akhir (18-21 thn) dan definisi ini kemudian di satukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Definisi remaja dapat di tinjau dari tiga sudut pandang, yaitu 1) secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11 – 12 tahun sampai 20 – 21 tahun ; 2) secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama terkait dengan kelenjar seksual ; 3) secara psikologis remaja merupakan masa di mana individu mengalami perubahan-prubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral di antara masa anak-anak menuju masa dewasa (Kusmiran, 2011). Gunarsa (2002) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Dari sejumlah definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia, karena menjadi jembatan antara masa anak-anak yang bebas menuju ke masa dewasa yang menuntut tanggung jawab terutama dalam memenuhi tuntutan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Kusmiran (2011) menjelaskan Pertumbuhan adalah perubahan yang menyangkut segi kuantitatif yang ditandai dengan peningkatan dalam ukuran fisik dan dapat diukur, sedangkan perkembangan adalah perubahan yang menyangkut aspek kualitatif dan kuantitatif. Rangkaian perubahan dapat bersifat progresif, teratur, berkesinambungan, serta akumulatif. Aspek pertumbuhan meliputi fungsi fisiologis yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat memberi pengaruh yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan, di mana dipengaruhi oleh dua organ yaitu hipothalamus dan hipofisis. Ketika kedua organ bekerja, ada tiga kelenjar yang dirangsang yaitu kelenjar gondok, kelenjar anak ginjal dan kelenjar organ reproduksi. Sedangkan aspek perkembangan meliputi ; 1) perkembangan sosial, remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa diluar lingkungan sekolah dan keluarga ; 2) Kuatnya teman sebaya, diterima oleh teman sebaya merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi remaja, sehingga penyesuaian diri dengan kelompok, misalnya penyesuaian dengan selera, cara berpakaian, cara berbicara dan berprilaku sosial lainnya adalah penting (Hurlock,2004). ; 3) pengelompokan sosial baru, dalam pengelompokan sosial muncul nilai-nilai baru yang diadaptasi oleh remaja ; 4) perkembangan emosi, ciri-cirinya dapat berupa mudah bergejolak, lebih bervariasi, mulai ketertarikan dengan lawan jenis, dan peka terhadap pandangan orang lain tentang mereka ; 5) pengendalian emosi, upaya belajar menghadapi situasi dengan rasional ; 6) kebahagiaan remaja, biasanya remaja memperoleh kebahagiaan lebih
Universitas Sumatera Utara
pada masalah pribadi dibandingkan lingkungannya ; 7) perkembangan kognitif, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap Formal Operational, yang meliputi kritis, rasa ingin tahu yang kuat, jalan pikiran egosentris, imaginary audience, dan merasa unik. (teori perkembangan kognitif piaget) ; 8) perkembangan moral, Kohlberg menjelaskan remaja harus mencapai tahap moralitas pascakonvensional dengan menerima sendiri sejumlah prinsip, yaitu ; a) individu yakin bahwa harus ada fleksibelitas dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral yang menguntungkan kelompok secara keseluruhan.; b) individu meyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal yang diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri darpada tuntutan sosial. ; c) moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi ; 9) Kepribadian, kepribadian pada remaja meliputi penilaian diri dan penilaian sosial ; 10) perkembangan heteroseksual, belajar memerankan jenis kelamin yang diakui oleh lingkungannya.
2.8 Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004) tugas perkembangan remaja meliputi; 1) mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya pria maupun wanita ; 2) Mencapai peran sosial pria dan wanita ; 3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif ; 4) Mengharapkan dan mencapai prilaku sosial yang bertanggungjawab ; 5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya ; 6) Mempersiapkan karir ekonomi ; 7)
Universitas Sumatera Utara
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga ; 8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berprilaku mengembangkan ideologi.
2.9 Perkembangan Seksualitas Remaja Perkembangan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung jawab atas munculnya dorongan seksual. Pemuasan dorongan seksual masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Karena pada masa pubertas ini terjadi perubahan fisik (bentuk tubuh dan proporsional) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual) menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Menurut (Tanner 1990 dalam Kusmiran 2011) minat seksual remaja antara lain adalah : 2.9.1 Minat dalam Permasalahan yang Menyangkut Kehidupan Seksual Remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu, mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film, atau gambargambar lain yang dilakukan secara tersembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang terjalin komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dengan orang dewasa, baik orang tua maupun guru mengenai masalah seksual, dimana kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah kehidupan seksual dalam kehidupan sehari-hari. 2.9.2 Keterlibatan Aspek Emosi dan Sosial pada Saat Berkencan Perubahan fisik dan fungsi fisiologis pada remaja, menyebabkan daya tarik pada lawan jenis yang merupakan akibat timbulnya dorongan-dorongan seksual,
Universitas Sumatera Utara
misalnya pada anak laki-laki dorongan yang ada dalam dirinya terealisasi dengan aktivitas mendekati teman perempuannya, hingga terjalin hubungan. Dalam berkencan, biasanya para remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara seperti bergandengan tangan, memberi tanda mata, bunga, kepercayaan, dan sebagainya. 2.9.3 Minat dalam Keintiman Secara Fisik Dengan adanya dorongan dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis kelaminnya. Prilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis kelaminnya. Ada remaja yang melakukannya secara terbuka bahkan mulai mencoba mengadakan eksperimen dalam kehidupan seksual. Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan perasaannya dalam bentuk-bentuk prilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman, bercumbu, dan lain sebagainya. Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja disebut “masa keaktifan seksual tinggi” yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenisnya menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan dipenuhi dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual. (Kartono, 1995 dalam Kusmiran 2011) Menurut Hurlock (2004) selain meningkatnya minat terhadap kehidupan seksual, remaja selalu berusaha mencari informasi objektif mengenai seksual, efeknya adalah bila informasi yang diterima remaja berasal dari sumber yang kurang tepat sehingga remaja menginterpretasikan dengan salah, sebagai contoh pergaulan remaja
Universitas Sumatera Utara
dianggap ketinggalan zaman bila belum pernah melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Remaja dianggap aneh karena belum punya pacar. Kondisi-kondisi tersebut memunculkan prilaku sesual remaja yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan eksperimen ke lokasi pekerja seks komersil, melakukan hubungan seks sebelum menikah dengan pasangannya, melakukan oral seks, dan sebagainya, tanpa mempertimbangkan kemungkinan masa depan yang kurang cerah bagi dirinya. Keadaan ini tampak meluas di kalangan remaja Indonesia. Di samping itu, Pengaruh hormon pada remaja dapat meningkatkan dorongan seksual, misalnya pada wanita yang sedang mengalami masa subur. Pada masa subur ini, hormon-hormon memang meningkat kadarnya untuk mengatur ovulasi dan memerintahkan rahim untuk menebalkan endometrium. Kondisi hormonal ini menyebabkan remaja menjadi semakin peka terhadap stimulan seksual (visual, sentuhan, audiovisual, dll) sehingga mendorong munculnya aktivitas seksual. Meningkatnya dorongan seksual pada remaja menyebabkan mereka mudah sekali terangsang secara seksual. Membaca bacaan yang romantis, melihat gambar romantis, melihat alat kelamin lawan jenis, atau menyentuh alat kelaminnya akan menimbulkan rangsangan seksual. Ketika pubertas, laki-laki dan perempuan mulai memiliki pikiran dan hayalan tentang seksual. Pada perempuan, jika mengalami keterbangkitan dorongan seksual ditunjukkan oleh vagina menjadi basah, karena keterbangkitan dorongan seksual secara alamiah merangsang vagina mengeluarkan cairan pelicin, sedangkan pada laki-
Universitas Sumatera Utara
laki mengalami ereksi penegangan penis apabila dia berfantasi atau merangsang dirinya. Jadi, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa munculnya dorongan seksual ini dapat menimbulkan permasalahan, antara lain ; 1) perasaan aneh karena munculnya reaksi yang tidak begitu tampak sebelumnya ; 2) belum dapat menyalurkannya karena belum menikah sementara remaja cepat terangsang secara seksual ; 3) menimbulkan keingintahuan apakah alat kelamin yang dimilikinya berfungsi dengan baik. Hal terakhir ini dapat mendorong seseorang untuk bereksplorasi banyak dalam hal-hal seksual.
2.10 Konsep Mekanisme Koping 2.10.1 Pengertian Koping Koping adalah perubahan kognitif dan prilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal yang khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Folkman, S & Lazarus, R.S, 1985). Koping juga dapat digambarkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan masalah dan situasi, atau menghadapinya dengan berhasil/sukses (Kozier,2004). Sedangkan koping menurut Rasmun (2004) adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme ini berhasil,
Universitas Sumatera Utara
seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Efektifitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan, jadi ketika terdapat stressor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi ini yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal yang baru, yaitu perubahan prilaku dan perubahan jaringan organ. 2.10.2 Pengertian Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1998) jika individu berada pada kondisi stress ia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya. Individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia. Sedangkan Stuart (2001) mekanisme koping dapat digunakan untuk mengatasi stress. Seorang ahli medis bernama Zj. Lipowski dalam penelitiannya memberikan definisi mekanisme koping sebagai berikut, semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan intergritas tubuh dan psikisnya. Memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tak bisa dipulihkan. 2.10.3 Penggolongan Mekanisme Koping Kozier (2004) membedakan mekanisme koping menjadi dua tipe, yaitu ; 1) Mekanisme koping berfokus pada penyelesaian masalah, meliputi usaha untuk
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi atau meminta nasehat. ; 2) Mekanisme koping berfokus pada emosi, meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang merasa lebih baik. Mekanisme koping juga dilihat sebagai mekanisme koping jangka panjang dan mekanisme koping jangka pendek. Mekanisme koping jangka panjang merupakan cara konstruktif dan realistik. Sebagai contoh, dalam situasi tertentu berbicara dengan orang lain tentang masalah dan mencoba untuk menemukan informasi yang lebih banyak tentang situasi. sedangkan mekanisme koping jangka pendek, cara yang digunakan untuk mengatasi stress bersifat sementara tetapi merupakan cara yang kurang efektif untuk menghadapi masalah. Sedangkan metoda koping menurut Folkman & Lazarus; Folkman et al, adalah ; 1) Planfull Problem Solving (Problem Focused), yaitu individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah ; 2) Confrontatif Coping (Problem Focused), yaitu individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk mengubaah situasi ; 3) Seeking Social Support (Problem or Emotion Focused), yaitu individu berusaha untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional ; 4) Distancing (Emotion Focused), yaitu usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan positif
Universitas Sumatera Utara
terhadap masalah yang dihadapi ; 5) Escape-Advoidanceting (Emotion Focused), yaitu menghindar masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi ; 6) Self Control (Emotion Focused) adalah usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah ; 7) Accepting responsibility (emotion fokcused), yaitu mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya ; 8) Positive Reappraisal (Emotion Focused) adalah usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari situasi yang dihadapi. 2.10.4 Respon Koping Respon koping sangat berbeda antar individu dan sering berhubungan dengan persepsi individual dari kejadian yang penuh stress. Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi, dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, yaitu fisiologis dan psikososial. Reaksi fisiologis merupakan indikasi individu dalam keadaan stress. Mekanisme koping
berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua
(Stuart & Laraisa, 2001) yaitu mekanisme koping yang adaptif dan mekanisme maladaptif. Mekanisme adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Katagorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah dengan efektif, tehnik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. Sedangkan mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
Universitas Sumatera Utara
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Katagorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan atau menghindar. Koping dapat diidentifikasi melalui berbagai aspek, yaitu fisiologis dan psikososial (Keliat, 1999) reaksi fisiologis merupakan reaksi tubuh terhadap stress ; 2) reaksi psikososial terkait dengan beberapa aspek, antara lain ; a) Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti Denial, Projeksi, Displacement, Isolasi, dan Supresi. ; b) Reaksi yang berkaitan dengan respon verbal seperti menangis, tertawa, teriak, memukul dan menyepak, menggenggam, mencerca. ; c) Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Jika mekanisme pertahanan mental dan respon verbal tidak menyelesaikan masalah secara tuntas, karena itu perlu dikembangkan kemampuan penyelesaian masalah, dalam hal ini koping merupakan hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu meliputi berbicara dengan orang lain tentang masalahnya dan mencari jalan keluar dari informasi orang lain. Mencari tahu lebih banyak tentang situasi yang dihadapi melalui buku, media, atau orang ahli, berhubungan denga supranatural, melakukan ibadah secara teratur, percaya diri bertambah, pandangan positif berkembang, melakukan penangan stress misalnya latihan pernafasan, meditasi, visualisasi, stop berpikir, membuat berbagai alternatif tindakan dalam menangani situasi, belajar dari pengalaman lalu, tidak mengulangi kegagalan yang sama.
Universitas Sumatera Utara
2.10.5 Sumber Koping Sumber koping berupa pilihan atau strategi yang membantu untuk menetapkan apa yang dapat dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan Lazarus (1985) dalam Rasmun (2004), mengidentifikasi lima sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stressor yaitu, ekonomi, ketrampilan dan kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Kemampuan menyelesaikan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi, identifikasi masalah, mempertimbangkan alternatif dan melaksanakan rencana. Social skill memudahkan penyelesaian masalah. Aset materi mengacu pada keuangan, pada kenyataannya
sumber keuangan meningkatkan pilihan koping
sesorang dalam banyak situasi stress. Pengetahuan dan intelegensia adalah sumber koping lainnya yang dimiliki individu uantuk mengatasi stress. Di samping itu, sumber yang lain dapat berupa ; kekuatan identitas ego, komitmen untuk jaringan sosial, stabilitas kultural, suatu sistem yang stabil dari nilai dan keyakinan, orientasi pencegahan kesehatan dan genetik atau kekuatan konstitusional (Stuart & Laraisa, 2001).
Universitas Sumatera Utara