BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Prediksi Prediksi adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang sesuatu yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki, agar kesalahannya (selisih antara sesuatu yang terjadi dengan hasil perkiraan) dapat diperkecil. Prediksi tidak harus memberikan jawaban secara pasti kejadian yang akan terjadi, melainkan berusaha untuk mencari jawaban sedekat mungkin yang akan terjadi [14]. 2.1.1. Teknik Prediksi Berdasarkan teknik yang digunakan untuk memprediksi maka prediksi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu prediksi kualitatif dan prediksi kuantitatif [14]. 2.1.1.1. Prediksi Kualitatif Prediksi kualitatif didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Metoda kualitatif digunakan jika data masa lalu dari variabel yang akan diprediksi tidak ada, tidak cukup atau kurang dipercaya. Hasil prediksi yang dibuat sangat tergantung pada individu yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil prediksi tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat
judgement atau opini, pengetahuan dan
pengalaman dari penyusunnya. Oleh karena itu metode kualitatif ini disebut juga judgemental, sudjective, intuitive.
8 Universitas Sumatera Utara
9
2.1.1.2. Prediksi Kuantitatif Prediksi kuantitatif didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil prediksi yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam prediksi tersebut. Dengan metoda yang berbeda akan diperoleh hasil prediksi yang berbeda. Hal yang perlu diperhatikan dari penggunaan metoda tersebut adalah baik tidaknya metoda yang digunakan dan sangat ditentukan dari penyimpangan antara hasil prediksi dengan kenyataan yang terjadi. Metoda yang baik adalah metoda yang memberikan nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan yang mungkin. Prediksi kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut: a. Adanya informasi tentang keadaan yang lain. b. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data. c. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
2.2. Prediksi Kerusakan Motor Induksi Prediksi kerusakan motor induksi adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis keadaan baik, sedang, buruk yang akan terjadi pada motor induksi pada waktu yang akan datang berdasarkan data yang diperoleh pada saat itu dengan pertimbangan data masa lalu. Waktu yang dimaksud di sini dapat direpresentasikan sebagai (jam, hari, minggu, bulan, tahun). Tetapi pada penelitian ini jangka waktu prediksi yang digunakan adalah hari karena untuk meningkatkan akurasi prediksi. Sedangkan prediksi kerusakan motor induksi dapat dipersempit dengan memilih salah
Universitas Sumatera Utara
10
satu jenis kerusakan yang sering terjadi pada motor induksi seperti kerusakan pada bearing, stator atau rotor.
2.3.
Motor Induksi Motor induksi adalah alat listrik yang mengubah energi listrik menjadi energi
mekanik yang berupa tenaga putar [1]. Dikatakan motor induksi karena rotor berputar bukan karena mendapat energi listrik secara langsung dari jala-jala listrik tetapi karena adanya induksi dari kumparan stator. Berdasarkan jumlah fasa tegangan listrik yang pada umumnya digunakan, motor induksi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu motor induksi satu fasa dan tiga fasa. Motor induksi satu fasa banyak digunakan pada rumah tangga dan industri sebagai penggerak karena konstruksinya yang sederhana, bekerja sesuai dengan suplai tegangan PLN 220 VAC dan bekerja dengan daya yang kecil < 1400 watt karena faktor-faktor tersebut maka motor induksi satu fasa ini banyak dipakai pada peralatan rumah tangga seperti kipas angin, kompresor, pompa air, lemari es, mesin cuci, air condition (AC) dan lain-lain. Sedangkan motor induksi tiga fasa pada umumnya digunakan di industri yang memerlukan daya yang besar seperti elevator, chiller, mixer, blower, hammer, conveyor, crane. Karena begitu banyaknya jenis motor induksi yang ada di pasaran seperti yang terdapat pada Gambar 2.1 dan hal ini tidak didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh peneliti maka pada penelitian ini motor induksi yang digunakan jenis satu fasa
split
permanen kapasitor.
Universitas Sumatera Utara
11
Split-phase Start capasitor
Squirrel cage
Split Permanent capasitor Shaded pole Two value capasitor
Asynchronous
Single phase
Wound rotor
Repulsion
Bulk rotor
Hysterisis Reluctance
Synchronous AC MOTOR
Permanent magnet
Linear
Induction
Asynchronous
Permanent magnet
Three phase
Squirrel cage
Synchronous
Wound rotor UNIVERSAL
DC MOTOR
Series excitation
Radian Permanent magnet
Separately excitation
Reluctance
Compound excitation
Surface magnet
Permanent magnet
Sallent Poles Wound field
Paralel/shunt excitation
Gambar 2. 1 Tipe Motor Induksi [15]
Universitas Sumatera Utara
12
2.3.1. Konstruksi Umum Motor Induksi Satu Fasa Konstruksi motor induksi satu fasa pada umumnya terdiri dari dua bagian yaitu: stator dan rotor seperti pada Gambar 2.4. Rotor adalah bagian motor induksi yang berputar seperti rotor (inti rotor), poros rotor, sirip pendingin seperti pada Gambar 2.2. Poros rotor adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng dengan inti rotor. Pada ujung inti rotor biasanya dilengkapi dengan sirip yang berfungsi sebagai pendingin [16].
Cincin Aluminium
Sirip pendingin Poros rotor
Laminasi rotor (inti rotor) Gambar 2. 2 Bagian-Bagian Rotor [16] Sedangkan stator adalah bagian motor induksi yang tidak bergerak seperti inti stator seperti pada Gambar 2.3. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur dan menjadi tempat kumparan kawat tembaga yang telah dilapisi isolasi tipis dililitkan yang berbentuk silinder. Setiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi dan setiap lembaran besi memiliki beberapa alur dan lubang
Universitas Sumatera Utara
13
p pengikat un ntuk menyattukan inti. Alur A pada laminasi intti tersebut nantinya n akkan d diisolasi den ngan kertas untuk u menghhindari hubuungan singkaat [16].
Inti stator (lamin nasi inti)
Gamb bar 2. 3 Isollasi Kertas Yang Y Ditemppatkan Pada Alur Laminasi [16]
Gambar 2. 4 Konstrruksi Motor Induksi Satuu Fasa [17]
Universitas Sumatera Utara
14
2.3.2. Prinsip Kerja Motor Induksi Satu Fasa Adapun prinsip kerja dari motor induksi satu fasa split permanen kapasitor adalah sebagai berikut [1]: Pada motor induksi satu fasa ketika kumparan stator dialiri arus dari jala-jala listrik maka pada kumparan stator tidak menimbulkan fluks magnit putar tetapi menghasilkan fluks magnit bolak-balik disekitar kumparan stator tersebut hal ini yang menyebabkan motor induksi tidak dapat berputar pada waktu start. Fluks magnit bolak-balik ini menghasilkan fluks pulsasi yang besar kecilnya tergantung pada sudut ruang dan fluks pulsasi ini bukan fluks yang berputar terhadap ruang. Proses terjadinya fluks pulsasi tersebut dapat dijelaskan dengan Persamaan Euler. ………………..……………..(2. 1) Sehingga Φm cosθ dapat ditulis ……………………….. (2. 2)
…………………….(2. 3) Di mana Φ
adalah amplitudo fluks magnit, sehingga jumlah dari kedua komponen
fluks magnit tersebut merupakan fluks resultan atau fluks pulsasi yang besarnya adalah: ……………….(2. 4) Komponen dari kedua fluks magnit tersebut
bergerak berlawanan arah
dengan kecepatan sudut (ωt) yang sama, tentunya akan menghasilkan torsi yang sama
Universitas Sumatera Utara
15
d berlawaanan arah (toorsi arah majju dan torsi arah dan a mundurr). Gambar 2.5 2 merupakkan r resultan darii fluks magnnit yang berggerak arah maju m dan munndur.
Gambar 2. 5 Torsi Araah Maju Dann Torsi Arahh Mundur [177]
T Torsi resultaan (TR) yangg dihasilkan oleh o torsi maaju (Tf) dan torsi munduur (Tb) adalahh: TR = Tf + Tb …… ……………… …………(2. 5) TR pada p dasarnnya mempuunyai kemampuan untuuk menggerakkan mottor d dengan arah h maju atau mundur. m Padda waktu staart, besar torrsi maju sam ma dengan torsi m mundur hal ini yang menyebabkan m n motor induuksi tetap saaja diam (tiidak berputaar). D Dengan meenggunakan sedikit tennaga yang digerakkan d dengan alatt bantu dappat m menyebabka an motor berrputar arah maju m atau muundur. Penam mbahan alat bantu tersebbut d dapat dilaku ukan dengan cara memassang kapasittor secara seri dengan kuumparan banntu m maka terjadii beda fasa antara a arus kumparan k utaama dan kum mparan bantuu sebesar 9000.
Universitas Sumatera Utara
16
A Akibat bedaa fasa (θ) yang y besar inni, maka fluuks magnit putar p yang dihasilkan d olleh k kumparan sttator akan menjadi m besar dan denggan sendirinnya gaya puutar rotor akkan m menjadi bessar pula. Oleeh karena ittu motor kappasitor dapaat memberikkan gaya puttar y yang lebih besar b dengann arus start lebih kecil dibandingkaan motor fassa tunggal tiipe s split. 2 2.3.3. Jeniss Kerusakan Motor Indukksi Berd dasarkan peenelitian daan survei yang y telah dilakukan [11],[18],[119] b bahwasanya a kerusakan yang y sering terjadi pada motor indukksi dapat dibbagi menjadi 4 k kategori den ngan persenttase kerusakan 40 % padda bearing, 38% 3 stator, 10% rotor dan d 12 % lain-laain seperti terrlihat pada Gambar G 2.6.
Motor Induksi Rotor 10%
Laainlaain 122% Bearinng 40% %
Stator 38%
Gambar 2. 2 6 Persenttase Kerusakkan Motor Innduksi [19]
a a.
Kerusak kan Bearing Terjadin nya keausann pada beariing merupakkan tanda tellah terjadi kerusakan k paada kompon nen tersebut.. Hal ini dappat disebabkaan karena addanya baut pengikat p mottor
Universitas Sumatera Utara
17
induksi yang kendor sehingga menimbulkan getaran yang berlebih, lamanya pemakaian,
kondisi lingkungan
kerja (panas, berdebu), beban kerja yang
berlebih dan terjadi ketidak seimbangan jarak celah udara antara rotor dengan stator. Untuk mengetahui kerusakan pada bearing dapat digunakan beberapa parameter seperti getaran, suara, arus stator. b.
Kerusakan Stator Kerusakan yang terjadi stator dapat dikarenakan rusaknya laminasi inti stator, isolasi kawat tembaga dan isolasi stator. Hal ini dapat disebabkan oleh temperatur motor induksi yang terlalu tinggi, tegangan listrik yang berlebih dan tidak stabil, terjadi kerusakan pada sistem mekanik seperti bearing telah yang aus, serta dapat dikarenakan kondisi lingkungan yang lembab, kotor atau berdebu. Adapun beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kerusakan pada stator seperti fluks magnet, kecepatan, getaran, suara, daya keluaran, tegangan, arus, temperatur, tetapi pada penelitian ini peneliti menggunakan arus dan temperatur.
c. Kerusakan Rotor Bentuk kerusakan yang terjadi pada rotor seperti pecahnya bagian-bagian dari rotor. Hal ini dapat disebabkan getaran, temperatur motor induksi yang terlalu tinggi, tegangan listrik yang berlebih dan tidak stabil. Untuk mengetahui kerusakan pada rotor dapat digunakan beberapa parameter seperti getaran, suara, kecepatan. d. Kerusakan Lain-lain
Universitas Sumatera Utara
18
Bentuk kerusakan lainnya yang dapat terjadi pada motor induksi seperti terjadi ketidakseimbangan jarak celah udara antara rotor dengan stator. Hal ini lebih disebabkan karena kesalahan manufaktur (proses pembuatan di pabrik). Untuk mengetahui jenis kerusakan seperti ini dapat digunakan beberapa parameter seperti getaran, suara, kecepatan, daya keluaran. 2.3.4. Penyebab Kerusakan Stator Motor Induksi Stator merupakan bagian dari motor induksi yang tidak bergerak, meskipun stator ini tidak bergerak tetapi dapat saja mengalami kerusakan. Sebagai bahan perbandingan untuk membedakan antara kumparan stator yang bagus dengan yang telah rusak, dapat dilihat dari Gambar 2.7 yang merupakan bentuk permukaan dari kumparan stator dalam keadaan bagus dan rusak.
(a)
(b)
Gambar 2. 7 Permukaan Kumparan Stator Keadaan Baik (a) Dan Rusak (b) [20]
Universitas Sumatera Utara
19
Kerusakan yang terjadi pada kumparan stator dapat disebabkan oleh 4 hal, yaitu [13]: a. Panas Panas yang menyebabkan kerusakan pada stator dapat ditimbulkan dari lamanya operasional MI sendiri dan panas yang melebihi batas yang diijinkan, di mana setiap kenaikan temperatur 10 0C dari panas yang ditimbulkan karena operasional MI dapat menyebabkan berkurangnya
setengah
dari kondisi isolasi stator.
Sedangkan panas yang melebihi batas yang diijinkan dapat disebabkan oleh tegangan yang tidak stabil dan rusaknya kipas pendingin pada MI. Bentuk permukaan dari kumparan stator yang rusak akibat panas yang berlebih seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2. 8 Permukaan Kumparan Stator Yang Rusak Akibat Panas Berlebih [20]
Universitas Sumatera Utara
20
b. Listrik Hal-hal yang termasuk dalam kelistrikan yang dapat menyebabkan kerusakan stator seperti corona dan tegangan berlebih. Bentuk permukaan kumparan stator yang rusak akibat tegangan berlebih dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9 Permukaan Kumparan Stator Yang Rusak Akibat Tegangan Lebih [20] c. Mekanik Terjadinya gesekan antara rotor dengan
stator merupakan salah satu bentuk
kerusakan stator yang disebabkan karena faktor mekanik. Hal ini dapat terjadi karena bearing yang telah aus, poros rotor yang tidak lurus dan baut pengikat inti stator yang kendor. Gambar 2.10 menunjukkan permukaan kumparan stator yang rusak akibat terjadi gesekan antara rotor dan stator.
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2. 10 Permukaan Kumparan Stator Yang Rusak Akibat Mekanik [20] d. Keadaan Lingkungan Beberapa penyebab kerusakan pada stator karena keadaan lingkungan seperti MI dioperasikan di tempat yang panas, lembab, berdebu dan lain-lain. Bentuk permukaan kumparan stator yang rusak akibat motor induksi dioperasikan pada lingkungan yang lembab ditunjukkan seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2. 11 Permukaan Kumparan Stator Yang Rusak Akibat Keadaan Lingkungan Yang Lembab [20]
Universitas Sumatera Utara
22
2.3.5.
Parameter Untuk Memprediksi Kerusakan Stator Motor Induksi Ada 11 parameter yang dapat digunakan untuk memprediksi kerusakan stator
yaitu fluks magnet, tegangan, arus, temperatur, getaran, suara, kecepatan, celah udara, daya keluaran, analisis gas, dan analisis sirkuit motor [13]. Tetapi karena keterbatasan peralatan, waktu dan biaya maka parameter yang digunakan untuk memprediksi kerusakan stator MI pada penelitian ini hanya 2 yaitu arus dan temperatur. 2.3.5.1. Arus Untuk mengetahui gejala kerusakan yang akan terjadi pada kumparan stator dapat dilakukan dengan mengamati besarnya arus listrik yang mengalir pada kumparan stator dengan cara melakukan pengukuran. Besar kecilnya arus listrik yang mengalir pada kumparan stator sangat dipengaruhi perubahan beban motor induksi, panas, tegangan lebih, mekanik dan kondisi lingkungan. Untuk menghindari kerusakan total pada stator maka sebagai acuan yang digunakan pada penelitian ini dengan mengacu pada batas nominal arus yang mengalir pada kumparan stator MI berdasarkan data spesifikasi yang terdapat pada name plate yang ada motor induksi tersebut. Jika arus yang mengalir ke kumparan stator melebihi batas nonimal yang ditetapkan, kondisi ini menunjukkan bahwasanya telah terjadi yang abnormal pada MI. Arus yang lebih ini berdampak pada meningkatnya temperatur MI, mengurangi nilai tahanan kumparan stator yang dapat menyebabkan putusnya kawat lilitan kumparan stator. Motor induksi yang digunakan pada penelitian ini jenis split permanen kapasitor. Dilihat dari segi konstruksinya, MI jenis split permanen kapasitor sama
Universitas Sumatera Utara
23
dengan motor induksi 3-fasa, bedanya terletak pada kumparan statornya yang hanya ada satu fasa dan dilakukan penambahan satu kapasitor yang terhubung seri dengan kumparan bantu, seperti pada Gambar 2.12 [17]. IL
Rotor IU Tegangan jala-jala
Vt
Kumparan utama Xu
Kapasitor Xc
ZU IB
ZB
Kumparan bantu
XB
Gambar 2. 12 Rangkaian listrik motor split permanen kapasitor [17] Besar daya input dapat dihitung dengan Persamaan 2.6 [1] P = Vt * IL * Cos φ ………………………….(2. 6) P Vt IL
= daya input (watt) = tegangan jala-jala (volt) = arus yang masuk ke kumparan utama dan bantu (amper)
Cos φ = factor daya
Universitas Sumatera Utara
24
φ=
…………..………..(2. 7)
arc tg = nilai inverse tangen XU
= reaktansi induktif pada kumparan utama (ohm)
XC
= reaktansi kapasitip pada kapasitor (ohm)
XB
= reaktansi induktif pada kumparan bantu (ohm)
RU
= tahanan murni pada kumparan utama (ohm)
RB
= tahanan murni pada kumparan bantu (ohm)
Besarnya arus listrik yang mengalir ke kumparan utama dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.8 [1]:
=
….…………………………..(2. 8)
IU
= arus yang mengalir pada kumparan utama (amper)
ZU
= impedansi pada kumparan utama (ohm) …………………………..(2. 9)
jXU = reaktansi induktif pada kumparan utama (ohm) di mana
dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.10 ……………………………(2. 10)
f = frekuensi tegangan jala-jala (Hertz) l = induktansi kumparan utama (Henry) Di mana besarnya arus listrik yang mengalir ke kumparan bantu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.11 [1]:
Universitas Sumatera Utara
25
=
…………………………….(2. 11)
IB
= arus yang mengalir pada kumparan bantu (amper)
ZB
= impedansi pada kumparan bantu (ohm) ……………………….(2. 12)
jXB
= reaktansi induktif pada kumparan bantu (ohm)
jXC = reaktansi kapasitif pada kapasitor (ohm) di mana
dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.13 [1] ……………………………(2. 13)
sedangkan
dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.14 [1] ………………….……….(2. 14)
C
= kapasitansi kapasitor yang digunakan (Farad)
Sehingga …………………………..(2. 15) 2.3.5.2. Temperatur Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi dari isolasi stator adalah temperatur. Selain dapat mengurangi umur ketahanan dari isolasi stator tersebut, temperatur yang tinggi
dapat juga menyebabkan terbakarnya isolasi stator jika
melebihi batas ketahanan panas dari jenis isolasi yang digunakan sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan total dari motor induksi. Tabel 2.1 menunjukkan klasifikasi jenis isolasi stator yang digunakan motor induksi.
Universitas Sumatera Utara
26
Tabel 2. 1 Klasifikasi jenis isolasi stator [21] Jenis isolasi stator
Batas temperatur
A B F H R
105o C 130o C 155o C 180o C 220o C
Untuk itu perlu dilakukan pengukuran temperatur pada kumparan stator MI baik dengan cara menggunakan sensor temperatur seperti termokopel, LM 35, PTC atau pengukuran temperatur dilakukan secara manual dengan cara mengukur nilai tahanan kumparan stator MI. Besarnya kenaikan temperatur pada motor induksi ketika beroperasi sebanding dengan lamanya operasi MI tersebut dan dapat diketahui dengan mengukur tahanan kumparan utama dan bantu sebelum dan sesudah dioperasikan beberapa jam MI dengan menggunakan Persamaan 2.16 [22]:
……………………………….(2. 16)
RC
= tahanan kumparan utama dan bantu sebelum dioperasikan (Ohm)
Rh
= tahanan kumparan utama dan bantu sesudah dioperasikan (Ohm)
α
= Koefisien tahanan kawat tembaga (0,00428 Ohm / 0 C)
t1
= temperatur awal motor induksi (0 C)
t2
= temperatur akhir motor induksi (0 C)
Universitas Sumatera Utara
27
2.4.
Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (neural network) merupakan salah satu representasi buatan
dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah tiruan di sini digunakan karena jaringan saraf ini meniru cara kerja jaringan saraf biologis dan diimplementasikan dengan menggunakan program komputer
yang mampu menyelesaikan sejumlah proses
perhitungan selama proses pembelajaran [23]. 2.4.1. Otak Manusia Otak manusia berisi berjuta-juta sel saraf yang bertugas mengolah informasi. Tiap-tiap sel saraf bertugas seperti suatu prosesor sederhana dan saling berinteraksi sehingga mendukung kemampuan kerja otak manusia. Gambar 2.13 menunjukkan contoh jaringan saraf secara biologis.
Gambar 2. 13 Jaringan Saraf Secara Biologis [24]
Universitas Sumatera Utara
28
Setiap neuron menerima sinyal input dari neuron yang lain melalui dendrit dan mengirimkan sinyal yang dihasilkan inti sel melalui axon. Axon dari neuron biologis bercabang-cabang dan berhubungan dengan dendrit dari neuron lainnya dengan cara mengirimkan sinyal input melalui sinapsis. Di mana sinapsis merupakan unit fungsional yang terletak di antara 2 buah neuron umpamanya neuron 1 dan 2. Dan nilai yang terdapat pada sinapsis dapat berkurang dan bertambah tergantung dari seberapa besar tingkat propagasi yang diterimanya [25]. Tabel 2.2 istilah nama antara jaringan saraf biologis dengan jaringan saraf tiruan (JST). Tabel 2. 2 Istilah Nama Antara JST Dengan Jaringan Saraf Biologis [25] Jaringan saraf tiruan
Jaringan saraf biologis
Node atau unit Input Output Bobot
Neuron Dendrit Axon Sinapsis
2.4.2. Komponen Jaringan Saraf Tiruan Ada beberapa tipe jaringan saraf tiruan, namun demikian hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Jaringan saraf tiruan disusun dengan asumsi yang sama seperti jaringan saraf biologis yakni terdiri dari beberapa node dan adanya hubungan antara node. Sinyal informasi yang terdapat di antara 2 buah node diteruskan melalui sebuah hubungan dan setiap hubungan antara 2 buah node mempunyai nilai bobot lalu dengan menggunakan fungsi aktivasi nilai keluaran node ditentukan [24]. Gambar 2.14 merupakan struktur node jaringan saraf tiruan.
Universitas Sumatera Utara
29
Bobot
G Gambar 2. 144 Struktur Node N Jaringaan Saraf Tiruuan [24] Padaa JST node-nnode akan dikumpulkan d n dalam lappisan (layer)) yang disebbut d dengan layeer node. Nodde-node padda satu lapissan akan dihhubungkan dengan d lapissan s sebelum dan n sesudahnyya kecuali lap apisan input dan output. Informasi yang y diberikkan p pada JST ak kan dirambaatkan lapisann ke lapisann, mulai darri lapisan inpput ke lapissan o output melalui lapisann tersembunnyi seperti tampak pada Gambaar 2.15 yaang m menunjukka an JST dengaan 3 lapisan..
Gaambar 2. 15 JST Dengan 3 Lapisan [24]
Universitas Sumatera Utara
30
2.4.3. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Hubungan antar node dalam jaringan saraf tiruan mengikuti pola tertentu tergantung dari arsitektur jaringan saraf tiruan yang digunakan. Pada dasarnya ada 3 macam arsitektur jaringan saraf tiruan yaitu [24]: e.
Jaringan saraf tiruan dengan lapisan tunggal Jaringan saraf tiruan dengan satu lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi seperti pada Gambar 2.16. Dengan kata lain ciri jaringan ini hanya mempunyai satu lapisan input dan output, tidak mempunyai lapisan tersembunyi.
Gambar 2. 16 Bentuk Jaringan Saraf Tiruan Dengan Lapisan Tunggal [24]
Universitas Sumatera Utara
31
b. Jaringan saraf tiruan dengan banyak lapisan Jaringan saraf tiruan dengan banyak lapisan memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki satu atau lebih lapisan tersembunyi). Umumnya terdapat lapisan bobot diantara 2 lapisan bersebelahan seperti pada Gambar 2.17.
Gambar 2. 17 Bentuk JST Dengan Banyak Lapisan [24]
Universitas Sumatera Utara
32
c. Jaringan saraf tiruan dengan lapisan kompetitif Arsitektur pada jaringan saraf tiruan ini memiliki bentuk yang berbeda, di mana antar node dapat saling berhubungan. Gambar 2.18 merupakan bentuk jaringan saraf tiruan dengan lapisan kompetitif.
Gambar 2. 18 Bentuk JST Dengan Lapisan Kompetitif [24]
2.4.4. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Di dalam jaringan saraf tiruan dengan backpropagation setiap node yang berada di lapisan input terhubung dengan setiap node pada lapisan tersembunyi dan setiap node pada lapisan tersembunyi juga terhubung dengan setiap node pada lapisan
Universitas Sumatera Utara
33
output [25]. Untuk lebih jelasnya arsitektur JST backpropagation dapat dilihat pada Gambar 2.19.
Gambar 2. 19 JST Backpropagation Dengan Satu Lapisan Tersembunyi [25] Jaringan saraf tiruan dengan algoritma pembelajaran backpropagation terdiri dari banyak lapisan (multilayer neural network) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
34
1. Lapisan input hanya 1. Pada lapisan input terdapat node Xi, i = 1, 2, ..., n. ( n = jumlah node dalam lapisan input). 2. Lapisan tersembunyi (hidden layer) minimal 1. Seperti halnya lapisan input pada lapisan tersembunyi juga berisi node mulai dari Zj, j = 1, 2, ..., p (p = jumlah node pada lapisan tersembunyi untuk 1 lapisan). Tetapi pada lapisan tersembunyi ini dapat saja terdiri dari beberapa lapisan tersembunyi. 3. Lapisan output hanya 1 buah. Lapisan ini terdiri dari node output mulai dari Yk, k = 1, 2, ..., m (m = jumlah node pada lapisan output). V0j adalah bias untuk node Zj pada lapisan tersembunyi dan W0k adalah bobot untuk node Yk pada lapisan output. Bias V0j dan W0k sama seperti bobot di mana output bias ini selalu bernilai 1. Vij adalah bobot yang menghubungkan antara node Xi pada lapisan input dengan node Zj pada lapisan tersembunyi, sedangkan Wjk adalah bobot yang menghubungkan antara node Zj pada lapisan tersembunyi dengan node Yk lapisan output. 2.4.5. Bobot Bobot dipakai untuk menentukan nilai sebuah node dan terletak di antara 2 (dua) lapisan, baik antara lapisan input dengan lapisan tersembunyi atau antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output dan mempunyai nilai tertentu. Pada saat awal pelatihan nilai bobot diatur agar berada pada nilai acak yang kecil misalnya di antara -0,5 sampai 0,5 lalu nilai bobot ini diperbaharui setiap proses epoch pada waktu pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
35
2.4.6. Bias Bias juga dipakai untuk menentukan nilai sebuah node tetapi hanya pada node pada lapisan tersembunyi dan output. Bias ini selalu bernilai 1 tetapi nilai bobotnya berbeda dan pada awal pelatihan diberi dengan nilai acak yang kecil antara -0,5 sampai 0,5 lalu nilai bobot ini juga diperbaharui setiap proses epoch pada waktu pelatihan. 2.4.7. Epoch Epoch adalah pengulangan yang terjadi pada proses pelatihan di dalam jaringan saraf tiruan dalam memperbaiki error. Pengulangan ini akan terus berlangsung hingga toleransi error (MSE) pelatihan atau nilai epoch yang ditetapkan telah tercapai. 2.4.8. Learning Rate Learning rate (α) merupakan sebuah parameter pembelajaran di dalam jaringan saraf tiruan backpropagation yang digunakan untuk mempercepat proses pelatihan dan bernilai antara 0 sampai 1. Jika jaringan saraf tiruan menggunakan learning rate mendekati 0 maka proses pelatihan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mencapai performance jaringan saraf tiruan yang diinginkan tetapi terkadang baik jika dipakai pada proses aplikasi. Sebaliknya jaringan saraf tiruan menggunakan learning rate mendekati 1 maka proses pelatihan membutuhkan waktu yang lebih cepat dalam mencapai performance jaringan saraf tiruan yang diinginkan
tetapi
terkadang tidak baik jika dipakai pada proses aplikasi.
Universitas Sumatera Utara
36
2.4.9. Toleransi Error Toleransi error merupakan sebuah nilai pembatas yang ditetapkan oleh user agar selisih target dengan keluaran jaringan saraf tiruan (MSE) dalam
proses
pelatihan tidak sampai 0. Hal ini bertujuan untuk menghindari overtraining yang menyebabkan jaringan saraf tiruan mengambil sifat memorilisasi akibatnya ketika hasil pelatihan diuji dengan pola data yang tidak pernah dikenali maka jaringan saraf tiruan akan memberikan hasil yang jauh berbeda dari target yang diharapkan.
2.5.
Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan keluaran pada node. Ada
beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan seperti fungsi undak biner, bipolar, linear (identitas), saturating linear, symmetric saturating linear, sigmoid biner dan sigmoid bipolar. Karena keluaran jaringan saraf tiruan yang diinginkan pada penelitian ini antara 0 sampai 1 maka fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner dan fungsi aktivasi ini mempunyai hubungan yang sederhana antara nilai fungsi pada suatu titik dengan turunannya sehingga mengurangi beban komputasi selama pelatihan [23]. Bentuk grafik dari fungsi sigmoid biner dapat dilihat seperti pada Gambar 2.20 sedangkan fungsi dari sigmoid biner dirumuskan sebagai [23]: …………………………….(2. 17) dengan turunan: …………………………(2. 18)
Universitas Sumatera Utara
37
Gambar 2. 20 Fungsi Sigmoid Biner [24] 2.6. Algoritma Pembelajaran Salah satu bagian terpenting dari konsep jaringan saraf tiruan adalah terjadinya proses pembelajaran. Tujuan utama dari proses pembelajaran adalah melakukan pengaturan terhadap bobot-bobot yang ada pada jaringan saraf tiruan, sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat sesuai dengan pola data yang dilatih [25]. Pada dasarnya ada 2 metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran terawasi (supervised) dan metode pembelajaran yang tak terawasi (unsupervised). a. Pembelajaran terawasi Pada jaringan saraf tiruan yang menerapkan metode pembelajaran terawasi maka output yang diharapkan telah ditetapkan. Contoh: jaringan saraf tiruan yang digunakan untuk prediksi, pengenalan huruf, pola gerbang logika.
Universitas Sumatera Utara
38
b. Pembelajaran tak terawasi Sedangkan jaringan saraf tiruan yang menerapkan metode pembelajaran tak terawasi tidak memerlukan target output. Pada metode ini, tidak ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran. Metode pembelajaran seperti ini sangat cocok untuk pengelompokan pola. Tetapi ada hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran jaringan saraf tiruan yakni tercapainya keseimbangan antara kemampuan memorilisasi dengan generalisasi. Yang dimaksud memorilisasi adalah kemampuan jaringan saraf tiruan memberikan respon yang sempurna terhadap semua pola yang pernah dilatihkan. Sedangkan generalisasi adalah kemampuan jaringan saraf tiruan memberikan respon yang bisa diterima terhadap pola-pola input yang serupa (namun tidak identik) dengan pola-pola yang sebelumnya telah dipelajari. Hal ini sangat bermanfaat ketika jaringan saraf tiruan diberikan pola input yang belum pernah dilatihkan maka jaringan saraf tiruan tetap akan memberikan respon (keluaran) yang paling mendekati [25]. 2.7. Algoritma Pembelajaran Backpropagation Standar Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan metode yang sangat baik dalam menangani pengenalan pola-pola kompleks yang menggunakan gradient descent untuk memperkecil total error kuadrat (MSE) hasil komputasi pada proses pelatihan [23], [25]. Jadi inilah yang menjadi alasan utama peneliti mencoba menggunakan JST dengan algoritma pembelajaran backpropagation untuk dijadikan metoda untuk memprediksi kerusakan motor induksi khususnya pada
Universitas Sumatera Utara
39
stator untuk satu hari ke depan. Algoritma pembelajaran dengan backpropagation standar dapat dibagi menjadi 2 bagian: 2.7.1.
Algoritma pelatihan
Adapun langkah-langkah algoritma pelatihan adalah sebagai berikut [25]: Langkah a. Inisialisasi bobot bias ke lapisan hidden (V0j), output (W0k), dan bobot input (Vij), output (Wjk) seperti pada Gambar 2.19 dengan nilai acak yang cukup kecil antara -0,5 sampai 0,5. Lalu ditentukan nilai learning rate (α) antara 0 sampai 1, toleransi error dan jumlah maksimal epoch jika menggunakan toleransi error dan banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti. Langkah b. Selanjutnya dilakukan proses pengulangan dari langkah c – j hingga nilai MSE (mean square error) yang diperoleh dari hasil pelatihan lebih kecil dari nilai toleransi error yang ditentukan atau epoch telah tercapai. Langkah c. Untuk setiap pasangan pola akan dilakukan proses pelatihan, dengan melakukan langkah ke- d sampai langkah ke-i.
Tahap maju Langkah d. Setiap node Xi, i = 1, 2, ..., n pada lapisan input meneruskan sinyal input tersebut ke semua node Zj, j = 1, 2, ..., p pada lapisan tersembunyi yang ada di atasnya. Langkah e. Setiap node Zj, j = 1, 2, ..., p pada lapisan tersembunyi menjumlahkan sinyal input Xi, i = 1, 2, ..., n dengan bobotnya Vij dan ditambahkan
Universitas Sumatera Utara
40
dengan bobot bias V0j lalu dengan menggunakan fungsi aktivasinya dihitung sinyal outputnya: ∑
…………………..(2. 19)
selanjutnya sinyal output tersebut dikirim ke semua node ke lapisan di atasnya (lapisan output). Langkah f. Setiap node Yk, k = 1, 2, ..., m pada lapisan output menjumlahkan sinyal input
Zj, j = 1, 2, ..., p
dari lapisan tersembunyi dengan
bobotnya Wjk dan ditambahkan dengan bobot bias W0k lalu dengan menggunakan fungsi aktivasinya dihitung sinyal outputnya: ∑
……………….(2. 20)
Tahap mundur Langkah g. Setiap node Yk, k = 1, 2, ..., m pada lapisan output menerima pola target tk lalu informasi kesalahan pada lapisan output δk dihitung. δk dikirim ke lapisan di bawahnya Zj, j = 1, 2, ..., p dan digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot ∆Wjk dan bias ∆W0k antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output: ′
∆
…………..(2. 21) ……………………..(2. 22)
∆ Di mana
∑
……………………..(2. 23)
adalah nilai konstanta learning rate yang ditetapkan.
Langkah h. Setiap node
Zj, j = 1, 2, ..., p
di lapisan tersembunyi dilakukan
perhitungan informasi kesalahan lapisan tersembunyi δj. δj kemudian
Universitas Sumatera Utara
41
digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot dan bias ∆Vij dan ∆V0j antara lapisan input dan lapisan tersembunyi. ′
∑
∑
………..(2. 24)
∆
……………………..(2. 25)
∆
……………………….(2. 26)
Update bobot Langkah i. Setiap node pada lapisan output Yk, k = 1, 2, ..., m dilakukan perubahan bobot dan bias sehingga bobot dan bias yang baru menjadi: ∆
…………….(2.
27)
∆
……………(2.
28)
setiap node pada lapisan tersembunyi Zj, j = 1, 2, ..., p
dilakukan
perubahan bobot dan bias sehingga bobot dan bias yang baru menjadi: ∆
…………………(2.
29)
∆
…………………(2.
30)
Langkah j. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk kondisi berhenti dengan cara membandingkan hasil MSE yang diperoleh dari pelatihan dengan nilai toleransi error jika lebih kecil atau maksimal epoch pada proses pelatihan telah sesuai dengan nilai maksimal epoch yang ditetapkan pada langkah a. 2.7.2.
Algoritma aplikasi
Langkah a. Inisialisasi bobot. Bobot ini diambil dari bobot (V0j, Vij, W0k, Wjk) terakhir yang diperoleh dari algoritma pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
42
Langkah b. Untuk setiap pasangan input, dilakukan langkah ke- c sampai ke- e. Langkah c. Setiap node input Xi
menerima sinyal input pengujian Xi
dan
meneruskan sinyal Xi ke semua node Zj pada lapisan di atasnya (unit tersembunyi). Langkah d. Setiap node di lapisan tersembunyi Zj dihitung sinyal outputnya dengan menggunakan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal input Xi dengan bobot Vij dan ditambah dengan bias V0j. ∑
………………….(2. 31)
Lalu sinyal output dari lapisan tersembunyi kemudian dikirim ke semua node pada lapisan di atasnya. Langkah e. Pada setiap node output Yk dihitung sinyal outputnya dengan menggunakan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal input dari lapisan tersembunyi Zj dengan bobot Wjk ditambah bias W0k. ∑
…………….(2. 32)
2.8. Variasi Pembelajaran Backpropagation Untuk mempercepat proses pelatihan maka algoritma pelatihan pada backpropagation
standar
dapat
dilakukan
perubahan
baik
dari
model
backpropagation yang digunakan atau pun cara update bobot seperti dengan menambah momentum dan update bobot berkelompok [23].
Universitas Sumatera Utara
43
2.8.1. Momentum Pada backpropagation standar perubahan bobot pada algoritma pelatihan didasarkan atas gradient yang terjadi untuk pola data yang dimasukkan saat itu. Metoda perubahan bobot seperti ini dapat menyebabkan JST terjebak pada suatu daerah yang dinamakan titik minimum lokal atau global karena adanya pola data yang sangat berbeda, hal ini berakibat pada lambatnya proses pelatihan. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan modifikasi terhadap perubahan bobot yang didasarkan atas gradient pola terakhir dan pola sebelumnya atau dikenal nama momentum. Di mana simbol momentum adalah µ dan bernilai antara 0 sampai 1 sehingga perubahan bobot dapat dihitung dengan Persamaan 2.33 dan 2.34 [23]: ∆
∆
……………………(2. 33)
dan ∆
∆
……………………(2. 34)
Di mana t adalah epoch. 2.8.2. Perubahan Bobot Berkelompok Variasi lain yang dapat dilakukan untuk memodifikasi perubahan bobot yaitu dengan cara mengubah bobotnya sekaligus setelah semua pola data yang dimasukkan. Di mana semua pola data yang dimasukkan dilakukan langkah d – h dari algoritma pelatihan backpropagation standar. Selanjutnya dilakukan proses update bobot dengan cara menambahkan semua ∆
dan ∆
yang diperoleh [23].
Universitas Sumatera Utara