MENATAP MASA DEPAN BANGSA (Sebuah Catatan Untuk Bangsa Indonesia Dalam Menopang Masa Depan Bangsa)
Menatap Masa Depan Bangsa | i
ii | Abdul Qadir Jailani
MENATAP MASA DEPAN BANGSA (Sebuah Catatan Untuk Bangsa Indonesia Dalam Menopang Masa Depan Bangsa)
Penulis: Abd. Qadir Jailani
Menatap Masa Depan Bangsa | iii
MENATAP MASA DEPAN BANGSA (Sebuah Catatan Untuk Bangsa Indonesia Dalam Menopang Masa Depan Bangsa)
Penulis
: Abd. Qadir Jailani
Supervisi Desain
: Moh. Hamzah Arsa : Langit Putra Cahya
Cetakan : Pertama, Juli 2010 Penerbit: Kajian Waraal Qitor (KWQ) Sekretariat : Gedung Pusdilam No. 01 TMI Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep Madura Indonesia 69465 Telp./Faks. (0328) 821.777 Mobile: 081703581866 E-mail:
[email protected] Didukung Oleh: Pusat Studi Islam (Pusdilam) Al-Amien Sekretariat : Gedung Pusdilam No. 01 TMI Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep Madura Indonesia 69465 Telp./Faks. (0328) 821.777 ISBN : 978-602-97144-2-5 Hak cipta dilindungi undang-undang Hak cipta ada pada penulis
iv | Abdul Qadir Jailani
MENATAP MASA DEPAN BANGSA (Sebuah Pengantar Dari Penulis) Alhamdulillahirobbil ‘alamin, ucapan itulah yang terus tercipta dalam setiap derap dan langkah penulis. Pasrah secara totalitas kepada sang pencipta, Allah Swt., merupakan sikap seorang hamba (‘abd) sejati setelah usaha direalisasikannya. Karena, segala sesuatu di dunia ini datangnya dari Allah Swt., dan akan kembali kepadaNya pula. Juga, kepada sang proklamator dunia yang telah merubah tatanan kehidupan manusia, dari yang mulanya penuh dengan dunia kejahiliahan menuju dunia yang cerah dengan nur ilahi yaitu dengan adanya Iman, Islam dan Ihsan. Subhanallah...! Sudah barang tentu, tradisi ilmiah pesantren harus selalu mengakar dalam ranah dan paradigma berpikir santri. Hal ini seharusnya tidak hanya menjadi pola pikir saja, melainkan bisa mereka realisasikan dalam kehidupan mereka di pesantren. Sejarah peradaban Islam telah membuka lebar pola berpikir kita, tentang tradisi ilmiah Islam yang telah bermula ribuan tahun yang lalu. Di mana para ilmuan dan pakar saintis telah menghabiskan umur mereka untuk memperjuangkan tradisi ilmiah Islam ini. Dengan tradisi ilmiah Islam ini, kita bisa mengenal Bapak Kimia Yang Sufi, Jabir Ibn Hayyan (721-815 M). Ia dilahirkan di Menatap Masa Depan Bangsa | v
Khurasan, Iran. Ia adalah pendiri Laboratorium Kimia Pertama Dalam Sejarah untuk keperluan eksperimen-eksperimen empiris terhadap zat-zat kimia. Ia menulis lebih dari 500 risalah di bidang keagamaan, kimia; fisika, astromomi, astrologi, matematika, musik, kedokteran, dan sufisme. Di samping itu, kita juga bisa megnenal Al-Kindi (801-873 M) sebagai filsuf-saintis muslim pertama. Semasa mudanya, ia telah gemar mengkaji agama, filsafat, matematika, sains alam terutama kimia. Sehingga ia dinobatkan sebagai filsuf-saintis Muslim pertama. Dan Ia menulis sekitar 270 karya ilmiah tentang keagamaan, logika, filsafat, fisika, kimia, farmasi, matematika, musik, dan zoologi. Begitu pula, kita juga bisa mengenal Al-Khwarizmi (780863 M). Ia mempunyai nama lengkap Ja’far Muhammad bin Musa alKhwarizmi, dan ia lahir di Khwarizmi, Iran. Namun, di dunia Barat (Eropa) ia lebih dikenal dengan nama Algorism. Ia bekerja dalam sebuah observatorium dan menekuni studi matematika dan astronomi. Dan ilmu Aljabar yang kita kenal sekarang adalah berasal dari karya tersohor al-Khwarizmi yang berjudul al-Jabr wal-Muqabalah (Al-Jabar dan Persamaan). Dan kita juga bisa mengenal ’sang jenius dan rajanya para dokter’, Ibnu Sina (980-1037 M). Semenjak ia berumur 10 tahun, ia telah hafal Al-Qur’an dan menguasai gramatika sastra dan teologi. Di Barat, ia lebih dikenal dengan sebutan Avicenna dan mendapatkan julukan ”Pangeran Para Dokter”. Kitab Qanun fith Thibb (Aturan Pengobatan), merupakan ikhtisar pengobatan, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi buku referensi utama sampai abad ke18 M., di universitas-universitas Barat. Ia menulis karya ilmiah tidak kurang dari 276 tulisan yang meliputi bidang keagamaan, teologi, syair, logika, filsafat, kedokteran, geometri, astronomi, musik, politik, matematika, fisika, kimia, sastra, kosmologi, dan geologi. Tidak bisa dipungkiri, lahirnya suatu peradaban yang tengah berdampingan bersama kita saat ini, adalah karena manusia sendiri ingin memperjuangkan nilai-nilai kebenaran untuk mencapai kehidupan sejati. Begitu juga dengan lahirnya suatu bangsa yang berasaskan terhadap nilai pancasila ini--Bangsa Indonesia. Dalam sebuah kesempatan Soekarno vi | Abdul Qadir Jailani
pernah berkata bahwa ”Suatu bangsa apabila kehilangan jati dirinya, maka bangsa tersebut tidak akan mampu bertahan hidup. Bahkan akan punah”. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana keadaan bangsa kita saat ini, bagaimana seharusnya bangsa ini menghadapi era globalisai dan modernisasi, dan bagaimana bangsa Indonesia di masa depan? Nah, tentunya suatu kata pengantar singkat ini tidak akan pernah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di atas. Dan kata pengantar singkat ini, hanya sekedar memperkenalkan bagaimana sebenarnya suatu bangsa yang tengah carut-marut ini. Baik itu dari sektro pendidikan, politik, sosial, ekonomi maupun budaya yang ada. Oleh karena itu, buku ”Menatap Masa Depan Bangsa” yang tengah ada di tangan pembaca, akan membahas tuntas berbagai problematika dan polemik yang terjadi di tengah kehidupan Bangsa ini. Buku ini, merupakan kumpulan tulisan penulis, baik yang dimuat di media massa maupun tulisan yang telah berhasil menjuarai dalam even lomba kepenulisan ilmiah, selama penulis nyantri di PP. Al-Amien Prenduan. Pondok Pesantren inilah yang telah merubah paradigma berpikir penulis, yang awalnya berpikiran bahwa; dunia pesantren merupakan dunia yang paling membosankan, menjenuhkan dan santrinya merupakan anak buangan para orang tua yang malas mendidik anaknya, sehingga ditampung dalam Pondok Pesantren. Dan ternyata pola pikir penulis yang awalnya sangat menganatemekan Pondok Pesantren, ternyata salah. Padahal Pondok Pesantren yang ada merupakan institusi yang akan melahirkan dan melejitkan cendikiawan-cendikiawan muslim di berbagai bidang ilmu pengetahuan maupun di bidang lainnya. Selanjutnya, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Ayah dan Ibunda tercinta (Hayyan-Armoni) yang telah mendidikan, membimbing, mengayomi dan menjadi sahabat sejati penulis dalam kehidupan ini, baik dalam suka maupun duka. Tak ada kata yang sebanding untuk bisa diucapkan seorang anak kepada Ayah dan Ibundanya, dan tak ada perbuatan dan amal apapun yang bisa membalas budi mereka. Karena, mereka telah menjadikan kita ada dan mendidik kita semenjak kita kecil (awjadana warabbayana sighara). Dan hanya dengan amal jariyah saja (anak sholeh yang mendoakan kedua orang Menatap Masa Depan Bangsa | vii
tuanya) yang mungkin sedikit akan bisa membalas budi mereka kepada kita. Penulis haturkan banyak terima kasih kepada Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, KH. Moh. Idris Jauhari, beserta wakilnya KH. Maktum Jauhari, MA., Mudir ’Aam TMI Al-Amien Prenduan, KH. Moh. Khoiri Husni, S.Pd.I, beserta wakilnya, KH. Ja’far Shodiq, MM., KH. Ghozi Mubarok, MA., Mudir Ma’had Putra, KH. Abd. Warits, S.Pd.I., Mudir MA Putra, Ust. H. Bakri Sholihin, S.Pd.I., dan Mudir Mts. Putra, Ust. Hamzah Arsa, Mpd., yang telah meluangkan waktu mereka untuk menjadikan penulis seperti sekarang, dengan didikan mereka. Dan penulis juga ucapkan banyak terima kasih kepada Musyrif, sekaligus kakak dan ayah yang selalu setia mendengarkan keluh dan kesah penulis (Ust. Luqman Hakim, Ust. Khuzaie), sehingga penulis bisa menemukan solusi dalam berbagai masalah dan problem hidup penulis. Begitu pula penulis haturkan kepada Ust. Hamid Afif, Ust. Ali Ibnu Anwar, Ust. Sohehuddin, Ust. Agus Saliem, Ust. Agus Romli, Ust. Nasrullah MH., Ust. Syukrim Tohir, Ust. Amien Turiman, Ust. Ruslan Efendi, Ust. Munif, Ust. Nurcholis Majid, Ust. Iwan Kuswandi, Ust. Shodiqil Hafil, Ust. Hasan Sanjuri, Ust. Anwar Nuris dan beberapa rekan-rekan Ustadz lainnya yang tak sempat penulis tulis namanya. Dan tak lupa, penulis haturkan kepada kawan-kawan dan rekan-rekan setia penulis yang telah banyak membantu demi terselesainya buku ”Menatap Masa Depan Bangsa” ini. Khususnya kepada rekan-rekan dan kawan-kawan aktifis Kajian Waraal Qitor (KWQ), yang setiap waktu selalu mengajak penulis untuk tetap eksis Membaca, Menulis, dan Berdiskusi. Sehingga dari sanalah penulis mempunyai bekal untuk bisa terus berdakwah lewat media tulisan. Dan tak kalah pentingnya, penulis juga haturkan buat sang pelita hati, yang telah begitu banyak memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis untuk terus berkarya dan selalu tetap berdakwah lewat media tulisan. Begitu juga ketika saat berdiskusi dan memperbincangkan mengenai buku ini, beberapa saat yang lalu. Harapan penulis, supaya inspirasi dan motivasi ini akan terus menggiring penulis menuju citacita dan cinta sejati, demi masa depan nanti. viii | Abdul Qadir Jailani
Sebenarnya, masih begitu banyak orang-orang yang ikut terlibat demi terbitnya buku ini. Akan tetapi, karena keterbatasan dan kemampuan penulis sehingga tidak mungkin bagi penulis, untuk menulis sedemikian banyak orang-orang yang telah banyak terlibat demi terbitnya buku ini. Namun pada intinya, penulis ucapkan terima kasih yang begitu banyak tanpa batas dan ujung kepada siapa saja yang telah berjasa dan terlibat demi terbitnya buku ini, jazakumullah khairon katsiron. Amien! Namun, penulis sadari. Sebenarnya tidak ada karya monumental pun yang terlepas dari kesalahan dan keteledoran. Untuk itulah penulis mengharapkan banyak masukan, kritikan dan saran yang membangun bagi penulis demi perbaikan dan evaluasi ke depan. Akhirnya, penulis hanya bisa ucapkan selamat Membaca, Menulis dan Berdiskusi...! Sumenep, 30 Juni 2010 Penulis Abd. Qadir Jailani
Menatap Masa Depan Bangsa | ix
x | Abdul Qadir Jailani
DAFTAR ISI Menatap Masa Depan Bangsa (Sebuah Pengantar Dari Penulis)...... i Daftar Isi .......................................................................................... iv Merindukan Pendidikan Islam Berbentuk Pondok Pesantren Sebagai Basis Kemajuan Peradaban................................................. 1 Sofistikasi Pendidikan dalam UAN Di Balik Tangan Birokrasi ............................................................... 8 Integritas Pendidikan Pesantren Modern ....................................... 13 Membaca Kiprah Pendidikan Nasional Berlabel UAN Di Balik Tangan Birokrasi...................................... 17 Pondok Pesantren-Institusi Pendewasaan Diri............................... 24 Menuju Pendidikan Nasional yang Membangun .......................... 27 Kodifikasi Haram Merokok Harus Direalisasikan ......................... 30 MOS Dan Peran Komite Sekolah sebagai Media Utama Pembentukan Mental Pelajar ......................................................... 35 Wanita: Antara Kodrat Ilahi dan Emansipasi ................................ 38 Bencana Alam dan Rediintegrasi Amal ......................................... 43 Fenomena Bencana Alam Antara Takdir dan Peringatan Tuhan ... 47 Suramadu dan Meditasi Moral Pemuda ........................................ 50 Kenakalan dan Anarkisme Remaja ................................................ 53 Biodata Penulis .............................................................................. 56
Menatap Masa Depan Bangsa | xi
xii | Abdul Qadir Jailani
MERINDUKAN PENDIDIKAN ISLAM BERBENTUK PONDOK PESANTREN SEBAGAI BASIS KEMAJUAN PERADABAN
(Sebuah Upaya Menuju Pendidikan Bermutu Internasional Sebagai Asas Kemajuan Peradaban Berbangsa Dan Bernegara)
S
ebuah teori pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam menyatakan, bahwa Islam memandang pendidikan sebagai pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu, Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup tanpa batas usia. Perjalanan pendidikan Islam yang sudah menuai di berbagai belahan dunia, merupakan sebuah corak dan identitas dari majunya suatu peradaban yang tidak terlepas dari peranan pendidikan Islam. Semenjak lahirnya pendidikan Islam beberapa puluhan tahun silam, dengan ditandai lahirnya ulama-ulama di berbagai bidang pendidikan Islam. Sebut saja, Ibnu Sina dengan ilmu pendidikan Islam kedokterannya yang telah membawanya sebagai penggagas pertama ilmu kedokteran. Dalam dunia kajian filsafat Islam, kita temui Al-Kindi sebagai ahli pikir pertama yang telah mengenalkan filsafat di kalangan umat Islam. Sedangkan di Negara kita Indonesia kita bisa mengenal Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantoro yang telah mengusung pendidikan nasional berlabel Boarding School (pondok pesantren) pada awalnya. Menatap Masa Depan Bangsa | 1
Sehingga, kesimpulan sementara adalah pendidikan Islam merupakan asas dari majunya suatu peradaban. Namun, setelah pendidikan nasional tidak merunut terhadap pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantoro yaitu pendidikan Boarding School (pondok pesantren), pendidikan nasional kehilangan jati dirinya. Dan bisa dibilang pendidikan nasional telah gagal mencerdaskan kehidupan bangsa. Padahal, amanat pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang urgensi program mencerdaskan kehidupan bangsa, dan diperkuat dengan batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (yang telah diamandemen) Bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan, maka pembangunan sektor pendidikan bangsa merupakan program Nasional yang sangat strategis untuk mengisi makna-makna esensial dari proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 yang lalu. Begitu menyedihkan, ketika pendidikan nasional telah kehilangan jati dirinya, dan dengan Ujian Nasional (UN) yang menjadi program unggulan dari pendidikan nasional tersebut harus jadi cemoohan dari berbagai kalangan, lebih-lebih dari praktisi pendidikan sendiri, dikarenakan pendidikan nasional yang berada di balik tangan birokrasi belum berhasil merealisasikan amanat dari pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tentang urgensi program mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekilas Perjalanan (Sejarah) Pendidikan Islam Berbicara mengenai pendidikan Islam, tanpa sadar kita akan terbawa untuk menyelami sejarah peradaban dunia, khususnya peradaban Islam. Dan bahkan ada sebuah perkataan yang mengembang di kalangan umat Islam yaitu, “suatu peradaban maju tidak akan pernah terlepas dari paradigma pendidikan Islam”. Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, pendidikan Islam sungguh berperan penting terhadap kejayaan Islam pada masanya. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan Islam benar-benar mampu membentuk peradaban dunia Islam. Sehingga, peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur. 2 | Abdul Qadir Jailani
Sebenarnya, penanaman kesadaran tentang urgensi ilmu pengetahuan sudah dimulai semenjak masa Muhammad Ibnu ‘Abdillah Saw., dan bahkan pada akhir masa sebelum Muhammad Ibnu ‘Abdillah wafat, kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan telah mendarah daging di kalangan umat Islam. Akan tetapi, lahirnya sebuah institusi pendidikan Islam dimulai semenjak pemerintahan Umar bin Khattab. Pada waktu itu, khalifah Umar secara khusus, mengirimkan utusan khusus ke berbagai daerah kekuasaan Islam di berbagai belahan dunia. Utusan khusus tersebut mayoritas bermukim di masjid atau semacam takmir di masa sekarang. Mereka kemudian mengajarkan ajaran agama Islam kepada masyarakat dengan membentuk halaqohhalaqoh (majelis) ta’lim. Jelang beberapa tahun kemudian, pendidikan Islam tidak hanya terbatas memperbincangkan dan mengkaji mengenai ajaran agama Islam saja. Melainkan, segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia juga dikaji dalam halaqoh-halaqoh (majelis) ta’lim ini. Seperti diajarkannya disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini, juga diajarkan kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana ‘pendidikan’, yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Dan kemudian Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal dari lahirnya institusi pendidikan Islam (Nasr, 1994). Pendidikan Islam di berbagai belahan dunia mengalami perkembangan pesat, ini merupakan sebuah perkembangan dan kemajuan suatu peradaban Islam yang cukup perfektif. Di Bagdad pada tahun 815, salah satu Khalifah Daulah Abbasyiah Al-Ma’mun mendirikan Bait al-Hikmah. Bait al-Hikmah, merupakan sebuah institusi yang cukup layak disebut sebagai institusi pendidikan, karena Bait alHikmah ini menyediakan berbagai macam ruang kajian, perpustakaan dan observatorium atau yang lebih dikenal dengan sebutan laboratorium. Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang ‘cukup sempurna’, karena sistem Menatap Masa Depan Bangsa | 3
pendidikannya pada waktu itu masih sekedarnya saja. Dalam majelismajelis kajian dan belum terdapat “Kurikulum Pendidikan” yang diberlakukan di dalamnya. Sementara institusi pendidikan yang mulai menggunakan sistem pendidikan modern muncul pada sekitar akhir abad X masehi, dimulai dengan berdirinya perguruan tinggi (Universitas) al-Azhar di Kairo yang diprakarsai oleh Jendral Jauhar as-Sigli, seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah pada tahun 972 M. Selain itu, juga terdapat institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya, yaitu Perguruan Tinggi (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini diprakarsai dan didirikan oleh Nizam al-Mulk perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah pada tahun 1066/1067 M., di Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk. Madrasah atau atau yang lebih dikenal dengan Perguruan Tinggi Nizamiyah sebenarnya didirikan sebagai upaya membendung arus propaganda syi’ah yang berpusat di Kairo dengan al-Azharnya. Madrasah Nizamiyah pun telah memiliki spesifikasi khusus sebagai sebuah institusi pendidikan dengan spesifikasi pada teologi dan hukum Islam. Dan karena spesifikasi ini pulalah Madrasah Nizamiyah sering disebut sebagai Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam (Nakosteen, 1996). Terlepas dari semua itu, di negara kita Indonesia. Pendidikan nasional yang ada saat ini tidak terlepas dari peranan pendidikan Islam. Pendidikan pesantren merupakan khas dari pendidikan Indonesia, Clifford Geertz menyebutkan bahwa pendidikan pesantren sebagai subkultural masyarakat Indonesia. Pendidikan pesantren atau yang lebih dikenal dengan Pondok Pesantren, berdiri sezaman dengan masuknya Islam ke Indonesia, dan merupakan hasil dari proses akulturasi damai antara ajaran Islam yang dibawa para wali dan pedagang Islam yang umumnya bernuansa mistis, dengan budaya asli (indigenous culture ) bangsa Indonesia yang bersumber dari agama Hindu dan Budha. Seperti itulah, betapa pendidikan Islam secara esensial telah mengisi peradaban di berbagai belahan dunia. Namun, setelah pendidikan Islam mengalami distorsi besar-besaran semenjak jatuhnya Bagdad pada tahun 1258 M, dan pendidikan Islam mengalami kemunduran 4 | Abdul Qadir Jailani
dan kejumudan. Akan tetapi, dengan semangat membangun kembali pendidikan Islam dengan paradigma yang progresif dan dengan dilandasi keinginan untuk menegakkan ajaran agama Islam, bukan tidak mungkin pendidikan Islam akan kembali menjadi basis dari kemajuan suatu peradaban. Pendidikan Pondok Pesantren Ajip Rosidi, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya Sunda I di Bandung pada tahun 2001, mengatakan bahwa: “Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …..” Jika kita merenung sesaat mengenai perkataan Ajip Rosidi di atas, kita akan betul-betul menyadari bahwa memang sistem pendidikan nasional yang ada saat ini merupakan warisan dari sistem kolonial. Maka, tidak salah jika pendidikan nasional yang ada masih belum bisa memberikan kontribusi progresif terhadap intelektual anak didik. Beda halnya dengan sistem pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan masa depan yang akan membawa kedamaian dan keselarasan umat. Pada dasarnya menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani dalam “Falsafah Tarbiyah al-Islamiyah” [1979] menyatakan bahwa pendidikan pondok pesantren telah mencakup tiga hal; tujuan individual, tujuan sosial, dan tujual profesional. Dalam tujuan individual, pesantren telah membangun karakter santri yang independen, pribadi yang sholih baik dunia dan akhirat. Mendiskusikan tentang pendidikan, Rupert C. Lodge dalam bukunya “Philosphy of Education” menyatakan bahwa life is education and education is life, dalam artian pendidikan itu adalah proses hidup dan kehidupan manusia. Secara potensial, pendidikan pondok pesantren telah membawa kehidupan para santrinya menuju kehidupan damai dan sentosa. Karena hakekat dari pendidikan pondok pesantren, sasarannya adalah hati (heart education). Itulah makna sebenarnya dari pendidikan pondok pesantren. Dan yang perlu dipahami mengenai pondok pesantren adalah, Menatap Masa Depan Bangsa | 5
pondok pesantren memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi. Pondok pesantren telah berhasil menjadi transformasi budaya local dan benteng terakhir tradisi. Terbukti dengan terjadinya proses islamisasi di bangsa kita oleh pawa wali (wali songo) dengan melalui sistem pendidikan pondok pesantren. Di samping itu pula, secara mendasar dan menyeluruh pondok pesantren yang ada di negara kita indonesia seharusnya memiliki landasan institusional (Mabadi’ Ma’hadiyah).Yang mencakup NilaiNilai Dasar, Visi dan Misi, Orientasi Pendidikan dan Falsafah/Motto Pendidikan. Dengan rincian sebagai berikut: Pertama, Nilai-Nilai Dasar. Nilai-nilai dasar dari adanya pondok pesantren ada empat macam. Yaitu, Nilai Keislaman, Nilai Keindonesiaan, Nilai Kepesantrenan dan Nilai Kejuangan. Kedua, Visi dan Misi Lembaga Pondok Pesantren. Pondok pesantren pada umumnya memiliki visi dan misi lembaga. Sehingga dengan visi dan misi tersebut bisa mengiplementasikan fungsi dari lembaga pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren. Dan nantinya diharapkan bisa merealisasikan amanat dari pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang urgensi program mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketiga, Orientasi Pendidikan. Orientasi dari adanya pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren meliputi Orientasi Kemasyarakatan, Orientasi Keulama’an dan Kecendikiaan, Orientasi Kepemimpinan dan Orientasi Keguruan. Keempat, Falsafah dan Motto. Pada intinya Falsafah dan Motto dari adanya pondok pesantren meliputi Kependidikan dan Pembelajaran, Kemasyarakatan, Keulama’an, Kepemimpinan dan Keguruan dan meliputi juga Falsafah dan Motto Kelembagaan. Untuk itulah, pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren jika bisa direalisasikan di berbagai institusi pendidikan, lebihlebih di negara kita Indonesia. Maka, akan menghasilkan suatu institusi pendidikan yang bisa mengantarkan peradaban menuju peradaban maju. Baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Maka dari itu, momentum Hari Pendidikan Nasional (hardiknas) merupakan moment yang tepat untuk menjadikan 6 | Abdul Qadir Jailani
pendidikan Islam yang berbentuk Pondok Pesantren menjadi sistem pendidikan nasional. Akhirnya, kalau boleh penulis berandai penulis ingin mendengar lagi sosok manusia seperti Muhammad Quthb. Seorang pakar atau pemikir Muslim yang cukup terkenal dan kesohor di dunia, dan beliau juga seorang pemikir pendidikan Islam. Sejalan dengan itu semua, penulis jadi teringat terhadap Yusuf al-Qardhawi, beliau mengatakan bahwa: Hakikat Pendidikan Islam adalah Pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai dan perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Sehingga, kemajuan suatu peradaban bisa terlaksana dengan sistem pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren.
Menatap Masa Depan Bangsa | 7
L
SOFISTIKASI PENDIDIKAN DALAM UAN DI BALIK TANGAN BIROKRASI
ahirnya pendidikan di Indonesia yang diawali berdirinya institusi pendidikan pondok pesantren yang dibawa para wali, ternyata memberikan konstribusi hangat bagi perkembangan intelektualitas penduduk Indonesia. Terbukti dengan lahirnya banyak cendikiawan muslim yang merupakan tembusan/alumni pondok pesantren. Bahkan cendikiawan sekaliber Gusdur, Prof. Dr. Din Syamsuddin dan bahkan Alm. KH. Moh. Tijani Jauhari, MA mantan Sekjen Rabithoh alam al-Islamiyah organisasi islam terbesar dunia merupakan abituren pondok pesantren. Pondok pesantren yang ada merupakan pondok pesantren yang berada dalam ranah pendidikan kiyaiisme yang menjunjung tinggi nilai barokah dan ridho dari seorang kiyai. Pendidikan merupakan sektor pendidikan yang cukup penting demi kemajuan suatu bangsa. Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 menyatakan bahwa: pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Umumnya pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik, supaya anak didik memiliki kekuatan, baik dalam intelektual, spiritual, sosial dan moral. Pendidikan dan pembelajaran memiliki korelesi yang tak terpisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling berkesinambungan. Pendidikan secara khusus diartikan sebagai pembentukan watak (karakter dan kepribadian) anak didik, sementara pembelajaran diartikan sebagai penyaluran materi pendidikan kedalam otak (mind) anak didik. Untuk itulah penulis mengatakan bahwa antara pendidikan dan pembelajaran saling berkesinambungan, karena keduanya merupakan syarat terbentuknya manusia yang berpotensial tinggi di bebagai bidang. Akan tetapi, ketika pendidikan Indonesia berada di balik tangan 8 | Abdul Qadir Jailani
birokrasi segala sesuatu yang menjadi harapan semua pihak tidak bisa tercapai. Karena, yang menjadi acuan paling utama adalah pelaksanaan UAN. Apabila para siswa/siswi di seluruh Indonesia bisa menjawab soal dengan benar pada pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) maka ia akan lulus dalam UAN tersebut. Nah, di sinilah sebenarnya lemahnya pendidikan Indonesia saat ini. Lain halnya, ketika pendidikan Indonesia berada di tangan para kiyai. Abituren pondok pesantren mayoritas bisa menjadi cendikiwan muslim yang memiliki moralitas tinggi. Hal ini tentunya, bukan dikarenakan pendidikan yang berada di bawah takdir UAN melainkan, kemampuan dalam berpikir, barokah ilmu dan kiyai yang mereka peroleh ketika mereka berada pada jenjang pendidikan di pondok pesantren. Namun, disadari atau tidak pendidikan pondok pesantren acap kali disebut sebagai pendidikan yang individualis oleh kalangan birokrasi, dan bahkan yang lebih memalukan lagi pondok pesantren hanya dianak tirikan oleh pendidikan nasional. Padahal, bapak pendidikan Indonesia ki Hajar Dewantara, telah menyarankan agar pendidikan pondok pesantren dijadikan sebagai sistem pendidikan nasional. Hal ini dimaksudkan supaya siswa/siswi yang berdomisili di Indonesia yang mengenyam pendidikan tidak terhegemoni akan budaya moderenisasi, hedonis dan glamour yang dibawa kaum zionis Israel dan Barat. Saat ini ketika UAN terhegemoni oleh tangan birokrasi, bangsa Indonesia seakan kehilangan jati dirinya yang dulunya memiliki banyak intelektualis dan cendikiwan-cendikiawan. Disadari atau tidak, ternyata pelaksanaan UAN yang berada di balik tangan birokrasi memiliki lebih banyak dampak negatif dibandingkan dampak positif yang ada. Sofistikasi Pendidikan Berlabel UAN dan Ijazah UAN termasuk ujian sumatif, di mana seorang siswa/siswi harus kempeten dalam menjawab soal ujian. Dalam artian jika tidak bisa kompeten dalam menjawab soal maka bisa dipastikan siswa/siswi tersebut tidak bisa lulus. Jika tidak lulus dalam UAN maka tidak akan dapat ijazah atau dalam bahasa lain tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Seperti yang penulis sampaikan tadi, UAN Menatap Masa Depan Bangsa | 9
yang ada saat ini memiliki lebih banyak dampak negatif dibandingkan positif. Pertama, dari segi psikologis bisa dipastikan siswa/siswi yang tidak lulus dalam UAN maka akan berdampak buruk terhadap perkemabangan psikisnya. Bisa jadi ia akan mengakhiri hidupnya karena ia malu tidak lulus dalam UAN. Kedua, bisa dipastikan dari banyaknya kasus yang terjadi di negara ini, khususnya tindak kriminal dan tempat prostitusi atau cewek bisa pakai (bispak) yang terjadi mayoritas disebabkan karena siswa/ siswi yang tidak lulus dalam UAN. Sehingga mereka putus sekolah dan menjadi pengangguran sebab mereka tidak punya tujuan hidup. Sungguh jahat UAN yang ada saat ini. Ketiga, jika mereka lulus dalam UAN mereka akan acap kali memandang bahwa pendidikan Indonesia yang ada hanya sebatas money politic. Artinya siapa yang memiliki banyak uang maka mereka dipastikan bisa lulus, karena UAN bukanlah ujian resmi siswa/siswi melainkan ujian guru yang sudah jelas-jelas memberikan kunci jawaban terhadap siswa/siswinya. Di sinilah sebetulnya, kenapa penulis menganggap gagal pendidikan Indonesia, karena sofistikasi pendidikan yang berlabel UAN dan ijazah itulah yang melatar belakanginya. Memang kelebihan yang dimiliki dari pelaksanaan UAN itu bisa mengukur mutu dan kualitas sekolah yang ada di Indonesia. Namun, sebenarnya bukan itu yang dibutuhkan sekarang ini melainkah hasil nyata dari pendidikan nasional. Bukti nyatanya adalah UAN masih belum bisa melahirkan manusia sekaliber mantan presiden BJ. Habibi, Gusdur, Prof. Dr. Din Syamsuddin dan bahkan masih belum bisa melahirkan cendikiawan muslim dunia sekaliber Alm. KH. Moh. Tijani Jauhari, MA. Pada tahun sebelumnya, ada salah satu sekolah negeri di daerah Gresik yang seluruh siswa/siswinya tidak lulus dalam UAN. Ini membuktikan bahwa UAN yang dicanangkan oleh pemerintah telah gagal menjadi sistem pendidikan nasional. Beberapa waktu yang lalu situs bataviase.co.id mengabarkan tentang para penolak diadakannya UAN baik dari kalangan pelajar maupun masyarakat mengadakan unjuk rasa di bundaran hotel Indonesia, jakarta. Bahkan para penolak juga membuat akun di situs jejaring sosial facebook. Dengan akun yang tertera “Hapus Ujian Nasioanal” 10 | Abdul Qadir Jailani
dan tercatat hingga saat ini lebih dari dua ribu penggemar, ”Relawan Facebookers Mendukung MA meniadakan Ujian Nasional” sebanyak 74.532 penggemar, ”Gerakan 10.000.000 Siswa Siswi Indonesia Tolak Ujian Nasional” sebanyak 57.922 penggemar, dan ”Dukung Mahkamah Agung Menolak Ujian Nasional” sebanyak 526 penggemar. Padahal pada pembahasan sebelumnya, penulis menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya terfokus terhadap penyampaian materi pendidikan kedalam otak (mind) saja. Melainkan, pendidikan juga harus bisa membentuk karakter dan kepribadian anak didik. Tentu tidak salah, jika kebanyakan yang gagal dalam UAN bertindak tidak senonoh. Bukan merekalah yang salah, melainkan pemerintah yang dengan sewenang-wenangnya menentukan sistem pendidikan nasional yang seperti ini. Jika hal demikian terus berlangsung, maka siap-sialah bangsa indonesia akan mewariskan generasi intelektual gadungan dan tidak bermutu tinggi. Dan bukan tidak mungkin bangsa indonesia akan menjadi negara cemoohan para tetangga, karena tidak bisa mengatur sistem pendidikan dan kurikulum dengan baik. Langkah Solutif Kreadibilitas masyarakat Indonesia terhadap pendidikan nasional semakin memudar. Pasalanya pendidikan nasional saat ini tengah berada di puncak keterpurukan dengan sistem dan kurikulum yang tidak karuan. Dengan hanya mengandalkan UAN dalam evaluasi pendidikan anak dan sekaligus sebagai pengganti EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Telah membawa kejumudan dan ketidak beraturan pendidikan. Fenomena seperti inilah yang nantinya berdampak negatif dan tidak bisa dipungkiri, pendidikan kita berada jauh di bawah pendidikan Negara tetangga. Sebut saja Malaysia. Dalam peranannya, komisi UNESCO melaporkan tentang pendidikan nasional di abad XXI yang harus meliputi empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors, 1996: 85). Ketika pendidikan nasional telah meliputi empat pilar tersebut, tentunya akan membawa anak didik kepada pencapaian pendidikan yang cukup membanggakan. Dan bisa dipastikan potensi diri yang dimiliki anak didik akan bisa dikembangkan demi keinginan dan cita-cita masa depannya. Menatap Masa Depan Bangsa | 11
Pelaksanaan UAN di Indonesia menurut Rully berdasarkan hukum pelaksanaan ujian nasional yang termaktub dalam Undang.Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 58 ayat (1) dan (2). Tetapi teknis penentuan kelulusan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan pemerintah, siswa telah menyelesaikan semua mata pelajaran, lulus ujian akhir sekolah untuk mata pelajaran eksakta, lulus ujian akhir sekolah untuk mata pelajaran non-eksakta, serta siswa lulus ujian nasional. Ada yang mengatakan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, naikkan anggaran pendidikan sehingga fasilitas dan guru dapat diperbaiki mutunya. Itu benar, tapi tak ada jaminan. Lagi pula, kapan itu terjangkau. Kita harus realistis dengan kemampuan keuangan. Sekarang banyak anggaran pendidikan yang dihabiskan para pengelola di pusat dan daerah untuk kegiatan penataran, kunjungan dan rapatrapat atau apapun namanya yang hasilnya tidak berdampak ke sekolah. Setiap tahun ada proyek pembaharuan kurikulum di departemen pendidikan yang biayanya milyaran rupiah dengan kampanye gegap gempita. Hasilnya, sama saja dengan yang sebelumnya, bahkan tambah buruk. Memang sampai sekarang masih belum ada solusi untuk mengganti UAN, Sebelum ada pengganti, UAN perlu dilanjutkan, dan para penantang UAN berhentilah menjadi ’’pahlawan gadungan’’. Kepada Mendiknas, tetaplah dalam putusan sekarang, lakukan sosialisasi yang gencar, jangan ragu-ragu, lakukan persiapan dini dan sosialisasikan segera bahwa UAN akan dilanjutkan. Jika DPR memaksa, sayonara pendidikan Indonesia. Matilah rakyat jelata yang tidak punya dana mengirim anaknya sekolah ke luar negeri karena pendidikan luar negeri jauh lebih baik daripada pendidikan kita saat ini. Dalam pendidikan, sekali salah, susah diubah dan sayangnya dampaknya baru terasa beberapa tahun kemudian.
12 | Abdul Qadir Jailani
D
INTEGRITAS PENDIDIKAN PESANTREN MODERN
alam hal pendidikan, Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan wajib yang harus dialami oleh seluruh manusia baik itu pria maupun wanita. Pendidikan telah memberikan warna bagi tatanan kehidupan manusia, sehingga dengan warna tersebut manusia bisa beradaptasi dengan lingkungan dan era yang tengah mereka jalani. Hal tersebut secara tidak langsung menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dengan tatanan kehidupan manusia. Dalam artian antara pendidikan dan dan tatanan kehidupan manusia memiliki korelasi sejajar. Untuk itulah Dewey berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life), salah satu fungsi sosial (a social function), sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan (as means of growth), yang mempersiapkan dan membentuk disiplin hidup. Begitu halnya dengan pendidikan Pondok Pesantren. Pondok Pesantren merupakan institusi yang tidak cukup hanya dibilang sebagai perguruan pengajian Islam saja, melainkan sebuah institusi yang perlu dipahami secara komprehensif. Sebagai sebuah institusi yang berjiwa dan berbentuk Pondok Pesantren, tentu misi utama dan pertama dari Pondok Pesantren tersebut adalah pendidikan. Pondok Pesantren bisa dibilang sebagai mubtadi’ Menatap Masa Depan Bangsa | 13
dari lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia yang cendrung mengikuti pola “Barat” yang modern. Oleh karena itu, pendidikan pondok pesantren acap kali dijuluki sebagai basis pendidikan tradisional yang merupakan khas pendidian bangsa Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Clifford Geertz bahwa pendidikan Pondok Pesantren sebagai subkultural masyarakat Indonesia. Sejarah Pondok Pesantren Pondok pesantren berdiri sezaman dengan masuknya Islam ke Indonesia, dan merupakan hasil dari proses akulturasi damai antara ajaran Islam yang dibawa para wali dan pedagang yang umumnya bernuansa mistis, dengan budaya asli (indigenous culture ) bangsa Indonesia yang bersumber dari agama Hindu dan Budha. Mulanya Pondok Pesantren adalah perkembangan dari padepokan atau petapaan pada masa pra-Islam. Yaitu, tempat di mana Kiai sebagai pusatnya (dahulu pertapa atau resi) memberikan pelajaran tentang kebenaran, keyakinan, agama, ilmu kesaktian, dan lain-lain. Setelah memeluk Islam, dengan berbagai penyesuaian, padepokan menjadi pesantren. Yaitu, tempat para santri yang sering datang dari tempat yang jauh belajar di bawah bimbingan Kiai. Di samping itu, pendidikan Pondok Pesantren merupakan sarana yang dirancang khusus oleh para ulama’ (dulu) untuk membentuk pola fikir yang produktif dan progresif, dengan tujuan untuk bisa menampung dan melahirkan cendikiawan-cendikiawan muslim. Dengan adanya pola fikir yang produkif dan progresif tersebut, maka nantinya akan menghasilkan pribadi-pribadi unggul yang nantinya diharapkan dapat merealisasikan sumbangsih pemikiran yang begitu besar terhadap agama dan bangsa. Sehingga, pendidikan yang berada dalam lingkup Pondok Pesantren tersebut bisa menjadi suatu hal yang sangat urgen sekali untuk dikonsumsi oleh berbagai kalangan, khususnya di Negeri kita ini. Ketika zaman sudah mulai merancang pola kehidupan modernnya seperti sekarang ini, dengan modernisasi dan globalisasi yang ada. Pendidikan dituntut untuk bisa menjawab berbagai problem sosiety di kalangan masyarakat. Sejarah bangsa kita terlah memaparkan 14 | Abdul Qadir Jailani
dengan jelas, bagaimana sosok alumni pesantren bisa bermain dipanggung sejarah. Kita kenal Prof. Dr. Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jamal D Rahman sebagai Pimpinan Redaksi majalah sastra terpopuler di Indonesia yaitu majalah Horison, Maftuh Basuni (mantan mentri agama) dan yang lebih mengembirakan lagi adalah sesosok KH. Moh. Tijani Jauhari, MA., beliau bisa menjadi Sekretaris Jendral (sekjend) di organisasi Islam terbesar di dunia (Robitoh alam al-Islamiyah), dan tentunya mereka adalah alumni Pondok Pesantren. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Sistem pendidikan Pondok Pesantren sudah terbukti bisa mencetak para santrinya menjadi pribadi-pribadi unggul, produktif dan progresif. sehingga, anggapan pemerintah yang seringkali menganak tirikan pendidikan Pondok Pesantren itu sebenarnya anggapan yang salah. Untuk itulah perlu adanya rediintegrasi tentang anggapan miring pemerintah tersebut. Karena realita yang ada para alumni Pondok Pesantren justru memiliki peran penting terhadap kemajuan bangsa ini. Baik itu dari sektor politik, ekonomi, pemimpin umat yang mempunyai karismatik tinggi, lebih-lebih dalam sektor pendidikan. Dengan berkembangnya zaman dari tahun ketahun, menandakan bahwa pendidikan Pondok Pesantren itu harus mengadakan suatu evaluasi sistem pendidikan. Salah satunya dengan memasukkan pendidikan umum kedalam sistem pendidikan Pondok Pesantren. Dalam artian pendidikan Pondok Pesantren modern. Penambahan sistem tersebut tentunya dengan tidak menghapus kebiasaan-kebiasaan dari sistem pendidikan Pondok Pesantren, yaitu pengkajian kitab kuning (turots). Penambahan-penambahan sistem pendidikan tersebut seperti halnya ilmu-ilmu mantiq dan ilmu-ilmu umum lainnya yang biasa diterapkan di sekolah-sekolah umum pada umumnya. Pendidikan Pondok Pesantren seperti inilah, yang nantinya diharapkan bisa melawan arus globalisasi dan modernisasi yang berasal dari budaya barat. Sistem pendidikan Pondok Pesantren modern, merupakan acuan yang harus dikembangkan. Pendidikan Pondok Pesantren modern seperti yang tersebut di atas, tidak hanya mengajarkan anak didiknya Menatap Masa Depan Bangsa | 15
supaya bisa baca kita kuning (turots) saja dan ilmu-ilmu umum lainnya, melainkan juga diajari bagaimana berinteraksi dengan masyarakat. Nah, inilah sebetulnya yang menjadi corak dari pendidikan pesantren modern. Karena, kita tidak mungkin menemukan sistem seperti ini selain di pesantren modern. Pendidikan diluar pesantren seperti yang kita ketahui hanya bisa menyajikan bagaimana anak didiknya bisa dan ahli dalam ilmu mantiq, matematika, sosiologi dan ilmu-ilmu umum lainnya. Pada dasarnya pendidikan itu bukan hanya berakar kepada pendidikan umum saja, melainkan berbagai sektor pendidikan harus diajarkan. Untuk itulah pendidikan Pondok Pesantren modern, merupakan sarana pendidikan yang paling komunikatif untuk dijadikan konsumsi bagi masyarakat Indonesia. Sehingga, masyarakat Indonesia bisa dibentuk menjadi pribadi-pribadi unggul, produktif dan progresif. Dan seyogyanyalah bagi kita untuk mengimplementasikan sistem pendidikan Pondok Pesantren modern tersebut. Supaya anatomi pemerintah yang menganak tirikan pendidikan Pondok Pesantren modern itu bisa terhapus di negeri Inodonesia ini.
16 | Abdul Qadir Jailani
MEMBACA KIPRAH PENDIDIKAN NASIONAL BERLABEL UAN DI BALIK TANGAN BIROKRASI Mula Kata Masih terekam jelas dalam benak saya, pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang pernah saya rasakan semasa duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs.), hanyalah sebatas ujian formal untuk memperolah ijazah resmi dari pemerintah. UAN yang saya rasakan beberapa tahun lalu, menyisakan kenangan pahit yang begitu sakit saya rasakan. Karena, saya sudah berbuat sesuatu yang tak semestinya saya lakukan. Manipulasi jawaban, menyontek dari selembaran kertas jawaban yang disediakan oleh pengawas ruangan, dan begitu banyak kebohongan yang talah saya lakukan dalam pelaksanaan UAN tempo lalu. Sayangnya, saya baru menyadarinya di kemudian hari. Ketika saya terlepas dalam genggaman pendidikan berlabel UAN ini. Yaitu, ketika saya melanjutkan studi saya di lembaga pendidikan yang tidak menganut sistem pendidikan Nasional yang berlabel UAN. Melainkan menganut sistem pendidikan Mu’allimien yang tidak mengedepankan idealisme sesaat. Pendidikan Nasional saat ini berada dalam ranah carut-marut yang tak pernah henti-hentinya menimbulkan berbagai permasalahan (problem), konflik dan polemik. Lebih-lebih ketika Menatap Masa Depan Bangsa | 17
realisasi UAN dilaksanakan. sampai saat ini masih belum ada kejelasan terhadap pendidikan Nasional yang ada. Pendidikan Nasional acapkali menimbulkan banyak permasalahan, perdebatan sosial dan polemik yang terjadi dari kalangan yang berstrata rendah hingga yang berstrata tinggi. Lebih-lebih dengan direalisasikannya UAN yang sudah menjadi salah satu sistem pendidikan Nasional yang ditangani oleh kalangan birokrasi. Sofistifikasi pendidikan berlabel UAN-Ijazah Ujian Akhir Nasional (UAN) yang ada saat ini termasuk ujian sumatif yang mana siswa/siswi harus kompeten dalam melaksanakan UAN ini. Artinya, jika siswa/siswi peserta UAN tidak bisa kompeten dalam menjawab soal UAN maka bisa dipastikan siswa/siswi tersebut tidak bisa lulus. Jika tidak lulus dalam UAN maka tidak akan dapat ijazah resmi dari pemerintah, jika tidak dapat ijazah resmi dari pemerintah maka tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. UAN yang kita laksanakan selalu saja menimbulkan banyak kontroversi di berbagai kalangan, lebih-lebih di kalangan remaja. Ada yang mendukung direalisasikannya UAN, ada juga yang menolak direalisasikannya UAN. Saya jadi bingung dengan pendidikan Nasional saat ini. Disadari atau tidak, sistem pendidikan Nasional sering kali menimbulkan masalah ketika UAN dijadikan sistem pendidikan Nasional. Apalagi, ketika hal ini ditangani oleh kalangan birokrasi. Karena, kebanyakan ketika urusan pendidikan berada di balik tangan birokrasi. Bukan hasil yang didapatkan, melainkan musibah bagi siswa/siswi peserta UAN juga orang tua terkait. Kalau saya bahasakan, pendidikan Nasional saat ini telah terhegemoni oleh kalangan birokrasi dengan label UAN dan Ijazah. Beberapa waktu yang lalu, setelah mengadakan unjuk rasa di bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Para facebooker’s dan masyarakat yang menolak terhadap direalisasikannya UAN membuat akun di jejaring facebook Dengan akun “Hapus Ujian Nasional” mendapat apresiasi yang cukup provokatif dari berbagai pihak, khususnya di kalangan para remaja sendiri. 18 | Abdul Qadir Jailani
Berita ini cukup banyak menyita waktu saya. Saya harus berlama-lama di depan komputer untuk mengkaji berita ini. Karena, berita ini telah menggedor dinding berpikir saya tentang apakah memang UAN harus dipertahankan menjadi sistem pendidikan Nasional? ataukah UAN harus diganti dengan sistem pendidikan lain, dan jika harus diganti dengan sistem pendidikan yang lain, lantas sistem pendidikan apakah yang sesuai dengan keadaan Negeri kita saat ini.? Jelas saja saya sangat tidak sudi jika Negeri gemah ripah loh jinawi ini luluh lantak dengan sistem pendidikan yang kehilangan jati dirinya. Orasi dan unjuk rasa yang digelar oleh kalangan masyarakat dan remaja yang menolak Ujian Nasional itu merupakan sandaran pertama (hanging page) dan bukti nyata bahwa sistem pendidikan Nasional yang telah berjalan saat ini telah gagal melahirkan cendikiawan-cendikiawan sekaliber mantan Presiden Ir. Soekarno, Soeharto, Bj. Habibi, KH. Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, yang merupakan abituren pendidikan yang tidak menganut sistem pendidikan yang berlabel Ujian Akhir Nasional (UAN). Sistem pendidikan yang berlabel UAN ini, sering kali menjadikan siswa/siswi yang tidak lulus UAN akhirnya kehilangan semangat hidupnya. Bahkan ada yang sampai mengakhiri hidup mereka dengan dalih mereka malu tidak bisa lulus dalam UAN. Di samping itu pula, banyak dari mereka yang dilahirkan melalui sistem pendidikan berlabel UAN menjadi ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu dan masih banyak lagi jabatan-jabatan palsu yang mereka emban. Apakah pendidikan seperti ini yang kita harapkan? Tentunya tidak. Saya jadi teringat Petikan puisi R. Sarjono mungkin cocok merefleksikan kegagalan pendidikan berlabel UAN ini: “…Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian menjadi guru, ilmuan, atau seniman palsu. Dan gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu…” Menatap Masa Depan Bangsa | 19
Hal ini tidak mengherankan, karena memang realisasi UAN yang ada saat ini, siswa/siswi peserta UAN mulai sejak dini sudah diajari dan dibina bagaimana berbohong, memanipulasi jawaban dan masih banyak lagi kecurangan-kecurangan yang diajarkan kepada siswa/siswi peserta UAN. Maka, jangan salah jika banyak lahir para ekonom-ekonom palsu, guru, ilmuan, atau seniman palsu. Dan masih banyak jabatan palsu yang mereka emban. Nah, inilah yang kemudian disuarakan sebagai sofistifikasi pendidikan Nasional di balik tangan birokrasi yang hanya mengedepankan idealismenya. Padahal manusia itu memiliki multiple intelejensi yang seharusnya dikuasai oleh seluruh siswa/siswi di Negeri ini. Salah satunya adalah intelejensi kinestetis, intelejensi matematis logis, intelejensi musikal, intelejensi linguisitik dan lain sebaginya. Saya sempat tercengang, terdiam dan tertunduk ketika saya membaca surat kabar yang memberitakan salah satu dari sekolah Negeri yang seluruh siswa/siswinya tidak lulus dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) 2009 lalu. Sungguh sangat memprihatinkan jika melihat keadaan pendidiakan Nasional saat ini. Apalagi ditopang dengan tingkat minimnya siswa/ siswi di Negeri ini dalam ghiroh qiroatil kutub (semangat membaca buku) Sangat minim sekali. Ini merupakan salah satu penyebab terbelakangnya pendidikan Nasional. Dapat dibenarkan karena tradisi membaca, terutama menulis, tidak pernah ditekankan di lembaga pendidikan. Dalam analisis terbaru, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini sedang kesulitan mencari generasi-generasi pemikir dan peneliti. Karena pasca mundurnya para peneliti senior, tradisi penelitian di LIPI tidak lagi menggigit dan memunculkan ilmuan besar, seperti Taufik Abdullah. Pendidikan tidak lagi memainkan perannya sebagai wahana dalam membangkitkan gairah membaca siswa. Yang terjadi kemudian, para siswa tidak hanya menderita penyakit—meminjam istilah Darek Wood—’disleksia’ (lambat baca) akut, tapi juga kegagalan pendidikan. Sebuah kegagalan yang tidak saja dimaknai sebagai putus sekolah dan pembodohan tersistematis, tapi juga kegagalan pendidikan yang mulia. Apalagi, dalam dekade sepuluh tahun terakhir ini, media televisi mengisi hampir 50 persen dari waktu senggang malam hari 20 | Abdul Qadir Jailani
masyarakat Indonesia yang berpendidikan sekolah menengah. Sampaisampai M. Mushthafa, editor freelance untuk penerbit Serambi Jakarta dan editor buku non fiksi pada penerbit Bentang Yogyakarta, menyebut masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang bergerak cepat; dari suatu keadaan pre-literer ke dalam keadaan pra-literer, dari suatu lingkungan masyarakat yang tak pernah membaca ke dalam suatu lingkungan yang tak hendak membaca. Di mana, media televisi mengisi hampir 50 persen dari waktu senggang malam hari masyarakat Indonesia yang berpendidikan sekolah menengah. Padahal, menurut Sadli, ”Buku adalah yang paling insightful dan kaya. Media TV dan radio bisa memberi kilasan-kilasan pendek (short insight) yang cuma bisa memperkaya wacana, cukup untuk updating”. Lalu, masihkah UAN di Negeri ini dipertahankan dengan sistem yang ada saat ini.? Bagaimana Seharusnya Pendidikan Nasional ke Depan Berkaca kepada pendidikan masa lalu yang telah banyak melahirkan cendikiawan-cendikiawan dan politikus-politikus handal sekaliber mantan-mantan presiden kita dimuali sejak mantan presiden Soekarno sampai pada presiden kita saat ini Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka semuanya, tidak lahir dari sistem pendidikan yang berlabel UAN. Lantas yang terbayang dalam benak saya saat ini adalah apa yang salah dengan sistem pendidikan Nasional yang berlabel UAN, apakah memang sistemnya yang salah atauhkah yang menjalankan sistem tersebut yang salah? Sekelumit pertanyaan terekam jelas dalam benak saya dan mengganjal seperti benalu pada reranting pepohonan. Yang sesegera mungkin harus dimusnahkan supaya tidak menjadi penyakit berbahaya yang bisa mematikan pepohonan itu. Begitu juga dengan sistem pendidikan yang berlabel UAN ini, kembali kepada tujuan awal dari sebuah pendidikan yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berbudi pekerti luhur. Sebetulnya saya bingung dengan sistem pendidikan Nasional yang ada saat ini. Sangat sulit digambarkan dan diprediksi masa depannya. Jangankan bicara masalah mutu, masalah angka-angka saja Menatap Masa Depan Bangsa | 21
sudah sangat memusingkan. Saya begitu prihatin melihat fonomena yang ada, banyak gedung-gedung sekolah yang runtuh, kekurangan guru pengajar, kekurangan buku mata pelajaran, banyaknya fonomena alam yang menghambat jalannya pendidikan, biaya pendidikan yang cukup mahal dan masih banyak lagi penghambat terlaksananya pendidikan. Saya jadi iba terhadap mereka yang kurang mampu. Dari mana orang tua siswa/siswi bisa menyekolahkan anaknya jika biaya yang ditetapkan oleh pemerintah cukup mahal, belum lagi uang sumbangan dan penyuluhan para guru yang harus dibayar. Jika boleh saya bilang pendidikan Nasional yang berlabel UAN merupakan diskriminasi pendidikan yang sejatinya harus ditangguhkan. Saya jadi teringat ucapan Confocius (551-479 SM) yang mengatakan bahwa “in education there is no discrimination”. Saya sangat tidak setuju dengan diskriminasi pendidikan ini. Karena, tidak semua penduduk Negeri ini memiliki cukup biaya. Oleh karena itu, seharusnya diskriminasi pendidikan ini harus dirubah dengan nondiskriminasi pendidikan. Dengan tujuan supaya lapisan masyarakat bisa mengenyam dan mengakses dunia pendidikan tanpa harus terbebankan dengan urusan biaya mahal yang dicanangkan pemerintah. Untuk itulah, dunia pendidikan kita yang berlabel UAN yang tengah gencar-gencarnya menimbulkan berbagai perdebatan sosial, polemik dan sebagainya. Seharusnya melakukan beberapa perbaikan demi terealisasinya pendidikan yang diharapkan oleh banyak pihak yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berbudi pekerti luhur. Pertama, sistem pendidikan yang berlabel UAN harus mengembalikan citra dari pendidikan itu sendiri yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berbudi pekerti luhur, bukan malah membobrok dan memilukan dunia pendidikan Nasional. Salah satunya dengan merediintegrasi kualitas guru dan gedung-gedung sekolah. Kedua, institusi-institusi pendidikan harus menetapkan bahwa seluruh siswa/siswi yang lulus dalam UAN harus mempunyai dan menguasai bidang-bidang multiple intelejensi. Dalam artian siswa/siswi tersebut tidak hanya bersandar terhadap label UAN yang telah dicanangkan oleh birokrasi sebelumnya. Ketiga, kebijakan diskrimanatif tersebut harus dirubah dengan kebijakan nondiskriminatif seperti yang saya sebut di atas dengan mengusahakan agar 22 | Abdul Qadir Jailani
seluruh lapisan masyarakat bisa mengakses pendidikan sesuai dengan semangat: mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbudi pekerti luhur. Keempat, pemerintah harus menekankan budaya baca dan menulis di lembaga-lembaga pendidikan di Negeri tercinta ini. Dengan tujuan, supaya bisa mencerdaskan anak bangsa dengan budaya membaca dan menulis tadi. Wallahu A’lam Bis Showab.
Menatap Masa Depan Bangsa | 23
PONDOK PESANTREN-INSTITUSI PENDEWASAAN DIRI
D
alam ranah kehidupan manusia, hal yang paling berharga dan yang paling dicari adalah kesenangan dan kebahagiaan hakiki. Mustahil dari segala upaya yang mereka perbuat hanya ingin mendapatkan materi yang merupakan unsur dari tercapainya kesenangan dan kebahagiaan sesaat, karena tak selamanya materi yang kita peroleh membawa dampak positif yang akan membawa diri kita kepada kesenangan dan kebahagiaan hakiki. Contoh kecilnya saja, banyak orang yang kaya akan materi di dunia ini yang stress dan menyebabkan mereka harus masuk rumah sakit gara-gara penyakit yang mereka derita. Tentunya, untuk membawa segala upaya yang kita perbuat terhadap kesenangan dan kebahagiaan hakiki adalah rasa puas dan bangga akan apa yang telah kita perbuat, pastinya kita tidak mungkin mendapatkan kepuasan itu tanpa menejemen waktu. Karena, dengan menejemen waktu yang tepatlah upaya untuk menjadikan segala upaya yang kita perbuat bisa kita nikmati dengan rasa puas dan rasa bangga. Dalam artian puas disini adalah antara keinginan yang timbul dari hati nurani kita bisa tercapai. Menejemen waktu yang tidak tepat kita lakukan, akan membawa dampak negatif yaitu dampak buruk yang akan ditimbulkan. Utamanya sikap kurang dewasa yang akan kita alami. Alasannya sederhana saja, bagaimana kita akan melaksanakan tugas kita sebagai manusia dengan baik dan istiqomah jika kita tidak memenej waktu dengan baik?. Terbengkalailah segala aktifitas yang akan kita kerjakan. jika menejemen waktu dalam kehidupan kita tidak dilaksanakan dengan baik dan istiqomah. Tentunya, institusi-institusi pendidikan sangat berperan sekali dalam pelaksanaan menejemen waktu yang tepat dan mengarah. Tapi, tidak semua institusi-institusi pendidikan itu bisa berperan dengan baik dalam mengatur menejemen waktu anak didik. Ironisnya banyak institusi pendidikan di tanah air khususnya, memandang menejemen waktu hanya cukup direalisasikan dalam ruang kelas saja. Terbukti,
24 | Abdul Qadir Jailani
ketika siswa ataupun siswi di lembaga pendidikan Negeri setelah mereka keluar dari ruang kelas, lembaga pendidikan Negeri lepas tangan tanpa tanggung jawab dari apa yang mereka perbuat. Maka tidak salah, jika banyak para pelajar yang tidak bisa mengatur waktu dengan baik dan istiqomah rusak moralnya. Anarkisme dikalangan remaja pelajar terjadi di mana-mana, pergaulan bebas yang mengarah kepada seks bebas menjadi kegiatan rutinitas mereka di luar sekolah. Jika moral remaja kita rusak maka jangan diharapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa yang kuat. Beda halnya dengan institusi pendidikan yang disebut Pondok Pesantren. Tidak hanya pendidikan agama saja yang dipelajari, melainkan yang ditanamkan adalah bagaimana menejemen waktu jadi prioritas utama dari pesantren. Berangkat sekolah tepat waktu, shalat jama’ah dengan istiqomah dan mengikuti kegiatan Pondok Pesantren juga berdasarkan waktu yang telah diatur dan dirancang sedemikian rupa. Menejemen waktu di Pondok Pesantren lebih dikenal dengan sebutan disiplin waktu, jika disiplin waktu berjalan dengan baik dan istiqomah maka segala aktifitas di Pondok Pesantren akan terlaksana dengan baik dan mengarah. Beribadah, Belajar, Berlatih dan Berprestasi (B4) akan terealisasi, intinya jika hidup kita ingin lebih bermakna B4 itu jadi kunci utamanya dengan berlandaskan kepada disiplin waktu. Lebih lagi sikap mandiri atau dalam bahasa lain sikap dewasa akan bisa kita raih, sikap dewasa ini bukan ditentukan oleh umur. Karena umur tidak menentukan kita bisa bersikap dewasa. Dalam pepatah barat menyebutkan bahwa the time is moneywaktu adalah uang. Sedangkan Hasan al-Banna menyatakan bahwa alwaqtu kalhayah---waktu adalah kehidupan. Meskipun antara the time is money dan alwaqtu kalhayah substasninya tidak jauh berbeda, namaun alwaqtu kalhayah memiliki makna yang lebih dalam dari sekedar the time is money. Dengan tertatanya waktu dengan baik (manajemen waktu) tadi sikap mandiri akan mudah kita capai. Sikap mandiri juga menjadi prioriatas utama Pondok Pesantren. Tidak bisa dipungkiri, hidup dan sikap mandiri jadi dambaan setiap manusia, namun tidak semua manusia bisa meraih kemandiriannya Menatap Masa Depan Bangsa | 25
jika tidak dilatih mulai dini. Akan tetapi, Pondok Pesantren telah merealisasikannya dengan baik semenjak berabad-abad silam. Santrinya diajari bagaiaman beribadah, belajar, berlatih dan berprestasi dengan baik. Artinya, segala bentuk pola hidup semuanya diajari di Pondok Pesantren. Makanya bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara sangat menjunjung tinggi nilai pendidikan Pondok Pesantren. Institusi pendidikan yang berlebel Islam (Pondok Pesantren) ini, mempunyai pandangan yang cerah kedepan yaitu untuk mencetak generasi muda yang kuat diberbagai bidang. Baik dalam khuluqiyahnya, sosial, ekonomi dan pendidikan, melalui jalinan komunikasi dan koordinasi sambil mengusung semangat izzul Islam wal Muslimiin (kemuliaan Islam dan kaum Muslim) secara konsisten. Karena, AlQur’an telah dengan jelas-jelas mengingatkan kita supaya jangan meninggalkan generasi yang lemah baik dalam keimanan, materi, kesehatan, maupun pendidikan (QS. 4:9). Hal ini sudah sewajarnya memicu kaum Muslim. Akan tetapi, institusi Pendidikan Yang berlebel Islam (Pondok Pesantren) masih dianggap tabu oleh segelintir orang dan kurang diperdulikan oleh kalangan pemerintah. Apalagi Pondok Pesantren yang benar-benar tidak menggunakan sistem pendidikan Nasional dan masih setia dengan sistem lokalnya (mu’allimien). Bisa dijamin pemerintah setempat khususnya, akan bertindak yang tidak senonoh dengan memberi kabar miring ijazah tidak diakui dan lain sebagainya. Sebenarnya pemerintah yang berbuat dan bersikap seperti itu adalah pemerintah bodoh yang memandang ijazah sebagai tolak ukur kesuksesan manusia hidup, padahal tidak. Oleh karenanya, sebelum penulis mengakhiri tulisan ini perlu kiranya belajar lebih dewasa lagi untuk menyikapi segala persoalan hidup. Khususnya bagi kalangan yang memandang ijazah sebagai tolak ukur kesuksesah hidup. Wallahu A’lam Bisshowab.
26 | Abdul Qadir Jailani
MENUJU PENDIDIKAN NASIONAL YANG MEMBANGUN
H
asil Ujian Nasional (UN) yang baru di gelar, ternyata jauh dari harapan banyak pihak. Khususnya kalangan pelajar. Banyak harapan peserta didika yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, harus kandas karena “ditakdirkan” menerima hasil tidak lulus UN. Masalah yang hingga kini belum juga bisa dijawab pemerintah sebagai penanggung jawab urusan pendidikan negara, adlah disinyalirnya telah terjadi penyalahan pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang urgensi program mencerdaskan kehidupan bangsa, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (yang telah diamandemen) bab 13 tentang pendidikan dan kebudayaan. Padahal, pembangunan sektor pendidikan bangsa merupakan program Nasional yang sangat strategis untuk mengisi makna-makna esensial dari proklamasi kemerdekaan RI. Pendidikan Nasional seharusnya mengalami kemajuan secara perfektif dari tahun ke tahun, bukan malah mengalami penurunan seperti yang terjadi beberapa tahun-tahun terakhir. Dalih utama pihak penyelenggara pendidikan adalah karena tidak relevansinya pendidikan Nasional dengan program unggulannya, UN. Korelasi antara pendidikan Nasional dengan filsafat ilmu (epistemologis) sebagai dasar dari lahirnya ilmu pengetahuan, pun terabaikan. Orientasi pendidikan Nasional saat ini menurut banyak kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan Menatap Masa Depan Bangsa | 27
keterampilan anak didik, tapi juga gagal membentuk karakter dan kepribadian (nation and character building). Perspektif Epistemologi Sejatinya, Pendidikan Nasional yang merupakan agenda utama untuk merealisasikan pembangunan berkelanjutan, harus mengacu terhadap akar pendidikan itu sendiri yaitu filsafat ilmu. Korelasi antara pendidikan Nasional dengan filsafat ilmu harus menjadi acuan utama pemerintah demi pembangunan berkelanjutan. Karena inti dari pembangunan Nasional berkelanjutan itu terletak pada sektor pendidikan. Filsafat ilmu atau (epistemologi), merupakan suatu kajian filsafat yang membahas tentang ilmu pengetahuan. Dengan kata lain cabang dari filsafat ilmu ini, mengkaji tentang benar tidaknya ilmu pengetahuan yang telah diperoleh. Sehingga, apabila filsafat ilmu dikorelasikan dengan pendidikan Nasional, maka akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang diharapkan oleh berbagai pihak. Sayangnya, banyak metode dan sistem pendidikan yang selalu berganti dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kondisi ini menjadikan pendidikan di Tanah Air masih belum menemukan wajah pendidikan yang sesungguhnya untuk menuju pembangunan berkelanjutan. Hingga perlu kiranya pendidikan nasional menyusun kembali korelasi pendidikan nasional dengan filsafat ilmu (epistemologis), agar lahir “wajah baru” sistem pendidikan yang menuju pembangunan berkelanjutan di berbagai bidang. Perayaan hari pendidikan nasional (hardiknas) yang jatuh pada 22 Mei setiap tahunnya, harus menjadi momentum untuk mengubah sistem yang amburadul ini. Apalagi, pada pertemuan tahunan ke-57 bulan Desember 2002, PBB mengesahkan satu resolusi (57/254) mengenai dicanangkannya program Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (DPPB), Decade of Education for Sustainability Development (DESD), yang dimulai 1 Januari 2005 hingga 2014. UNESCO ditunjuk sebagai organisasi utama yang mempromosikan dan menyusun draf iplementasi program ini. Tentu negara kita ditantang untuk juga turut mengimplementasikannya. 28 | Abdul Qadir Jailani
Pembangunan Berkelanjutan Penyelenggaraan UN tahun ini yang “diupayakan” berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tetap ditolak banyak aliansi masyarakat. Terbukti, UN sekarang teraa “lebih parah” dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tradisi memilih jalan pintas dengan berbagai tindakan yang tidak bermoral, masih saja dilakukan banyak siswa yang ingin lulus. Sulit dipungkiri, realisasi UN terus menimbulkan dampak negartif terhadap siswa, dan realisasi pembangunan berkelanjutan yang inti utamanya adalah pendidikan, pun kian terasa sulit untuk dicapai. Sudah sepatutnya, perayaan hardiknas tak lagi hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa hasil. Praktisi pendidikan harus bisa menjadikan hardiknas sebagai momentum membangun korelasipendidikan nasional dengan epistemologinya, dan mendorongnya menjadi sistem pendidikan yang “provokatif” untuk mencapai pendidikan nasional yang bervisi pembangunan berkelanjutan, agar harapan semua pihak tercapai. Amanat pembukaan UUD pun terealisasikan dengan baik dan tidak terlanggar. Selamat hardiknas!
Menatap Masa Depan Bangsa | 29
KODIFIKASI HARAM MEROKOK HARUS DIREALISASIKAN
T
ulisan ini dilatar belakangi karena, penulis merasa tertarik untuk menuliskan bantahan terhadap tulisan Sitti Musyrifah yang berjudul “Mendiskusikan Tembakau dan Hukum Merokok” Senin kemaren (05/04/10). Dalam paparannya Musyrifah seakan tidak mengetahui kenyataan yang ada di masyarakat, khususnya di daerah masyarakat Madura. Tembakau beberapa tahun terakhir ini masih belum bisa menjawab keluh kesah masyarakat petani tembakau untuk bisa memperbaiki tatanan ekonomi mereka. Kenyataannya tembakau malah membuat tatanan ekonomi mereka tambah buruk dan menambah kehidup masyarakat Madura tambah ruet saja. Hal ini tidak bisa dipungkiri melihat banyak diktum mengenai gagalnya petani tembakau dalam mengelola kehidupan ekonomi mereka. Rokok yang dihasilkan dari produksi tembakau merupakan hegemoni ekonomi yang dicanangkan oleh luar negeri sebut saja (China). Kendatipun demikian, masyarakat kita pada umumnya dan khususnya masyarakat di daerah Madura sebagai penghasil tembakau paling besar di Indonesia belum menyadari betul hal tersebut. Bahkan menjadikan pengusaha tembakau dari luar negeri (China) tersebut sebagai relasi usaha. Inilah yang salah dalam ekonomi madura saat ini dan masih belum ada jalan keluarnya. Kembali kepada masalah merokok. Sitti Musyrifah menyebutkan ada tiga hukum mengenai merokok. Pertama Mubah, merokok bisa 30 | Abdul Qadir Jailani
dikatakan mubah selama tidak merugikan. Baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Kedua Makruh, dalam artian merokok hukumnya makruh apabila sebelum mengkonsumsi rokok kesehatannya lebih baik dibandingkan setelah mengkonsumsi rokok. Kemudian yang ketiga Haram, dengan maksud jika merokok bisa menyebabkan fatal terhadap perokok tersebut yaitu bisa menyebabkan kematian. Nah, dari berbagai perspektif yang ditawarkan oleh Musyrifah sebenarnya kurang tepat dan kurang benar. Karena sudah jelas merokok pasti merugikan (negatif) khususnya terhadap kesehatannya. Tidak ada pernyataan yang mengatakan bahwa merokok berdampak positif terhadap kesehatannya setelah mengkonsumsi rokok. Perlu digaris bawahi, mengkonsumsi rokok tidak bisa kita samakan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman. Sebab mengkonsumsi makanan dan minuman adalah suatu kewajiban makhluk hidup (manusia) yang harus dipenuhi setiap harinya. Jika sehari saja tidak mengkonsumsi makanan dan minuman tersebut, penulis bisa jamin kesehatannya akan melemah dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Beda halnya dengan mengkonsumsi rokok, merokok bukanlah suatu kewajiban makhluk hidup (manusia) yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Melainkah hanya sebuah hobi dan bisa jadi hanya ingin dipuji orang lain kalau dia lelaki jantan. Karena memang ada sebuah pribahasa khususnya bagi kaum lelaki “Barang siapa dari kaum lelaki yang tidak mengkonsumsi rokok maka ia sama halnya dengan perempuan”. Di sinilah sebetulnya salah kaprah yang dipahami oleh orang kebanyakan. tidak mengkonsumi rokok tidak akan melemahkan kesehatan dan kematian beda halnya dengan mengkonsumi makanan dan minuman tadi. Padahal kita ketahui di bungkus rokok jelas disebut bahwa merokok dapat menyebabkan kangker, serangan jantung, gangguan kesehatan janin, dan impotensi. Kendatipun demikian hal tersebut hanya dianggap sebagai tulisan usang yang tak perlu diperhatikan. Merokok berdampak negatif terhadap perokok tersebut dan juga berbahaya terhadap perokok pasif (orang yang tidak merokok, tapi menghisap asap rokok dari perokok). Di Amerika Serikat (AS), sekitar 442 ribu pendudukanya Menatap Masa Depan Bangsa | 31
mati tiap tahunnya karena penyakit yang disebabkan rokok. Penyakit kangker paru-paru yang mematikan sebanyak 90% nya disebabkan oleh rokok. Di samping itu juga rokok juga meningkatkan serangan Stroke/ jantung hingga 50%. Dan rokok juga mengganggu penderita asam dan penyakit paru-paru lainnya. Bahkan, di AS bagi perokok pasif kurang lebih sebanyak 3000 orang mati karena kangker paru-paru dan 35.000 karena serangan jantung setiap tahunnya yang diakibatkan tak sengaja menghisap asap dari rokok dari perokok. Inilah fenomena yang terjadi di AS. Kodifikasi hukum yang dicanangkan oleh Majels Ulama’ Indonesia (MUI), tidak secara serta merta mengeluarkan putusan tentang haram merokok. Melainkan, telah melalui proses panjang dengan musyawarah para Ulama’ di seluruh Indonesia. Kodifikasi hukum haram merokok yang dikeluarkan oleh MUI perlu kita support dan perlu kita sambut dengan baik. Bukan malah menentangnya, melainkan kita harus mematuhinya sebagai sebuah kepatuhan terhadap ulil amri. Ada beberapa kemungkinan kenapa MUI mengeluarkan putusan haram merokok. Pertama, Tembakau masih belum bisa menjawab dan belum bisa memenuhi keinginan para petani tembakau untuk bisa memperbaiki tatanan perekonomiannya. Kedua, rokok sudah jelas-jelas merugikan bagi yang mengkonsumsinya dan bahkan bagi yang mengisap asap dari perokok (perokok pasif). Merokok selain berdampak negatif terhadap perokok juga berdampak negatif terhadap orang yang mengisap asap dari perokok. Hal ini dikarenakan Bau dan Asap yang dihasilkan itulah yang menyebabkannya. Bau dan Asap yang mengganggu orang lain adalah termasuk dosa besar. Jangankan rokok yang haram, orang yang makan bawang putih yang halal sekalipun. Tapi karena, baunya mengganggu dilarang masuk ke dalam masjid seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., yang artinya Ibnu Umar ra. berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw., dalam perang Khaibar pernah bersabda: Barang siapa makan buah ini (bawang putih), maka janganlah ia memasuki mesjid. (Shahih Muslim No.870) Selain itu, Anas ra. Bahwa dia pernah ditanya tentang bawang putih. Anas menjawab Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda: 32 | Abdul Qadir Jailani
Barang siapa yang makan pohon ini (bawang putih), maka janganlah ia dekat-dekat kami dan jangan ia ikut shalat bersama kami. (Shahih Muslim No.872) Begitu juga dengan Jabir ra. Berkata, Rasulullah Saw., melarang makan bawang merah dan bawang bakung. Suatu saat kami butuh sekali sehingga kami memakannya. Beliau bersabda: Barang siapa yang makan pohon tidak sedap ini, janganlah ia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya para malaikat akan merasa sakit (karena aromanya) seperti halnya manusia. (Shahih Muslim No.874) Merokok sebetulnya tidak jauh beda dengan bawang putih maupun bawang bakung. Karena, sama-sama memiliki bau yang tidak sedap dan merugikan diri sendiri juga bagi orang lain yang berada di sekitarnya. Selain berdampak negatif terhadap kesehatan rokok juga merupakan pemborosan, baik pemborosan waktu lebih-lebih pemborosan harta. Orang yang merokok paling tidak menghabiskan 10 menit untuk setiap batang rokok yang dia hisap. Jadi, kalau 12 batang sehari, dia menghabiskan 120 menit setiap hari untuk hal-hal yang merusak dirinya dan orang lain. Rokok haram karena merupakan pemborosan harta. Jika sebungkus rokok harganya mencapai Rp. 8.000, maka sebulan orang tersebut harus mengeluarkan Rp. 240 ribu untuk hal yang justru merusak dirinya sendiri dan orang lain. Padahal, uang tersebut bisa dipergunakan untuk hal-hal yang lebih berguna semisal untuk beli buku dan kegiatan pendidikan lainnya. Allah Swt., melarang sifat boros yang merusak seperti itu. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt., yang artinya ”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al Israa’:26-27) Untuk itulah fatwa haram merokok harus kita realisasikan dan kita patuhi dalam kehidupan sehari-hari, utamanya dalam sektor pendidikan. Intstitusi-institusi pendidikan baik itu sekolah maupun Pondok Pesantren seharusnya memasukkan peraturan haram merokok di lingkungan sokolah maupun Pondok Pesantren. Dengan tujuan supaya Menatap Masa Depan Bangsa | 33
siswa atau santri tidak terhegemoni oleh rokok dan bisa konsentrasi dalam menempuh pendidikan dengan baik. Apabila mereka sampai kecanduan terhadap rokok, bisa dijamin uang SPP yang diberikan orang tuanya dan seharusnya dibayarkan akan dipergunakannya untuk membeli sebungkus rokok. Dan jika mereka tidak punya uang, bisa jadi mereka akan melakukan tindakan yang amoral seperti mencuri dan sebagainya. Maka dari itu, kepada yang menentang keputusan MUI mengenai haram merokok berhentilah menjadi “Pahlawan Gadungan”. Kenyataannya rokok lebih banyak berdampak negatif, baik itu dalam sektor ekonomi, kesehatan dan lebih-lebih dalam sektor pendidikan. Wallahu A’lam
34 | Abdul Qadir Jailani
MOS DAN PERAN KOMITE SEKOLAH SEBAGAI MEDIA UTAMA PEMBENTUKAN MENTAL PELAJAR
M
asa orientasi siswa atau yang lebih dikenal dengan sebutan MOS, sudah menjadi tradisi yang tak bisa lepas dari agenda Organisasi Intra Sekolah (OSIS), di masingmasing institusi pendidikan di seluruh Indonesia. MOS juga tidak lepas dari peran komite sekolah, hal ini dimaksudkan untuk mengawasi tindak-tanduk siswa baru, selain untuk mengawasi juga untuk membina dan mendidik bagaimana seharusnya mental pelajar masa kini (siswa baru). MOS yang sudah atau bahkan akan direalisasikan oleh berbagai institusi-institusi pendidikan di bawah tanggung jawab OSIS, bisa dikategorikan sebagai media pembentukan mental pelajar. Karena, dalam realisasinya banyak dipergunakan untuk latihan mental, sepertihalnya siswa diwajibkan mengenakan tas plastik, siswa diwajibkan berkalung tutup botol minuman, siswa diwajibkan untuk memolesi wajah dengan cat atau cairan hitam, dan masih banyak yang lainnya segala bentuk pelatihan mental. Tentunya hal tersebut, sebenarnya tidak terlepas dari unsur pendidikan (education). MOS dalam realisasinya juga bisa ketegorikan sebagai pendidikan humanis. Pendidikan humanis dalam artiannya adalah pendidikan yang lebih menekankan kepada pendidkan kemanusiaan. Kita Menatap Masa Depan Bangsa | 35
mafhum, bahwa pendidikan merupakan aktualisasi moral para pelajar, meski masih banyak dari kalangan pelajar yang tidak menyadarinya, dengan membuat kegaduhan dan anarkisme dalam bentuk prilakuprilaku negatif. Namun, kita harus garis bawahi bahwa pendidikan adalah kunci utama dari sebuah perubahan. Dengan pendidikan, rakyat yang bodoh menjadi tahu, dari tahu akan dapat mengambil sikap dan tindakan yang bernilai positif. Model pembelajaran seperti ini akan terus berulang, dan jika masyarakat sudah semakin terdidik, yang oleh Nurcholis Madjid disebut sebagai embrio civil society (http://jabier. blogsome.com). Di samping itu pula, realisasi MOS juga memberikan kesan baik bagi pelajar, dalam menopang kehidupannya di masa mendatang. Salah satunya adalah mereka diajari bagaimana hidup bersosial dengan teman dan masyarakat di sekitarnya. Sehingga dengan hal tersebut, dirapkan setelah menyelesaikan pendidikannya mereka tidak akan merasa canggung hidup berdampingan bersama masyarakat. Lebihlebih mereka harus mengabdikan diri kepada masyarakat setelah mereka dianggap cukup berpendidikan. Dalam bahasa pesantren, sebelum mereka terjun kepada masyarakat. Mereka, para pelajar (santri) diuji coba dengan adanya Kuliah Kerja Nyata (KKN). Setelah mereka dianggap cukup dan siap maka mereka bisa langsung dilepas untuk terjun langsung ke masyarkat untuk mengabdikan diri mereka dan mengamalkan apa yang telah diperoleh semasa berada di bangku pendidikan. Dalam kaitannya, Muhammad Rahmat Kurnia membagi menjadi tiga hal dalam sektor pendidikan yaitu sekolah/kampus, rumah dan masyarakat. Terlepas dari itu semua, peran komite sekolah juga begitu signifikan dalam pendidikan mental pelajar. Selain yang tersebut di atas, peran komite sekolah begitu menentukan terhadap sukses dan tidaknya MOS yang diadakan oleh OSIS. Apabila peran komite sekolah bisa berjalan dengan baik, maka akan tercipta lingkungan pendidikan yang kondusif dan asosiatif antara komite sekolah dan OSIS. Pelatihan mental dalam bentuk MOS, bisa membentuk dan menanamkan kecerdasan emosianal (emotional intelligence) pelajar. Kecerdasan emosional merupakan lawan dari IQ (Intelligence 36 | Abdul Qadir Jailani
Quotient), beberapa pakar menyatkan bahwa orang yang memiliki IQ tinggi akan mendapatkan kesuksesan lebih cepat dibandingkan dengan orang yang memiliki IQ rendah atau rata-rata. Kemudian, permasalahannya sekarang adalah bagaimana mereka yang mempunyai tingkat IQ rendah dan rata-rata. Ternyata setelah ada beberapa penelitian yang menghasilkan, bahwa tidaklah orang yang ber-IQ tinggi yang akan mendapatkan kesuksesan lebih cepat dibandingkan yang ber-IQ rendah. Akan tetapi, yang ber-IQ rendah pun bisa mencapai kesuksesan tersebut jika mereka bisa memiliki kecerdasan emosional (emotional intelligence). Kecerdasan Emosional (emotional intelligence) merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental (psikologis) yang hebat atau meluap-luap dengan baik dan teratur. Sehingga, apabila Kecerdasan Emosional ini bisa direalisasikan dengan baik maka seseorang akan mencapai kesuksesan dalam kehidupannya. Tidak jauh berbeda dengan MOS, karena dalam pelaksanaannya para pelajar dituntut untuk bisa menguasai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental (psikologis) yang hebat atau meluap-luap seperti yang termaktub di atas. Dalam bahasa lain, bisa dikatakan untuk ja’lul fikr qowiyan fi kulli amrin. Sehingga Posisi pendidikanpun sangat sentral dan tidak bisa lepas dari pengolahan fikiran dan pengolahan mental pelajar, karena yang menjadi iming-iming dari pendidikan adalah kemakmuran hidup masa depan. Sebagaimana yang dikatan oleh sang proklamator dunia Nabi besar Muhmmad SAW., Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia maka dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka dengan ilmu (AlHadits). Wallahu A’lam Bis Sowab.!
Menatap Masa Depan Bangsa | 37
B
WANITA: ANTARA KODRAT ILAHI DAN EMANSIPASI
erbicara mengenai wanita, kita tidak akan menemukan batas dan ujung pembicaraan, sebab berbicara mengenai wanita merupakan topik yang selalu hangat untuk diperbincangkan khususnya di kalangan para remaja saat ini. Ia menjadi isu sosial yang selalu menarik untuk didiskusikan sejak dulu, sekarang hingga masa yang akan datang. Posisi wanita sejak dulu acapkali dianggap sebagai sesuatu yang hina dan menghinakan, ia juga sering kali disebut sebagai penyebab dari datangnya mala petaka. Namun kedatangan wanita juga sering ditunggu dan dipuja oleh para lelaki hidung belang yang tidak bertanggung jawab. Lantas bagaimana dengan emansipasi wanita yang sampai saat ini masih belum menemukan benang merah untuk bisa dijadikan sebagai landasan hukum bagi kalangan wanita? Dalam catatan sejarah umat manusia, permasalahan yang selalu mendeskriminasi wanita tak pernah usai baik dari yang selalu mengklaim bahwa wanita merupakan sumber dari datangnya mala petaka, bahkan pada masa jahiliyah mereka yang mempunyai anak wanita merupakan aib besar, maka dari itu pada masanya orang yang melahirkan wanita banyak yang dibunuh. Wanita dianggap sebagai makhluk yang lebih berbahaya dari ular berbisa dan api tidaklah lebih berbahaya daripada seorang wanita (baca:wanita). Nah, sebenarnya anggapan dan klaim seperti ini merupakan provokasi dari kaum sekuler dan pemahaman salah dari agama-agama selain Islam. Pandangan agama-agama non Islam terhadap wanita bermacam-macam. Seperti halnya agama kristen yang memandang hina terhadap wanita, sebagaimana dikatakan pendeta Paus Tertulianus, “ Wanita merupakan pintu gerbang syeitan, masuk ke dalam diri laki38 | Abdul Qadir Jailani
laki untuk merusak tatanan ilahi dan mengotori wajah tuhan yang ada pada laki-laki.” Sedangkan paus sustam mengatakan, “ Wanita secara otomatis membawa kejahatan, malapetaka yang menimbulkan kebingungan.” Jelasnya wanita memang betul-betul dianggap hina oleh kalangan non Islam dan tidak mempunyai tempat terhormat sekalipun. Mayoritas dari pandangan non Islam terhadap wanita memandang bahwa wanita merupakan sesuatu yang siap menghancurkan segalanya di dunia ini khususnya para laki-laki. Lain halnya dengan Islam, masuknya agama Islam terhadap tatanan kehidupan manusia membawa posisi wanita terhadap posisi yang begitu terhormat dan tidak terlecehkan. Hal ini terbukti dari banyaknya statemen yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang begitu mengangkat derajat seorang wanita. Namun, meski sejatinya wanita berada dalam derajat yang sanagat terhormat akan tetapi wanita masih saja tetap sengsara. Karena masih saja wanita dipandang dari segi keindahan dan kemolekan tubuhnya saja. Eksistensi Wanita Dan Pacaran Islami Sejatinya wanita adalah makhluk ciptaan Allah yang begitu menarik dan begitu indah dipandangan mata, sehingga tidak salah jika Rasulullah menyatakan dalam sebagian hadistnya bahwa siapa yang harus kita hormati terlebih dahulu dan Rasulullah menyatakan sampai tiga kali bahwa wanita-lah yang harus kita hormati terlebih dahulu, dalam artian wanita disini adalah seorang ibu. Sedangkan di mata Allah, Dia tidak membeda-bedakan antara lakilaki dan perempuan yang akan mendapat ridho-Nya dan yang akan mendapatkan tempat terhormat di akhirat kelak, melainkan antara lakilaki dan perempuan dipandang-Nya dari sisi ketakawaannya sebagai hamba (‘abid). Oleh karenanya, baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan kebaikan maka ia akan mendapatkan tempat yang paling terhormat di akhirat kelak yaitu surga (jannah), sebagaimana yang difirmankan-Nya ”Barangsiapa yang melakukan kebaikan, baik lakilaki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk surga ...” (QS. 4:124, 40:40). Maka dari itu, penulis sempat risih dan kaget ketika wanita Menatap Masa Depan Bangsa | 39
dipandang sebagai sosok hantu yang sangat menakutkan oleh sebagian orang. Padahal Allah telah dengan begitu jelasnya menyatakan dalam Kitab-Nya bahwa antara laki-laki dan perempuan itu diukur dari tolak ukur keta’atan mereka terhadap perintah-Nya, dan seberapa besar mereka menjaga dan memelihara kehormatannya dan juga seberapa besar mereka mempertahankan hakekatnya sebagai hamba (‘abid) Allah. Dalam hal ini Allah telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an yang artinya “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang khusu’, lakilaki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al-Azhab. 35). Eksistensi wanita dalam ranah perkembangan pemikiran Islam dunia dianggap sebagai sesuatu yang begitu terhormat, maka dari itu salah besar jika ada seseorang yang mendiskriminasi eksistensi wanita dengan menyatakan bahwa wanita adalah penyebab dari timbulnya berbagai problem (mala petaka), begitu juga dengan menyatakan bahwa wanita juga dipandang sebagai sosok hantu yang begitu menakutkan. Hal ini, kalau kita mengkajinya secara teliti dan ilmiah merupakan faham kaum sekuler atau kalau masa Rasulullah disebut kaum jahiliyah yang begitu dipopulerkan. Pastinya kita bertanya-tanya kenapa seorang wanita dipandang sebagai sosok yang begitu terhormat dalam Islam, hal ini disebabkan karena wanita memiliki kelebihan yang tidak bisa dimiliki oleh lakilaki yang disebut sebgai kodrat ilahi yaitu, Haid, Hamil, Melahirkan dan Menyusui. Nah, empat kepemilikan yang dimiliki oleh wanita inilah yang menjadikan mereka mempunyai kelebihan yang melebihi dari kaum adam (laki-laki). Namun, memang dalam benak kita sebagai muslim yang berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits kita pastinya merasa sedih dan risih dengan banyaknya tempat prostitusi dan tempat 40 | Abdul Qadir Jailani
pelacuran yang berkembang dari waktu kewaktu yang dalam hal ini wanita-lah yang menjadi pemeran utamanya. Juga, banyaknya praktek pergaualan bebas dan hubungan antar non muhrim (dikalangan remaja) yang mengatas namakan hubungannya sebagai pacaran Islami. Padahal, jika kita benar-benar memahami Islam tidak ada ceritanya Pacaran Islami yang ada hanyalah Ta’aruf (perkenalan) antar lawan jenis yang sudah mempunyai keinginan matang dan kesiapan mental untuk menjalani mahligai rumah tangga. Tentunya yang namanya pacaran itu merupakan gaya baru yang tak lepas dari realisasi curhatcurhatan (free talk), ngedate, tak and give dan bahkan bisa sampai kepada situasi yang paling berbahaya yaitu seks bebas. Padahal, Jika memang mempunyai niatan baik untuk melangkah kepada suatu hubungan yang serius yaitu pada tingkatan pernikahan alangkah baiknya, jika hubungan itu bisa diketahui oleh kedua orang tua belah pihak khususnya kedua orang tua perempuan, sebab jika pacaran ini tetap berlanjut—maka pihak wanitalah yang paling dirugikan dari hubungan tersebut. Lantas bagaimana jalan keluarnya jika kita sudah terlanjur berpacaran? Alangakah baiknya jika hubungan itu cepat-cepat diselesaikan tanpa ada yang merasa disakiti, karena ditakutkan jika hubungna tersebut tetap berlangsung akan membawa dampak yang membawa kepada kekafiran—karena dari saking banyaknya khalwat yang dipraktekkan, atau kalau tidak memutuskan hubungan itu diharapkan hubungan tersebut segera diresmikan (khitbah) melalui orang tua kedua belah pihak. Bagaimana Seharusnya Wanita Perkembangan zaman yang semakin maju dan dengan budayabudaya yang semakin glamour dan hedonis merupakan era yang tidak bisa kita elakkan dan kita tolak keberadaannya sebab hal itu pasti terjadi. Dalam kaitannya, wanita harus bisa melawan arus globalisasi ini dengan berbagai prestasi-prestasi yang mengusung atas nama Islam. Kenapa wanita, karena wanita itu merupakan sorotan awal dalam Islam yang harus kita jaga betul-betul karena wanita lebih berharga dari keindahan seluruh isi alam ini sebagaimana Rasulullah bersabda bahwa Menatap Masa Depan Bangsa | 41
“Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (HR. Muslim) —Maka dari itu seorang wanita harus bisa menjaga kehormatannya dengan baik dan bisa melaksanakan prestasi menjadi wanita sholehah yang harus dicapainya. Haid, Hamil, Melahirkan dan Menyusui merupakan tugas dan fungsi seorang wanita, yang tidak bisa digantiikan oleh seorang lakilaki sehingga wanita terlepas dari tanggung jawab mencari nafkah untuk keluarga dan anak-anaknya. Kemudian bagaimana dengan adanya emansipasi wanita dan wanita karir yang sekarang ini marak diberitakan di berbgai media yang banyak direalisasikan oleh kalangan wanita?. Berbicara masalah Emansipasi wanita dan wanita karir tentunya kedua hal tersebut harus disikapi secara betul-betul positif dan proporsional dengan tanpa meninggalkan kodrat ilahi yang telah ditetapkan kepada seorang wanita yaitu Haid, Hamil, Melahirkan dan Meyusui. Oleh karenanya, sebelum penulis mengakhiri tulisan ini. Penulis berpesan dan berharap kepada kalangan wanita supaya bisa menjadi wanita yang sholehah yang menjaga kehormatannya dengan baik dan jika berkeiginan untuk menjadi wanita karir misalnya menjadi dokter, penulis dan sebagainya, alangkah baiknya untuk minta izin kepada keluarganya (orang tuanya) khususnya kepada suaminya jika sudah berkeluarga. Jika sudah direstui oleh kedua belah pihak maka hal itu diharapkan untuk dijalani atas dasar Islam. Karena mayoritas ketika wanita sudah terjun kepada dunia karir mereka, mereka lupa akan kodrat ilahi yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT., sehingga tidak salah jika banyak para kalangan artis yang bercerai demi mempertahankan dunia karir mereka masing-masing karena dianggap wanita juga mempunyai hak yang sama untuk bisa memenuhi nafkah dan berkarir sepertihalnya laki-laki. Apakah hal itu yang kita inginkan? Tentu saja tidak. Semoga kita bisa menjadi remaja yang tidak terperosok kepada pergaulan bebas—juga semoga kita bisa menjadi suami dan istri yang ta’at kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semoga! Wallahu A’lam Bisshowab. 42 | Abdul Qadir Jailani
BENCANA ALAM DAN REDINTEGRASI AMAL
D
alam beberapa detik terakhir ini, berbagai persoalan atau problem hidup yang menimpa negeri tercinta ini tiada lain merupakan sebuah tolak ukur seberapa besar tingkat keimanan dan ketaqwaan kita terhadap Allah dan Rasulnya. Dalam pribahasa Islam persoalan hidup itu lebih dikenal dengan sebutan musibah. Apabila tingkat ketaqwaan dan keimanan kita bisa kita kendalikan dengan sebaik-baknya, maka berbagai persoalan hidup itu akan lebih terasa bermakna dan penuh hikmat sehingga tujuan hidup manusia di dunia ini bisa terpenuhi, yaitu mencari kebahagiaan sejati. Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah yang menimpa manusia berdasarkan logika berfikir yang bersifat rasional dan terlepas dari tuntunan wahyu ilahi. Seperti halnya krisis yang berkepanjangan, sehingga menimbulkan berbagai macam dampak negatif dalam ranah kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat tidak merasakan kehidupan aman, tentram dan sejahtera. Hal ini disebabkan karena cara pandang masyarakat terhadap musibah yang terjadi, hanya berdasar kepada sudut pandang logika rasional saja. Begitu juga dengan terjadinya banyak bencana alam berupa tsunami, letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan lain-lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara rasional sebab-sebabnya. Sehingga, solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Swt., Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditangan-Nyalah seluruh kebaikan dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan. Padahal, jika ditilik dari sudut pandang Islam. Prilaku dan Menatap Masa Depan Bangsa | 43
pandangan manusia yang hanya mengedepankan idiologi berfikir saja tanpa memandang dari sudut pandang Islam maka pandangan mereka terhadap suatu persoalan tersebut sangat mustahil benar. Oleh karena itu, perlu kiranya memandang suatu persoalan hidup berdasar pada pandangan Islam baru kemudian dipadukan dengan idiologi berfikir manusia sehingga nantinya bisa menjadi suatu kesatuan yang utuh (baca: dakwah) Penyebab Terjadinya Bencana Sebenarnya bukan hal yang tabu lagi untuk kita ketahui dan kita fahami secara mendetail. Sebagai umat muslim yang bepegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dan di negeri yang mayoritas berpenduduk muslim ini tentunya kita merasa heran dan bertanya-tanya kenapa musibah terjadi bertubi-tubi menimpa negeri ini, seperti halnya gempa bumi berkekuatan 7,9 SR yang menimpa Sumatra barat tepatnya di kota padang pada Rabu (30/0909) lalu. Jawabannya sederhana saja, hal ini dikarenakan tidak ditegakkannya kewajiban yang agung dari Allah Swt., yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik oleh perorangan (individu) maupun oleh pemerintah setempat yang merupakan sebuah institusi resmi yang paling bertanggung jawab. Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar ini bisa terlaksana dengan baik maka berbagai musibah akan bisa diminimalisir. Akan tetapi, yang namanya hidup segala sesuatu itu pasti terjadi tanpa bisa direka dan dikira-kira. Begitu juga dengan takdir, takdir tidak akan bisa dirubah semuanya akan tetap berjalan dengan kehendak Allah Swt. Meskipun secara gambling, Allah Swt., telah menjelaskannya baik dalam Al-Qur’an maupun dalam bentuk peringatan-peringatan seperti Bencana Alam tadi. Manusia masih tetap saja memandang segala persoalan dan musibah hidup itu biasa-biasa saja dan pasti terjadi. Dan menganggap tidak perlu adanya redintegrasi amal (perbuatan), sehingga bencana alam bukan malah terminimalisir melainkan makin bertambah banyak dan seringkali terjadi. Hal ini juga terlihat dari banyaknya bencana alam yang terjadi, terhitung sejak tahun 2000 Gempa yang melanda Bengkulu dengan 44 | Abdul Qadir Jailani
magnitude 7.3 atau Mw 7.9 yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 100 orang lebih, disusul dengan Tsunami, Gempa Tektonik, Lumpur Lapindo, kebakaran dan berbagai macam bencana alam lainnya yang terjadi di seluruh penjuru negeri tercinta ini. Dan bahkan sampai Gempa Bumi yang terjadi Rabu 30 September 2009 lalu. Dari berbagai macam bencara alam tadi sebenarnya sudah tertulis sejak berabad-abad yang lalu dalam Al-Qur’an secara mendetail yaitu, seperti yang terletak dalam QS An-Nisaa 79 bahwa, “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”. Berdasarkan firman Allah Swt., tadi bisa diambil kesimpulan sementara. Artinya, segala sesuatu yang terjadi dan bersifat kurang enak dan menyengsarakan. Termasuk bencana alam yang terjadi, dan tak lain disebabkan oleh perbuatan diri kita sendiri sebagai manusia. Begitu halnya dengan banyaknya bencana alam yang terjadi di negeri tercinta ini kemungkinan besar memang disebabkan oleh prilaku masyarakat Indonesia itu sendiri. Boleh dibilang, barangkali bencana alam yang terjadi ini salah satunya dilatar belakangi situasi dan keadaan Indonesia saat ini yang sedang panas, baik karena urusan Politik (Money Politic), kerusuhan terjadi di mana-mana, perampokan, pemerkosaan, pergaulan bebas yang mengarah kepada prilaku seks bebas, anarkisme di kalangan remaja, demo, tawuran masal, letusan bom oleh teroris, banyaknya orang yang saling bersilang pendapat, dan bahkan timbulnya banyak faham dan kelompok sesat yang mengatas namakan dirinya Islam dan padahal ajarannya bukan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan masih banyak berbagai kasus yang terjadi yang mungkin bisa kita konsumsi tiap hari di negeri tercinta ini, yang menjadi penyebab terjadinya bencana alam. Jalan Keluar Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam ranah kehidupan manusia saat ini, menjadikan manusia lupa akan hakekat diciptakannya manusia yaitu beribadah kepadaNya. Begitu juga dengan banyaknya bencana alam yang terjadi di negeri ini, seperti Gempa Menatap Masa Depan Bangsa | 45
Bumi di Sumatra Barat yang menelan ribuan nyawa, jangan sekali-kali dianggap sebagai fenomena alam yang bersifat alamiah saja. Tapi perlu difahami secara lahiriah bahwa segala persoalan yang ada di dunia ini datangnya dari Allah Swt., untuk itulah kita perlu introspeksi diri akan apa yang telah kita kerjakan. Segala sesuatu yang terjadi seperti musibah di atas, harus kita pandang dari kacamata iman, bahwa musibah yang terjadi tiada lain datangnya dari Allah Swt., sebagaimana yang difirmankanNya “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (QS. At-Taghaabuun: 11) Beberapa pakar seperti Charles Cohen dan Eric Werker dari Harvard Business School menulis sebuah paper menarik berjudul The Political Economy of “Natural” Disasters. Mereka berpendapat bahwa bencana alam cenderung terjadi lebih sering dan beragam pada negara miskin yang dikelola dengan sistem politik yang buruk. Sejauh mana intervensi politik yang terjadi ternyata juga mempengaruhi intensitas bencana alam tersebut. Pemerintah, menurut Cohen dan Werker, dapat melakukan distribusi kekuatan politik melalui pembelanjaan untuk menangani bencana alam. Pemerintah yang tak punya pendanaan bagus akan terkena racket effect, yaitu secara sengaja memanipulasi populasi korban untuk menarik (dan juga mencuri) bantuan dari luar. Yang menarik, lembaga donor internasional juga sudah “biasa” memberi toleransi atas susutnya bantuan tersebut. Hal ini memicu desperation effect, di mana pemerintahan yang korup punya kemampuan lebih untuk menggandakan “penyusutan” tersebut (baca:gempa). Oleh karenanya, Pertama, kita perlu meyakini bahwa musibah seperti bencana alam yang terjadi datangnya dari Allah Swt. Kedua, kita harus betul-betul menyadari musibah yang terjadi diakibatkan karena tidak dilaksanakannya perintah-perintah Allah Swt., dan Rasulnya dengan baik. Ketiga, perlu kiranya kita introspeksi diri dan memperbaiki amal perbuatan dan ibadah kita yang sebelumnya mungkin tidak pernah kita lakukan.
46 | Abdul Qadir Jailani
FENOMENA BENCANA ALAM ANTARA TAKDIR DAN PERINGATAN TUHAN “Setiap orang diantara kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya (AlAyat)”
P
emimpin adalah imam bagi umatnya. Segala sesuatu yang terjadi terhadap umatnya maka pemimpinlah yang bertanggung jawab. Itulah nilai filosofis dari seorang pemimpin. Dalam kaitannya pemimpin di sini bisa dikategorikan sebagai pemerintah karena pemerintah merupakan institusi resmi yang bertanggung jawab penuh terhadap keamanan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat yang berdomisili di bawah naungan pemerintah tersebut seperti halnya di negeri tercinta ini. Berdasarkan firman Allah Swt., di atas kita sebagai muslim tulen bisa memahami bahwa setiap orang di dunia ini adalah pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya dan kelak akan dipertanyakan dan dipertanggung jawabkan bagaimana amanah yang diembannya sebagai seorang pemimpin. Permasalahannya sekarang adalah kenapa diabad 21 ini mayoritas pemimpin atau pemerintah mengingkari tanggung jawabnya, salah satunya dengan obral janji hanya demi politik, ketika kampanye calon legislatif (caleg) menyuarakan akan merealisasikan janji mereka, akan tetapi setelah mereka resmi menjadi pemimpin terpilih janjiMenatap Masa Depan Bangsa | 47
janji yang pernah diucapkan tidak mereka tepati. Kedua, banyak kita temukan di kalangan pemerintah banyak yang menyelewengkan tugas wajib mereka korupsi terjadi di mana-mana, berbagai kerusuhan, perampokan, pemerkosaan dan bahkan hal yang sangat prinsipil sekalipun jika urusannya dengan uang maka pemerintah akan bertekuk lutut tanpa kata. Dan masih banyak lagi berbagai tindak susila yang dilakukan oleh pemerintah dan tidak ada tindakan serius sama sekali apakah ini pemimpin yang harus kita acungi jempol? Tentu saja tidak, jikalau hal tersebut yang penulis paparkan tidak bisa ditindak secara serius maka jangan disalahkan jika banyak musibah yang terjadi utamanya bencana alam yang baru-baru ini terjadi di Sumatera Barat, Gempa Bumi yang menurut kabar terakhir menewaskan ribuan korban jiwa (30/09/09). Lantas siapa yang harus disalahkan dengan berbagai musibah yang terjadi di tanah air ini? Tentunya seperti yang dipaparkan penulis di atas yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah karena pemerintah-lah yang bertanggung jawab penuh terhadap segala sesuatu yang terjadi. Logikanya seperti ini, jika dikalangan pemerintah segala tugas dilaksanakan dengan baik dan terarah, urusan agama terlaksana dengan istiqomah maka seluruh jajaran di tanah air khususnya maka tanah air kita Indonesia akan aman, tentram dan sejahtera. Namun demikian jika dikalangan pemerintah sendiri sudah melakukan tindakan kerusakan maka bisa dijamin bawahannya akan mengikuiti tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya, kejadian gempa di sumatera barat tepatnya di kota Padang yang berkekutan 7,9 SR dan merenggut ribuan jiwa, disadari atau tidak memang di sana berbagai tindak kemaksiatan bisa kita temukan Pelacuran, Perjudian dan lain-lain. Akan tetapi pemerintah setempat tidak bergerak secara serius untuk meminimalisir berbagai kasus yang menyimpang dari aturan pancasila dan agama pada khususnya melainkan membiarkannya tetap berjalan dengan seenaknya saja dan mungkin saja tidak jauh kemungkinan sebagian pemerinth juga ikut berkecimpung dalam hal kemaksiatan itu. Pada posisi seperti ini, ada dua kemungkinan besar yaitu manusia dihadapkan kepada posisi takdir dan peringatan tuhan terhadap prilaku 48 | Abdul Qadir Jailani
yang direalisasikan oleh manusia. Dalam posisi takdir sepenuhnya tidak bisa dirubah oleh tangan manusia begitu juga dengaa peringatan tuhan terhadap mereka yang melakukan kerusakan dan dosa terhadapNya. Dalam situasi seperti itu wajar saja jika tuhan menakdirkan bencana alam berupa gempa di daerah terasebut. Hal ini tiada lain sebagai peringatan terhadap masyarakat dan pemerintah daerah tersebut untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa terhadap tuhan yang maha esa. Dan sebagai bukti bahwa tuhan masih peduli terhadap kita sebagai hambanya. Ironisnya, realitas suram yang direalisasikan oleh masyarakat dan pemerintah tadi tidak ditindak secara tegas oleh aparat hukum, Pemerintah dan aparat hukum yang seharusnya bertindak serius dalam hal ini sebagai pengabdian diri terhadap Negara malah acuh tak acuh. Oleh karenanya, perlu adanya singkronisasi kerja antara aparat hukum, pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk membentuk negeri yang aman, tentram dan sejahtera salah satunya dengan memperbaiki sektor ekonomi, hubungan sosial, ibadah terhadap tuhan yang maha esa dan menanggulangi keruakan terhadap lingkungan. Meski dipandang secara sekilas antara takdir dan peringatan tuhan tadi, akan tetapi pada hakekatnya kemabli kepada manusia itu sendir sebagai pelaksana dan pemeran utama dari drama yang diperankannya sebagai manusia di bumi ini. Dan tentunya manusia diciptakan berdasarkan kepada landasan iman dan taqwa jika ingin selamat di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, bencana alam yang sering terjadi harus betulbetul serius dipikirkan dan dicari jalan keluarnya salah satunya dengan memperbaiki hubungan dengan tuhan, melestarikan alam dan penegakan tugas manusia harus dilaksanakan seara benar dan terarah.
Menatap Masa Depan Bangsa | 49
SURAMADU DAN MEDITASI MORAL PEMUDA
P
asca peresmian SURAMADU oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono 10 juni lalu. Pulau garam Madura seakan kedatangan wahana baru bagi perkembangan pendidikan dan penurunan kualitas moral pemuda madura. Bagaimana tidak, Madura yang dikenal sebagai pulau yang mendominasi daerah pesantren yang mengatas namakan pendidikan moral harus digusur dengan kebudayaan baru yang menyusup pasca peresmian SURAMADU. Hal ini terbukti dengan pemberitaan miring mengenai cewek Bispak (Bisa Pakai) yang terjaring dari siswi SMP dan SMA. Oleh karena itu, penulis menganggap perlu membahas sepintas melalui tulisan sederhana ini mengenai hal tersebut. Sebenarnya siapakah yang patut disalahkan terhadap kejadian atau peristiwa tersebut?. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menganggapi tentang pertanyaan di atas. Sebenaarnya, perlu kiranya diusut secara kritis mengenai cewek Bispak (Bisa Pakai) atau secara kasarnya bisnis esek-esek tersebut oleh bagian terkait khususnya pemerintah daerah (Pemda) sekitar yang terjaring bisnis esek-esek tersebut. Yang bertujuan untuk menumpas habis atau menghapus bisnis esek-esek tersebut. Entah sejak kapan, penulis juga tidak tahu kapan bisnis esek-esek ini beroperasi. Tapi yang jelas pasca peresmian SURAMADU-bisnis esek-esek ini baru terungkap.
50 | Abdul Qadir Jailani
Apakah mungkin apa yang dikatakan sebagian Ulama’ Madura mengenai SURAMADU. “Jikalau sampai SURAMADU terselesaikan dan diresmikan menjadi alat penyambung antara Surabaya-Madura, maka siap-siaplah Madura untuk menghadapi kerusakan moral. Walaupun pulau Madura ini mendominasi Pendidikan Pesantren tapi hal itu tidak menjamin keutuhan moral Madura”. Itulah yang bisa penulis tangkap dari sebagian Ulama’ Madura yang sangat Kontra terhadap pembangunan SURAMADU. Tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. SURAMADU sudah berdiri tegak dan terbentang diatas lautan selat Madura. Maka dari itu, perlu kiranya diadakan penertiban dan penyuluhan dalam hal ini tertuju terhadap pendidikan moral untuk mengarahkan dan mensterilkan pemuda Madura supaya tidak terbuai dengan budaya baru yang bersifat negatif yang masuk ke pulau Garam Madura ini. Nah, pasitnya yang paling bertanggung jawab terhadap kerusakan moral pemuda adalah orang tua. Karena peranan orang tua lebih mendominasi dari peran kiai dan guru di Madrasah atau sekolahnya masing-masing. Oleh karenanya, para orang tua perlu ekstra hati-hati dalam mendidik dan memasukkan anaknya kebangku pendidikan. Perlu diingat, bahwa pendidikan disekolah itu tidak menjamin kemaslahatan moral pemuda. Namun, alangkah baiknya jika para orang tua memasukkan anaknya kepada sektor pendidikan yang mengarah terhadap pendidikan moral dan akhlakul karimah, dalam hal ini Pondok Pesantren-lah yang mumpuni. Sebagimana penulis katakan tadi, bahwa peranan orang tua sangat signifikan terhadap pemberdayaan pendidikan moral pemuda. Kemudian, setelah peranan orang tua. Peranan Guru yang berasal dari bahasa Arab “Mudarris”, dianggap perlu memperketat dalam standar pengajarannya khususnya dalam pendidikan moral. Karena Guru (Mudarris) menempati peringkat kedua setelah orang tua dalam hal hal pendidikan moral. Sedangkan Peranan Pemerintah menempati urutan ketiga dalam penyuluhan dan pendidikan dalam pembinaan moral pemuda Madura. Karena itulah, penulis sangat mengharapkan kepada Pemerintah Daerah Khususnya (Pemda) untuk mengadakan bimbingan secara Menatap Masa Depan Bangsa | 51
khusus bagi mereka yang dianggap minim dalam pendidikan agamanya. Baik melalui sistem pendidikan Pesantren Kilat atau bahkan mereka diwajibkan untuk mukim (mendiami) pondok pesantren dalam masa pendidikannya. Kenapa penulis menyatakan seperti itu? Dikarenakan para cewek Bispak (Bisa Pakai) itu mayoritas dari siswi SMP atau SMA,dan penulis masih belum menemukan dari santriwati sebuah pondok pesantren. Dalam hal ini, KH. Mohammad Tijani Jauhari, MA (Djauhari, 2008:82-84) mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren memiliki keunggulan yang kompetitif (excellences atau mazaya) dibanding dengan sistem pendidikan lainnya. Karena Pendidikan pesantren mengimplementasikan fungsi ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, sebelum penulis mengakhiri tuilsan sederhana ini, penulis tegaskan kembali bahwa meditasi atau pendidikan moral begitu signifikan dan begitu relevan untuk meminimalisir kerusakan moral pemuda Madura [Amore Tioshi]. Wallahu A’lam Bissowab.
52 | Abdul Qadir Jailani
KENAKALAN DAN ANARKISME REMAJA
S
emenjak era reformasi disusul demokrasi yang mewarisi bangsa kita Indonesia, berbagai kemelut dan polemik yang terjadi juga semakin menjadi-jadi dan terbuka bebas. Misalny, oleh berbagai kalangan yang mereka berdalih atas nama demokrasi yang dibarengi dengan aspirasi-aspirasi yang dilontarkan, akan tetapi hal itu justru lebih menimbulkan kemudharaan dan pergolakan. Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang ikut merangsang para remaja hidup dalam gaya glamour, hedonis dan ujung-uungnya anarkis atau nakal. Dari sinilah timbulnya pertamakali tindakan anarkisme remaja, khususnya terhadap miras yang dikonsumsi. Awalnya, para remaja ingin mencoba-coba miras/bir dan semacamnya atau hanya sekedar buat obat penghilang stress dari pergaulan problematic yang sedang dialami. Padahal, justru sejatinya miras/bir itu mendatangan bahaya yang mengancam perkembagan psikologi/ mental mereka dikarenakan miras/bir dan semacamnya memang terbukti dari alkohol yang dalam konsep islam diharamkan untuk dikonsumsi. Dan lebih saying lagi, pada akhirnya mereka ketagihan. Maka, karena sangat rentannya para remaja tergiur oleh halahal yang hedonis, glamour dan anarkis kalau boleh dibilang kita tidak memerlukan bom untuk menghancurkan negeri ini, cukup para remaja/ pemuda saja yang menjadi alatnya. Karena pemuda merupakan tonggak Menatap Masa Depan Bangsa | 53
estafet bangsa, jika pemudanya rusak maka sebuah Negara akan rusak. Itulah nilai filosufis dari pada pepatah yang berbunyi “Pemuda adalah harapan hari esok”. Kenakalan Remaja Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian yang khusus sejak dibentuknya suatu peradilan untuk anak-anak nakal atau juvenile court pada tahun 1899 di Cook County, Illinois, Amerika Serikat. Pada waktu itu, peradilan tersebut berfungsi sebagai pengganti orangtua si anak yang memutuskan perkara untuk kepentingan si anak dan masyarakat. Dalam pandangan umum, kenakalan anak dibawah umur 13 tahun masih dianggap wajar, sedangkan kenakalan anak di atas usia 18 tahun dianggap merupakan salah satu bentuk kejahatan. Kenakalan remaja yang terjadi belakangan ini yang banyak dimotori oleh para pelajar bukan dikarenakan mereka tidak tahu akibat negatif yang ditimbulkan, melainkan dorongan rasa keingintahuan terhadap sesuatau. Keingintahuan ini seringkali dilampiaskan dengan cara yang salah, seperti rasa ingin tahu terhadap narkotika, seks bebas dan lainnya. Walaupun akibat dari mengkonsumsi narkotika tersebut sangat berbahaya seperti yang dikatan Direktorat Reserse Narkoba Polda Jatim bahwa prilaku mengkonsumsi Narkotika akibatnya Merugikan Pemakai secara Fisik dan Psikis sekaligus Hukuman penjara UU No.22 Th 1997 UU No tentang pelanggaran hokum: Pertama, Pengguna/ Pemilik Narkotika (Pasal 78) Dihukum penjara paling lama 10 tahun dan denda 500 juta. Kedua, Pengedar Narkotika (Pasal 82) penjara 20 tahun dan denda 1 milyard. Ketiga, Memproduksi Narkotika (Pasal 80) dengan ancaman hukuman mati, Penjara se-umur hidup, penjara 20 th dan denda 2 milyard. Meski demikian, kenakalan remaja seperti yang tersebut diatas masih berlangsung normal meski sudah jelas akibat dari hal tersebut. Oleh karenanya perlu kiranya peranan dari orang tua dan pemerintah untuk menanggulangi hal tersebut. Anarkisme Anarkisme dikalangan remaja sudah menjadi menu utama bagi 54 | Abdul Qadir Jailani
para penegak hukum pada umumnya. Betapa tidak, dari berbagai kasus yang terjadi seperti Tauran, Narkotika, Kejahatan dan kasus anarkisme lainnya, mayoritas remaja menjadi pemeran utama dari kasus tersebut. Dari berbagai kasus yang terjadi tentunya yang harus bertanggung jawab adalah para orang tua. Karena Orang tua merupakan aktor utama terhadap pengembangan sifat, sikap dan prilaku remaja. Sehingga, apabila orang tua berperan aktif maka anarkisme dikalangan remaja dapat diminimalkan. Tindakan anarkisme terbebut biasanya merupakan implementasi terhadap keinginan-keinginan remaja yang tidak tercapai dan tidak terpenuhi seperti tidak lulus dalam Ujian akhir Nasioanl (UAN), ditinggal pacar; atau juga karena faktor lingkungan keluarga dan sekitarnya, seperti brokeh home. Sebuah Solusi Oleh karena itu, remaja yang semestinya menjadi tongkat estafeta para orang tua harus lebih dipertahikan oleh semua pihak, lebih-lebih pihak orang tua. Karena orang tua merupakan sentral dari penanggulangan anarkisme yang dilakukan oleh remaja. Tentu juga, peranan masyarakat dan pemerintah diharapkan dalam hal ini. Di samping itu, juga harus diperhatikan paling tidak dua hal berikut: Pertama, pemilihan teman sepermainan, sebab prilaku teman yang satu dangat memengaruhi kondisi prilaku yang lainnya. Kedua, memerhatikan dengan seksama budaya-budaya asing yang masuk sebab budaya-budaya asing di era global ini sangat bebas berkeliaran di sekitar kita tanpa mengenal ruang dan waktu , sedangkan budaya itu lebih banyak yang mengusung hal-hal yang berbau nafsu; hidup hedonis, amoral dan anarkis.
Menatap Masa Depan Bangsa | 55
BIODATA PENULIS Abd. Qadir Jailani, dilahirkan di desa terpencil di pedalaman kota Sumenep-Madura. Tepatnya 05 Juni 1990. Setelah menamatkan pendidikannya (TK, MI dan Mts), di Madrasah Istifadah, ia melanjutkan studinya di PP. Al-Amien (2006) Prenduan tepatnya di Tarbiyatul Mu’llimien Al-Islamiyah melalui sistem Intensif. Berkat semangat dan dukungan penuh dari Ayah dan Ibunda tercinta, juga sahabatsahabatnya, akhirnya ia bisa merubah paradigma pemikirannya dan jalan hidupnya. Ia terjun di berbagai organisasi-organisasi dan menempati posisi yang cukup tidak mengecewakan, salah satunya pernah menjabat sebagai Ketua Shof I Intensif (Afrizeint), Ketua Kajian Ilmiah KWQ (Kajian Waraal Qitor), Menjabat Sebagai Sekretaris Umum Organtri ISMI (Ikatan Santri Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah) pereode pertama, Menjabat Sebagai Koordinator KILKESTRAM (Keilmuan Kesenian dan Keterampilan) ISMI pereode kedua. Dan kini ia menjabat sebagai Pimpinan Redaksi (Pemred) Khazanah sisipan Majalah Qalam Nasional. Di samping bergelut dalam Organisasi, ia juga pernah menjadi delegasi PP. Al-Amien Prenduan dalam rangka lomba Pidato B. Arab se-Madura yang diadakan Universitas STAIN Pamekasan tahun 2008, pernah menjadi delegasi dalam Bintal Juang remaja Bahari (BJRB) yang diadakan TNI Angkatan Laut (AL) yang berdomisili di pangkalan Laut TNI AL di Surabaya selama lima hari , yang diadakan se-Jawa Timur tahun 2009, dan pernah menjadi delegasi dalam lomba Debat Teoritik se-Madura yang diadakan Universitas STAIN Pemekasan tahun 2010. Ia aktif menulis Artikel, Opini Puisi, Cerpen, Esai, dan beberapa tulisan lainnya. Tulisannya dimuat di berbagai media cetak maupun online seperti Radar Madura (Jawa Pos Group), Majalah Qalam, www. kaweki.com, www.majalahqalam.com. Tulisannya pernah menjadi juara II pada lomba menulis Artikel se-Madura yang diadakan Unit Kegiatan Khusus Lembaga Pers Mahasiswa (UKK-LPM) Activita STAIN Pamekasan Maret 2010. 56 | Abdul Qadir Jailani
Buku ”Menatap Masa Depan” adalah buku pertamanya. Dan antologi tunggal puisinya ”Selembar Kertas Purnama Untuk Cinta” adalah buku kedua yang sama-sama terbit tahun 2010. Sekarang sedang menyelesaikan studinya di TMI Al-Amien Prenduan (kelas akhir), dan sedang menyelesaikan Penelitian Ilmiahnya sebagai syarat kelulusan di PP. Al-Amien Prenduan dengan judul “Pengaruh Belajar Filsafat Ilmu Terhadap Pola Pikir Mahasiswa IDIA Semester Tujuh Jurusan Filsafat”. Alamat domisili: PP. ALAMIEN Prenduan Sumenep Madura. E-mail: aq_jeilaniel_a90@yahoo. com/
[email protected]. Penulis juga bisa dihubungi di 081 703 581 866
Menatap Masa Depan Bangsa | 57
58 | Abdul Qadir Jailani