BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Masalah kepatuhan wajib pajak merupakan masalah terpenting di seluruh dunia, baik bagi Negara maju maupun Negera berkembang. Karena jika Wajib Pajak (WP) tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan Pajak Negara akan berkurang. Menurut Siti Kurnia Rahayu, kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu Negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kwajiban, tetapi merupakan hak dari setiap Warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalm bentuk peran serta Terhadap pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. Kewajiban perpajakan, dimana tinggi rendahnya Wajib Pajak (WP) agar patuh dalam kewajibannya untuk membayar pajak sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran Wajib Pajak. Pemahaman tentang pajak serta kesungguhan Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan dan membayar kewajiban perpajakannya dapat mencerminkan tingkat kesadaran Wajib Pajak (WP). Meningkatkan pengetahuan perpajakan melalui pendidikan akan membawa dampak positif terhadap kesadaran Wajib Pajak (WP) untuk membayar kewajiban perpajakannya (Suryadi, 2006 dalam Alifa, 2012). Apabila kesadaran masyarakat masih rendah maka akan menyebabkan masyarakat tidak patuh dalam membayar kewajiban perpajaknnya. Pemahaman mengenai arti dan manfaat pajak dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP), tanpa adanya pengetahuan tentang perpajakan dan manfaatnya tidak mungkin orang secara iklas membayar pajak. Kekhawatiran masyarakat dalam membayar pajak disebabkan maraknya kasus yang sering terjadi khususnya dibidang perpajakan. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kepatuhannya, karena para Wajib Pajak (WP) tidak ingin pajak yang telah dibayarkan disalahgunakan oleh aparat pajak itu sendiri (Arum, 2012 dalam Susilawati, 2013). Reformasi perpajakan bertujuan untuk membentuk suatu negara agar memiliki perekonomian yang mandiri sehingga mampu dalam membiayai pembangunan nasional. Perbaikan sistem perpajakan menjadi lebih sederhana serta pembenahan aparatur perpajakan merupakan dampak dari terlaksananya reformasi perpajakan (Repina,dkk,2011). Prioritas dari reformasi perpajakan yaitu reformasi administrasi perpajakan yang
digulirkan pada akhir tahun 2001 (Madewing, 2013). Adanya pelaksanaan tax service dan tax enforcement yang terjadi akibat kondisi administrasi perpajakan akan sangat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak (Rahman, 2011). Jika sistem administrasi perpajakan dan sanksi perpajakan yang diterapkan secara tegas dapat menunjukan dan mendeteksi Wajib Pajak (WP) yang tidak melakukan tugas-tugas pajaknya maka kepatuhan wajib pajak didorong peningkatannya (Rosdiana,dkk,2011). Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi perpajakan untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh instansi pemerintah yaitu direktorat jendral pajak yang secara struktural berada dibawah departemen keuangan. Misi yang dilakukan adalah misi fiskal, yaitu untuk mengumpulkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang dapat menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisien yang tinggi (Setiana, 2010). Direktorat Jendral (Dirjen) pajak yang merupakan instansi pemerintah dibawah kementrian keuangan Republik Indonesia berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan melakukan reformasi pajak yang bertujuan agar sistem perpajakan dapat mengalami penyederhanaan yang mencakup tarif pajak. Hal ini tercantum dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan dan peraturan terbaru 162/PMK.011/2012 tentang tarif PTKP Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang “ketentuan umum dan tata cara perpajakan “menyebutkan bahwa wajib pajak pribadi maupun badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (Ramadiansyah, 2014). Hal lain yang perlu diketahui adalah sistem administrasi perpajakan modern juga merangkul kemajuan teknologi terbaru diantaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakn (SIP) dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dan workflow system dengan berbagai modul otomasi kantor serta berbagai pelayanan dengan basis e-system seperti e-SPT, e-Filling, ePayment, e-Registration dan e-Concelling yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif ditunjang dengan penerapan kode etik pegawai direktorat jendral pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas (Setiana, 2010). Moderenisasi sendiri meliputi 3 hal, yakni reformasi kebijakan, administrasi dan pengawasan. 1. Reformasi kebijakan ditempuh melalui amandemen UU perpajakan yakni UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan, UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung. 2. Reformasi administrasi terkait organisasi, teknologi informasi dan sumber daya manusia. Dalam bidang organisasi, kini telah dilakukan perubahan struktur organisasi dari berdasarkan per jenis pelayanan menjadi organisasi dengan struktur berdasarkan fungsi dengan menggabungkan ketiga kantor (KPP, KPPBB, dan Karipka) menjadi KPP Pratama. Selain KPP Pratama
juga terdapat KPP Madya disetiap kantor wilayah dan melayani Wajib Pajak (WP). 3. Bidang pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional. Di bidang pengawasan, dibangun bank data perpajakan nasional sebagai upaya menyeimbangkan pelaksanaan sistem pemungutan pajak. Menurut sejarah reformasi perpajakan, Direktorat Jendral Pajak telah melakukan reformasi besar-besaran pertama kali pada tahun 1983 dengan merubah sistem pemungutan pajak dari semula official assesment system menjadi self assesment system yang pada waktu itu kantor pajak masih dinamakan Kantor Inspeksi Pajak, peraturan tersebut berupaya agar kepatuhan Wajib Pajak lebih bersifat suka rela (voluntary). Sofyan (2005) menyatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern pertama kali ditandai dengan dibentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu dan KPP Wajib Pajak Besar Dua yang mulai beroperasi sejak 9 September 2002. Kanwil dan KPP Pajak Besar secara khusus menangani administrasi perpajakan Wajib Pajak besar badan tingkat nasional dengan kriteria peredaran usaha, pembayaran pajak atau jumlah tunggakan pajak yang terbesar. Sampai saat ini perbaikan-perbaikan terhadap sistem administrasi perpajakan masih terus dilakukan guna peningkatan kepatuhan wajib pajak. Konsep modernisasi administrasi perpajakan pada prinsipnya adalah merupakan perubahan pada sistem administrasi perpajakan yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi suatu institusi yang
profesional dengan citra yang baik di masyarakat. Menurut Rahayu dan Lingga (2009), program reformasi administrasi perpajakan diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi yang dirancang berdasarkan fungsi tidak lagi menurut seksiseksi berdasarkan jenis pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak (WP) melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan Wajib Pajak (WP). Sistem administrasi pajak modern juga mengikuti kemajuan teknologi dengan pelayanan yang berbasis e-system seperti eSPT, e-Filling, e-Payment, dan e-Registration yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif yang ditunjang dengan penerapqan kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas dan pelaksanaan good governance. Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem modernisasi administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak (WP) adalah simplicity, dimana alur pekerjaan lebih sederhana dengan bantuan Account Representative; certainity yaitu terdapat kepastian dalam melaknakan peraturan perpajakan didukung bidang pelayanan dan penyuluhan di Kanwil serta seksin pelayanan KPP. Menurut Repina, Jerry dan Carolin (2011) terdapat bebrapa kriteria dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, diantaranya : 1. Peningkatan kepatuhan para pembayar pajak, dan 2. Pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal.
Menurut Nasucha (2004), pengukuran efektivitas administrasi perpajakan yang lebih akurat adalah dengan mengukur berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dari potensi pajak dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan. Pada dasarnya kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat dinilai dari sikap Wajib Pajak (WP) terhadap kepatuhan dalam mendaftarkan diri, menghitung pajaknya, menyetor maupun menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), dan kepatuhan dalam pembayaran pajak. Beberapa karakteristik modernisasi administrasi perpajakan adalah seluruh kegiatan administrasi dilaksanakan melalui sistem administrasi yang berbasis teknologi terkini, seluruh wajib pajak diwajibkan membayar melalui kantor penerimaan secara on-line, seluruh Wajib Pajak (WP) diwajibkan melaporkan kewajiban perpajakannya dengan menggunakan media computer (e-SPT) dan monitoring kepatuhan Wajib Pajak (WP) dilaksanakan secara intensif. Ditjen pajak sebagai organisasi pemerintah yang diberi wewenang untuk mengelola perpajakan menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya improvisasi dibidang teknologi informasi, dinamika yang berkembang dimasyarakat terutama dinamika bisnis tidak akan dapat diantisipasi (Prawirodidirdjo, 2007). Yang lebih penting lagi, pemanfaatan informasi teknologi secara maksimal akan mendukung program transparasi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisir. Dukungan teknologi informasi dapat mempercepat proses pelayanan dan pemeriksaan. Dengan pengembangan basis data dalam jaringan
online memungkinkan kecepatan akses informasi dan pelayanan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran pajak secara online yang menjadikan proses administrasinya menjadi jauh lebih sederhana. Menurut Nasucha dalam Sofyan (2005) terdapat empat dimensi dari reformasi administrasi perpajakan, yaitu struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, kebudayaan organisasi. Pelaksanaan permodernisasian administrasi perpajakan merupaka reformasi yang dilakukan oleh Dirjen Pajak yakni berupa perubahan yang dilakukan pada struktur organisasi kantor pelayanan pajak yang awalnya berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan dengan pembentukan
account
representative dan compliant center, kemajuan teknologi dengan adanya pelayanan berbasis e-system, serta diterapkannya Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Repina, dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan Putu dan Supadmi (2016) dalam penelitiannya tentang pengaruh modernisasi sistem administrasi dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak (berkaitan dengan judul) menunjukan bahwa struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi,budaya organisasi, sanksi perpajakan terdapat pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Yenni dan Sudjiarto (2013) dalam penelitiannya tentang pengaruh postur motivasi terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi mengatakan bahwa commitment, disengagement dan game playing berpengaruh terhadap adanya kepatuhan wajib pajak, Sedangkan hasil penelitian juga menunjukan bahwa capitulation dan resistance tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Riano dan abdul (2015) tentang pengaruh pemahaman pajak, kualitas pelayanan dan sanksi pajak terhadap kepatuhan pajak menunjukan bahwa pemahaman wajib pajak dan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sanksi perpajakan juga menunjukan bahwa berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Erny Yohana dan Irene (2015) dalam melakukan penelitiannya tentang pengaruh modernisasi terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Merauke mengatakan bahwa sanksi pajak, sistem administrasi perpajakan, dan kode etik berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, fasilitas layanan dengan teknologi informasi juga berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Oktaviane
Lidya
(2013)
dalam
penelitiannya
tentang
sosialisasi
perpajakan, pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan WP OP di KPP Manado dan KPP Bitung mengatakan bahwa pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian mengenai kepatuhan wajib pajak sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dibawah ini ringkasan mengenai penelitian terdahulu sebagai berikut: Variabel struktur organisasi, prosedur organisasi,strategi organisasi, budaya organisasi, yang di teliti oleh Putu dan Supadmi (2016) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. variabel sanksi perpajakan yang di teliti oleh Putu dan Supadmi (2016), Riano dan Abdul (2015) serta Erny Yohana dan Irene (2015) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan yang diteliti oleh Oktaviane Lidya (2013) sanksi perpajakan tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Yenni dan Sudjiarto (2013) menyatakan
bahwa
variabel
commitment,
capitulation,
resistance,
disengagement dan game playing berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Variabel yang diteliti oleh Riano dan Abdul (2015) bahwa pemahaman wajib pajak dan kualitas pelayanan
berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak. Variabel sistem administrasi perpajakan, fasilitas layanan dengan teknologi informasi dan kode etik yang di teliti oleh Erny Yohana dan Irene menyatakan bahwa variabel tersebut berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Oktaviane Lidya (2013) meneliti bahwa variabel sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap kaputahan wajib pajak, sedangkan variabel pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini mencoba untuk mereplikasi penelitian dari Putu dan Supadmi (2016) yang menggunakan variabel independen yaitu Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi, Budaya Organisasi dan Sanksi Perpajakan, dan variabel dependen adalah Kepatuhan Wajib Pajak. Sampel yang di pilih adalah perwakilan responden dari Wajib Pajak (WP) OP efektif yang terdaftar di KPP Pratama Depansar Timur hingga 2014. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Putu dan Supadmi (2016) adalah dengan memperluas wilayah penelitian dan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah responden dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) efektif yang terdaftar di KPP Pratama Kota Semarang hingga tahun 2016. Penelitian ini merupakan replikasi dari peneliti Putu dan
Supadmi (2016) dengan menggunakan variabel independen struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, budaya organisasi dan sanksi perpajakan, sedangkan variabel dependen kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas , maka penelitian ini akan di beri judul “PENGARUH MODERNISASI SISTEM ADMINISTRASI DAN SANKSI PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Empiris pada Wajib Pajak OP yang terdaftar di KPP Kota Semarang) ”. 1.2 Rumusan Masalah Kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor terpenting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selain memacu kinerja pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara Negara di bidang perpajakan. Penelitian ini didasarkan karena adanya research gap dari penelitianpenelitian yang dahulu menunjukan hasil yang berbeda-beda dan tidak konsisten. Berdasarkan uraian di permasalahan dalam peneliti tersebut, maka penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut? 1. Apakah Struktur Organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?
2. Apakah Prosedur Organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 3. Apakah Strategi Organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 4. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 5. Apakah Sanksi Perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk menguji secara empiris dan menganalis pengaruh Struktur Organisasi terhadap kepatuhan wajib pajak? 2. Untuk menguji secara empiris dan menganalis pengaruh Prosedur Organisasi terhadap kepatuhan wajib pajak? 3. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh Strategi Organisasi terhadap kepatuhan wajib pajak? 4. Untuk menguji secara empiris dan menganalis pengaruh Budaya Organisasi terhadap kepatuhan wajib pajak? 5. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak? 1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Bagi Manajemen Perusahaan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan konsep terhadap kepatuhan wajib pajak pada wajib pajak badan maupun orang pribadi ,
sehingga dapat menjadi acuan dalam perhitungan,pembayaran maupun pelaporan dengan benar dan tepat. 2. Bagi Akademis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan ilmiah dan informasi yang berguna serta sebagai bahan referensi untuk penelitian dimasa yang akan tentang perpajakan. 3. Bagi Peneliti Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti mengenai kepatuhan wajib pajak serta faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
BAB III METODE PENELITIAN
1.1
Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional Variabel
1.1.1 Variabel Penelitian Variabel yang menghubungkan variabel 1 (satu) dengan variabel yang lain dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain (Indriantoro dan Supomo, 1999). Variabel independen dalam penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel, yaitu struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, budaya organisasi dan sanksi perpajakan. 2. Variabel dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 1999). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak. 3.1.2
Definisi Operasional Variabel
1. Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan unsur yang berkaitan dengan polapola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan pada sub unit-sub unit terpisah, pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal (Rahayu, 2009).
2. Prosedur Organisasi Lazzaro dalam Fitriah (2011) mengemukakan bahwa prosedur organisasi adalah perincican langkah-langkah atau tahapan-tahapan dari sistem dan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif. 3. Strategi Organisasi Strategi organisasi merupakan suatu proses penyusunan cara atau langkah atau uapaya yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam peluang, sumber daya dan keadaan lingkungan untuk mencapai tujuan dari organisasi (Sofyan, 2005). 4. Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan nilai-nilai kepercayaan yang tumbuh didalam suatu organisasi yang secara tidak langsung menjadi sebuah kebiasaan bagi para anggotanya (Sofyan, 2005). 5. Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti, ditaati, dan dipatuhi. Dengan kata lain sanksi merupakan alat pencegah (prepentive) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2008).
6. Kepatuhan Wahib Pajak
Menurut Erard dan Feinstein yang di kutip oleh Chaizi Nasucha dan di kemukakan kembali oleh Siti Kurnia (2006) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu (2010) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai sutau keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
1.
Struktur Organ isasi
Definisi
Unsur yang berkaitan
Indikator
a. Struktur Organisasi KPP modern dengan pola-pola berubah berdasarkan fungsi peran yang sudah pelayanan,dll. b. Adanya Account ditentukan & Representative yaitu membimbing hubungan antar WP dalam melaksanakan peran, alokasi kewajiban perpajaknnya. kegiatan pada sub c. Kemudahan pelayanan dengan unit terpisah, adanya Account Representative. pendistribusian d. Adanya rekening WP dapat wewenang membantu pengawasan setiap diantara posisi WP administratif, dan
Sumber Rahayu (2009)
jaringan komunikasi formal 2.
Prosedur Organ isasi
Perincian langkahlangkah atau tahapan-tahapan dari sistem dan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif
3.
Strategi Organ isasi
Proses penyusunan upaya yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam peluang, sumber
a. Prosedur pelayanan & pemeriksaan dalam mengisi SSP dan pelaporan lebih sederhana. b. Prosedur pelayanan & pengisian dan penyampaian SPT tidak berbelitbelit. c. Pelayanan dan pemeriksaan melalui program komputerisasi telah dijalankan. d. Pelayanan & pengawasan administrasi pajak melalui 1 pintu pelayanan. e. Fasilitas yang diberikan pada KPP sudah memadai WP. a. Adanya kampanye sadar & peduli pajak sehingga dapat meningkatkan kesadaran. b. Adanya pembayaran pacak secara online dapat menurunkan biaya administrasi dan biaya kepatuhan.
Lazzaro (2011)
Sofyan (2005)
daya dan lingkungan untuk mencapai tujuan dari organisasi
4.
Budaya
Nilai-nilai kepercayaan
Organ
yang tumbuh
isasi
dalam suatu organisasi yang secara tidak langsung menjadi sebuah kebiasaan bagi para
c. Penggiatan penerimaan pajak dengan melakulan pemungutan pajak melalui pemblokiran rek. d. Meningkatkan aktivitas penyidik anak sipidana dibidang perpajakan untuk memberikan efek jera. e. Mengadakan pelatihan mengenai motode dan teknik pelayanan prima kepada petugas pajak. a. Petugas menguasai peraturan pajak. b. Petugas pajak disiplin waktu dengan pekerjaan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. c. Petugas pajak kompeten dalam tugasnya. d. SDM yang profesional dan berkualitas.
Sofyan (2005)
anggotanya
5.
Sanksi Perpaj
Jaminan bahwa ketentuan
a. Sanksi pajak sangat diperlukan agar WP disiplin dalam mematuhi
Mardias mo
akan
peraturan perundang-
b.
undangan perpajakan akan dituruti, ditaati, c. dan dipatuhi
d.
6.
Kepatuhan
Rasa bersalah dan malu,
Wajib
persepsi wajib
Pajak
pajak atas kewajaran dan
a.
b.
keadilan beban c. pajak yang mereka tanggung d. dan pengaruh kepuasan terhadap
e.
pelayanan pemerintah
Sumber : disarikan dari berbagai buku dan jurnal.
f.
kewajiban pajaknya. Pengenaan sanksi sudah dilaksanakan dengan tegas kepada semua WP yang melakukan pelanggaran. Sanksi yang diberikan kepada WP sudah sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan. Penerapan sanksi pajak sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. untuk mendapatkan NPWP mendaftarkan diri secara sukarela di KPP melaporkan SPT yang diisi dengan tepat waktu membayar & menghitung pajak sudah benar dan tepat waktu. Mengisi SSP/SPT sesuai dengan peraturan UU. Membayar kekurangan pajak yang ada sebelum pemeriksaan. Tidak ada tunggakan pajak untuk semua tipe pajak.
(2008)
Siti Kur nia (2006)
1.2
Populasi Dan Sampel Populasi (population) yaitu kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak (WP) orang Pribadi (OP) yang terdaftar di KPP Pratama Kota Semarang, KPP pratama di anggap bisa mewakili atau mempresentasikan dari sektor yang lain untuk di ambil sebagai sampel. Diharapakan hasil penelitian dapat mewakili seluruh KPP Pratama yang lainnya. Sedangkan penelitian mengambil periode tahun 2015 karena menggambarkan kondisi Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai (WP) , diharapkan hasil penelitian ini lebih relevan dengan kondisi Wajib Pajak (WP) saat ini. Sampel adalah sebagian dari anggota populasi atau disebut dengan elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 1999). Pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga peneliti terhadap sampel dan pemahaman tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat kita dapat menggeneralisirkan sifat atau karakteristik tersebut pada elemen populasi (Sekaran, 2006). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan nonprobability sampling dengan metode convenience sampling, sampel yang digunakan merupakan perwakilan responden dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) efektif yang terdapat di KPP Pratama Semarang hingga tahun 2015.
1.3
Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yaitu individu atau perseorangan yang membutuhkan pengelolaan lebih lanjut seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner (Sofyan, 2005). Data primer dalam penelitian ini berupa kuesioner yang di gunakan untuk menghitung variabel-variabel terkait dalam penelitian ini.
1.4
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik angket atau kuesioner sebagai metode pengumpulan data. Kuesioner diberikan kepada responden secara langsung dilokasi penelitian dan hasil kuesioner akan diolah sebagai data pendukung hipotesis. Data ini dikumpulkan dari kuesioner-kuesioner dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) di KPP Pratama Kota Semarang.
1.5
Metode Analisis Metode analisa dalam penelitian ini menggunakan
metode
pendekatan kuantitatif berbentuk kausal. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh modernisasi sistem administrasi dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Kota Semarang. Metode pendekatan kuantitatif menekankan pada pengujian teori-teori menggunakan variabelvariabel penelitian dengan angka dan melakukan teknik analisi data dengan
prosedur statistik. Statistik digunakan untuk menganalisis data guna menarik kesimpulan hasil penelitian. 1.5.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2012:19).
1.5.2 Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2011:52). Mengukur validasi dapat dilakukan 3 (Tiga) cara : 1. Melakukan korelasi antar skor butirpertanyaan dengan total skor kostruk atau variabel. 2. Uji validasi dapat juga dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate antara 3. masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. 4. Uji dengan Confirmation Factor Analiysis (CFA). 1.5.3
Uji Reliabilitas Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu kewaktu (Ghozali, 2012:47). 1.5.4 Uji Asumsi Klasik Penggunaan metode analisa regresi linier berganda memerlukan asumsi klasik yang secara statistik harus terpenuhi. Uji asumsi klasik dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis untuk menguji kelayakan data. 3.5.4.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak dengan analisis grafik atau uji statistik (Ghozali, 2012:160). a. Analisis Grafik Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2012:160). Dasar pengambilan keputusan : Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola dustribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas Ghozali, 2012:163). b.
Analisis Statistik Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) (Ghozali, 2012:164). Hasil dari pengujian Kolmogorov-Smirnov, apabila Asymp. Sig. (2-tailed) nilai signifikansinya ≥ 0,05 maka dikatakan distribusi data normal, sebaliknya jika nilai signifikansinya ≤ 0,05 maka dikatakan distribusi data tidak normal
2.5.4.2 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen(Ghozali, 2012:105). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya, (2) variance inflation
factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cuttoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance< 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2012:105-106). 2.5.4.3 Uji Heterokedastititas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi
yang
baik
adalah
yang
Homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2012:139). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas yaitu dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisisnya jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas, sedangkan jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y maka tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2012:139).
Analisis grafik plots memiliki kelemahan, oleh karena itu untuk menjamin keakuratan hasil, untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat digunakan uji glejser. Uji glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2012:144). Selain itu dapat juga digunakan uji park dengan meregres hasil logaritma dari kuadrat residual dengan variabel independen. Model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas terlihat dari probabilitas signifikansiya di atas tingkat kepercayaan 5% (nilai sig. > 0,05).
1.5.6 Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh 2 (dua) atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linear (Indriantoro dan Supomo, 1999:211). Persamaan regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Y1 = β1X1 + β2X2 + β3X3+ β4X4 + β5X5 + e Keterangan : Y
= Kepatuhan Wajib Pajak
β1, β2, β3, β4, β5
= koefisien regresi variabel independen
X1
= Struktur Organisasi
X2
= Prosedur Organisasi
X3
= Strategi Organisasi
X4
= Kebudayaan Organisasi
X5
= Sanksi Perpajakn
e
= error atau variabel pengganggu
1.5.7 Uji Hipotesis 1.5.7.1 Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat. Kriteria pengambilan keputusan uji statistik F sebagai berikut:
Quick lock : bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan F menurut tabel. Bila F hitung lebih besar daripada nilai F table, maka Ho ditolak dan menerima Ha (Ghozali, 2012:98).
3.5.7.2 Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti dianjurkan menggunakan nilai Adjust R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjust R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2012:97). Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2012:97), jika dalam uji empiris didapat nilai adjust R2 negatif, maka nilai adjust R dianggap bernilai 0 (nol). Secara matematis jika nilai R2 = 1, maka adjust R2 = R2 = 1 sedangkan jika nila R2 = 0, maka adjust R2 = (1-k) / (n-k). Jika k > 1, maka adjust R2 akan bernilai negatif. 3.5.7.3 Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2012:98). Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut : Quick lock : bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat kepercayaan 5%, maka Ho yang menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolut). Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t
tabel, hipotesis alternatif diterima yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.