EFEKTIVITAS INSENTIF PAJAK PENGURANGAN PPh PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYRAN PPh PASAL 29 (PMK NOMOR 124/001/2013) TERHDAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Study Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Batu) Trisno Yakob Killi, 1) Hari Purnomo. 2) Sukarno Himawa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari peraturan pemerintah yang dikeluarkan melalui PMK nomor 124/001/2013 untuk memberikan insentif pajak kepada perusahaan industri. Peraturan Menteri Keuangan tersebut diharapkan` bisa merangsang Wajib Pajak untuk lebih patuh dalam membayar pajak. Penelitian ini mengkaji tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Jenis penelitian ini adalah data kuantitatif dengan menggunakan metode perbandingan antara jumalah penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 tahun 2012.2013 dan 2014 untuk mengetahui apakah jumlah penyetoran pajak mengalami kenaikan atau penurunan. Berdasarkan hasil perbandingan yang diperoleh jumlah penyetoran pajak mengalami penurunan pada tahun 2013 tetapi kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2014 maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Menteri Kuangan nomor 124/001/2013 EFEKTIF. Kata kunci : Insenti Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29, Efektivitas, Kepatuhan Wajib Pajak.
THE EFFECTIVENESS OF REDUCING TAX INCENTIVE PPh (Income Tax) ARTICLE 25 AND SUSPENSION OF PAYMENTS PPh ARTICLE 29 (PMK No. 124/001/2013) TO TAXPAYER COMPLIANCE (Case Study Tax Office Pratama Batu City) Trisno Yakob Killi, 1)HariPurnomo. 2) Sukarno Himawa Accounting Department Faculty of Economics University of Tribhuwana Tunggadewi Malang Email:
[email protected]
ABSTRACT This study aims to determine the effectiveness of government regulation issued by Regulation of the Minister of Finance (PMK) number 124/001/2013 to provide tax incentive to industrial company. The Regulation of the Minister of Finance is expected 'can stimulate' taxpayer to be more obedient in paying tax. This study examines the level of Taxpayer compliance. This type of research is quantitative data by using comparison method between the amount of payment/deposit Income Tax Article 25 and 29 in 2012, 2013 and 2014 to determine whether the amount of the tax payment has increased or decreased. Based on the comparison result obtained, the amount of the tax payment decreased in 2013 but then increased in 2014, it can be concluded that the policy of the Ministry of Finance number 124/001/2013 EFFECTIVE.
Keywords: Tax Incentive, Income Tax Article 25 and 29, Effectiveness, Taxpayer Compliance
PENDAHULUAN Pada tahun 2013 pemerintah mengeluarkan peraturan lewat Peraturan Menteri Keuangan (124/PMK 001/2013) tentang insentif pajak terhadap orang pribadi maupun badan. Insentifnya berupa pengurangan PPh pasal 25 sebesar 25% untuk perusahaan yang belum melakkan kegiatan ekspor dan 50% untuk perusahaan yang sudah melakukan kegiatan ekspor dan juga penundaan pembayaran untuk pajak akhir tahun atau PPh pasal 29. Pemberian insentif ini hanya berlaku untuk perusahaan industri. Ketentuan pasal 25 undangundang pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, jadi pembayaran pajak terutang PPh pasal 25 dibayar setiap bulan. Pajak Penghasilan pasal 29 adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) maupun Badan. PPh pasal 29 adalah utang pajak akhir tahun yang harus dibayar. Untuk PPh pasal 29 pemerintah memberikan insentif selama tiga bulan untuk membayar pajak selam satu tahun masa pajak dan juga penghapusan biaya administrasi keterlambatan penyetoran pajak. Batas waktu pelunasan PPh pasal 29 sebelum ada peraturan dari pemerintah adalah sampe bulan maret tahun berikutnya
namun setelah ada peraturan tersebut batasa waktu ditambahkan tiga bulan lagi sampai bulan juni. Tujuan dari pemerintah memberikan insentif lewat PMK 124/001/2013 adalah untuk merangsang Wajib Pajak untuk lebih giat lagi menyetor pajak kepada pemerintah dan tidak merasa terbebani dengan pajak yang akan dibayar karena pemerintah sudah mengurangi PPh pasal 25 dan menambah jangka waktu untuk melunasi pajak akhir tahun. Menurut Direktorat Jendral Pajak di Indonesia dalam pembahasan APBN pada tahun 2013 hanya sekitar 30% Wajib Pajak yang mau bayar pajak. Kata inssentif sendiri dalam kamus bahasa Indonesia adalah merangsang atau mendorong, sehingga bisa menstabilakan perekonomian Indonesia dengan sering adanya gejolak dari rupiah yang tidak menentu dan juga untuk meningkatkan daya saing industry dalam negeri maupun luar negeri untuk menambah pemasukan Negara lewat pajak. Dari semua kemudahan yang telah diberikan oleh pemerintah dengan cara meringankan pembayaran pajak peghasilan pasal 25 dan penundaan pembayaran untuk pajak penghasilan pasal 29 bisa merangsang Wajib Pajak untuk lebih patuh dalam
menyetor pajak dan apakah cara ini efektif atau justru merugikan Negara karena jumlah pajak yang dikurangi atau dipotong sebangai insentif TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sutrisno (2000-2007) tentang insentif pajak penghasilan yang mengukur tingkat kepuasan pada perusahaan penanam modal asing untuk menambah modalnya dalam negeri. Perbedaan antara penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang adalah tentang pemebrian insentif, peneliti terdahulu meneliti pemeberian insentif berupa 1. Penusutan amortisasi dipercepat 2. Pengurangan penghasilan bersih sebesar 30% dari jumlah penanaman modal, dibebankan selama enam tahun masing 5% per tahun. 3. Perpanjangn kompensansi kerugian dari lima tahun menjadi sepuluh tahun. 4. Pengenaan PPh atas devidenyang dibayarkan kepada subyek pajak luar negeri sebesar 10% dengan tariff yang lebih rendah.
Sedangkan untuk peneliti sekarang pemberian insentif berupa 1. Pengurangn PPh pasal 25 sebesar 25% untuk perusahaan industri yang belum melakukan kegitan ekspor sedangkan yang sudah melakukan kegiatan ekspor dikurangi sebsar 50% 2. Penundaan pelunasan pemabayaran pajak terutang akhir tahun atau PPh pasal pasal 29 diberikan tambahan waktu 3 bulan. 2.2 Pengertian Insentif insentif adalah sarana memotivasi berupa materi yang diberikan sebagai suatu perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam organisasi (Gorda 2004:141) Bentuk-bentuk Insentif Menurut Koontz (1986:648) insentif bisa diberikan dalam bebrapa bentuk yaitu : 1. Uang Karena uang merupakan elemen penting dalam dalam kehidupan manusia sehingga uang juga bisa meningkatkan kinerja sesorang. 2. Lingkungan Kerja yang Baik
Memperhatikan kenyamanan seorang pekerja sehingga pekerja tersebut merasa dihargai dan bersemangat untuk kerja. 3. Partisipasi Cara ini dapat memberikan dorongan yang kuat untuk meningkatkan kesadaran melakukan tugas yaitu dengan memberikan perhatian dan kesemppatan untuk berkomunikasi dengan atasan. Insentif Pajak kebijakan insentif pajak memeng merupakan sesuatu yang diharapkan oleh para pengusaha atau pelaku ekonomi di tanah air. Dengan insentif pajak dalam artian adanya pemotongan, pembebasan atau penundaan pembayaran pajak, maka keuntungan pengusaha atau pelaku ekonomi menjadi lebih besar dan memberikan dorongan lebih kuat untuk melakasanakan aktivitas produksi. Dengan demikian akttivitas ekonomi akan menjadi lebih berkembang. Menurut Laffer (1970:125) pemotongan pajal (tax cuts) dapat meningkatakan penerimaan pemerintah. Logikanya jika pajak terlalu tinggi, orang malas untuk berproduksi, melaksanakan aktivitas ekonomi ataupun investasi karena
keuntungan atau pendapatan yang akan didapatkan akan terasa kecil karena pajak yang ditarik terlalu tinggi. 2.3 Pengertian Efektivitas Efektivitas berbeda dengan efisien tetapi orang sering menyamakanya padahal suatu rencana atau sasaran yang telah dicapai dikatakan efisien belum tentu efektif artinya bisa saja sesuatu yang direncanakan berjalan lancer sesuai dengan tujuan tetapi masi banyak hal berupa barang atau uang dipertaruhkan yang tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh maka hal ini tidak efektif. Efektif disini menurut Sedarmawati (2010 :59) yang mengatakan efektif adalah alat untuk memberikan suatu gamabaran untuk mengetahui rencana atau target yang sudah dicapai. Efektif disini dilihat pada hasil atau keluaran (output) sedangakan untuk masukan (input) kurang diperhatikan. Adapun kriterian atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif sebagaimana yang dikemukakan oleh Siagian (1978 :77) yaitu: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisa dan perumusan yang mantap 4. Perencanaan yang matang 5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya saran dan prasaran kerja. 7. Pelaksaan yang efektif dan efesien 8. Sistim pengawsan dan pengendalian yang tepat. 2.4 Kepatuhan Wajib Pajak Definisi kepatuhan menurut Guandi (2005:5) adalah Kepatuhan (tax compliance) berarti Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi hukum maupun administrasi. Kepatuhan memnuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment syste, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Nurmantu (2003:86) terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan material dan
kepatuhan formal. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara subtantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Sedangakan yang dimaksud kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakn secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. Pengertian Wajb Pajak Pengertian Wajib Pajak termuat dalam pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan yaitu : Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi membayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakn sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak yang terdaftar di Kantor pelayanan Pajak ada dua jenis yaitu Wajib Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Wajib pajak mempunyai identitas beruapa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai penanda dalam melaksanakn hak dan kewajiban dibidang perpajakan.
Sanksi untuk PPh Pasal 25 2.5 Pajak Penghasilan pasal 25 (PPh pasal 25) sekali yang dituangkan dalam SPT tahunan. Karena perhitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka perhitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat. Dengan cara demikian tentu saja jumlah PPh terhutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pemabayaran tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan maka dibuatlah meknisme pembayaran pajakdimuka atau pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25. Adapun pengertian PPh pasal 25 menurut Suprano (2005:76) besarnya pajak terutang tahun sebelumnya, dan berakhir periode ketika diketahui besarnya pajak yang terutang disesuaikan dengan pajak yang sudah dibayar bersifat angsuran. Pengertian lain menurut Waluyo (2003:204) dijelaskan pengertian PPh pasal 25 yaitu pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar maka WP akan akan dikenai bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Sesuai dengan Pasal 9 ayat 2a UU KUP, WP dikenakan bunga 2% Pajak Penghasilan Pasal 29 Menurut UU. No.36 tahun 2008 Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah PPh kurang bayar (KB) yang tercantum dalam SPT tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh pasal 21,22,23,24 dan 25) dalam hal ini Wajib Pajak harus melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemeberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disamapaikan apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 Maret 30 April bagi Wajib Pajak Badan (WPB) setelah tahun pajak berakhir. METODE PENELITIAN Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmia untuk mendapatkan data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Dan untuk
mencapai tujuan tersebut maka diperlukan suatu metode yang tepat dan relavan demi tujuan yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan data kualitatif berupa data penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan data pajak akhir tahun. Tujuan dari metode penelitian ini adalah membandingkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Penghasilan pasal 25 khususnya perusahaan industri yang mendapatkan insentif pajak yaitu dalam PMK (124/001/2013). Data yang diambil adalah data penyetoran atau pembayaran pajak tahun 2012,2013,dan 2014. 2.6 Tempat Penelitian
dan
Waktu
Peneliti akan melakukan penelitian di Kantor Pelayan Pajak Pratama Batu pada kantor Wilaya DJP Jawa Timur III yang beralamat di Jl. Letjen S. Parman No.100 Malang. Tahap-tahap untuk menganalisis data dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengelompokan data pembayaran pajak untuk PPh pasal 25 atau anggusaran pajak tiap bulan dan pembayaran PPh pasal 29 pajak akhir tahun.
Untuk tahun 2012,2013 dan tahun 2014 dari KPP Pratam Batu. 2. Menganalisis data-data tersebut mengunakan metode perbandingan untuk mendapatkan perbandingan antara tingkat kepatuhan pembayaran PPh pasal 25 dan pasal 29 apakah mengalami peningkatan atau penurunan 3. Menarik kesimpulan dan saran dari hasil analisa tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Seperti penjelasan pada bagian yang ke tiga dibagian empat ini peneliti akan membahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan di KPP Pratama Batu tenntang kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak terutama untuk PPh pasal 25 dan pajak akhir tahun PPH pasal 29. Dari data yang diperoleh maka peneliti menggunakan analisa deskritif untuk mendeskripsikan data untuk penyetoran PPh pasal 25 dan hasilnya adalah sebagai berikut : Jumlah penyetoran PPh pasal 25 untuk tahun 2012 wilaya kota Batu khusunya untuk perusahaan Industri adalah Rp. 26.292.031, itu dengan 102 kali angsuran untuk 10 perusahaan Industri.
Dan untuk tahun 2013 hasil analisanya menunjukan bahwa jumlah penyetoran PPh pasal 25 sebesar Rp.25.667.457. dengan 108 kali angsuran. Untuk tahun 2014 analisanya menunjukan jumlah anggusaran PPh pasal 25 sebesar Rp.35.884.733dengan jumlah angsuran 108 kali.
digabungkan dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dibayarkan tiap bulan. Berikut adalah datanya : Tahun 2012 (Rp)
Tahun 2013 (Rp)
1,638,260.00
1,964,747.00
1,793,210.00
1,927,347.00
12,788,393.00
2,030,347.00
5,369,143.00
2,434,836.00
2,040,113.00
2,855,072.00
1,928,363.00
2,726,522.00
1,993,180.00
4,002,609.00
1,938,363.00
1,997,339.00
1,966,747.00
1,892,193.00
1,966,747.00
1,448,720.00
33,422,519.00
23,279,732.00
Tahun 2014 (Rp) 1,401,320.00 1,023,000.00
Tabel perbandingan penyetoran PPh pasl 25
913,000.00 3,393,800.00
PERBANDINGAN PENYETORAN PPh PASAL 25 40000000
Series1
1,493,800.00 5,453,800.00 1,453,800.00
20000000
1,492,800.00
0 tahun 2012 tahun 2013 tahun 2014
Dari perbandingan pada tabel di atas dapat disimpulakan bahwa dat penyetoran PPh pasal 25 dua tahun terakhir yaitu tahun 2012 dan 2013 tidak mengalami peningkatan signifikan sesuai dengan harapan pemerintah namun pada tahun 2014 jumlah penyetoran mengalami peningkatan. Hasil untuk Pajak Penghasilan pasal 29 Seoerti penjelasan pada bab III seblumnya peneliti akan menganalisi pajak akhir tahun menggunakan analisa deskriptif yang kemudian akan
2,493,800.00 1,483,800.00 20,602,920.00
Berikut adalah perbandingan penyetoran PPh pasal 29 tahun 2012,2013 dan 2014 :
60.000.000,00 50.000.000,00 40.000.000,00 30.000.000,00 20.000.000,00 10.000.000,00 -
Series1
Jika dilihat dari perbandingan di atas maka jumlah penyetoran pajak untuk perusahaan industri justru mengalami penurunan tiap tahun dari tahun 2012 yaitu dengan jumlah Rp.50.625.175, menurun pada tahun 2013 dengan jumlah Rp.40.637.023 dan pada tahun 2014 jumlah penyetoran PPh pasal 25 semakin menurun yaitu dngan jumlah Rp.37.868.520. Jika digabungkan antara jumalh penyetoran PPh pasal 25 dan PPh pasal 29 maka jumlah akan seperti tabel dibawa ini. 2012 (Rp)
2013 (Rp)
Jumlah penyetoran PPh 25 pada tahun 2012 adalah Rp.26.292.013 kemudian dijumlahkan dengan penyetoran PPh pasal 29 akhir tahun 2012 dengan jumlah Rp.50.625.175 maka hasilnya adalah Rp.76.917.188. Jumlah penyetoran PPh 25 pada tahun 2013 jumlahnya adalah Rp. 25.667.457 dan ditambahkan dengan pajak akhir tahun atau PPh pasal 29 yang jumlahnya adalah Rp.40.637.023 maka hasilnya adalah Rp. 66.304.480. Tahun 2014 jumlah penyetoran untuk PPh pasal 25 adalah Rp.35.884.733 dan untuk PPh pasal 29 adalah Rp.37.868.520 maka jumlahnya adalah Rp.73.753.253. Berikut adalah tabel perbandingan jumlah setelah digabungkan antara PPh pasal 25 dan PPh pasl 29 : 80.000.000,00 75.000.000,00
2014 (Rp)
70.000.000,00 PPh 25
26,292,013.00
PPh29
50,625,175.00
25,667,457.00
Jumlah
76,917,188.00
35,884,733.00 65.000.000,00
40,637,023.00
37,868,520.00
66,304,480.00
73,753,253.00
Penggabungan antara PPh pasal 25 dan PPh pasal 29 tiga tahun terakhir untuk mengetahui efektivitas insentif pajak lewat PMK nomor 124/001/2013 hasilnya adalah sebagai berikut:
60.000.000,00
Series1
Jika dillihat dari diagram di atas bisa disimpulkan bahwa jumlah pajak yang diterima oleh KPP pratama Batu pada tahun justru paling tinggi adalah pada tahun 2012 dengan jumlah Rp.76.917.188 dan mengalami
penurunan drastis pada tahun 2013 yaitu hanya Rp.66.304.480. pada tahun 2014 meningkat kembali menjadi Rp.73.753253. 4.2 Pembahasan Seperti teorinya Effendi (2005:25) yang mengemukakan bahwa Efektivitas adalah pencapain tujuan yang telah direncanakan dengan waktu yang tepat, biaya yang tepat dan jumlah yang tetap sesuai dengan yang direncanakan. Maka jika dilihhat dari hasil analisa diatas maka kebijakan pemerintah dalam memberikan insentif dikatakan efektif untuk merangsang Wajib Pajak dalam membayar pajak karean pada tahun 2013 jumlah penyetoran untuk Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 mengalami penurunan tetapi dengan adanya aturan lewat PMK Nomor 124/001/2013 jumlah penyetoran pajak pada tahun 2014 mengalami peningkatan maka aturan ini Efektif. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perbandingan antara penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 tahun 2012, 2013 dan 2014 mendapatkan hasil yaitu pada tahun 2013 jumlah penyetoran pajak mengalami penurunan maka pemerintah mengambil kebijakan dengan cara mengeluarkan peraturan lewat PMK Nomor 124/001/2013 untuk merangsang Wajib Pajak untuk
patuh dalam membayar pajak dan aturan ini ternyata EFEKTIF karena pada tahun 2014 jumlah penyetoran pajak mengalami peningkatan. SARAN 1. Untuk pemerintah adalah lebih mensosialisasikan aturan tentang PMK nomor 124/001/2013 kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak sehingga mereka lebih peduli untuk membayar pajak. 2. Untuk masyarakat supaya lebih menyadari pentingnya mambayar pajak karena pemerintah sudah memberikan kemudahan lewat PMK nomor 124/001/2013. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Ferry Syamsul. 2012. Analisis Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Terhadap Pertumbuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Bagi Hasil Pemerintah Daerah Kota Malang. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Edisi Kedelapan, Cetakan Pertama, Citra Umbara, Bandung, 2000 Direktorat Jendral Pajak, 1999. Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor :10. BP. Panca Usaha, Jakarta
Didownload dari : http://www.scribd.com/doc/22186 682/Beberapa-PengertianEfektif-Dan-Efisien. diakses 30 Desember 2011 Gunadi, 2007. Akuntansi Pajak, Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, PT. Gramedia Wydia Sarana Indonesia, Jakarta. Menteri Keuangan. Peraturan Menteri keuangan Nomor 124/PMK/PMK/001/2013 tentang insentif pajak pengurangan PPh 25 dan penundaan pembayaran PPh 29 tahun 2013 Sugyono 2007. Statistik untuk penelitian. Bandung alfabeta Undang – Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000, tentang Pajak Penghasilan, Waluyo,2010. Perpajakan Indonesia, Buku I, Edisi 9, Salemba Empat, Jakarta Walluyo, 2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat