BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
1.1.1
KEADAAN KOTA YOGYAKARTA Kota Yogyakarta merupakan kota yang sangat kaya akan warisan budaya,
masyarakat kota Yogyakarta sebagian besar berkebudayaan jawa yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Budha, Cina, Islam dan Barat atau Belanda. Budaya sebagai aset utama kota Yogyakarta, terutama dalam hubungannya dengan budaya dan pendidikan. Potensi budaya dan karakter masyarakat Yogyakarta sangat mendukung pembangunan khususnya di kota Yogyakarta. Dari konteks geografis, kawasan kota Yogyakarta masuk dalam fisiografi dataran kaki fluvio vulkanik Merapi; topografi relatif datar antara 0 % - 2 %; curah hujan antara 1700 – 2500 mm/th. Dalam regional DIY, kawasan kota Yogyakarta merupakan kawasan perkotaan utama, dimana ibu kota propinsi dan hampir semua simpul perdagangan dan jasa regional terkumpul. Bila kita melihat kota Yogyakrta dari konteks tata ruang, maka pola radial konsentrik ke kota Yogyakarta sangat kentara, mengingat hierarki fungsi kota Yogyakarta dengan kota ditingkat bawahnya cukup timpang. Saat ini kota Yogyakarta dihuni tak kurang dari 480.000 jiwa, sedangkan kota terbesar setelah Yogyakarta yaitu kota Bantul hanya berpenduduk kurang dari 100.000 jiwa. Sedangkan bila kita lihat dari konteks guna lahan, maka mayoritas lahan yang ada di kota Yogyakarta merupakan lahan terbangun, lahan pertanian kurang dari 5%, ruang terbuka diperkirakan mencapai 30% dari luas total kota yogyakarta, meliputi taman kota, lapangan olah raga, bantar sungai dan sedikit lahan pertanian ( di kecamatan Tegalrejo, Umbulharjo, dan Mantrijeron ). Mengenai batas-batas administrasi wilayah adalah sebagai berikut : -
Sebelah Timur dan Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Wonogiri.
1
-
Sebelah Barat dan Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Lautan Hindia ( Lautan Indonesia ) atau dikenal masyarakat sebagai segara kidul. Bentuk keseluruhan Daerah Istimewa Yogyakarta menyerupai segitiga
dengan puncak gunung Merapi setinggi 2911 meter, terletak disebelah Utara, daerah ini terbagi menjadi empat satuan fisiografik, yaitu : (1) Pegunungan Selatan, (2) Gunung Api Merapi, (3) Dataran rendah yang terbentang antara Pegunungan Selatan dengan Pegunungan Kulon progo dan (4) Pegunungan Kulon Progo. Bila kita melihat dari latar belakang singkat kota Yogyakarta yang dipaparkan di atas, maka secara tidak langsung kita bisa menyimpulkan bahwa kota Yogyakarta merupakan kota yang sangat berpotensi untuk dikembangkan diberbagai bidang. Namun, bila kita melihat pada sektor olahraga, maka prestasi kota Yogyakarta masih kurang begitu meyakinkan bila dibandingkan dengan kotakota yang ada di Indonesia. Hal ini bisa kita lihat dari daftar perolehan medali pada kegiatan PON ( Pekan Olahraga Nasional ) dari tahun pertama penyelenggaraan yaitu tahun 1948 hingga PON yang terakhir, yaitu tahun 2004. Selain selalu berpartisipasi pada kegiatan PON, Yogyakarta juga memiliki banyak sekali induk organisasi cabang olahraga yang merupakan organisasi tertinggi suatu cabang olahraga. Dari beberapa pernyataan di atas, seharusnya sektor olahraga yang ada di Yogyakarta bisa lebih dikembangkan lagi, mengingat Yogyakarta memiliki cukup banyak cabang olah raga yang terorganisasi dan potensi yang cukup besar pada bidang olahraga. Salah satu cara untuk dapat mengembangkan prestasi olahraga yang ada di Yogyakarta adalah dengan penyediaan sarana dan prasarana olahraga. Dan salah satu dari sarana dan prasarana tersebut adalah GOR ( Gedung Olah Raga ). GOR merupakan sebuah gedung yang dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan olahraga, yang biasanya kegiatan olahraga tersebut adalah olahraga yang dilakukan di dalam ruangan tertutup. GOR mempunyai dua fungsi
2
utama yaitu untuk pertandingan olahraga dan untuk kegiatan latihan. Biasanya di dalam GOR juga terdapat tiga jenis lapangan yaitu Lapangan Basket, Lapangan Voli dan Lapangan Bulutangkis. Selain ketiga jenis lapangan tersebut, GOR juga harus memiliki berbagai fasilitas dengan berbagai design requirement tertentu yang dapat mendukung berjalannya kegiatan pertandingan maupun latihan olahraga yang dilakukan di dalam GOR, beberapa fasilitas tersebut antara lain adalah ruang ganti atlet, ruang ganti pelatih dan wasit, ruang pemanasan, ruang pengelola lapangan dan lain-lain1. Hingga saat ini, GOR Amongrogo merupakan satu-satunya GOR yang dikelola oleh pemerintah daerah melalui Badan Pengembangan Pemuda dan Olahraga (BPPO) dan bertaraf nasional, GOR Amongrogo juga selalu menjadi pilihan utama sebagai tempat diadakannya event-event olahraga yang berskala nasional. Namun GOR Amongrogo masih memiliki banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Selain itu, kondisi bangunan GOR Amongrogo untuk saat ini juga mengalami kerusakan yang sangat parah, hal ini disebabkan karena bencana alam gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 yang lalu.
1.2
RUMUSAN MASALAH Bagaimana merancang ulang GOR Amongrogo di Yogyakarta dengan mengolah struktur bangunannya sehingga memiliki unsur estetika.
1.3
TUJUAN Merancang ulang GOR Amongrogo di Yogyakarta dengan mengolah struktur bangunannya sehingga memiliki unsur estetika.
1.4
SASARAN 1. Melakukan studi tentang bentuk GOR pada umumnya.
1
Dirjen PU, Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Gedung Olahraga, SK SNI-26-1991-03, Bandung, 1991, hal 5
3
2. Melakukan studi tentang cara mengolah struktur. 3. Melakukan studi tentang jenis-jenis struktur, khususnya struktur bentang panjang.
1.5
LINGKUP PEMBAHASAN 1. Bangunan GOR dibatasi pada penggunaan untuk beberapa cabang olahraga seperti Bola basket, Bola voli, dan Bulu tangkis. 2. Pengolahan struktur dibatasi pada penggunaan material baja dan beton. 3. Prinsip-prinsip struktur dibatasi pada logika struktur bentang panjang. 4. Jenis-jenis struktur dibatasi pada jenis struktur bentang panjang.
1.6
METODE
1.6.1
MENCARI DATA 1. Wawancara. Dilakukan kepada para penikmat olahraga, atlit, dan pengurus GOR yang ada di Yogyakarta. 2. Observasi. Pengamatan langsung pada pertandingan olahraga bola basket yang dilangsungkan di GOR Pangukan Sleman. 3. Studi Pustaka. Mempelajari buku-buku tentang bangunan GOR, ukuran-ukuran standar lapangan, jenis-jenis olahraga, dll.
1.6.2
PERANCANGAN Metode perancangan yang digunakan adalah dengan mengolah struktur banguanan GOR, sehingga nantinya bangunan GOR tersebut memiliki unsur estetika tersendiri.
4
1.7
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB 1 PENDAHULUAN Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN GOR AMONGROGO YOGYAKARTA Berisi tentang analisa kondisi eksisting GOR Amongrogo Yogyakarta, fasilitas fisik serta kegiatan yang dilakukan di dalam GOR Amongrogo Yogyakarta.
BAB 3 TINJAUAN TEORITIS GOR ( Gedung Olah Raga ) Mengungkapkan design requirement GOR, seperti tuntutan arsitektural yang ada di dalam GOR, standar ukuran lapangan yang ada di dalam GOR.
BAB 4 TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENGOLAHAN STRUKTUR Berisi teori tentang jenis-jenis struktur, terutama struktur yang diterapkan pada bangunan GOR, yaitu struktur bentang panjang.
BAB 5 ANALISIS MENUJU KONSEP PERANCANGAN ULANG Mengungkapkan proses untuk menemukan ide-ide perencanaan dan perancangan ulang melalui metode - metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi / site.
BAB 6 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ULANG GOR Mengungkapkan konsep-konsep yang akan ditransformasikan ke dalam rancangan fisik arsitektural.
5