BAB 1 Pendahuluan A. Latar belakang Isu HIV telah menjadi kasus yang yang cukup mengkhawatirkan. Hingga bulan Juni 2011 angka kumulatif penderita HIV/AIDS di DIY mencapai 750 kasus untuk HIV dan 458 kasus untuk AIDS. Kemudian hingga Maret 2013 angka penderita mencapai 884 kasus untuk HIV dan 1182 kasus untuk AIDS dengan total penderita sebanyak 2066 kasus.1 Peningkatan jumlah kasus yang hanya dalam kurun waktu dua tahun telah mencapai hampir 100% ini merupakan hal yang memprihatinkan. Dengan banyaknya kasus yang muncul tersebut harus adanya suatu perhatian khusus yang diberikan untuk memberikan dukungan dan perhatian terhadap penderita HIV dan AIDS tersebut. Beban yang ada pada Odha bukan hanya kekhawatiran akan kesehatan namun lebih kepada aspek psikologi. Aspek psikologi ini berhubungan dengan status HIV yang menjadi cap baru pada dirinya. Pada umumnya, penderita HIV (Odha) tidak bisa berkomunikasi dengan lancar dengan orang- orang di lingkungannya seperti keluarga, teman, dan tetangga. Hal ini tidak lain dipengaruhi oleh konsep diri yang cenderung negatif telah membuat pola pikir beberapa orang yang dinyatakan positif terinfeksi HIV sehingga berpotensi menghambat proses komunikasi mereka dengan orang- orang di lingkungannya. Hal yang mengejutkan adalah pengidap HIV saat ini tidak hanya berasal dari golongan beresiko tinggi, bahkan sekarang banyak kasus yang muncul adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki resiko seperti ibu dan anak. Kurangnya informasi dan pengetahuan terhadap HIV dan AIDS menyebabkan kuatnya muncul stigma dari masyarakat luas bahkan berasal dari lingkungan keluarga itu sendiri.
1
Sumber Komisi Penanggulangan AIDS DIY
1
Sikap diskriminasi inilah yang kemudian akan menghambat terjadinya suatu proses komunikasi . Namun yang menjadi masalah adalah keluarga itu sendiri merupakan sebuah kunci membangun suatu kondisi yang lebih baik. Teman sebaya adalah supporting partner yang sangat penting bagi pengidap HIV dan AIDS. Komunikasi yang terbuka bagi penderita HIV sangat penting untuk membangun hubungan yang akrab dalam interaksi sehari- hari. Berawal dari komunikasi yang terbuka, akan menghasilkan hubungan yang lebih akrab, hubungan yang berdasarkan ikatan emosional, dukungan dan perhatian. Pada akhirnya komunikasi yang efektif pada penderita HIV akan mampu membangun konsep diri yang positif sehingga bisa mengatasi putus asa, mengurangi beban hidup, saling merasa terhibur dan bersemangat untuk hidup secara positif kembali. Yang terpenting dari konsep diri dari penderita HIV adalah seseorang pengidap HIV harus mempunyai rasa percaya diri dan mempunyai rasa mempercayai bahwa dengan membuka diri akan statusnya dengan keluarga sehingga menciptakan hubungan komunikasi yang lebih baik dan mampu membentuk sebuah hubungan yang lebih intim dan harmonis. LSM Victory Plus adalah sebuah LSM yang bergerak pada bidang pemberdayaan Odha. LSM Victory Plus memberikan dukungan sebaya kepada Orang dengan HIV dan AIDS. Dukungan ini diberikan khususnya kepada Odha yang baru saja mengetahui status dan membutuhkan konseling. Tujuan dari LSM Victory Plus dalam mendukung Odha adalah agar tercipta kualitas hidup Odha yang lebih baik dan bebas dari stigma serta diskriminasi. Dukungan diberikan melalui kegiatan pendampingan dan dukungan sebaya terhadap Odha. Dukungan ini diberikan oleh pendukung sebaya kepada setiap klien yang membutuhkan dukungan. Pendukung sebaya adalah seorang Odha yang telah mampu menerima statusnya sehingga mampu memberikan dukungan kepada Odha lain yang memerlukan dukungan. Disebut sebaya karena mereka sama- sama berstatus HIV positif. Dukungan kepada teman sebaya yang mempunyai nasib yang sama diharapkan mampu memberikan perubahan yang besar kepada setiap klien yang 2
baru saja mengetahui status karena merasa memiliki kesamaan yaitu sama- sama mengidap HIV dan AIDS. Dukungan yang dilakukan adalah melalui kegiatan
pendampingan yang
dilakukan oleh pendukung sebaya. Pendukung sebaya adalah orang yang ditugaskan untuk memberikan dukungan psikososial dan dukungan akses layanan kesehatan kepada klien- klien yang ingin mengakses layanan dirumah sakit. Namun dalam proses tersebut seringkali terjadi adanya sebuah situasi yang kadangkala menghambat maupun juga membantu keberhasilan suatu proses pendampingan yang dilakukan oleh pendukung sebaya tersebut. Proses komunikasi interpersonal yang dilakukan pendukung sebaya terhadap klien inilah yang membuat fungsi dukungan yang dilakukan oleh pendukung sebaya terhadap klien menjadi menarik karena tidak semua klien mau membuka diri untuk bisa menerima bentuk dukungan yang dilakukan oleh pendukung sebaya. Hambatan- hambatan yang dialami oleh pendukung sebaya dalam proses pendampingan inilah yang kemudian menjadi sesuatu hal yang menarik untuk diteliti. Proses pendampingan pada suatu isu sensitif menjadi suatu bahan yang menjadi menarik untuk ditinjau lebih jauh karena pada proses tersebut banyak terjadi dinamika yang terjadi dalam proses seorang pendukung sebaya mendampingi klien dengan HIV dan AIDS ini. Sejauh ini penelitian yang dilakukan mengenai HIV dan AIDS hanyalah terbatas pada isu media. Dimana media menjembatani masyarakat untuk memberikan informasi tentang HIV dan AIDS, serta kampanye tentang HIV dan AIDS. Namun, penelitian mengenai proses komunikasi interpersonal sebagai fokus utama belum pernah dilakukan. Untuk itulah dalam penelitian ini, peneliti yang juga bekerja di LSM Victory Plus berlaku sebagai seorang insider, sehingga memudahkan peneliti untuk mencari data dan informan, namun kebenaran sumber data dan penelitian tetap berdasarkan hasil wawancara dan juga observasi langsung di lapangan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
3
B. Rumusan Masalah Berpijak pada latar belakang penelitian tersebut diatas, maka pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana dinamika komunikasi interpersonal pada proses pendampingan terhadap Orang dengan HIV dan AIDS yang dilakukan antara pendamping dan mitra dampingan?
C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang dinamika komunikasi interpersonal pada proses dukungan terhadap Orang dengan HIV dan AIDS disusun dengan tujuan : Untuk mengetahui dinamika komunikasi interpersonal yang terjadi pada proses pendampingan antara pendamping dan mitra dampingan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memperluas wawasan serta wacana dalam ilmu komunikasi khususnya yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal yaitu tentang pendampingan terhadap Odha. 2. Manfaat Praktis Pembaca dapat mengetahui cara dan proses mendampingi serta dinamika yang terjadi pada saat pendampingan terhadap Odha. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap pihak yang lain terkait isu HIV dan AIDS serta Odha itu sendiri.
E. Subjek Penelitian Subjek dari penelitian ini adalah pendukung sebaya yang melakukan proses turun lapangan dan piket harian di rumah sakit dengan layanan care, support and treatment untuk mendampingi klien dengan status HIV positif.
4
Pendukung sebaya adalah orang yang juga memiliki status HIV positif yang memiliki peranan dalam membantu teman dengan status yang sama. Dikatakan sebaya karena pendukung sebaya juga seorang Odha yang kemudian mendukung teman Odha yang lain. Penelitian ini ingin melihat proses pendampingan yang dilakukan dengan subjek pendukung sebaya yang ditugaskan untuk melakukan kegiatan dukungan terhadap Odha di layanan rumah sakit di wilayah D.I.Yogyakarta. Di Yogyakarta sendiri kasus HIV dan AIDS cukup tinggi sehingga topik ini cukup menarik untuk melihat sejauh mana interaksi dan dinamika komunikasi yang dilakukan antara pendukung sebaya dan mitra dampingan.
F. Kerangka Pemikiran 1. Komunikasi Interpersonal Komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, yang dinyatakan adalah pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai media berinteraksi2. Apabila dipandang dari sudut satu arah, maka terdapat banyak definisi komunikasi. Menurut Carl I. Hovland3 , komunikasi adalah proses yang memungkinkan seorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya terdiri dari lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). Thodore M. Newcomb mengartikan komunikasi sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima. Everett M. Rogers mengartikan komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Harold Lasswell menjelaskan komunikasi dengan menjawab pertanyaan berikut, Who Says What In Which Channel to Whom
2
Deddy Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hlmn 68-69. 3 Ibid.
5
With What Effect? Atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana? Definisi komunikasi menurut para ahli adalah komunikasi merupakan suatu proses/ kegiatan yang ditandai dengan tindakan, pertukaran, perubahan dan juga perpindahan4. Komunikasi akan bersifat terus menerus. Sejalan dengan tujuan komunikasi itu sendiri, maka komunikasi dipandang sebagai suatu proses yang dilakukan dengan berbagai tingkat kesengajaan, pemilihan bahasa yang tepat agar isi pesan dapat dipahami, efektifitas dalam sikap dan dimana komunikasi tersebut akan berlangsung. Jenis komunikasi yang paling sering digunakan adalah komunikasi interpersonal. Devito5 mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai sebuah proses pengiriman dan penerimaan pesan- pesan antara dua otang atau diantara sekelompok kecil orang- orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Steward (1977) Sebagaimana dikutip oleh Malcom R. Parks6 mendefinisikan interpersonal communication in terms of “…willingness to share unique aspects of the self.” Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa komunikasi interpersonal adalah suatu bentuk pernyataan keinginan untuk membagi infomasi yang ada pada diri seseorang. Aspek penting dari kutipan diatas adalah willingness, unique dan self. Jadi bisa dikatakan bahwa komunikasi interpersonal terjadi apabila ada keinginan untuk membagi suatu informasi yang mendalam yang ada pada dirinya. Dalam prakteknya komunikasi berlangsung dengan timbal balik dan menghasilkan suatu umpan balik secara langsung dalam menanggapi suatu pesan. Komunikasi efektif terjadi ketika komunikasi dilakukan secara dua arah dan feed back diperoleh secara langsung. Hal ini akan menghasilkan suatu interaksi satu pihak akan berfungsi sebagai pendengar dana pihak lain akan pembicara, proses ini 4
Ibid. Joseph A. Devito. 2007. The Interpersonal Communication Book. Hunter College. Hlmn 60. 6 Malcom R. Parks. 2007. Personal Relationships and Personal Networks. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Hlmn 3. 5
6
akan berlangsung secara bergantian. Hal inilah yang kemudian menyebabkan komunikasi interpersonal sangat bagus untuk menjalankan fungsi untuk membujuk atau mempengaruhi individu lain. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang paling efektif karena keharusan untuk bertatap muka sehingga menyebabkan tingkat emosi dan keakaraban yang lebih nyata, hal ini juga yang membedakan jenis komunikasi interpersonal dengan jenis komunikasi massa melalui media cetak ataupun elektronik. Dalam penerapan yang dilakukan komunikasi interpersonal dapat terjadi secara langsung (komunikasi tatap muka) atau dapat pula terjadi melalui melalui perantara media. Fungsi dari perantara ini adalah untuk memberikan pengaruh yang lebih luas mengenai informasi yang diberikan. Perantara media bisa melalui media cetak, media eletronik maupun online. Komunikasi interpersonal pada hakikatnya adalah suatu proses. Proses ini dipandang sebagai sebuah transaksi dan interaksi. Jadi komunikasi interpersonal adalah suatu interaksi yang bersifat dinamis dan saling mempengaruhi manusia. Dalam interaksi tersebut terdapat pula adanya suatu aktivitas yaitu menciptakan, mengirimkan, menerima dan menginterpretasi pesan. Dalam sebuah proses interaksi, tentu saja mengandung pesan, pesan tersebut tidak ada dengan sendirinya, melainkan diciptakan dan dikirimkan oleh komunikator, atau sumber informasi. Komunikator kemudian mengirimkan pesan kepada komunikan atau penerima informasi (receiver). Dalam komunikasi interpersonal, komunikator dan komunikan biasanya adalah individu, sehingga proses komunikasi yang terjadi melibatkan sekurangnya dua individu. Komunikasi interpersonal dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun bentuk komunikasi dapat disetting dalam pola komunikasi langsung mapupun tidak langsung, namun untuk pertimbangan efektivitas komunikasi, maka komunikasi secara langsung menjadi pilihan utama. Efektivitas terjadi karena dalam proses langsung pesan berperan sebagai media yang menghubungkan komunikator dan komunikan sehingga informasi yang diberikan 7
lebih jelas dan kedua belah pihak saling mengenal karakteristik lawan bicara sehingga resiko sal ah paham dapat diminimalisir. Penyampaian pesan, dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Keuntungan penyampaian
melalui
lisan
adalah
kecepatannya
karena
pesan
langsung
disampaikan dalam bentuk paparan kepada penerima pesan, sedangkan keuntungan penyampaian secara tulisan adalah pesan bersifat permanen dan mecegah kemungkinan terjadinya penyimpangan (distorsi). Komunikasi interpersonal memungkinkan balikan atau respon dapat diketahui dengan segera. Hal ini menjadi kelebihan komunikasi interpersonal masing- masing pihak yang terlibat dalam proses komunikasi ini dapat merasakan dan
mengetahui balikan dari partner
komunikasi. Dengan kata lain bisa diartikan bahwa penerapan yang paling efektif untuk memberikan pengaruh adalah dengan komunikasi secara tatap muka, karena tidak hanya berkomunikas melalui verbal namun juga melalui gesture dan penyampaian bahasa yang digunakan. Hal ini akan lebih efektif dibandingkan dengan komunikasi melalaui media. Proses
komunikasi
interpersonal
akan
terjadi
apabila
ada
pengirim
menyampaikan informasi berupa lambang verbal maupun nonverbal kepada penerima dengan mengunakan medium suara manusia (human voice), maupun dengan medium tulisan. Berdasarkan asumsi tersebut terdapat komponenkomponen komunikasi yang saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri.
8
Gambar 1.1 Komponen- komponen komunikasi interpersonal dalam sebuah model
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses pertukaran makna antara orang- orang yang saling berkomunikasi. Orang yang saling berkomunikasi tersebut adalah sumber dan penerima. Sumber melakukan encoding untuk menciptakan dan memformulasikan pesan, yang disampaikan kepada penerima baik secara langsung maupun menggunakan saluran. Penerima melakukan decoding untuk memahami pesan, dan selanjutnya menyampaikan respon atau umpan balik. Tidak dapat dihindarkan bahwa proses komunikasi senantiasa terkait dengan konteks tertentu, misalnya konteks waktu: komunikasi yang dilakukan pada tengah malam berbeda maknanya dengan apabila dilakukan pada siang hari. Noise atau hambatan dapat terjadi pada sumber, encoding, pesan, saluran, decoding, maupun pada diri penerima.
9
Secara sederhana poses komunikasi digambarkan sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut terdiri dari enam langkah sebagaimana tertuang dalam gambar 1.2.
Komunikasi memang lazimnya dilakukan oleh setiap orang. Namun, cara berkomunikasi satu orang dengan yang lainnya cenderung berbeda. Namun pada satu titik ada saat dimana ketika seseorang telah divonis mengidap atau terjangkit sesuatu, hal tersebut akan merubah pola komunikasi yang lazim mereka gunakan. Hal ini terkait dengan status atau sikap orang lain yang akan menghakimi sesesorang tersebut apabila orang lain mengetahui sesuatu tentang dirinya. 1. Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk membagi gagasan dengan orang lain. 2. Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke dalam simbol- simbol, kata- kata, dan kata sebagainya sehingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya. 3. Pengiriman pesan. Komunikator akan memilih saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Dalam kasus ini, tatap muka
10
merupakan saluran yang paling efektif karena pesan yang disampaikan bersifat privat. 4. Penerimaan pesan. Pesan yang dikirim oleh komunikator telah diterima oleh komunikan. 5. Decoding oleh komunikan. Decoding adalah proses memahami pesan. Dalam langkah ini komunikan akan menterjemahkan pesan yang disampaikan komunikator, apabila proses berjalan dengan lancar maka pesan akan diterjemahkan dengan baik sehingga pesan yang diterjemahkan akan memiliki makna yang sama seperti yang disampaikan komunikator. 6. Umpan balik. Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan respon atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang komunikator dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi. Umpan balik ini biasanya juga merupakan awal dimulainya suatu siklus proses komunikasi baru, sehingga proses komunikasi secara berkelanjutan. Shirley Taylor7 menggambarkan pula langkah-langkah kunci dalam komunikasi interpersonal sebagai sebuah siklus. Proses komunikasi interpersonal dimulai oleh seorang sender (pengirim) mengkonsep pesan yang ingin disampaikan kepada seorang recipient (penerima). Prosesnya dikategorikan sebagai siklus, karena aktivitas pengiriman dan penerimaan pesan berlangsung secara timbal balik dan berkelanjutan. Siklus komunikasi interpersonal yang berlangsung secara terus menerus, berlangsung timbal balik dan berkelanjutan terkait dengan tujuan komunikasi interpersonal yaitu : a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain pada prinsipnya adalah untuk menghindarkan kesan tertutup, dingin dan cuek. Hal ini ditunjukkan dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan dan menanyakan kabar. Hal ini 7
Shirley Taylor. 1999. Communication for Business: A Practical Approach. Longman Publishing Group. Hlmn 6.
11
akan menunjukkan kesan terbuka dan memberikan perhatian yang lebih kepada orang lain. b. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis dan menciptakan kebahagiaan Komunikasi interpersonal mempunyain tujuan untuk membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Hal ini terkait dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu untuk membangun hubungan dengan orang lain. Komunikasi interpersonal sangat membantu seseorang untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. c. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika pihak komunikan menerima pesan atau informasi pesan atau informasi, berarti komunikan telah mendapat pengaruh dari proses komunikasi. Setiap pengalaman akan memberikan makna pada situasi kondisi manusia termasuk member makna pada sitausi kondisi manusia termasuk perubahan sikap.
a. Komunikasi Interpersonal dalam Konteks Pendampingan Keinginan seseorang untuk menjalin komunikasi dengan orang lain bukanlah hanya sekedar ingin membangun relasi atau hubungan saja, hubungan interpersonal bukanlah suatu hubungan pasif, melainkan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan interpersonal adalah suatu “action oriented”. Tujuan tertentu dalam penelitian ini adalah, komunikasi interpersonal digunakan sebagai sebuah upaya untuk melakukan pendampingan kepada orang dengan HIV dan AIDS. Pendampingan adalah upaya terus menerus dan sistematis dalam mendampingi
individu,
kelompok
maupun
komunitas
dalam
mengatasi
permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang dialami 12
sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut sehingga dan mencapai perubahan hidup kearah yang lebih baik. Seseorang tidak dengan mudah untuk mengungkapkan informasi pribadi yang mereka miliki, dan ketika seseorang mencoba untuk mengungkapkan informasi tersebut akan membuat rasa kurang nyaman pada diri mereka. Untuk itulah peranan pendampingan sangat besar artinya pada proses ini. Pendampingan merupakan proses interaksi timbal balik (tidak satu arah) antara individu/ kelompok/ komunitas yang mendampingi dan invidu/ kelompok/ komunitas yang didampingi yang bertujuan memotivasi dan mengorganisir individu/ kelompok/ komunitas dalam mengembangkan sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak menimbulkan ketergantungan terhadap orang yang mendampingi (mendorong kemandirian). Pendampingan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk maupun situasi dengan pendekatan yang beragam baik formal maupun non formal, kelompok maupun komunitas.
“The privacy and disclosure process consists of at least two individuals engaged in asocial interaction, each with her or his own feelings, beliefs, attitudes, values,and expectations, and the behavior of both persons is affected by the social, psychological,relational, and physical context. Personal or private information is shared by one person to another specific person or persons.”8 Kutipan diatas kurang lebih menjelaskan tentang gambaran proses pendampingan. Pendampingan adalah interaksi sosial yang bersifat pribadi dan penuh keterbukaan dimana paling tidak ada dua orang yang terlibat didalamnya. Kedua belah pihak saling membagi perasaan, kepercayaan, sikap, nilai dan juga harapan. 8
Katryn Greene. 2003. Privacy and Disclosure of HIV in Interpersonal Relationships. Lawrence Erlbaum: New Jersey. Hlmn 6.
13
Pendampingan mengarah kepada rasa saling pengertian diantara kedua belah pihak, rasa saling mengerti ini memberikan peluang kedua belah pihak saling terlibat sehingga menciptakan keintiman dan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Proses pendampingan juga berarti proses untuk membangun sebuah hubungan, hubungan yang baik yang diawali oleh kepedulian, rasa saling peduli inilah yang kemudian meningkat menjadi sebuah kepercayaan.
Gambar 1.3 Gambaran langkah pendampingan (sumber: partnerships.typepad.com)
Pendampingan
adalah
sebuah
bentuk
hubungan
untuk
membangun
kepercayaan diantara dua individu atau lebih sehingga menciptakan keterlibatan satu sama lain. Dalam pendampingan dibutuhkan tiga komponen penting yaitu relationships (hubungan), trust (kepercayaan) dan engagement (keterlibatan). Suatu hubungan membutuhkan pertimbangan, komitmen dan juga perbincangan hal ini juga dibutuhkan dalam sebuah proses pendampingan. Nantinya hubungan tersebut mengarah kepada kepercayaan. Unsur kepercayaan adalah keterbukaan dan juga integritas. Suatu hubungan dan kepercayaan akan mengarah kepada suatu keterlibatan. Keterlibatan adalah fase dimana kedua belah pihak saling berkolaborasi, berkonsultasi dan juga saling memberikan informasi satu sama lain.
14
Ketiga aspek tersebut merupakan aspek yang dibutuhkan agar terjalin proses pendampingan yang baik. Pendampingan sangat erat hubungannya dengan program dukungan sebaya terhadap Odha ini karena ketika kita berbicara mengenai dukungan kepada Odha kentiman dan kepercayaan memegang peranan yang sangat berarti bagi proses seorang untuk mau membuka diri serta memahami dan menerima status mereka tersebut. Dalam peneiltian ini pendampingan merupakan aspek yang sangat penting dan utama sebagai bentuk untuk mendekatkan diri kepada Odha. Pendampingan adalah suatu interaksi yang dilakukan untuk lebih mengenal secara jauh kepada Odha sehingga akan memunculkan kepercayaan dan keintiman sehingga Odha tidak ragu untuk membuka status kepada pendampingnya. Bentuk pendampingan di lapangan disebut sebagai dukungan sebaya. Dukungan sebaya(support groups) adalah sebuah bentuk dukungan yang dilakukan oleh suatu kelompok dengan prinsip untuk memberikan dukungan dalam keseharian mereka. Kelompok dukungan sebaya terdiri dari beragam macam jenis dan salah satunya adalah kelompok dukungan sebaya bagi Odha (orang dengan HIV dan AIDS) maka jelas bahwa tujuan dari dukungan ini adalah untuk membantu dan mendukung teman- teman Odha dalam berbagai macam situasi misalnya saja pemulihan kondisi psikologis dan juga bantuan untuk mengakses layanan kesehatan. Dukungan sebaya bukanlah suatu bentuk dukungan yang mengisyaratkan tentang suatu bentuk dukungan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang memiliki klasifikasi umur yang sama namun sebaya dalam konteks dukungan Odha adalah sebuah dukungan yang dilakukan oleh pendukung sebaya yang juga seorang HIV positif untuk memberikan dukungan kepada teman Odha lain. Hal inilah yang menyebabkan disebut sebagai dukungan sebaya, karena antara pendukung dan teman yang didukung memiliki klasifikasi yang sama yaitu seorang Odha. 15
Sebagai sebuah bentuk dalam mencapai tujuan tertentu, komunikasi interpersonal
mempunyai
beberapa
karakteristik
yang
berkaitan
dengan
pendampingan: 1. Mengenal lebih dekat Artinya pihak- pihak yang terlibat dalam hubungan interpersonal harus saling mengenal dekat. Pada prinsipnya adalah semakin banyak mengenal sisi- sisi latar belakang diri pribadi orang lain, hal itu menunjukkan kadar kedekatan hubungan interpersonal. 2. Saling memerlukan Dalam sebuah hubungan interpersonal, harus diwarnai dengan pola hubungan yang saling menguntungankan dua arah dan saling memerlukan. Bentuk saling memerlukan ini dilihat dengan kengingan untuk saling berinteraksi, bekerjasama, saling memberi dan menerima. 3. Kerjasama Kerjasama
akan
timbul
apabila
orang
menyadari
bahwa
mereka
mempunyai`kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri untuk memenuhi kepentingankepentingan tersebut. 4. Memberikan bantuan (konseling) Komunikasi interpersonal merupakan terapi yang paling cocok untuk memberikan bantuan (konseling) bagi orang yang membutuhkan bantuan. Terapi konseling biasanya dalam bentuk ‘curhat’ tentang masalah yang sedang dihadapi. Tujuan dari konseling itu sendiri adalah mendapatkan bantuan pemikiran sehingga didapat solusi yang baik. Sebagai sebuah proses, komunikasi interpersonal merupakan sesuatu yang dinamis. Hal ini karena proses komunikasi dapat berlangsung secara terus menerus yang merupakan sebuah rangkaian, kejadian dan tindakan. Semua hal tercakup didalamnya dapat berubah- ubah setiap saat. Fungsi komunikasi interpersonal sebagai sebuah proses traksaksional juga akan membantu untuk membujuk dan 16
mempengaruhi adanya tindakan saling memberi dan menerima diantara para pelaku. Selain penjelasan diatas komunikasi interpersonal dalam tujuannya sebagai pendampingan mempunyai banyak pengaruh apabila meliputi banyak aspek seperti yang dijelaskan oleh Devito:9 a) Keterbukaan (openness) Dalam aspek ini setiap individu yang berinteraksi harus terbuka terhadap lawan bicaranya. Segala informasi yang disembunyikan harus diungkapkan asalkan pengungkapan diri ini penting untuk dibuka. Aspek kedua adalah komunikator harus bereaksi secara jujur kepada tanggapan yang ada. Kita harus berekasi secara baik terhadap tanggapan yang menurut kita menyudutkan.Aspek yang ketiga adalah aspek perasaan dimana kita benarbenar terbuka dengan hati dan memang benar perasaan yang dimiliki adalah benar- benar perasaan yang dia miliki. b) Empati (empathy) Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang lain yang mengalaminya, perasaan empati membantu seseorang untuk menyesuaikan komunikasinya.Kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan pada saat tertentu dan juga dari sudut pandang orang tersebut, melalui kacatamata orang tersebut. c) Dukungan (supportiveness) Sikap mendukung memberikan banyak arti kepada seseorang yang sedang membutuhkan bantuan. Bentuk dukungan dapat bersikap deskriptif, spontan dan provinsional. Deskriptif adalah membagi perasaan tanpa menilai. Spontan adalah bersikap jujur dan terbuka ketika berkomunikasi. Dan provinsional adalah sikap terbuka untuk mendengar pendapat lawan dan bersedia untuk mengubah posisi apabila diperlukan. 9
Joseph Devito .1997. Human Communication. New York: Harper Collinc. Colege Publisher. Hlmn 259.
17
d) Kesetaraan (equality) Kesetaraan adalah percakapan diantara para pelaku komunikasi memberi pengertian bahwa dalam komunikasi interpersonal harus ada kesamaan dalam hal mengirim dan menerima pesan. Kedua belah pihak harus sama-sama mempunyai sesuatu yang penting satu sama lain.
Sebagai sebuah fungsi untuk mencapai tujuan tertentu, komunikasi interpersonal digunakan oleh pendukung sebaya pada proses pendampingan kepada orang dengan HIV dan AIDS (Odha) untuk dapat memahami status yang mereka
miliki. Pemahaman tersebut
diberikan dengan
pendekatan dan
pendampingan dengan memperhatikan aspek keterbukaan, aspek empati, aspek dukungan dan juga aspek kesetaraan. Aspek keterbukaan memberikan makna bahwa sebuah proses pendampingan merupakan interaksi yang terbuka tanpa rahasia, sehingga informasi akan lebih banyak diperoleh. Aspek yang kedua adalah empati, artinya pendamping merasakan apa yang dirasakan oleh klien yang didampinginya. Sehingga klien merasa lebih nyaman karena pendamping merasakan apa yang dia rasakan. Aspek ketiga adalah dukungan, dukungan berarti pendamping memberikan motivasi, mendengarkan keluhan dan juga memberikan informasi terkait dengan langkah yang harus dilakukan untuk kedepannya. Yang terakhir adalah aspek kesetaraan, pendamping dan klien harus saling mengerti dan memahami informasi yang dibagikan. Kedua belah pihak saling membutuhkan satu sama lain. Namun, untuk mencapai sebuah proses pendampingan dengan memenuhi keempat aspek tersebut, dibutuhkan adanya pengungkapan diri. Pengungkapan diri adalah sebuah bentuk pembukaan informasi mendalam yang ada dalam diri seseorang kepada orang lain, dalam konteks ini adalah proses pendampingan tidak akan tercapai apabila tidak adanya pengungkapan diri (self-disclosure) dan pengungkapan diri akan terjadi seiring dengan keintiman dan kepercayaan terjalin.
18
2. Self Disclosure (Pengungkapan Diri) : Kepercayaan dan Keintiman pada Proses Pendampingan Pengungkapan diri merupakan bagian yang sangat sulit bagi seseorang khususnya bagi golongan tertentu yang memiliki beban berat sehingga perlu banyak pertimbangan untuk membuka informasi terdalam didalam dirinya kepada orang lain. Pengungkapan diri merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal yang paling intim. Dikatakan bahwa pengungkapan diri adalah suatu kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih yang secara sukarela membangi informasi berupa pemikiran dan perasaan yang paling mendalam yang dia punya. Steinberg10 menjelaskan bahwa dengan pengungkapan diri kepada individu lain, individu tersebut dapat memahami dan mengerti apa yang diharapkan, dibutuhkan, disukai dan tidak disukai dari dirinya. Pengungkapan diri biasanya berupa ketakutan akan sesuatu hal yang baru dia alami, keraguan akan masalah yang dihadapi dan ketidakyakinan diri seseorang dalam menangani masalah yang dihadapi. Pengungkapan diri akan lebih mendalam terjadi apabila pengungkapan tersebut dilakukan kepada orang yang paling memahami individu tersebut. Hubungan timbal balik yang dirasakan akan lebih kuat, hal ini didasari oleh tanggapan yang akan di berikan, dan harapan orang lain tersebut akan member pengertian, pemahaman serta dukungan yang sepenuhnya. Pengungkapan diri tidak akan mungkin dilakukan tanpa didasari adanya rasa percaya bahwa orang lain tersebut akan memahami pengungkapan diri yang akan dilakukan. Deutsch11 menegaskan bahwa kepercayaan adalah suatu keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang diinginkannya dari orang lain untuk meredam ketakutan yang sedang dialaminya. Selain itu juga pembukaan status bisa dilihat dari kecocokan atau kesamaan. Kecocokan diartikan sebagai sesuatu hal untuk melihat kesamaan yang ada dirinya 10
L. Steinberg. 1993. Adolescence. New York: McGraw- Hill, Inc. Temple University. Karen J. Prager. 1995. The Psychology of Intimacy. New York: Guilford Press.
11
19
dengan orang lain. Kesamaan ini bisa dilihat dari kesamaan latar belakang, budaya, sosial dan juga pendidikan. Namun juga kesamaan bisa dilihat dari kesamaan pengalaman yang dia miliki dengan orang lain sehingga mampu saling mendukung karena memiliki pengalaman yang sama. Dalam hal pengungkapan diri, perlunya kontrol emosi juga sangat dibutuhkan. Kontrol ini adalah sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan orang lain agar mampu untuk mengerti pendapat dana pandangan orang lain tersebut. Kemampuan mengontrol emosi sangat perlu agar tidak timbul konflik dan respon yang berikan tidak disertai prasangka yang menghakimi. Kontrol yang tidak menghakimi sangat erat
kaitannya
dengan
membangun
hubungan
khususnya pada
proses
pendampingan karena proses awal terjadinya komunikasi, pendamping dan klien belum mengenal satu sama lain. Sehingga dengan mengatur control emosi tersebut kedua belah pihak dapat memberika informasi secara terbuka.“As we develop a relationship we reveal more of ourselves, removing the masks that we routinely use with strangers”12 Kutipan tersebut mengartikan bahwa keterbukaan adalah hal yang paling penting dalam membangun hubungan, jangan ada sesuatu yang ditutupi sehingga orang lain akan lebih memahami siapa diri kita sebenarnya. Hal ini sangat penting digunakan dalam proses pendampingan. Selain itu juga, pengungkapan diri memiliki prinsip- prinsip yang sangat kuat kaitannya dalam proses komunikasi interpersonal.Prinsip dari self-disclosure itu sendiri adalah:13 1. Self-disclosure is a bulding block for intimacy Dengan kata lain untuk membangun sebuah kentiman maka diperlukan suatu adanya pembukaan diri dan keterbukaan diantara kedua belah pihak. Tanpa adanya hal tersebut maka akan sangat sulit untuk mencapai suatu keintiman dalam sebuah hubungan, hal ini sesuai dengan prinsip johari yang menyatakan 12
Beebe. 1996. Op.Cit. Hlmn 240. Ibid. Hlmn 242.
13
20
bahwa semakin luas open area dibuka maka semakin tinggi pula tingkat keintiman yang diperoleh oleh kedua belah pihak. 2. Self-disclosure is the fuel of relationship Pada dasarnya setiap hubungan yang ideal adalah suatu hubungan yang membutuhkan satu sama lain sehingga akan menciptakan adanya komunikasi yang setara diantara kedua belah pihak.“If other person reciprocates and discloses similar information, it helps maintain equal balance of power. But if one person shares information and the other doesn’t, the resulting imbalance causes discomfort.”14 Komunikasi dibangun atas dasar kesamaan informasi yang dibagikan antara kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak harus saling berbagi informasi sehingga terjalin suatu hubungan yang seimbang. 3. Assessing self-disclosure risks differently Dalam menjalani sebuah hubungan kedekatan antara kedua individu adalah sangat penting, namun untuk membuka diri secara lebih jauh tentang hal pribadi tentu saja banyak hal yang harus dipertimbangkan. Pengungkapan diri membutuhkan sesuatu hal yaitu kentiman. Kentiman menunjukkan bukti bahwa individu terhubung bukti dan dekat dengan orang yang dicintai atau seseorang yang dipedulikan. Keintiman merupakan emosi yang membuat individu merasa lebih dekat satu sama lain, emosi- emosi tersebut seperti menghargai, afeksi dan saling memberikan dukungan. Merasakan keintiman dimana dua orang individu berbagi banyak informasi personal.15
“Interpersonal relationships cannot achieve intimacy without selfdisclosure. Without true self-disclosure, we form only superficial relationships. You can confirm another person’s self-concept, and have your self-concept confirm, only if both you and your partner have revealed your selves to each other.”16 14
Ibid. Hlmn 240. Lefrancois, G.R. 1993. The Lifespan Belmont:Wadswoth Pub. 16 Beebe. Op.Cit. Hlmn 240. 15
21
Kutipan diatas menjelaskan bahwa suatu hubungan dua individu sangat ditentukan oleh pembukaan diri yang nantinya akan mengarah kepada keintiman dan kepercayaan. Hal tersebut diperoleh ketika satu sama lain sudah saling membuka diri. Menurut
Feldman17
keintiman
adalah
proses
dimana
seseorang
mengkomunikasikan perasaan- perasaan dan inforrmasi yang penting mengenai dirinya kepada orang lain melalui sebuah proses keterbukaan diri. “Intimacy is an (often momentary) experiential outcome of an interpersonal, transactional intimacy process reflecting two principal components: self-revealing disclosure and partner responsiveness.”18 Keintiman terjadi ketika dua orang melakukan komunikasi secara pribadi dan salah satu pihak mengungkapkan informasi
kepada pihak
lainnya. Pihak pendengar harus mampu untuk menerima dan memberikan tanggapan yang positif dan spesifik terhadap ungkapan yang diberikan pihak pembicara. Tanggapan yang diberikan harus penuh
pemahaman dan penuh
kepedulian terhadap masalah yang diungkapkan. Di sisi lain pihak pembicara juga harus melihat respon dari pendengar adalah sebuah tanggapan yang membangun, dan wujud kepedulian terhadap pembicara. Hal yang memperkuat hubungan komunikasi terkait dengan pengalaman yang diceritakan oleh pembicara kepada pendengar adalah sejauh mana tingkat responsivitas partner dalam memahami pembicara. Seiring dengan pemahaman yang baik dari pendengar dalam menanggapi lawan bicara, maka akan terjadi sebuah peningkatan kualitas komunikasi antara kedua belah pihak. Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh pembicara dan pendengar memainkan peran yang sangat dinamis dan ringan. Pada saat peran dapat dimainkan dengan baik sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik, dan ditanggapi dengan respon yang baik maka akan meningkatkan keintiman antara kedua belah pihak. 17
Lisa Feldman. 1995. The Interpersonal Process Model of Intimacy in Marriage. Boston College: Department of Psychology. 18 Reis, H. T., & Shaver, P. R. (1988). Intimacy as an interpersonal process. Handbook of research in personal relationships. London, England: Wiley.
22
“As a relationship proceeds, we begin sharing low-risk information fairly rapidly, move on to share higher risk information and then finally, to share our most intimate disclosure. The more intimate the relationship becomes, the more intimate the information that is disclosed.”19 Kutipan diatas menjelaskan bahwa untuk mencapai sebuah kentiman membutuhkan proses yang panjang. Proses ini terkait dengan tingkat responsivitas antara kedua belah pihak. Tingkat keintiman dapat dilihat dari sejauh mana seseorang membuka diri kepada orang lain, namun semakin intim seseorang maka semakin banyak pula informasi yang dia bagi kepada orang tersebut.Keintiman tidak terjadi begitu saja, akan tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat terbentuknya keintiman. Beberapa faktor yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman adalah:20 1. Pengalaman masa lalu Adanya peristiwa yang bagi sebagian orang merupakan peristiwa traumatis, seperti meninggalnya orang tua, perceraian dan sebagainya. Akibatnya, orang-orang yang demikian dapat menghindar untuk berhubungan secara dekat dengan orang lain untuk mencintai orang lain. Ketakutan ini dapat menghalangi terjalinnya keintiman. 2. Kecemasan akan identitas diri. Seseorang yang memiliki identitas diri yang belum mantap, belum mengetahui siapa dirinya sebenarnya, mengenai pilihanpilihan yang akan diambilnya. Hal ini akan menyulitkan seseorang untuk menjalin keintiman dengan orang lain. 3. Ketakutan akan terungkapnya kelemahan Ada orang yang menghindar menjalin hubungan dekat dengan orang lain karena merasa takut kelemahankelemahan dan kesalahan-kesalahan mereka akan terungkap.
19
Beebe. Op.Cit. Hlmn 246. Tom Cox. 1978. Stress. Basingstoke: Macmillan Education.
20
23
4. Membawa kekesalan atau dendam masa lalu ke masa kini Mengungkapkan kembali peristiwa di masa lalu yang kurang berkenan, atau harapan-harapan di masa lalu yang tidak tercapai merupakan hal-hal yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman. 5. Konflik masa kecil yang tidak terselesaikan Konflik yang sering menimbulkan perasaan kompetitif, bersaing, iri dan sebagainya sehingga dapat mengganggu terjalinnya keintiman dengan baik. 6. Ketakutan akan mengungkapkan perasaan negatif Ada orang yang mengalami ketakutan untuk mengungkapkan perasaan negatif seperti amarah, dendam, permusuhan dan sebagainya karena mereka merasa takut akan ditolak atau memperoleh penilaian yang kurang baik.
Selain keintiman, faktor lain yang mempengaruhi self-disclosure adalah trust (kepercayaan). Faktor kepercayaan satu sama lain menjadi sangat penting dalam menjaga suatu hubungan agar tetap kuat. Kepercayaan diperoleh ketika dua orang saling membuka informasi dan saling menjaga informasi yang diperoleh diantara keduanya. Informasi tersebut saling dijaga diantara keduanya, inilah yang menumbuhkan kepercayaan. Seperti yang tersebut pada kutipan dibawah ini,
“Be sensitive to the other person when you choose what and when to disclose.[…]. When your partner reveals information, try to determine whether it is highly personal to her or him. You could upset him or her if you fail too treat the information appropriately. If you share that information with others, for example, your partner may feel betrayed.”21 Kepercayaan merupakan aspek dalam suatu hubungan dan secara terus menerus berubah dan kepercayaan merupakan dasar dalam membangun dan mempertahankan hubungan interpersonal. Kepercayaan dipandang sebagai harapan 21
Beebe. Op.Cit. Hlmn 243.
24
dan kepercayaan individu terhadap reliabilitas orang lain. Pondasi kepercayaan meliputi saling menghargai satu dengan lainnya dan menerima adanya perbedaan. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas ditarik kesimpulan bahwa definisi kepercayaan adalah suatu elemen dasar bagi terciptanya suatu hubungan baik antara kedua belah pihak yang berisi tentang harapan dan kepercayaan individu terhadap reliabilitas seseorang. Kepercayaan terjadi dikarenakan adanya keyakinan bahwa pasangan akan memberikan keuntungan, dan terbentuk melalui sikap menerima, mendukung, sharing,dan kerjasama pada diri seseorang. Artinya bahwa kepercayaan merupakan suatu situasi kita menerima pengaruh dari orang lain, dan kita percaya bahwa orang lain akan memberikan keuntungan bagi kita“Trust is not a feeling. And yet, because it so clearly evokes a range of emotions, moods, and affections, we may think of trust as a feeling, a barely detectable state of mind, a calm sense of comfort, a soft affection.”22Kutipan diatas menjelaskan bahwa kepercayaan bukanlah sebuah perasaan. Namun begitu, kepercayaan sangat erat kaitannya dengan emosi, suasana hati dan juga kasih sayang, sehingga kadang-kadang orang salah mengartikan kepercayaan sebagai sebuah perasaan. Pada dasarnya, kepercayaan adalah sesuatu yang lebih dari sebuah perasaan, karena kepercayaan terjadi melalui proses yang bisa jadi tidak disadari, namun mempunyai pengaruh yang besar terhadap rasa nyaman pada diri seseorang. Selain juga itu juga kepercayan merupakan suatu sikap, yang tidak bisa diuji dan tidak bisa diganggu karena kepercayaan datang dengan sendirinya pada seseorang kepada orang lain tanpa adanya diskusi, kepercayaan muncul untuk diberikan kepada orang lain.“Trust is taken for granted, that has gone unchallenged and untested, trust that is undisturbed. It is an attitude of assumption, trust by default, not a decision by way of deliberation and ethical and evidential
22
Ibid. Hlmn 59.
25
considerations.”23Kutipan diatas menjelaskan tentang, kepercayaan adalah yang penting dalam membangun sebuah hubungan, namun yang perlu diketahui adalah kepercayaan adalah sesuatu yang sangat sulit untuk diperoleh namun bisa hilang dalam sekejap. Kepercayaan adalah suatu sikap yang berupa asumsi dan terjadi dengan sendirinya, kepercayaan bukan suatu keputusan dan perubahan sikap serta bukti lainnya. Dan yang paling penting adalah kepercayaan itu muncul tanpa bisa diganggu gugat. Karena bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk diperoleh maka untuk mendapatkan suatu kepercayaan diperlukan beberapa aspek seperti yang dikuti dalam Solomon,“Trust involves feelings of mutuality ,dependency, and confidence. It is not merely incidental that trusting someone is often described in terms of feelings.”24Suatu kepercayaan melibatakan banyak faktor penting yaitu kedua belah pihak yang saling membutuhkan, saling bergantung satu sama lain dan juga membutuhkan kepercayaan diri satu sama lain. Karena faktor tersebut yang menyebabkan bahwa mempercayai seseorang sering digambarkan sebagai sebuah perasaan padahal sebenarnya tidak karena kepercayaan memiliki makna yang lebih dalam karena melibatkan emosi dan kasih sayang yang tidak disadari. Banyak hal yang perlu diperhatikan ketika kita berinteraksi dengan orang lain. Kita harus memiliki gagasan- gagasan dalam berkomunikasi, bersikap komunikatif dengan lawan bicara sehingga komunikasi bersifat dua arah.“People do not indiscriminately reveal private information, however, because doing so would make them feel too vulnerable”25Kutipan diatas menjelaskan persoalan yang sering dihadapi oleh Odha, banyak kasus yang dihadapi oleh para Odha pada kehidupan sehari- hari mereka. Hal ini menempatkan dukungan sebaya pada posisi yang penting untuk membantu Odha untuk menghadapi masalah dan situasi yang mereka alami, namun proses dukungan sebaya yang baik tidak akan tercapai dengan baik 23
Ibid. Hlmn 61. Ibid. Hlmn 105. 25 Sandra Petronio. 2002. Privacy and Disclosure of HIV in Interpersonal Relationships. Lawrence Erlbaum: New Jersey. Hlmn 20. 24
26
apabila tidak adanya keterbukaan. Keterbukaan akan mengarah kepada keintiman dan kepercayan yang dibutuhkan dalam proses pendampingan. “Biasanya HIV dan AIDS menimbulkan masalah yang sulit dan pribadi, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian atau perasaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan untuk Odha.”26 Kutipan diatas menjelaskan bahwa Odha mengalami masa sulit sehingga membutuhkan dukungan sebaya Dukungan sebaya dilakukan sebagai proses untuk menanamkan kepercayaan dan keintiman antara pendukung sebaya dan juga yang didukung untuk memudahkan pendampingan pada Odha. Hal ini terkait dengan kondisi Odha yang tertutup sehingga membutuhkan proses yang intim dan berkesinambungan untuk mendapatkan sebuah pendampingan yang solid. “Banyak di antara kita – baik yang HIV-positif maupun yang terpengaruh (keluarga, teman, pasangan atau pendamping lain) merasa bahwa kelompok dukungan sebaya dapat mengurangi ketegangan ini. Bekerja sama dan membagi ide dan masalah dapat banyak menolong orang dengan cara emosional dan praktis.”27 Kutipan diatas menjelaskan bahwa dukungan sebaya memberikan banyak manfaat yang baik. Hal ini terkait dengan kondisi Odha sendiri yang membutuhkan dukungan yang lebih secara emosional dan psikologis. Dukungan sebaya memberikan banyak ruang bagi Odha untuk terbuka karena pada proses pendampingannya juga dilakukan oleh seseorang yang memiliki status sama, sehingga akan memudahkan interaksi, kerja sama serta penyampaian masalah diantara pendamping dan mitra yang didampingi. Proses pendampingan pada dukungan sebaya membutuhkan proses- proses tersebut. Karena pendampingan adalah sebuah proses yang berlangsung secara 26 27
http://www.spiritia.or.id http://www.spiritia.or.id
27
berkelanjutan maka tidak mungkin suatu bentuk pendampingan hanya akan terjadi sekali saja. Untuk itulah diperlukan tahapan untuk membangun hubungan antara pendukung sebaya dan mitra dampingan.
G. Kerangka Konsep Pendampingan merupakan suatu bentuk membangun hubungan. Membangun hubungan pada pendampingan pada proses dukungan sebaya untuk Odha menjadi lebih sulit karena masih menjadi kasus yang sangat sensitif untuk diperbincangkan. Penelitian ini ingin melihat pendampingan yang dilakukan oleh pendukung sebaya dalam proses dukungan sebaya. Pendukung sebaya yang yang turun langsung ke lapangan untuk melakukan proses dukungan sebaya harus mampu untuk membangun hubungan yang lebih kepada klien sehingga akan terbentuk kepercayan dan keintiman sehingga informasi yang didapatkan akan lebih mendalam dan lengkap. Dengan kata lain, peneliti ingin melihat dinamika yang terjadi dalam proses dukungan sebaya ini. Dinamika yang akan dilihat adalah awal penciptaan hubungan dengan klien, mengelola hubungan dan juga masalah yang dihadapi dalam pendampingan tersebut. Peneliti akan melihat langsung pendampingan yang dilakukan oleh pendukung sebaya di lapangan sehingga peneliti akan mengerti proses yang dijalankan oleh pendukung sebaya dalam melakukan pendampingan.
28
Gambar 1.4 Kerangka Konsep Pendampingan Odha melalui Komunikasi Interpersonal Bagan diatas menjelaskan konsep penelitian mengenai proses pendampingan yang dilakukan oleh pendukung sebaya. .Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti sebuah pendampingan sebagai sebuah hubungan komunikasi interpersonal. Terdapat empat aspek yang mempengaruhi adanya proses komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan, empati, dukungan dan juga kesetaraan. Melalui aspek keterbukaan peneliti ingin melihat sejauh mana pendampingan dilakukan. Aspek keterbukan memberikan gambaran tentang self disclosure yaitu keterbukaan mitra dampingan terhadap pendampinganya itu sendiri. Tanpa memahami konsep keterbukaan maka peneliti tidak akan mampu untuk melihat sejauh mana kepercayaan dan keitiman
yang terjadi untuk itulah peneliti harus
melihat interaksi kemudian memahami hubungan antara mitra dampingan dan pendampingnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan observasi dan kemudian mencatat pembicaraan yang dilakukan sehingga akan terlihat sejauh mana kedekatan serta keterbukaan antara kedua belah pihak.
29
Aspek yang kedua adalah empati, dari aspek ini peneliti ingin melihat sejauh mana perasaan kedua belah pihak ketika melakukan proses pendampingan, empati adalah sikap merasakan apa yang dirasakan oleh lawan bicara. Melalui aspek ini peneliti ingin melihat sejauh mana pendamping mampu memahami perasaan mitra dampingan dalam memahami status HIV-nya. Aspek yang ketiga adalah dukungan. Dukungan terbagi menjadi tiga jenis yaitu deskriptif, spontan dan juga provinsional. Melalui aspek ini peneliti ingin melihat dukungan yang seperti apakah yang terjadi pada proses pendampingan tersebut. Tentu saja dukungan satu orang yang lainnya akan berbeda, oleh sebab itu peneliti ingin melihat dinamika seperti apakah yang terjadi ketika seorang pendamping melakukan proses pendampingan terhadap mitra dampingan tersebut. Aspek yang terakhir adalah kesetaraan. Dalam penelitian tentang pendampingan ini, kesetaraan peneliti lihat sebagai sebuah hubungan yang didasari oleh kesamaan status kedua belah pihak yang sama- sama mempunyai status sebagai Odha, sehingga peneliti sejak awal telah melihat adanya suatu hubungan yang setara antara pendamping maupun mitra dampingan. Untuk melihat dinamika ini, peneliti akan menganalisa dan melihat satu persatu aspek dalam komunikasin interpersonal yang digunakan dalam proses pendampingan Odha. Masing- masing aspek tersebut akan dilihat dan kemudian akan dianalisa untuk meliahat sejauh mana dinamika yang terjadi dalam proses pendampingan tersebut. H. Metode Penelitian Penelitian tentang dinamika komunikasi interpersonal pada proses pendampingan Odha dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa. Oleh karena itu diperlukan metode penelitian yang dapat mendeskripsikan fenomena tersebut secara mendalam.
30
Karena penelitian ini ingin melihat dinamika yang terjadi dalam proses pendampingan Odha, maka metode etnografi dirasa sangat sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Menurut Hammersley dan Atkinson etnografi dapat dipahami sebagai, “Simply one social research method, albeit an unusual one, drawing on a wide range of sources information. The erhnographer participates in people’s lives for an extended period of time, watching what happens, listening to what is said, asking questions, collecting whatever data are available to throw light on issues with which he or she concerned”28 Dengan menggunakan metode ini, peneliti bisa melihat lebih dalam proses pendampingan Odha. Etnografi secara alami dipandang sebagai penyelidikan mengenai aktivitas hidup manusia. Oleh Greetz disebut sebagai “informal logic of actual life”.Berbasis pandangan ini, seharusnya etnografi mampu menghasilkan deskripsi secara detail dari pengalaman kongkrit dengan latar budaya dan aturan sosial tertentu. Dengan menggunakan metode etnografi pengamatan dan pencatatan dilakukan secara langsung untuk mengamati tingkah laku yang rutin dari seluruh karakteristik individu yang dipelajari. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba masuk dan mengamati proses pendampingan sehingga merasakan emosi dan pengalaman yang terjadi dalam kegiatan tersebut. Peneliti akan mengamati dan mencoba terlibat dalam proses pendampingan yang terjadi di lapangan sehingga memahami proses pendampingan tersebut. Selain melalui pengamatan, peneliti juga akan melakukan wawancara kepada pendamping yang melakukan pendampingan untuk mengetahui lebih mendalam tentang proses yang mereka lakukan kepada klien di lapangan. Pengamatan dan wawancara memungkinkan peneliti untuk bisa mendeskripsikan secara mendalam tentang apa yang terjadi dalam proses pendampingan dan bagaimana proses tersebut dilakukan. Untuk melihat dinamika yang terjadi selama 28 Dalam Klaus Bruhn Jensen dan Nicholas W. Jankowski. 1991. A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research. Hlmn 153.
31
pendampingan, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian selama enam bulan, hal tersebut peneliti lakukan karena melihat intensitas pendampingan yang masingmasing pasangan lakukan. Waktu enam bulan peneliti nilai cukup untuk menangkap dinamika yang terjadi selama proses pendampingan tersebut. 1. Teknik Pemilihan Informan Dalam penelitian ini, sumber atau pelaku fenomena diposisikan sebagai “informan”. Informan merupakan individu yang dapat memberikan informasi yang sesuai sebagai sumber data dalam penelitian. Dalam penelitan etnografi, peneliti menggunakan pendekatan kepada objek penelitian secara umum untuk dapat melakukan observasi. Kemudian objek akan dikhususkan sesuai dengan kebutuhan peneliti. Untuk memilih informan peneliti berkunjung kepada LSM Victory Plus yang bergerak dibidang pendampingan Odha dan melakukan observasi singkat tentang proses dukungan dan pendampingan Odha. Observasi ini dilakukan untuk memilih beberapa informan yang dirasa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pemilihan Informan dalam penelitian ini didasari kebutuhan peneliti untuk melihat dinamika yang terjadi dalam hubungan pendampingan antara pendamping dan mitra dampingan. Kriteria
pemilihan
informan
ditentukan
sesuai
dengan
tujuan
penelitian.Pemilihan informan dalam penelitian ini akan didasarkan pada kriteriakriteria sebagai berikut: a. Informan telah menjadi pendamping/ pendukung sebaya minimal satu tahun. b. Informan adalah seseorang yang didukung oleh pendukung sebaya minimal selama satu tahun. c. Informan memiliki kedekatan dengan peneliti sehingga bersedia memberikan informasi yang lebih mendalam kepada peneliti. d. Informan dipilih dari lingkup dukungan yang mereka sering lakukan, sehingga akan memperdalam informasi yang didapatkan peneliti.
32
e. Informan berdomisili di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga memudahkan peneliti dalam mengobservasi proses pendampingan. Informan yang dipilih adalah dua pasangan (pendamping dan mitra dampingan) memiliki rentang masa pendampingan yang berbeda. Pasangan pertama adalah pasangan yang telah melakukan pendampingan selama kurang lebih 3 tahun dan yang kedua adalah baru memulai masa pendampingannya. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana dinamika pendampingan antara dua pasangan yang memiliki masa pendampingan yang berbeda tersebut. Kedua pasangan yang dipilih juga berdasarkan cara pendampingan yang berbeda diantara keduanya sehingga nantinya peneliti mampu menganalisa dinamika yang terjadi kepada dua pasangan yang memiliki cara pendampingan yang berbeda.
2. Teknik Pengumpulan Data Untuk menunjang keberhasilan penelitian ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu: a. wawancara mendalam Wawancara dilakukan sebagai bentuk komunikasi yang memiliki maksud tertentu. Melalui wawancara peneliti dapat menemukan ide, pikiran, opini, sikap dan motivasi dari informan. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview) karena sifatnya yang fleksibel dan memiliki validitas data yang lebih akurat. Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Teknik ini memungkinkan peneliti untuk membaca perilaku non-verbal secara lebih detail dan memperoleh kedalaman riset. Dalam metode ini diperlukan iklim wawancara yang kondusif, yaitu dengan membangun keakraban antara peneliti dengan informan.Wawancara akan dilakukan berulang-ulang kali secara intensif namun tetap memperhatikan
33
kenyamanan informan dalam memberikan informasi. Sifat wawancara akan dibuat sedemikian rupa hingga terkesan santai seperti mengobrol. Dengan demikian informan akan bersedia memberikan jawaban-jawaban secara lengkap, mendalam, dan bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Pertanyaan
dalam
wawancara
melingkupi
pertanyaan
mengenai
keberlangsungan proses pendampingan, tahapan yang dilakukan dalam proses pendampingan, hambatan dan tantangan serta motivasi melakukan pendampingan.
b. observasi partisipan Observasi dalam konteks penelitian tidak hanya merupakan aktivitas melihat. Observasi adalah pengamatan yang memiliki maksud tertentu dan mencatat hasilnya.29 Observasi bisa diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung suatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Observasi membantu peneliti memahami konteks yang menjelaskan apa yang dilakukan oleh seseorang.Penelitian ini akan menggunakan metode observasi partisipan. Metode ini memungkinkan peneliti mengamati kehidupan individu atau kelompok dalam situasi riil, dimana terdapat setting yang riil tanpa dikontrol atau diatur secara sistematis. Metode ini memungkinkan peneliti terjun langsung menjadi bagian yang diriset. Pada metode ini peneliti berperan sebagai partisipan sekaligus sebagai peneliti.30 Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati informan dalam melakukan proses pendampingan Odha. Peneliti akan ikut dalam proses pendampingan untuk mengetahui proses dan dinamika yang terjadi selama proses berlangsung. Peneliti juga akan melakukan interaksi dengan informan, hal ini dilakukan untuk menggali informasi yang lebih mendalam. 29
Ibid. Hlmn 82. Ibid. Hlmn 108.
30
34
Beberapa hal yang harus diamati peneliti adalah bagaimana cara informan dalam melakukan proses pendampingan, interaksi informan dengan klien, tanggapan
klien
terhadap
informan
termasuk
juga
sejauh
mana
keterbukaan,kepercayaan dan keintiman yang terjalin antara informan dan klien.
3. Teknik Analisis Data Geertz (1973) menyebutkan bahwa proses analisis data merupakan tahap interpretasi peneliti terhadap fenomena yang ditelitinya. Dia menuliskanbahwa dalam menganalisis data, “we begin with our own interpretations of what our informants are up to, or think they are up to, and then Systematize.”31Atau jika merujuk pada Lull, dia lebih membahasakan proses analisis data sebagai proses menarik kesimpulan (draw inference) dari fenomena yang sedang diteliti. Dalam penelitian etnografi, data disajikan untuk memberikan gambaran tentang kehidupan objek penelitian sedetail mungkin. Untuk menyajikan data, para peneliti etnografi mengelompokkan data-data yang ditemukannya ke dalam beberapa bagian. Data yang ditemukan dipaparkan sesuai dengan bagian-bagian yang telah dibuat oleh peneliti. Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan bahan bahan lain sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Dalam penelitian etnografi , data disajikan untuk memberikan gambaran tentang kehidupan subjek penelitian sedetail mungkin. Untuk menyajikan data, peneliti mengelompokkan data temuannya kedalam beberapa bagian. Data yang ditemukan kemudian dipaparkan kedalam bagian yang telah dibuat oleh peneliti.32
31
Jensen dan Jankowski. Op.Cit. Hlmn 156. Gerald D. Berreman. 2004. “Ethnography: Method and Product” Dalam Vinay Kumar Srivastava (ed.). 2004. Methodology and Fieldwork. New Delhi: Oxford University Press. Hlmn 187 32
35
Penyajian data dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam beberapa bagian yaitu keterbukaan yang mencakup self disclosure, keintiman, kepercayaan, kejujuran dan perasaan, empati , dukungan dan juga kesetaraan. Melalui keempat bagian tersebut peneliti akan melihat komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pendamping dan juga mitra dampingan ketika melakukan proses pendampingan. Melalui penyajian data tersebut, data kemudian akan dianalisis menggunakan analisis intrepretatif. Analisis intrepretatif akan menggambarkan masing bagian penyajian data dan juga temuan yang didapatkan melalui proses wawancara dan juga observasi di lapangan.
36