B A B II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Media Penyiaran Televisi Munculnya media penyiaran televisi di segenap antero dunia membuka cakrawala baru dalam dunia komunikasi massa. Meski sebelumnya telah ditemukan mesin cetak maupun pesawat radio, namun dari aspek karakteristiknya penemuan pesawat televisi lebih memberi efek yang cukup spektakuler di tengah-tengah masyarakat dunia. Kehadiran media televisi tidak dapat melupakan nama Fransworth (USA) sebagai seorang yang pertama sekali menemukan tabung vakum untuk menangkap gambar bergerak dan
dapat ditampilkan secara elektronik di layar pada tahun 1920.
Kemudian pada tahun 1927 Philo Fransworth berhasil menyebarluaskan gambar bergerak melalui peralatan transmissi sehingga era audio-visual berkembang sampai sekarang. Tabung vakum yang oleh Frasnworth diberi nama Image Dissector itulah kemudian disebut sebagai momentum pertama ditemukannya pesawat televisi, meski pada saat itu sempat diperdebatkan karena masih ada pihak lain yang menggugat, yakni sebuah institusi laboraturium Rusia. Laboraturium dengan label RCA mengklaim bahwa Vladimir Zworykin lah yang pertama sekali menemukan tabung
17 Universitas Sumatera Utara
18
yang sama dengan nama Iconoscope. Namun setelah diselesaikan di pengadilan akhirnya diputuskan bahwa ternyata Zworykin melakukan pembajakan terhadap temuan Fransworth. (Vivian 228:2008). Di Indonesia media televisi pertama sekali mengudara saat dilangsungkannya upacara hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-17 pada 17 agustus 1962 dalam siaran percobaan oleh TVRI. Barulah kemudian secara definitif TVRI menyiarkan secara langsung pembukaan Asian Games ke-4 pada tahun yang sama, sekaligus dinyatakan bahwa tanggal 24 agustus 1962 sebagai siaran yang secara resmi pertama sekali media tetevisi mengudara di bumi Indonesia. Kemajuan media elektronik di Indonesia mengalami pergerakan yang cukup pesat, seiring dengan perkembangan dalam bidang media massa elektronik dunia termasuk era teknologi satelit dengan beragam varian yang populer disebut sebagai news media, menjadikan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari konstelasi media informasi global sekaligus sebagai bahagian dari komunitas masyarakat informasi dunia. Mengingat betapa pentingnya media penyiaran televisi sebagai sebuah sarana informasi elektronik yang sekaligus memiliki multilinier efek, maka masing-masing negara memiliki rambu-rambu tersendiri yang secara khusus mengatur tentang aktivitas media ini, baik dari aspek legalitas kelembagaan, isi siaran, maupun etika pengelolaannya. Di Indonesia sendiri dilakukan pengaturannya melalui produk
Universitas Sumatera Utara
19
hukum positif dengan diterbitkannya undang-undang maupun Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ditambah dengan pembentukan lembaga pengawasan independen. Dalam perjalanannya, siaran televisi selama beberapa dekade dimonopoli oleh TVRI sebagai media informasi pemerintah. Barulah sejak tahun 1989 bermunculan lembaga penyiaran swasta yang diawali oleh RCTI dan diikuti oleh lembaga penyiaran televisi swasta lainnya. Pada tahun 2002, dengan terbitnya undang-undang penyiaran maka lembaga televisi yang ada melakukan penyesuaian dengan status yang beragam, TVRI menjadi lembaga penyiaran publik dan semua televisi swasta wajib menjadi lembaga siaran berjaringan. 2.2 Lembaga Penyiaran Indonesia Menurut Undang-Undang no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dalam ketentuan umum Bab I pasal (1) dikatakan : Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan tentang jasa penyiaran radio maupun televisi dalam kategori tersebut di atas diuraikan dalam pasal-pasalnya, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
20
1. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. 2. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. 3. Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauannya wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. 4. Lembaga penyiaran berlangganan merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan. Lembaga penyiaran berlangganan terdiri atas : a. Lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit b. Lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel c. Lembaga penyiaran berlangganan melalui teresterial.
Universitas Sumatera Utara
21
Setiap lembaga penyiaran dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengacu kepada aturan yang ditetapkan baik melalui undang-undang maupun ketentuan lainnya berupa peraturan serta keputusan-keputusan pemerintah. Adanya peraturan yang bersifat mengikat itu tidak terlepas dari konsep dan strategi informasi yang telah dirumuskan secara nasional sekaligus menjadi komitmen bagi setiap aparat yang terkait di dalamnya, baik aparat pemerintah maupun masyarakat penyiaran dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rumusan konsep dimaksud disebut sebagai “Tatanan informasi nasional”. Sebagaimana yang terdapat di dalam UU penyiaran, bahwa Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antar wilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia Internasional. Lebih lanjut diterakan bahwa Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. (BAB III pasal 6). Dalam pasal 6 ayat (3) dikatakan bahwa : Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. Sebagai konsekuensi dari aturan dalam pasal 6 ayat (3) ini, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP)
Universitas Sumatera Utara
22
nomor 50 tahun 2005, khusus dalam memberi pedoman umum terhadap pelaksanaan Sistem Jaringan terdapat pada BAB VI, pasal 34 sebagai berikut: 1. Sistem stasiun jaringan terdiri atas Lembaga Penyiaran swasta induk satsiun jaringan dan Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan yang membentuk sistem stasiun jaringan. 2. Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan merupakan Lembaga Penyiaran Swasta yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlay oleh Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan dalam sistem stasiun jaringan. 3. Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan merupakan Lembaga Penyiaran Swasta yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan yang melakukan relay siaran pada waktu-waktu tertentu dari Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan. 4. Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat berjaringan dengan 1 (satu) Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan. 5. Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan/atau jasa penyiaran televisi yang menyelenggarakan siarannya melalui sistem stasiun jaringan harus memuat siaran lokal.
Universitas Sumatera Utara
23
6. Setiap penyelenggaraan siaran melalui sistem stasiun jaringan dan setiap perubahan jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam sistem stasiun jaringan wajib dilaporkan kepada menteri. Dalam merespon
aturan yang ada maka Departemen Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia mengeluarkan Permen Kominfo RI nomor : 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Stasiun Jaringan Oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi. Menindak lanjuti amanat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) dan juga peraturan menteri (Permen), maka Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga Negara yang diberi tugas melakukan tata kelola lembaga penyiaran di Indonesia serta merta mencantumkan aturan pelaksanaan penyiaran melalui sistem jaringan di dalam buku Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standard Progaram Siaran (SPS) untuk dijadikan acuan bagi seluruh pengelola lembaga penyiaran di Indonesia tertutama terdapat pada pasal 31 yang menyebutkan bahwa “ Lembaga penyiaran wajib menyiarkan program siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.” 2.3 Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan Sistem jaringan televisi dimulai dalam sejarah pertelevisian Amerika Serikat dengan munculnya tiga jaringan besar yang menyediakan acara untuk stasiun lokal, yakni dimulai oleh stasiun televisi NBC dan CBS, kemudian diikuti oleh ABC
Universitas Sumatera Utara
24
dimana sebelumnya ABC sebagai pesaing mereka. Jaringan tiga besar (Big Three) ini masing-masing memiliki 200 outlet di AS sehingga acara-acara dari ketiga stasiun besar ini menjangkau seluruh pelosok negeri. Pada tahun 1941 NBC memberi program acaranya kepada perusahaan affiliasinya dengan menggunakan sambungan jalur microwave yang menghubungkan pantai timur dan barat AS. Selain itu pada tahun 2004 General Electric membeli studio film Universal dan menggabungkan diri dengan NBC. Selanjutnya jaringan televisi CBS dikembangkan pada tahun 1982 oleh William Paley yang sebelumnya telah berjaringan dengan CBS bersamaan dengan kehadiran seorang raja hotel Amerika Laurence Tisch memperkuat keberadaan perusahaan televisi CBS. Dengan kekuatan yang dimilik kemudian Televisi ABC mendirikan jaringan televisi pada tahun 1948 dan berikutnya ABC melakukan merger dengan United Paramount Theaters dengan propertinya yang mencakup beberapa stasiun televisi. Setelah itu stasiun ABC membeli Capcities Communications pada 1985 yakni sebuah stasiun televisi di Kansas City yang beroperasi dengan nama ABC/Cap Cities dan akhirnya dibeli oleh Disney dengan mengganti sedikit label nama menjadi ABC Disney. Pada tahun 1986 Rupert Murdoch seorang yang terkenal sebagai raja media internasional tidak mau ketinggalan dengan membeli tujuh stasiun non-jaringan di kota-kota besar Amerika Serikat sekaligus membeli perusahaan Film 20 th Century
Universitas Sumatera Utara
25
Fox menjadikannya sebuah lembaga televisi berjaringan baru yang dimotori oleh Barry Diller. Di pihak lain Time Warner meluncurkan WB television Net Work pada tahun 1995 untuk dijadikannya sebagai outlet bagi unit produksi Warner Brothers dan kemudian ia membentuk United Paramount Net Work (UPN). Kemudian pada tahun 2006 Viacom dan Time Warner menggabungkan WB dengan UPN menjadi jaringan televisi baru yang disebut dengan jaringan CW-C untuk CBS dan W untuk Warner dengan segmentasi audience berusia 18-34 tahun. Sistem akuisisi muncul dalam dunia broadcast, yakni pada dekade 1980 an. Pada saat itu perusahaan media mulai membeli perusahaan luar negeri. Sebut saja Bertelsman (Jerman) yang mengakuisisi perusahaan rekaman RCA dan Arista di AS. Setelah itu ia juga mengakuisisi 14 majalah wanita yang dibeli dari perusahaan New York Times. Beberapa perusahaan media telah melakukan merger untuk mendapatkan sinergi. Merger Hachette (Prancis) dengan Filapacchi (Italia) menghasilkan profit yang cukup signifikan. Demikian pula aliansi Vicom dengan menjual acara televisinya ke beberapa jaringan dan stasiun televisi yang ada di beberapa Negara. (Vivian:2008) Dari sejarah pertelevisian Amerika tersebut kemudian diikuti oleh Indonesia dengan memproduksi sebuah peraturan tentang sistem jaringan melalui uandangundang tahun 2002 dan bentuk-bentuk peraturan turunannya. Namun dilihat dari segi
Universitas Sumatera Utara
26
latar belakang pembentukannya apa yang terjadi di Indonesia tidak sama persis dengan perjalanan sistem jaringan yang telah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat. Menurut hemat peneliti, sistem jaringan di Amerika Serikat dilatarbelakangi oleh adanya keinginan pemilik modal untuk lebih memperluas jangkauan produk program siarannya maka diperlukan stasiun penyiaran lain di beberapa wilayah, dengan membentuk sebuah sistem jaringan. Perluasan jaringan dilakukan dengan cara membeli, merger ataupun mengakuisisi stasiun penyiaran lokal yang memang sudah ada sebelumnya. Namun di Indonesia dengan kondisi saat ini proses dalam penerapan sistem stasiun jaringan justeru terbalik jika dibandingkan dengan yang terjadi di Amerika. Berdasarkan aturan yang ada, stasiun penyiaran televisi nasional yang secara kebetulan kesemuanya berada di ibu kota negara, Jakarta, dan sesuai dengan amanat UU,PP maupun Permen kepada semua stasiun nasional diharuskan mendirikan stasiun-stasiun lokal di daerah ibukota provinsi, kabupaten/kota yang kemudian dijadikan sebagai anggota jaringannya. Pada saat yang sama Lembaga penyiaran nasional itu wajib melepaskan hak kepemilikannya atas anggota jaringannya dengan memberikan peluang sebesar besarnya kepada investor lokal, maksudnya agar terjadi pembagian pemusatan kepemilikan (diversity of ownerships) sekaligus membagi sebahagian produk isi siarannya kepada anggota jaringannya dengan
volume
maksimum 50% (diversity of content).
Universitas Sumatera Utara
27
Head dan Sterling (1982) menyatakan, jaringan adalah : “two or more stations interconnected by some means of relay (wire, cable, teresterial micro wave, satellite) so as to anable simultaneous broadcasting of the same program…” yakni : dua atau lebih stasiun yang saling berhubungan melalui relay (kawat, kabel, gelombang mikro teresterial, satelit) yang memungkinkan terjadinya penyiaran program secara serentak. Sedangkan Willis dan Aldridge (1992) menambahkan ketentuan atau kriteria pengertian jaringan dengan menyebutkan : There are several different kinds of networs, but all of them have one thing in common: They distribute program simultaneously to affiliated stations. ( terdapat beberapa jenis jaringan, namun semuanya memiliki satu kesamaan : Jaringan menyiarkan program secara serentak kepada stasiun afiliasinya).(86-87:2005) Penjelasan tentang Sistem Stasiun Jaringan di dalam Peraturan Menteri Kominfo No 43 tahun 2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) antara lain terdapat di psl (1) : “Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relay siaran secara tetap antar lembaga penyiaran.” Sedangkan dalam psl (2) disebutkan “Sistem stasiun jaringan dilaksanakan oleh stasiun penyiaran lokal berjaringan yang terdiri atas : a. Stasiun induk, berkedudukan di ibukota provinsi. b. Stasiun anggota, berkedudukan di ibukota provinsi, kabupaten dan atau kota.”
Universitas Sumatera Utara
28
Sementara itu dalam pasal (5) menyebutkan : 1.
Stasiun induk merupakan stasiun penyiaran yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlay oleh stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan.
2.
Stasiun anggota merupakan stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan yang melakukan relay siaran pada waktu-waktu tertentu dari stasiun induk.
3.
Setiap lembaga penyiaran swasta hanya dapat berjaringan dalam satu sistem stasiun jaringan.
4.
Lembaga penyiaran swasta yang menjadi stasiun anggota dalam sistem jaringan hanya dapat berjaringan dengan 1 (satu) stasiun induk.
Dalam pengaturan tentang volume isi siarannya terdapat dalam pasal (8), yaitu : 1. Dalam sistem stasiun jaringan stasiun yang direlay oleh stasiun anggota dari stasiun induk, dibatasi dengan durasi paling banyak 90% dari seluruh waktu siaran per hari. 2. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta, program siaran yang direlay oleh stasiun anggota dari stasiun induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara bertahap turun menjadi paling banyak 50% dari seluruh waktu siaran per hari.
Universitas Sumatera Utara
29
3. Dalam sistem stasiun jaringan, setiap stasiun penyiaran lokal harus memuat siaran lokal dengan durasi paling sedikit 10% dari seluruh waktu siaran per hari. 4. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta keharusan memuat siaran lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara bertahap naik menjadi paling sedikit 50% dari seluruh waktu siaran per hari. Selanjutnya dalam pasal (9) dijelaskan tentang maksud siaran lokal, seperti berikut : Siaran lokal adalah siaran dengan muatan lokal pada daerah setempat yang kriterianya ditentukan lebih lanjut oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No.02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), pasal 1 ayat (12) yang dimaksud dengan Program siaran lokal adalah : program siaran dengan muatan lokal, baik program faktual maupun non-faktual, yang mencakup peristiwa, isu-isu, latar belakang cerita, dan sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah setempat. Sementara itu dalam P3 pasal (52) diatur tentang volume penayangan Program Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
30
1. Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi minimal 10% (sepuluh perseratus) dari total durasi siaran berjaringan per hari. 2. Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh peseratus) diantaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time waktu setempat. 3. Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) secara bertahap wajib ditingkatkan hingga 50% (lima puluh per seratus) dari total durasi siaran berjaringan per hari. Berdasarkan UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, secara tegas memberi tuntunan kepada setiap penyelenggara penyiaran, bahwa setiap kegiatan penyiaran di Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 dengan azas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan bertanggung jawab. Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
31
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Selain itu penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, khususnya tentang kemandirian, demokratisasi, rasa keadilan dan fungsi ekonomi serta kebudayaan dalam rangka terbinanya watak dan jati diri bangsa sekaligus terwujudnya semangat otonomi daerah dengan tumbuh dan berkembangnya potensi daerah, maka kehadiran Permen kominfo no 43 tahun 2009 dipandang relevan dalam kondisi saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, pasal (6) mengamanatkan bahwa pers nasional wajib : a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati Kebhinekaan. c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Universitas Sumatera Utara
32
2.4 Kepemilikan Lembaga Penyiaran Pada dasarnya pengelola stasiun penyiaran dapat dibagi dua macam :
a)
pengelola perorangan atau individu (single owners); b) pengelola kelompok atau group ownership (perusahaan atau lembaga lainnya)…Sebahagian besar stasiun penyiaran yang berada di kota-kota besar dimiliki oleh korporasi atau perusahaan yang umumnya memiliki kekuatan modal yang lebih besar daripada pemilik perorangan. (Morrisan 85,86:2008) Ketentuan
undang-undang
penyiaran
menyebutkan
bahwa
pemusatan
kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Berkaitan dengan kepemilikian lembaga penyiaran diatur dalam PP no 50 than 2005 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran swasta didirikan dengan modal awal seluruhnya hanya dimiliki oleh warga Negara Indonesia, jika kemudian akan ditambah dengan modal asing hanya dibatasi sampai 20% atas jumlah keseluruhan saham. Dalam Permen Kominfo RI No. 28 tahun 2008, pasal (11) menyebutkan : Lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relay di ibu kota provinsi wajib melepas kepemilikannya atas stasiun relaynya. Oleh karena itu segala kepentingan dan urusan administrasi, birokrasi dan program siarannya secara penuh dikelola oleh penanggung jawab LPS lokal yang secara legalitas telah terlepas dari manajemen kepemilikan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
34
Jika dikaitkan dengan konglomerasi media maka melalui peraturan di atas peneliti berpendapat bahwa tidak memungkinkan untuk terjadi pemusatan kepemilikan. Namun jika kemudian perusahaan lembaga penyiaran yang sudah memiliki status sebagai stasiun induk jaringan
melakukan merger atau akuisisi
terhadap stasiun lokal ( yang nota benenya atas pembentukannya sendiri) itu, maka sangat dimungkinkan terjadinya praktek konglomerasi.
2.5 Persyaratan Perijinan LPS Setiap pendirian Lembaga Penyiaran di Indonesia, apakah Lembaga Penyiaran Publik (LPP) lokal maupun nasional. Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) harus memenuhi persyaratan perijinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Khusus mengenai tata cara dan Persyaratan Perijinan bagi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran. Persyaratan perijinan untuk pendirian Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) lokal jaringan secara administratif perijinan tidak mempunyai perbedaan dengan tata cara dan persyaratan perijinan bagi pendirian LPS pada umumnya, yakni dengan mengacu
Universitas Sumatera Utara
35
kepada kedua ketentuan di atas baik Peraturan Pemerintah RI maupun Peraturan Menteri Kominfo RI. Namun dari aspek penyelenggaraan penyiarannya diatur tersendiri yakni dengan mengacu kepada Permen Kominfo no 43 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta jasa Penyiaran Televisi. Di dalam PP no 50 Tahun 2005 pada pasal (4) dinyatakan : 1. Sebelum menyelenggarakan kegiatan, Lembaga Penyiaran Swasta wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran. 2. Untuk memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Pemohon mengajukan permohonan izin tertulis kepada Menteri melalui KPI, dengan mengisi formulir yang disediakan dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini. 3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1 (satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI, dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran sebagai berikut : a.
Persyaratan Administrasi : 1.
Latar belakang maksud dan tujuan pendirian serta mencantumkan nama, visi, misi dan format siaran yang akan diselenggarakan.
Universitas Sumatera Utara
36
2.
Akta pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan badan hukum atau telah terdaftar pada instansi yang berwenang.
3.
Susunan dan nama pengurus penyelenggara penyiaran.
4.
Studi kelayakan dan rencana kerja.
5.
Uraian tentang aspek permodalan.
6.
Uraian tentang proyeksi pendapatan (revenue) dari iklan dan pendapatan lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
7.
Daftar media cetak, lembaga pemyiaran televisi yang sudah dimiliki oleh pemohon.
8.
Uraian tentang struktur organisasi mulai dari unit kerja tertinggi samapi unit kerja terendah, termasuk uraian tata kerja yang melekat pada setiap unit kerja.
b.
Program Siaran : 1.
Uraian tentang waktu siaran, sumber materi mata acara siaran, khalayak sasaran, dan daya saing.
2.
Presentase mata acara siaran keseluruhan dan rincian siaran music, serta pola acara siaran harian dan mingguan.
c.
Data Teknik Penyiaran : 1.
Data inventaris sarana dan prasarana yang akan digunakan, termasuk peralatan studio dan pemancar, jumlah dan jenis studio serta perhitungan biaya investasinya.
Universitas Sumatera Utara
37
2.
Gambar tata ruang studio dan peta lokasi stasiun penyiaran, gambar tata ruang stasiun pemancar dan peta lokasi stasiun pemancar, serta gambar peta wilayah jangkauan siaran dan wilayah layanan siarannya.
3.
Spesifikasi teknik dan sistem peralatan yang akan digunakan beserta diagram blok sistem konfigurasinya.
4.
Usulan saluran frekuensi dan kontur diagram yang diinginkan.
Menurut Permen Kominfo RI no. 28 Tahun 2008, Tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, pasal (6) disebutkan : 1.
Pendirian LPS harus memenuhi persyaratan sbb : a.
Didirikan oleh warga Negara Indonesia
b.
Didirikan dengan bentuk badan hukum Indonesia berupa Perseroan Terbatas yang mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.
c.
Bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televise yang disebutkan dalam akte pendirian dilampiri dengan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
d.
SITU dan TDP sebagaimana dimaksud pada huruf C dapat dilengkapi kemudian sebelum diterbitkannya Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran, dan
e.
Seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
38
2.
Permodalan Sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf E akan diatur lebih lanjut dalam peraturan tersebut.
Persyaratan Perizinan LPS, pasal (7) Dalam mengajukan permohonan perizinan, LPS harus memenuhi persyaratan administrasi. Program siaran, dan data teknik penyiaran dengan mengisi formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran 2 A atau lampiran 2 B peraturan menteri ini. 2.6 Tahapan Perizinan Sesuai dengan ketentuan baik dalam UU, PP maupun Permen Kominfo RI telah diatur tentang proses dan tahapan perjalanan sebuah permohonan dimulai dari pengajuan proposal yang dilakukan oleh pemohon pengelola LPS hingga pada tahap memperoleh izin dari pemerintah berupa Izin Penyelenggara Penyiaran (IPP). Dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 28 Tahun 2008, pasal 17 ayat (5) hingga (12) secara jelas diuraikan sebagai berikut : “ Setelah KPI memeriksa kelengkapan administrasi pemohon kemudian KPI melaksanakan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP). Tata cara EDP disusun berdasarkan ketentuan KPI. “ Dalam proses EDP pihak pemohon banyak mendapat masukan dan kritikan oleh para peserta EDP sebagai pengayaan kelngkapan persiapan menjelang tahapan kerja operasional yang dianggap layak bagi sebuah lembaga penyiaran sesuai dengan visi dan misinya.
Universitas Sumatera Utara
39
Selanjutnya KPI memberitahukan secara tertulis kepada Menteri tentang pemohon yang dinyatakan layak untuk menyelnggarakan penyiaran sesuai dengan Rekomendasi Kelayakan (RK) yang dikeluarkan oleh KPI sebagai hasil dari proses EDP, paling lambat 2 (dua) minggu setelah EDP. Terhitung paling lambat 15 hari (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Rekomendasi Kelayakan (RK) dari KPI, Menteri mengundang KPI dan instansi terkait untuk mengadakan Forum Rapat Bersama (FRB). Pada pasal (18) hingga pasal (22) dijelaskan tentang Forum Rapat Bersama (FRB) yang menyangkut tentang peserta, tempat/lokasi, aspek materi evaluasi dan penilaian evaluasi hingga akhirnya samapi kepada penerbitan Izin Prinsip Penyelenggara Penyiaran oleh Menteri Kominfo atas nama Pemerintah RI. Pemberian izin Prinsip Penyelenggara Penyiaran (IPPP) ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan waktu bagi pemohon untuk mengurus kekurangan kelengkapan persyaratan administrasi lainnya, seperti : IMB, HO, SITU, TDP dalam rangka membangun kelengkapan infrastruktur serta pengurusan izin Stasiun Radio (ISR) yang berkaitan dengan penetapan Kanal Frekeuensi sekaligus izin uji coba siaran. Masa berlakunya IPPP ini sama halnya dengan tenggat waktu uji coba siaran, sesuai dengan ketentuan UU bahwa uji coba siaran untuk jasa penyiaran radio diberikan selama 6 (enam) bulan dan 1 (satu) tahun untuk jasa penyiaran televisi. Setelah itu pihak pemohon mengajukan surat permintaan untuk dilakukan ferifikasi atas uji coba siarannya yang ditujukan kepada Menteri Kominfo.
Universitas Sumatera Utara
40
Berdasarkan permohonan itu maka KPI tentang pelaksanaan uji coba siaran sekaligus untuk mendapatkan kelengkapan data administratif lainnya. Setelah dinyatakan lulus maka Pemerintah menerbitkan izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) atau disebut juga sebagai ijin tetap. Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) yang diberikan oleh pemerintah melalui KPI dapat diperpanjang sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang, yakni 5 (lima) tahun bagi lembaga Jasa Penyiaran Radio dan 10 (sepuluh) tahun bagi Lembaga Jasa Penyiaran Televisi.
2.7 Paradigma Teori Kata “Paradigma” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) antara lain bermakna memberi pengertian, bahwa paradigma adalah model dalam teori ilmu pengetahuan; kerangka pemikiran. Sedangkan Watson dan Hill (2000) memberi pengertian tentang paradigma adalah merujuk kepada kerangka yang menjelaskan sesuatu teori dari mazhab tertentu. Tetapi untuk keperluan kajian ilmiah, paradigma mencakup keseluruhan epistemology, perspektif teoretis, metodologi, dan metodemetode. Namun sejauh ini para ahli sepakat mengelompokkannya menjadi tiga paradigm yakni : 1. Classical paradigm (yang mencakup positivism dan post poitivism) 2. Construction paradigm, dan 3. Critical paradigm. (Sumber : S.Pohan.Perspektif Paradigma Penelitian Kualitatif:2011)
Universitas Sumatera Utara
41
Tabel 1. Paradigma Ilmu Sosial/Komunikasi PARADIGMA
PARADIGMA
POSTIVITIK
KONSTRUKTIVIS
Menempatkan ilmu sosial Memandang ilmu sosial
PARADIGMA KRITIS
Memandang ilmu sosial
seperti halnya ilmu alam
sebagai analisis
sebagai analisis
dan fisika, dan sebagai
sistematis terhadap
sistematis terhadap
metode yang
socially meaningful
socially meaningful
terorganisasi untuk
action melalui
action melalui
mengombinasikan
pengamatan langsung dan pengamatan langsung dan
deductive logic dengan
rinci terhadap pelaku
rinci terhadap pelaku
pengamatan empiris,
sosial dalam setting
sosial dalam setting
guna secara probilistik
alamiah agar mampu
alamiah agar mampu
menemukan----atau
memahami dan
memahami dan
memperoleh konfirmasi
menafsirkan bagaimana
menafsirkan bagaimana
tentang----hukum sebab
para pelaku sosial yang
para pelaku sosial yang
akibat yang bisa
bersangkutan
bersangkutan
digunakan memprediksi
menciptakan dan
menciptakan dan
gejala sosial tertentu
mengelola dunia sosial
mengelola dunia sosial
(Sumber : Diolah dari Dedy Nur Hidayat, 2004)
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 2. Epistemologi – Perspektif Teoretis – Metodologi – Metode EPISTEMOLOGI
PERSPEKTIF
METODOLOGI
METODE
TEORI Positivis (dan
1. Objektif
post-
Riset Eksperimen - Pengukuran, skala - Penelitian survei - Sampling
positivisme) 2. Konstruktivis
- Kuesioner
Interpretif :
- Etnografi
- Observasi
- Interaktif
- Riset
- Obesrvasi berperan
simbolik
fenomenologi
serta
- Fenomenologi - Penemuan
- Wawancara
- Hermeunetik
- Kelompok terarah
heurestik
- Studi kasus -
Sejarah kehidupan
3. Subjektif
(dan Penemuan kritis
varian-varianya)
- Penelitian aksi - Analisis Wacana Krisis
- Analisis komparatif - Analisis dokumen - Analisis interpretativ - Analisis isi
(Sumber : Crotty, 1998:5, diubah)
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 3. Teori dan Pendekatan Paradigma Dalam Ilmu Komunikasi
TEORI/PENDEKATAN TEORI/PENDEKATAN KLASIK
KONSTRUKTIVIS
KRITIS
Teori tentang Pesan Teori-Teori Wacana
√
√
√
Teori-Teori Tanda dan Bahasa
√
√
√
Interaksionisme simbolik √
-
√
Komunikasi Antar pribadi
Mazhab Iowa
Teori keputusan sosial
√
Teori – teori pengalaman dan Interpretasi
-
Teori – teori proses dan Informasi Komunikasi Kelompok
Publik
√
Mazhab Chicago -
-
-
√
-
-
dan
Pendekatan Sistem Informasi dalam Organisasi
√
-
-
√
-
-
√
-
-
Teori – teori Pertukaran Sosial Teori – teori Jaringan Komunikasip
Universitas Sumatera Utara
44
Lanjutan tabel 3 Komunikasi Masyarakat
Massa
dan
√ (Mis, Schiller)
Teori – teori strukturalFungsional Media Massa
√
Teori Agenda Setting
√
-
Teori Kultivasi
√
-
Teori Uses and Gratifications
√
Teori – teori Ekonomi Politik Massa
(Ekonomi Politik Liberal) -
Media dan Konstruksi Sosial Realitas Studi Media dan Budaya Teori – teori Produksi Pesan Teori – teori Media Massa dan Persuasi, efektivitas periklanan dan program komunikasi
-
Matterlart,
-
(Instrumentalis, Strukturalisme) -
(Kulturalisme, Konstruktivisme) √
√ √ √ -
√
-
Universitas Sumatera Utara
45
2.8 Teori Tanggung Jawab Sosial Menurut Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss (22:2009) bahwa tidak ada teori yang akan mengungkapkan “kebenaran” atau mampu untuk benar-benar menyampaikan subjek atau penelitiannya. Teori-teori berfungsi sebagai panduan yang membantu kita memahami, menjelaskan, mengartikan, menilai, dan menyampaikan. Teori-juga merupakan susunan. Teori-teori diciptakan oleh manusia, bukan diturunkan oleh Tuhan. Selanjutnya Little john & Karen (22:2009) menjelaskan bahwa dua orang pengamat yang menggunakan mikroskop mungkin melihat hal yang berbeda pada amuba, bergantung pada sudut pandang teoritis setiap peneliti. Dalam sebuah penelitian apalagi penelitian kualitatif, memilih berbagai teori tidak semata-mata dijadikan sebagai tujuan dari penelitian apalagi pemilihan teori untuk dibuktikan. Dalam penelitian kualitatif teori hanya dijadikan sebagai panduan bagi peneliti
dalam operasionalisasi kegiatan penelitiannya agar isi dan arah
penelitian senantiasa berada dalam fokus yang bermuara pada titik tujuan akhir penelitian. Jadi teori bukan untuk kepentingan teori itu sendiri. Penelitian kualitatif bermaksud hanya untuk memahami sebuah fenomena yang dideskripsikan melalui pemaknaan bahasa. Seperti yang dikatakan oleh Moleong (2005) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
46
Berdasarkan uraian
sebelumnya tentang pelaksanaan sistem jaringan baik
tinjauan dari aspek konseptual, strategi maupun pengaturan teknis pelaksanaannya, maka peneliti dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa segenap aturan yang ada berorientasi kepada kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Kemandirian dan kebebasan yang diberikan kepada pengelola lembaga penyiaran tidak diartikan semena-mena, melainkan kebebasan yang mengacu kepada kepentingan masyarakat dalam bingkai menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penerapan aturan tentang lembaga penyiaran, mungkin berbeda dengan konsep Negara lain. Dari kenyataan yang ada sangat kelihatan bahwa pemerintah RI sangat peduli menjaga keutuhan masyarakat baik dari segi visi maupun kultur budaya bangsa, sehingga produk aturan yang dikeluarkan terkesan selalu melindungi kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat lokal. Oleh sebab itu, penerapan strategi penyiaran di Indonesia sebagai salah satu bentuk merealisasikan konsep tatanan informasi nasional diatur oleh pihak eksekutif dan legislatif dalam bentuk perundang-undangan maupun peraturan formal lainnya. Dalam melakukan penelitian tentang pelaksanaan aturan Sistem Stasiun Jaringan dikaitkan dengan pemerataan informasi sebagai sebuah cerminan sikap tanggung jawab sosial kepada masyarakat khususnya masyarakat lokal, maka peneliti mencoba melakukan pendekatan dengan teori yang menurut peneliti berkesesuaian atau paling tidak yang sangat mendekati dengan fenomena yang ada, yakni sebuah
Universitas Sumatera Utara
47
teori yang setidaknya dapat menyoroti antara berbagai kepentingan, dalam hal ini kepentingan pengelola media penyiaran, masyarakat dan pemerintah. Sesuai dengan konsep paradigma Konstruktivis bahwa penelitian ini dilakukan dengan menggunakan riset fenomenologi yang termasuk dalam kolom Komunikasi massa dan masyarakat, yaitu dengan konsep pendekatan media dan konstruksi sosial dengan menggunakan metode observasi dan wawancara.
Sebagaimana yang
diuraikan dalam tabel di atas, maka teori yang peneliti gunakan setidaknya memiliki cakupan
antara fungsi media dengan kebutuhan informasi masyarakat lokal
dikaitkan dengan produk regulasi. Diantara teori yang ada, menurut peneliti teori yang cukup relevan sekalgus peneliti gunakan dalam
penelitian ini ialah teori
Tanggung Jawab Sosial. Teori tanggung jawab sosial berasal dari inisiatif Komisi Kebebasan pers Amerika atau The Commission on Freedom of The Press (Hutchins,1947). Menurut Denis McQuail,
teori ini harus mengawinkan kemandirian dengan kewajiban
terhadap masyarakat.
Landasannya yang utama adalah : asumsi bahwa media
melakukan fungsi yang esensial dalam masyarakat, khususnya dalam hubungannya dengan politik demokrasi; pandangan bahwa media seyogianya menerima kewajiban untuk melakukan fungsi itu – terutama dalam lingkup informasi, dan penyediaan mimbar bagi berbagai pandangan yang berbeda; penekanan pada kemandirian media secara maksimum, konsisten dengan kewajibannya kepada masyarakat; penerimaan pandangan bahwa ada standar prestasi tertentu dalam karya media yang dapat dinyatakan dan seyogianya dipedomani. (116:1996)
Universitas Sumatera Utara
48
Teori tanggung jawab sosial menekankan kebutuhan terhadap pers independen yang mengawasi institusi sosial lainnya serta memberikan laporan yang objektif dan akurat. Ciri paling inovatif dari teori ini adalah media harus bertanggung jawab untuk menjaga “komunitas besar” agar produktif dan kreatif. Teori ini menyatakan bahwa media harus melakukan hal tersebut dengan cara mengutamakan keragaman kultural-dengan menyuarakan aspirasi semua rakyat-bukan hanya sekelompok elit atau penguasa yang mendominasi kebudayaan secara nasional, wilayah, atau lokal masa lalu. (Stanley J.Baran-Dennis K.Davis. 145:2010) Denis McQuail (117:1996) menyebutkan bahwa teori tanggung jawab sosial harus berusaha mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda : prinsip kebebasan dan pilihan individual; prinsip kebebasan media; dan prinsip kewajiban media terhadap masyarakat. Prinsip utama teori tanggung jawab sosial sekarang dapat disajikan sebagai berikut : 1. Media seyogianya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat. 2. Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau professional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas, dan keseimbangan. 3. Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seyogianya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada.
Universitas Sumatera Utara
49
4. Media seyogianya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama. 5. Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab. 6. Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum. 7. Wartawan dan media professional seyogianya bertanggung jawab terhadap masyarakat dan juga kepada majikan serta pasar. Werner J.Severin - James W.Tankard, Jr (379:2008) melansir pendapat Siebert, Peterson, dan Schramm, (1956) menyebutkan bahwa teori tanggung jawab sosial, yang merupakan evolusi gagasan praktisi media, undang-undang media, dan hasil kerja Komisi Kebebasan Pers (Komisi Hutchin), berpendapat bahwa selain bertujuan untuk memberikan informasi, menghibur, mencari untung (seperti halnya teori liberal), juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi. Kemudian dikatakannya bahwa
setiap orang yang memiliki sesuatu yang
penting untuk dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Di bawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen,
Universitas Sumatera Utara
50
kode etik professional, dan dalam hal penyiaran dikontrol oleh badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran frekuensi yang tersedia. (Siebert, Peterson, dan Schramm, 1956) Tabel 4. Empat Dasar Media Massa
Dikembangkan Sumber
Tujuan Pokok
Siapa yang berhak menggunakan Media? Bagaimana media dikendalikan?
Otoriter
Liberal
Abad ke – 16 dan 17 di Inggris; banyak diadopsi dan masih diterapkan dibanyak tempat Filsafat kekuasaan absolut raja, pemerintahanny a, atau keduanya
Diadopsi di Inggris setelah 1688, dan di Amerika Serikat; berpengaruh di tempat lain
Siapa pun yang memiliki hak khusus dari kerajaan atau izin serupa Hak khusus dari pemerintah, serikat profesi, lisensi, kadang juga peenyensoran
Tulisan karya Milton, Locke, Mill, dan ffilsafat umum tentang rasionalisasi dan hak-hak alamiah
Siapa pun yang secara ekonomi mampu melaksanakannya Melalui “proses pembuktian kebenaran” dalam “tempat pertukaran gagasan yang bebas” dan melalui pengadilan
Tanggung Jawab Sosial Di Amerika Serikat di Abad ke 20
Otoriter-Soviet
Pendapat masyarakat, tindakan, tindakan konsumen, etika professional
Pengawasan dan nilai ekonomi tindakan politis pemeerintah
Di Uni soviet, meskipun sebagian idenya juga dilakukan oleh penguasa Nazi dan Italia Tulisan karya Pemikiran W.E Hocking, MarxistKomisi LeninistKebebasan Stalinist, Pers, dan para dengan praktisi;undang campuran -undang media pemikiran Hegel dan Rusia abad ke 19 Setiap orang Anggota partai yang memiliki yang setia dan pendapat ortodoks
Universitas Sumatera Utara
51
Lanjutan tabel 4 Apa yang dilarang?
Mengkritik mekanisme politik atau pejabat yang berkuasa
Kepemilikan
Swasta atau Umum
Perbedaan utama dari yang lain
Kepanjangan tangan kebijakan pemerintah, sekalipun bukan milik pemerintah
Tindakan fitnah, tindakan tidak senonoh, ketidaksopanan, hassutan dalam masa peperangan
Gangguan serius terhadap hak-hak pribadi yang diakui dan dan terhadap kepentingan sosial yang vital Umumnya Swasta Swasta, kecuali pemerintah harus mengambil alih untuk menjamin kelangsungan layanan umum Alat untuk Media harus mengawasi dan mengemban memenuhi tugas tanggung kebutuhan lain jawab social; masyarakat dan bila tidak, suatu pihak harus memaksanya
Kritikan terhadap tujuan partai yang berbeda dengan taktik
Umum
Media yang dimiliki pemerintah dan dikendalikan dengan ketat yang murni membela kepentingan negara Sumber : F. S Siebert, T.B. Peterson, and W. Schramm, Four Theories of the Press (Urbana: University of Illonois Press, 1956), hlm.7 . Dicetak ulang seizing University of Illonois Press.
Universitas Sumatera Utara