BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.
Metabolisme besi Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.10-13
2.1.1. Bentuk zat besi dalam tubuh. Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu: 12-15 a. Zat besi dalam hemoglobin. b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin. d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan beberapa enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1.Kompartemen zat besi dalam tubuh.12
Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk kedalam mitikondria untuk diprroses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Sejalan dengan maturasi
eritrosit baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas
kedalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki
Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi (cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transporting iron binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali didapati dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu pada penderita anemia defisiensi besi.16-19 Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin, dimana zat besi digunakan secara terus- menerus. Sebagian besar zat besi
Universitas Sumatera Utara
yang bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization), dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan keringat.11,19,22,31
2.1.2. Kebutuhan zat besi. Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda, hal ini tergantung pada umur, sex, berat badan dan keadaan individu masingmasing. Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan pertama. selanjutnya selama periode pertumbuhan, kenaikan berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa produksi wanita. 16,17,19 Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari, sedangkan wanita pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi antara 0,5 -1 mg / hari. Pada wanita hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg / hari dan tergantung pada tuanya kehamilan. Pada seorang laki laki normal dewasa kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya terdapat 10-20 mg zat besi setiap harinya.19,20,23 Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 – 20 mg setiap harinya, tapi ternyata hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk feritin dan sisanya 5 – 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain.
Universitas Sumatera Utara
Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh membutuhkannya. 24-26 Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur hemostasis besi dan juga merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas untuk mengevaluasi
status besi dan secara khusus penting untuk mendeteksi
defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan wanita berbeda, pada laki-laki dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml , pada wanita premonoupase kurang dari 200 ng/ml. 27,29,32 Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)20
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
2.1.3. Absorbsi besi Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:26,29 1. Fase Luminal Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal
dari
sumber
nabati,
tingkat
absorbsi
dan
Universitas Sumatera Utara
bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum. 2. Fase Mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang
sangat
kompleks.
Dikenal
adanya
mucosal
block
(mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus) 3. Fase Korporeal Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan besi (storage) oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Absorbsi zat besi. Sumber: Andrews NC,New Engl J Med. 341:1986-1995, Copyright © 1999 Massachusetts Medical Society. All rights reserved. 2.1.4. Mekanisme regulasi absorbsi besi Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus:25,26,29 1. Regulator dietetik : absorbsi besi dipengaruhi oleh jumlah kandungan besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan (besi heme atau non heme), adanya penghambat atau pemacu absorbsi dalam makanan. 2. Regulator simpanan : Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
3. Regulator eritropoetik : Besar absorbsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis. Mekanisme ini belum diketahui dengan pasti. 2.1.5. Transport zat besi. 2.1.5.1. Transferin Transferin adalah β1 globulin (protein fase akut negatif), merupakan glikoprotein dengan berat molekul 79570 dalton, terdiri dari polypeptide rantai tunggal dengan 679 asam amino dalam dua domain homolog. N-terminal dan C-terminal masing-masing mempunyai satu tempat ikatan dengan Fe3+. Satu molekul transferin mengikat 2 atom besi (Fe3+). Transferin akan berikatan dengan reseptor transferin, setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin12,17,28,32 Transferin terutama disintesis oleh sel parenkim hati, sebagian kecil di otak, ovarium, dan limfosit T helper. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11 hari. Transferin mempunyai 3 fungsi utama yaitu17,33 1. Solubilisasi Fe3+, mengikat besi dengan afinitas tinggi 2. Mengantar besi ke sel 3. Berinteraksi dengan reseptor membran Jumlah transferin dinyatakan dalam jumlah besi yang terikat disebut sebagai Total Iron Binding Capacity (TIBC). Pada orang dewasa normal kadar besi plasma kira-kira 18 µmol/L setara dengan 100 µg/dL. TIBC 56
Universitas Sumatera Utara
µmol setara dengan 300 µg/dL. Dengan demikian hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi. Hal ini penting dalam diagnosis gangguan metabolisme besi.17,34,35 Besi (Fe3+) di dalam plasma yang berikatan dengan apotransferin (Tf), Fe-Tf akan berikatan dengan reseptor transferin (TfR) pada permukaan sel. Kompleks TfR dan Fe3+ -Tf bersama DMT 1 di clathin-coated pit, mengalami invaginasi membentuk endosom. Pompa proton di dalam endosom akan menurunkan pH menjadi asam (5,5) mengakibatkan ikatan antara Fe3+ dan apotransferin terlepas. Apotransferin tetap berikatan dengan TfR di permukaan sel, sedangkan Fe3+ yang dilepaskan akan keluar melalui DMT 1 mitokondria
dan
disimpan.
Besi
dengan
protoporfirin
selanjutnya
dipergunakan untuk pembentukan heme. Besi yang berlebih akan disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Akibat pH ekstrasel 7,4 ikatan antara apotransferin TfR di permukaan sel akan terlepas. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi dan berfungsi kembali sebagai pengangkut besi, sedangkan TfR akan menjadi Truncated Transferin Receptor atau Soluble Transferin Receptor (sTfR)10,13,36
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Siklus Transferin. Sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95). 2.1.5.2. Reseptor Transferin Reseptor Transferin merupakan protein transmembran homodimer terdiri dari 2 molekul monomer yang identik, terikat pada 2 ikatan sulfide pada residu sitein 89 dan 92, terletak ekstraseluler. Tiap monomer mempunyai berat molekul 90 kD, terdiri dari 780 residu asam amino dengan 3 domain, yaitu protease-like domain (A) berikatan dengan aminopeptidase, apical domain (B), dan helical domain (C). Setiap monomer mengikat 1 molekul transferin yang telah mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin. Hampir semua sel tubuh mengekspresikan reseptor transferin. 10,13,17,36
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.3. Soluble Transferin Receptor (sTfR) Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin, memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi dengan jumlah reseptor transferin yang diekspresikan pada permukaan sel. Kadar sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase akut, kerusakan hati akut, dan keganasan. Kadar sTfR menggambarkan aktivitas eritropoiesis. sehingga kadar sTfR dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis. 10,11,17
2.1.6. Erythropoiesis Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (eritrosit) dan prekursor eritroid. Unit fungsional dari sitem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang berfungsi sebagai pembawa oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hemopoietik, melalui jalur sel induk myeloid, kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-E. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang dikenal sebagai pronormoblast, berkembang menjadi basophilic selanjutnya polychromatophilic normoblast dan acidophilic (late) normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika di cat dengan pengecatan khusus akan tampak, seperti jala sehingga disebut retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA sehingga menjadi erotrosit dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang terjadi dalam sumsum tulang.18,23,26
Universitas Sumatera Utara
Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan (senescence) kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut sebagai hemolisis. Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit, sistem enzim
(pyruvat
kinase
dan
G6PD)
dan
hemoglobin
(alat
angkut
oksigen).11,26,29
Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari heme (gabungan protoporfirin dan besi) dan globin (bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta). Besi didapat dari transferin. Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Jumlah eritrosit normal dalam tubuh kita berkisar antara 4-5 juta/µl (pada wanita) atau 5-6 juta/µl (pada pria). 15,16,18,23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Eritropoiesis. Adapted from Bron et al. Semin Oncol.2001, and Weiss et al. N Engl J Med.2005 Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang terdapat dalam transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada β-globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 hari) dihancurkan
sehingga
besinya
masuk
ke
dalam
jaringan
limpa
untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut
aliran
darah
ke
sumsum
tulang
untuk
digunakan
eritroblas
membentuk hemoglobin.11,18,23,34
Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan
terbentuknya
eritrosit
dengan
sitoplasma
yang
kecil
Universitas Sumatera Utara
(mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah (kurang gizi, gangguan absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan rendahnya kadar transferin dalam darah.15-23,34 2.1.7. Feritin Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses metebolisme besi di dalam tubuh. Sekitar 25 % dari jumlah total zat besi dalam tubuh berada dalam bentuk cadangan zat besi (depot iron), berupa feritin dan hemosiderin. Feritin dan hemosiderin sebagian besar terdapat dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Feritin adalah protein intra sel yang larut didalam air, yang merupakan protein fase akut. Hemosiderin merupakan cadangan besi tubuh berasal dari feritin yang mengalami degradasi sebagian, terdapat terutama di sumsum tulang, bersifat tidak larut di dalam air. 13,15,38 Pada kondisi normal, feritin menyimpan besi di dalam intraseluler yang nantinya dapat di lepaskan kembali untuk di gunakan sesuai dengan kebutuhan. Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi pada orang sehat. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk defisiensi zat besi, yang berarti bila semua cadangan besi habis, dapat dianggap sebagai diagnostik untuk defisiensi zat besi. 24,26,38
Universitas Sumatera Utara
2.1.7.1. Struktur dan fungsi feritin Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai 24 subunit- subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450 kDa, terdapat di semua sel baik di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik. Pada manusia, subunit - subunit pembentuk feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L (Light) Polipeptida dan Tipe H (Heavy) Polipeptida, dimana masing - masing memiliki berat molekul 19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan FTL berlokasi di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1 berlokasi di kromosom 11.39,40,41 Feritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu kompleks feritin bisa menyimpan kira – kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa ditemukan atau disimpan di liver, limpa, otot skelet dan sumsum tulang. Dalam keadaan normal, hanya sedikit feritin yang terdapat dalam plasma manusia. Jumlah feritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh kita. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut.39,41 Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen Species (ROS)
Universitas Sumatera Utara
melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan feritin. Jadi feritin merupakan protein utama penyimpan besi di dalam sel. 39,40,41
2.1.7.2. Hubungan feritin dan CRP Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah, pengangkutan elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang terutama motorik dan mental. Kekurangan zat besi
berhubungan dengan
kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan dengan perubahan kadar feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin pada saat fase akut. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa penanda proses inflamasi yang dapat digunakan untuk menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan dengan perubahan kadar zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan penanda protein fase akut yang paling sering yaitu C-Reaktive Protein.42 Protein fase akut memegang peran dalam proses inflamasi yang kompleks. Konsentrasi protein fase akut akan meningkat secara signifikan selama proses inflamasi akut misalnya adanya infeksi, tumor, tindakan pembedahan, infark miokard. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan sintesis di hati namun tidak dapat digunakan untuk menentukan penyebab inflamasi. Pengukuran protein fase akut dapat digunakan untuk mengamati progresivitas dari inflamasi serta melihat respon terapi dengan
Universitas Sumatera Utara
menilai kapan protein fase akut mulai meningkat dan kapan kadar yang tertinggi tercapai.43 Kadar CRP kan meningkat cepat pada infeksi disebut respon fase akut. Peningkatan CRP berhubungan dengan peningkatan konsentrasi interleukin-6 (IL-6) didalam pasma yang sebagian besar diproduksi oleh makrofag. Makrofag merupakan sel imun yang berperan langsung dengan kadar zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk memproduksi highly toxic hydroxyl radical , juga merupakan tempat penyimpanan besi yang utama pada saat terjadi proses inflamasi. Sitokin, radikal bebas, serta protein fase akut yang dihasilkan oleh hati akan mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara mengatur ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu peningkatan retensi besi dalam makrofag pada saat terjadi inflamasi. Besi juga mengatur aktivitas sitokin, proliferasi, dan aktivitas limfosit sehingga diferensiasi dan aktivasi makrofag akan terpengaruh.44
2.2.
Donor darah Donor Darah adalah proses dimana penyumbang darah secara suka
rela diambil darahnya untuk disimpan di bank darah atau di UTD, dan sewaktu-waktu dapat dipakai pada transfusi darah.1,2,45,46 Mengenai pendonor darah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 7 tahun 2011 tentang pelayanan darah, Bab VI pasal 28-33.45
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Jenis donor darah Pada dasarnya ada 3 macam donor darah, yaitu .45,46 1. Donor keluarga atau donor pengganti : darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien. 2. Donor
komersial:
menerima
uang/hadiah
untuk
darah
yang
disumbangkannya (bukan oleh keinginan menolong orang lain). 3.
Donor sukarela: orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya atas kerelaan sendiri tanpa menerima pembayaran.
2.2.2. Pendonor regular : Seorang donor yang memenuhi kriteria dibawah ini dapat dimasukkan dalam registerasi donor regular.1,45,46 1.
Telah setuju mendonasikan darahnya secara teratur, yaitu : paling sedikit 1 kali sampai dengan 4 kali dalam satu tahun untuk pria 4 kali dan 3 kali untuk wanita.
2.
Telah mendonasikan darahnya dalam satu tahun terakhir apabila diminta.
3.
Tidak pernah menunjukkan suatu masalah selama donasi darah, seperti pingsan atau memiliki perangai yang tidak baik.
Universitas Sumatera Utara
4.
Pada umumnya dalam keadaan sehat.
5.
Dapat dengan mudah dihubungi oleh UTD dan dapat datang ke UTD tanpa kesulitan.
2.2.3. Syarat-syarat menjadi donor darah 1,2,45,46 •
Umur 18-60 tahun ( usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat izin tertulis dari orang tua)
•
Berat badan minimal 45 kg
•
Tidak memiliki penyakit jantung, paru-paru, kanker, tekanan darah tinggi, Diabetes Melitus, Epilepsi, Hepatitis B atau C, Sifilis, dan HIV serta berprilaku beresiko tinggi.
•
Tekanan darah baik sistole antara 100-180 mmHg, diastole antara 60100 mmHg
•
Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50 – 100 kali/ menit
•
Hemoglobin pria minimal 13 g/dL sedangkan perempuan minimal 12 g/dL.
•
Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah sebelumnya (maksimal 5x dalam setahun).
2.2.3.1. Pada saat kapan harus menjadi pendonor darah yaitu 2,46 : 1. Setelah cabut gigi, tunggu 5 hari setelah sembuh.
Universitas Sumatera Utara
2. Setelah operasi kecil, tunggu hingga 6 bulan. 3. Setelah operasi besar, tunggu hingga 12 bulan. 4. Setelah transfusi, tunggu hingga 12 bulan. 5. Setelah tato, tindik, tusuk jarum, dan transplantasi, tunggu 12 bulan. 6. Bila kontak erat dengan penderita hepatitis tunggu hingga 12 bulan. 7. Sedang hamil, tunggu 6 bulan setelah melahirkan. 8. Sedang menyusui, tunggu hingga 3 bulan setelah berhenti menyusui. 9. Setelah penyakit malaria tunggu hingga 3 tahun setelah bebas dari gejala malaria. Bila tinggal di area endemis malaria selama 5 tahun, sebaiknya tunggu 3 tahun setelah keluar dari area endemis. 10. Bila sakit tifus tunggu 6 bulan setelah sembuh. 11. Setelah vaksin, tunggu 8 minggu. 12. Ada gejala alergi, tunggu selama 1 tahun setelah sembuh. 13. Ada infeksi kulit pada daerah yang akan ditusuk, tunggu 1 minggu setelah sembuh. 2.2.4. Pengambilan dan pengumpulan darah 2.2.4.1. Informasi untuk donor. Setiap donor harus terlebih dahulu mendapatkan46:
a. Pemberian informasi
Universitas Sumatera Utara
b. Pengisian daftar isian donor c. Penandatanganan persetujuan tundakan medis (informed consent) d. Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari penimbangan berat badan, Hb, golongan darah dan pemeriksaan fisik oleh dokter. 2.2.4.2. Pengambilan Darah Pengambilan darah donor dilakukan pada donor yang telah lolos seleksi. Seluruh proses pengambilan darah harus terdokumentasi dengan baik. Darah harus disadap secara aseptis menggunakan alat steril dan dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dan terlatih dalam hal pengambilan darah.46-49 2.2.4.3. Penyimpanan Darah Darah disimpan
dalam kantong plastik yang mengandung larutan
Acid Citrate Dextrose ( ACD ) atau Citrate Phosphat Dextrose ( CPD ) dan disimpan di lemari pendingin dengan suhu 40C. ACD dan CPD merupakan anti koagulan yang banyak dipakai untuk menyimpan darah. Sitrat dalam larutan berperan sebagai anti koagulan sedangkan dextrose berguna untuk sumber energi bagi sel darah merah. Anti koagulan yang lain adalah heparin, karena mempunyai waktu paruh yang singkat (4 jam), jarang digunakan. Darah lengkap dengan anti koagulan ACD dan CPD masa simpan 21 hari
Universitas Sumatera Utara
setelah penyadapan dan darah lengkap dengan anti koagulan CPD-Adenin masa simpan 35 hari setelah penyadapan.46 2.2.4.4. Reaksi selama dan sesudah donasi. Reaksi pada donor jarang terjadi yaitu :46-48
1. Ringan : gejala vasovagal tanpa kehilangan kesadaran. 2. Sedang: gejala yang sama seperti pada reaksi ringan dilanjutkan dengan kehilangan kesadaran. 3. Berat : semua gejala diatas disertai dengan kejang-.kejang 2.2.5. Interval donor darah Donor darah sebaiknya dilakukan secara rutin 3 bulan sekali. Hal ini dilakukan karena proses pergantian sel darah merah membutuhkan waktu kurang lebih 120 hari (3 bulan), sehingga, diharapkan setelah 3 bulan, sel-sel telah kembali matur atau dewasa.1,46 2.2.6 Prosedur donor darah Semua donor harus mendapat informed consent beserta penjelasan mengenai resiko transfusi. Donor harus dijelaskan bahwa darah akan diuji terhadap penyakit infeksi seperti hepatitis, sifilis dan HIV. 45-48 Cara pengambilannya adalah:46
Universitas Sumatera Utara
2.2.6.1. Flebotomi. •
Flebotomi
meliputi
penusukan
vena
dan
pengambilan
darah.
Dilakukan dengan standard umum. Donor diletakkan dengan posisi setengah berbaring/berbaring. Kulit pada fosa antekubital dibersihkan dengan preparat yodium. Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan vena. Pengambilan 300 ml darah dilakukan 10-15 menit. Setelah jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau sampai perdarahan berhenti, kemudian ditutup dengan plester. Donor diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk, biasanya dalam 1-2 menit..1,46,47 •
Donor kemudian diminta untuk tidak melepas plester dan menghindari mengangkat beban berat selama beberapa jam, jangan merokok selama 1 jam dan tidak minum minuman keras selama 3 jam, diminta menambah asupan cairan selama 2 hari dan dianjurkan makan makanan yang seimbang selama 2 minggu.1,46
•
Label pada kantong darah dan tabung harus diperiksa dengan teliti sebelum dan sesudah pendonoran untuk mencegah terjadinya kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi resipien.1,46,47,48,49
Universitas Sumatera Utara
2.2.6.2. Hemaferesis. Hemaferesis adalah istilah umum yang merujuk kepada pengambilan whole blood dari seorang donor atau pasien, pemisahan menjadi komponenkomponen
darah,
penyimpanan
komponen
yang
diinginkan
dan
pengembalian elemen yang tersisa ke donor atau pasien.46,47 2.2.6.3. Plasmaferesis. Prosedur
dimana sejumlah unit darah dari donor diambil untuk
mendapatkan mendapatkan plasmanya, diikuti dengan penginfusan kembali sel-sel darah merah donor. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan plasma atau fresh frozen plasma.46,47 2.2.6.4. Sitaferesis. Sejumlah besar trombosit atau leukosit dapat dikoleksi dari donor tunggal menggunakan sentrifugasi aliran intermiten atau kontinyu.46,47 2.2.6.5. Plateleferesis/Tromboferesis. Trombosit dipisahkan secara sentrifugal dari whole blood. 45,46,47,48
Universitas Sumatera Utara
2.2.6.6. Transfusi autolog Transfusi autolog adalah transfusi darah yang paling aman, dimana donor juga berlaku sebagai resipien sehingga menghilangkan resiko terjadi ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah. 45,47
2.2.7. Volume darah donasi Jumlah darah yang akan disumbangkan bervariasi, tergantung volume kantong dan berat badan pendonor. Volume kantong ada yang 250 cc, 350 cc, 450 cc, 500 cc. Ketika donasi berarti memberikan 10% dari total volume darah didalam tubuh. Volume darah maksimal yang bisa diambil adalah 10,5 cc/ kg BB..1,46,47
2.2.8. Komponen Darah Dari satu kantong darah dapat dihasilkan komponen darah yaitu: darah lengkap, darah merah pekat, trombosit pekat, plasma segar beku, plasma cair, dan cryoprecipitate. 1,2,45,46
2.3. Kadar serum feritin pada pendonor Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar serum feritin pada pendonor khususnya pada pendonor regular. Retrovirus Epidemiology Donor Study-II (REDS-II) Donor Iron Status Evaluation (RISE) study of the National Heart, Lung, and Blood Institute melakukan peneltian
Universitas Sumatera Utara
terhadap 2425 wanita dan pria, didapati dua pertiga pendonor reguler perempuan (66%) dan pendonor reguler laki-laki (49%) menderita defisiensi besi.50 Mittal dkk juga mendapatkan bahwa dari populasi pendonor laki-laki, 49% didapati defisiensi besi pada pendonor regular dengan donasi 34x/tahun.51 Toby L. Simon dkk di Mexico (1981) meneliti terhadap
516
pendonor wanita dan 505 pendonor laki-laki. Pendonor wanita dan laki-laki dibagi atas 2 kelompok, yang pertama kali donasi, dan 2-6 kali donasi/tahun. Hasilnya antara kelompok 1 dan 2
pendonor wanita dan pria
terdapat
perbedaan kadar serum feritin yang signifikan (p=0,0003) dan (p=0.0001).4 Zahra Mozaheb dkk, Iran (2010) meneliti terhadap 235 pendonor laki-laki yang dibagi 3 kelompok yaitu yang bukan pendonor sebagai kelompok kontrol, 2-3 kali donasi/thn sebagai kelompok kasus. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara kelompok kontrol dan kasus (p=0,0000).6 Okpokam dkk, Nigeria (2011) meneliti terhadap 163 pendonor laki-laki yang dibagi atas 1 kali donasi/kontrol, 2 kali donasi/thn, 3 kali
donasi /thn, 4kali donasi/thn. Didapatkan adanya perbedaan yang
signifikan kadar serum feritin ((p<0.05).7 Norashikin dkk, Malaysia (2005) meneliti sebanyak 211 pendonor laki-laki dengan membandingkan 3 kelompok yaitu 1 kali donasi, 2-4 kali donasi, dan >5 kali donasi dalam 2 tahun terakhir. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara 1 kali donasi dengan >5 kali donasi(p=0,001) .8 Saleh M. Abdullah, Saudi Arabia (2009) melakukan penelitian pada 182 pendonor laki-
Universitas Sumatera Utara
laki, di bagi atas : kelompok 1: pendonor baru, kelompok 2 : 1kali donasi/ 3 tahun, kelompok 3 : 2-5 kali / 3 tahun. Hasilnya didapatkan adanya perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara
kelompok 1 dan 3
(p=0,000).9 Beberapa peneliti di atas ada yang membandingkan pendonor regular yang mengkonsumsi zat besi dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi (Simon T.L ,Mozaheb Z).4,6 Ternyata didapati bahwa pada pendonor regular yang mengkonsumsi zat besi terdapat penurunan kadar serum feritin yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi.
2.4. Penyebab defisiensi besi pada pendonor reguler Defisiensi besi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. 27-31 Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena26,29: 1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: a. Saluran cerna: tukak peptik, pemakaian salisilat b. Saluran kemih: hematuria. c. Saluran nafas: hemoptisis. 2. Faktor nutrisi, kurangnya jumlah besi total dalam makanan
atau
kualitas besi yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan. 4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu). Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005)
menyebutkan
penyebab terjadinya defisiensi besi salah satunya berhubungan dengan frekwensi donor darah.54 Tabel 2.3. Faktor resiko terjadinya defisiensi besi54
Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005) http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm Pada orang sehat, satu kali donor darah sebanyak 400-500 ml dapat mengeluarkan 225 mg besi karena setiap 1,0 ml darah mengandung 0,5 mg
Universitas Sumatera Utara
besi. Besi yang dikeluarkan berbeda pada laki-laki dan perempuan, pada lakilaki 236 mg sedangkan pada perempuan 213 mg. Besi yang tersimpan pada perempuan 30% lebih rendah daripada laki-laki (Simon TL,Finch CA).52,53 Telah diketahui bahwa di dalam darah terdapat komponen-komponen darah dimana jumlahnya 45% dari volume darah
sedangkan plasma
jumlahnya 55% dari volume darah. Feritin dalam plasma, jumlahnya sangat kecil yaitu sebanding dengan konsentrasi feritin didalam tubuh atau apabila terdapat 1µg feritin serum setara dengan 10 mg simpanan besi dan setiap 1ml eritrosit mengandung 1,1 mg besi.13,14,16 Jika dalam 1 ml darah terdapat 0,5 mg besi maka setiap kali donasi sebanyak 300 ml darah, zat besi yang akan keluar adalah sebanyak 150 mg sehingga kebutuhan akan zat besi harus terpenuhi untuk aktivitas eritropoiesis. Bila kebutuhan zat besi didalam darah tidak terpenuhi maka feritin akan melepas besi dalam jumlah yang banyak dan bila kebutuhan untuk pembuatan hemoglobin meningkat maka cadangan besi akan di mobilisir secara cepat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan cadangan besi dan bila berlanjut terus akhirnya cadangan besi menjadi kosong dan aktivitas eritropoiesis akan menurun.11,13,15 Berbeda pada keadaan seperti infeksi, inflamasi atau proses keganasan, pemakaian zat besi sebagai hasil pemecahan oleh sel-sel sistem retikulo endothelial berjalan lebih perlahan disebabkan karena adanya perubahan kemampuan pelepasan zat besi menurun mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
pelepasan zat besi ke eritroid menjadi kurang, transport zat besi dari pool plasma ke sum-sum tulang menjadi kurang, konsentrasi plasma zat besi menurun dan aktivitas eritropoiesis menurun sehingga dijumpai feritin yang meningkat pada keadaan ini.11,23,29 Di PMI cabang Medan, setelah melakukan donor darah pada institusi tertentu atau lembaga sosial kemasyarakatan selalu membagikan suplemen besi 1 hari sekali dalam 3 hari. Pertanyaannya adalah apakah suplemen besi tersebut cukup dikonsumsi memenuhi kebutuhan besi dalam tubuh sampai pada masa donasi kembali. Apabila pendonor tidak memenuhi kebutuhan zat besinya sendiri baik melalui makanan dan suplemen besi maka akan beresiko terjadinya penurunan kadar serum feritin, hingga terjadinya defisiensi besi sampai anemi defisiensi besi.. Klasifikasi defisiensi besi :21,24,29,36 1. Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu. 2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. 3. Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Diagnosis defisiensi besi55 Iron status
Stored iron
Transport iron
Functional iron
Iron deficiency anemi
Low
Low
Low
Iron deficient erythropoiesis
Low
Low
Normal
Iron depletion
Low
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Iron overload
High
High
Normal
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998.Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36. Untuk itulah betapa pentingnya memperhatikan kebutuhan zat besi khususnya pada pendonor reguler dengan frekwensi 3-4 kali/tahun karena lebih beresiko mengalami defisiensi besi. Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan feritin, hemoglobin dan hematokrit. CRP diperiksa untuk menghindari adanya bias karena inflamasi dapat menyebabkan cadangan zat besi bertambah.
2.5. Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan komponen simpanan besi •
Feritin serum . Kadar feritin dalam serum sangat kecil, secara garis besar sebanding dengan simpanan besi sehingga dapat membantu
Universitas Sumatera Utara
untuk evaluasi status besi termasuk menegakkan diagnosa defisiensi besi.27-31 2. Pemeriksaan komponen transport besi30,31,34,36 •
TIBC : pemeriksaan untuk melihat kapasitas ikatan besi dalam serum, jadi TIBC akan meningkat pada konsentrasi besi rendah dan menurun pada besi serum yang tinggi.
•
Saturasi transferin adalah transferin yang terikat dengan besi. Pada saturasi transferin yang rendah merupakan indikasi tingginya proporsi iron binding site yang kosong.
•
Kadar besi serum (SI) adalah pemeriksaan jumlah total besi dalam serum.
3. Pemeriksaan komponen pada eritrosit.34-37 •
Eritrosit protophorphirin (Ep) adalah suatu prekursor dari hemoglobin sehingga konsentrasi Ep didalam darah meningkat ketika produksi hemoglobin terjadi kekurangan besi dan merupakan indikator awal terjadinya anemi defisiensi besi.
•
Hemoglobin dan hematokrit. Merupakan refleksi jumlah besi fungsional dimana pada mikronutrien besi, perubahan kadar hemoglobin dan hematokrit hanya terjadi pada stadium defisiensi besi (spesifik menentukan anemi defisiensi besi).
Universitas Sumatera Utara
•
Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70 -100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
•
Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) adalah berat hemoglobin ratarata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
•
Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
adalah
konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan Hipokrom < 30%.
2.5.1. Alat dan prinsip kerja 2.5.1.1. Pemeriksaan darah lengkap Dengan alat automated cell counting Sysmex XT 2000i.57 2.5.1.1.1 Prinsip pemeriksaan hemoglobin. Membran sel darah merah dilisis oleh Sysmex XT 2000i, kemudian molekul hemoglobin dilepas. Ion ferro dalam molekul hemoglobin oleh Sodium
Lauryl
Sulfate
(SLS)
dirubah
menjadi
ferri
yang
disebut
methemoglobin. Methemoglobin dengan SLS membentuk komplek disebut
Universitas Sumatera Utara
SLS-Hb, komplek tersebut dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.27,57
2.5.1.1.2. Prinsip pemeriksaan hematokrit. Sampel darah EDTA dihisap, kemudian dicampur dengan reagen cellpack, kemudian dilewatkan tabung yang dilengkapi dengan tranducer dan sensor start-sensor stop. Tranducer akan mengukur tinggi pulsa yang dengan volume sel darah merah, start sensor-stop sensor mengukur volume whole blood.57
2.5.1.1.3. Prinsip pemeriksaan jumlah eritrosit •
Electrical Impedance
•
Sel lewat melalui apertura sehingga ketika terjadi perbedaan resistensi melalui apertura itu, maka tertangkap sebagai sinyal listrik. Besarnya sinyal yang ditangkap tersebut menentukan jumlah dan ukuran sel yang lewat 27,57
Spesimen : darah EDTA 2.5.1.2. Pemeriksaan feritin58 Bahan : darah vena dengan tanpa anti koagulan
Universitas Sumatera Utara
Alat: Cobas E 601 dengan metode ECLIA (Electrochemiluminiscence Immunoassay) atau analyzer immunoassay. Prinsip kerja27,58 :
Serum yang mengandung feritin ditambahkan dengan antibody monoklonal untuk feritin (yang berasal dari tikus) yang dilekatkan pada biotin.
Setelah itu ditambahkan antibodimonoklonal yang telah dilabel dengan ruthenium sehingga terbentuk komplek sandwich.
Kemudian ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan streptavidin.
Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel secara magnet ditangkap pada permukaan elektroda.
Substansi yang tidak berikatan dibuang melalui procell.
Aplikasi voltase (tegangan) pada elektroda menginduksi emisi chemiluminescence (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium dengan TPA (trypropylamin) yang distimulasi secara elektrik untuk menghasilkan emisi cahaya.
Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit dalam sampel.
Universitas Sumatera Utara
Reagent-working solutions27,58 : Reagen M berisi streptavidin yang dilapisi mikropartikel 0,72 mg/mL, dengan preservatif. Reagen R1 merupakan konjugat yang terdiri dari biotinylated monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) 3 mg/L yang dilabel dengan ruthenium 3 mg/L dalam bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif. Reagen R2 berisi monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) yang dilabel dengan kompleks ruthenium biotin yang telah dilapisi dengan antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus 6,0 mg/L bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif. Setelah dibuka mempunyai stabilitas selama 12 minggu pada penyimpanan 2-80C. 2.5.1.3. CRP59 Prinsip pemeriksaan CRP berdasarkan prinsip aglutinasi latex dimana antibody (serum) ditambahkan dengan reagen CRP akan terjadi aglutinasi (partikel latex dapat memberi gumpalan dengan y globulin). Bila serum mengandung ≥ 0,8 mg/dl CRP maka akan terjadi aglutinasi dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman penyebab C- Reaktif Protein.
Universitas Sumatera Utara
Komposisi reagent : 59
1. CRP latex reagent : suspense dari polystyrene yang uniform dengan antihuman CRP monospesifik (dari kambing) dalam glycine buffer. 2. CRP kontrol positif. 3. CRP kontrol negatif. Serum dapat disimpan selama 72 jam pada temperature 2-8 0C.
Universitas Sumatera Utara