BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian 2.1.1. Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengalir dalam pembuluh darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Darah berfungsi sebagai pembawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh supaya dapat hidup dan melaksanakan tugasnya masing-masing.18 Tekanan Darah Sistolik (TDS) menunjukkan tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung) atau tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat. TDS dinyatakan oleh angka yang lebih besar jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDS normal 90 – 120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik (TDD) menunjukkan tekanan darah dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. TDD dinyatakan dalam angka yang lebih kecil jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDD normal 60 -80 mmHg. Tingginya TDS berhubungan dengan curah jantung, sedangkan TDD berhubungan dengan besarnya resistensi perifer.19 2.1.2. Hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang).3
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut WHO (1999) hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg pada orang-orang yang tidak memakai obat anti hipertensi. Menurut petunjuk WHO (1999) klasifikasi derajat tekanan darah adalah sebagai berikut :20 a. Optimal bila tekanan darah < 120/80 mmHg, b. Normal bila tekanan darah 120/80 mmHg – 130/85 mmHg, c. Normal tinggi bila tekanan darah sistolik 130 – 139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85 – 89 mmHg, d. Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 – 99 mmHg, e. Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan darah sistolik 160 – 179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100 – 109 mmHg, f. Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg, g. Hipertensi sistolik bila tekanan darah sistolik≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Sedangkan batasan hipertensi dengan memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin diajukan oleh Kaplan (1985) sebagai berikut :21 a. Laki-laki, usia≤ 45 tahun di katakan hipert ensi apabila tekanan darah ≥ 130/90 mmHg,
Universitas Sumatera Utara
b. Laki-laki, usia > 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan ≥darah 145/95 mmHg, c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah≥ 160/95 mmHg. Hipertensi sering kali dijumpai tanpa gejala, relatif mudah diobati dan sering menimbulkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner,dan gangguan ginjal.22 Dari berbagai pendapat tentang hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi terjadi akibat adanya pengaruh interaksi dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Meskipun awalnya tergantung dari faktor keturunan, dalam perjalanannya menuju masa dewasa banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti makanan, merokok, alkohol, stres, obesitas dan sebagainya.
2.2. Klasifikasi Hipertensi 2.2.1. Berdasarkan Etiologi a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial) Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.23 Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya.24
Universitas Sumatera Utara
b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial) Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat di ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang. Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut : a. Akibat stres yang parah, b. Penyakit atau gangguan ginjal, c. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan, d. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya, e. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat, f. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.25 2.2.2. Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD Berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC 7) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut : a. Normal bila tekanan darah sistolik 90 – 120 mmHg dan diastolik 60 – 80 mmHg, b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan diastolik 80 – 89 mmHg, c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg
Universitas Sumatera Utara
d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik≥ 100 mmHg. Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi ketika jantung berkontraksi memompakan darah.23 2.2.3. Berdasarkan Gejala-gejala Klinik a. Hipertensi Benigna Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya. b. Hipertensi Maligna Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.26 Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 – 139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat besar.21 c. Hipertensi Ensafalopati Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala
Universitas Sumatera Utara
yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara seksama.21
2.3. Gejala Klinis Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung. 21 Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejalagejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai.20 Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering di jumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma.20
Universitas Sumatera Utara
2.4. Diagnosis Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan data anamnese, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan penunjang. Pada 70-80 % kasus hipertensi esensial, didapat riwayat hipertensi didalam keluarga, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi esensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.21 Pada wanita keterangan mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat persalinan, penggunaan pil kontrasepsi, diperlukan dalam anamnesis. Selain itu data mengenai penyakit penyerta yang timbul bersamaan seperti diabetes melitus, gangguan hyperthyroid, rematik, gangguan ginjal serta faktor risiko terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stress dan data obesitas perlu diberitahukan kepada dokter yang memeriksa. 20,21 Pemeriksaan yang lebih teliti perlu dilakukan pada organ target untuk menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah jantung, pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu menegakkan diagnosis komplikasi akibat hipertensi. Pemeriksaan fisik lain secara rutin perlu dilakukan untuk mendapatkan tanda kelainan lain yang mungkin ada hubungan dengan hipertensi. 20,21
2.5. Komplikasi Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat apabila tekanan diastolik sama atau > 130 mmHg atau kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang gangguan serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan kelainan organ yang lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum ditemukan data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebrovascular dan komplikasi jantung sering ditemukan.21 Alat tubuh yang sering terserang hipertensi adalah mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Payah jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan akibat pecahnya mikroaneurisma yang mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (transient ischaemic attack). 20,21
2.6. Epidemiologi Hipertensi 2.6.1. Distribusi dan Frekuensi Hipertensi a. Orang Pada negara yang sudah maju, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan yang baik karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada usia 50 – 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 53,8%
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar 64,5%.27 Menurut Indonesian Society of Hypertension tahun 2007, secara umum prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa berumur lebih dari 50 tahun adalah antara 15%-20%. Survei faktor resiko penyakit kardiovasculer oleh WHO di Jakarta menunjukkan di Indonesia prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria tahun 1988 sebesar 13,6%, tahun 1993 sebesar 16,5% dn pada tahun 2000 sebesar 12,1%. Sedangkan pada wanita prevalensi tahun 1988 mencapai 16%, tahun 1993 sebesar 17% dan tahun 2000 sebesar 12,2%. 28
b. Tempat Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola kehidupan masyarakatnya. Dari hasil riskesda (riset kesehatan dasar) 2007 diketahui prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun sebesar 29,8%. Secara nasional 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%), Katingan (49,6%), Wonogiri (49,5%), Hulu sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir (47,7%), Kuantan Sengigi (46,3%), Bener Meriah (46,1%), Tapin (46,1%) dan Kota Salatiga (45,2%). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Jaya Wijaya (6,8%), Teluk Wondama (9,4%), Bengkulu Selatan (11,0%), Kepulauan Mentawai (11,1%), Tolikara (12,5%), Yahukimo (13,6%), Pegunungan Bintang (13,9%), Seluma (14,6%), Sarmi (14,6%), Tulang Bawang (15,9%).9
Universitas Sumatera Utara
Penduduk yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.25 c.Waktu Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda pada setiap tahunnya. Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2001 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001. 2.6.2. Faktor Risiko Hipertensi Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi pada masyarakat. Faktor risiko hipertensi terbagi dua yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah adalah faktor risiko yang dapat dicegah atau dikendalikan, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah faktor risiko yang tidak dapat dicegah atau dikendalikan. a. Faktor Risiko Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah 1. Genetika Dinyatakan bahwa pada 70-80% kasus hipertensi essensial, didapatkan riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan inilah yang menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.29
Universitas Sumatera Utara
2. Umur Umur merupakan faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak dapat dicegah karena menurut penelitian semakin meningkat umur seseorang maka semakin besar risiko terkena hipertensi. Menurut Dede Kusmana dari Departemen Kardiologi Universitas Indonesia (2007), bahwa umur penderita hipertensi antara 20-30 tahun prevalensinya adalah 5-10%, umur dewasa muda prevalensinya antara 20-25% dan umur diatas 50 tahun sekitar 60%.30 Menurut penelitian yang dilakukan Suyati (2005), di Rumah Sakit Islam Jakarta, bahwa penderita hipertensi umumnya berusia antara 36-50 tahun yaitu 56,7%. Sementara penelitan Rasmaliah dkk (2005), di Desa Pekan Labuhan dan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan mencatat bahwa penderita hipertensi terbanyak pada umur 45-60 tahun sebesar 30,8%.31,32 3. Jenis Kelamin Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria daripada kaum wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria, dan pada saat mengatasi masalah pria cenderung untuk emosi dan mencari jalan pintas seperti merokok, mabuk minum – minuman alkohol, dan pola makan yang tidak baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita dalam mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil.13 Tetapi tekanan darah cenderung meningkat pada wanita setelah menopause daripada sebelum menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologi dan adanya perubahan dalam diri wanita tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada usia 50 – 59 tahun prevalensi hipertensi pada laki – laki sekitar 53,8% sedangakan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar 64,5%. 27
4. Ras atau Suku Bangsa Banyak penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah berbeda pada tiap tiap ras atau suku bangsa .Di Amerika Serikat, kaum negro mempunyai prevalensi hipertensi 2 kali lipat lebih tinggi daripada kelompok kulit putih. Prevalensi ini 3 kali lebih besar pada pria kulit hitam dan 5 kali lebih besar untuk wanita kulit hitam. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan genetik antara ras yang berbeda sehingga membedakan kerentanan terhadap hipertensi.33 b. Faktor Risiko Hipertensi Yang Dapat Diubah 1. Obesitas Dari data observasional WHO tahun 1996, regresi multivariat dari tekanan darah menunjukkan sebuah peningkatan 2-3 mmHg tekanan darah sistolik dan 1-3 mmHg tekanan darah diastolik pada setiap 10 kg kenaikan berat badan. Mereka yang memiliki lemak yang bertumpuk didaerah sekitar pinggang dan perut lebih mudah terkena tekanan darah tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki kelebihan lemak dipanggul dan paha.19
Universitas Sumatera Utara
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah kombinasi antara tinggi dan berat badan untuk mengukur kadar kegemukan yang melibatkan seluruh berat badan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Berat Badan (Kg) Indeks Massa Tubuh (IMT) = ------------------------------------------------Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) Dimana dikatakan kurus bila IMT ≤ 20, berat badan ideal bila IMT 20-25, kawasan peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT ≥ 27. 34 2. Konsumsi Garam Garam merupakan hal yang sangat netral dalam patofisiologis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gr perhari prevalensi hipertensi akan beberapa persen saja, sedangkan asupan garam 5 – 15 g per hari, prevalensi hipertensi meningkat 15 – 20 %. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti ole peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga akan kembali pada keadaan hemodinamik yang normal.21 3. Konsumsi Rokok dan Kopi Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovasculer dan non kardiovasculer pada penderita hipertensi. Merokok dapat menghapus efektifitas beberapa obat antihipertensi, misalnya pengobatan hipertensi yang menggunakan terapi beta blocker dapat
Universitas Sumatera Utara
menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke hanya bila pemakainya tidak merokok.34
Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan merangsang jantung, saraf, otak, dan organ tubuh lainnya bekerja tidak normal, juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung.21 Kopi juga berakibat buruk pada penderita hipertensi karena kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Minum kopi lebih dari empat cangkir kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 8 mmHg.35 4. Konsumsi Alkohol Alkohol juga sering dihubungkan dengan hipertensi. Orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada individu yang tidak minum atau minum sedikit.19 Menurut Hendra Budiman dari FK-UNIKA Atmajaya, pada penelitian epidemiologi dengan pendekatan cross sectional rata-rata tekanan darah meningkat bila intake alkohol diatas tiga gelas per hari. Pada penderita hipertensi yang konsumsi alkoholnya tinggi, tekanan darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi alkohol.36 5. Stres Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sehari –hari dan mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan
Universitas Sumatera Utara
lebih cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin juga akan bereaksi dengan meningkatkan pengeluaran hormon dan kebutuhan otak terhadap darah akan meningkat yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah. Hubungan antara stres dan penyakit bukanlah hal baru, selama ber abad-abad para dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan seseorang secara berarti. Diawal tahun 1970, ada dugaan bahwa semua penyakit kesakitan yang terjadi, 60% nya berkaitan dengan stres. Berdasarkan temuan terbaru tentang interaksi pikiran –tubuh, diperkirakan bahwa sebanyak 80% dari dari semua masalah yang berkaitan dengan kesehatan disebabkan atau diperburuk oleh stres.37 Di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2000, dari 203 juta penduduk terdapat 38 juta orang pengangguran dan 15 juta anak putus sekolah. Selain masalah ekonomi, sumber stres juga bisa muncul dari persoalan rumah tangga, suasana pekerjaan serta kehidupan sosial yang terus berubah. Sedangkan menurut profil kesehatan Sumatera Utara (2007), diketahui penderita penyakit jiwa di Rumah Sakit Jiwa Medan tahun 2000 berjumlah 7.326 penderita naik menjadi 9.486 penderita pada tahun 2003.10 6. Olahraga Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam, ketika berolah raga secara teratur anda akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah daripada mereka yang tidak melakukan olah raga. Hal ini sebagian disebabkan karena mereka yang berolah raga makan secara lebih sehat, tidak merokok, dan tidak minum banyak alkohol, meskipun olah raga juga tampaknya memiliki pengaruh langsung terhadap
Universitas Sumatera Utara
menurunnya tekanan darah . Sebaiknya melakukan olah raga yang teratur dengan jumlah yang sedang daripada melakukan olah raga berat tetapi hanya sesekali.38 Dengan melakukan gerakan yang tepat selama 30-45 menit atau lebih dari 3-4 hari perminggu dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 10 mm Hg pada bacaan sistolik maupun diastolik. Selain dapat menurunkan tekanan darah,olah raga juga dapat menurunkan berat badan,membakar lebih banyak lemak dalam darah dan memperkuat otot.39
2.7. Pencegahan Hipertensi 2.7.1. Pencegahan Premordial Pencegahan hipertensi secara premordial adalah upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor lainnya, misalnya menciptakan kondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu bersikap positif terhadap bukan perokok, merubah pola konsumsi masyarakat yang sering mengonsumsi makanan cepat saji. 25 2.7.2. Pencegahan Primer Yang dimaksud dengan pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat sebelum terkena hipertensi. Sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih sehat dengan tujuan seseorang/masyarakat tersebut dapat terhindar dari hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan primer hipertensi adalah sebagai berikut : a. Mengurangi/menghindari setiap prilaku yang memperbesar faktor risiko,yaitu: 1). Menurunkan berat badan sampai tingkat yang ideal bagi yang berlebihan berat badan dan kegemukan 2). Menghindari minuman yang mengandung alkohol 3). Mengurangi/membatasi asupan natrium/garam 4). Menghindari rokok 5). Mengurangi/menghindari makanan yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi. b. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu : 1). Melakukan olahraga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki, berlari, bersepeda, berenang dan lain-lain. 2). Diet rendah lemak dan meningkatkan konsumsi buah-buahan/sayuran 3). Mengendalikan stres dan emosi.34,40,41 2.7.3. Pencegahan Sekunder Sasaran utama adalah pada mereka yang terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut dan timbulnya komplikasi Pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan berkala
Universitas Sumatera Utara
1). Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter secara teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak 2). Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa obat-obatan antihipertensi b. Pengobatan/perawatan 1). Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit hipertensi dapat segera dikendalikan 2). Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia, diabetes melitus dan lain-lain 3). Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun 4). Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi, bail tunggal maupun majemuk 5). Memperkecil efek samping pengobatan 6). Menghindari faktor resiko penyebab hipertensi seperti yang disebutkan diatas 7). Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kelainan pada ginjal, hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan organ. 34,40,41 2.7.4. Pencegahan Tersier Yaitu pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat yang telah terkena hipertensi. Sasaran pencegahan ini adalah penderita hipertensi dengan
Universitas Sumatera Utara
tujuan
mencegah
proses
penyakit
lebih
lanjut
yang
mengarah
pada
kecacatan/kelumpuhan bahkan kematian. Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut : a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun b. Mencegah
memberatnya
tekanan
darah
tinggi
sehingga
tidak
menimbulkan kerusakan pada jaringan organ otak yang menyebabkan stroke dan kelumpuhan anggota badan c. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi d. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertiroid, kolesterol tinggi, kelainan pada ginjal, penyakit jantung koroner dan sebagainya.34,40,41
Universitas Sumatera Utara