BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Penyehatan Makanan dan Minuman Berdasarkan definisi dari WHO, makan adalah semua substansi yang
dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2006). Ada 4 fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia yakni: 1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak. 2. Memeproleh energi guna melakukan aktifitas sehari-hari. 3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain. 4. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Agar makanan berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005). Makanan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus terus bertambah untuk mencukupi jumlah penduduk, apabila kecukupan pangan harus terus tercapai. Permasalahan yang timbul kemudian dapat disebabkan karena kualitas maupun kuantitas bahan pangan, hal ini tidak boleh terjadi karena tujuan manusia makan adalah untuk mendapatkan energi agar tetap dapat bertahan hidup,
9 Universitas Sumatera Utara
dan tidak menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Mulia, 2005). Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi pangan bukan lagi sekedar mengatasi rasa lapar, tetapi semakin kompleks. Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, dewasa ini konsumen juga lebih selektif untuk menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Salah satu pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan adalah faktor keamanan makanan (Mulia, 2005). Keamanan pangan menjadi prasarat bagi industri pangan dalam persaingan global. Tanpa adanya kepastian keamanan bagi produk pangan yang dihasilkannya, industri tersebut tidak akan dapat masuk dalam pasar internasional (Mulia, 2005). 2.1.1
Sanitasi Makanan Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan
makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara lain : a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit.
Universitas Sumatera Utara
c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan. Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut: a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. c. Keamanan terhadap penyediaan air d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran. e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. f. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan. 2.1.2
Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk
dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain : 1. Faktor Makanan a. Sumber bahan makanan Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau yang lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida.
Universitas Sumatera Utara
b. Pengangkutan bahan makanan Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin. c. Penyimpanan bahan makanan Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi seperti berikut: 1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang. 2. Jika menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya. 3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur. 4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup. 5. Memiliki pencahayaan yang cukup. 6. Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).
Universitas Sumatera Utara
7. Harus ada jalan dalam gudang: a. Jalan utama lebar 160 cm. b. Jalan antar lebar blok 80 cm c. Jalan antar rak lebar 80 cm d. Jalan keliling 40 cm d. Pemasaran Makanan Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau supermarket. e. Pengolahan makanan Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak. f. Penyajian makanan Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli. g. Penyimpanan makanan Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi dalam lemari atau alat pendingin. 2. Faktor Manusia Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian,
Universitas Sumatera Utara
memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun. 3. Faktor Peralatan Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi. Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi kesehatan. 1. Bahaya makanan untuk kehidupan a. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat yang membahayakan untuk tubuh. b. Dalam
makanan
tersebut
memang
telah
terdapat
zat-zat
yang
membahayakan kesehatan. 2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia. a. Zat-zat kimia yang bersifat racun Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau insektisida dengan bahan-bahan dapur. b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya Dipindahkan lalat dan feses, sayuran yang dicuci dengan air yang telah terkontaminasi, minum susu sapi yang berpenyakit TBC dan makan daging dari hewan yang sakit.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Pencemaran makanan Menurut Mulia (2005) Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat
yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Pencemaran makanan dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang tidak baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan sususan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zatzat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obatobatan penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005). 2.2.1
Makanan yang Rusak Makanan yang rusak adalah makanan yang apabila dikontaminasi oleh
manusia menyebabkan tidak sehat terhadap tubuh. Ini disebabkan oleh zat-zat kimia, biologi, dan enzim yang tidak bekerja secara wajar, pertumbuhan jasad renik yang dapat menimbulkan penyakit dan serangan yang dilakukan oleh serangga, pencemaran oleh cacing, salah mencampur atau mengaduk ramuan serta pencemaran benda-benda asing pada makanan. Makanan yang rusak dapat berarti juga makanan
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan tempat yang baik bagi berkumpul dan singgahnya bakteri atau racun-racun yang mereka timbulkan dalam jumlah dan volume tertentu yang mengakibatkan makanan menjadi keracunan sehingga tidak sehat lagi jika dikonsumsi oleh manusia (Saksono, 2007). Makanan yang rusak bisa terjadi karena pemilihan bahan yang keliru, pembuatan ramuan yang tidak tepat, penanganan yang salah, pembungkusan yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang mengikuti petunjuk, peyajian yang ceroboh serta perlakuan yang bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri. Makanan yang rusak bisa menjalar ke makanan yang sehat jika tidak diwaspadai, karena bisa terjadi pencemaran silang sehingga merugikan dalam jumlah dan nilai yang besar, baik bagi keluarga pengguna makanan , masyarakat dimana makanan yang rusak itu berada, serta pada industri makanan dan industri pelayanan makanan (Saksono, 2007). Makanan yang rusak ada yang bisa diketahui dari wujudnya atau penampilannya, baunya, terdapat benda-benda asing yang tidak layak pada makanan, namun ada juga yang tidak bisa diketahui secara langsung. Peranan pembungkus adalah besar sekali untuk makanan yang terbungkus, baik dengan pembungkus plastik, kertas atau dalam kaleng, dimana pembungkus yang sudah tercemar oleh jasad renik bisa menyebabkan pencemaran pada makanan yang dibungkus. Karena itu, penanganan yang benar terhadap makanan, dan pemilihan serta cara pembungkusan yang baik bisa menekan sekecil mungkin terjadinya kerusakan pada makanan, sehingga penyakit karena makanan pada pencernaan manusia bisa dikurangi (Saksono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Faktor Penyebab Makanan Menjadi Berbahaya Menurut Chandra (2006) terdapat 2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia antara lain : 1. Kontaminasi Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh: a. Parasit, misalnya cacing dan amuba. b. Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan shigella. c. Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan bahan pewarna. d. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti stafilokokus dan Clostridium botulinum. 2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan: a. secara alami makanan itu telah mengandung zat kimia beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN dan ikan dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misal Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem syaraf dan napas. b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning). c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu
makanan terkontaminasi
dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan
Universitas Sumatera Utara
setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler. 2.2.3
Kontaminasi Makanan Menurut Chandra (2006) kontaminasi makanan dapat terjadi akibat agen
penyakit yang menyebabkan infeksi atau akibat proses pembusukan. Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat enzim-enzim yang ada dalam makanan itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian dan sayuran. Makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses sedemikian rupa sehingga tidak dapat dimakan manusia. Untuk dapat menyatakan bahwa suatu makanan memang telah busuk , kriteria makanan busuk berikut harus terpenuhi. a. makanan yang telah mengandung toksin atau bakteri. b. Makanan yang rusak dan jika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Untuk menentukan apakah suatu makanan masih dapat dimakan atau tidak, makanan tersebut harus memenuhi kriteria berikut. a. makanan berada dalam tahap pematangan yang dikendalikan. b. Makanan bebas dari pencemaran sejak tahap produksi sampai tahap penyajian atau tahap penyimpanan makanan yang sudah diolah. c. Bebas dari perubahan-perubahan fisik, kimia yang tidak diketahui atau karena kuman pengerat, parasit atau karena pengawetan. d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang dibawa oleh makanan, tetapi menampakkan keadaan-keadaan kegiatan pembusukan yang dikehendaki, seperti keju, tempe dan susu.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, kita juga perlu mengetahui sifat atau karakteristik suatu jenis makanan. Berdasarkan kerentanannya terhadap proses pembusukan, makanan dapat dibagi ke dalam tiga golongan, seperti berikut. a. Nonperishable food (stable food) Nonperishable food adalah makanan yang sifatnya stabil dan tidak mudah rusak kecuali jika mendapat perlakuan yang tidak baik. Contoh makanan semacam ini diantaranya gula, makroni, mie kering, tepung dan makanan kaleng. Makanan kaleng akan mengalami perubahan jika kemasan (dalam hal ini kaleng) bocor atau rusak. Bakteri tahan asam yang mengontaminasi makanan kaleng itu tidak akan mati dengan pemanasan dan justru akan memproduksi spora. Spora kemudian berkembang biak dan memproduksi racun yang memicu proses pembusukan pada makanan. Sama halnya, spesies Clostridium nigrificans, menyebabkan proses pembusukan yang mengeluarkan bau semacam bau telur busuk. b. Semiperishable food Semiperishable food adalah makanan yang sifatnya semistabil dan agak mudah busuk. Contohnya antara lain roti kering dan kentang. c. Perishable food Perishable food adalah makanan yang sifatnya tidak stabil dan mudah busuk. Contohnya makanan semacam ini adalah ikan, daging, susu dan telur. 2.2.4
Hubungan Suhu dan Waktu Menurut
Chandra
(2006)
hubungan
suhu-waktu
(time-temperature
relationship) adalah hubungan antara waktu dan suhu pada suhu pemanasan pada
Universitas Sumatera Utara
makanan agar kuman yang terdapat dalam makanan dapat mati dengan waktu pemanasan tertentu yang diperkirakan adekuat. Suhu optimum pertumbuhan adalah suhu yang paling baik untuk pertumbuhan kuman. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibagi ke dalam 3 golongan, seperti berikut: 1. Termofilik
: 45-60oC
2. Mesofilik
: 20-45oC
3. Psikofilik
: 0-(-20)oC
Sementara itu termal death adalah kematian yang terjadi akibat pemanasan. Kejadian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut. 1. Konsentrasi kuman Makin tinggi konsentrasi kuman, waktu yang diperlukan semakin lama. 2. Riwayat mikroorganisme a. Suhu waktu pembiakan b. Umur dari pertumbuhan c. Fase pertumbuhan d. Komposisi substrat Bigelow dan Esty dalam Chandra (2006) membuat tabel pembiakan mikroorganisme yang dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Sampel yang digunakan adalah 5000 spora flatsour bakteri per CC corn juice. Pada waktu pengolahan perlu diperhatikan bahwa bahan makanan yang sudah rusak harus dibuang, sedangkan zat-zat yang berguna di dalam makanan jangan sampai terbuang.
Universitas Sumatera Utara
Hindari penggunaan bahan makanan yang beracun atau jangan mengolah makanan berdekatan dengan zat atau bahan beracun. Tabel. 2.1 Pembiakan Mikroorganisme pada Suhu dan Waktu Tertentu Suhu (oC) Waktu (detik) 100 1200 105 600 110 190 115 70 120 19 125 7 130 3 135 1
Tabel 2.2 Hubungan Suhu-Waktu pada Mikroorganisme Mikroorganisme Suhu (oC) 2-3 Gonorrhea 4,3 S. typhosa 18,4 S. aureus 20-30 E. coli 15 S. haemophyllus 30 Lactobacillus
2.3.
Waktu (detik) 50 50 60 57 70-75 71
Bakteri
2.3.1 Karakteristik Bakteri Nama bakteri berasal dari bahasa yunani, yaitu bakterian yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada
kecualinya), berbiak dengan
pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya ( Purnawijayanti, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan hasil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus,
kokus yang
mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina (Purnawijayanti, 2001). Spiril ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan kokus maupun golongan basil. Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ, sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (Purnawijayanti, 2001). Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan tidak cocok. Tetapi bakteri tertentu dapat membentuk spora. Istilah spora pada bakteri mempunyai arti lain. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya, suhu tinggi atau rendah. Kondisi kering dan kondisi lain yang tidak meguntungkan. Dalam bentuk spora,
Universitas Sumatera Utara
bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001). 2.3.2 Faktor- faktor Pendukung Pertumbuhan Bakteri Bakteri memerlukan faktor-faktor yang kompleks untuk mendukung pertumbuhannya, antara lain : 1. Suhu Berdasarkan suhu pertumbuhannya, maka bakteri mempunyai sifat tumbuh yang terbagi atas: a. psikrofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 0-30oC b. Mesofilik, yaitu mempunyai daerah tumbuh antara 25-37oC dengan temperatur minimum 15oC dan maksimum antara 45-55oC, contoh: Salmonella sp.. c. Termofilik, yaitu yang mempunyai daerah tumbuh di atas 40oC umumnya 55-60oC dan maksimum 75oC (Supardi, 1999). Contoh : E. Coli. 2. Nutrisi/ Makanan Seperti halnya makhluk hidup lainnya, bakteri juga memerlukan makanan sebagai sumber zat gizi untuk tumbuh dan berkembang biak. Biasanya bahan makanan yang baik untuk manusia disukai pula oleh bakteri karena memiliki jumlah zat gizi yang penting dan tersedia untuk perkembangan bakteri. 3. Air Bakteri memerlukan air untuk kehidupannya. Prinsip ini sering kita gunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dalam makanan, yaitu dengan mengurangi kadar air di dalam bahan makanan sehingga bakteri tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
tumbuh di dalamnya. Bahan makanan kering atau produk makanan yang diproses dengan penggulaan atau penggaraman seperti selai, dodol, ikan asin, telur asin dan lain-lain awet karena bahan-bahan tersebut tidak mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan bakteri yang dapat merusak makanan. 4. Keasaman/ Nilai pH Bakteri dan patogen umumnya memerlukan nilai pH lebih tinggi dari 4,6 sampai pH netral (pH 7) untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, secara alami ada bahan-bahan makanan yang kurang disukai oleh bakteri karena memiliki pH kurang dari 4,6. Termasuk dalam kelompok ini antara lain vonegar, mayonaise dan tomat. Sebaliknya, banyak pula bahan makanan yang disukai oleh bakteri karena memiliki pH lebih dari 4,6 anatara lain daging, ikan, ayam , keju, udang dan lain-lain. Dengan demikian, bahanbahan makanan tersebut harus ditangani dengan memperhatikan prosedur sanitasi yang memadai, agar tidak terkontaminasi oleh bakteri perusak dan patogen. 5. Oksigen Bakteri dikelompokan menjadi bakteri aerobik bila untuk pertumbuhannya mutlak memerlukan oksigen, anaerobik bila tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya dan anaerobik fakultatif dapat tumbuh dalam kondisi tidak ada oksigen, tetapi lebih suka dalam lingkungan yang ada oksigen. 6. Waktu Jika bakteri menemukan keadaan yang cocok, pertumbuhan dan reproduksi terlaksana. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri. Dari satu sel
Universitas Sumatera Utara
tunggal menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi depalan dan seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap 20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel bakteri telah berkembang sampai 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10 jam. 7. Kelembaban Sel-sel bakteri terdiri dari 80% air. Air adalah kebutuhan esensial mereka, tetapi bakteri tidak dapat menggunakan air yang mengandung zat-zat yang terlarut dalam konsentrasi tinggi, seperti gula dan garam. Larutan pekat, misalnya garam 200mg/liter tidak menunjang pertumbuhan bakteri. 8. Cahaya Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan. Tetapi sinar ultraviolet mematikan mereka dan ini dapat digunakan untuk prosedur sterilisasi ( Purnawijayanti, 2001). 2.4.
Salmonella sp.
2.4.1 Klasifikasi Salmonella sp.. Salmonella adalah salah satu penyebab utama foodborne disease di seluruh dunia. Menurut D’Aoust (2001) yang dikutip oleh Restika (2012) genus Salmonella dibagi menjadi dua jenis, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Sampai saat ini, lebih dari 2500 serovar Salmonella enterica telah diidentifikasi dan kebanyakan serovar memiliki potensi untuk menginfeksi berbagai spesies hewan dan manusia. Menurut Clavijo (2006) yang dikutip oleh Restika (2012) serovar dari Salmonella enterica dapat berbeda dalam hal host specificity, klinis, dan karakteristik
Universitas Sumatera Utara
epidemiologis. Sebagai contoh, serovar Typhi hanya dapat menginfeksi manusia, sedangkan serovar Typhimurium dan Enteritidis dapat menginfeksi berbagai host, termasuk manusia, tikus, dan unggas. Serovar juga menunjukkan rute transmisi yang berbeda. Typhimurium lebih mudah menular
kemanusia melalui daging ayam,
sedangkan Enteritidis umumnya menular ke manusia melalui telur ayam. Berdasarkan taksonomi, klasifikasi Salmonella sebagai berikut D’Aoust (2001) dalam Restika (2012): Phylum Class Ordo Family Genus Species
: Bacteria ( Eubacteria) : Prateobacteria : Eubacteriales : Enterobacteriae : Salmonella : Salmonella sp.
Menurut Seputro (1978) dalam Ginting (2005) Terdapat tiga species utama dari Salmonella sp. yaitu S. cholerasuis, dan S.enteretidis. selain itu juga terdapat species Salmonella sp yang lain yaitu S. arizonae, S. belfast, S. blokey, S. dublin, S. gallinarum, S. heidelberg, S. hirscfeldii, S. infantis, S. janiana, S. loma-linda, S. newport, S. sain-paul, S. schottmuellery, S. Stokholm, S. Thomson, S. Wein, S. Weyberge, S. Virchow, S. Hadar, tetapi paling sering ditemukan di air adalah S. entereditis dan S. typhimurium. Menurut Sanropie (1984) dalam Ginting (2005) Salmonella sp. adalah kuman berbentuk batang dan bergerak, gram negatif, anaeraob fakultatif. Salmonella sp. telah dikenal sebagai penyebab penyakit lebih dari 100 tahun. Salmonella sp. ditemukan oleh seorang ilmuan Amerika Dr. Daniel E. Salmon, terdapat lebih dari 2300 serotipe Salmonella sp.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2
Sifat Salmonella sp. Salmonella sp. tumbuh dengan cepat pada pembenihan biasa tapi tidak
meragikan laktosa atau sukrosa. Kuman ini menghasilkan asam dan beberapa gas dari glukosa dan manosa. Kuman ini cendrung menghasilkan hidrogen sulfida (H 2 S). kuman ini dapat hidup di air yang dibekukan dalam waktu yang lama. Salmonella sp. resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat), senyawa ini menghambat kuman koliform karena bermanfaat untuk isolasi Salmonella sp. dari tinja (Jawetz, 1995). Menurut (Jawetz, 1995) dalam (Ginting, 2005) Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C.
Namun, ada beberapa serovar yang mampu tumbuh pada
temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku, jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun . Menurut (Fernandes, 2009) dalam (Restika, 2012) Salmonella memiliki rentang pertumbuhan pada pH 3.8-9.5 dengan kondisi yang ideal dan keasaman yang sesuai. Pertumbuhan Salmonella mencapai optimum pada pH antara 6.5-7.5. Beberapa serovar dapat mati pada pH di bawah 4.0, tergantung tipe keasaman dan temperatur. S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah
Universitas Sumatera Utara
bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediatormediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll. Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya Salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Judarwanto, 2012). Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, dan bahan tinja (Judarwanto, 2012). 2.5.
Patogenesis Salmonella sp Habitat bakteri salmonella adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan,
dan bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut karena makan/minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan penderita. Salmonella akan berkembang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina proprialat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi) Salmonella inilah yang menimbulkan diare, karena salmonella menghasilkan racun yang disebut cytotoxindan enterotoxin (Dharmojono, 2001). Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan-perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari
Universitas Sumatera Utara
makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi, 1999). Keberadaan Salmonella sp pada makanan tidak selalu dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hal ini tergantung pada jumlah Salmonella yang terdapat pada makanan. Dosis infektif bagi manusia adalah 105 – 108 Salmonella sp. Selain itu daya tahan tubuh manusia juga sangat berpengaruh. Apabila daya tahan tubuh rendah, maka Salmonella mudah untuk menibulkan penyakit pada manusia. Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan. Salmonella akan berpenetrasi ke dalam telur dan terperangkap di dalam membran, kemudian akan diingesti oleh embrio. Habitat utama Salmonella pada ayam adalah saluran pencernaan, termasuk caecum. Apabila Salmonella ada di dalam tubuh ayam, maka ayam akan bertindak sebagai carrier sepanjang hidupnya (Jay, 2000). Menurut Ray (2001) manusia dapat bertindak sebagai carrier setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama, selain itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces. Salmonella di
Universitas Sumatera Utara
dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan toxin yang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Kemampuan Salmonella untuk menginvasi dan merusak sel berkaitan dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella ada di dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit. Salmonellosis memperlihatkan tiga sindrom yang khusus yaitu terjadinya septikemia, radang usus akut yang kemudain menjadi radang usus kronik. Pada kejadian akut penderita sangat depresif, demam (suhu badan antara 40,5-41,50C), diare profuse, sering kali memperlihatkan aksi merejan disertai mulas yang sangat hebat (tenesmus). Feces berbau amis dan berlendir, bersifat fibrin (fibrinous casts), kadang-kadang mengandung kelotokan selaput membrane usus dan terdapat gumpalan-gumpalan darah. Pada kuda, diare yang hebat cepat menyebabkan dehidrasi dan kuda dapat mati dalam waktu 24-48 jam kemudian (Dharmojono, 2001), Menurut Supardi dan Sukamto (1999) Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala tifoid yang akan berlangsung selama 3-4 minggu. Perforasi sering terjadi pada minggu ke tiga atau keempat dari penyakitnya. Akibat adanya komplikasi dari demam tifoid antara lain: 1) Pada tulang menyebabkan periostitis dan osteomielitis 2) Abses ginjal 3) Endokarditis ulseratif 4) Pneumonia atau empiema
Universitas Sumatera Utara
5) Kolesistitis akut Penderita yang telah sembuh dari demam tifoid, ternyata 2-5% diantaranya masih mengandung S. typhi di dalam tubuhnya selama 1 tahun. Bahkan ada yang menetap sepanjang umur manjadi carrier kronik. Pada carrier kronik S. typhi umumnya berada dalam kantung empedu, jarang pada saluran kemih. Biasanya akan dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan air kemih (Supardi, 1999). Pada ternak sapi dan domba yang sedang bunting dapat terjadi keguguran. Pada anak-anak yang baru berumur beberapa minggu, bila menderita diare Salmonellosis angka kematiannya sangat tinggi. Pada babi terlihat perubahan warna kulit menjadi merah keunguan, terutama dibagian telinga dan perut bagian bawah, terlihat juga gejala-gejala syaraf dan radang paru (pneumonia). Dalam kondisi demikian angka kematian dapat mencapai 100%. Pada keadaan infeksi yang sudah kronik hewan menjadi kurus, demam intermiten, diare yang persisten dan sulit sekali diobati, malah menjadi hewan pembawa penyakit. Salmonellosis pada anjing dan kucing jarang menyebabkan septicemia, mereka dapat menjadi asimptomatik dan menjadi pembawa (life carrier) (Dharmojono, 2001). 2.6.
Dampak kesehatan Salmonella merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun 1899
Sakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonelosis. Salmonellosis telah dikenal di semua negara, tetapi yang paling sering berpotensi terjadi yaitu di daerah peternakan secara intensif, khususnya di babi, unggas. Penyakit itu dapat mempengaruhi semua jenis hewan, hewan muda dan bunting dan yang berpotensi adalah hewan yang sedang menyusui. Ternak yang yang rawan terhadap
Universitas Sumatera Utara
Salmonellosis diantaranya sapi, domba, kambing, babi yang muda demikian juga dengan hewan kesayanagan seperti anjing, kucing, kelinci dan hamster (Dharmojono, 2001). Salmonellosis merupakan penyakit yang menular pada manusia (zoonosis). Kejadian Salmonellosis semakin meningkat dengan semakin banyaknya warungwarung makanan yang tidak higienik. Sumber penularan berupa keluaran (eksresi) hewan dan manusia baik dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh organisme dari 2 jenis Salmonella (S. enteritica dan S. bongori), meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan, Salmonella menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah dan bahan-bahan yang berhubungan dengan kontaminasi fekal. Mikroorganisme ini juga ditemukan di peralatan pakan, menyebabkan penyakit infeksi pada hewan khususnya babi dan unggas. Infeksi Salmonella dari pangan asal hewan memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat dan khususnya pada keamanan pangan sehingga produk pangan asal hewan dipertimbangkan menjadi sumber utama pada infeksi Salmonella pada manusia. Pakan yang terkontaminasi Salmonella menjadi sumber paling umum pada infeksi hewan. Kontaminasi pakan sering disebabkan oleh serovar Salmonella yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, peralatan pakan, khususnya daging dan tepung tulang seharusnya diselidiki/investigasi akan kehadiran dari Salmonella. Salmonellosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang disebut foodborne diarrheal diseases dan terdapat di seluruh dunia. Disebut foodborne diarrheal disease karena penyakit ini ditularkan oleh ternak carrier yang sehat ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi Salmonella spp.
Universitas Sumatera Utara
dan menyebabkan enteritis, di negara berkembang seperti Indonesia, dokter praktek dan rumah sakit sering menerima pasien dengan diagnosa thypus atau parathypus dengan insiden yang cukup tinggi sepanjang tahun. Insidensi Salmonellosis di negaranegara berkembang yang menyerang manusia meningkat antara tahun 1980-1990an, sejalan dengan semakin intensifnya budidaya
ternak dan munculnya klon-klon
Salmonella baru (Dharmojono, 2001). 2.6.1
Ciri-ciri Penyakit yang Disebabkan oleh Salmonella sp
1. Gastroenteritis Gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari 18 jam setelah bakteri patogen itu masuk ke dalam host. Ciricirinya adalah demam, sakit kepala, muntah, diare, sakit pada abdomen (abdominal pain) yang terjadi selama 2 - 5 hari. Spesies yang paling sering menyebabkan gastroenteritis ialah S.typhi. Kehilangan cairan dan kehilangan keseimbangan elektrolit merupakan bahaya bagi anak-anak dan orang tua. 2. Septikemia Septikemia oleh Salmonella menunjukkan ciri-ciri demam, anoreksia dan anemia. Infeksi ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Lesi-lesi dapat menyebabkan
osteomielitis,
pneumonia,
abses
pulmonari,
meningitis
dan
endokarditis. Spesies utama yang menyebabkan septisemia ialah S. cholera-suis. 3. Demam-demam enterik Demam enterik yang paling serius adalah demam tifoid. Agen penyebabnya adalah S. typhi. Selain itu S. paratyphi A dan B bisa menyebabkan demam enterik tetapi tidak terlalu berbahaya dan resiko kematiannya lebih rendah. Manusia
Universitas Sumatera Utara
merupakan hos tunggal untuk S. typhi, ciri-cirinya antara lain lesu, anoreksia, sakit kepala, kemudian diikuti oleh demam. Pada waktu tersebut S. typhi sedang menembus dinding usus dan masuk ke dalam saluran limfa. Melalui saluran darah S. typhi menyebar ke bagian tubuh lain. Insidensi kematian yaitu antara 2 - 10%; lebih 3% penderita demam tifoid menjadi carrier kronik. 2.7. Daging Daging adalah bagian hewan yang disembelih (sapi, kerbau, kambing, domba) yang dapat dimakan dan berasal dari otot skelet atau yang terdapat pada diafragma, jantung, dengan atau tidak mengandung lemak. Daging merupakan otot hewan yang tersusun dari serat-seratyang sangat kecil yang masing-masing serat merupakan sel memanjang. Sel serat otot mengandung dua macam protein yang tidak larut, yaitu kolagen dan elastin yang terdapatpada jaringan ikat (Anonimous, 2001). Menurut Soeparno (1992) daging didefenisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua hasil produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Djafar, dkk. (2006) menyatakan bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang selalu mendapat perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Selain sebagai sumber gizi, jugaperlu diperhatikan keamanan pangan serta aman, bermutu dan bergizi baik disamping itu produk pangan dapat berpengaruh kepada peningkatan derajat kesehatan. Daging adalah bagian dari otot skeletal dari ternak hewan yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia. Dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku. Daging terdiri dari tiga komponen utama, yakni : jaringan otot,
Universitas Sumatera Utara
jaringan ikat dan jaringan lemak. Jaringan otot menyusun 50-60% karkas, unit struktural jaringan otot adalah serabut otot dan serabut otot terdiri dari myofibrilmiofibril. Myofibril terdiri dari serabut-serabut halus yang dinamakan miofilamen. Miofilamen terdiri dari filament aktin yang tipis dan filament myosin yang tebal. Kedua filament tersebut berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot (Afifah, 2009) Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Dari tingkat kealotan daging merupakan sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100g (Astawan, 2008). Daging segar yang bermutu baik sangatlah diperlukan untuk menghasilkan suatu produk daging olahan yang bermutu baik pula, sehingga disamping peralatan dan penanganan yang memadai. Kualitas daging segar ditentukan oleh faktor-faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang berpengaruh terhadap kualitas daging meliputi : genetik, spesies, tipe, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral) dan stress. Faktor setelah pemotongan antara lain : metode pelayuan, metode pemasakan, pH karkas, daging,
Universitas Sumatera Utara
bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, metode penyimpanan serta jenis dan lokasi otot (Soeparno, 2005). Daging segar memiliki permukaan daging yang lembab, tidak basah, tidak kering dantidak ada lendir. Selain itu daging yang bermutu ditandai dengan permukaan daging yang bersih, bebas dari kotoran-kotoran yang nampak oleh mata. Daging yang kotor akan mudah rusak atau busuk (Lukman, 2008). Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat dari pada hewan betina (Lukman, 2008). Setelah proses pemotongan, sangat dianjurkan agar daging disimpan pada suhu dingin(<4>oC) untuk mempertahankan mutu daging serta untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman. Daging yang disimpan pada suhu 0-2oC dapat bertahan selama 2-3 hari (daging dikemas). Untuk daging giling yang disimpan pada suhu 0-4oC akan bertahan sampai 12 jam (Lukman, 2008). 2.7.1
Daging Burger Burger adalah sejenis makanan siap saji yang biasanya berisi daging burger,
selada, tomat dan telur. Daging burger adalah jumlah daging sapi yang telah digiling halus dan dimasak serta dipipihkan dan dibentuk lingkaran (Ginting, 2009). Daging burger adalah daging cacah (biasanya daging sapi, tetapi kadang juga daging lain) yang dibentuk bulat, kemudian dipipihkan, digoreng dengan mentega atau dipanggang di atas bara, biasanya dimakan sebagai isi roti bulat, diberi daun selada, saus tomat, dan bumbu lainnya (Cory, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Daging burger merupakan produk daging giling segar. Komposisi utama burger adalah daging, umumnya mencapai 80 persen. Syarat mutu hamburger yang baik adalah lemak sapi yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% serta air, bahan pengikat, dan bahan pengisi (Astawan, 2008). Menurut Cory (2009) bahwa burger adalah produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan sebanyak 80% dicampur bumbu dan lemak yang tidak lebih dari 30%. Namun dalam pengolahan daging terutama daging burger, akan mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas daging itu sendiri. Pemasakan
burger
dapat
dilakukan
dengan
cara
pemanggangan,
penggorengan, atau pemasakan dengan microwave. Tujuan pemasakan adalah menyatukan bahan, memantapkan warna, meningkatkan juice,
menginaktifkan
mikroba, dan memperbaiki penerimaan konsumen. Lama pemasakan tergantung pada ukuran burger dan suhu pemasakan. Penggorengan menyebabkan kehilangan air sekitar 5% dan kehilangan lemak yang cukup besar, tergantung metode pemasakan. Berdasarkan suhu minyak goreng, proses penggorengan dibedakan menjadi dua yaitu teknologi penggorengan memakai minyak goreng pada suhu rendah (suhu 130170oC) dan teknologi penggorengan memakai minyak goreng pada suhu tinggi (suhu 180-200oC) (Abustam, 2004). Pembuatan daging burger bukan merupakan hal yang sulit. Daging burger bahkan dapat dibuat sendiri dalam skala rumah tangga. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging giling atau daging cacah yang dibumbui, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, dan aneka bumbu. Daging yang digunakan pada pembuatan burger biasanya berasal dari potongan-potongan atau tetelan daging
Universitas Sumatera Utara
hasil proses trimming. Hal itu yang menyebabkan daging burger mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Burger juga dapat dibuat dari bahan-bahan bukan daging, seperti kedelai atau tempe. Dari kedelai dapat dibuat daging tiruan yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan burger (Pabita, 2011) Tabel 2.3. Komposisi Bahan yang digunakan pada Pembuatan Burger. Isolat Protein Kedelai (%) No Jenis bahan 5 10 15 1 Daging yang dilayukan** 300 300 300 2 Lemak sapi* 0;5;10;15 0;5;10;15 0;5;10;15 3 Isolat Protein Kedelai (IPK) 5 10 15 4. Es Batu* 20 20 20 5 Garam* 3 3 3 6 Bawang putih* 1 1 1 7 Merica* 1 1 1 * Persentase (%) diperoleh dari jumlah daging yang digunakan ** Berat daging (gram) Daging yang digunakan adalah daging yang dilayukan karena daging yang dilayukan mampu menguraikan tenunan ikat daging, daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat (Astawan, 2009). Daging burger berupa daging giling yang dapat diperoleh dari pelumatan daging sapi maupun ayam. Daging yang telah dilumatkan diberi beberapa bahan tambahan pangan dan kemudian dicetak membulat untuk dijadikan sebagai isi burger yakni diletakkan di antara lapisan roti dan sayur (Astawan, 2009). Bahan yang digunakan untuk membuat daging burger adalah daging cincang murni, telor, tepung roti, bawang Bombay, pala bubuk, merica bubuk, dan garam. Membuat daging burger sangat mudah, yaitu mencampur semua bahan hingga rata, lalu dibentuk bulat pipih. (Anonimous, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah cara pembuatan daging burger (Pabita, 2011) : 1. Daging dibersihkan dengan mengeluarkan lemak dan jaringan ikatnya kemudian dicuci bersih selanjutnya di potong kecil-kecil 2. Daging digiling menggunakan Food Prosessor. 3. ditambahkan garam, gula,bawang putih, merica dan es batu
kemudian
digiling 4. Menambahkan tepung isolat protein kedelai, 5. Menambahkan lemak pada adonan yang telah dibagi dalam empat bagian dimana masing-masing adonan ditambahkan lemak. 6. Adonan dibentuk menjadi bulatan yang setebal 2 cm. 7. Setelah itu masukkan ke dalam lemari pendingin. Selama kurang lebih 3 jam. 8. Kemudian dipanggang pada suhu 130oC selama 25 menit. 9. Daging burger siap disajikan/digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Kerangka Konsep Adapun .kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut: Batas maksimum Peraturan Ka. BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009
Sebelum digoreng Daging burger
Memenuhi syarat keberadaan Salmonella sp. Tidak memenuhi syarat
Sesudah digoreng
Hygiene dan sanitasi
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara