BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos, 2009). Salah satu fungsi darah yang paling utama adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa metabolisme (Scott & Fong, 2004). Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dilakukan oleh hemoglobin (Hb), suatu protein khusus yang terkandung dalam eritrosit (Favero & Costa, 2011; Tangvarasittichai, 2011). Hemoglobin mampu mengangkut oksigen karena mengandung 4 molekul heme yang masing-masing terikat dengan rantai globin (Clarke & Higgins, 2000). Pada orang dewasa terdapat 4 rantai globin, yaitu rantai α, β, δ, dan γ. Kombinasi dari keempat rantai globin tersebut menghasilkan 3 tipe Hb, yaitu HbA (α2β2), HbA2 (α2δ2), dan HbF (α2γ2), dengan konsentrasi masing-masing lebih dari 96%; 2,53,5%; dan kurang dari 1% (Mosca et al., 2009; Tangvarasittichai, 2011). Apabila terjadi mutasi pada gen pengkode rantai globin, dapat menyebabkan timbulnya kelainan atau kegagalan fungsi hemoglobin dalam mengikat oksigen, juga berdampak pada struktur dan umur eritrosit. Beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi pada gen globin antara lain thalassemia dan hemoglobinopati (varian Hb) (Rogers, 2011). Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik autosomal resesif yang diwariskan (Tayapiwatana et al., 2009), yang disebabkan oleh mutasi pada gen HBA atau HBB, dan berdampak pada 1
2
penurunan atau bahkan tidak adanya produksi rantai α atau β-globin (Tangvarasittichai, 2011; Galanello, 2012). Ketidakseimbangan jumlah rantai globin dapat menyebabkan hemolisis (pecahnya eritrosit) dan gangguan eritropoiesis (Muncie & Campbell, 2009), yang akhirnya berdampak pada munculnya anemia, kerusakan organ, bahkan kematian (Tangvarasittichai, 2011). Selain thalassemia, hemoglobinopati atau varian Hb juga merupakan kelainan hemoglobin yang patut diperhitungkan. Salah satu varian Hb yang umum ditemukan adalah Hemoglobin E (HbE), yang menempati urutan kedua terbanyak di dunia dan urutan pertama terbanyak di Asia Tenggara, dimana prevalensi HbE tertinggi (mencapai 60%) ditemukan di perbatasan antara Thailand, Laos, dan Kamboja (Vichinsky, 2007; Moiz et al., 2012). Di Indonesia, prevalensi HbE nasional mencapai 4% (Lanni, 2002). HbE disebabkan oleh substitusi GA pada kodon ke-26 ekson 1 gen HBB, yang mengakibatkan perubahan asam glutamat menjadi lisin (Weatherall & Clegg, 2001b; Datta et al., 2006; Li et al., 2012). Mutasi ini mengaktifkan splicing site alternatif disekitar kodon tersebut, sehingga dihasilkan mRNA β-globin abnormal, yang menyebabkan penurunan kecepatan sintesis rantai β-globin (Tubsuwan et al., 2011). HbE homozigot (HbE disease) mengalami anemia ringan serta terdapat eritrosit mikrositik dan hipokromik dengan peningkatan jumlah sel target (Fucharoen & Weatherall, 2012), sedangkan HbE heterozigot (pembawa sifat/carrier HbE) tidak mengalami anemia, namun mengalami peningkatan ekstrim konsentrasi HbA2 hingga lebih dari 13% (Tatu & Kasinrerk, 2011). HbE juga dapat diwariskan dengan thalassemia-α, thalassemia-β, HbS, HbC, maupun
3
varian hemoglobin lainnya (Moiz et al., 2012). Kombinasi terparah ditemukan pada kombinasi antara HbE dan thalassemia-β, yang dapat menghasilkan gejala mirip thalassemia-β mayor parah (Lanni, 2002; Tan et al., 2009; Moiz et al., 2012). Thalassemia-βE merupakan kombinasi yang paling umum ditemukan di Asia Tenggara, dengan frekuensi carrier mencapai 50% (Galanello & Origa, 2010). Adanya pola migrasi global dan pernikahan antar-suku menyebabkan peningkatan kejadian thalassemia dan varian Hb di berbagai belahan dunia (Tayapiwatana et al., 2009; Tatu & Kasinrerk, 2011). World Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari 25 x 107 penduduk dunia adalah carrier thalassemia (Weatherall & Clegg, 2001a), dan sekitar 5% dari total tersebut adalah penduduk Indonesia (Anonymous, 2010). Di antara berbagai kelainan darah herediter yang ditemukan di Indonesia, thalassemia-β dan HbE dianggap paling penting karena menduduki peringkat teratas baik dari segi besar frekuensi maupun luas sebarannya (Lanni, 2002). Beberapa penelitian terdahulu melaporkan kejadian thalassemia-β dan HbE dengan prevalensi yang cukup tinggi (lebih dari 6%) pada beberapa daerah di Indonesia, antara lain Palembang (Sofro et al., 1996), Kep. Sunda Kecil dan Sumba Timur (Lanni, 2002), dan Medan (Ganie, 2008). Salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah bertambahnya jumlah penyandang thalassemia dan varian Hb adalah melakukan skrining pada seluruh populasi untuk mengetahui prevalensi carrier (Modell & Darlison, 2008). Dalam skirining dilakukan analisis parameter hematologis, yang
4
meliputi parameter hitung darah lengkap, indeks korpuskular, gambaran darah tepi, dan HPLC. Parameter hematologis tersebut juga dapat digunakan untuk melihat adanya gejala klinis kelainan/penyakit lain, misalnya berbagai jenis anemia karena berbagai macam penyakit. Apabila data hematologis awal belum meyakinkan untuk mengkonfirmasi thalassemia dan varian Hb, maka perlu dilanjutkan dengan analisis molekular (Calzolari et al., 1999; Fakher et al., 2007). Yayasan
Thalassemia
Indonesia/Persatuan
Orangtua
Penyandang
Thalassemia Indonesia (YTI/POPTI) cabang Yogyakarta bekerja sama dengan Laboratorium klinis Prodia dan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada mulai tahun 2012 mengadakan skrining bagi masyarakat yang mempunyai riwayat keluarga thalassemia. Pada tahun 2012 terdapat 47 individu peserta skrining, sedangkan pada tahun 2013 terdapat 49 individu peserta skrining bulan Mei dan 156 individu peserta skrining bulan Desember. Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologis pada skrining tahun 2012 dan bulan Mei 2013, terdapat 18 individu terduga carrier thalassemia-α, 21 individu terduga carrier thalassemia-β, dan 29 individu terduga carrier HbE, sedangkan hasil pemeriksaan hematologis pada skrining bulan Desember 2013 terdapat 42 individu terduga carrier thalassemia atau HbE. Dalam hasil pemeriksaan hematologis disebutkan rekomendasi untuk dilakukannya analisis molekular bagi individu yang terduga carrier. Di Yogyakarta khususnya, belum terdapat data yang valid mengenai prevalensi carrier maupun penyandang HbE. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan karakterisasi HbE secara molekular pada beberapa individu peserta skrining dengan teknik restriction fragment length polymorphism
5
(RFLP). Metode ini dilakukan dengan mengamplifikasi daerah ekson 1 dan ekson 2 pada gen HBB, selanjutnya amplikon didigesti menggunakan enzim restriksi MnlI yang dapat mengkonfirmasi HbE berdasarkan ukuran dan jumlah fragmen DNA yang terbentuk (Moiz et al., 2012).
B. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1.
Apakah mutasi HbE pada gen HBB di Yogyakarta dapat dikonfirmasi dengan teknik RFLP?
2.
Bagaimana perbandingan antara hasil pemeriksaan hematologis dengan uji RFLP pada individu normal dan terduga carrier thalassemia atau HbE?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Mengkonfirmasi mutasi HbE pada gen HBB di Yogyakarta dengan teknik RFLP.
2.
Membandingkan hasil pemeriksaan hematologis dengan uji RFLP pada individu normal dan terduga carrier thalassemia atau HbE.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyandang maupun carrier HbE pada populasi secara molekular serta memberikan dukungan terhadap data hasil pemeriksaan hematologis terkait penentuan status carrier individu.