BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Tekanan darah 1.1. Pengertian tekanan darah Tekanan darah adalah gaya (atau dorongan) darah ke arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer, 2007). Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding elastis dan ketahanan yang kuat. Oleh karena itu, di dalam sistem itu di antara denyut jantung ada tekanan. Sementara itu Mary (2001) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam millimeter (mm) raksa (Hg) dimana tekanan yang terbentuk tersebut akan mendorong darah ke dinding-dinding pembuluh darah.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Pengukuran tekanan darah Untuk mengontrol tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Brunner & Suddarth, 2001). Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan rongga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Brunner & Suddarth, 2001). Cara mengukur tekanan darah yaitu dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Brunner & Suddarth, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul di antara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Brunner & Suddarth, 2001). 1.3. Mekanisme pemeliharaan tekanan darah Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung (Hayens, 2003). Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ (Hayens, 2003). Semua informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis (Hayens, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan gas) di dalam tubuh (Hayens, 2003). Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi kuat sehingga tekanan darah meningkat (Hayens, 2003; Sobel, 1998). Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti kortison, adrenalin dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah (Hayens, 2003). Sementara itu jantung juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon natriuretik yang membantu mempertahankan pelebaran pembuluh darah sebagaimana mestinya. Arteri juga berfungsi mengontrol tekanan darah. Arteri terdiri dari pembuluh elastis mengalirkan darah ke seluruh organorgan tubuh yang dapat membesar untuk meningkatkan suplai darah ke suatu organ, ataupun dapat berkontraksi untuk mengeluarkan darah dan menyebarkan ke tempat lain yang membutuhkan (Hayens, 2003). Pada akhirnya, tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu, curah jantung dan resistensi perifer (Sobel, 1998). Curah jantung adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Frekuensi denyut jantung diatur oleh reseptor beta-1 yang dirangsang oleh saraf simpatis dan reseptor kolinergik yang diatur oleh saraf parasimpatis. Sedangkan, besar isi sekuncup ditentukan oleh kekuatan kontraksi miokard yang dipengaruhi rangsang otonom dan alir balik vena ditentukan oleh daya regang vena sera volume cairan intravaskuler (Sobel, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol, dan elastisitas pembuluh darah (Ganiswara, 1995). Semakin banyak kandunagn protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit juga menyebabkan peningkatan viskositas. Begitu juga halnya pada panjangnya pembuluh darah, semakin panjang pembuluh darah maka semakin besar tahanan terhadap aliran darah (Sobel, 1998). 1.4. Gangguan tekanan darah Pengaturan tekanan darah secara normal seperti yang dipaparkan sebelumnya sangatlah kompleks. Ketika jantung berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah dan tekanan darah meningkat. Ini disebut tekanan darah sistolik, yakni angka tekanan darah tertinggi. Pada saat jantung rileks (tidak berdenyut) tekanan darah jatuh ke tingkat terendah. Ini disebut tekanan darah diastolik, yakni angka terbawah (Mary, 2001). Hayens (2003) menyatakan bahwa pada 10 sampai 15 persen orang-orang dewasa, sistem regulasinya sering terjadi kelainan walaupun sedikit. Ada dua macam gangguan tekanan darah yaitu tekanan darah meningkat terus-menerus yang disebut tekanan darah tinggi atau hipertensi dan tekanan darah dibawah normal yang dapat memicu kelelahan yang disebut tekanan darah rendah atau hipotensi. Akan tetapi komplikasi yang terjadi pada penderita tekanan darah rendah tidak seberat tekanan darah tinggi (Hayens, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, penelitian ini hanya berfokus pada informasi tentang tekanan darah tinggi atau hipertensi. 2. Hipertensi 2.1. Pengertian hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2001). Ganong (1998) mengatakan bahwa hipertensi adalah peningkatan menetap tekanan arteri sistemik. Jadi tekanan di atas dapat di artikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa
faktor
yang
tidak
berjalan
sebagaimana
mestinya
dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003 ; Dekker, 1996). Hipertensi terbagi menjadi beberapa jenis seperti hipertensi renal atau Goldblatt yang disebabkan kontriksi salah satu arteri ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah yang menetap (Ganong, 1998). Selain itu, kira-kira 20 persen penderita hipertensi mempunyai tekanan darah lebih tinggi di kantor dokter dibandingkan dengan aktivitas normal sehari-hari yang biasa disebut hipertensi jas putih. Pada 90 persen pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya biasa disebut menderita hipertensi esensial (Ganong, 1998; Sobel, 1998 ).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Klasifikasi hipertensi Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan peninggian tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg menurut pedoman Joint National Comitte on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC V) (1993) dibagi menjadi beberapa stadium. Tabel. 1. Stadium Hipertensi Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 130-139
< 85-89
Stadium I (ringan)
140-159
90-99
Stadium II (sedang)
160-179
100-109
Stadium III (berat)
180-209
110-119
Stadium IV (sangat
210 atau lebih
120 atau lebih
berat) Diambil dari Joint National Comitte on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC V, 1993) 2.3. Respon penderita hipertensi Tekanan darah tinggi seringkali tidak menimbulkan keluhan-keluhan langsung, tetapi lama- kelaman dapat mengakibatkan berbagai penyakit (Dekker, 1996). Menurut Price dan Wilson (2005) bahwa perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan, dalam keadaan ini penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala yang spesifik selama bertahun-tahun. Kemudian apabila terjadi gejala pada penderita maka biasanya hanya bersifat non-spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing, tetapi masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna (Price&Wilson, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu tidur malam hari tekanan darah berada dalam kondisi rendah, sebaliknya tekanan darah dipengaruhi oleh kegiatan harian sehingga bila semakin aktif seseorang maka semakin naik tekanan darahnya, apalagi pada waktu olahraga berat (Hayens, 2003). Dapat dibayangkan semakin tinggi tekanan darah seseorang maka semakin tinggi kekuatan yang mendorong darah dan dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan perdarahan (haemmorrhage) yang dapat terjadi di otak dan jantung sehingga dapat mengakibatkan, stroke, gagal jantung bahkan kematian (Hayens, 2003). Pada penderita hipertensi, faktor tekanan darah memegang peranan penting dalam menentukan boleh tidaknya berolahraga serta takaran dan jenis olahraga yang sesuai dengan kondisi penyakitnya (Hayens,2003). Hal ini sangat penting terutama pada penderita hipertensi berat yang dalam keadaan diam tekanan darahnya sudah sangat tinggi maka apabila bergerak atau melakukan aktifitas fisik yang berat dapat lebih meningkatkan tekanan darahnya sehingga dapat berakibat fatal (Hayens, 2003). Untuk menghindari hasil penelitian yang bias maka penderita hipertensi tidak boleh mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi dan terapi lainnya sehingga sangat berbahaya bila dilakukan pada penderita hipertensi berat dan maligna.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Bahaya hipertensi Hipertensi dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan pada organ tubuh, bahkan diseluruh dunia terjadi peningkatan kematian yang berhubungan dengan hipertensi. Hal ini dapat terjadi karena penyakit hipertensi jika tidak segera disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens, 2003). Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi adalah gagal jantung, stroke, juga gagal ginjal (Dekker, 1996). Pada jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di seluruh dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et al., 2003 dalam Kaplan, 2006). Smith, Odel dan Kernohan (1950 dalam Kaplan, 2006) mengatakan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar yang disebabkan oleh hipertensi. Selain itu hipertensi merupakan faktor resiko ganda kejadian penyakit koroner, termasuk miocard infark, kematian tibatiba dan faktor resiko ketiga pada gagal jantung koroner (Kannel, 1996 dalam Kaplan, 2006). Sementara itu pada otak, hipertensi merupakan penyebab terbesar penyakit stroke yaitu kira-kira 50 persen kasus (Gorelick, 2002 dalam Kaplan, 2006). Pada organ yang lain yaitu ginjal. Bidani & Griffin (2004 dalam Kaplan, 2006) mengatakan bahwa hipertensi mempunyai peran penting terhadap gangguan ginjal, dimana terlihat gejala proteinuria, menurunkan Glomerulus Filtrat Rate (GFR) hingga menyebabkan penyakit gagal ginjal. Dicurigai juga penyakit hipertensi dapat mengakibatkan kelahiran prematur dan kematian yang berhubungan dengan hipertensi arterosklerosis (Agmon, Khandheria, Meissner et
Universitas Sumatera Utara
al., 2002 dalam Kaplan, 2006). Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian. 2.5. Penatalaksanaan hipertensi Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penataksanaan farmakologis atau penatalaksanaan
dengan menggunakan obat-obatan kimiawi dan
penatalaksanaan non farmakologis atau penatalaksanaan tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi. 2.5.1. Penatalaksanaan farmakologis Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat antihipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu: a. Diuretik Diuretik adalah obat anti hipertensi yang efeknya mempengaruhi ginjal dengan memperlancar urine untuk meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air yang ada di dalam tubuh sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Dengan demikian maka tekanan darah akan turun akibat berkurangnya curah jantung dan resistensi perifer berkurang serta diikuti oleh vasodilatasi perifer dan berkurangnya volume cairan interstitial yang mengakibatkan berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur (compliance) vaskular (Dekker, 1996 ; Ganiswara, 1995).
Universitas Sumatera Utara
b. Penghambat adrenergik (β-bloker) Mekanisme kerja obat ini sebagai antihipertensi diperkirakan ada beberapa cara yaitu secara langsung mengurangi kegiatan memompa dari otot jantung dan mengurangi denyut jantung serta kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan curah jantung berkurang dan menurunkan jumlah darah yang dikeluarkan jantung maka dengan demikian darah yang dialirkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh akan berkurang, akibatnya tekanan darah menurun (Ganiswara, 1995). Sedangkan cara lain yaitu dengan menghambat pelepasan norephinephrin melalui hambatan reseptor para sinaps dan menghambat sekresi renin melalui hambatan reseptor β1 di ginjal serta efek sentral yang dapat menurunkan tekanan darah (Dekker, 1996 ; Ganiswara, 1995). c. Vasodilator Obat-obat untuk memperlebar pembuluh darah (vasodilator) dapat menurunkan tekanan darah secara langsung dengan mempengaruhi pembuluh darah untuk melebar yaitu merelaksasikan otot-otot sehingga menurunkan resistensi perifer dan ada juga yang secara tidak langsung dengan merangsang kegiatan otak atau mempengaruhi jaringan syaraf untuk menurunkan tekanan darah (Dekker, 1996 ; Ganiswara, 1995). d. Penghambat
enzim
konversi
angiotensin
(penghambat ACE) Efek obat ini mengurangi pembentukan angiotensin sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi hormon yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi (Ganiswara, 1995).
Universitas Sumatera Utara
e. Antagonis kalsium Antagonis kalsium merupakan salah satu golongan obat antihipertensi (Ganiswara, 1995). Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas), namun obat ini memilki efek samping yang mungkin muncul adalah batuk kering, pusing, sakit kepaladan lemas (Dalimartha, 2008). Pada tahun 2002 di Amerika Serikat, kebanyakan resep obat digunakan untuk pengobatan hipertensi, yang jumlahnya lebih dari 200 juta resep (Woodwell & Cherry, 2004 dalam Kaplan, 2006). Berbagai jenis obat antihipertensi yang banyak digunakan, ditemukan bahwa resep obat yang terbanyak adalah obat diuretik diikuti dengan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors, β-bloker, dan Calcium Channel Blocker, kemudian Angiotensin Receptor Blockers dan yang terakhir α-blockers (Greving, Denig, & Van der Veen et al., 2004 dalam Kaplan, 2006). Akan tetapi semua obat-obat diatas bertambah manfaatnya jika ditunjang oleh pengobatan nonfarmakologis ( modifikasi gaya hidup). Jadi bila tidak teliti dalam menaati ketentuan-ketentuan modifikasi gaya hidup yang telah diberikan, maka keseluruhan pengobatan itu tidak akan ada artinya (Dekker, 1996). 2.5.2. Penatalaksanaan non farmakologis Penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi (Ridwanamiruddin, 2007). Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Mempertahankan berat badan ideal Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2 (Kaplan, 2006). BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Dekker (1996) mengatakan bahwa hal ini dapat dilakukan dengan cara jangan makan terlalu banyak, karena berat badan yang berlebihan juga menambah jumlah keseluruhan darah. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein (pfizerpeduli.com), dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg (Radmarssy, 2007). b. Kurangi asupan natrium (sodium) Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam /hari) (Kaplan, 2006). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi 1/2 sendok teh/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg (Radmarssy, 2007). Selain itu bisa juga dengan hitungan mengurangi makan garam menjadi < 2,3 gr natrium atau < 6 gr NaCl sehari (Ganiswara, 1995; pfizerpeduli.com).
Universitas Sumatera Utara
c. Batasi konsumsi alkohol Dalam hal ini membatasi konsumsi alkohol hingga tidak lebih dari 1 oz (30 ml) dari etanol ( contoh, 24 oz (720 ml) bir, 10 oz (300 ml) anggur, 2 oz (60 ml) 100 proof wiski)/hari pada pria dan tidak lebih dari 0,5 oz (15 ml) etanol/hari pada wanita dan tergantung berat badan setiap orang (Kaplan, 2006 ; Ganiswara, 1995). Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol. d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet Menurut rekomandasi dari JNC V diet tinggi kalium (mencukupi pemeliharaan serum K normal, asupan sebaiknya≥ 60 mEq/hari) diperlukan oleh pasien hipertensi namun sebaiknya tidak direkomendasikan kepada pasien dengan hiperkalemik sebelum terapi (Sobel, 1998). Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total (Kaplan, 2006). Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing. Dengan setidaknya mengonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup (Radmarssy, 2007). Diet kalsium yang lebih tinggi hal ini sangat baik terutama pasien hipertensi yang juga mempunyai resiko osteoporosis namun harus diperhatikan pada pasien yang memiliki penyakit batu ginjal kalsium (Sobel, 1998).
Universitas Sumatera Utara
e. Menghindari merokok Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi
seperti penyakit
mengkonsumsi tembakau
jantung
(rokok)
dan
stroke,
karena dapat
maka perlu memperberat
dihindari hipertensi
(Dalimartha, 2008). Seseorang yang menderita penyakit hipertensi memiliki efek yang lebih buruk dari rokok jika dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit hipertensi (Dekker, 1996 ; Ganiswara, 1995). Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah (Sheps, 2005). Maka pada penderita hipertensi dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok (pfizerpeduli.com). f. Penurunan stress Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi (Sheps, 2005). Perasaan gelisah dapat mengakibatkan ketegangan dan emosi terus menerus sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Usahakan dapat tidur dan beristirahat secukupnya untuk mempertahankan kondisi badan, karena tekanan darah menurun pada waktu tidur, lebih rendah dari pada waktu siang hari (Dekker, 1996). Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (pfizerpeduli.com).
Universitas Sumatera Utara
g. Terapi masase (pijat) Menurut Dalimartha (2008), pada prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan. Penatalaksanaan yang telah dikemukakan diatas bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dengan mengurangi jumlah darah, mengurangi kegiatan jantung memompa, dan mengurangi mengerutnya dinding-dinding pembuluh nadi halus sehingga tekanan pada dinding-dinding pembuluh darah berkurang dan aliran darah menjadi lancar sehingga tekanan darah akan menurun (Dekker, 1996). 2.6. Faktor resiko hipertensi Ada empat faktor resiko utama yang tidak dapat diubah dan tidak dapat dikendalikan pada hipertensi. 2.6.1. Ras Data dari Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III, 1988-1991) menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi berkulit hitam 40% lebih tinggi dibangdingkan dengan yang berkulit putih. Diantara orang berusia 18 tahun ke atas, perbandingan jumlah penderita hipertensinya adalah 32,4% berkulit hitam dan 23,3% berkulit putih (Sheps, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Di Amerika Serikat, angka tertinggi untuk penyakit hipertensi adalah pada orang berulit hitam yang tinggal di negara-negara bagian sebelah tenggara.Pada golongan ini, hipertensi biasanya timbul pada usia lebih muda dibandingkan dengan orang berkulit putih, bahkan perkembanganyya cenderung lebih cepat dan menonjol (Sheps, 2005). 2.6.2 Usia Seiring bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit hipertensi juga semakin meningkat. Meskipun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun ke atas. Di antara orang amerika baik yang berkulit hitam maupun berkulit putih yang berusia 65 tahun ke atas, setengahnya menderita penyakit hipertensi. (Sheps, 2005). Peningkatan tekanan darah sesuai dengan pertambahan usia dan hal ini merupakan fisiologis tubuh. Peningkatan tekanan darah ini disebabkan oleh perubahan fisiologis pada jantung, pembuluh darah, dan hormon (Sheps, 2005). 2.6.3 Riwayat keluarga Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua menderita penyakit hipertensi maka sepanjang hidup anaknya akan mempunyai 25% kemungkinan menderita hipertensi. Jika kedua orang tua menderita penyakit hipertensi maka kemungkinan anaknya menderita penyakit hipertensi menjadi 60%. Penelitian terhadap penderita hipertensi pada orang yang kembar dan anggota keluarga yang sama menunjukkan bahwa kasus-kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.6.4 Jenis kelamin Hipertensi banyak diderita pada jenis kelamin laki-laki baik pada dewas awal maupun dewasa tengah. Namun, setelah usia 55 tahun ketika wanita mengalami menopause, hipertensi menjadi lebih lazim dijumpai pada wanita. Diantara penduduk Amerika yang berusia 18 tahun keatas, 34% pria dan 31% wanita berkulit hitam menderita penyakit hipertensi. Pada pria berkulit putih 25% dan pada wanita berkulit putih 21% menderita penyakithipertensi. Sedangkan pada keturunan Asia dan suku-suku di Kepulauan Pasifik ditemukan hanya 10% pria dan 8% wanita menderita penyakit hipertensi. 3. Masase 3.1. Pengertian masase Masase disebut juga dengan pijatan yang berarti sentuhan yang dilakukan dengan sadar (Nanayakkara, 2006). Menurut Fallows dan Russel (2003), masase adalah hal yang dilakukan dengan rasa tenang dan rileks yang diikuti saling bercengkrama. Sentuhan merupakan bahasa universal bagi umat manusia (Aslani, 2003). Sentuhan merupakan perilaku manusia yang azasi (Sanderson et al 1991) dan maknanya yang penting bagi kesehatan rohani serta jasmani sudah diteliti dengan baik (Montagu, 1986 dalam Price, 1997).
Universitas Sumatera Utara
3.2. Manfaat masase Masase merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Apabila seseorang mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus rileks maka akan muncul respon relaksasi (Meet, 1993 dalam Perry&Potter, 2005). Menurut Price tahun 1997, masase secara luas diakui sebagai tindakan yang memberikan manfaat sebagai berikut: 3.2.1. Relaksasi Menimbulkan relaksasi yang dalam sehingga meringankan kelelahan jasmani dan rohani dikarenakan sistem saraf simpatis mengalami penurunan aktivitas yang akhirnya mengakibatkan turunnya tekanan darah (Kaplan,2006). 3.2.2. Mengurangi nyeri Memperbaiki sirkulasi darah pada otot sehingga mengurangi nyeri dan inflamasi, dikarenakan masase meningkatkan sirkulasi baik darah maupun getah bening (Price, 1997). 3.2.3. Memperbaiki organ tubuh Memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung fungsi setiap organ internal berdasarkan filosofi aliran energi meridian masase mampu memperbaiki aliran peredaran energi (meridian) didalam tubuh menjadi positif sehingga memperbaiki energi tubuh yang sudah lemah (Thie, 2007; Dalimartha, 2008).
Universitas Sumatera Utara
3.2.4. Memperbaiki postur tubuh Mendorong kepada postur tubuh yang benar dan membantu memperbaiki mobilitas (Price, 1997). Menurut George Goodheart (1960), otot yang tegang menyebabkan nyeri dan bergesernya tulang belakang keluar dari posisi normal sehingga postur tubuh
mengalami perubahan,
masase
berfungsi untuk
menstimulasi saraf otonom yang dapat mengendurkan ketegangan otot (Perry&Potter,2005). 3.2.5. Latihan pasif Sebagai bentuk dari suatu latihan pasif yang sebagian akan mengimbangi kurangnya latihan yang aktif karena masase meningkatkan sirkulasi darah yang mampu membantu tubuh meningkatkan energi pada titik vital yang telah melemah (Price, 1997; Dalimartha, 2008). 3.3. Faktor-faktor pertimbangan dalam masase Menurut Price (1997), berbagai jenis gerakan bukan hanya bagian dari masase, yang sama pentingnya adalah cara bagaimana gerakan tersebut dilakukan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah tekanan, kecepatan, irama, durasi, frekuensi.
Universitas Sumatera Utara
3.3.1. Tekanan Ketika menggunakan keseluruhan tangan untuk mengurut suatu daerah yang luas, tekanan harus selalu dipusatkan di bagian telapak tangan. Jari-jari tangan harus dilemaskan sepenuhnya karena tekanan jari tangan pada saat ini tidak menghasilkan relaksasi yang diperlukan. Tekanan telapak tangan hanya boleh diberikan ketika melakukan gerakan mengurut ke arah jantung dan harus dihilangkan ketika melakukan gerakan balik (Price, 1997). 3.3.2. Kecepatan Sampai taraf tertentu kecepatan gerakan masase bergantung pada efek yang ingin dicapai. Umumnya, masase dilakukan untuk menghasilkan relaksasi pada orang yang dipijat dan frekuensi gerakan masase kurang lebih 15 kali dalam semenit (Price, 1997). 3.3.3. Irama Gerakan yang tersentak-sentak tidak akan menghasilkan relaksasi sehingga kita harus berhati-hati untuk mempertahankan irama yang tidak terputusputus (Price, 1993). 3.3.4. Durasi Durasi atau lamanya suatu terapi masase bergantung pada luasnya tubuh yang akan dipijat. Rangkaian masase yang dianjurkan berlangsung antara 5 sampai 15 menit dengan mempertimbangkan luas daerah yang dipijat (Price, 1997).
Universitas Sumatera Utara
3.3.5. Frekuensi Price (1997) mengemukakan, umumnya diyakini bahwa masase paling efektif jika dilakukan tiap hari, beberapa peneliti mengemukakan bahwa terapi masase akan lebih bermanfaat bila dilakukan lebih sering dengan durasi yang lebih singkat. Menurut Breakey (1982) yang dikutip oleh Price (1997), masase selama 10 menit harus sudah menghasilkan relaksasi. 3.4. Kontraindikasi masase terhadap hipertensi Kontraindikasi masase sangat bergantung pada tipe keadaan yang diderita pasien (Price, 1997). Ketika seseorang mengalami hipertensi, tekanan yang berlebihan merupakan usaha yang bertentangan terhadap dinding pembuluh darah. Suatu aktivitas yang mungkin meningkatkan tingginya tekanan intra-vascular yang beresiko membuat ruptur pembuluh darah. Salah satu efek fisiologis dari pijat, terutama pada daerah yang dipijat, hal ini merupakan aktivitas yang mampu meningkatkan sirkulasi darah. Peningkatan sirkulasi darah dapat meningkatkan tekanan intra-vascular. Ini adalah alasan di balik yang diwaspadai terapi masase dengan klien hipertensi (Cutler, 2007). Meskipun banyak terapis masase yang mematuhi kontraindikasi, terdapat banyak bukti yang bertentangan. Banyak bukti menunjukkan bahwa pijat dapat mengurangi tekanan darah, salah satunya adalah para peneliti dari Touch Research Institute, University of Miami School of Medicine dan Nova Southeastern University awal tahun 1999 di Florida dilakukan studi tekanan darah tinggi dan gejala terkait telah dikurangi dengan pijat. Dalam studi ini, para peserta dengan hipertensi yang dikontrol secara acak ditugaskan ke salah satu grup terapi
Universitas Sumatera Utara
masase (pijat) atau grup relaksasi progresif. Hasil menunjukkan bahwa kedua kelompok telah mengalami penurunan tingkat kecemasan dan tingkat depresi, namun hanya grup terapi pijat yang menunjukkan penurunan tekanan darah diastol dan sistol serta tingkat cortisol-stress hormone. 3.5. Masase pada kaki Menurut Aslani (2003), melakukan masase pada otot-otot besar pada kaki dapat memperlancar sirkulasi darah dan saluran getah bening serta membantu mencegah varises. Pada saat melakukan masase pada otot-otot kaki maka tingkatkan tekanan ke otot ini secara bertahap untuk mengendurkan ketegangan sehingga membantu memperlancar aliran darah ke jantung. Masase pada kaki diakhiri dengan masase pada telapak kaki yang akan merangsang dan menyegarkan kembali bagian kaki sehingga memulihkan sistem keseimbangan dan membantu relaksasi. Pemijatan ini dilakukan dengan persiapan terlebih dahulu, adapun langkah yang harus dilakukan menurut Aslani (2003) adalah sebagai berikut: 3.5.1 Menyediakan tempat yang nyaman Lingkungan tempat masase harus membuat suasana rileks dan nyaman, pemijat harus memperhatikan suhu ruangan yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, penerangan yang cukup, permukaan tempat masase yang rata dan nyaman jika diperlukan gunakan karpet dengan busa karet agar menambah suasana nyaman pada klien.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Menyeimbangkan diri Ketenangan dan kenyamanan diri adalah hal yang penting jika ingin memberikan pijatan yang baik. Kenakan pakaian yang tidak membatasi gerak saat memijat, rilekskan diri dengan meletakkan kedua tangan dibawah pusar dan rasakan hangat tangan masuk memasuki daerah pusar kemudaian bukalah mata perlahan-lahan. 3.5.3 Effleurage Effleurage adalah istilah untuk gerakan mengusap yang ringan dan menenangkan saat memulai dan mengakhiri masase, gerakan bertujuan untuk meratakan minyak esensial dan menghangatkan otot agar lebih rileks. 3.5.4 Masase pada klien Setelah persiapan diatas dilakukan maka klien telah siap untuk dilakukan masase (pijat). Prosedur masase ini dilakukan dengan posisi berbaring dengan menutup bagian klien dengan handuk besar mulai dari pinggang sampai kaki. Teknik pelaksanaan masase ini terdapat dalam lampiran. 4. Minyak esensial 4.1. Defenisi minyak essensial Minyak essensial merupakan hasil sulingan ekstrak tanaman biasanya juga disebut sebagai minyak atsiri (Price, 1997; Agusta, 2000). Tanaman dan ekstraknya sudah digunakan dalam waktu yang sudah cukup lama untuk
Universitas Sumatera Utara
meringankan rasa nyeri, membantu penyembuhan, membunuh kuman dan juga untuk memulihkan serta mempertahankan kesehatan tubuh. Minyak
essensial
dapat
digunakan
pada
jaringan
hidup
tanpa
menimbulkan banyak efek samping yang berbeda dengan obat-obatan sintetik yang membuat tubuh manusia harus beradaptasi terhadap efek yang ditimbulkan sehingga harus terus menerus menambah takaran dosisnya, hal seperti ini tidak pernah terjadi pada pemakaian minyak essensial (Valnet, 1980 dalam Price,1997). 4.2. Sifat terapeutik minyak esensial Alasan mendasar yang menyebabkan beranekaragamnya konsepsi dan aplikasi minyak esensial terletak pada sifat substansi aromatik minyak itu sendiri. Dengan mudahnya substansi minyak esensial tersebut menembus kulit, adanya kemampuan untuk mempengaruhi pikiran melalui dampaknya yang sangat kuat terhadap indera pembau dan karena sifat farmakologisnya yang multipel (Pénoël, 1993 dikutip oleh Price, 1997). Hal yang terpenting yang menjadi alasan minyak esensial disukai karena aromanya yang menyenangkan bahkan banyak sekali digunakan dalam keperluan rumah tangga (contohnya lavender dan lemon) dan jauh lebih aman bila dibandingkan dengan pemakaian karbol. Aromanya memberikan efek positif kepada orang yang menggunakannya (Price, 1997). Minyak dari tanaman ini mempunyai kemampuan antiinflamasi, antiseptik, analgesik, perangsang selera makan, perangsang sirkulasi, sedatif dan lain sebagainya (Schilcher, 1985).
Universitas Sumatera Utara
4.2.1. Antiseptik dan antibiotik Minyak essensial memiliki kerja dan efek yang multipel, misal jika digunakan untuk pengobatan infeksi respiratorius minyak essensial tidak hanya bersifat antiseptik tetapi juga mukolitik, antiinflamasi (Durrafourd, 1987 dikutip oleh Price, 1997). Minyak essensial terutama berkhasiat sebagai antiseptik karena agresivitasnya terhadap kuman-kuman mikrobial diimbangi oleh keamanan pemakaiannya mengingat minyak essensial tidak berbahaya bagi jaringan tubuh (Valnet, 1980). Penggunaan minyak essensial merupakan cara yang tepat untuk menghindari timbulnya resistensi pada mikroba seperti yang dialami oleh pemakaian antibiotik karena minyak essensial membunuh secara selektif strain kuman yang resisten (Pellecuer et al, 1974 dikutip oleh Price 1997). Pemakaian minyak essensial sebagai sarana yang menyenangkan dan efektif untuk desinfeksi udara dalam ruangan tertutup sehingga ideal untuk digunakan dalam kamar pasien,unit luka bakar, resepsionis, ruang tunggu dan lainnya (Kelner&Kober, 1956 dikutip oleh Price, 1997). 4.2.2. Analgesik Banyak minyak essensial memiliki sifat analgesik hingga derajat tertentu dan mengapa terjadi demikian tampaknya belum ada keterangan yang dapat menjelaskannya mengingat nyeri merupakan masalah yang rumit. Sifat analgesik ini diperkirakan terjadi sebagai akibat efek antiinflamasi, sirkulasi serta detoksifikasi dan akibat efek anastesi dari jenis minyak essensial itu sendiri (Price, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Kasus yang ditangani oleh Jeannie membuktikan bahwa lavender bersifat stimulan, pengatur keseimbangan, sedatif dan antibakterisida yang dapat digunakan sebagai penurun nyeri pada pasien kanker (Price, 1997). 4.2.3. Antiinflamasi Minyak
Lavandula
angustiofolia dan Chamomilia
recucita banyak
dipakai untuk mengatasi inflamasi ringan seperti luka bakar akibat sengatan matahari, gigitan serangga; hal ini diakui oleh banyak
orang
yang telah
menggunakannya (Jakvlev et al, 1983 dikutip oleh Price, 1997). 4.2.4. Antitoksik Minyak chamomile ternyata dapat menghilangkan keaktifan toksin yang dihasilkan oleh bakteri, hal ini dibuktikan dengan jumlah minyak yang bisa diperoleh melalui penyulingan 0,1 gram chamomile sudah cukup untuk menghancurkan toksin stafilokokus dalm waktu 2 jam dan terhadap toksin streptokokus lebih sensitif lagi (Weiss, 1988 dikutip oleh Price, 1997). 4.2.5. Pengatur Keseimbangan Minyak essensial yang digunakan sebagai aromaterapi memiliki manfaat luar biasa untuk mengatur keseimbangan. Minyak essensial merupakan campuran kompleks dari berbagai konstituen alami yang sebagian diantaranya bersfat stimulan sementara sebagian yang lainnya sedatif sehingga satu minyak essensial bisa saja memperlihatka efek sedatif dan efek stimulan pada keadaan lainnya. Efek ini dikenal sebagai adaptogenik. Minyak hawthorn berries dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah namun dapat digunakan pula untuk menaikkan tekanan darah (Maybey, 1988 dikutip oleh Price, 1997).
Universitas Sumatera Utara
4.2.6. Hormonal Beberapa minyak essensial memiliki kecenderungan untuk menormalkan sekresi hormonal dan kerjanya ini dipeerkirakan terjadi secara langsung atau lewat hipofise (Franchomme&Pénoël, 1990 dikutip oleh Price, 1997). Kerja yang mirip hormon ini dari ekstrak tanaman dilaporkan tidak memiliki efek samping. Minyak essensial yang bersifat hormonal yaitu pinus, geranium, rosemary, sage, savory yang merangsang korteks kelenjar adrenal (Price,1997). 4.2.7. Lain-lain Minyak essensial mempunyai banyak manfaat lainya seperti deodoran, digestif, diuretik, imunostimulan, sedatif, spsmolitik,penghasil energi, hiperaemik, insektisida (Price,1997). Selain memiliki banyak manfaat aromaterapi juga memiliki efek yang tidak diinginkan apabila digunakan dalam jumlah yang berlebihan. Selain itu efek samping yang terjadi biasanya disebabkan oleh karena penyalahgunaan miyak essensial misalnya digunakan untuk menggugurkan kandungan (Agusta, 2000). 4.3. Cara penggunaan minyak esensial Ada banyak cara penggunaan dalam pemakaian minyak esensial, baik pemakaian melalui interna atau eksterna. Pemakaian melalui interna yaitu melalui oral dan pemakaian melalui eksterna yaitu dengan cara masase, rendaman, kompres dan inhalasi (Agusta, 2000).
Universitas Sumatera Utara
4.4. Cara kerja minyak esensial 4.4.1. Absorpsi melalui kulit Berdasarkan kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum korneum, minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa ini berlangsung ketika senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk ke dalam saluran limfe serta darah,kelenjar keringat, saraf, serta masuk kedalam aliran darah dan menuju kesetiap sel tubuh untuk bereaksi (Price, 1997). 4.4.2. Pemberian melalui nasal Jika minyak essensial dihirup, molekul-molkul yang ada pada minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung. Pda langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang menjulur dari sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Ketika molekul minyak tertahan pada bulu-bulu ini suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan emosional yang lewat hipotalamus bekerja sebaagi pemacar serta regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak yang lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh (Stodart, 1990 dikutip oleh Price,1997).
Universitas Sumatera Utara
4.4.3. Pemakaian topikal Pemakaian topikal berarti ‘pengolesan minyak esensial yang bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain. Terapi dengan masase menggunakan gerakan rutin yang teratur untuk mencapai tujuan yang spesifik, misalnya
relaksasi.
Para
terapis
aroma
yang
profesional
kebanyakan
menggunakan minyak esensial dengan masase (Price, 1997). 4.5. Minyak esensial lavender Tanaman lavender yang sejati dan tumbuh dari biji yang disebut dengan nama Lavandula angustifolia Miller yang kandungan utamanya adalah alkohol dan ester. Mencium bau minyak esensial dapat mempengaruhi emosi dan perasaan terutama jika pemakaian minyak esensial dilakukan dengan masase maka akan mencapai efek relaksasi sepenuhnya. Minyak esensial lavender memiliki banyak khasiat yaitu : 4.5.1. Efek keseimbangan yang luar biasa pada sistem saraf pusat karena mampu menurunkan depresi, insomnia, histeria dan bersifat relaksan (Durrafourd, 1982). 4.5.2. Tidak terdapat iritasi atatu sensitisasi dengan pengenceran 16% ketika diujikan pada manusia karena lavender hanya mengandung 2% aldehid yang dikhawatirkan dapat menyebabkan efek iritasi dan sensitisasi (Opdyke, 1976).
Universitas Sumatera Utara
4.5.3. Menurunkan ansietas, hipertensi, depresi, agitasi, iritabilitas, nyeri, ketegangan otot; hal ini disebabkan karena lavender memiliki kandungan ester yang tinggi (40%-55%)yang dipercaya memiliki sifat menenangkan dan bekerja dengan lembut serta tidak bersifat toksik (Price , 1997). 4.6. Hubungan penggunaan masase dengan minyak esensial Price (1997) mengemukakan, kualifikasi masase sebaiknya dipisahkan dengan kualifikasi terhadap minyak esensial untuk mencegah timbulnya kesalahpahaman mengenai makna minyak essensial itu sendiri. Terapi masase dengan menggunakan minyak esensial semakin banyak dilakukan di rumah sakit yang ada di Inggris sehingga manfaatnya bukan hanya bertambah tetapi juga efeknya sendiri akan bertahan lebih lama karena khasiat terapeutik yang dihasilkan oleh komponen minyak esensial. Pemilihan jenis minyak yang akan digunakan dapat menghasilkan kadar energi yang meningkat, efek samping obat berkurang, keluhan yang dapat diringankan (Price, 1997). Bagaimanapun juga, tujuan utama perawat dan aromatologis melakukan masase sederhana dengan minyak esensial adalah untuk memudahkan penetrasi minyak tersebut pada kulit. Perawat membutuhkan pengetahuan mengenai beberapa teknik masase sederhana yang menjadi aset yang sangat berharga dan hanya memberikan manfaat kepada mereka yang memerlukan perawatan (Price, 1997).
Universitas Sumatera Utara
5.
Teori meridian (aliran energi) Di indonesia, pijat telah menjadi warisan leluhur dan terdapat kesamaan
antara titik pijat di Indonesia dengan titik akupuntur yang ada di Cina. Pijat erat kaitannya dengan akupuntur, hal ini dikarenakan dalam memijat titik yang digunakan adalah titik akupunktur. Pijat bekerja berdasarkan 3 hal yaitu energi vital ( qi ), meridian, titik pijat/akupunktur (Dalimartha, 2008). Meridian adalah saluran energi yang terletak dalam jaringan dan organ tubuh (Thie, 2007; Dalimartha, 2008). Meridian digolongkan sebagai yin dan yan berdasarkan alirannya pada permukaan tubuh, meridian-meridian ini saling berhubungan di dalam tubuh namun yang dilakukan disini hanyalah yang berada dibagian permukaan tubuh dan dapat dicapai melalui teknik sentuhan (Thie, 2007). Pada umunya energi yin mengalir dari kaki ke arah kepala dan energi yan mengalir dari kepala ke kaki (Thie, 2007). Qi (energi vital) merupakan materi dasar yang dibentuk oleh nutrisi dan pengaruh lingkungan (Dalimartha, 2008). Qi disebut juga dengan energi daya gerak atau energi universal yang dianggap sebagai napas kehidupan yang dihembuskan Tuhan kepada manusia (Thie, 2007). Titik pijat/akupunktur adalah tempat
berkumpulnya energi vital,
kedudukan titik pijat berada pada sejumlah jalur meridian yang utama, ada 14 jalur meridian yang utama(Dalimartha, 2008; Thie, 2007). Pemijatan pada titik tertentu di permukaan tubuh yang terletak dijalur meridian dirangsang, sehingga aliran qi dan darah bisa diatur, dengan demikian penyakit yang mengganggu dapat disingkirkan (Dalimartha, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Aliran meridian bersifat berkesinambungan atau alirannya tidak terputusputus agar energi mengalir dari satu meridian ke meridian lainnya dalam urutan yang teratur (Thie, 2007). Oleh karena itu, pemijatan yang dilakukan tangan sama sekali tidak boleh diangkat karena akan memutuskan aliran pijat sebagai satu kesatuan yang utuh, tangan harus selalu menyentuh tubuh dalam semua gerakan maju mundur yang dilakukan secara berurutan (Price, 1997). Prinsipnya, pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energi didalam tubuh sehinga gangguan penyakit hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir (Dalimartha, 2008). Ketika semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan (Dalimartha, 2008).
Universitas Sumatera Utara