ISSN 0000-0000
AUDIT KHUSUS DAN AUDIT FORENSIK : TANTANGAN DAN PELUANG BAGI AUDITOR INDEPENDEN Soejono Karni*)
ABSTRAK Indonesia termasuk negara terkorup di dunia. Pemilik Perusahaan, Pengurus Koperasi, Polisi dan Jaksa tanpa bantuan akuntan akan mengalami kesulitan dalam hal menghitung kerugian keuangan akibat kecurangan dan korupsi, oleh karena itu audit khusus dan audit forensik merupakan tantangan dan lapangan kerja baru bagi auditor. Kata-kata kunci : Audit Khusus, Audit Forensik, Auditor Independen
1. PENDAHULUAN Tulisan ini dimaksudkan untuk menggugah para auditor independen bersedia dan mampu melaksanakan audit khusus dan audit forensik mengingat negara kita termasuk kelompok negara paling korup di dunia yang tentunya juga menyangkut dunia usaha dan pengelolaan keuangan negara. Audit yang dilaksanakan oleh auditor independen di Indonesia kebanyakan adalah audit terhadap laporan keuangan historis, yang pada umumnya terpaksa dilakukan untuk memenuhi permohonan kredit bank dalam jumlah relatif besar, kewajiban nasabah mengirimkan laporan auditan selama kredit belum lunas, persyaratan/ ketentuan pasar modal atau melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan. Audit khusus dan audit forensik memang relatif lebih sulit pelaksanaannya di banding audit terhadap laporan keuangan historis sehingga merupakan suatu tantangan untuk dipelajari para akuntan, namun merupakan lapangan kerja baru bagi auditor independen. Lebih-lebih untuk audit forensik sesuai hukum di Indonesia memang harus dilaksanakan oleh akuntan sebagai orang ahli dan bila menolak ada sanksinya. *)
Drs. Soejono Karni, Ak., adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.
36
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
2. PENGELOMPOKAN AUDIT Menurut Athur W. Holmes CPA., sekitar tahun 1960 an, audit dikelompokkan menjadi general audit dan special audit. General audit adalah audit terhadap laporan keuangan dan audit yang lain termasuk special audit. Pengelompokan ini pada waktu sekarang jarang digunakan. Audit terhadap laporan keuangan lebih banyak digunakan istilah financial audit dari pada general audit. Istilah special audit juga jarang digunakan. Untuk audit selain financial audit pada umumnya digunakan istilah : -
audit operasional audit kinerja fraud auditing forensik auditing legal auditing
dan masih banyak audit yang lain yang dilakukan oleh auditor independen selain financial audit. Berdasarkan tujuannya (objective), audit dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Compliance, antara lain : Financial auditing Legal Auditing, Fraud Auditing, Forensic Auditing b. Recommendation, antara lain : Operational Auditing Management Auditing c. Qualitiy Assurance, antara lain : Quality audit Fraud Auditing dan forensic Auditing termasuk compliance audit (audit ketaatan).
3. FRAUD AUDITING Fraud auditing kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah audit kecurangan. Kata audit kecurangan rasanya kurang enak bagi yang melakukan audit (auditor) maupun bagi pihak yang diaudit. Pengertian kecurangan di Indonesia luas dan apabila kecurangan merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara termasuk tindak pidana korupsi.
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
37
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai pasal 3 butir n Keppres 31 Tahun 1983 tentang BPKP, fungsi BPKP adalah melakukan pemeriksaan khusus terhadap kasus-kasus tidak lancarnya pembangunan dan kasus-kasus yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Istilah audit khusus sudah dikenal luas dalam lingkungan Pemerintah maupun dalam lingkungan Perusahaan Negara atau Perusahaan Daerah. Bagaimana dengan audit terhadap kecurangan yang terjadi di perusahaan swasta atau koperasi apakah dinamakan audit kecurangan atau audit khusus ?. Sambil menunggu istilah yang resmi dari Ikatan Akuntan Indonesia dalam tulisan ini digunakan istilah audit khusus.
4. PIHAK YANG BERWENANG MEMERINTAHKAN AUDIT KHUSUS Akuntan independen di Indonesia ada yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) ada pula yang bekerja di lembaga pengawasan Pemerintah seperti BEPEKA dan BPKP. Pihak yang berhak memerintahkan audit khusus adalah : - Kepala lembaga pengawasan Pemerintah sesuai wewenang menurut pendiriannya. Obyek auditnya adalah Kantor-Kantor Pemerintah, Proyek-Proyek Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dan obyek lainnya yang sesuai ketentuan menjadi wewenangnya. - Dewan Komisaris atau Pemegang Saham apabila menyangkut perusahaan swasta. - Pengurus koperasi apabila menyangkut koperasi. Kecurangan di Indonesia tentunya berbeda dengan pengertian kecurangan di Amerika Serikat. The Institute of Internal Auditor di Amerika Serikat mendifinisikan kecurangan mencakup suatu ketidak beresan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Kecurangan organisasi oleh orang di luar atau didalam organisasi. Menurut Standart Auditing Seksi 316 (PSA No. 32) paragraf No. 03 secara garis besar dikelompokkan bahwa : Ketidak beresan mencakup : Kecurangan dalam pelaporan yaitu menyajikan laporan yang menyesatkan yang dilakukan dengan unsur manipulasi, pemalsuan atau pengubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber untuk pembuatan laporan keuangan. Penyalahgunaan aktiva yang sering kali disebut dengan unsur penggelapan.
38
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
Permintaan audit khusus di Indonesia apabila dari Dewan Komisaris atau Pengurus Koperasi bila diduga manajemen atau manajer koperasi telah berbuat yang merugikan perusahaan atau koperasi.
5. AUDIT FORENSIK Forensis (forensic) menurut Buku Kamus Hukum karangan Dr. Andi Hamzah, SH. Penerbit Ghalia Indonesia tahun 1986 berasal dari kata forum artinya sidang, yang berhubungan pengadilan atau berhubungan dengan hukum. Sambil menunggu istilah resmi dari Ikatan Akuntan Indonesia, maka audit dalam rangka membantu penyidik (Jaksa atau Polisi) dalam tulisan ini digunakan istilah audit forensic. Dasar hukum audit forensik adalah : a.
Bab I Kepribadian, Pasal 1 ayat 1 Kode Etik Akuntan tahun 1990. Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan menjunjung tinggi peraturan dan etika profesi serta hukum di mana ia melaksanakan pekerjaannya.
b.
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yuncto pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yuncto pasal 5 ayat (2) UndangUndang No. 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yaitu : Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung isteri atau suami, anak dan cucu terdakwa.
c.
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yuncto pasal 8 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1971, pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Prp Tahun 1960 yaitu : Kewajiban memberi keterangan tersebut berlaku juga terhadap mereka yang biasanya pengetahuannya tentang sesuatu itu harus dirahasiakan karena jabatan atau kedudukannya, misalnya notaris, accountants, pengacara yang membela perkara yang bersangkutan, kecuali para petugas agama dan dokter.
Penjelasan pasal 159 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu : Menjadi saksi adalah kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
39
menolak kewajiban itu ia dapat dipidana berdasarkan undang-undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan ahli. Dari uraian di atas nampak bahwa akuntan sebagai orang ahli wajib memberi keterangan baik di depan penyidik maupun hakim. Wewenang penyidik untuk minta pendapat ahli diatur dalam pasal 120 ayat (1) KUHAP, yaitu : ”Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang memiliki keahlian khusus”. Biasanya penyidik minta bantuan kepada auditor untuk menghitung kerugian negara, kalau menyangkut perusahaan swasta atau koperasi adalah kerugian yang diderita perusahaan atau koperasi tersebut. Di samping itu ada sanksinya, seperti diatur dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yaitu : Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36 dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta. Untuk tindak pidana umum misalnya auditor melakukan audit forensik terhadap perusahaan swasta atau koperasi diatur dalam Kita Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu: Pasal 224 - Dipanggil tidak hadir dihukum selama-lamanya 9 bulan Pasal 242 - Memberi keterangan palsu dihukum selama-lamanya 9 tahun
6. PERSYARATAN AUDITOR DALAM AUDIT KHUSUS DAN AUDIT FORENSIK Sebaiknya bagi akuntan yang melaksanakan audit khusus maupun audit forensik diperlukan syarat-syarat antara lain seperti : a. b.
Dia harus benar-benar memahami auditing dan accounting Dia harus mampu dan mau melaksanakan audit karena tantangan yang dihadapi cukup besar.
c.
Akuntan harus mengerti beberapa ketentuan hukum baik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, (UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 3 Tahun 1971), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang ada hubungan dengan korupsi atau kecurangan.
40
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
d.
Mereka yang nantinya akan menjadi saksi ahli di sidang pengadilan harus berpengetahuan luas karena pertanyaan Pembela atau Hakim kadang–kadang diluar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi ahli.
Agar para akuntan dapat melaksanakan audit khusus atau audit forensik perlu diberikan penataran oleh akuntan forensik, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan kedua audit tersebut.
7. SANKSI BAGI SAKSI AHLI Ahli yang diminta pendapat oleh penyidik selanjutnya akan menjadi saksi ahli di pengadilan. Menjadi saksi merupakan kewajiban, namun di samping itu ada sanksinya, seperti diatur dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yaitu : Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36 dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta. Untuk tindak pidana umum misalnya auditor melakukan audit forensik terhadap perusahaan swasta atau koperasi diatur dalam Kita Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu: Pasal 224 KUHP - Dipanggil tidak hadir dihukum selama-lamanya 9 bulan Pasal 242 KUHP - Memberi keterangan palsu dihukum selama-lamanya 9 tahun
8. PENYELEWENGAN DI AMERIKA SERIKAT Kecurangan di luar negeri di negara maju khususnya di Amerika Serikat relatif lebih mudah pembuktiannya dari pada yang terjadi di negara kita. Mereka yang melakukan kecurangan bertangung jawab atas perbuatannya dan kesempatan melakukan kecurangan tidak seluas seperti di negara kita. Kecurangan yang banyak terjadi adalah memanfaatkan kelemahan struktur pengendalian intern. Suatu penyelidikan oleh RC Taylor dan di muat dalam NACA Bulletin 1953 menunjukkan beberapa penyelewengan yang sering dilakukan karena lemahnya pengendalian intern, antara lain : 1. 2. 3. 4.
Mencuri bahan baku, barang, perkakas kecil. Mencuri perangko dan meterai. Mencuri jumlah–jumlah kecil dari kas atau kas register. Meminjam uang dengan bon–bon sementara atau dengan check–check yang post dated ( cek mundur ).
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
41
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Penjualan tunai tidak dicatat dan uang dikantongi sendiri. Menulis jumlah yang lebih rendah pada pembukuan dan lebihnya dikantongi sendiri. Meninggikan biaya dan meminta komisi yang tidak sah. Meminjam uang kas dengan cara ” lapping ”. Mengantongi pembayaran dari langganan dengan memberikan tanda terima yang tidak sah. Menagih piutang–piutang yang sudah agak tua, setelah uang diterima maka piutang itu dihapuskan. Menagih piutang–piutang yang sudah dihapuskan dan mengantonginya sendiri. Memberikan kredit nota yang tidak sah. Meminjam dulu uang yang seharusnya di setor di bank. Idem seperti pada 13, tetapi merubah tanggal setoran di bank. Hanya menyetor jumlah yang bulat, kekurangannya disetorkan pada akhir bulan. Menambah daftar gaji dengan mencantumkan nama pegawai yang palsu. Mencantumkan nama pegawai yang sudah keluar dalam daftar gaji. Sengaja membuat penjumlahan yang salah pada daftar gaji ( jumlah yang lebih besar dari yang seharusnya ). Menyobek bon penjualan. Merubah bon penjualan dengan alasan–alasan palsu. Membatalkan bon penjualan dengan alasan–alasan palsu. Menahan penerimaan uang penjualan tunai dengan mencatatnya sebagai penjualan kredit. Memberikan pootongan yang tidak sah. Memperbesar jumlah–jumlah yang harus dibayarkan. Memakai lagi tembusan faktur–faktur yang tidak sah. Menambah jumlah pada faktur atau kwitansi dan menganggap pengeluaran pribadi sebagai pengeluaran kantor. Menggunakan lagi faktur–faktur tahun lalu dengan merubah tahunnya. Membuat faktur–faktur sendiri dan memalsukan fiat. Membayar faktur–faktur palsu dengan kerja sama dengan leveransir. Memperbesar jumlah yang harus dibayar dengan kerja sama dengan leveransir. Menggunakan perintah pembelian untuk membeli barang–barang kebutuhan pribadi. Membuka faktur penjualan kredit pada suatu pembeli yang tidak ada dan kemudian menjual barang tersebut. Mengeluarkan barang dengan DO palsu dan kemudian menjualnya. Memalsukan stock opname untuk menutupi kekurangan–kekurangan. Menggunakan persekot–persekot untuk keperluan pribadi. Menguangkan cek perusahaan dan mengantonginya. Menguangkan cek yang harus dibayarkan pada leveransir. Memalsukan lembar–lembar buku tambahan supaya cocok dengan buku besar. Dengan sengaja mengundur–undur rekonsiliasi buku–buku tambahan debitur dan kreditur dengan buku besar.
42
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
40. Dengan sengaja membikin salah penjumlahan buku kas. 41. Dengan sengaja menyebabkan kekacauan antara rekening Buku Besar dengan perinciannya di Buku Tambahan. 42. Menjalin ( membuat lagi yang baru ) Buku Tambahan untuk menghindari di ketahuinya penyelewengan. 43. Dengan sengaja tidak menutup Buku Kas melampaui waktu penutupan yang lazim. 44. Menjual bahan–bahan / barang–barang yang tidak terpakai tetapi tidak membutuhkan hasil penerimaan. 45. Menjual rahasia lemari besi dan meminjamkan kunci.
9. KECURANGAN MENURUT KUHP a. Pemalsuan Surat Pasal 263 KUHP 1. Barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan suatu hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskan dari pada utang atau yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hak, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah–olah surat itu asli dan tidak dipalsukan jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana penjara selama–lamanya enam tahun. 2. Dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah–olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian. Yang diartikan surat adalah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain–lain. Yang dikenakan sanksi pidana menurut pasal 263 (1) : adalah orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang :
Dapat menerbitkan suatu hak misalnya surat audit, karcis tanda masuk dan lain–lain. Dapat menerbitkan suatu perjanjian misalnya surat perjanjian jual beli. Dapat membebaskan utang misalnya kwitansi ( pelunasan ) dan semacamnya. Surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu pembuatan atau peristiwa misalnya buku tabungan, buku kas, surat angkutan, obligasi dan lain– lain.
Yang diancam hukuman, yang membuat surat palsu atau memalsukan surat. Pengertian membuat surat palsu adalah membuat yang isinya bukan semestinya atau tidak benar, sedang memalsukan surat adalah mengubah surat sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga surat itu menjadi lain dari pada yang asli.
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
43
Memalsukan tanda tangan masuk pengertian memalsu surat dalam pasal ini. Supaya dapat dihukum dalam pasal ini, maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau suruh orang lain menggunakan surat itu seolah–olah asli dan tidak dipalsu. Penggunaan surat itu harus dapat mendatangkan kerugian. Pengertian dapat merugikan tidak perlu kerugian itu betul–betul sudah ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian sudah cukup. Pengertian sengaja maksudnya orang yang menggunakan harus mengetahui bahwa surat yang digunakan adalah palsu. Jika tidak tahu hal itu ia tidak dihukum. Pasal 264 KUHP 1. Yang bersalah karena memalsukan surat, dipidana dengan pidana penjara selama– lamanya delapan tahun, kalau pembuatan itu dilakukan terhadap : ke 1. Surat pembukti resmi ( akte autentik ). ke 2. Surat utang atau surat tanda utang dari suatu negara atau dari suatu lembaga umum . ke 3. Sero atau surat tanda utang atau tanda surat sero atau surat tanda utang dari perhimpunan , yayasan, perseroan atau maskapai. ke 4. Talen atau surat untung sero ( deviden ) atau surat bunga uang. ke 5. Surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan. 2. Dipidana dengan pidana itu juga barang siapa dengan memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah–olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jika hal itu memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian. Memalsu surat–surat autentik akan membahayakan kepercayaan umum, sehingga menurut pasal ini diancam lebih berat. Surat autentik antara lain : Sertifikat tanah. Akte jual beli. Dalam mas media sering diberitahukan tentang sertifikat double / palsu, atau akte jual beli tanah yang tidak benar, yaitu para petani pemilik sawah yang dijual pada umumnya disuruh menanda tangani akte jual beli yang masih kosong, kemudian pembeli akan mengisi lebih besar terutama bila akan digunakan untuk jaminan bank. b. Delik Pencurian dan Penggelapan Pasal 362 Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama–lamanya lima tahun atau denda sebanyak–banyaknya sembilan ribu rupiah.
44
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
Pasal 372 Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada ditangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama– lamanya empat tahun atau denda sebanyak–banyaknya sembilan ratus rupiah. Pasal 374 Penggelapan yang dilakukan oleh orang–orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama–lamanya lima tahun. Penjelasan Pencurian, barang yang diambil belum ada ditangannya, sedang penggelapan barang yang diambil sudah ditangannya. Sesuatu barang : segala sesuatu yang berwujud seperti uang, baju, perhiasan dan sebagainya termasuk binatang dan barang tak berwujud seperti aliran listrik yang disalurkan melalui kawat serta gas yang disalurkan melalui pipa. Barang yang dicuri / digelapkan milik orang lain. c. Penipuan Pasal 388 Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atas orang lain dengan melawan hukum baik dengan memakai nama palsu atau peri keadaan palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang atau membuat utang atau menghapuskan piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara selama–lamanya empat tahun. Pasal 387 1. Dipidana penjara selama–lamanya tujuh tahun, seorang pemborong atau ahli membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu membuat bangunan itu atau pada waktu menyerahkan bahan bangunan itu melakukan suatu perbuatan menipu, yang dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan orang atau barang atau bagi keselamatan negara waktu ada perang. 2. Dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1) barang siapa yang disuruh mengawasi pekerjaan atau penyerahan bahan bangunan itu dengan sengaja membiarkan perbuatan menipu itu. Pasal 387 dan 388 merupakan pidana umum apabila terjadi dilingkungan swasta, yang tidak termasuk dalam Undang–undang No. 3 tahun 1971. Apabila terbukti melanggar
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
45
Undang–undang No. 3 tahun 1971 akan dikenakan sanksi sesuai pasal 28 dan 34 Undang–undang No. 3 tahun 1971.
10. TINDAK PIDANA KORUPSI Korupsi di Indonesia terjadi terutama sebelum tahun 1999, sehingga penanganan tindak pidana korupsi tersebut masih menggunakan UU. No. 3 tahun 1971. Perbuatan korupsi menurut Undang–undang No. 3 tahun 1971 secara ringkas adalah : 1) Pasal 1 (1) a UU No. 3 Tahun 1971 Barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara. 2) Pasal 1 (1) b UU No. 3 Tahun 1971 Barang siapa menguntungkan diri sendiri, atau orang lain dengan menyalahgunakan wewenang, kesempatan, sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara. 3) Pasal 1 (1) c UU No. 3 Tahun 1971 Pelanggaran terhadap pasal–pasal KUHAP yang ditarik dalam UU No. 3 Tahun 1971, yaitu : a. Kelompok delik penyuapan. Pasal 209 Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri. Pasal 210 Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada hakim atau penasehat hukum. Pasal 418 Pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang ada hubungan dengan jabatannya. Pasal 419 Pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang berhubungan dengan jabatannya, berlawanan dengan tugasnya. Pasal 420 Hakim atau Penasehat Hukum menerima hadiah atau janji. b. Kelompok delik penggelapan. Pasal 415 Menggelapkan uang atau surat berharga. Pasal 416 Memalsu buku–buku atau daftar. Pasal 417 Menghancurkan atau merusak barang bukti.
46
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
c. Kelompok delik kerakusan. Pasal 324 Pungutan liar oleh pegawai negeri. Pasal 425 Pungutan liar oleh pegawai negeri. d. Kelompok delik pemborongan. Pasal 387 Dilakukan akal tipu dalam penyerahan pekerjaan atau bahan bangunan. Pasal 388 Menyerahkan barang keperluan bala tentara laut atau darat melakukan akal tipu. Pasal 435 Pegawai negeri turut pemborongan. 4) Pasal 1 (1) d UU No. 3 Tahun 1971 Pegawai negeri dalam pasal 1 (1) c, termasuk pegawai negeri lain sesuai pasal 2 UU No. 3 Tahun 1971. 5) Pasal 1 (1) e UU No. 3 Tahun 1971 Pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji sesuai pasal 418, 419, dan 420 KUHP tidak melaporkan kepada yang berwajib. 6) Pasal 1 (2) UU No. 3 Tahun 1971 Melakukan percobaan atau permufakatan korupsi.
11. PERAN AKUNTAN DALAM PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI Alat bukti yang sah untuk tindak pidana termasuk tindak pidana korupsi menurut pasal 184 KUHAP adalah : a. Keterangan saksi. b. Keterangan ahli. c. Surat. d. Petunjuk. e. Keterangan terdakwa. Menurut pasal 183 KUHAP dikatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang–kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar–benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
47
Dua alat bukti yang sah dalam perkara tindak pidana korupsi yang sulit dibantah pembela di sidang pengadilan adalah keterangan ahli dan surat. Seperti diuraikan diatas bahwa unsur–unsur perbuatan tindak pidana korupsi khususnya pelanggaran pasal 1 (1) a dan pasal 1 (1) b : a. Unsur melawan hukum ( untuk pasal 1 (1) b – menyalahgunakan wewenang ). b. Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain. c. Unsur merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara. Penyidik minta bantuan akuntan biasanya untuk menghitung keuangan negara. Suatu kerugian negara baru merupakan korupsi apabila dilakukan dengan melanggar hukum yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi ( unsur a & c ). Sebagaimana diuraikan di atas bahwa praktik korupsi di Indonesia yang jumlahnya relatif besar dan mungkin dapat dibuktikan di sidang pengadilan dilakukan dengan melanggar pasal 1 (1) a, 1 (1) b UU No. 3 tahun 1971 dan pasal 387 KUHP, sedang praktik korupsi yang lain seperti penyuapan, pungli sangat sulit pembuktian oleh akuntan.
12. LAPORAN AUDIT KHUSUS Berdasarkan diuraikan dalam paragraf 4 bahwa yang menjadi obyek audit khusus adalah : a. Perusahaan swasta. b. Koperasi. c. Badan Usaha Milik Negara atau Milik Daerah. d. Kantor Pemerintah / Pajak yang mengelola dana APBN / APBD e. Lain – lain. Laporan audit khusus akan diserahkan kepada pemberi perintah. Bagaimana selanjutnya penyelesaiannya apabila ada temuan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Audit khusus terhadap perusahaan swasta. Temuan audit misalnya terbukti ada penyalahgunaan uang oleh manajemen atau pegawai, penyelesaian oleh pemilik perusahaan. a. Diselesaikan secara damai atau secara perdata. b. Diserahkan kepada aparat Penegak Hukum ( Polisi ). Kasusnya merupakan tindak pidana umum.
Audit khusus terhadap koperasi. Apabila terbukti ada penyalahgunaan uang, penyelesaian : a. Diselesaikan secara damai atau secara perdata. b. Diserahkan kepada Penegak Hukum ( Jaksa atau Polisi ). Kasusnya merupakan tindak pidana khusus ( tindak pidana korupsi ).
48
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50
Audit khusus terhadap BUMN / BUMD atau uang APBN / APBD. Apabila terbukti ada kasus : a. Diselesaikan dengan Undang Perbendaharaan Negara berupa tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan atau secara perdata. b. Diserahkan penyidik ( Jaksa atau Polisi ) sebagai tindak pidana khusus – tindak pidana korupsi.
13. LAPORAN AUDIT FORENSIK Auditor yang membantu penyidik dalam penanganan kasus korupsi : Harus menanda tangani Berita Acara Pemeriksaan. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang diperlakukan sebagai keterangan ahli bila diminta penyidik. BAP saksi ahli dan laporan saksi ahli yang dilampirkan dalam berkas perkara yang diserahkan kepada Pengadilan merupakan alat bukti sebagaimana di maksud pasal 187 ayat (c) KUHAP. BAP dan laporan auditor merupakan pekerjaan final, sehingga harus disusun secara hati– hati, saling mendukung dan selaras dengan dakwaan Jaksa. Selanjutnya auditor menjadi saksi ahli di sidang pengadilan.
14. KESIMPULAN Dari uraian diatas nampak bahwa bagi akuntan independen khususnya akuntan publik dapat melaksanakan audit khusus untuk perusahaan swasta dan koperasi dan sebagai auditor forensik dalam membatu penyidik. Dalam undang-undang tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa orang ahli harus akuntan yang bekerja di BEPEKA atau BPKP (Akuntan Pemerintah). Oleh karena itu terbuka kemungkinan bagi akuntan publik dapat melaksanakan tugas tersebut. Yang perlu di ingat bahwa akuntan yang melakukan audit khusus, tanggung jawab terhadap laporan audit masih menjadi tanggung jawab partner sedang untuk audit forensik adalah pribadi akuntan itu sendiri.
Audit Khusus dan Audit Forensik (Soejono Karni)
49
DAFTAR PUSTAKA Budiarto. 1982. K U H P. Jakarta : Ghalia Indonesia Hartanto, D. 1976. Akuntansi Usahawan. Jakarta : BPFE Universitas Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Profesional Akuntan Publik. Yogyakarta : Lembaga Penerbitan STIE YKPN. Naning, Ramdlan. 1982. Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang–Undang No. 8 Tahun 1981. Yogyakarta : Liberty. Pahtea, R. Soesilo. 1988. Kitab Undang–Undang Hukum Pidana ( KUHP ). Bogor 198 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang–Undang Nomor 24 Prp 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
50
Ekuitas Vol.2 No.1 Maret 1998 : 36-50