ASPEK RADIOLOGI ORTHOPAEDI Faradina Sulistiyani, S. Ked. 07. 70. 0009 I.
Infeksi dan Inflamasi pada Tulang dan Sendi Inflamasi merupakan reaksi jaringan yang disebabkan oleh bahan iritan berupa agen biologis, kimia maupun fisik (trauma), dengan manifestasi klinis: 1. Rubor (kemerahan) dan calor (panas) terjadi akibat dilatasi pembuluh darah sebagai akibat respon vaskuler terhadap inflamasi. 2. Tumor (bengkak) terjadi karena adanya pembentukan eksudat sebagai akibat peningkatan tekanan hidrostatik diantara kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler, juga terdapat migrasi leukosit dari kapiler ke daerah inflamasi. 3. Dolor (nyeri) terjadi karena adanya peningkatan tekanan pada jaringan. 4. Functio laesa (gangguan fungsi) terjadi karena adanya nyeri dan bengkak, juga karena adanya destruksi tulang rawan dan jaringan ikat lainnya.
1. Osteomielitis Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Umumnya infeksi pada tulang panjang dimulai pada metafisis. Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang seperti femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra. Terbanyak disebabkan staphylococcus, terjadi pada 90% kasus acute hemotogenous osteomyelitis, penyebab lain bisa streptococcus, pneumococcus, salmonella, jamur, dan virus. Infeksi dapat terjadi secara: a. Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit dan tenggorok b. Kontaminasi dari luar: -
Fraktur terbuka
-
Tindakan operasi pada tulang
c. Perluasan infeksi jaringan ke tulang di dekatnya Patofisiologi Mula-mula terdapat fokus kecil bakteri yang menyebabkan inflamasi dimana kuman biasanya bersarang dalam spongiosa metafisis. Proses radang berupa edema pada tulang sedikit
1
saja akan membuat peningkatan tekanan intraosseus sehingga terjadi rasa nyeri luar biasa dan menetap. Jika bakteri menyebar melalui pembuluh darah maka akan terjadi bakteremia, septikemia dengan gejala anoreksia, malaise, dan demam. Bakteri yang biasanya bersarang dalam spongiosa metafisis dapat pula menyebar secara lokal dengan cara penetrasi korteks di daerah metafisis ke arah periosteum dan terjadi subperiosteal abses yang menyebar ke arah sepanjang shaft tulang lalu merusak sirkulasi sehingga terjadilah nekrosis tulang dan membentuk pus. Pus meluas di bawah periosteum dan pada tempat-tempat tertentu membentuk fokus sekunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas dan terbentuk sekwester (sequester: tulang mati). Bila arteri nutrisia mengalami trombosis maka dapat menimbulkan sekwestrasi tulang yang luas. Periosteum yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada trabekula maupun korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periosteum ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama disebut involukrum (involucrum). Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar, yang disebut kloaka. Bila pada foto pertama belum terlihat kelainan tulang, sedangkan klinis dicurigai osteomielitis, sebaiknya foto diulang kira-kira 1 minggu kemudian. Kelainan tulang yang terjadi pada foto roentgen biasanya baru dapat dilihat kira-kira 10 sampai 14 hari setelah infeksi. Sebelumnya mungkin hanya dapat dilihat pembengkakan jaringan lunak saja. Perubahan-perubahan pada tulang anak-anak lebih cepat terlihat. Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian terlihat daerah berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya destruksi tulang, dan disebut rarefaksi. Gambaran tulang selanjutnya bergantung pada terapi yang diberikan. Bila terapi adekuat, proses akan menyembuh dan yang terlihat pada foto mungkin hanya berupa reaksi periosteal dan sklerosis. Bila terapi terlambat atau tidak adekuat, maka gambaran radiologik akan memperlihatkan proses patologik seperti yang telah diuraikan dan menjadi osteomielitis kronis.
Pada septikemia yang tidak diobati angka kematian 25% dari kasus acute
hematogenous osteomyelitis. Diagnosis banding Gambaran radiologik untuk osteomielitis dapat menyerupai tumor ganas primer tulang (osteosarkoma dan Ewing’s sarkoma) karena dijumpai destruksi tulang, reaski periosteal, pembentukan tulang baru, dan pembengkakan jaringan lunak. 2
Osteosarkoma stadium dini sangat sulit dibedakan dengan osteomielitis. Pada osteosarkoma stadium yang lebih lanjut ditemukan pembentukan tulang yang lebih banyak, infiltrasi tumor yang disertai penulangan patologik ke dalam jaringan lunak, dan terdapat segitiga Codman. Ewing sarkoma biasanya mengenai diafisis tulang panjang, tampak destruksi tulang yang bersifat infiltratif, reaksi periosteal yang kadang-kadang menyerupai kulit bawang yang berlapis-lapis dan massa jaringan lunak yang besar.
2. Artritis Purulenta/Pyogenic Arthritis/Acute Septic Arthritis Bila bakteri pyogenik masuk ke sendi maka akan terjadi artritis purulenta, dan bila tidak diobati secara baik maka akan terjadi destruksi dari permukaan sendi. Artritis purulenta dapat mengenai setiap sendi dan dapat ditemukan pada semua umur. Cara infeksi dapat melalui perluasan dari osteomielitis terutama pada anak-anak, hematogen dari fokus yang jauh, dan kontaminasi langsung pada penyuntikan ke dalam sendi. Klinis Terdapat nyeri di daerah sendi umumnya pada lutut, pergelangan tangan dan pergelangan kaki, pembengkakan, gerakan sendi terbatas, suhu tubuh meningkat, sel darah putih dan laju endap darah juga naik. Gambaran Radiologik Kelainan biasanya dimulai berupa reaksi inflamasi akut pada jaringan sinovia dengan cairan serosa atau cairan seropurulen sehingga terjadi efusi pus di dalam sendi. Tulang rawan kemudian akan mengalami erosi dan destruksi (kondrolisis). Pada tahap selanjutnya timbul jaringan granulasi (panus) yang menutupi tulang rawan dan menghambat nutrisi ke jaringan sinovia sehingga tulang rawan rusak dan terjadi ankilosis. Kadang dapat terjadi subluksasi (bergesernya sebagian sendi) dan dislokasi (bergesernya seluruh sendi). Pada pemberian terapi, penyembuhan terlihat dengan adanya rekalsifikasi dan densitas tulang kembali normal dan batas tulang yang mengalami destruksi menjadi lebih tegas. Bila pengobatan terlambat, maka setelah sembuh, timbul ankilosis.
3
3. Tuberkulosis pada Tulang Belakang/Tuberculous spondylitis/Pott’s Disease Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosis yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering pada anak-anak. Frekuensi tuberkulosis tulang paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya terdapat pada vertebra torakal bagian bawah atau vertebra lumbal bagian atas, jarang di daerah servikal. Patofisiologi Infeksi berawal dari bagian sentral, depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian
terjadi eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi destruksi progresif vertebra biasanya terdapat di bagian depan korpus vertebra dan cepat merusak diskus sehingga diskus intervertebra menyempit dan terjadi kifosis. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih vertebra yang berdekatan. Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami destruksi disertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus. Eksudat perlahan penetrasi ke korteks vertebra dan membentuk abses paravetebral secara cepat ke beberapa vertebra. Penderita biasanya mengeluh back pain (nyeri tulang belakang) dan pada tulang belakang terlihat adanya gibbus. Gambaran radiologi pada foto polos vertebra Terdapat osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus vertebra disertai penyempitan spatium intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral.
4. Arthritis Tuberkulosis Arthritis tuberkulosis merupakan manifestasi lokal penyakit tuberkulosis dari fokus di tempat lain. Kelainan ini umumnya bersifat monoartikuler (80%) dan hanya 20% bersifat poliartikuler. Sendi yang terserang terutama sendi panggul (koksitis tuberculosis), sendi lutut (gonitis tuberkulosis), pergelangan kaki dan kadang sendi bahu.
4
Patofisiologi Pada stadium dini terjadi sinovitis, pembengkakan sinovium, dan belum terdapat kerusakan tulang rawan. Fokus pada efipisis/metafisis selanjutnya menyebar ke permukaan sendi sehingga terjadi panus (jaringan granulasi) pada permukaan sendi, membran sinovia membengkak, edema, menebal dan berwarna abu-abu. Panus yang terbentuk menghalangi nutrisi ke tulang rawan sendi dari cairan sinovia sehingga terjadi nekrosis tulang rawan sendi. Secara klinis, anak berjalan dengan kaki pincang karena sendi terasa nyeri. Gambaran radiologi Pada stadium dini bukti adanya tuberkulosa hanyalah pelebaran celah sendi akibat dari efusi dan osteoprosis periartikuler. Jika infeksi berkembang, osteoporosis akan menyebar, muncul pusat perusakan tulang pada caput femoris dan acetabulum, dan garis putih tulang subchondral akan rusak. Dengan berlanjutnya destruksi, caput femoris pindah ke atas dan celah sendi menghilang.
5. Osteoarthritis Osteoarthritis adalah gangguan sendi kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintengrasi dan perlukaan progresif, diikuti peningkatan pertumbuhan di tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit, dengan fibrosis di kapsul sendi. Kelainan ini terjadi karena mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma, atau kelainan-kelainan yang menyebabkan tulang rawan sendi rusak. Tidak berkaitan dengan faktor sistemik atau infeksi. Klasifikasi, osteoarthritis dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Osteoarthritis primer - Etiologi tidak diketahui - Bisa mengenai > 1 sendi - Terutama perempuan, kulit putih, usia pertengahan, umumnya poli-artikuler, nyeri akut, panas di distal interphalangeal lalu tulang bengkak disebut nodus Heberden.
2. Osteoarthritis sekunder karena penyakit yang menyebabkan sinovia rusak: a. Trauma/instabilitas: 1. Fraktur sendi 2. Post meniscectomy 5
3. Tungkai bawah tak sama panjang 4. Hipermobilitas sendi 5. Instabilitas sendi 6. Permukaan sendi tak sejajar/tak serasi
b. Gen/perkembangan 1. Displasia epifisis 2. Displasia asetabuler 3. Congenital hip dislocation 4. Legg-Calve-Perhes disease 5. Slipped (tergelincir) sendi c. Kelainan endokrin: 1. Okronosis 2. Akromegali 3. Deposisi kristal 4. Mukopolisakaridosis 5. Pasca inflamasi sendi d. Osteonekrosis caput femoris karena Caisson disease, Sickle cell disease Predisposisi: 1. > 50 tahun 2. Keturunan 3. Diet 4. Dingin dan lembab 5. Lebih sering pada ras Asia, Eropa, Amerika daripada kulit hitam 6. Diabetes mellitus, hypertensi, asam urat, obese 7. Mekanik, trauma, okupasi 8. Perempuan biasanya osteoarthritis primer (post menopause), laki-laki osteoarthritis sekunder Patologi: 1. Tulang rawan sendi: berkurang atau tidak terbentuknya kondroitin sulfat (substansi tulang rawan sendi) menyebabkan pelunakan atau iregularitas sehingga permukaan sendi menjadi kasar
6
2. Tulang: peningkatan vaskularisasi dan pembentukan osteofit di ujung sendi terutama sendi interfalangeal distal berupa eburnisasi dan pembentukan kista-kista. Pembentukan kista ini bisa berhubungan dengan sendi dan berisi cairan sinovia melalui defek di tulang subkondrial 3. Membran sinovia: hypertrofi vilus 4. Kapsul sendi: terjadi fibrosis dan kontraktur pada kapsul sendi 5. Loose Body: tulang rawan yang nekrosis bisa mengalami aberasi yang kemudian lepas ke dalam ruang sendi berupa benda-benda lepas yang menyebabkan reaksi membran sinovia sehingga timbul efusi dalam sendi. 6. Efusi : bisa terjadi di stadium awal atau saat eksaserbasi inflamasi akut berupa cairan jernih viseral pada pasien tua bisa terjadi efusi hemoragik. 7. Nodus Heberden dan Bouchard: terjadi karena degenerasi membran capsul dan jaringan lunak sendi yang membentuk kista yang mengandung asam hyaluronat, lalu terjadi metaplasia tulang dan tulang rawan. Klinis: 1. Nyeri: - Terutama sendi-sendi penyangga sendi (lutut, panggul) - Inflamasi - Kontraktur kapsul sendi - Peningkatan tekanan intra artikular karena kongesti vaskular - Tidak ada hubungan antara beratnya nyeri yang terjadi dengan luasnya kerusakan sendi pada pemeriksaan radiologis 2. Kaku 3. Bengkak 4. Gangguan pergerakan 5. Deformitas 6. Nodus Heberden dan Bouchard Foto Polos: 1. Densitas tulang: normal/menyempit 2. Ruang/celah sendi menyempit asimetris karena hilangnya tulang rawan sendi 3. Tulang subcondral: sclerosis 4. Kista tulang di permukaan sendi terutama subkondral 5. Osteosit di tepi sendi terutama sendi-sendi besar Diagnosis banding: 7
1. Nekrosis avaskular: - Primer: idiopatik - Sekunder: trauma, obat-obatan 2. Rheumatoid Arthritis stadium awal 3. Arthritis gout 4. Arthritis TBC Gradasi berdasar perubahan-perubahan radiologis: A. Sendi normal, kemungkinan ada osteofit minimal I. Osteofit di 2 titik dengan sklerotik subkondral dan kista Osteofit di 2 titik dengan sklerotik subkondral yang minimal Celah sendi masih baik, tidak ada deformitas II. Osteofit sedang, celah sendi sempit, beberapa deformitas ujung-ujung tulang III. Osteofit besar, celah sendi hilang, deformitas ujung-ujung tulang, sklerosis dan kista subkondral
6. Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthritis adalah inflamasi non bakteri sistemik, progresif, cenderung kronik, mengenai sendi dan jaringan ikat sendi secara simetris. Etiologi: 1. Infeksi Streptococcus (non) hemolitik 2. Endokrin 3. Autoimun 4. Gen dan lingkungan Patologi: 1. Kelainan daerah artikular di sinovia, tulang, tendon. Stadium 1) Stadium sinovitis: - Kongesti vaskular, proliferasi sinovia - Infiltrasi lapisan subsinovia oleh sel-sel polimorfonuklear, limfosit, dan plasmosit - Lalu terjadi penebalan struktur kapsul sendi disertai pembentukan vili di sinovium dan efusi di sendi dan pembungkus sendi
8
2) Stadium destruksi: - Inflamasi menjadi kronik, destruksi sendi dan tendon - Tulang rawan sendi rusak, terbentuk jaringan granulasi di permukaan sendi yang disebut panus - Erosi tulang di tepi sendi karena invasi jaringan granulasi dan resorbsi osteoclast, terjadi tenosivitis - Invasi kolagen yang menyebabkan ruptur tendon (partial/total) 3) Stadium deformitas - Kombinasi: destruksi sendi, ketegangan selaput sendi dan ruptur tendon menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi - Ankilosis mulai dari jaringan kemudian tulang 2. Kelainan jaringan ekstra artikular 1) Otot
: myopathy atrophy
2) Nodul sub cutan : 25% pasien 3) Vasa perifer
: gangguan respon terhadap suhu
4) Kelenjar limfe
: pembesaran KGB, splenomegali
5) Saraf
: nekrosis fokal-neuropathy
6) Viscera
: kelainan di jantung, paru, ren
Gambaran radiologis: 1. Stadium awal: kelainan kurang/tidak menyolok 2. Stadium selanjutnya: 1) Rarefaksi korteks sendi yang difus 2) Trabekulasi tulang turun 3) Obliterasi ruang sendi 4) Permukaan sendi irreguler 5) Spurring marginal 3. Selanjutnya: 1) Destruksi tulang rawan 2) Penyemptan ruang sendi 3) Erosi joint surface Diagnosis banding: Systemic Lupus Eritematous, Ankilosing spondilitis, artritis gout, demam rematik.
9
II.
Neoplasma Jaringan Muskuloskeletal Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletasl yang bersifat neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhann baru yang abnormal disebut neoplasma. Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor ganas organ lain ke dalam tulang. Tumor ganas primer tulang jarang (kira-kira 1% dari seluruh keganasan), jauh lebih banyak tumor sekunder (metastasis). Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis tumor tulang. Dilakukan foto polos lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang (bone survey) apabila dicurigai adanya tumor yang bersifat metastasis atau tumor primer yang dapat mengenai beberapa tulang. Diagnosis pasti didasarkan pada hasil pemeriksaan patologi anatomik. Pada beberapa tumor, diagnosis pasti dapat juga ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik, misalnya osteokondroma. Foto polos tulang dapat memberikan gambaran tentang: 1. Lokasi lesi yang lebih akurat apakah pada daerah epifisis, metafisis, diafisis atau paa organorgan tertentu. 2. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple 3. Jenis tulang yang terkena 4. Dapat memberikan gambaran sifat-sifat tumor yaitu: a. Bagian mana dari tulang yang terkena: -
Osteosarkoma biasanya di daerah metafisis
-
Sarkoma Ewing kebanyakan pada diafisis
b. Batas: apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau tidak Umumnya tumor jinak berbatas tegas, korteks menipis, dan tidak ada reaksi periosteal. Sedangkan tumor ganas batasnya tidak tegas, korteks mengalami destruksi dan ada reaksi periosteal (terbentuknya tulang baru di bawah periost jika terjadi suatu proses dalam tulang (radang, neoplasma) sehingga periost mengalami iritasi atau terangkat). c. Sifat-sifat tumor: apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah memberikan reaksi pada periosteum, apakah jaringan lunak sekitarnya terinfiltrasi d. Sifat lesi: apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun -
Kebanyakan tumor tulang primer soliter
-
Bila multiple kemungkinan metastasis
10
1. Enchodroma Terdapat banyak pada phalanges, metacarpal, metatarsal umumnya soliter, bila terjadi di banyak tempat disebut enchondromatosis (Ollier’s dyschondroplasia), terdapat pertumbuhan lesi absorsi bagian dalam dari korteks dan terdapat reaksi periosteal. Bisa berubah jadi chondrosarcoma. Gambaran radiologi tulang rawan adalah radiolusen, sehingga tumor ini akan terlihat sebagai bayangan radiolusen yang berbatas tegas di daerah medula. Kadang-kadang tampak pelebaran tulang karena ekspansi dan tampak penipisan korteks, kadang-kadang terlihat perkapuran.
2. Osteochodroma (Osteocartilaginous Exostoses) Merupakan tumor jinak, suatu pertumbuhan yang abnormal pada daerah metafisis di tulang panjang dari anak yang sedang tumbuh, di sini terjadi kegagalan remodeling dari tulang. Terdapat pertumbuhan yang abnormal dari tulang dan tulang rawan, gejala klinis terdapat tumor dengan pembengkakan lokal. Biasanya tumor mulai dari metafisis dari tulang panjang terutama sekitar lutut, tetapi karena tulang tumbuh, makin lama makin bergeser ke diafisis. Biasanya soliter, kadang-kadang multiple dan terjadi di banyak tempat sehingga disebut diaphyseal aclasis (multiple osteocartilaginous exostoses). Dengan tumbuh panjangnya tulang maka tangkai tumor ini dekat epiphyseal plate sedang ujungnya didaerah diaphyse. Bisa berubah jadi malignant kira-kira pada 1% dari kasus osteochondroma dan 10% pada diaphyseal aclasis. Gejala klinis biasanya terdapat benjolan tanpa rasa nyeri didaerah metafisis tulang panjang. Pada gambaran radiologi tampak penonjolan tulang dengan korteks dan spongiosa yang normal. Komponen tulang rawan seringkali tidak kelihatan karena berada di luar tulang. Dengan bertambahnya umur pasien terlihat kalsifikasi pada tulang rawan yang makin lama makin banyak.
3. Osteoma Osteoma adalah tumor jinak yang paling sering ditemukan dari seluruh tumor jinak tulang, terutama pada usia 20-40 tahun. Bentuknya kecil namun dapat menjadi besar. Kelainan ini ditemukan terutama pada tulang tengkorak seperti maksila, mandibula, palatum, sinus paranasalis dan dapat pula pada tulang-tulang panjang seperti tibia, femur, dan phalanges. 11
Gambaran radiologis Pada foto rontgen osteoma biasanya terlihat sebagai bayangan opak bundar atau lonjong berbatas tegas tanpa adanya destruksi tulang, jarang lebih besar dari 2,5 cm. Diagnosis banding 1. Osteokondroma 2. Perosteal osteosarkoma 3. Periostitis osifikans
4. Osteosarcoma Osteosarcoma dalah tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan prognosis yang buruk. Kebanyakan penderita berusia antara 10-25 tahun. Jumlah kasus meningkat lagi setelah umur 50 tahun yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna, terutama pada penyakit Paget. Terbanyak terletak pada femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal dan pelvis. Lebih dari 50% ditemukan di sekitar lutut. Nyeri merupakan gejala utama yang pertama muncul yang bersifat konstan dan bertambah hebat pada malam hari. Penderita biasanya datang dengan tumor yang besar atau oleh karena terdapat gejala fraktur patologis. Gejala umum lainnya dapat ditemukan anemia, penurunan berat badan serta nafsu makan berkurang. Pada 50% dari kasus bisa metastase ke paru. Prognosis jelek karena kebanyakan sudah metastase ke paru pada stadium awal. Gambaran radiologi Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula dan terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya dapat lamelar atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang (sunray appearance). Dengan membesarnya tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas ke luar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih dapat dilihat, berbentuk segi tiga yang dikenal sebagai segi tiga Codman (elevasi dari periosteum pada foto rontgen). Pada kebanyakan tumor ini terjadi penulangan (ossifikasi) dalam jaringan tumor sehingga gambaran radiologinya bergantung pada sedikit banyaknya penulangan yang terjadi. Diagnosis banding
12
Diagnosis banding untuk osteosarcoma antara lain osteomielitis kronis, osteoblastoma, fraktur stres, osteoid osteoma, dan parosteal osteosarkoma.
5. Osteoclastoma (Giant Cell Tumor of Bone) Tumor ini biasanya dijumpai pada usia 30-40 tahun. Tumbuh didaerah epifisis tulang panjang, setelah epiphyseal plate menutup, terdapat pada radius distal, tibia proksimal, femur distal. Tumor ini cenderung untuk berubah menjadi ganas. Gejala utama berupa nyeri serta pembengkakan terutama pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan sendi. Pada 10% pasien datang dengan gejala fraktur. Gambaran radiologi Tampak daerah radiolusen pada ujung tulang panjang dengan batas yang tidak tegas. Ada zona transisi antara tulang normal dan patologik, biasanya kurang dari 1 cm. Lesi kistik biasanya eksentrik, bersifat ekspansif sehingga korteks menjadi tipis. Tidak ada reaksi periosteal. Tumor yang sudah besar dapat mengenai seluruh lebar tulang dan sering terjadi fraktur patologik. Bayangan tumor berupa destruksi lokal yang radiolusen di daerah epiphyse seperti gelembung sabun dengan adanya trabekulasi.
6. Ewing’s Sarcoma Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas primer yang berasal dari sumsum tulang, terjadi pada usia 10-20 tahun. Tumor ini paling sering mengenai tulang panjang, kebanyakan pada diafisis, sering juga pada tulang pipih seperti pelvis, skapula, dan kosta. Gejala utama berupa nyeri dan pembengkakan pada daerah tumor. Tumor biasanya sangat ganas dan 95% pasien meninggal pada tahun-tahun pertama. Metastasis terjadi cepat secara hematogen ke paru-paru atau tulang-tulang lainnya dimana gambaran metastasisnya mirip dengan tumor primer. Gambaran radiologi Tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang berawal di medula, pada foto terlihat sebagai daerah-daerah radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion skin appearance. Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak dengan garis-garis osifikasi yang berjalan radier disertai dengan 13
reaksi periosteal tulang yang memberikan gambaran yang disebut sunray appearance serta terdapat segitiga Codman sehingga tumor dapat disalah interpretasikan sebagai osteosarkoma. Diagnosis banding sarkoma Ewing antara lain osteomielitis, granuloma eosinofilik, dan osteosarkoma.
7. Metastasis pada Tulang Pada umumnya tumor primer berasal dari karsinoma mammae, prostat, paru, dan ginjal. Tumor menyebar melalui aliran darah, limfe, atau secara langsung. Tulang-tulang yang sering ditempati metastasis adalah pelvis, kolumna vertebra, kosta, femur bagian proksimal, humerus bagian proksimal, dan tengkorak. Distribusi ini sesuai dengan daerah sumsum tulang merah. Metastasis jarang dijumpai pada tulang distal dari sendi siku dan sendi lutut. Gambaran radiologi metastasis antara lain osteolitik, osteoblastik, atau campuran. Keluhan penderita dapat berupa rasa nyeri dan kadang terdapat fraktur patologis dari tulang. Juga bisa terdapat kenaikan dari serum alkaline phosphatase. III. Fraktur (Trauma pada Tulang) Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (sendi dan epifisis) baik total maupun parsial. Klasifikasi: 1. Etiologi
1. Traumatik 2. Patologik 3. Stress
2. Klinis
1. Tertutup/simple fracture 2. Terbuka/compound fracture 3. Komplikasi
3. Radiologis
1. Lokasi
1. Diafisieal 2. Metafiseal 3. Intra artikular 4. Dengan dislokasi
14
2. Konfigurasi
1. Transversal 2. Oblique 3. Spiral 4. Z 5. Segmental 6. Kominutif 7. Baji 8. Avulsi 9. Depresi 10. Impaksi 11. Pecah/burst 12. Epifisis
3. Ekstensi
1. Total 2. Tidak total/crack 3. Buckle/torus 4. Green stick (pada anak) 5. Garis rambut (fissure/retak, sering tak tampak terutama kosta, tunggu 10 hari agar tampak kalus)
4. Hubungan antara fragmen 1. Undisplaced/tak bergeser 2. Displaced/bergeser
1. Bersampingan 2. Angulasi 3. Rotasi 4. Distraksi 5. Over-riding 6. Impaksi
Tujuan foto polos pada fraktur: 1. Melihat gambaran normal tulang dan sendi 2. Melihat konfigurasi fragmen dan pergerakan 3. Melihat fraktur intra/ekstra artikular 4. Melihat kelainan patologis lain di tulang 15
5. Melihat benda asing (logam, peluru, dll) 6. Menentukan terapi 7. Menentukan fraktur baru/lama 8. Konfirmasi adanya fraktur
Prinsip Dua 1. Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya antero-posterior dan lateral/oblique 2. Dua sendi: pada foto rontgen harus terlihat sendi bagian atas dan bawah dari anggota gerak yang fraktur 3. Dua ekstremitas: dekstra dan sinistra. Kadang perlu dibuat foto anggota gerak yang normal sebagai pembanding dengan anggota gerak yang mengalami kelainan 4. Dua trauma: trauma hebat umumnya menyebabkan fraktur multiple (kalkaneus atau femur perlu dilakukan foto pada panggul dan vertebra) 5. Dua kali foto: pada fraktur tertentu bisanya foto pertama kali belum tampak garis fraktur sehingga diperlukan foto berikutnya 10 hari kemudian.
Fase penyembuhan fraktur pada tulang kortikal 1. Fase hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler: sub periosteal dan endosteal Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel 16
mesenkimal yang tidak berdeferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada permeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukkan kalus: fase union secara klinis Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garamgaram kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut woven bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi: fase union secara radiologis Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorbsi secara bertahap.
5. Fase remodelling Jika union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada faser remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggan untuk membentuk ruang sumsum. Komplikasi pada fraktur yang dapat dilihat pada foto roentgen antara lain: 1. Osteomielitis: terutama pada fraktur terbuka 2. Nekrosis avaskular: hilangnya/terputusnya asupan darah pada suatu bagian tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut. Sesuai dengan anatomi vaskular, maka nekrosis avaskular pasca trauma sering terjadi pada kaput femoris yaitu pada fraktur kolum f emoris, navikulare manus, dan talus 17
3. Mal union Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna. Etiologi: 1) Fraktur tanpa pengobatan 2) Pengobatan yang tidak adekuat 3) Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik 4) Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan 5) Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma. Gambaran klinis: 1) Deformitas dengan bentuk yang bervariasi 2) Gangguan fungsi anggota gerak 3) Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi Gambaran radiologis Pada foto rontgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang tidak sesuai dengan keadaan normal. 4. Delayed union Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 3 bulan untuk ekstremitas superior, dan 5 bulan untuk ekstremitas inferior. Gambaran radiologi: 1. Tidak ada gambaran tulang baru di ujung daerah fraktur 2. Gambaran kista di ujung-ujung tulang karena dekalsifikasi 3. Gambaran callus kurang di sekitar fraktur
5. Non union Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan, tidak ada konsolidasi, namun terbentuk pseudoarthrosis (sendi palsu dengan/tanpa arthrosis). Jenis berdasar ujung-ujung fragmen tulang: 1. Hypertrofik: a. Garis-garis fraktur tampak jelas b. Ujung-ujung tulang sklerotik, lebih besar dari normal disebut Elephant’s foot 18
c. Ruang antara tulang terisi tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa d. Vaskularisasi baik, terapi lebih mudah 2. Atrofik/oligotrofik a. Tidak ada aktifitas seluler di ujung fraktur b. Ujung tulang lebih kecil, bulat, osteoporosis, dan avaskular, sehingga terapi lebih sulit Gambaran radiologi: 1. Pada ujung-ujung tulang: a. Terdapat gambaran sklerotik b. Berbentuk bulat dan halus c. Ruangan medular menghilang 2. Salah satu ujung tulang bisa berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (pseudoarthrosis)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada foto polos tulang: 1. Densitas tulang (baik lokal/menyeluruh) apakah berkurang/mengalami penipisan (rarefaksi) atau justru bertambah (sklerosis) baik secara lokal maupun menyeluruh 2. Korteks dan medula tulang diperhatikan secara teliti 3. Hubungan antara kedua tulang diperhatikan apakah ada dislokasi atau tidak 4. Kontinuitas tulang dinilai untuk melihat apakah terdapat fraktur 5. Kontur umum tulang untuk melihat adanya deformitas 6. Melihat adanya penebalan tulang rawan sendi dan besarnya ruangan sendi 7. Perubahan jaringan lunak dinilai apakah ada pembengkakan atau atrofi 8. Pada penyakit-penyakit tertentu sering dilakukan pemeriksaan foto polos seluruh tulang yang disebut bone survey yang terutama digunakan untuk melihat adanya penyebaran/metastasis pada tulang seperti pada kasus-kasus tumor tulang primer misalnya myeloma multiple. Trauma yang berhubungan dengan fraktur: 1. Kepala: dapat terjadi fraktur cranial, maxilla, mandibula, nasal, oedem cerebri, contusio cerebri, commosio cerebri, sub arachnoid bleeding, subdural bleeding, fraktur basis cranii, gangguan jalan nafas dari hidung maupun mulut. 2. Leher: dapat terjadi fraktur cervical, dislokasi cervical atau hanya contosio musculorum. 3. Thorakal: dapat terjadi fraktur costae, fraktur vertebra thoracal, pneumothorax, hematothorax, contosio pulmonum, emphysema.
19
4. Abdomen: dapat terjadi internal bleeding akibat dari rupture hepar, lien, ginjal dan perforasi usus juga bisa terjadi fraktur dislokasi vertebra lumbal. 5. Pelvis: fraktur tulang pelvis, fraktur dislokasi sendi panggul, ruptur buli-buli, urethra.
Fraktur Pada Anak Pada anak-anak penyembuhan fraktur lebih cepat daripada orang dewasa dan pembentukan kalsu sudah dapat dilihat dalam beberapa hari. Remodelling tulang pada anakanak juga sangat baik, deformitas berat karena fraktur dapat dikoreksi dan tulang mendapatkan kembali bentuknya yang normal. Remodelling ini lebih baik jika fraktur dekat ujung tulang daripada diafisis. Fraktur yang sering terjadi pada anak-anak antara lain: 1. Fraktur lengan bawah, sekitar siku, dan tungkai bawah 2. Greenstick fracture 3. Fraktur akibat trauma kelahiran: biasanya terjadi saat persalinan yang sulit (bayi besar, laetak sungsang, ekstraski bayi dengan forsep). Daerah yang biasanya mengalami fraktur antara lain clavicula, humerus, femur, dan klavikula. 4. Fraktur lempeng epifisis Fraktur lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Pembuluh darah epifisis masuk ke dalam permukaan epifisis dan jika ada kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan pertumbuhan sampai nekrosis avaskuler. Klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Salter – Harris: 1. Garis patah persis di garis pertumbuhan (epiphyseal plate) 2. Garis patah lewat garis pertumbuhan dan menyeberang ke metafisis, tipe ini paling sering ditemukan 3. Garis patah lewat garis pertumbuhan dan menyeberang ke epifise (intra-articuler) Tipe I, II, dan II memiliki prognosis yang baik 4. Garis patah menyeberang dari metafisis ke epifise (intra-articuler), prognosis tergantung dari tindakan pengobatan. 5. Garis patah lewat garis pertumbuhan dan kerusakan terjadi karena gaya kompresi pada lempeng epifisis, tipe ini mempunyai prognosis terburuk dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.
20
Fraktur Pada Orang Dewasa 1. Penilaian pada foto vertebrae 1. Foto vertebrae cervical Pada foto vertebrae cervical proyeksi antero-posterior dan lateral harus tampak dasar tengkorak, ketujuh vertebrae cervicales dan vertebrae torakal. Penilaian foto vertebrae cervicalis meliputi: 1. Kurva: kurva vertebrae cervical normal adalah lordotik, kurva yang lurus menunjukkan adanya spasme otot. 2. Alignment: 1. Kedudukan corpus vertebra satu dengan yang lain, bergeser/tidak 2. Adakah: subluksasio, rotasi, fraktur 3. Vertebral mal-alignment > 3 mm: dislokasi 3. Corpus vertebrae cervicalis: 1. Kontur: besar dan bentuk normal/tidak 2. Height anterior < 3 mm height posterior fraktur kompresi 4. Pedikel 5. Spatium intervertebralis: normal/menyempit, osteofit 6. Postero-lateral facet joint 7. Soft tissue: normal/ada soft tissue swelling prevertebral: ada cedera cervical
2. Foto vertebrae thoracal dan lumbal 1. Kurva (processus spinosus): kurva vertebrae lumbalis normal adalah lordotik, kurva yang lurus menunjukkan adanya spasme otot. 2. Alignment: pergeseran menunjukkan adanya spondilolistesis 3. Korpus vertebrae lumbalis: besar dan bentuk normal/tidak 4. Pedikel : bilateral simetris 5. Spatium intervertebralis: normal/menyempit, terdapat osteofit (spondilosis). 6. Soft tissue: normal/ada pembengkakan 7. Titik berat badan (Ferguson’s weight bearing line): titik berat badan diukur dengan menarik dua garis diagonal yang saling bersilangan dari sudut corpus vertebrae lumbalis III. Dari titik persilangan dua garis diagonal tersebut, ditarik garis vertikal ke arah 21
promontorium os sacrum. Garis vertikal (titik berat badan) yang normal akan jatuh pada promontorium os sacrum. Garis vertikal yang jatuh di depan promontorium menyebabkan low back pain dan menunjukkan unstable pelvic. Sudut lumbosakral (sudut Ferguson) merupakan sudut yang terbentuk oleh pertemuan bidang horizontal dan bidang yang
melalui batas atas sakrum, dalam
keadaan normal antara 34°-48°. Sudut Ferguson yang meningkat mengindikasikan kemungkinan adanya kekuatan yang menekan pada facet (facies articularis) lumbal dan diskus posterior yang menyebabkan perubahan degeneratif dini. Sementara itu sudut Ferguson yang menurun mempengaruhi titik berat badan.
2. Penilaian pada foto pelvis 1. Fraktur pelvis: bisa terjadi banyak perubahan dan menyebabkan kematian karena dapat terjadi banyak perdarahan. 2. Dislokasi sendi panggul: dislokasi sendi terbanyak ke arah posterior, posisi kaki memendek, adduksi dan endorotasdi, bisa disertai lesi nervus Ischiadicus sehingga secara klinis terdapat drop foot. Dislokasi merupakan kasus kegawat daruratan maka harus cepat direposisi sebab bisa terjadi nekrosis avaskular dari tulang rawan artikuler. Garis Shenton merupakan garis yang melewati arcus antara tepi atas foramen obturator dan bagian medial leher femur. Garis ini akan terpotong bila terdapat dislokasi panggul.
3. Penilaian pada foto genu antero-posterior/lateral 1. Besar dan bentuk tulang: femur distal, tibia dan fibula proksimal 2. Garis fraktur, osteofit 3. Eminentia intercondylaris medial dan lateral: terdapat perkapuran 4. Patella: fraktur, dislokasi, terdapat perkapuran 5. Celah sendi: normal, menyempit 6. Soft tissue: pembengkakan/normal
4. Penilaian pada foto extremitas Proyeksi foto:
AP: Shoulder
AP/Lateral: humerus, elbow, antebrachii, manus, femur, cruris, pedis, ankle joint 22
Penilaian pada foto extremitas meliputi: 1. Soft tissue: normal/terdapat pembengkakan 2. Besar dan bentuk tulang 3. Celah sendi: menyempit, melebar/normal 4. Garis fraktur, dislokasi, dan osteofit
1) Fraktur klavikula: tersering di 2/4 medial, sedangkan 1/4 medius, dan 1/4 lateral lebih jarang. 2) Dislokasi sendi bahu: terbanyak kearah anterior dimana caput humeri keluar dari fossa glenoidalis dan berada di bawah processus korakoid. 3) Fraktur costae Biasanya tidak perlu dibuat foto thorax bila dicurigai ada fraktur costa, kecuali terdapat indikasi klinis akan adanya kerusakan pada paru atau pleura. Untuk melihat fraktur costa, biasanya diperlukan foto oblik. Perlu diingat bahwa foto oblik iga hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengakakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblik yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak terlihat. Fraktur iga bisa tidak terlihat pada foto thorax rutin. Foto oblik costa memperlihatkan fraktur lebih jelas dibandingkan dengan foto thorax biasa atau foto lateral, tetapi meskipun terbukti ada fraktur costa jarang mempengaruhi pengobatan. Untuk mencari fraktur costa, lihat dengan seksama masing-masing costa meliputi seluruh panjangnya, tidak hanya pada tempat dimana terasa nyeri. Fraktur akan sulit dilihat bila tidak ada perubahan letak (displacement), tetapi carilah juga adanya cairan pleura pada sinus phrenicocostalis, pneumothorax dan kolaps paru yang mungkin menyertainya. Kalus di sekitar fraktur yang menyembuh atau deformitas dari suatu fraktur lama, dapat menyerupai suatu kelainan costa dan bahkan bisa diperkirakan sebagai suatu tumor. 4) Fraktur Humerus: 1) Fraktur collum chirurgicum (tersering), 2) Fraktur tuberkulum mayus 3) Fraktur diafisis 4) Fraktur suprakondiler 5) Fraktur kondiler 6) Fraktur epikondilus medialis 23
5) Dislokasi Cubitti 6) Fraktur Montega: fraktur ulna bagian proximal dan disertai dislokasi caput radii 7) Fraktur antebrachi: tulang radius dan ulna keduanya fraktur. Dapat terjadi di bagian proximal, medius, distal. 8) Fraktur Galleazi: fraktur radius bagian distal disertai dislokasi radio ulna joint bagian distal. 9) Fraktur Colle: fraktur radius satu inchi dari sendi pergelangan tangan fragmen distal displacement ke postero lateral, bisa disertai atau tidak fraktur procecus styloideus ulna. Terjadi “ Dinnerfork – Deformity” (garpu makan malam). 10) Fraktur Smith: fraktur radius distal satu inchi dari sendi pergelangan tangan, fragmen distal displacement ke anterior. 11) Fraktur Bennet: fraktur basis mecarpal satu. 12) Fraktur Boxer: fraktur dari neck metacarpal ke lima. 13) Fraktur Mallet: ujung jari berbentuk seperti kepala burung (flexi distal interphalangeal joint), ini karena terjadi avulsi dari tendon extensor atau ruptur tendon extensor jari yang bersangkutan. 14) Fraktur tulang skafoid: sering garis fraktur tidak terlihat pada foto pertama sehingga diperlukan foto berikutnya setelah 2 minggu. 15) Fraktur metacarpal dan fraktur phalanx 16) Fraktur femur: dapat terjadi banyak perdarahan bahkan sampai dua liter. Bisa terjadi shock, dan emboli lemak. Fraktur dapat terjadi pada collum femoris, trochanter mayor/minor, diafisis, supracondiler, dan condiler. 17) Fraktur patela, cruris, ankle, metatarsal, dan phalanx.
DAFTAR PUSTAKA Palmer, P. E. S., dkk. 1995. Petunjuk Membaca Foto untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC. Rasad, Sjahriar, dkk. 2010. Radiologi Diagnostik Sjahriar Rasad Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi 2. Makassar: Penerbit Bintang Lamumpatue.
24