Author :
Nova Faradilla, S. Ked
Faculty of Medicine – University of Riau Pekanbaru, Riau 2009
© Files of DrsMed – FK UR (http://www.Files-of-DrsMed.tk
0
PENDAHULUAN
Prediabetes merupakan suatu keadaan dimana nilai gula darah seseorang lebih tinggi dari normal, tapi tidak cukup tinggi bila diklasifikasikan dalam diabetes mellitus tipe II dan pada prediabetes kemungkinan sudah terjadi kerusakan pada jantung dan sirkulasi sistemik1,2,3. Sedangkan diabetes mellitus menurut American Diabetes Assosiation (ADA), merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan gangguan fungsi insulin4. Istilah prediabetes diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Depertement of Health and Human Services (DHHS) dan the American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan prediabetes adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan prediabetes akan menjadi diabetes1,2,3. Berdasarkan American Diabetes Assosiation
(ADA), 54 juta orang
dewasa terkena prediabetes di Amerika. Tanpa intervensi, prediabetes akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe II dalam kurun waktu 10 tahun. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus tipe II ini, akibat peningkatan kemakmuran yaitu peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota-kota besar yang menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes itu sendiri dan lain-lain. Selain itu bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurang aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia merupakan faktor resiko yang berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus tipe II1,2,3.
1
Progresi dari prediabetes menjadi diabetes melitus tipe II tidak inevitable. Dengan perubahan gaya hidup yang sehat, misalnya makan makanan yang sehat, aktifitas jasmani secara rutin, dan mempertahankan berat badan ideal, dapat menurunkan nilai gula darah kembali ke normal1,2,3. Berdasarkan hasil penelitian Diabetes Prevention Program (DPP) didapatkan kesimpulan bahwa diet dan latihan jasmani lebih memberikan hasil yang bermakna dalam menurunkan kemungkinan orang dengan toleransi glukosa terganggu untuk menjadi penderita DM tipe II dibandingkan dengan mengkonsumsi obat DM oral5,6,7. Mengingat pentingnya perubahan gaya hidup dalam penatalaksanaan DM berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani, maka referat ini bertujuan untuk membahas pentingnya pengaturan dalam perencanaan makan (pola makan) sebagai pilar utama dalam pencegahan diabetes melitus.
2
MODIFIKASI GAYA HIDUP UNTUK MENCEGAH DM TIPEII FOKUS PADA PERANAN NUTRISI Definisi Prediabetes yang terdiri dari Impaired Fasting Glucose (IFG) dan Impaired Glucose Tolerance (IGT) merupakan suatu kondisi sebelum terjadi diabetes melitus dimana kadar gula darah puasa berada diantara 110-125mg/dl, dan kadar gula darah 2 jam setelah pembebanan 75 gr glukosa pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) adalah 140-199mg/dl1,2,3.
Resistensi Insulin dan Sindroma Metabolik Diabetes tipe II merupakan kombinasi dua keadaan yaitu resistensi insulin dan insufisiensi sel beta. Resistensi insulin akan menyebabkan hiperglikemia dan hiperinsulinemia. Hiperglikemia yang terus menerus akan merangsang sel beta untuk menghasilkan insulin dalam jumlah yang berlebihan sebagai kompensasi terhadap resistensi insulin tersebut. Tetapi apabila sel beta tidak kuat mengimbangi proses ini maka akan terjadi gangguan toleransi glukosa yang apabila tidak diatasi maka selanjutnya akan terjadi diabetes melitus. Semua diabetes melitus tipe II didahului oleh gangguan toleransi glukosa maka keadaan ini disebut juga denga prediabetes7 Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana sel tubuh mengalami penurunan respon terhadap kerja insulin. Resistensi insulin dapat terjadi oleh perubahan yang mencegah insulin untuk mencapai reseptornya, perubahan pada pengikat reseptor, atau oleh perubahan dalam salah satu tahap kerja insulin pasca reseptor20. Resistensi insulin dengan kadar glukosa darah yang tinggi sering ditemukan bersamaan dengan penumpukan lemak disekitar perut, tingginya kadar LDL, trigliserida, rendahnya kadar HDL dan hipertensi. Semua kombinasi ini dikenal sebagai sindroma resistensi insulin atau sindrom metobolik20.
Hubungan Antara Resistensi Insulin, Prediabetes dan DM Tipe II Resistensi insulin merupakan statu keadaan yang meningkatkan resiko terhadap perkembangan diabetes dan penyakit koroner. Ketika terjadi resistensi 3
insulin, maka sel-sel otot, lemak dan hati tidak dapat menggunakan insulin secara maksimal dan sebagai kompensasi páncreas akan memproduksi lebih banyak insulin yang akan beredar dalam sirkulasi. Sehingga pada orang-orang dengan resistensi insulin ditemukan adanya peningkatan kadar glucosa darah bersamaan dengan peningkatan kadar insulin. Resistensi insulin dan diakibatkan oleh genetik, kelebihan berat-badan, kurangnya aktivitas fisik, dan penuaan1,2,3. Kelebihan berat badan atau obesitas berpengaruh terhadap kerja insulin karena jaringan lemak yang berlebihan menyebabkan kurangnya kemampuan sel-sel otot dalam menggunakan insulin sehingga terjadi resistensi insulin.
Pencegahan Pencegahan prediabetes dibagi menjadi 3 tahap: Pencegahan Primer : Upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menjadi diabetes melitus dan kelompok prediabetes8,9. Adapun faktor resiko diabetes sama dengan faktor resiko prediabetes yaitu: faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi, faktor yang bisa dimodifikasi, dan faktor yang terkait dengan risiko diabetes9. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi antara lain: -
Riwayat keluarga dengan diabetes
-
Umur. Resiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia
-
Riwayat pernah menderita diabetes melitus gestasional (DMG)
-
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat badan normal9.
Faktor resiko yang bisa dimodifikasi: -
Berat badan lebih
-
Kurangnya aktivitas fisik
-
Hipertensi
-
Dislipidemia
-
Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe II9.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes: 4
-
Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS)
-
Penderita sindroma metabolik9 Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena menjadi sasaran
adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisipnal yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alteratif terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak8. Materi pencegahan primer terdiri dari penyuluhan dan pengelolaan. Penyuluhan ditujukan kepada masyarakat yang mempunyai risiko tinggi. Selain itu juga ditujukan kepada perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer. Materi penyuluhan meliputi antara lain: program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani, dan menghentikan merokok. Penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe II atau prediabetes pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes yang mempunyai berat badan berlebih. Penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe II9. Materi penyuluhan berikutnya yaitu diet sehat yang dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko, jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Pilihan bahan makanan yang diberikan yaitu lemak jenuh, tinggi serat dan karbohidrat komplek. Karbohidrat komplek diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan9. Pengelolaan dalam materi pencegahan primer ditujukan kepada kelompok prediabetes dan kelompok dengan resiko (obesitas, hipertensi, dislipidemia). Pengelolaan prediabetes yaitu dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan, mengkonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur8,9. Pencegahan Sekunder : adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi pada diabetisi yang telah menderita DM. Menemukan pengidap DM 5
sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pad apopulasi resiko tinggi, dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel8,9. Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena pulasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidak demikan. Tidak gampang memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bias sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Disamping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet danolahraga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin8. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya8. Salah satu komplikasi DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetisi. Selain pengobatan terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan , tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risikotimbulnya kelainan kardivaskular pada diabetisi8. Pencegahan tersier : pencegahan tersier ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah mempunyai penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecatatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada diabetisi dilakukan sedini mungkin, sebelum kecatatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimall.Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan8,9
6
Strategi Pencegahan Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ada 2 macam strategi untuk dijalankan antara lain8 :
Pendekatan Populasi / masyarakat (Population / community approach) Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM dan pemuka masyarakat dan agama) 8.
Pendekatan Individu beresiko Tinggi Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang beresiko untuk menderita diabetes pada suatu saat kelak. Pada golongan ini termasuk individu yang berumur >40 tahun, gemuk (obesitas), hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kahamilan, disiplidemia8.
Obesitas Obesitas adalah suatu kelainan akibat penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlabihan. Penyebab obesitas secara pasti belum jelas, tetapi obesitas umumnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan penggunaan energi. Obesitas disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh factor genetik dan lingkungan. Di negara yang sedang berkembang, factor lingkungan agaknya Sangay berperan. Perubahan pola makan dan kurangnya aktivitas tubuh dalam kehidupan seharí-hari Sangat menentukan penimbunan lemak di tubuh10. Metoda yang digunakan secara luas untuk menentukan apakah seseorang dikatakan mengalami obesitas atau tidak hádala Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan pebandingan antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m2). Seseorang dikatakan mengalami kelebihan berat badan jika indeks masa 7
tubuhnya antara 25-29,9 sedangkan kata gori gemuk bila IMT ≥30. Selain itu metode lain yang digunakan untuk menentukan distribusi lemak tubuh adalah pengukuran lingkar pinggang dan perbandingan ukuran pinggang dan pinggul10. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO (1998) dapat dilihat pada tabel dibawah ini10:
Tabel 2.3.2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas menurut IMT Klasifikasi
IMT (kg/m2)
Berat badan kurang
<18,5
Kisaran normal
18,5-24,9
Berat badan lebih
>25
Pra obes
25,0-29,9
Obes tingkai I
30,0-34,9
Obes tingkat II
35,0-39,9
Obes tingkat III
>40
Obesitas dihubungkan dengan abnormalitas metobolik dan peningkatan resiko terhadap penyakit kardiovaskular termasuk Impaired Glucose Tolerance, DM Tipe II, hipertensi dan profil lipoprotein yang normal. Selain itu, obesitas dan DM merupakan peenyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dimana dipikirkan 300.000 penduduk meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang berhubunhan dengan obesitas. Faktor yang berperan pada resistensi insulin karena obesitas adalah: 1. Asam lemak bebas adanya resistensi insulin menyebabkan turunnya efek anti lipolitik insulin sehingga lipolisis meningkat. Karena hal ini maka kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid akan meningkat dan akan ditangkap oleh sel hati dan oto skelet. Asam lemak bebas yang berlebihan ini akan melawan kerja insulin dengan meningkatkan glukoneogenesis di hati dan menghambat ambilan dan oksidasi glukosa di otot skelet.
8
2. leptin leptin yang dihasilkan oleh sel adiposit dapat menurunkan berat badan. Sebaliknya kekurangna leptin dan defek pada reseptor menyebabkan kegemukan, hiperinsulinemia dan hiperglikemia. 3. Tumor Necrosis Faktor-ά (TNF-ά) TNF- ά berperan pada timbulnya resistensi insulin pada obesitas. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa TNF- ά menyebabkan gangguan insulin signaling melalui serin kinase dan tyrosinephospatase.
DPP DPP merupakan sejenis pemeriksaan klinis yang cukup luas atau suatu penelitian dengan sasaran pada diet dan latihan fisik serta pemakaian obat DM oral yang dapat mencegah atau menunda timbulnya DM tipe II pada orang dengan toleransi glukosa terganggu. DPP ini ditemukan setelah penelitian selama 3 tahun, dan didapatkan suatu kesimpulan bahwa diet dan latihan fisik dapat menurunkan kemungkinan orang dengan toleransi glukosa terganggu untuk menjadi DM tipe II. Sedangkan obat DM oral secara kenyataan kurang bermamfaat5,6,7.
Diagnosis Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosa prediabetes ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah menunjukkan : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl atau glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dl9.
Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmokologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes dan hal ini berlaku juga pagi prediabetisi. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual11,12,13. Tujuan Terapi Gizi Medis Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes maupun prediabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga untuk 9
mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dan beberapa tambahan tujuan khusus yaitu12,13,14: Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan keseimbangan asupan makanan dengan insulin (endogen atau eksogen) atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas. Kadar Glukosa darah mendekati normal., -
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
-
Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl
-
Kadar Alc <7%12,13
Mencapai kadar serum lipid yang optimal. Profil Lipid : -
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
-
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
-
Trigliserida < 150 mg/dl12,13
Memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang memadai pada orang dewasa, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak dan remaja, untuk penigkatan kebutuhan metabolik selama kehamilan dan laktasi atau penyembuhan dari penyakit katabolik12,13,14. Berat badan memadai diartikan sebagai berat badan yang dianggap dapat dicapai dan dipertahankan baik jangka pendek maupun jangka panjang oleh orang dengan diabetes itu sendiri maupun oleh petugas kesehatan. Ini mungkin saja tidak sama dengan yang biasanya didefenisikan sebagai berat badan idaman12,13,14. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang menggunakan insiulin seperti kipoglikemia, penyakit-penyakit jangka pendek, masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani dan komplikasi kronik seperti: penyakit ginjal, neuropati automik, hipertensi dan penyakit jantung12,13,14. Menigkatkan
kesehatan
secara
keseluruhan
melalui
gizi
yang
optimal12,13,14. Langkah-langkah terapi gizi medis A. Pengkajian
10
Pengkajian gizi pasien termasuk data klinis seperti hasil pemantauan sendiri kadar glukosa darah, kadar lemak darah (kolesterol total, ldl, hdl, dan trigliserida) dan hemoglobin glikat. Pengkajian gizi juga digunakan untuk mengetahui apa yang mampu dilakukan oleh pasien dan kesediaan melakukanya. Aspek budaya, etnik dan keuangan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan kepatuhan pasien yang tinggi12. Informasi yang dikumpulkan oleh tim diabetes perlu dicatat pada dokumen medik sehingga perencanaan penagganan diabetes dan prediabetes secara menyeluruh dapat dikembangkan dan semua anggota tim dapat membantu pasien12. Pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara atau dengan penggunaan kuesioner. Dietisien yang bekerja diruangan perawatan dapat menggunakan kuesioner yang sederhana. Pengkajian hendaknya mampu mengindentifikasi masalah gizi dan miskonsepsi yang ada12
B. Menentukan tujuan yang akan dicapai Hasil dari pengkajian gizi diperlukan untuk menetukan tujuan yang akan dicapai. Pasien hendaknya diminta untuk mengindentifikasian apa yang diperlukan dalam penatalaksanakan diabetes secara keseluruhan12. Tujuan yang ditetapkan hendaknya membantu orang dengan diabetes dan prediabetes membuat perubahan yang positif dalam kebiasaan makan dan latihan jasmani yang akan menghasilkan antara lain perbaikan kadar glukosa darah dan kadar lemak darah sertta memperbaiki asupan gizi12. C. Intervensi gizi Informasi yang didapat dari pengkajian gizi dan tujuan yang akan dicapai menentukan dasar intervensi gizi. Dietisien perlu mempertimbangkan berapa banyak informasi yang diberikan, kemampuan baca dan tulis pasien dan jenis alat peraga yang diperlukan (handout, video, audiotape, flip chart, food models). Intervensi gizi ditunjukan untuk memberikan informasi praktis pada pasien yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari12. Intervensi gizi melibatkan 2 tahap pemberian informasi: •
Intervensi gizi dasar
11
Tahap ini memberikan gambaran tentang gizi, kebutuhan zat gizi, petunjuk penatalaksanaan gizi pada diabetes, informasi survival-skill yang dianggap perlu untuk pasien (membaca label, penatalaksanaan pada saat sakit) 12 •
Intervensi gizi lanjutan
Tahap ini melibatkan penggunaan suatu pendekataan perencanaan makan yang lebih mendalam seperti menu, penghitungan kalori, penghitungan lemak, daftar bahan penukar,dan lain-lain12.
D. Evaluasi Evaluasi adalah bagian yang sangat penting pada proses terapi gizi medis. Dietisien dan klien bersama-sama menetapkan hasil intervensi. Pada tahap ini, pemecahan masalah mungkin penting untuk membantu pasien menetapkan tujuan baru utuk intervensi gizi lebih lanjut. Pemantauan keadaan glukosa darah dan hemaglobin glikat (A1C), lipid, tekanan darah dan fungsi ginjal penting untuk mengevaluasi hasil yang berhubungan dengan gizi12. Untuk individu, konsisten dalam hal pola makan penting oleh karena pola makan yang konsisten menghasilkan A1C yang lebih rendah dari pada pola makan yang serampangan. Tindak lanjut untuk anak-anak dianjurkan dilakukan setiap 3-6 bulan, sedangkan pada orang dewasa setiap 6 sampai 12 bulan12.
Kebutuhan gizi medis Penekanan tujuan terapi gizi medis pada prediabetes hendaknya pengendalian glukosa,lipit dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien yang gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jagka pendek dan mempunyai potensi menigkatkan kontrol metabolik jangka lama. Diet dengan kalori sangat rendah, pada umumnya tidak efektif untuk mencapai penurunan berat jangka lama, dalam hal ini perlu ditekankan bahwa tujuan diet adalah pada pegendalian glukosa dan lipid. 12. Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi tersebar sepanjang hari penurunan berat badan ringan atau sedang (5-10 kg), peningkatan pengeluaran energi dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari12.
12
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhab untuk metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah dengan kebutuhan aktivitas fisik dan keadaan khusus. A. Kebutuhan Zat gizi A.1. Karbohidrat . sebagian sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA= Monousanturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori12, 15,16,17. Rekomendasi pemberian karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri 2. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat 3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan kalori per hari 4. Jumlah serat 25-50 gram perhari 5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori perhari 6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa 7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/Heri 9. Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi A.2. Protein : Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 1015% dari total kalori perhari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram12, 15,16,17. Rekomendasi pemberitna protein : 1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari 2. Pada keadan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah
13
3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan / hari 4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg berat badan / hari dan tidak kurang dari 40 gram 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani12, 15,16,17. A.3. Lemak. Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori pergramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut
lemak seeperti vitamin A, D, E dan K. berdasarkan ikatan rantai
karbonnya,. Lemak dikelompokkkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetesi karena terbukti dapat
memperbaiki profil lipid tidak normal yang
sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid=MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid, Pemberian MUFA pada diet diabetesi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesisVLDL didalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menunrunkan kadar kolesterol LDL12,16,17. Rekomendasi pembeian Lemak 1. Batasi konsumi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, aspan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari 3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg perhari. 4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans 5. Konsumi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang12,,16,17.
14
A.4. Serat Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan menkonsumsi 20-35 g serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjuranya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut12,16,17. A.5. Natrium Anjuran asupan untuk orang dengan diabetetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang, dianjurkan 24000mg natrium perhari12,16,17. A.6. Alkohol Anjuran penggunaan alkohol untuk orang dengan diabetes sama dengan masyarakat umum. Dalam keadaan normal, kadar gula darah tidak terpengaruh oleh penggunaan alkohol dalam jumlah sedang apabila diabetes terkendali dengan baik12. Alkohol dapat menigkatkan resiko hipoglikemia pada mereka yang menggunakan insulin atau sulfonilurea12. Asupan kalori dari alkohol diperjitungkan sebagai bagian dari asupan kalori total dan sebagai penukar lemak (1 minuman alkohol = 2 penukar lemak) 12 Anjuran bagi orang diabetes yang tidak dapat meniggalkan alkohol adalah sebagai berikut. 1. Alkohol tidak boleh dikonsumsi apabila:
Kadar glukosa darah belum terkendali.
Kadar trigliserida darah menigkat.
Menggunakan obat diabetes generasi pertama karena dapat memberikan efek samping.
Menderita penyakit gastritis, pankreas, tipe tertentu penyakit ginjal dan jantung. Alkohol mengandung kalori tinggi sehingga tidak baik bagi yang kegemukan.
2. Tidak diminum bila perut kosong karena dapat menyebabkan hipoglikemia. 3. Alkohol mengganggu kesadaran sehingga dapat membuat perencanaan maka kurang bisa dipatuhi. 4. Batasi tidak lebih dari 1-2 minuman saja, tidak lebih dari dua kali seminggu. Untuk yang menggunakan insulin, tidak lebih dari 2 minuman alkohol (1 15
minuman alkohol setara dengan 340 g bir, 140 g anggur atau 42 g distilled spirits) 12 A.7. Mikronutrien : Vitamin dan Mineral12, 15,16,17 Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplementasi vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan teoritis untuk memberikan suplement anti oksidan, pada saat ini hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terap i tersebut menguntungkan. Pemberian kromium menguntungkan pengendalian glikemik bagi mereka yang kekurangan kromium sebagai akibat nutrisi parenteral. Kebanyakan orang dengan diabetes agaknya tidak kekurangan kromium oleh karena itu suplementasi kromium tidak bermanfaat. Walaupun kekurangan magnesium dapat berperan pada resistensi insulin, intoleransi karbo hidrat dan hipertensi, data yang ada menyarankan bahwa evaluasi rutin kadar magnesium serum dianjurkan hanya pada pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita defisiensi magnesium. Suplementasi kalium mungkin diperlukan bagi pasien yang mkehilangan kalium karena menggunakan diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan insufiensi ginjal atau hipoaldosteronisme hiporeninemik atau pasien rawat inap yang minum angiotensin converting enzym inhibitor, dalam hal ini dapat dilakukan pembatasan kalium dalam diet pasien. B. Jenis Makanan19 Makanan yang dianjurkan pada orang-orang dengan sindrom metabolik adalah makanan tinggi protein hewani, rendah lemak dan karbohidrat serta sayur-sayuran yang tidak mengandung karbohidrat. Selain itu jenis makan lain yang dianjurkan adalah: •
Hindari makanan sumber karbohidrat seperti roti, pizza, pasta, permen atau lain-lain. Sebaliknya konsumsi sayur sayuran segar yang tidak mengandung karbohidrat seperti brokoli, kembang kol, dan campuran sayur-sayuran hijau lainnya.
16
•
Makan makanan yang mengandung protein hewani seperti daging ayam dan ikan. Namun, diantara waktu makan, dapt juga mengkonsumsi makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan.
•
Hindari konsumsi soft drinks dan jus karena memgandung banyak gula. Selain itu, hindari mengkonsumsi alkohol karena dapat merusak hati sebagai organ penting dalam metabolisme gula.
•
Hindari mengkonsumsi asam lemak omega-6 yang dapat ditemukan dalam minyak jagung dan beberapa sayuran karena dapat menurunkan persediaan vit E dalam tubuh. Bila makann digoreng dengan menggunakan minyak ini maka dapat meningkatkan oksidasi dari LDL. •
Tingkatkan konsumsi dari asam lemak omega-3 yang dapat ditemukan dalam ikan salmon dan mackerel karena bersifat antiinflamasi dan dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular.
C. Perhitungan jumlah Kalori13,16 Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (MT) atau rumus Brocca. Penentuan Status Gizi berdasarkan IMT13,16 IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kegiatan) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat. Penentuan Status Gizi berdasarkan Rumus Brocca13,16 Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus : berat badan idaman <1600 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB Idaman tidak dikurangi 10%. Untuk laki-laki < 160 cm, wanita <150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%. Penentuan gizi dihitung dalam praktek di lapangan, digunakan rumus Brocca. Penentuan kebutuhan kalori perhari : 1. Kebutuhan basal : 17
-
Laki-laki
BB < 90 % BBI
-
Berat badan normal
BB 90-110% BBI
-
Berat badan normal
BB 110-120 % BBI
-
Berat badan gemuk
BB > 120 % BBI
2. Koreksi atau penyesuaian : -
Umur diatas 40 tahun
: -5%
-
Aktivitas ringan
: + 10%
(duduk-duduk, nonton televise dll) -
Aktivitasi sedang
: +20%
(Kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter) -
Aktivitas berat
: +30%
(Olahragawan, tukang becak, dll) -
Berat badan gemuk
: -20%
-
Beat badan lebih
: -10%
-
Berat bdaan kurus
: +20%
3. Stress Metabolik
: +10-30%
(Infeksi, operasi, stroke, dll) 4. Kehamilan trimester I dan II
: +300 kalori
5. Kehamilan trimester III dan menyusui
: +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan saing (30%). Makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) diantara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan •
Prediabetes merupakan suatu keadaan dimana nilai gula darah seseorang lebih tinggi dari normal, tapi tidak cukup tinggi bila diklasifikasikan dalam diabetes mellitus tipe II, Sedangkan diabetes mellitus menurut American Diabetes Assosiation (ADA),
merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. •
Berdasarkan American Diabetes Assosiation
(ADA), 54 juta orang
dewasa terkena prediabetes di Amerika. Tanpa intervensi, prediabetes akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe II dalam kurun waktu 10 tahun kecuali jika mereka menurunkan berat badan 5-10% dengan cara mengubah pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik mereka. •
Untuk mencegah terjadinya prediabetes maka dilakukan langkah-langkah pencegahan yang terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Selain itu juga diperlukan strategi pencegahan yang ditujukan kepada populasi dan individu yang berisiko tinggi.
•
Individu-individu yang beresiko untuk menderita diabetes antara lain yang berumur >40 tahun, gemuk (obesitas), hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kahamilan, disiplidemia.
•
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmokologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang prediabetisi. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Saran •
Perlunya sosialisasi tentang pentingnya modifikasi gaya hidup meliputi makan yang sehat dan meningkatkan aktivitas fisik dalam mencegah DM tipe II
•
Mengontrol asupan gizi yang masuk kedalam tubuh dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh serta aktivitas yang dilakukan sehari hari 19
•
Melakukan penimbangan berat badan dan mengukur lingkar pinggang secara teratur sehingga mencegah terjadinya obesitas
•
Melakukan cek kesehatan secara rutin sehingga dapat mendeteksi dini penyakit. Contohnya melakukan pemeriksaan kadar gila darah baik pada saat puasa atau sewaktu secara lengkap sehingga dapat mendeteksi dini adanya faktor resiko prediabetes, sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Prediabetes. Januari 2008. http://www.mayoclinic.com [diakses tanggal 17 April 2008] 2. Alberty
G.
26
April
2007.
International
Diabetic
Federation.
http://www.idf.org/webcast/barcelona com. [diakses tanggal 17 April 2008] 3. American Diabetes Asociation: Prediabetes. http://www.ada.com. [diakses tanggal 17 April 2008] 4. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1857-59 5. National Diabetes Information Clearing House. Agustus 2006. http://www. diabetes. niddk. nih.gov. [diakses tanggal 24 April 2008] 6. Chamberlain J, Demouy J. Diabetes Prevention Program. 8 Agustus 2001. http://www.prevent diabetes.com[diakses tanggal 24 April 2008] 7. Documents Study of DPP. http://www.aboutdpp.htmlv.doc [diakses tanggal 24 April 2008] 8. Suryono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1852-56 9. Soegondo S. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 : Perkeni. 30-37 10. Adam JMF. Obesitas, Pengertian dan Kriteria Diagnosis. Dalam Obesitas dan Sindroma Metabolik. Cetakan Pertama. Bandung, Maret 2006, 1-6 11. Waspadji S. Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaan yang Rasional. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. 29-42 12. Sukardji
K.
Penatalaksanaan
Gizi
pada
Diabetes
Melitus.
Dalam
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. 43-54 13. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1864-67
21
14. Almatsier S. Diet Penyakit Diabetes Melitus. Dalam Penuntun Diet. Edisi Baru.Jakartaa: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, 137-49 15. Syahbudin S. Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Dalam Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. 2-8 16. Suryono S. Pengaturan Makanan dan Pengendalian Glukosa Darah. Dalam Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. 2-15 17. Jumlah Penderita Diabetes Indonesia. .. 05 September 2005. http://www. depkes.go.id [diakses tanggal 20 April 2008] 18. Sukatdji K. Daftar Bahan Makanan Penukar dan Perencanaan Makan pada Diabetes Melitus. Dalam Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. 25-35 19. Chellem J. The Prediabetic Epidemic. http//www.anapsid.com 20. Soegondo S, Gustaviani R. Sindrom Metabolik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 1849-51
© Files of DrsMed – FK UR (http://www.Files-of-DrsMed.tk
22