387
Pemijahan udang hias (Asep Permana)
PEMIJAHAN UDANG HIAS Neocaridina heteropoda Asep Permana, Rendy Ginanjar,, dan Sawung Cindelaras Balai Riset Budidaya Ikan Hias Jl. Perikanan No. 13 Pancoran Mas, Depok E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Neocaridina heteropoda adalah udang hias kecil dengan warna menarik yang biasa dipakai para hobiis untuk mempercantik akuarium aquascape mereka. Pemijahan udang hias ini telah banyak dilakukan di kalangan petani. Inovasi teknik budidaya harus terus dilakukan untuk mendapatkan teknik yang sederhana, murah, dan aplikatif. Tujuan penelitian ini untuk melihat tingkat keberhasilan pemijahan udang hias, Neocaridina heteropoda menggunakan wadah styrofoam box. Udang uji yang digunakan sebanyak enam ekor induk terdiri atas empat induk betina yang berukuran panjang 2,3–2,5 cm dengan bobot 0,1272–0,1630 g dan dua ekor induk jantan yang berukuran panjang 1,7–1,9 cm dengan bobot 0,0488–0,0518 g. Styrofoam yang digunakan berukuran 50 cm x 35 cm x 30 cm diisi air setinggi 20 cm, dilengkapi dengan aerasi dan ditempatkan di luar ruangan yang terkena sinar matahari serta diberi substrat berupa akar pakis dan tanaman air jenis Hydrilla verticillata. Udang diberi pakan berupa Moina beku sekali dalam sehari. Parameter yang diamati berupa ada tidaknya induk yang mengerami telur dan parameter kualitas air. Hasil penelitian berupa keberhasilan semua induk betina memijah dan bertelur selama satu periode pemijahan dengan menghasilkan larva sebanyak 293 ekor. KATA KUNCI:
Neocaridina heteropoda, pemijahan
PENDAHULUAN Udang hias air tawar yang berasal dari Sulawesi sangat banyak jenisnya dan merupakan kekayaan perairan Indonesia yang potensial. Klotz et al. (2007) mengatakan bahwa udang hias air tawar ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Spesies pertama yang ditemukan adalah Caridina wyckii oleh Hickson tahun 1888 dari Danau Tondano, Minahasa Utara yang merupakan endemik dari Sulawesi. Mulai dari sini terus berkembang dan ditemukan lagi spesies-spesies yang baru seperti C. brachydactyla, C. brevicarpalis, C. celebensis, C. gracilipes, C. gracilirostris, C. Pareparensis, dan lain-lain. Pemijahan udang hias Caridina asli Sulawesi masih tergolong sulit, sehingga untuk memulai kami mencoba mempelajarinya dari Neocaridina heteropoda yang tergolong paling mudah memijahkannya. Anonim (2008) menyebutkan bahwa Neocaridina heteropoda berasal dari Asia Selatan, mempunyai warna yang cukup menarik dan biasanya digunakan hobiis untuk mempercantik aquascape mereka. Pemijahan udang hias Neocaridina heteropoda di kalangan petani ikan hias sudah banyak dilakukan. Cara pemijahannyapun beraneka ragam dan biasanya menggunakan wadah berupa akuarium. Wood & Kenshin (2007) menyatakan bahwa suksesnya pemijahan udang dengan wadah akuarium adalah dengan membuatnya seperti ekosistem di alamnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: ukuran wadah, kepadatan udang, substrat, vegetasi, sistem filterisasi, dan lainnya. Ukuran wadah yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kepadatan udang yang akan dipelihara, kepadatan tinggi dengan wadah yang kecil tidak dianjurkan. Substrat yang digunakan juga disesuaikan dengan jenis udang yang akan dipelihara, ada udang yang cocok dengan “soft water”, pH rendah tapi ada juga yang cocok dengan “hard water” dan pH tinggi. Vegetasi diperlukan sebagai tempat berlindung udang, sumber makanan udang dan pereduksi amoniak dan nitrit. Jenis vegetasi yang digunakan biasanya berupa tanaman air Rhizoma dan lumut (java moss). Sistem filterisasi merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan udang, hal ini dikarenakan banyak laporan dari peternak yang mengeluhkan adanya kematian udang khususnya anak atau larva udang yang baru lahir akibat tersedot oleh filter. Sehingga sangat direkomendasikan untuk memakai sponge filter. Semua parameter tersebut saling berkaitan untuk membangun ekosistem yang sesuai dengan kebutuhan udang.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
388
Ekosistem ini sangat baik, tetapi memerlukan bahan dan pemeliharaan yang bagi sebagian orang mungkin cukup mahal. Inovasi terus dilakukan untuk mendapatkan teknik pemijahan yang sederhana dan murah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan styrofoam box sebagai tempat pemijahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemijahan udang hias Neocaridina heteropoda menggunakan wadah styrofoam box. METODOLOGI Persiapan Wadah Wadah yang digunakan berupa styrofoam box berukuran 50 cm x 35 cm x 30 cm dilengkapi aerasi, dan disi air setinggi 20 cm dengan sistem pemeliharaan stagnan. Substrat dan vegetasi yang dipakai berupa akar pakis dan tanaman air jenis Hydrilla verticillata. Wadah ditempatkan di luar ruangan yang terkena sinar matahari. Penebaran Udang dan Pemeliharaan Setelah seminggu didiamkan dan diperkirakan media sudah siap dipakai, udang ditebar ke dalam wadah. Udang yang ditebar berupa induk dengan perbandingan 2 jantan 4 betina. Ukuran induk jantan, panjang 1,7–1,9 cm dengan bobot 0,0488–0,0518 g dan betina, panjang 2,3–2,5 cm dengan bobot 0,1272–0,1630 g. Pakan yang diberikan selama penelitian berupa detritus, alga, dan lainnya yang ada dalam media pemeliharaan. Sebagai pakan tambahan diberikan Moina beku dengan frekuensi sekali setiap hari. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati adalah ada tidaknya induk yang mengerami telur, jumlah larva, dan kualitas air dari media pemeliharaan. Analisis Data Data yang didapat dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Perkembangan Kondisi pada Wadah Styrofoam Dari hasil pengamatan didapat tahapan kondisi dari wadah styrofoam mulai dari persiapan sampai pada akhir penelitian. Penggunaan styrofoam box sebagai tempat pemeliharaan dan pemijahan udang Neocaridina heteropoda didasarkan pada sifatnya yang bersih, tidak berbau dan bebas iritasi serta tidak menyerap air (Anonim, 2006). Persiapan wadah dimulai dari pembersihan styrofoam, dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu (Gambar 1a). Kemudian diisi air setinggi 20 cm dari tandon yang sudah diendapkan beberapa hari. Substrat yang dipakai berupa akar pakis dan tanaman air jenis Hydrilla verticillata, dibiarkan sekitar seminggu untuk menstabilkan air. Penggunaan Hydrilla verticillata sebagai vegetasi didasarkan pada sifatnya yang toleran terhadap nutrisi yang rendah, dapat tumbuh dengan pencahayaan rendah dan merupakan tanaman yang melakukan fotosintesis lebih awal dibanding tanaman air lainnya (Anonim, 2009). Setelah seminggu pada dinding styrofoam muncul sejenis lumut, dan setelah diidentifikasi lumut tersebut adalah Spirogyra (Gambar 1b) yang termasuk golongan alga hijau air tawar. Hal ini didasarkan pada kesamaan karakteristik antara alga yang ditemukan dengan karakteristik Spirogyra yaitu merupakan alga hijau yang berbentuk filamen yang sering ditemukan pada permukaan kolam air tawar (Nair, 2010). Hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa alga ini tumbuh pada dinding styrofoam, dimungkinkan karena struktur dindingnya yang berpori yang sepertinya sangat cocok untuk tempat menempelnya alga ini. Munculnya alga ini diperkirakan terbawa dari air dan substrat yang dipakai, hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kebanyakan bak-bak pemeliharaan ikan yang terkena sinar matahari di BRBIH Depok ditumbuhi alga jenis Spirogyra.
389
Pemijahan udang hias (Asep Permana)
a
b
c
d
Gambar 1. a) Styrofoam box sebelum diisi air; b) Seminggu setelah diisi air, muncul Spyrogira (alga hijau air tawar) pada dinding styrofoam; c) Wadah siap ditebar udang; d) Kondisi wadah setelah udang memijah Dengan munculnya alga ini, mengindikasikan bahwa kondisi air media pemeliharaan sudah relatif stabil (Gambar 1c) dan sudah siap untuk dilakukan penebaran udang. Udang induk ditebar dengan perbandingan 2 jantan dan 4 betina, penebaran dilakukan pagi hari dengan maksud supaya suhu air belum panas, proses aklimatisasi dilakukan beberapa menit supaya udang tidak stres. Pakan yang diberikan berupa Moina beku dengan frekuensi sekali setiap hari. Pemberian pakan Moina beku sebenarnya merupakan pakan tambahan, mengingat pakan utama udang itu sendiri berupa detritus, alga, lumut, dan lainnya sudah tersedia pada media pemeliharaan. Pemberian Moina beku juga didasarkan pada sifat makan udang yang suka makan di dasar perairan. Sehingga dengan kondisi Moina yang sudah mati memudahkan udang untuk medapatkannya. Selama satu setengah bulan pemeliharaan, air media tidak dilakukan pergantian dan hanya menambahkan air untuk menggantikan air yang terbuang karena penguapan. Penyiponan kotoran juga tidak dilakukan karena sisa pakan dan kotoran tidak banyak (Gambar 1d). Data Pemijahan Dari empat induk betina yang ditebar, semuanya berhasil memijah dan mengerami telur. Tiga induk di antaranya mengerami telur hampir bersamaan pada umur sebulan pemeliharaan dan satu induk lagi beberapa hari berikutnya. Data pemijahan udang hias Caridina heteropoda tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Data panjang dan bobot induk serta jumlah larva tiap induk Induk Jantan 1 Jantan 2 Betina 1 Betina 2 Betina 3 Betina 4
Panjang total (cm)
Bobot badan (g)
Jumlah larva (ekor)
1,9 1,7 2,4 2,3 2,3 2,5
0,0518 0,0483 0,1288 0,1272 0,1312 0,1630
35 91 76 91
390
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Dari data pada Tabel 1 terlihat bahwa ukuran induk betina lebih besar daripada induk jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2007) yang menyatakan bahwa induk betina ukurannya lebih besar dibanding induk jantan dan mempunyai warna yang lebih mencolok dibanding jantan (Gambar 2a). Data juga menunjukkan bahwa semua induk udang berhasil memijah dan menggendong telur (Gambar 2b). Kondisi menandakan bahwa udang sudah terdomestikasi dengan baik pada wadah pemeliharaan. Effendi (2004) menyatakan bahwa spesies yang sudah terdomestikasi yaitu spesies yang mampu hidup, tumbuh, dan berkembang biak pada wadah atau lingkungan akuakultur.
a Sumber: http://www.planetinverts.com/ shrimp_reproduction.html
b Sumber: Koleksi pribadi
Gambar 2. a) Perbedaan induk jantan dan betina; b) Induk yang menggendong telur Keberhasilan pemijahan dengan pemeliharaan memakai sistem wadah styrofoam box ini menunjukkan bahwa udang telah menerima rekayasa lingkungan yang diberikan sehingga memiliki kualitas air sesuai dengan kebutuhan hidup udang. Pengetahuan mengenai distribusi dan ekologi habitat alamiah menjadi kunci dalam perekayasaan lingkungan ini. Sistem pemeliharaan dengan wadah styrofoam ini memberikan beberapa keuntungan. Pertama adanya substrat dan vegetasi berupa akar pakis dan tanaman air Hydrilla verticillata, serta tumbuhnya alga Spirogyra adalah selain sebagai tempat berlindung tetapi juga merupakan sumber makanan bagi udang. Anonim (2007) menyatakan bahwa adanya vegetasi berupa tanaman air, alga dan terutama lumut bisa dijadikan tempat menempelnya mikroorganisme yang merupakan makanan bagi udang. Keuntungan kedua, dengan adanya vegetasi berupa tanaman air befungsi sebagai pereduksi zat berbahaya seperti amoniak dan nitrit. Perlu diketahui bahwa semua fungsi ini bisa berjalan lancar jika keseimbangan ekosistem bisa terjaga. Keseimbangan ini terjadi jika tanaman bisa melakukan proses fotosisntesis yang memerlukan sinar matahari dan CO 2. Whitmarsh & Govindjee (1995) menyatakan bahwa fotosintesis merupakan proses fisika–kimia dengan bantuan organisme fotosintesis (tanaman, alga, dan beberapa bakteri) menggunakan energi cahaya untuk mensintesa bahan organik. Untuk mencukupi kebutuhan itu maka ditempatkanlah sistem pemeliharaan ini pada tempat yang terkena sinar matahari supaya terjadi fotosintesis. Jumlah larva yang dihasilkan dari masing-masing induk berkisar antara 35–91 ekor/induk. Perbedaan ini mungkin disebabkan berbagai faktor, di antaranya ukuran induk, tingkat kesehatan, dan kestresan induk pada masa pengeraman serta umur induk. Udang yang muda dan baru pertama kali memijah cenderung akan merontokan beberapa telurnya, begitu juga dengan induk yang mengalami stres dan sakit pada saat menggendong telur (Anonim, 2007). Hal ini terlihat dari data bahwa ada induk ukuran besar tetapi mempunyai larva yang sedikit, dimungkinkan pada saat menggendong telur udang ini mengalami sakit atau stres sehingga merontokan sebagian telurnya. Induk yang menggendong telur diangkat dari wadah pemeliharaan dan dimasukan ke akuarium inkubasi yang terpisah antara satu induk dengan lainnya. Tujuannya untuk mengetahui jumlah larva yang dihasilkan tiap induk. Anonim (2007) menyatakan bahwa ketika udang telah menggendong telur, bisa dipastikan telurnya sudah terbuahi semua. Sehingga apabila induk tidak merontokan
391
Pemijahan udang hias (Asep Permana)
sebagian telurnya bisa dikatakan daya tetas telurnya mencapai 100%. Larva yang dihasilkan kemudian dipelihara dengan wadah styrofoam juga. Anakan udang yang baru lahir langsung bisa berenang dan mencari makan sendiri. Makanan untuk anak udang yang baru lahir berupa mikroorganisme yang menempel pada alga atau lumut pada media pemeliharaan (Wood & Kenshin, 2007). Dan setelah beberapa hari diberi pakan tambahan berupa Moina beku. Anakan udang yang telah berumur dua bulan tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3. Anakan udang umur dua bulan Kualitas Air Media Pemeliharaan Effendi (2004) menyatakan bahwa spesies yang sudah terdomestikasi dengan baik menandakan sudah memiliki kesesuaian dengan kualitas air dari media pemeliharaan. Sehingga energi yang didapat dari pakan bisa dialokasikan untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan. Data kualitas air dari media pemeliharaan tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Data kualitas air media pemeliharaan Parameter Suhu (°C) DO (mg/L) Amoniak (mg/L) Nitrit (mg/L) pH
Kualitas air media pemeliharaan
Kisaran toleransi
25,7 6,76 0,014 0,001 6,77
18–29 (Anonim, 2008) 6–9 (Satyani et al., 2007) 0–0,02 (Spicer, 2007) 0–0,1 (Satyani et al ., 2007) 6,5–8 (Anonim, 2008)
Seperti telah dikemukakan pada Tabel 2 bahwa spesies yang sudah terdomestikasi dengan baik menandakan spesies itu telah memiliki kesesuaian kualitas air media pemeliharaan dengan yang dibutuhkan. Ini terlihat dari data di mana nilai kualitas air media pemeliharaan berada dalam kisaran yang optimal. Hama yang Mengganggu dalam Media Pemeliharaan Planaria
Planaria disebut juga cacing pipih, berukuran 0,3–1 cm mempunyai dua mata, kepalanya berbentuk segitiga dan berwarna putih atau pink (Gambar 4a). Tubuhnya sangat pipih, licin, dan jika terpotong
392
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
bisa menumbuhkan bagian tubuhnya lagi. Sehingga jalan satu-satunya untuk mengantisipasinya dengan membuangnya dari wadah dengan serokan atau disipon. Planaria umumnya muncul pada akuarium udang air tawar, penyebabnya karena kelebihan pemberian pakan. Kelebihan pakan menyebabkan penurunan kualitas air, meningkatkan amoniak dan nitrit dan kondisi di mana banyak sisa pakan ini sangat disukai oleh Planaria (Anonim, 2007). Keong Selain Planaria, hama yang muncul pada media pemeliharaan adalah keong berukuran kecil (Gambar 4b). Munculnya keong ini dimungkinkan karena terbawa oleh tanaman air atau substrat. Dikhawatirkan dengan keberadaan keong ini bisa memakan udang, terutama udang anakan pada saat moulting.
a
b
Gambar 4. a) Planaria; b) keong KESIMPULAN Teknik pemijahan udang hias Neocaridina heteropoda menggunakan sistem wadah styrofoam box berhasil membuat semua induk betina (4 ekor) memijah dan menghasilkan larva sebanyak 293 ekor selama satu periode pemijahan. Saran Perlu peningkatan manajemen kualitas air dan pencucian substrat serta vegetasi yang digunakan sehingga bisa mencegah munculnya hama. DAFTAR ACUAN Anonim. 2006. Insulating Building With Styrofoam. Books. Dow Chemical Company Limited Building Solutions, 2 Heathrow Boulevard, 284 Bath Road, West Drayton, Middlesex UB7 0DQ. 67 pp. Anonim. 2007. Freshwater Aquarium Shrimp Reproduction. http://www.planetinverts.com/ shrimp_reproduction.html, diakses [3/21/2010] Anonim. 2008. Neocaridina heteropoda. http://www.theshrimpfarm.com/neocaridina_heteropoda.shtml, diakses [3/3/2010] Anonim. 2009. Hydrilla. Aquatic Invasive Species. Washington Department of Ecology. 6 pp. Efendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. hlm. 55–56. Koltz, W., Karge A., & Von Rintelen, K. 2007. A redescription of two atyid shrimps (Decapoda: Caridina) from Central Sulawesi, Indonesia. Magnolia Press, 10 pp. Nair, S. 2010. What is Spirogyra. http://www.buzzle.com/articles/what-is-spirogyra.html, diakses [30/ 03/2010]. 3 pp. Satyani, D., Mundriyanto, H., Subandiyah, S., Chumaidi, Sudarto, Taufik, P., Slembrouck, J., Legendre, M., & Pouyoud, L. 2007. Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker). Loka Riset Budidaya Ikan Hias air Tawar. Depok, Jawa Barat, 23 hlm.
393
Pemijahan udang hias (Asep Permana)
Spicer, A.V. 2007. Water Quality for Aquaculture.West Virginia University extension. Aquaculture Specialist. Whitmarsh, J. & Govindjee. 1995. The Photosynthtic Proses. Paper. Encyclopedia of Applied Physics (13: 513–532). VCH Publishers, Inc., 21 pp. Wood & Kenshin. 2007. Setting up a Shrimp Tank. http://www.planetinverts.com/ Invert%20Tank%20Setup.html, diakses [3/21/2010]. 4 pp.