PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN DEMAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN THYPOID ABDOMINALIS DI RSUD SALATIGA
DISUSUN OLEH :
AGIN GINANJAR NOVIANTO NIM. P13002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN DEMAM PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN THYPOID ABDOMINALIS DI RSUD SALATIGA
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
AGIN GINANJAR NOVIANTO NIM. P13002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Demam Pada Asuhan Keperawatan An. A Dengan Thypoid Abdominalis di RSUD Salatiga.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan sekaligus dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan sudah memberikan wawasan baru serta ilmu yang bermanfaat. 3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Ns. Amalia Senja, M.Kep selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
iv
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Bapak saya Sriyanto dan ibu saya Titi Siti Hasanah, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Kakak saya Shinta Nur Safitri dan Dwi Setyawan, yang selalu memberikan dukungan dan semangat. 8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta kelas 3A maupun 3B dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 11 Mei 2016
Agin Ginanjar Novianto
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ......................................................................................
1
B. Tujuan penulisan ..................................................................................
3
C. Manfaat penulisan ................................................................................
4
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Thypoid Abdominalis ..........................................................................
5
1.
Termoregulasi Suhu Tubuh ...........................................................
10
2.
Kompres Hangat ............................................................................
11
3.
Asuhan Keperawatan Thypoid Abodminalis ................................
14
B. Kerangka Teori.....................................................................................
24
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset (berdasarkan jurnal yang dipakai) .....................
25
B. Tempat dan waktu ................................................................................
25
C. Media dan alat ukur yang digunakan ...................................................
25
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikas iriset .......................................
25
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset .................
27
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ......................................................................................
28
B. Pengkajian ............................................................................................
28
C. Daftar Perumusan Masalah ..................................................................
35
D. Perencanaan..........................................................................................
35
E. Implementasi ........................................................................................
37
vi
F. Evaluasi ................................................................................................
41
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ............................................................................................
44
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................
46
C. Intervensi ..............................................................................................
48
D. Implementasi ........................................................................................
51
E. Evaluasi ................................................................................................
56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..........................................................................................
58
B. Saran.....................................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori ............................................................................
viii
24
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LEMBAR USULAN JUDUL
LAMPIRAN 2
LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 3
LEMBAR SURAT PERNYATAAN
LAMPIRAN 4
LEMBAR JURNAL UTAMA
LAMPIRAN 5
LEMBAR ASUHAN KEPERAWATAN
LAMPIRAN 6
LEMBAR LOG BOOK
LAMPIRAN 7
LEMBAR PENDELEGASIAN
LAMPIRAN 8
LEMBAR OBSERVASI
LAMPIRAN 9
LEMBAR SOP KOMPRES HANGAT
LAMPIRAN 10
LEMBAR DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonela thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjutak, 2009). Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 16-33 juta kasus demam thypoid di seluruh dunia dengan kejadian 500-600 ribu per kasus kematian tiap tahun (Aden, 2010). Di Indonesia, demam thypoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun (2005), kasus demam thypoid menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap rumah sakit dengan presentase 3,15 %. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus demam thypoid adalah kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi komplikasi, kurangnya pengetahuan orang tua terhadap penyakit (Ngastiyah, 2005). Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal. Batasan karakteristik
1
2
meliputi kulit kemerahan, konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat. Penyebabnya antara lain anesthesia, penurunan perspirasi, dehidrasi, pemanjaan lingkungan yang panas, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme, aktifitas berlebihan (Herdman, 2009). Salah satu masalah untuk menangani hipertermi adalah dengan melakukan kompres hangat. Alternatif tindakan yang paling efektif berdasarkan jurnal penelitian menurut Mohamad (2013) adalah dengan cara mengompres menggunakan air hangat. Untuk menurunkan demam pada anak dapat dilakukan dengan cara sederhana salah satunya adalah dengan mengompres menggunakan air hangat, karena kompres dengan air dingin (es) dapat menyebabkan anak kedinginan dan menggigil, sedangkan alkohol dapat menyebabkan anak keracunan alkohol. Terkadang demam biasa menyebabkan kejang. Pada kondisi demam, kenaikan suhu 10C bisa berakibat pada kenaikan 10-15% metabolisme basal sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen hingga 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan disertai perubahan pompa natrium-kalium yang menyebabkan pertukaran ion drastis sehingga menimbulkan kejang. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan aplikasi riset yang berjudul ”Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Demam Pada Asuhan Keperawatan An. A Dengan Thypoid Abdominalis”.
3
B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum Mengaplikasikan
tindakan
pemberian
kompres
hangat
dalam
menurunkan demam terhadap suhu tubuh pada An. A Dengan Thypoid Abdominalis di Rumah Sakit. 2.
Tujuan Khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Thypoid Abdominalis.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Thypoid Abdominalis.
c.
Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan Thypoid Abdominalis.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi
pada pasien Thypoid
Abdominalis. e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengam Thypoid Abdominalis.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kompres hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada An. A Dengan Thypoid Abdominalis.
4
C. Manfaat penulisan 1.
Bagi peneliti Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis mengenai kasus tentang thypoid abdominalis.
2.
Bagi institusi Akademik Digunakan
sebagai
informasi
bagi
institusi
pendidikan
dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang. 3.
Bagi profesi perawat Untuk memberikan asuhan keperawatan secara komperehensif kepada pasien dengan thypoid abdominalis.
4.
Bagi Rumah Sakit Karya Tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya kepada pasien dengan thypoid abdominalis.
5.
Bagi pasien Agar pasien dapat mengetahui dari mana terjadinya demam thypoid abdominalis dan dapat juga memberikan pengetahuan bagi pasien.
BAB II TINJAUAN TEORI
A.
Thypoid Abdominalis 1. Definisi Thypoid Abdominalis Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa (Nugroho, 2011). Ada juga yang mengatakan demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005). Anak merupakan yang paling rentan terkena demam thypoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Hadinegoro, 2011). Pada bayi dan anak umur <5 tahun biasanya penyakit berlangsung ringan dengan demam ringan, lesu, sehingga diagnosis sulit diterapkan (Sodikin, 2011) 2. Penyebab Thypoid Abdominalis Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
5
6
b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi(Sodikin, 2011). 3. Manifestasi klinis Thypoid Abdominalis Tanda dan gejala menurut Muscari (2005): a. Suhu di atas 380C, biasanya 38,90C-40,60C b. Kulit kemerahan, diaphoresis, dan menggigil c. Gelisah atau letargi d. Demam tinggi >7 hari e. Sakit kepala/pusing f. Obstipasi g. Lidah kotor h. Bradikardi relative 4. Patofisiologi Thypoid Abdominalis Menurut Curtis, (2009) dalam Muttaqim (2011), kuman Salmonella Typhosa yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di lamina propia. Sebagian dari Salmonella Typhosa ada yang masuk ke usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Kemudian Salmonella Typhosa masuk melalui folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakteri pertama-tama menyerang sistem retikuloendotenial yaitu hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ tubuh
7
di dalam tubuh di antara lain sistem saraf pusat, ginjal dan jaringan limpa. Menurut Chatterjee, (2009) dalam Muttaqin (2011), masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun, dan turunya dapat mencapai suhu normal). Di samping peningkatan suhu tubuh, juga akan obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi. 5. Penatalaksanaan Thypoid Abdominalis Pengkajian penatalaksanaan medis thypoid abdominalis menurut Muttaqin (2011) adalah : a. Perawatan umum dan nutrisi Penderita thypoid sebaiknya dirawat di rumah sakit yang tertujuan optimalisasikan
pengobatan
dan
mempercepat
penyembuhan,
mengobservasi terhadap perjalanan penyakit, minimalkan komplikasi (Mankes, 2006).
8
b. Tirah baring Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus di ubah-ubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia, hipostatik, dan dekubitus. Penyakit membaik maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita (Mankes, 2006). c. Diet Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup, sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita thypoid biasanya di klasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa (Mankes, 2006). d. Terapi simptomatik Terapi simptomatik dapat di berikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita dengan pemberian vitamin, antipiretik, antipiretik untuk kenyamanan penderita terutama untuk anak-anak. Anti emetik di perlukan bila penderita muntah hebat (Mankes, 2006). 6. Komplikasi Thypoid Abdominalis Komplikasi thypoid abdominalis yang sering terjadi adalah pada usus halus, tapi jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh
9
seorang anak, dapat berakibat fatal. Komplikasi yang terjadi menurut Susilaningrum (2013) antara lain : a. Pendarahan usus Jika pendarahan banyak maka akan terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. b. Peritonitis Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen yang tegang (defense musculair), dan nyeri tekan. c. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di antara hati dan diafraghma pada rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. 7. Pemeriksaan Penunjang Thypoid Abdominalis Pemeriksaan penunjang menurut Nugroho (2011): a. Darah rutin, urin rutin b. Tes widal c. Kultur darah d. Terapi 1) Tirah baring sampai 7 hari bebas demam 2) Diet lunak 3) Antibiotik
10
B. Termoregulasi Suhu Tubuh Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang stabil. Regulasi dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk mempertahankan cairan tubuh, osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar lemak, gula dan protein darah. Pada tubuh manusia, regulasi diperankan oleh antara lain syaraf dan hormon. Karena kedua komponen merupakan pengendali utama dalam proses regulasi dalam tubuh. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Temoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat di tolelir (camphell, 2004). Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi di bandingkan lingkungan sekitarnya. Ketidakefektifan
termoregulasi
adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan kestabilan suhu tubuh inti normal dengan adanya dampak buruk atau perubahan berbagai faktor eksternal (Carpenito, 2009). Normalnya suhu tubuh berkisar 360C sampai 370C suhu tubuh dapat diartikan sebagai keseimbangan antara panas yang di produksi dengan panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang
11
bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu. Produksi panas dapat meningkat atau menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab, misalnya penyakit atau stress. Suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin dapat memicu kematian (Hidayat, 2009). Salah satu masalah yang terjadi pada suhu tubuh adalah hipertermi. Hipertermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan merupakan gejala dari suatu penyakit (Mohammad, 2013). Salah satu alternatif tindakan yang paling tepat menurut teori Mohammad (2013) adalah dengan cara mengompres hangat.
C. Kompres Hangat 1. Pengertian Kompres hangat adalah metode penanganan demam secara fisik yang memungkinkan tubuh kehilangan panas secara konveksi yaitu pelepasan panas melalui penguapan dari kulit (Djuwariyah, 2011). 2. Macam-macam kompres Ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat, kompres dingin (es), alkohol (Djuwariyah, 2011).
12
a.
Kompres hangat Metode yang paling efektif dan dapat menurunkan suhu tubuh pada anak dalam menangani kasus klien yang mengalami thypoid abdominalis.
b. Kompres dingin (es) Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi demam karena dapat meningkatkan pusat pengatur suhu tubuh (set point) hipotalamus, sehingga dapat mengakibatkan anak menggigil. c. Kompres alkohol Kompres alkohol tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan anak keracunan. 3. Manfaat Cara sederhana yang efektif untuk menurunkan demam adalah dengan mengompres dengan air hangat. Pemberian kompres yang disepakati saat ini adalah pemberian kompres dengan air suam-suam (air hangat), karena kompres hangat adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan demam dibanding dengan kompres yang lainya seperti kompres dengan air es atau alkohol, karena air es dapat menyebabkan anak menggigil sedangkan alkohol dapat menyebabkan anak keracunan (Djuwariyah, 2011) Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan efektifitas kompres dingin dan kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh.
13
Kompres hangat telah diketahui mempunyai manfaat yang baik dalam menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami panas tinggi di rumah sakit karena menderita berbagai penyakit infeksi. 4. Langkah-langkah pemberian kompres hangat: a.
Fase orientasi 1) Memberikan salam 2) Memperkenalkan diri 3) Kontrak waktu 4) Menjelaskan tujuan tindakan dan langkah prosedur 5) Menyiapkan alat
b.
Fase kerja 1) Mencuci tangan 2) Mengecek terlebih dahulu air hangat dengan menggunakan jari tangan (hangat suam-suam kuku). 3) Membantu klien pada posisi nyaman, terlentang, posisi duduk, atau tergantung kondisi klien. 4) Mengukur suhu tubuh sebelum diberikan kompres hangat. 5) Kompres air hangat dilakukan sebelum pemberian antipiretik, kompres air hangat dilakukan sebanyak 3 kali. 6) Mengukur pengukuran suhu tubuh kembali setelah diberikan kompres hangat 7) Merapikan klien 8) Merapikan alat
14
9) Mencuci tangan c.
Fase Terminasi 1) Melakukan evaluasi tindakan 2) Melakukan kontrak waktu untuk tindak lanjut 3) Berpamitan
D. Asuhan Keperawatan Thypoid Abdominalis a. Pengkajian Thypoid Abdominalis Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012), antara lain: 1) Identitas pasien, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun. 2) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). 3) Suhu tubuh, pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
15
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 4) Kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. 5) Pemeriksaan fisik (a) Mulut terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor. (b) Abdomen,
dapat
ditemukan
keadaan
perut
kembung
(meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal. (c) Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. 6) Pemeriksaan laboratorium a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopeni, limfositosis relative, dan aneosinofilia pada permukaan. b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal. c. Biakan empedu basil Salmonella Typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin dan feses. d. Pemeriksaan widal
16
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif. b. Masalah keperawatan thypoid abdominalis Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan proses kehidupan yang aktual atau potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang keperawatan yang muncul menurut Nursalam (2005) antara lain: 1. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit. 2. Gangguan suhu tubuh. 3. Gangguan rasa aman dan nyaman 4. Resiko terjadi komplikasi 5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit. c. Perencanaan keperawatan thypoid abdominalis Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan 2012).
17
Intervensinya antara lain: 1. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit thypoid abdominalis: a. Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan gas. b. Jika kesadaran pasien masih baik, berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam atau wortel yang di masak lunak sekali. Boleh juga dengan diberikan tahu, telur setengah matang yang di rebus. Susu diberikan 2x1 gelas atau lebih, jika makanan tidak habis berikan susu ekstra. c. Berikan makanan cair per sonde jika kesadarannya menurun dan berikan kalori yang sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak. d. Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien memburuk, seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde, disamping itu infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori. Sementara setengahnya lagi masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
18
e. Observasi intake dan output 2. Hipertermi a. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai program dokter. b. Anjurkan klien untuk istirahat sampai suhu tubuh turun dan diteruskan 2 minggu lagi. c. Atur rungan agar ventilasi cukup. d. Berikan kompres hangat. e. Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai anak). f. Berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. g. Observasi suhu tubuh. 3.
Resiko terjadi komplikasi Penyakit tifus abdominalis menyebabkan kelainan pada tukak-tukak mukosa usus halus dan dapat menjadi penyebab timbulnya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus jika tidak mendapatkan pengobatan, diet, dan perawatan yang adekuat.
Yang
perlu
diperhatikan
untuk
mencegah
komplikasi adalah: a) Pemberian terapi sesuai program dokter, obat yang dapat diberikan adalah kloramfenikol dengan dosis 100mg/kg BB/hari yang diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik, obat harus diberikan setiap 6 jam. Daftar yang mudah
19
diingat, misalnya: pukul 6.12.18.24 dan diberikan tanda bila obat lain yang mungkin adalah: (1) Amoksisilin 100mg/kg BB/hari secara oral 3X sehari selama 14 hari. (2) Kotrimaksasol 8-10 mg/kg BB/hari secara oral 2-3X /hari selama 10-14 hari. b) Istirahat, pasien yang menderita tifus abdominalis perlu istirahat selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi setelah suhu turun menjadi normal. Setelah 1 minggu suhu normal, 3 hari kemudian pasien dilatih duduk. Jika tidak timbul demam lagi, pasien boleh mulai belajar jalan mengelilingi
tempat
tidur.
Selama
masa
istirahat,
pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika terdapat suhu tinggi yang melebihi suhu biasanya, maka ukur suhu dan catat pada catatan perawatan. Berikan kompres hangat kemudian periksa lagi 1 jam kemudian. Apabila panas tidak turun, hubungi dokter. c) Pengawasan komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi dan tindakan yang dilakukan adalah: (1) Perdarahan usus. Dapat terjadi pada saat demam tinggi, ditandai dengan suhu mendadak turun, nadi meningkat cepat dan kecil, serta tekanan darah menurun. Jika dilihat dari kurva suhu dan nadi akan terdapat silang, dimana
20
garis suhu yang biasanya di atas akan terbalik. Pasien terlihat pucat, kulit terasa lembab, dan kesadarannya makin menurun. Jika perdarahan ringan mungkin, gejalanya tidak terlalu jelas, karena darah dalam feses hanya dapat dibuktikan dengan tes benzidin. Sementara bila perdarahan berat maka akan terlihat melena. Jika hal ini yang terjadi maka tindakannya adalah menghentikan makan dan minum, pasang infus segera jika sebelumnya tidak di pasang, dan hubungi segera dokter. (2) Perforasi usus. Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketika suhu sudah turun. Oleh karena itu, walaupun suhu sudah normal, istirahat masih harus diteruskan sampai 2 minggu. Gejala perforasi usus adalah adanya keluhan pasien akan sakit perut hebat dan yang akan lebih nyeri lagi jika ditekan, perut terlihat tegang dan kembung, pasien menjadi pucat, dapat juga mengeluarkan keringat dingin, dan nadinya kecil. Pasien juga dapat mengalami syok. Apabila dijumpai gejala yang demikian, segera hubungi dokter dan siapkan foto rontgent. Biasanya pasien akan dikonsul ke bagian bedah. Pasang infus, hentikan makan dan minumnya. Jika terjadi kedua komplikasi tersebut dapat terjadi (mungkin karena terlambat berobat atau karena kuman penyakitnya sangat
21
ganas) dan diminta agar membantu menenangkan pasien (beri penjelasan secara bijaksana agar orang tua tidak cemas). (3) Komplikasi lain. Komplikasi ini yang dapat terjadi adalah pneumonia baringan (pneumonia hipostatik) karena pasien lama berbaring terus. Gejala yang dapat dijumpai adalah suhu mendadak naik tinggi setelah sebelumnya sudah turun atau suhu menjadi lebih tinggi dan tidak pernah turun walaupun pagi hari, selain terlihat adanya sesak nafas. Untuk mencegah komplikasi tersebut, pasien yang memburuk perlu diubah sikap baringnya tiap 3 jam. Apabila perlu, dapat dibuat daftar perubahan sikap pasien agar tidak terjadi kesalahan, misalnya setelah pasien miring ke kiri lalu dimiringkan ke kanan sesudah terlentang. Mengubah sikap baring secara teratur, mengelap dengan air, serta membedaki juga dapat mencegah timbulnya dekubitus dan memberi rasa nyaman (jangan menggosok kulit dengan kamfer spritus karena hal tersebut merangsang sekali untuk anak).
22
d) Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Berikan penyuluhan pada orang tua tentang hal-hal berikut: (1) Pasien tidak boleh tidur dengan anak-anak lain. Mungkin ibunya harus menemaninya, tetapi jangan tidur bersamasama
dengan
yang
lain.
Anak-anak
lain
yang
mengunjungi pasien tidak boleh duduk ditempat tidur pasien. (2) Pasien juga harus istirahat mutlak. Setelah demam turun istirahat masih dilanjutkan selama 2 minggu berikutnya. Jelaskan bahwa untuk mandi danm buang air besar/kecil diatas tempat tidur harus ditolong dan siapapun yang menolong setelah itu harus mencuci tangannya dengan desinfektan. (3) Pemberian obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti di rumah sakit. Orang tua diminta untuk membuat catatan suhu dan makanan yang diberikan, seperti pasien yang dirawat di rumah sakit, karena penyakit pasien dianggap ringan, maka biasanya diperbolehkan untuk memberikan bubur atau makanan lunak dengan lauk pauk yang lunak pula, biasanya dokter memberikan obat yang sudah diperhitungkam sampai suhu dapat turun. Jika obat hampir habis dan suhu masih tetap tinggi, orang tua diminta untuk kembali ke dokter. Disamping
23
obat,
berikan
juga
penjelasan
mengenai
cara
mengompres dengan air hangat. Feses dan urin harus di buang ke dalam lubang WC dan di siram air sebanyakbanyaknya. WC dan sekitarnya harus bersih agar tidak ada lalat. Pispot setelah di pakai harus direndam ke dalam cairan desinfektan sebelum di cuci. Pakaian pasien/ alat tenun bekas pakai juga harus di rendam dahulu dalam desinfektan sebelum di cuci, dan jangan di cuci bersama-sama dengan pakaian anak lainnya.
24
B. Kerangka teori
Faktor yang mempengaruhi demam thypoid: 1. Suhu di atas 380C, biasanya 38,90C-40,60C 2. Kulit kemerahan, diaphoresis, dan menggigil 3. Gelisah atau letargi 4. Demam tinggi >7 hari 5. Sakit kepala/pusing 6. Obstipasi Demam thypoid
7. Lidah kotor 8. Bradikardi relative
Hipertermi
Non farmakologi
Farmakologi :
-Kompres hangat
-Kloramfenikol 100 mg
-Kompres Dingin (es)
-Amoksisilin 100 mg
-Kompres alkohol
-Kotrimaksasol 8-10 mg
Pemberian kompres hangat
Suhu tubuh dalam batas normal Gambar 2.1
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek aplikasi riset adalah An.A dengan thypoid abdominalis di Ruang Anggrek RSUD Salatiga.
B. Tempat dan waktu Aplikasi riset dilaksanakan di Ruang Anggrek RSUD Salatiga pada tanggal 4-16 Januari 2016.
C. Media dan alat yang digunakan 1. Kompres air hangat 2. Alat pengukur suhu atau thermometer 3. Waslap dan handuk yang bersih 4. Baskom yang berisi air hangat
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset Menurut Mohamad (2013) prosedur yang dilakukan yaitu suhu tubuh, kemudian diberikan dengan langkah seperti berikut : 1. Fase orientasi 6) Memberikan salam 7) Memperkenalkan diri
25
26
8) Kontrak waktu 9) Menjelaskan tujuan tindakan dan langkah prosedur 10) Menyiapkan alat 2. Fase kerja a. Mencuci tangan b. Mengecek terlebih dahulu air hangat dengan menggunakan jari tangan (hangat suam-suam kuku). c. Membantu klien pada posisi nyaman, terlentang, posisi duduk, atau tergantung kondisi klien. d. Mengukur suhu tubuh sebelum diberikan kompres hangat. e. Kompres air hangat dilakukan sebelum pemberian antipiretik, kompres air hangat dilakukan sebanyak 3 kali. f. Mengukur pengukuran suhu tubuh kembali setelah diberikan kompres hangat g. Merapikan klien h. Merapikan alat i. Mencuci tangan 3. Fase Terminasi a. Melakukan evaluasi tindakan b. Melakukan kontrak waktu untuk tindak lanjut c. Berpamitan
27
E. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan aplikasi riset adalah thermometer air raksa.
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 4 tahun dengan inisial An. A bertempat tinggal di Salatiga, beragama Islam, dengan diagnosa medis Thypoid Abdominalis, pasien masuk ke RSUD Salatiga tanggal 07 Januari 2016, selama di Rumah Sakit yang bertanggung jawab atas An. A adalah Ny. L berusia 28 tahun, bertempat tinggal di Salatiga, hubungan dengan pasien adalah Ibu. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016, jam 18.00 dengan metode pengkajian autoannamnesa, alloannamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah panas kurang lebih 3 hari, dengan riwayat penyakit sekarang pasien datang ke IGD pada tanggal 07 Januari jam 17.00 dengan keluhan panas kurang lebih 3 hari, di IGD mendapatkan terapi infus KA-EN 3B 12 tpm. Setelah mendapatkan infuse pasien dipindahkan ke ruang anggrek di ruang anggrek pasien mendapatkan terapi injeksi ceftriaxon 2x350mg, injeksi paracetamol 150mg/8jam, injeksi ondansetron 1.5mg/8jam. Pasien tampak lemas, suhu 390C, nadi 142x/menit, membran mukosa kering. Riwayat penyakit dahulu pada waktu kehamilan, kesehatan saat ibu hamil tidak terkaji, pemeriksaan kehamilan tidak terkaji, konsumen obat tidak terkaji. Riwayat kelahiran pasien normal. Penyakit sebelumnya Ibu 28
29
pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit, Ibu pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi, Ibu pasien juga mengatakan tidak memiliki riwayat cidera. Ibu pasien mengatakan dalam keluarga maupun masyarakat pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular. Respon emosi pasien saat proses hospitalisasi pasien selalu menangis ketika melihat perawat datang. Pasien tidak memiliki cidera maupun alergi terhadap sesuatu. Pengobatan saat ini pasien mendapatkan terapi infus KA-EN 3B 12 tpm, injeksi ceftriaxon 2x350mg, injeksi paracetamol 150mg/8jam, injeksi ondansetron 1.5mg/8jam. Riwayat imunisasi tidak terkaji. Pertumbuhan dan perkembangan pasien, Berat badanya 14 kg, jumlah gigi 20 gigi susu anak tidak memiliki masalah pertumbuhan gigi, pasien tampak sudah bisa duduk dan berjalan sendiri, pasien belum sekolah, interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa baik. Partisipasi dalam kegiatan organisasi seperti pramuka dan olahraga tidak ada. Perkembangan anak interaksi sosialnya bagus, bahasa pasien cukup baik. Kebiasaan dan pola aktivitas, pola tingkah lakunya pasien tidak memiliki pola tingkah laku yang tidak baik. Pasien memiliki kebiasaan tidur siang jam 13.00 – 14.30. Pasien biasa BAB 2xhari, BAK 5-6x/hari, pasien tidur malam 8 jam. Selama sakit pasien hanya tidur malam 3 – 4 jam. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat terlarang, alkohol, kopi ataupun rokok. Watak pasien dan respon terhadap frustasinya adalah pasien marah jika keinginannya tidak dituruti.
30
Riwayat nutrisi dan cairan, pemberian ASI lamanya 7 bulan, pemberian susu formula sejak pasien dilahirkan, nama produk susu formula lactogen, jumlah pemberian ASI ±800cc/hari dengan 3 – 4 botol per 200 cc dengan menggunakan botol susu. Pasien juga diberikan cairan ekstra teh maupun jus, tidak diberikan makanan sereal, pasien diberikan vitamin, nafsu makannya baik, pasien memiliki kebiasaan sarapan dan makan siang, makanan favoritnya nasi lauk dan sayur bayam, makan per hari 3x porsi sedang. Pasien memiliki kebiasaan makan-makanan manis atau snack, selalu gosok gigi 2x/hari, dengan hitungan balance cairan, intake; minum 500cc, makan 300cc, cairan IV 1000cc, jumlah 1800cc. Output; urin 1300cc, feses 400cc, muntah tidak ada, IWL 210cc, jumlah 1410cc. Balance cairannya intake-output: 1800-1410 = +390cc. Riwayat kesehatan keluarga, dengan genogram
An.A (4 th)
31
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien : Garis keturunan : Garis pernikahan ------
: Tinggal serumah
Riwayat kesehatan keluarga, pasien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti hipertensi, DM, Asma. Dalam keluarganya juga tidak memiliki perilaku menyimpang seperti merokok dan miras. Riwayat sosial, pasien memiliki ayah dan ibu, lingkungan rumah dan komunitasnya bersih, sanitasi dan ventilasi baik. Tradisi budaya dan agama pasien ialah Islam, pasien selalu diajarkan sholat 5 waktu. Fungsi keluarga, interaksi dan peran antar anggota keluarganya baik, pembuatan keputusan dan problem solving selalu dimusyawarahkan jika ada masalah, komunikasi antar anggota keluarga baik, ekspress feeling dan
kepribadian
terlihat
harmonis,
antar
keluarga
tidak
segan
mengutarakan perasaanya, riwayat seksualnya tidak terkaji. Pengukuran pertumbuhannya, panjang badan pasien 120cm, lingkar dada 57cm, berat badan 14kg, lingkar lengan 18cm, lingkar kepala 48cm. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 390C, pernafasan 24x/menit, nadi 142x/menit, tekanan darah tidak dilakukan. Hasil
32
pemeriksaan umum, keadaan umumnya composmentis, keadaan nutrisi baik, perkembangannya normal. Hasil pemeriksaan kulit warna kulitnya kuning kecoklatan, pemeriksaan turgor elastis. Hasil pemeriksaan rambut warna hitam, bersih, tidak ada ketombe. Kuku warna merah muda dan bersih. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Kepala simetris dan bentuknya mesochepal. Hasil pemeriksaan mata sclera tidak ikterik, warna konjungtiva merah muda, reaksi pupil membesar jika didekatkan dengan cahaya, posisi simetris, kantong mata terlihat sembab. Hasil pemeriksaan telinga bersih, tidak ada serumen. Hidung simetris, tidak ada polip. Hasil pemeriksaan mulut bentuknya simetris, warna bibir merah muda, membran mukosa kering. Hasil pemeriksaan leher pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena leher tidak ada. Hasil pemeriksaan dada, paru-paru inspeksinya tidak ada retraksi, palpasinya pengembangan paru kanan-kiri sama, perkusinya sonor, auskultasinya tidak ada suara tambahan. Jantung, inspeksinya ictus cordis tidak tampak, palpasinya intercosta teraba di ICS 4-5, perkusinya pekak, auskultasinya bunyi jantung 1 dan 2 normal. Hasil pemeriksaan abdomen, inspeksinya simetris, tidak ada jejas, auskultasinya bising usus 30x/menit, palpasinya tidak ada nyeri tekan, perkusinya kuadran satu redup, kuadran dua, tiga, dan empat timpani. Hasil pemeriksaan anus dan genetalia bersih.
33
Hasil pemeriksaan fisik ekstremitas atas: range of motion kanan/kiri bisa digerakkan dengan normal, kekuatan otot kanan/kiri bisa digerakkan dengan normal, Perabaan akralnya hangat. Tidak ada piting edema. Ekstremitas bawah: range of motion kaki kiri normal, kekuatan otot kanan/kiri bisa digerakkan dengan normal, perabaan akralnya hangat, tidak ada piting edema. Keterangan skala otot, 0: otot sama sekali tidak bergerak, 1: tampak kontraksi, sedikit ada tekanan waktu jatuh, 2: mampu menahan gaya gravitasi, 3: tidak mampu melawan dorongan, 4: dapat bergerak dan melawan hambatan, 5: bebas bergerak dan melawan gerakan. Pemeriksaan laboratorium dan data penunjang pada tanggal 07 Januari 2016, leukosit hasilnya 2,66 10^3/UL nilai normalnya 4,5- 11 /UI. Eritrosit hasilnya 4,40 10^6/UL nilai normalnya 4-5 /UI, Hemoglobin hasilnya 12,3 g/dL nilai normalnya 14-18 / UI, Hematokrit hasilnya 35,9% nilai normalnya 38,00 – 47,00%, MCV hasilnya 81,6 fL nilai normalnya 86-108 fL, MCH hasilnya 28,0 pg nilai normalnya 28-31 pg. Trombosit hasilnya 169 10^3/UL nilai normalnya 150-450/UI. Laju endap darah I hasilnya 66 mm, Laju endap darah II hasilnya 98 mm, golongan darah O, eosinofil hasilnya 0,4% nilai normalnya 1-5%, Basofil hasilnya 0,4% nilai normalnya 0,0-1,0 Limfosit 30,7% nilai normalnya 22-40%, Monosit hasilnya 6,5% nilai normalnya 4-8%, Neutosil 62%. Salmonella thypii O 1/160 hasilnya negatif. Salmonella parathypii AO 1/80. Salmonella parathypii BO 1/80 hasilnya negatif. Salmonella parathypii CO 1/160 hasilnya negatif. Salmonella thypii H 1/160 hasilnya negatif. Salmonella
34
parathypii AH 1/80 hasilnya negatif. Salmonella parathypii BH 1/80 hasilnya negatif. Salmonella parathypii CH 1/80 hasilnya negatif. Terapi yang diberikan pada tanggal 07 Januari 2016 L-Bio dosis 2x1 sachet, golongan dan kandungan parenteral, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. KA-EN 3B dosis 12 tpm, golongan dan kandungan elektrolit, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Injeksi ceftriaxon 2x350mg, golongan dan kandungan antibiotic, fungsinya mengatasi infeksi. Tanggal 08 Januari 2016 L-Bio dosis 2x1 sachet, golongan dan kandungan parenteral, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. KA-EN 3B dosis 12 tpm, golongan dan kandungan elektrolit, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Injeksi ceftriaxon 2x350mg, golongan dan kandungan antibiotic, fungsinya mengatasi infeksi. Injeksi paracetamol 150mg/8jam, golongan dan kandungan antipiretik, fungsinya menurunkan demam. Injeksi ondansetron 1,5mg/8jam golongan dan kandungan obat saluran cerna, fungsinya mengatasi mual dan muntah. Tanggal 09 Januari 2016 infus KA-EN 3B dosis 12 tpm, golongan dan kandungan elektrolit, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Injeksi ceftriaxon 2x350mg, golongan dan kandungan antibiotic, fungsinya mengatasi infeksi. Injeksi paracetamol 150mg/8jam, golongan dan kandungan antipiretik, fungsinya menurunkan demam. Injeksi ondansetron 1,5mg/8jam golongan dan kandungan obat saluran cerna, fungsinya mengatasi mual dan muntah.
35
C. Daftar perumusan masalah Daftar
perumusan
masalah
yang
didapatkan
berdasarkan
pengkajian diatas adalah yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi dengan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien panas ± 3 hari, data objektifnya mukosa bibir kering, suhu 390C, nadi 142x/menit, salmonella thypi O 1/160, leukosit 2,66. Diagnosa keperawatan yang kedua ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dengan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien rewel, data objektifnya pasien tampak rewel, wajah tegang, pasien tampak berkeringat berlebihan. Diagnosa
keperawatan
yang
ketiga
gangguan
pola
tidur
berhubungan dengan kurang kontrol tidur dengan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien sering terbangun ketika tidur dimalam hari, data objektif sclera mata pasien merah muda, kantung mata sembab, tidur hanya 3-4jam. D. Perencanaan Perencanaan yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan pertama yaitu hipertermi yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil suhu tubuh pasien dalam rentang normal 36 – 370C, kulit tidak kemerahan, nadi dalam rentang normal 80 – 140x/menit, dengan intervensi observasi suhu tubuh pasien; rasionalnya mengukur suhu merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien, monitor tanda-tanda vital pasien; rasionalnya mengukur tanda-tanda vital
36
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien, monitor warna kulit; rasionalnya warna kulit dapat menjadi tanda gangguan suhu tubuh, berikan kompres hangat; rasionalnya mengurangi panas atau demam secara nonfarmakologi, anjurkan pasien banyak minum air putih; rasionalnya peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan tubuh sehingga perut diimbangi asupan cairan yang cukup, anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat; rasionalnya mengurangi penguapan tubuh, berikan terapi dokter sesuai advis; rasionalnya menurunkan panas secara farmakologis. Masalah keperawatan kedua ansietas yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidak rewel, pasien tidak menangis saat dilakukan tindakan, pasien kooperatif dalam perawatan, dengan intervensi kaji perasaan anak tentang hospitalisasi; rasionalnya untuk mengetahui perasaan pasien saat hospitalisasi, tanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat; rasionalnya mengetahui perubahan sikap pasien saat dirawat. Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidur dengan nyenyak, pasien dapat tidur ± 8jam/hari, kantung mata tidak tampak, dengan intervensi monitor pola tidur pasien; rasionalnya mengetahui pola tidur pasien, fasilitasi pasien untuk tidur; rasionalnya membantu pasien untuk dapat tidur, edukasi pasien tentang pentingnya tidur untuk pemulihan; rasionalnya memberikan pendidikan pada pasien
37
akan pentingnya istirahat tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman; rasionalnya membantu klien untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman. E. Implementasi Implementasi hari pertama pada hari kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 18.00 untuk diagnosa hipertermi dengan mengobservasi suhu tubuh pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon objektifnya suhu tubuh pasien 390C, akral hangat. Implementasi jam 18.15 untuk diagnose hipertermi memonitor tanda tanda vital respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 390C, nadi 142x/menit, RR 24x/menit. Implementasi jam 18.20 untuk diagnosa hipertermi memonitor warna kulit dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya warna kulit tampak kemerahan. Implementasi jam 18.30 untuk diagnosa hipertermi memberikan kompres hangat respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan dikompres, respon objektifnya pasien diberikan kompres hangat, sebelum dilakukan kompres suhu tubuh pasien 390C setelah dikompres menjadi 37.20C. Implementasi jam 18.45 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit. Implementasi jam 19.00 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat respon
38
subjektifnya pasien bersedia memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, respon objektifnya pasien tampak memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Implementasi jam 19.10 untuk diagnosa hipertermi memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh dengan respon subjektifnya pasien dan keluarga mengerti dengan apa yang disampaikan, respon objektifnya pasien dan keluarga tampak mengerti dengan apa yang disampaikan. Implementasi jam 19.30 untuk diagnosa ansietas mengkaji perasaan anak tentang hospitalisasi respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya rewel, respon objektifnya pasien tampak gelisah dan menangis saat didekati petugas. Implementasi jam 20.00 untuk diagnosa ansietas menanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat respon subjektifnya ibu pasien mengatakan bila keinginan pasien tidak dituruti pasien menangis, respon objektifnya keluarga pasien kooperatif. Implementasi jam 20.30 untuk diagnosa gangguan pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anak tidur malam hanya 3-4jam dan sering terbangun, respon objektifnya konjungtiva kemerahan, kantung mata terihat, posisi sedang tidur. Implementasi jam 20.40 untuk diagnosa gangguan pola tidur memfasilitasi pasien untuk tidur respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi jam 20.50 untuk diagnosa gangguan pola tidur mengedukasi pasien tentang pentingnya tidur dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan
39
mengerti dengan apa yang dijelaskan, respon objektifnya ibu pasien tampak mengerti. Implementasi jam 21.15 untuk diagnosa gangguan pola tidur mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar tampak nyaman. Implementasi jam 22.30 untuk diagnosa hipertermi mengobservasi suhu tubuh respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 37.20C. Implementasi hari kedua pada hari jumat tanggal 8 Januari 2016 jam 07.00 untuk diagnosa hipertermi dengan mengobservasi suhu tubuh pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon objektifnya suhu tubuh pasien 370C. Implementasi jam 07.15 untuk diagnosa hipertermi memonitor warna kulit respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya warna kulit normal. Implementasi jam 07.30 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit ± 200cc. Implementasi jam 07.40 untuk diagnosa ansietas
mengkaji
perasaan
pasien
tentang
hospitalisasi
respon
subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, respon objektifnya pasien tampak tenang. Implementasi jam 09.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak,
40
respon objektifnya pasien tampak lebih segar. Implementasi jam 11.00 untuk
diagnosa
hipertermi
memonitor
tanda-tanda
vital
respon
subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 36.7oC, nadi 90x/menit, RR 24/menit. Implementasi jam 12.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur memfasilitasi pasien untuk tidur dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi jam 13.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar tampak nyaman Implementasi ketiga pada hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 07.00 untuk diagnosa hipertermi memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya hasil nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.50C. Implementasi jam 07.30 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit ± 200cc sekali minum. Implementasi jam 08.00 untuk diagnosa ansietas mengkaji perasaan pasien tentang hospitalisasi respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, respon objektifnya pasien tampak tenang. Implementasi jam 11.00 untuk diagnosa hipertermi memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektif tidak ada,
41
respon objektifnya hasil pemeriksaan nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.50C. F. Evaluasi Evaluasi hari pertama kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 22.30 WIB untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan badan tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba hangat, kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu 37.20C, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi observasi suhu tubuh setiap 4 jam, monitor tanda- tanda vital, monitor warna kulit, berikan kompres hangat, anjurkan pasien minum air putih, anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap kerigat, berikan pendidikan kesehatan tentng suhu tubuh, lanjutkan terapi dokter. Evaluasi hari pertama hari kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 13.00 WIB untuk diagnosa ansietas evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya rewel, evaluasi objektifnya pasien rewel berkurang, pasien tampak lebih tenang, suhu tubuh 370C, nadi 90x/menit, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi kaji perasaan pasien tentang hospitalisasi, menanyakan pada keluarga tentang perubhan sikap, emosi, ekspresi saat dirawat, observasi suhu tubuh. Evaluasi hari pertama hari kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 11.00 WIB untuk diagnosa gangguan pola tidur evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, evaluasi objektifnya pasien tampak lebih segar, kantung mata tidak tampak, suhu 36.50C, nadi
42
90x/menit, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya observasi suhu tubuh, monitor pola tidur, fasilitasi klien untuk tidur, edukasi pasien tentang pentingnya tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman. Evaluasi hari kedua hari jumat tanggal 8 Januari 2016 jam 22.30 untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan badan tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba hangat, kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu 36.50C, analisanya masalah teratasi, planningnya lanjutkan intervensi observasi suhu tubuh per 4 jam, monitor tanda- tanda vital, monitor warna kulit, berikan kompres hangat, lanjutkan terapi dokter. Evaluasi hari kedua hari kamis tanggal 8 Januari 2016 jam 13.00 untuk diagnosa ansietas evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, evaluasi objektifnya pasien tidak menangis lagi, pasien tampak lebih tenang, suhu tubuh 36.50C, nadi 90x/menit, analisanya masalah teratasi, planningnya lanjutkan intervensi kaji perasaan pasien tentang hospitalisasi, menanyakan pada keluarga tentang perubhan sikap, emosi, ekspresi saat dirawat. Evaluasi hari kedua hari kamis tanggal 8 Januari 2016 jam 11.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur nyenyak, evaluasi objektifnya pasien tampak lebih segar, kantung mata tidak tampak, suhu 36.50C, nadi 90x/menit, analisanya masalah teratasi, planningnya observasi suhu tubuh,
43
monitor pola tidur, fasilitasi klien untuk tidur, edukasi pasien tentang pentingnya tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman. Evaluasi hari ketiga hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 22.30 untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan badan tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba hangat, kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu 37.20C, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya hentikan intervensi Evaluasi hari ketiga hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 13.00 untuk diagnosa ansietas evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya tidak rewel, evaluasi objektifnya pasien tampak lebih tenang, suhu tubuh 370C, nadi 90x/menit, analisanya masalah teratasi planningnya hentikan intervensi Evaluasi hari ketiga hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 11.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur nyenyak, evaluasi objektifnya pasien tampak segar, kantung mata tidak terlihat, suhu 36.50C, nadi 90x/menit, analisanya masalah teratasi planningnya hentikan intervensi, pasien pulang tanggal 9 januari 2016 jam 13.00.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang proses keperawatan pada asuhan keperawatan An. A yang telah dilakukan pada tanggal 7 Januari 2016 di RSUD Salatiga, dengan memperhatikan aspek kehidupan dalam proses keperawatan yang mana menjadi prinsip dari pembahasan asuhan keperawatan An. A yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Semua data akan dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data adalah wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008). Keluhan utama yang di rasakan pada An. A adalah panas tinggi. Pada pengkajian didapatkan data subyektif bahwa ibu pasien mengatakan pasien panas + 3 hari, dan data obyektif mukosa bibir pasien tampak kering, suhu 39oC, nadi 142x/menit, dari hasil pemeriksaan laboratorium leukosit pasien 2,66, dan salmonella thypi O 1/160. Hal ini sesuai dengan teori Menurut
44
45
Chatterjee, (2009) dalam Muttaqin (2011), masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun, dan turunya dapat mencapai suhu normal). Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi. Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi hipertermi pada pasien Thypus Abdominalis yang dialami An. A. Berdasarkan hal tersebut, kondisi An. A mengalami hipertermi. Keluhan lain yang dialami pasien An. A dengan thypus abdominalis adalah ansietas. Dalam pengkajian pasien tampak rewel, wajah tampak tegang, nadi 142x/menit. Hal ini sesuai dengan teori menurut Herdman (2009) cemas adalah tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan yang
ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya system saraf pusat (Trismiati, 2004).
46
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah dan Walid, 2012) Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual dan potensial klien terhadap masalah-masalah kesehatan yang perawatnya mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis masa lalu, dan konsultasi dengan profesi lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005). Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan yang lazim muncul pada thypus abdominalis yaitu hipertermi, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri akut dan ansietas (Muttaqin, 2011). Diagnosa keperawatan pertama yang di ambil penulis adalah hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (thypus abdominalis). Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal yaitu diatas 36,5oC 37,5oC (Herdman, 2012). Berdasarkan batasan karakteristik sudah menurut Sumarwati & Nike (2012), dalam hipertermi antara lain terdapat kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas normal, takikardi, kulit terasa hangat (Sumarwati, & Nike, 2012). Diagnosa keperawatan hipertermi
47
berhubungan dengan proses penyakit yang muncul pada An. A berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 7 Januari 2016 di dapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa pasien tampak kulit kemerahan, suhu tubuh pasien 39oC, mukosa bibir kering, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan leukosit 2,6, salmonella thypi O 1/60. Masalah keperawatan yang utama adalah hipertermi. Terjadinya hipertermi pada pasien thypus abdominalis akibat proses infeksi yang diseabkan oleh Salmonella Thypi (Muttaqin, 2011). Perumusan masalah keperawatan kedua yang diambil penulis yaitu ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi). Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Penulis mencantumkan masalah ansietas dengan alasan mengacu pada data subyektif ibu pasien mengatakan pasien rewel dan data obyektif pasien tampak rewel, wajah tampak tegang, pasien tampak berkeringat berlebih, nadi 142x/menit. Batasan karakteristik ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi) menurut (Herdman, 2012) yaitu wajah tampak tegang, peningkatan berkeringat, gelisah / rewel, peningkatan denyut nadi. Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik yang sesuai dengan literatur (Herdman, 2012)
48
Perumusan masalah keperawatan ketiga yang diambil penulis yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur yang telah sesuai dengan buku (Herdman, 2012). Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Herdman, 2012). Pasien mencantumkan masalah gangguan pola tidur dengan alasan didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien sering terbangun ketika tidur dimalam hari, data objektif sclera mata pasien merah muda, kantung mata sembab, tidur hanya 3-4 jam. Batasan karakteristik gangguan pola tidur menurut Sumarwati & Nike (2012) yaitu sering terjaga, ketidakpuasan tidur, tidak merasa cukup istirahat, perubahan jumlah jam tidur. Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik yang sesuai dengan literatur (Herdman, 2012) C. Intervensi Intervensi atau perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah di identifikasi dalam diagnosis keperawatan (Rohmah dan Walid, 2012). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada. Tujuan dari tindakan keperawatan menggunakan kaidah sesuai dengan sistemika SMART, yaitu Spesifik (jelas), Measurable (dapat diukur), Acceptance, Rational dan Timing. Kriteria hasil merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk
49
bahwa tujuan telah tercapai dan digunakan dalam membuat pertimbangan (Hidayat, 2010, dalam Triyono, 2013) Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah hipertemi berhubungan dengan proses penyakit pada An. A. Penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, bahwa suhu tubuh pasien dalam rentang normal 36 – 370C, kulit tidak kemerahan, nadi dalam rentang normal 80 – 140x/menit, Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu observasi suhu tubuh pasien; rasionalnya mengukur suhu merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien, monitor tanda-tanda vital pasien; rasionalnya mengukur tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien, monitor warna kulit; rasionalnya warna kulit dapat menjadi tanda gangguan suhu tubuh, berikan kompres hangat; rasionalnya mengurangi panas atau demam secara nonfarmakologi, anjurkan pasien banyak minum air putih; rasionalnya peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan tubuh sehingga perut diimbangi asupan cairan yang cukup, anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat; rasionalnya mengurangi penguapan tubuh, berikan terapi dokter sesuai advis; rasionalnya menurunkan panas secara farmakologis. Masalah keperawatan yang kedua Ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan (hosptalisasi) pada An. A, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, bahwa pasien tidak rewel, pasien
50
tidak menangis saat dilakukan tindakan, pasien kooperatif dalam perawatan, pasien tidak tampak tegang, tidak menunjukan peningkatan keringat, nadi pasien dalam rentang normal 80-100x/ menit. Intervensi atau rencana keparawatan yang dilakukan yaitu kaji perasaan anak tentang hospitalisasi; rasionalnya untuk mengetahui perasaan pasien saat hospitalisasi, tanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat; rasionalnya mengetahui perubahan sikap pasien saat dirawat. Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidur dengan nyenyak, pasien dapat tidur ± 8jam/hari, kantung mata tidak tampak, dengan intervensi monitor pola tidur pasien; rasionalnya mengetahui pola tidur pasien, fasilitasi pasien untuk tidur; rasionalnya membantu pasien untuk dapat tidur, edukasi pasien tentang pentingnya tidur untuk pemulihan; rasionalnya memberikan pendidikan pada pasien akan pentingnya istirahat tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman; rasionalnya membantu klien untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman.
51
D. Implementasi Implementasi adalah rencana realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan Walid, 2012). 1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit ( thypus abdominalis ) Penulis melakukan tindakan kompres air hangat selama 3 hari berturut-turut, dengan frekuensi 2 x setiap hari. Saat sebelum diberikan kompres air hangat suhu tubuh An. A 39oC, dan setelah diberikan kompres air hangat suhu tubuh An. A 37,2oC. Hasil dari tindakan tersebut membuktikan bahwa suhu tubuh pasien dapat turun atau mendekati rentang normal setelah diberikan kompres air hangat. Hal tersebut karena kompres air hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang mulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamus bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan
52
suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali ( Mohamad, 2013, dalam Betty Safitri, 2014) Hari pertama memberikan kompres air hangat yang dilakukan oleh penulis pada pasien didapatkan hasil mulai tanggal 7 Januari 2016 untuk diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi jam 18.00 mengobservasi suhu tubuh pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon objektifnya suhu tubuh pasien 390C, akral hangat. Implementasi jam 18.15 untuk diagnosa hipertermi memonitor tanda tanda vital respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 390C, nadi 142x/menit, RR 24x/menit. Implementasi jam 18.20 untuk diagnosa hipertermi memonitor warna kulit dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya warna kulit tampak kemerahan. Implementasi jam 18.30 untuk diagnosa hipertermi memberikan kompres hangat respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan dikompres, respon objektifnya pasien diberikan kompres hangat, sebelum dilakukan kompres suhu tubuh pasien 390C setelah dikompres menjadi 37.20C. Implementasi jam 18.45 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit. Implementasi jam 19.00 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat respon subjektifnya pasien bersedia memakai pakaian yang tipis dan menyerap
53
keringat, respon objektifnya pasien tampak memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Implementasi jam 19.10 untuk diagnosa hipertermi memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh dengan respon subjektifnya pasien dan keluarga mengerti dengan apa yang disampaikan, respon objektifnya pasien dan keluarga tampak mengerti dengan apa yang disampaikan. Hari kedua memberikan kompres air hangat yang dilakukan oleh penulis pada pasien didapatkan hasil tanggal 8 Januari 2016 untuk diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pukul 07.00 untuk diagnosa hipertermi dengan mengobservasi suhu tubuh pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon objektifnya suhu tubuh pasien 370C. Implementasi jam 07.15 untuk diagnosa hipertermi memonitor warna kulit respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya warna kulit normal. Implementasi jam 07.30 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit ± 200cc. Implementasi jam 11.00 untuk diagnosa hipertermi memonitor tanda-tanda vital respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 36.70C, nadi 90x/menit, RR 24/menit. Hari ketiga memberikan kompres air hangat yang dilakukan oleh penulis pada pasien didapatkan hasil tanggal 9 Januari 2016 untuk diagnose keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi jam
54
07.00 memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya hasil nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.50C. Implementasi jam 07.30 menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit ± 200cc sekali minum. Implementasi jam 11.00 untuk memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektif tidak ada, respon objektifnya hasil pemeriksaan nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.50C. Pada An. A yang terjadi setelah dilakukan pemberian kompres air hangat didapatkan hasil monitor nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.50C, pasien tampak kondisi membaik, pada kondisi pasien tampak terjadi penurunan suhu dari 39oC menjadi 36,5oC
adalah terjadinya
vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga terjadi penurunan suhu tubuh dan mencapai keadaan normal kembali dengan cara pemberian kompres air hangat. 2. Implementasi
diagnosa
keperawatan
ansietas
berhubungan
dengan
perubahan lingkungan (hospitalisasi). Hari pertama tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 7 Januari 2016 untuk diagnosa kedua, penulis melakukan tindakan pada jam 19.30 untuk diagnosa ansietas mengkaji perasaan anak tentang hospitalisasi respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya rewel, respon objektifnya pasien tampak gelisah dan menangis saat didekati
55
petugas. Implementasi jam 20.00 untuk diagnosa ansietas menanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat respon subjektifnya ibu pasien mengatakan bila keinginan pasien tidak dituruti pasien menangis, respon objektifnya keluarga pasien kooperatif. Hari kedua tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 8 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada jam 07.40 untuk diagnosa ansietas mengkaji perasaan pasien tentang hospitalisasi respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, respon objektifnya pasien tampak tenang. Pada Manifestasi klinis Thypoid Abdominalis tanda dan gejala menurut Muscari (2005): Suhu di atas 380C, biasanya 38,90C40,60C, kulit kemerahan, diaphoresis, dan menggigil, gelisah atau letargi, demam tinggi >7 hari, sakit kepala / pusing, obstipasi, lidah kotor, bradikardi relative. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur Hari pertama tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 7 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga
jam 20.30 WIB untuk
diagnosa gangguan pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anak tidur malam hanya 3-4 jam dan sering terbangun, respon objektifnya konjungtiva kemerahan, kantung mata terihat, posisi sedang tidur. Implementasi jam 20.40 WIB memfasilitasi pasien untuk tidur respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi jam 20.50 WIB mengedukasi pasien tentang pentingnya tidur dengan respon
56
subjektifnya ibu pasien mengatakan mengerti dengan apa yang dijelaskan, respon objektifnya ibu pasien tampak mengerti. Implementasi jam 21.15 WIB mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar tampak nyaman. Hari kedua tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 8 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga untuk diagnosa gangguan pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, respon objektifnya pasien tampak lebih segar. jam 12.00 WIB untuk diagnosa gangguan pola tidur memfasilitasi pasien untuk tidur dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi jam 13.00 WIB untuk diagnosa gangguan pola tidur mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar tampak nyaman. E. Evaluasi Evaluasi adalah sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku pasien yang tampil. Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
57
dilaksanakan dengan SOAP, Subjective, Objective, Analysis, Planning (Deden, 2012, dalam Prastowo Korniawan, 2014) Evaluasi keperawatan pada An. A yang dirawat di RSUD Salatiga sejak hari Kamis tanggal 7 Januari 2016 sampai Sabtu tanggal 9 Januari 2016 untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan di dapatkan hasil evaluasi data subjektif pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi, data obyektif kulit pasien teraba hangat, kulit tidak tampak kemerahan, suhu 36,50C, nadi 90x./menit, maka dapat disimpulkan masalah teratasi, hentikan intervensi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang metode mengaplikasikan pemberian kompres air hangat terhadap penurunan demam pada An. A dengan Thypus Abdominalis di RSUD Salatiga, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Pengkajian Hasil pengkajian yang ditemukan pada An. A dengan thypus abdominalis adalah bahwa ibu pasien mengatakan pasien panas + 3 hari, dan data obyektif mokusa bibir pasien tampak kering, suhu 39oC, nadi 142x/menit, dari hasil pemeriksaan laboratorium leukosit pasien 2,66, dan salmonella thypi O 1/160. 2. Diagnosa Keperawatan Dari data pengkajian, penulis merumuskan diagnosa dan membuat prioritas diagnosa keperawatan yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Thypoid), diagnosa yang kedua ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi), dan diagnosa yang ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur.
58
59
3. Perencanaan Keperawatan Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa pertama observasi suhu tubuh pasien, monitor tanda-tanda vital pasien, monitor warna kulit, berikan kompres hangat, anjurkan pasien banyak minum air putih, anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, berikan terapi dokter sesuai advis. Masalah keperawatan kedua ansietas yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidak rewel, pasien tidak menangis saat dilakukan tindakan, pasien kooperatif dalam perawatan, dengan intervensi kaji perasaan anak tentang hospitalisasi; rasionalnya untuk mengetahui perasaan pasien saat hospitalisasi, tanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat; rasionalnya mengetahui perubahan sikap pasien saat dirawat. Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidur dengan nyenyak, pasien dapat tidur ± 8jam/hari, kantung mata tidak tampak, dengan intervensi monitor pola tidur pasien; rasionalnya mengetahui pola tidur pasien, fasilitasi pasien untuk tidur; rasionalnya membantu pasien untuk dapat tidur, edukasi pasien tentang pentingnya tidur untuk pemulihan; rasionalnya memberikan pendidikan pada pasien akan pentingnya istirahat tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman; rasionalnya membantu klien untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman.
60
4. Implementasi Keperawatan Dalam asuhan keperawatan An. A dengan thyphus abdominalis di Ruang Anggrek RSUD Salatiga telah sesuai dengan intervensi yang dibuat penulis. Penlis menekankan penggunaan teknik pemberian kompres air hangat yang diyakini mampu menurunkan demam pada pasien dengan thypus abdominalis. 5.
Evaluasi Keperawatan Tindakan yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning). Evaluasi hari pertama kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 22.30 WIB untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan badan tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba hangat, kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu 37.20C, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi observasi suhu tubuh setiap 4 jam, monitor tanda- tanda vital, monitor warna kulit, berikan kompres hangat, anjurkan pasien minum air putih, anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap kerigat, berikan pendidikan kesehatan tentng suhu tubuh, lanjutkan terapi dokter.
6.
Analisa Tindakan Keperawatan Berdasarkan hasil analisa pada An. A dengan thypus abdominalis menunjukan bahwa setelah diberikan kompres air hangat , demam yang terjadi pada An. A mengalami penurunan. Dari sebelum diberikan
61
kompres air hangat suhu pasien 39oC, setelah diberikan tindakan kompres air hangat suhu pasien 36,5oC
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan thypus abdominalis, penulis akan memberikan usulan dan masukkan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain: 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Salatiga dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya
para
perawat
memiliki
tanggung
jawab
dan
ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jantung khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. 3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang
62
terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuhan keperawatan. 4. Bagi Penulis Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada pasien dengan thypus abdominalis dengan pemberian kompres air hangat.
63
DAFTAR PUSTAKA
Aden, (2010), Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak, SIKLUS, Jogjakarta Asmadi. ( 2008 ), Konsep Dasar Keperawatan , Jakarta : EGC Betty, Safitri. (2014). Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Demam Pada Asuhan Keperawatan An. A Dengan Typhoid Abdominalis Di Ruaang Anggrek Rsud Sukoharjo. STIKes Kusuma Husada Surakarta Cambhell, (2004), Pengaturan Suhu Tubuh, EGC: Jakarta. Carpenito, (2009), Termogulasi Suhu Tubuh, EGC: Jakarta. Dermawan Deden, (2012), Proses Keperawatan; Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja, Gosyeng Publising: Yogyakarta. Djuwariyah, (2011), Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat. http://www.ump.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Desember 2015. Hidayat, A. Aziz Alimul, (2009), Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan, Salemba Medika : Jakarta. Mentri
Kesehatan, (2006). Pedoman Pengendalian Demam Thypoid. www.hukor.depkes.go.id/.../KMK%20No.%20364%2...diperoleh tanggal 10 Desember 2015.
Maryunani, Anik, (2010), Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, TIM, Jakarta Muttaqin Arif, Kumala Sari, (2011), Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,Salemba Medika: Jakarta. Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Saki. Edisi 2, EGC: Jakarta. Nursalam, (2008), Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika: Jakarta. Nursalam, Susilaningrum M., (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan), Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Nugroho Taufan, (2011), Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam, Nuha Medika: Yogyakarta. Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC Prastowo Korniawan, Andi. 2014. Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Hipertensi Di Ruang Melati 1 Rs Dr. Moewardi. STIKes Kusuma Husada Surakarta Simanjutak, C. H, (2009). Demam Thypoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Sodikin, (2011), Asuhan Keperawatan Anak, Gangguan Sistem Gastrointestinal dan hepatobiliter, Salemba Medika: Jakarta.
64
Sodikin, (2012), Prinsip Perawatan Demam Pada Anak, Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Suradi dan Yuliana R., (2011) Asuhan keperawatan pada anak, Penerbit Sagung Seto, Jakarta. Susilaningrum Rekawati, (2013), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Untuk Perawat dan Bidan, Edisi 2, Salemba Medika: Jakarta. Trismiati. (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal PSYCHE, 1 (1). http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_trismiati. pdf. Diunduh 11 Mei 2016. Triyono, untung. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn. M Dengan Gastritis Di Ruang Mawar 1 Rsud Karanganyar. Stikes Kusuma Husada Surakarta Hadinegoro, SpA(K), (2011), Demam thypoid pada anak. www.itokindo.org (free pdfManajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat) diperoleh tanggal 10 Desember 2015. Herdman H. T., (2009-2012). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Penerjemaah Monika Ester, S.Kp, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.