Upaya Pemerintah Menyiapkan SDM Kearsipan melalui Pendidikan Formal Peranan Arsip dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Peradaban Publikasi Arsip: Model dan Implikasinya (Studi Kasus di Arsip Universitas Gadjah Mada) Preservasi Material Fotografi
Volume 7
Nomor 1
Halaman 1-68
Yogyakarta Maret 2014
Arsip Universitas Gadjah Mada Bulaksumur: Gedung L Lantai 3 (Komplek Perpustakaan UGM) Yogyakarta
ISSN: 1978-4880
KHAZANAH ARSIP UNIVERSITAS GADJAH MADA Volume 7, Nomor 1, Maret 2014 Penanggung Jawab: Machmoed Effendhie; Pimpinan Umum: Eny Kusumindarti Wahyuningrum; Pimpinan Redaksi: Musliichah; Redaktur Pelaksana: Zaenudin, Kurniatun, dan Herman Setyawan; Penyunting: Ully Isnaeni Effendi, dan Fitria Agustina; Sekretariat: Isti Maryatun, Anna Riasmiati, dan Heri Santosa; Desain Grafis: Eko Paris B.Y.
Arsip UGM Melakukan Preservasi Arsip Tekstual November 2013
Observasi Lapangan AAI Wilayah Jawa Barat dan Universitas Padjadjaran 6 Desember 2013
Diterbitkan Oleh: Arsip Universitas Gadjah Mada Alamat Redaksi: Bulaksumur Gedung L Lantai 3 (Komplek Perpustakaan UGM) Yogyakarta Telp. (0274) 6492151, 6492152; Fax. (0274) 582907 Website: arsip.ugm.ac.id; E-mail:
[email protected]
Arsip UGM Melakukan Akuisisi Arsip Hukum dan Organisasi (HUKOR) UGM 12 Desember 2013
Kunjungan Industri SMK Nasional Baureno Bojonegoro 16 Desember 2013
Penyerahan Arsip PTM dari Prof. (emr) Dr. Bimo Walgito Desember 2013
Pembelajaran E-Filing SMK Negeri 2 Purworejo 11 Februari 2014
Gambar Sampul Depan: Gedung Pusat UGM Tahun 1956
KHAZANAH terbit tiga kali setahun (Maret, Juli, November) sebagai media sosialisasi dan pembahasan bidang kearsipan. Redaksi menerima kiriman naskah berupa kajian lapangan, studi pustaka, uji coba laboratorium, hasil seminar, dan resensi. Petunjuk penulisan naskah: naskah belum pernah dipublikasikan, ditulis dalam bahasa Indonesia, huruf Times New Roman 12, spasi 1,5, pada kertas kuarto A4 7-15 halaman. Sistematika penulisan mencerminkan adanya pendahuluan, kerangka teori, hasil dan analisis, kesimpulan dan saran, disertai dengan abstrak dan kata-kata kunci tulisan. Naskah berupa hardcopy dan softcopy dikirim ke alamat redaksi disertai dengan biodata penulis.
ISSN 1978-4880
Vol. 7, No. 1, Maret 2014 DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi .................................................................................... 2 Upaya Pemerintah Menyiapkan SDM Kearsipan melalui Pendidikan Formal Sudiyanto ................................................................................................. 3 Peranan Arsip dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Peradaban Musliichah ................................................................................................ 15 Publikasi Arsip: Model dan Implikasinya (Studi Kasus di Arsip Universitas Gadjah Mada) Kurniatun .................................................................................................. 30 Preservasi Material Fotografi Herman Setyawan ..................................................................................... 42 Pedagang Kaki Lima di Universitas Gadjah Mada (Era 1980-1990-an) Ully Isnaeni Effendi .................................................................................. 52 Manajemen Lembaga Informasi: Teori dan Praktik Fitria Agustina ........................................................................................... 62
1
PENGANTAR REDAKSI Khazanah edisi Maret 2014 menyuguhkan enam tulisan beragam. Empat tulisan dalam Opini berisi kajian seputar SDM kearsipan, peran arsip dalam pengembangan ilmu pengetahuan, publikasi kearsipan, dan preservasi arsip foto. Tulisan Sudiyanto mengungkapkan minimnya fasilitas pendidikan formal kearsipan yakni baru 0,17% PT se-Indonesia yang memiliki program studi kearsipan. Tidak sebanding dengan tuntutan kebutuhan SDM kearsipan profesional. Menata arsip tidak hanya menuntut pemahaman dari segi fisik saja, tetapi juga dari segi structure, content, dan context. Musliichah dalam tulisannya memaparkan peran arsip dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pada abad VII untuk meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dilakukan melalui metode ilmiah dengan mengumpulkan informasi dan data-data dari alam. Struktur sosial, mentalitas, dan nilai-nilai budaya masyarakat sangat menentukan bentuk dan perkembangan pengetahuan. Demikian pula sebaliknya, peradaban kebudayaan masyarakat dibentuk oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Publikasi kearsipan, model dan implikasinya dikaji oleh Kurniatun dalam tulisannya yang menghadirkan pengalaman program publikasi kearsipan dan dampaknya dalam peningkatan jumlah kunjungan dan akses arsip di Arsip UGM. Pameran kearsipan dan penerbitan naskah sumber merupakan contoh model publikasi kearsipan yang dapat dikembangkan oleh lembaga kearsipan. Beragamnya media arsip, memerlukan pengetahuan yang luas bagaimana cara merawat arsip yang baik sesuai dengan karakter media fisik arsip. Herman Setyawan menghadirkan pengetahuan tentang arsip foto, meliputi bahan materialnya, faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan arsip foto seperti kelembaban relatif, suhu, reaksi kimia dan cahaya. Untuk menjaga keselamatan arsip foto dijelaskan pula upaya pemeliharaan dan perawatannya. Telisik menghadirkan rekaman peristiwa penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di lingkungan UGM sejak dekade 80-an sampai pada 90-an. Disajikan oleh Ully Isnaeni Effendi berdasarkan arsip-arsip yang tersimpan di Arsip UGM. Kolom Resensi menyajikan tentang manajemen lembaga informasi mencakup perpustakaan, museum, pusat arsip, dan pusat informasi dari sebuah buku karya Laksmi, dkk (2011) yang diresensi oleh Fitria Agustina. Ragam tulisan yang kami hadirkan semoga dapat menambah referensi wacana kearsipan dan bermanfaat bagi pembaca yang budiman. Selamat membaca. Redaksi
2
OPINI UPAYA PEMERINTAH MENYIAPKAN SDM KEARSIPAN MELALUI PENDIDIKAN FORMAL Sudiyanto1 Abstract The Professionalism and competence of Archivists can be obtained through formal education on archival science. This study is to determine the extent of the government's efforts in preparing and providing Human Resources of Archives through formal education on archival, as reflected in the opening of study program of archival science at various universities in Indonesia. Only 7 universities which opened study program of archival science or only 2.19% of the amount of state universities or only 0.17% of the total number of Universities in Indonesia. University which opened study program of archival still more at the diploma level. This study concluded that government support for the spirit of archival towards a better management through provision of formal education on archival are still lacking. Keywords: formal education on archival, archivists, competence, archival science. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengelola arsip adalah mengelola informasi. Mengelola arsip tidak hanya dituntut memahami dari segi fisiknya, tetapi mengelola arsip harus juga memahami dari segi structure, content, dan context-nya. Terlebih lagi perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sangat berpengaruh terhadap pengelolaan arsip, sehingga dalam pengelolaannya memerlukan pengetahuan khusus di bidang kearsipan. Konsep, teori, dasar-dasar, dan prinsip1
prinsip kearsipan harus menjadi pijakan bagaimana suatu arsip dikelola. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki wawasan ilmu kearsipan agar SDM tersebut kompeten, mampu, dan terampil mengelola arsip dengan baik. Ilmu kearsipan berperan sebagai unsur kontrol dalam pelaksanaan pengelolaan arsip. Pengelolaan arsip tanpa dilandasi dengan ilmu kearsipan akan menjadikan arsip kurang bermakna dan kurang memberikan manfaat, bahkan akan menjadi beban bagi institusi pengelolanya.
Arsiparis LAPAN
3
Sejalan dengan pengelolaan arsip yang harus dilaksanakan berdasarkan keilmuan, pemerintah telah berupaya menunjukkan niat baiknya dengan telah membuka pendidikan formal jurusan/program ilmu kearsipan di berbagai perguruan tinggi. Pembukaan pendidikan formal ilmu kearsipan tersebut tentu untuk menyiapkan dan menyediakan SDM kearsipan yang kompeten dan profesional agar pengelolaan kearsipan di berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta dapat terkelola dengan baik. B. Rumusan Masalah SDM kearsipan merupakan orang yang mengelola arsip sejak arsip diciptakan, digunakan, disimpan (inaktif), sampai menjadi arsip statis. Agar SDM kearsipan menjadi kompeten harus dibekali dengan pendidikan ilmu kearsipan yang cukup agar arsip yang dikelolanya dapat dimanfaatkan dan tertata dengan baik sebagai sumber informasi, bukti pertanggungjawaban dan kesejarahan. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam menyiapkan SDM kearsipan, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: "sejauh mana pemerintah telah menyiapkan SDM 4
kearsipan melalui pendidikan formal?" C. Maksud dan Tujuan Kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis dan mendeskripsikan upaya pemerintah dalam penyediaan pendidikan formal kearsipan melalui pembukaan program studi ilmu kearsipan di perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran dan masukan dalam menyiapkan SDM kearsipan pada umumnya melalui pendidikan formal ilmu kearsipan. D. Kerangka Teori 1. Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU Nomor 20 tahun 2003). Darnelawati (1994), yang dikutip m e l a l u i h t t p : / / belajarpsikologi.com/pengertian -pendidikan-menurutahli/#ixzz2nmv9a GBi, berpendapat bahwa "pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Tujuan pendidikan adalah untuk memperkaya budi pekerti,
pengetahuan, dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu". Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah yang terstruktur dan berjenjang dengan tujuan memperkaya budi pekerti, pengetahuan, dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam bidang pekerjaan tertentu. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) Kearsipan Secara sederhana SDM, yang d i k u t i p d a r i http://id.shvoong.com/businessmanagement/humanresources/2124600-pengertiansumber-daya-anusia/#ixzz2 noGFzAGM dapat diartikan sebagai "manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan)". Dengan demikian SDM kearsipan dapat didefinisikan sebagai orang yang bekerja mengelola kearsipan di suatu organisasi. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, dijelaskan bahwa SDM kearsipan terdiri atas pejabat struktural di bidang
kearsipan, arsiparis, dan fungsional umum di bidang kearsipan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pejabat struktural di bidang kearsipan merupakan tenaga manajerial yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan manajemen kearsipan. Pengertian arsiparis menurut Undang Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan serta mempunyai fungsi, tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan kearsipan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam SDM Kearsipan terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu: 1). Pejabat struktural di bidang kearsipan; 2). Arsiparis; dan 3). Fungsional umum di bidang kearsipan. Namun dalam kajian ini lebih banyak menyoroti unsur yang ke-2 yaitu Arsiparis. 3. Kompetensi Pengertian kompetensi yang dikemukakan Wibowo, 2007:86 (dalam Arie Pratama, dikutip 19 Desember 2013) adalah suatu kemampuan untuk malaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang 5
dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Mengacu pada pengertian tujuan pendidikan formal di atas, kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dapat diperoleh melalui pendidikan formal, sehingga kompetensi diperoleh melalui pendidikan formal. E. Metodologi Kajian Kajian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Hamid Darmadi (2013: 186) adalah metode yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya. Data ketersediaan pendidikan formal program studi ilmu kearsipan yang ada di Indonesia dideskripsikan untuk menggambarkan upaya pemerintah dalam menyiapkan SDM Kearsipan. II. P E M B A H A S A N D A N ANALISIS A. Peluang Kiprah Arsiparis dan Dukungan Lembaga Arti pentingnya pengelolaan arsip bagi organisasi, institusi atau lembaga sering dikemukakan dan dibahas dalam berbagai kesempatan. Pentingnya pengelolaan arsip tersebut pada 6
dasarnya bertujuan agar arsip sebagai memori kolektif bangsa dapat tertata dengan baik, dapat dimanfaatkan secara maksimal, bernilai guna akuntabilitas dan bernilai guna kesejarahan. Oleh karena itu dibutuhkan SDM kearsipan yang profesional, mumpuni, dan bertanggung jawab atas kebenaran sejarah dengan menyelamatkan segala bentuk arsip, baik statis maupun dinamis. Oleh sebab itu pemenuhan kebutuhan SDM kearsipan tidak dapat diisi oleh sembarang orang tetapi harus direncanakan, disiapkan, dan merupakan orang yang kompeten di bidangnya, bukan orang buangan (E.E. Mangindaan: 2011). Disadari atau tidak profesi pengelola arsip (baca arsiparis) saat ini masih menjadi profesi dan jabatan (baca jabatan fungsional) yang belum menarik, belum ideal, banyak dicibir orang, bahkan masih terkesan dipandang "sebelah mata". Profesi arsiparis dapat sejajar dengan profesi lain (misalnya: peneliti, perekayasa, pranata komputer, dll.) bila ada sinergi antara kedua unsur, yaitu dari arsiparis itu sendiri dan adanya dukungan institusi/ lembaga tempat arsiparis bekerja. Unsur yang pertama dari sisi arsiparisnya, telah banyak regulasi yang diterbitkan pemerintah yang memberi
peluang arsiparis untuk eksis dan berperan ikut andil memberikan k o n t r i b u s i d a l a m penyelenggaraan pemerintahan. Sebut saja pada PP Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, suatu peraturan induk yang memayungi pelaksanaan pengelolaan kearsipan di Indonesia, pada pasal 151 disebutkan bahwa arsiparis mempunyai kedudukan hukum sebagai tenaga profesional yang memiliki kemandirian dan independen dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Independen artinya arsiparis merupakan pekerjaan profesi yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak lagi menunggu pekerjaan dan perintah dari atasannya, tetapi dituntut untuk proaktif dan inovatif. Kemudian independen dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terbebas dari unsur-unsur kepentingan dan tekanan dari pihak manapun (misalnya: atasan, partai politik, dll) sehingga konsep, teori, dan prinsip-prinsip kearsipan harus menjadi dasar pijakan bagaimana suatu arsip dikelola dengan semestinya. UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) juga memberikan peluang arsiparis untuk eksis. UU tersebut mengamanatkan bahwa
untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, dan sederhana wajib ditunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap Badan Publik. Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan oleh penulis dengan judul "Peluang Arsiparis Menjadi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)" dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab PPID sejalan bahkan ada beberapa poin yang sama dengan tugas yang diemban oleh arsiparis. Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan penciptaan, penyediaan, penyimpanan, pengamanan, pendokumentasian, pengklasifikasian, dan pelayanan informasi. Dengan demikian arsiparis dapat memainkan peran penting dalam rangka implementasi UU KIP, karena kompetensi pengelolaan informasi juga dimiliki oleh arsiparis. Informasi merupakan unsur content pada setiap arsip. Sehingga berbicara arsip tidak dapat dilepaskan dari informasi yang terkandung di dalamnya. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga memberikan peluang arsiparis untuk berkiprah dalam implementasinya, pasal 5 menyebutkan bahwa salah satu lingkup pelayanan publik adalah informasi. Arsip sebagai sumber informasi merupakan objek yang 7
dilayankan kepada user dalam implementasi UU tersebut. Contoh lain adalah ketika terjadi bencana, semua elemen bangsa (pemerintah, swasta, dan masyarakat) saling bahumembahu untuk mengatasi masalah, menyelamatkan jiwa manusia, dan menyelamatkan aset. Aset negara disamping berupa fisik seperti gedung, mobil, dan peralatan kantor, juga aset sebagai bukti akuntabilatas dan kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu yang bernama arsip. UU Kebencanaan yang tertuang dalam UU Nomor 24 Ta h u n 2 0 0 7 t e n t a n g Penanggulangan Bencana, pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana. UU ini memberikan tugas kepada pemerintah bahwa dalam kondisi bencana maupun pasca bencana untuk memelihara arsip yang rusak akibat bencana tersebut. Hal ini sudah dilakukan oleh Arsip Nasional R.I. (ANRI) ketika terjadi banjir besar bulan Januari 2014 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya dengan melakukan layanan perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum (Harian 8
Republika dan Media Indonesia, tanggal 29 Januari 2014). Oleh karena itu dalam kondisi terjadi bencana sekalipun peluang mulia ini dapat dimanfaatkan oleh arsiparis, termasuk arsiparis di daerah untuk mengabdikan perannya sesuai dengan profesinya, setidaknya untuk lingkup instansinya sendiri. Beberapa contoh regulasi di atas membuka peluang arsiparis untuk lebih banyak berkiprah di berbagai kesempatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tools sekarang telah tersedia, hanya tinggal terpulang kepada arsiparis itu sendiri apakah akan memposisikan sebagaimana fungsinya yang dibutuhkan oleh institusinya sehingga fungsional arsiparis terangkat sejajar dengan fungsional lainnya atau hanya sekedar ada dan menjadi fungsional pada jajaran bawah. Unsur yang kedua, dukungan institusi/ lembaga tempat arsiparis bekerja. Arsiparis dan pengelolaan kearsipan pada umumnya akan dapat berkembang bila ada dukungan dan komitmen dari lembaga. Lembaga yang menganggap penting dan menempatkan kearsipan pada tataran prioritas, bukan prioritas paling bawah, biasanya output kearsipannya akan baik. Penyediaan sarana dan prasarana yang cukup, pendanaan yang cukup, dan kesempatan
peningkatan pendidikan merupakan contoh wujud komitmen lembaga terhadap kemajuan kearsipannya. Diakui atau tidak masih ada instansi yang menempatkan pengelolaan kearsipannya pada urutan bawah. Contoh saja dalam pengangkatan SDM kearsipan, arsiparis diangkat dan direkrut dari unit kerja lain. Sangat jarang pengangkatan seorang arsiparis direkrut melalui perencanaan dari awal yang penempatannya memang diplot sebagai seorang arsiparis dengan latar belakang pendidikan formal kearsipan. Akan sangat berbeda performance-nya ketika implementasi di lapangan dimana orang yang mempunyai ilmu dan pengetahuan formal kearsipan dengan orang yang tidak mempunyai pendidikan formal kearsipan dalam mengabdikan dirinya sebagai seorang arsiparis. Meskipun ada pula pendapat bahwa pengetahuan itu dapat
diperoleh tidak hanya dari pendidikan formal saja tetapi bisa melalui pelatihan. Dalam kaitan pendidikan formal bagi arsiparis, Richard J. Cox (1992: 7) berpendapat bahwa arsiparis yang mempunyai pendidikan formal kearsipan akan lebih profesional. B. K e t e r s e d i a a n P r o g r a m Pendidikan Formal Kearsipan Menjadi hal yang relevan untuk dipertanyakan sebenarnya seberapa jauh pemerintah dalam menyiapkan SDM kearsipan melalui pendidikan formal. Dengan kata lain apakah pemerintah sudah membuka program/jurusan kearsipan untuk mengimbangi keinginan pengelolaan arsip dengan baik? Berbicara mengenai pendidikan formal kearsipan berikut ini ditampilkan data perguruan tinggi yang membuka program studi ilmu kearsipan.
Tabel 1: Tabel Data Perguruan Tinggi yang Membuka Program Studi Ilmu Kearsipan
1.
Universitas Indonesia
NAMA PROGRAM STUDI Perpustakaan Kearsipan
2.
Universitas Terbuka
Kearsipan
D4
Negeri
3.
Universitas Gadjah Mada
Kearsipan
D3
Negeri
4.
Universitas Diponegoro
Kearsipan
D3
Negeri
5.
Universitas Haluoleo
Perpustakaan dan Kearsipan
D3
Negeri
NO.
PERGURUAN TINGGI
JENJANG
NEGERI/ SWASTA
KETERANGAN
S2 D3
Negeri Negeri
Terdapat peminatan Kearsipan
9
NO.
PERGURUAN TINGGI
6.
Universitas Negeri Padang
7.
IAIN Imam Bonjol Padang
NAMA PROGRAM STUDI Informasi, Perpustakaan dan Kearsipan Perpustakaan (d/h. Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi)
JENJANG
NEGERI/ SWASTA
D3
Negeri
D3
Negeri
KETERANGAN
Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (www.evaluasi.dikti.go.id per tanggal 27 Desember 2013)
Bila kita cermati data di atas, mestinya ada beberapa hal yang menjadi perhatian pemerintah, yaitu: jumlah perguruan tinggi yang membuka program studi kearsipan, jenjang yang tersedia, status perguruan tinggi, dan penyebarannya. Dari segi jumlah perguruan tinggi yang membuka program studi kearsipan masih sangat sedikit jumlahnya, baru 7 perguruan tinggi. Sementara perguruan tinggi negeri yang ada saat ini berjumlah 321 (jumlah seluruhnya 323 dikurangi 2 yang telah dihapus) terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, dan Politeknik. Bila dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri yang ada maka yang telah membuka program studi kearsipan hanya 2,19 %. Suatu angka yang masih sangat kecil. Persentasenya akan semakin kecil bila dibandingkan dengan jumlah seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia, termasuk swasta, yaitu hanya 10
0,17 % (jumlah seluruh perguruan tinggi 4489 dikurangi 247 yang telah dihapus, alih fungsi, alih kelola, non aktif, dan tidak ada statusnya sehingga jumlah seluruh perguruan tinggi yang masih aktif adalah 4242). Jenjang atau strata yang ditawarkan juga belum menunjukkan dukungan dunia pendidikan terhadap kearsipan. Dari 7 perguruan tinggi yang membuka program studi kearsipan baru 1 yang berjenjang S2 (Universitas Indonesia) itupun di bawah bendera ilmu perpustakaan yang membuka konsentrasi atau peminatan kearsipan, 1 berjenjang D4, dan 6 berjenjang D3. Data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan formal kearsipan paling banyak masih pada tataran jenjang Diploma, sementara untuk jenjang S1 belum ada perguruan tinggi yang membuka program studi kearsipan. Data di atas juga menunjukkan bahwa ketersediaan pendidikan formal
kearsipan ada loncatan strata, artinya dari jenjang diploma langsung ke jenjang S2 tanpa ada jenjang S1. Dari sisi sebaran atau lokasi perguruan tinggi yang telah membuka program studi kearsipan masih belum merata. Dari segi lokasi, 3 perguruan tinggi berlokasi di pulau Jawa, 2 di pulau Sumatera, 1 di pulau Sulawesi, dan 1 merupakan perguruan tinggi yang dari segi lokasi ada di seluruh Indonesia (Universitas Terbuka). Dengan demikian di beberapa pulau besar seperti Kalimantan, Papua, Bali, dan Maluku belum ada perguruan tinggi yang membuka program studi kearsipan. Bila dikelompokkan menurut pembagian wilayah Indonesia (Barat, Tengah, dan Timur), masih didominasi oleh Wilayah Indonesia Bagian Barat (5 perguruan tinggi), 1 perguruan tinggi berada di Wilayah Indonesia Bagian Tengah, 1 merupakan perguruan tinggi yang dari segi wilayah ada di seluruh Indonesia (Universitas Terbuka). Dengan demikian ada satu wilayah yang belum ada program studi kearsipannya yaitu Wilayah Indonesia Bagian Timur.
Satu hal lagi yang cukup menarik adalah dari ke-7 perguruan tinggi yang membuka program studi kearsipan, semuanya merupakan perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi milik pemerintah. Sementara tidak satupun perguruan tinggi swasta yang membuka program studi kearsipan. Ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut mengapa lembaga pendidikan swasta tidak/belum ada yang membuka program studi kearsipan, apakah kurang peminatnya sehingga tidak menguntungkan dari sisi bisnis atau ada hal-hal lain. C. K e t e r s e d i a a n P r o g r a m Pendidikan Formal Perpustakaan (Sebagai Perbandingan) Sebagai perbandingan mari kita melihat sejenak ke tetangga terdekat, artinya suatu ilmu yang selama ini dianggap satu rumpun meskipun sebenarnya banyak perbedaan, yaitu program studi ilmu perpustakaan yang telah dibuka oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air, baik negeri maupun swasta, berikut ini:
11
Tabel 2: Tabel Data Perguruan Tinggi yang Membuka Program Studi Ilmu Perpustakaan NO. 1.
PERGURUAN TINGGI Universitas Indonesia
2.
Universitas Sumatera Utara
3.
Universitas Airlangga
4.
Universitas Padjadjaran
5.
Universitas Diponegoro
6.
Universitas Sam Ratulangi
7.
Universitas Terbuka
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Universitas Yarsi Universitas Islam Nusantara Universitas Kristen Satya Wacana Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Universitas Lancang Kuning Riau Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Universitas Islam Negeri Alauddin IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi
19.
IAIN Ar-raniry
20. 21. 22. 23. 24. 25.
Universitas Gadjah Mada Universitas Udayana Universitas Lampung Universitas Sebelas Maret Universitas Haluoleo Universitas Bengkulu
26.
Universitas Negeri Padang
27.
Universitas Negeri Malang
28.
Universitas Pendidikan Ganesha Bali
12
NAMA PROGRAM STUDI
JENJANG
NEGERI/ SWASTA
S2
Negeri
S1
Negeri
S1 D3 S1 D3 S1
Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri
Perpustakaan
S1
Negeri
Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan
D3 S1 D3 S1 D2
Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri
Perpustakaan dan Informasi
S1
Negeri
Perpustakaan
S1
Swasta
Perpustakaan
S1
Swasta
Perpustakaan
S1
Swasta
Perpustakaan
S1
Swasta
Perpustakaan
S1
Swasta
Perpustakaan
S1
Swasta
Perpustakaan
S1
Negeri
Perpustakaan
S1
Negeri
Perpustakaan
S1
Negeri
Perpustakaan
S1
Negeri
Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan dan Kearsipan Perpustakaan Informasi, Perpustakaan dan Kearsipan
S1 D3 D3 D3 D3 D3 D3 D3
Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri
D3
Negeri
Perpustakaan
D3
Negeri
Perpustakaan Perpustakaan Informasi dan Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan
Perpustakaan
D3
Swasta
KETERANGAN Terdapat peminatan Kearsipan
NAMA PROGRAM STUDI
PERGURUAN TINGGI
29.
Universitas Muhammadiyah Mataram
Perpustakaan
D3
Swasta
30.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Perpustakaan
D3
Negeri
31.
IAIN Imam Bonjol Padang
D3
Negeri
32. 33.
IAIN Raden Fatah Palembang IAIN Antasari Banjarmasin STISIP Petta Baringeng Soppeng
D3 D3
Negeri Negeri
D2
Swasta
34.
Perpustakaan (d/h. Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi) Perpustakaan Perpustakaan Perpustakaan
JENJANG
NEGERI/ SWASTA
NO.
KETERANGAN
Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (www.evaluasi.dikti.go.id diakses tanggal 27 Desember 2013)
Data di atas menunjukkan bahwa jumlah perguruan tinggi yang membuka program studi ilmu perpustakaan sudah cukup banyak, jenjang atau strata juga cukup bervariasi (dari D2, D3, D4, S1, sampai dengan S2), persebarannya cukup merata (ada di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Riau, Bali, dan Mataram/NTB), dan dari 34 perguruan tinggi yang membuka program studi ilmu perpustakaan 9 di antaranya merupakan perguruan tinggi swasta. Hal ini juga dapat dikaji lebih lanjut mengapa sepertinya program ilmu perpustakaan lebih menarik daripada program studi ilmu kearsipan. Sementara, tanpa bermaksud menganggap kepustakaan lebih rendah dari kearsipan, di setiap institusi atau lembaga dalam melaksanakan kegiatannya selalu menghasilkan arsip sedangkan perpustakaan belum tentu ada.
III. KESIMPULAN DAN SARAN Penyediaan pendidikan formal kearsipan sebagai instrumen untuk mengangkat arsiparis menjadi tenaga SDM yang kompeten dan profesional masih dirasakan kurang. Semangat untuk mengelola kearsipan menjadi lebih baik lagi belum diimbangi dengan pembukaan program studi ilmu kearsipan yang cukup oleh dunia pendidikan sebagai wujud upaya penyiapan dan penyediaan SDM kearsipan yang memiliki ilmu dan pengetahuan kearsipan. Menyikapi kondisi di atas, disarankan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), sebagai instansi penanggung jawab kearsipan nasional, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai instansi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan, untuk terus mendorong meningkatkan penyediaan pendidikan formal 13
kearsipan di berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. EE. Mangindaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jangan Remehkan Arsip, dalam Majalah Arsip: Media Kearsipan Nasional, Edisi 55, ANRI, Tahun 2011. Hamid, Darmadi, Dimensi-Dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial: Konsep Dasar dan Implementasi, Cetakan Kesatu, Bandung: Alfa Beta, 2013. Media Indonesia, Korban Banjir Gratis Perbaiki Arsip, terbitan 29 Januari 2014. 14
Republika, ANRI Perbaiki Arsip Korban Banjir, terbitan 29 Januari 2014. Richard J. Cox, Managing Institutional Archives: Fuoundational Principles and Practices, USA: Greenwood Press, 1992. Sudiyanto, Peluang Arsiparis Menjadi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), 2014. Darnelawati, Seri Pustaka Teknologi Pendidikan Nomor 12, Jakarta, 1994, dalam http:// belajarpsikologi.com/pengertian -pendidikan-menurutahli/#ixzz2nmv9aGBi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pangkalan D a t a P e n d i d i k a n Ti n g g i , ( w w w. e v a l u a s i . d i k t i . g o . i d diakses tanggal 27 Desember 2013) Pratama, Arie, dkk., Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Indo Stationery Ritel Utama Cabang Samarinda, http://journal.feunmul.in/ ojs/index.php/publikasi_ilmiah/a rticle/download/59/54 http://id.shvoong.com/businessmanagement/humanresources/2124600-pengertiansumber-daya-manusia/ #ixzz2noGFzAGM
PERANAN ARSIP DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN PERADABAN Musliichah1 Abstract Archive has a strategic role, not only in the technical areas of administration. Archive is a source of knowledge and human civilization. The development of science can not be separated from the society and culture in which it is grown. Archival records that have a particular value to the scientific and technological and archives which have evidential value, informational value, and an intrinsic value are source of knowledge. This archive is a research materials into the process through content analysis. The results of these studies give birth to new knowledge and new knowledge is giving birth to a new civilization. Keywords: archives, research, content analysis, science, culture I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi dan kedudukan arsip dalam kehidupan baik secara pribadi, organisasi, berbangsa dan bernegara, maupun dalam konteks peradaban sangat penting. Hal ini sangat kontras atau bertentangan jika disandingkan dengan kondisi umum kearsipan khususnya di Indonesia. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak orang dan lembaga yang b e l u m m e l a k u k a n penyelenggaraan kearsipan dengan baik. Bukti ketidakcocokan antara persetujuan publik tentang pentingnya arsip dengan perilaku 1
berkearsipan adalah berbagai kasus kehilangan arsip, penumpukan arsip kacau, pemusnahan arsip tidak sesuai prosedur, sulitnya mendapatkan informasi yang bersumber dari arsip secara cepat dan tepat, minimnya SDM kearsipan, tidak terpenuhinya fasilitas sarana prasarana kearsipan sesuai standar, sekaligus minimnya regulasi di bidang kearsipan, serta masih belum dianggapnya bidang kearsipan maupun profesi kearsipan sebagai sesuatu yang “bergengsi”. Kondisi umum pola kearsipan publik ini mempengaruhi perkembangan kearsipan. Perkembangan kearsipan nasional bergerak
Arsiparis Arsip UGM
15
lamban dan jika dibandingkan dengan bidang keilmuan lainnya mengalami ketertinggalan yang cukup jauh. Hal ini dapat dilihat dari masih minimnya sumber ilmu (referensi) kearsipan, minimnya hasil kajian/ penelitian dan publikasi kearsipan, minimnya lembaga pendidikan dan pengembangan ilmu kearsipan, serta terbatasnya para pakar kearsipan. Kearsipan selama ini berkembang dalam wilayah yang bersifat teknis praktis. Inilah yang menjadi salah satu sebab arsip menjadi bidang yang terpinggirkan dan tidak bergengsi. Arsip lebih dipahami dan dianggap sebagai hal-hal teknis saja yang tidak memerlukan pembahasan dan pengkajian ilmiah. Lebih tepatnya lagi kearsipan belum sepenuhnya dipandang atau diposisikan sebagai suatu disiplin ilmu. Akibat pandangan ini, dunia kearsipan sebagian besar diisi oleh SDM dengan kualifikasi “second class”. Para pimpinan yang memiliki kewenangan dalam penempatan SDM berpikir bahwa kearsipan adalah hal teknis yang mudah dilakukan dan dapat dilakukan oleh siapapun tanpa tuntutan atau syarat keahlian tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa kearsipan bukan ilmu yang membutuhkan keahlian 16
serta kearsipan bukan bidang keilmuan yang strategis dan penting dalam kehidupan. Pemahaman arsip itu penting, masih terbatas pada hal teknis. Dengan memenuhi kebutuhan yang bersifat teknis seperti sarana dianggap sudah cukup untuk mengembangkan kearsipan, padahal bukan demikian. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan publik tetapi juga para pelaku kearsipan serta seluruh perangkat kearsipan baik itu tenaga profesionl kearsipan, pengambil kebijakan kearsipan, maupun peraturan-peraturan kearsipan yang mensosialisasikan peran kearsipan berkutat diseputar hal teknis administrasi. Pemahaman peran arsip yang terbatas pada hal teknis ini secara tidak langsung menjadi penghalang bagi para pakar atau ilmuwan untuk tertarik dan berminat mendalami dan mengembangkan kearsipan karena kearsipan dianggap tidak memiliki fungsi strategis jangka panjang. Kondisi inilah yang menjadikan kearsipan menjadi wilayah yang marginal dan tertinggal dengan bidang-bidang lainnya. Pada dasarnya ada fungsi lain arsip yang lebih mendasar sebagai kebutuhan dasar kehidupan yaitu arsip sebagai sumber ilmu pengetahuan. Apabila pemahaman ini lebih ditekankan pada publik, tentu
saja akan mempengaruhi dan mendorong publik untuk tertarik m e m p e l a j a r i d a n mengembangkan kearsipan. Siapa yang menyangkal bahwa ilmu pengetahuan itu tidak penting dalam kehidupan? Atau siapa yang tidak memerlukan ilmu pengetahuan dalam kehidupannya? Tentu semua sependapat bahwa ilmu pengetahuan merupakan syarat utama bagi makhluk hidup untuk dapat hidup dengan bermartabat. Ilmu pengetahuanlah yang membedakan kehidupan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Jika ilmu pengetahuan itu penting maka secara otomatis sumber ilmu pengetahuan juga penting. Supaya ilmu pengetahuan terus maju berkembang dan dapat meningkatkan martabat kehidupan manusia maka sumber ilmu pengetahuan itu harus dijaga, dikelola, dan dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya. B. Rumusan Masalah Arti penting atau peranan arsip yang digulirkan selama ini terasa baru dipermukaan atau slogan-slogan saja serta terbatas pada hal-hal teknis. Untuk menanamkan pemahaman secara mendalam serta menumbuhkan apresiasi yang nyata terhadap kearsipan, diperlukan sosialisasi tentang arti penting/ peran arsip
dari segi keilmuan dan secara ilmiah. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian atau pembahasan tentang peran arsip, khususnya arsip sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pengembangan kebudayaan. C. Tujuan Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui dan memaparkan peran arsip sebagai sumber ilmu pengetahuan dan membangun peradaban kebudayaan. Dengan pemaparan ini diharapkan dapat membantu mensosialisasikan arti penting arsip serta menumbuhkan kesadaran kearsipan serta meningkatkan apresiasi publik terhadap bidang kearsipan. Lebih luas lagi diharapkan tulisan ini dapat mendorong kemajuan dan perkembangan bidang kearsipan. D. Landasan Teori Beberapa definisi/ batasan yang digunakan dalam penulisan ini antara lain: 1. Arsip menurut UU Nomor 43 Tahun 2009 adalah segala rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, 17
p e r u s a h a a n , o rg a n i s a s i kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. I l m u p e n g e t a h u a n berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. 3. Pengembangan pengetahuan menurut Yasraf Amir Piliang (2012) dikembangkan melalui “teknosains” (technoscience), selanjutnya pengetahuan dan produk teknologi membangun sebuah “budaya” melalui sebuah proses yang disebut “ t e k n o k u l t u r ” (technoculture). II. PEMBAHASAN A. Pengertian dan Sumber Ilmu Pengetahuan Definisi ilmu pengetahuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Ilmu menjadi bagian terpenting dalam 18
kehidupan manusia. Ilmu berfungi sebagai cahaya penerang serta penuntun dalam hidup. Menuntut ilmu merupakan kewajiban sepanjang hayat manusia. Menuntut ilmu dapat dilakukan secara formal maupun informal. Lembaga pendidikan dan pengkajian ilmu marak didirikan dan dikembangkan untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya tujuan ilmu ialah untuk meramalkan dan mengontrol permasalahan dan kontrol tersebut tidak akan dapat dicapai tanpa landasan. Landasan-landasan itu terletak pada peranan suatu hukum dan pernyataan. Kaplan (1964, dalam Lexi J. Moloeng, 2001: 48) menyebut landasan tersebut “generalisasi nomologis”. Generalisasi nomologis memiliki sejumlah ciri dan yang terpenting ialah harus benar-benar universal, tidak terbatas pada waktu dan tempat, dan harus merumuskan apa yang senantiasa menjadi kasus dimana-mana. Dalam bidang filsafat, membicarakan tentang sumber pengetahuan dan cara memperoleh pengetahuan disebut teori pengetahuan (epistimologi). Epistimologi membicarakan antara lain hakekat pengetahuan, yaitu apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pengetahuan.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguhsungguh. Pengetahuan diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi, untuk mengetahui sesuatu. Menurut paradigma filsafat barat, pengetahuan diperoleh dengan menggunakan berbagai metode, ada empat aliran yang b e r k e m b a n g (http://tentangpuasakontemplasi.blogspot.com/), yaitu: 1. Idealisme Idealisme, aliran yang dikembangkan oleh Plato adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Idealisme atau nasionalisme menitik beratkan pada pentingnya peranan ide, kategori, atau bentuk-bentuk yang terdapat pada akal sebagai sumber ilmu pengetahuan. Suatu ilmu pengetahuan agar dapat memberikan kebenaran yang kokoh harus bersumber dari hasil pengamatan yang tepat dan tidak berubah-ubah. Hasil pengamatan seperti ini
hanya bisa datang dari suatu alam yang tetap dan kekal yang disebut "alam ide". Dengan ide bawaan ini manusia dapat mengenal dan memahami segala sesuatu sehingga lahirlah ilmu pengetahuan. 2. Empirisme Empirisme atau realisme dicetuskan oleh Aristoteles, lebih memperhatikan arti penting pengamatan inderawi sebagai sumber sekaligus alat pencapaian pengetahuan. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Kesankesan yang dimaksud adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, Ide-ide maksudnya adalah gambaran tentang pengamatan yang samarsamar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman. Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indra. 3. Rasionalisme R a s i o n a l i s m e , 19
dikembangkan oleh Rene Deskrates adalah aliran yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Dalam beberapa hal, akal bahkan dianggap dapat m e n e m u k a n d a n memaklumkan kebenaran sekalipun belum didukung oleh fakta empiris. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur oleh akal dengan menggunakan konsepkonsep rasional atau ide-ide universal. 4. Positivisme Positivisme dicetuskan oleh August Comte dan Immanuel Kant. August Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kebenaran diperoleh dengan akal dengan didukung bukti-bukti empiris yang terukur. Dalam hal ini Kant juga menekankan pentingnya meneliti lebih lanjut terhadap apa yang telah dihasilkan oleh indera dengan datanya dan dilanjutkan oleh akal dengan melakukan penelitian yang lebih mendalam. 20
Perkembangan ilmu pengetahuan tak dapat dipisahkan dari masyarakat dan kebudayaan tumbuh. Pengetahuan hanya bisa berkembang bila ada “kesadaran” untuk mengembangkan, memanfaatkan, dan memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat pengetahuan tidak hanya persoalan epistemologis tetapi juga persoalan sosial dan kebudayaan. Artinya ilmu pengetahuan berkembang s e i r i n g d e n g a n perkembangan peradaban kehidupan manusia. Proses lahirnya sebuah ilmu pengetahuan oleh para ahli filsafat dirumuskan dalam beberapa aliran seperti tersebut di atas. Namun, dari semua proses tersebut ada satu kesamaan sumber dari ilmu pengetahuan yaitu segala bentuk kehidupan/ peradaban manusia dan alam sekitarnya. Segala sesuatu yang terbentang dan terjadi di dunia ini menjadi sumber lahirnya ilmu pengetahuan. Huston Smith ( 2 0 0 1 : 1 8 8 - 1 8 9 ) menggambarkan bahwa dalam perjalanan panjang manusia segenap perhatian mereka selalu berubah. Sisa
kebudayaan, misal zaman batu, memperlihatkan bahwa pikiran primitif (savage mind) sama kompleks dan sama rasionalnya dengan saat ini. Dengan memperluas penglihatan retrospektif terhadap masa lalu manusia yang menjadi kisah kehidupan secara keseluruhan, maka akan bertemu dengan konsep evolusi dalam arti Darwinian. Ini menguatkan bahwa segala hal yang terjadi dalam peradaban manusia apabila diolah akan menghasilkan sebuah pengetahuan baru. B. Arsip sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan Arsip sebagai sumber ilmu pengetahuan bukan hanya sekedar slogan. Sejak dahulu sebenarnya manusia sudah mendayagunakan arsip untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada abad VII kemajuan ilmu pengetahuan dilakukan dengan metode ilmiah, yaitu dengan cara mengumpulkan informasi dan data-data dari alam. Sedangkan di abad XVII, Bacon, Hobbes, dan Newton menelaah tulisan-tulisan yang ada di “dinding” sejarah untuk menemukan pandangan ilmiah yang akan menguasai segala hal (Huston Smith, 2001:181).
Struktur sosial, mentalitas, dan nilai-nilai budaya yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat sangat menentukan bentuk, pertumbuhan, dan arah perkembangan pengetahuan. Seluruh peristiwa yang terjadi secara alami maupun dari hasil karya manusia menjadi sumber ilmu pengetahuan. Bila hal ini ditarik dalam konteks kearsipan sangat sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa arsip sebagai sumber ilmu pengatahuan. Arsip dapat dimaknai sebagai rekaman struktur sosial, mentalitas, dan nilai-nilai budaya yang tumbuh dalam masyarakat. Atau lebih jelasnya lagi arsip dimaknai sebagai rekaman seluruh peristiwa yang terjadi baik secara alami maupun hasil karya manusia. Hal ini selaras dengan hakikat atau makna dasar dari arsip yaitu rekaman informasi. Informasi di sini harus dimaknai sebagai sesuatu yang sangat luas dan kompleks menyangkut segala hal terkait peradaban kehidupan. Rekaman informasi atau media rekam informasi ini pun juga harus dimaknai secara luas. Artinya arsip bukan hanya surat, tetapi rekaman informasi dalam media/ bentuk apapun sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi pada zamannya. Dahulu ketika kehidupan masih dikategorikan zaman primitif 21
informasi terekam dalam media batu dan hanya berupa simbolsimbol. Sangat jauh berbeda dengan sekarang yang sangat beragam bentuk medianya. Ilmu pengatahuan tidak lepas dari teori-teori. Dalam dunia ilmiah, sebagian besar teori yang disusun pada hakikatnya adalah deduktif dan logis dalam pengetahuan perilaku sosial. Proses penyusunan teori berputar pada proses deduksi yang bisa diverifikasi dari dunia nyata atas dasar asumsi apriori. Cara lainnya adalah dengan menemukan teori dengan cara menariknya sejak awal dari alam, yaitu dari data yang berasal dari dunia nyata. Metode yang digunakan adalah cara menemukan dengan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis. Penyusunan teorinya dimulai dari dasar. Teori demikian akan cocok dengan situasi empiris dan penting untuk meramalkan, menerangkan, m e n a f s i r k a n , d a n mengaplikasikan (Lexi J. Moloeng, 2001:17). Dalam dunia penelitian, sebagai wilayah yang dianggap mengembangkan dan melahirkan ilmu pengetahuan, muncul berbagai metode penelitian dan teknik pengumpulan data. Salah satu teknik pengumpulan data yang akan digunakan sebagai bahan penelitian adalah penggunaan dokumen. Istilah 22
dokumen ini menimbulkan dua makna yaitu arsip/ record dan dokumen. Menurut Guba dan Lincoln dalam Lexy J. Moloeng (2001:161) dokumen yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ada dua kategori. Pertama, record yaitu setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Kedua dokumen yaitu setiap bahan tertulis atau film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Menurut Lexi J. Moloeng (2001:161) dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dapat digunakan untuk menguji, menafsirkan, dan meramalkan. Guba dan Lincoln, 1981 dalam Lexy J. Moleong (2001:1631) menjelaskan bahwa penggunaan dokumen dan record dalam penelitian dengan alasan sebagai berikut: 1. D o k u m e n d a n r e c o r d digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong; 2. Berguna sebagai “bukti” untuk suatu pengujian; 3. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai
konteks, lahir dan berada dalam konteks; 4. Record relatif ekonomis dan mudah diperoleh; 5. Dokumen dan record tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi; dan 6. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki. Kajian isi/ content analysis menurut Weber (1985, dalam Lexy J. Moleong 2001:163) adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Guba dan Lincoln (1981 dalam Lexy J. Moleong 2001:163-164) merumuskan 5 prinsip dasar kajian isi yaitu: 1. Proses mengikuti aturan Setiap langkah dilakukan sesuai prosedur yang disusun secara eksplisit. Analisis berikutnya yang mengadakan pengkajian harus menggunakan aturan yang sama, prosedur yang sama, dan kriteria yang sama sehingga dapat menarik kesimpulan yang sama pula. 2. Proses sistematis Dilakukan dalam rangka pembentukan kategori
sehingga memasukkan dan mengeluarkan kategori dilakukan atas dasar aturan yang taat asas. Apabila aturan telah ditetapkan, hal itu harus diterapkan dengan prosedur yang sama terlepas dari apakah menurut analis relevan atau tidak. 3. Proses diarahkan untuk meng-generalisasi Penemuan selanjutnya hendaknya menekankan sesuatu yang relevan dan teoritis. Penemuan itu harus mendorong pengembangan pandangan yang berkaitan dengan konteks dan dilakukan atas dasar contoh selain dari contoh yang ada dalam dokumen. 4. Kajian isi mempersoalkan isi yang termanifestasikan Penarikan kesimpulan harus berdasarkan isi suatu kesimpulan yang termanifestasikan. 5. Kajian isi lebih menekankan analisis secara kuantitatif, tetapi dapat pula dilakukan bersama analisis kualitatif. Dokumen sebagai sumber penelitian menurut Lexy J. Moleong (2001:161-163) dibagi dalam dua kategori. Pertama, dokumen pribadi yaitu catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, p e n g a l a m a n d a n 23
kepercayaannya. Contoh dokumen pribadi yaitu buku harian, surat pribadi, dan autobiografi. Kedua dokumen resmi yang terbagi dalam dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, notulen, laporan, keputusan, dan aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen internal ini dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan dapat memberikan petunjuk gaya kepemimpinan. Sedangkan dokumen eksternal berisi bahanbahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial seperti majalah, buletin, pernyataan, dan berita yang disiarkan media massa. Dokumen eksternal dapat digunakan untuk menelaah konteks sosial, kepemimpinan, dan sebagainya. Dalam konteks kearsipan, dokumen yang digunakan dalam penelitian lazimnya adalah arsip-
arsip statis, yaitu arsip yang memiliki nilai guna sekunder. Artinya, arsip tersebut tidak hanya bernilai guna bagi pemilik/ penciptanya tetapi juga berguna bagi orang atau institusi lain diluar pemilik/ penciptanya. Nilai guna sekunder ini muncul atau dapat digunakan biasanya setelah nilai guna primer arsip tersebut sudah habis atau telah melewati masa aktif dan atau inaktifnya. Arsip statis ini bersifat terbuka artinya dapat diakses atau digunakan oleh publik. Dengan demikian siapapun dapat membaca atau mendapatkan copy arsip tersebut sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh lembaga yang mengelolanya untuk kepentingan yang dapat dipertanggungjawabkan seperti kegiatan ilmiah/ penelitian. Proses pengolahan arsip sebagai hasil rekaman peristiwa alam dan peradaban manusia menjadi sumber ilmu pengatahuan dapat digambarkan dalam bagan berikut:
Bagan 1. Proses Arsip sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan
24
INPUT
PROSES
OUTPUT
ARSIP SEGALA REKAMAN PERISTIWA ALAM DAN PERADABAN SEBAGAI BAHAN PENELITIAN
PENELITIAN ARSIP/ KAJIAN ISI EPISTIMOLOGI IDEALISME/ EMPIRISME/ RASIONALISME/ POSITIVISME
ILMU PENGETAHUAN HASIL DARI PENELITIAN/ PENGKAJIAN ARSIP
C. Jenis dan Karakteristik Arsip sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan Pada dasarnya semua jenis arsip merupakan sumber informasi dan dapat digunakan sebagai bahan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, berdasarkan pengklasifikasian jenis dan nilai guna arsip, dapat dikelompokkan jenis-jenis arsip yang sangat relevan dan berpotensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Secara garis besar arsip dibedakan dalam dua kelompok yaitu arsip dinamis yang bernilai guna bagi pemilik/ penciptanya dan arsip statis yang bernilai guna bagi orang/ institusi diluar pemilik/ pencipta arsip. Dari masing-masing kelompok arsip tersebut yang memiliki potensi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah arsip jenis/ kriteria berikut ini: 1. Arsip Dinamis Berdasarkan SK Kepala ANRI No. 7 tahun 2001 arsip mempunyai nilai guna primer yaitu nilai guna yang didasarkan pada kepentingan instansi pencipta arsip dan nilai guna sekunder yaitu nilai guna yang didasarkan pada kepentingan orang/ lembaga diluar pemilik/ pencipta arsip. Nilai guna primer ini lazimnya melekat pada jenis arsip dinamis. Nilai guna primer
arsip terdiri dari: a. Nilai guna administrasi: nilai guna arsip yang dilihat dari tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lembaga. b. Nilai guna hukum: nilai guna arsip yang berkaitan dengan tanggung jawab kewenangan yang berisikan bukti-bukti kewajiban dan hak secara hukum. c. Nilai guna keuangan: nilai guna arsip yang menggambarkan transaksi keuangan. d. Nilai guna ilmiah dan teknologi: nilai guna arsip yang mengandung data-data ilmiah dan teknologi sebagai hasil/ akibat dari penelitian murni atau penelitian terapan. Arsip dinamis bernilai guna ilmiah dan teknologi merupakan jenis arsip yang paling potensial dalam pengembangan ilmu pengetahuan atau sebagai sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam kaidah kearsipan jenis arsip ini pengelolaannya berbeda dengan jenis arsip lainnya, harus disimpan termasuk arsip hard copy (net konsep) beserta seluruh catatan proses perbaikan/ koreksi (historical draft), mulai naskah awal hingga naskah format terakhir. Arsip ini merupakan bukti kreasi prestasi intelektual 25
yang merupakan rekaman gagasan original dan merupakan penemuan baru sehingga wajib dilestarikan sebagai arsip yang berpotensi mempunyai nilai guna permanen/ statis. 2. Arsip Statis Arsip statis adalah arsip yang mempunyai nilai guna sekunder yaitu nilai guna bagi kepentingan skala luas diluar pemilik/ pencipta arsip, lazimnya untuk penelitian. Menurut Keputusan Kepala ANRI nomor No. 7 tahun 2001 tentang Pedoman Penilaian Arsip, nilai guna sekunder meliputi: a. Nilai guna evidential Nilai guna evidential merupakan bukti keberadaan suatu organisasi/ lembaga, serta bukti prestasi intelektual yang bersangkutan, seperti: proposal pendirian lembaga dan struktuk organisasi, produk hukum yang bersifat mengatur, dan bukti tentang prestasi intelektual. b. Nilai guna informasional Nilai guna informasional adalah isi informasi yang terkandung dalam arsip bagi kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan kesejarahan, yaitu informasi mengenai orang/ tokoh, tempat, benda, fenomena, peristiwa, masalah, dan 26
sejenisnya yang terkait dengan paristiwa/ kasus yang bermakna nasional. Contoh: arsip tentang G30S PKI, Ki Hadjar Dewantara, tsunami Aceh, pembukaan lahan gambut, dan reformasi. c. Nilai guna intrinsik Nilai guna intrinsik yaitu nilai guna yang melekat (inherent) pada karakteristik dokumen karena faktor keunikan yang terkandung didalamnya seperti usia arsip, isi, pemakaian katakata, seputar penciptanya, tanda tangan, cap atau stempel yang melekat, dan media arsip. Dari segi kualitas dan karakteristiknya, meliputi studi bentuk fisik yang merupakan bukti perkembangan teknologi dan segi kualitas artistik atau keindahan (bentuk tulisan atau simbol-simbol). Arsip dinamis bernilai guna ilmiah dan teknologi serta arsip statis yang mempunyai nilai guna evidential, informasional, dan intrinsik merupakan sumber ilmu pengetahuan. Arsip tersebut memiliki potensi yang besar sebagai sumber/ bahan penelitian. Dengan pendayagunaan yang tepat melalui metode pengolahan data yang ilmiah arsip-arsip tersebut dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan.
D. Arsip Membangun Peradaban Peradaban kebudayaan manusia dibentuk oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya. J. Nasikun (2006:8) menyebutkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan sebagai salah satu institusi sosial yang sangat menguasai kehidupan umat manusia. Demikian pula Von Martin (dalam J. Nasikun, 2006:9) berargumen bahwa perkembangan sosial, ekonomi, dan politik terjadi atas dorongan perkembangan ilmu pengetahuan. Demikian pula sebaliknya, perkembangan ilmu pengetahuan tak dapat dipisahkan dari masyarakat dan kebudayaan di mana ia tumbuh. Pengetahuan tidak hanya persoalan epistemologis, tetapi juga persoalan sosial dan kebudayaan. Dalam konteks sosial, pengetahuan dikatakan “dikonstruksi secara sosial” (social construction of knowledge). Struktur sosial, mentalitas, dan nilai-nilai budaya yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat sangat menentukan bentuk, pertumbuhan, dan arah perkembangan pengetahuan.
Pengetahuan dikembangkan melalui “teknosains” (technoscience); serta pengetahuan dan produk teknologi membangun sebuah “budaya” melalui sebuah proses yang disebut “teknokultur” (Yasraf Amir Piliang, 2012). Peradaban manusia melahirkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan lahir seiring dengan perjalanan peradaban manusia melalui proses atau hukum-hukum lahirnya ilmu pengetahuan. Pengetahuan dan peradaban kebudayaan samasama dinamis dan saling mempengaruhi. Pengetahuan membentuk atau mempengaruhi bentuk peradaban kebudayaan manusia dan peradaban kebudayaan manusia menjadi bahan inspirasi dan referensi lahirnya ilmu pengetahuan baru. Arsip di dalam proses lahirnya ilmu pengetahuan dan peradaban/ kebudayaan mempunyai dua sisi kedudukan. Arsip menjadi output atau bukti rekaman peradaban sekaligus menjadi input/ bahan kajian yang melahirkan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat digambarkan dalam bagan berikut:
27
Bagan 2. Proses Hubungan Arsip, Ilmu Pengetahuan, dan Peradaban
ARSIP ILMU PENGETAHUAN
HASIL REKAMAN PERADABAN SEBAGAI BAHAN PENELITIAN
HASIL DARI PENGKAJIAN
ARSIP
BUDAYA/ PERADABAN YANG TERBENTUK/ DIPENGARUHI OLEH ILMU PENGETAHUAN
III. PENUTUP A. Kesimpulan Segala kejadian atau peradaban kebudayaan manusia terekam dalam berbagai media. Rekaman tersebut diantaranya adalah arsip. Rekaman peristiwa masa lalu/ arsip dapat didayagunakan sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan melalui serangkaian kegiatan penelitian. Sudah sejak lama dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang penelitian memanfaatkan arsip sebagai sumber daya penelitian. Namun demikian pendayagunaan arsip ini belum maksimal karena masih banyak potensi atau sumber daya a r s i p y a n g b e l u m diberdayagunakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: 1. K u r a n g n y a t i n g k a t pemahaman publik tentang peranan arsip dalam 28
p e n e l i t i a n a t a u pengembangan ilmu pengetahuan, 2. K u r a n g n y a s o s i a l i s a s i sumber daya arsip yang dapat diakses publik, 3. Pengolahan dan penyajian isi informas i ars ip belum maksimal. B. Saran Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pendayagunaan arsip dalam pengembangan ilmu pengetahuan, hal-hal yang perlu didorong untuk dikembangkan oleh organisasi kearsipan antara lain adalah: 1. Mengolah arsip tidak hanya menekankan sisi fisik, tetapi juga sisi informasinya sehingga menjadi sumber daya yang dapat disajikan dan digunakan sebagai bahan penelitian, dengan cara membuat guide, indeks, film d o k u m e n t e r, m a u p u n
2.
3.
4.
5.
melakukan terbitan tematik/ naskah sumber. Melakukan penelusuran arsip untuk melengkapi atau memperluas holding/ khazanah sehingga dapat menyajikan informasi/ arsip dengan lengkap. Melakukan “marketing” secara profesional untuk mempromosikan khazanah arsip yang ada sehingga dapat diketahui dan didayagunakan oleh publik. Merumuskan regulasi layanan arsip yang efektif dan efisien sehingga mendorong publik untuk mendayagunakan arsip yang ada. Melakukan pengkajian secara ilmiah dalam bidang k e a r s i p a n d a n mempublikasikan hasilnya secara luas.
J. Nasikun, Membangun Etis Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni di Era Globalisasi Pascamodern. Yogyakarta: UGM, 2006. Moleong, Lexi J, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. P e u r s e n , C . A . Va n , S t r a t e g i K e b u d a y a a n . Yo g y a k a r t a : Kanisius, 1976. Piliang, Yasraf Amir. “Transformasi Budaya Bangsa Masa Depan Budaya Sains dan Teknologi”. Dalam Jurnal Yayasan Suluh Nuswantara Bakti Edisi 31 Oktober 2012, Jakarta: YSN, 2012. Smith, Huston, Kebenaran yang Terlupakan: Kritik atas Sains dan M o d e r n i t a s . Yo g y a k a r t a : IRCiSoD, 2001. http://kbbi.web.id/ diakses tanggal 10 Pebruari 2014.
DAFTAR PUSTAKA Undang Undang RI Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Keputusan Kepala ANRI Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pedoman Penilaian Arsip bagi Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan Swasta.
http://tentangpuasakontemplasi.blogspot.com/2009/ 1 1 / s u m b e r - i l m u pengetahuan.html “Sumber Ilmu Pengetahuan” diakses tanggal 10 Pebruari 2014.
29
PUBLIKASI ARSIP: MODEL DAN IMPLIKASINYA (Studi Kasus di Arsip Universitas Gadjah Mada) Kurniatun1 Abstract As the college archives, Gadjah Mada University Archives has implemented an archival service to users as a form of utilization of archives. Utilization archive at Gadjah Mada University Archives has been implemented through access archives and archival publications. In this regard the authors are interested in knowing how the process records at Archives UGM utilization through access to archives and archival publications. Utilization archive at Gadjah Mada University Archives through access and archival publications. Access activities carried out either manually or electronically ie by telephone, e-mail or through a web of Gadjah Mada University Archives. Utilization archive is an activity in order to exploit the archives made ?by the user archives and archives manager. Activities carried out by the use of archival records user access is done through the archives, archives utilization activities undertaken by agencies from the archives made ?with archival publications in order to education (public program) to improve the intelligence of the nation . Filing a successful publication will provide added value to the organization and for the community organizers who enjoy archival publications. However, the publication of the manuscript sources in the Gadjah Mada University Archives is still room for improvement or programmed routine for example: every year publishes one or two manuscript sources. Keywords: archives, archives access, user, source documents, exhibits. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sering kita dengar keluhan dari dosen maupun mahasiswa tentang sulitnya mencari arsip sebagai sumber data untuk keperluan penelitian, penulisan paper, skripsi, tesis dan disertasi. Banyak mahasiswa yang 1
Arsiparis Arsip UGM
30
mengatakan bahwa mencari datadata arsip jaman sesudah kemerdekaan lebih sulit daripada arsip-arsip masa penjajahan, apalagi data-data di tingkat daerah. Keadaan ini diperparah dengan keengganan petugas arsip dalam melayani permintaan arsip (Margana, 2010). Ungkapan
tersebut memberikan gambaran bahwa pengelolaan arsip sekarang ini belum maksimal sehingga layanan kepada pengguna pun belum optimal. Meningkatnya akses terhadap arsip menunjukkan bahwa keberadaan arsip semakin penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan arsip mempunyai sifat-sifat istimewa, yaitu: a. Arsip merupakan data verbal tertulis yang dapat mengatasi ruang dan waktu sehingga memungkinkan dapat membuka atau memperoleh suatu pengetahuan tentang fenomena sosial yang telah musnah. b. A r s i p b e r p o t e n s i d a p a t mengungkapkan fenomenafenomena sosial di masa lalu tergantung dari volume data yang relefan bagi analisa sosial. c. Dibandingkan dengan observasi secara langsung, arsip mencakup detail dan hal-hal khusus tentang hubungan sosial, dll. yang sukar ditangkap dengan observasi langsung (Kris Hapsari, 2013). Adanya sifat-sifat istimewa dari arsip tersebut mendorong masyarakat, terutama kalangan akademisi untuk mengakses arsip sebagai data dan informasi dalam mendukung aktivitasnya di lingkungan perguruan tinggi. Sebagai lembaga kearsipan
perguruan tinggi, Arsip Universitas Gadjah Mada (UGM) telah melaksanakan layanan kearsipan kepada pengguna sebagai salah satu bentuk pemanfaatan arsip. Pemanfaatan arsip di Arsip UGM sudah dilaksanakan melalui kegiatan akses arsip dan publikasi kearsipan. Berdasarkan pemahaman terhadap uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimana peran kegiatan publikasi kearsipan dalam mendukung proses akses arsip di Arsip UGM?” B. Landasan Teori 1. Publikasi Kearsipan Kearsipan adalah hal-hal yang berkenaan dengan arsip. Menurut Undang–Undang No. 43 Tahun 2009, arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia, kata publikasi berarti pengumuman, penerbitan, sedangkan kearsipan merupakan hal-hal yang berkenaan dengan 31
arsip (Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009). Publikasi kearsipan adalah tindakan dan prosedur untuk menyusun naskah/ dokumen yang berkaitan dengan kearsipan apapun bentuk dan formatnya untuk didistribusikan secara umum (Sauki Hadiwardoyo, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa publikasi kearsipan merupakan kegiatan penyebarluasan informasi mengenai kearsipan kepada masyarakat. Publikasi kearsipan dapat melalui media cetak maupun elektronik atau audio visual. Publikasi kearsipan bisa dilakukan dengan penerbitan buku, majalah kearsipan, foto, dokumen kearsipan dalam situs web, rekaman suara, compact disk, dll. Kegiatan publikasi kearsipan harus memperhatikan bahwa ada ketentuan tentang arsip yang tidak boleh dipublikasikan, yaitu arsip yang rusak, privasi seseorang, masalah SARA, pertanahan, perbatasan, kepentingan nasional, kondisional pemilik arsip sebelumnya, keamanan negara, dan arsip yang belum ada jalan masuknya. Salah satu kegiatan publikasi kearsipan adalah pameran arsip. Pameran kearsipan adalah unjukan citra (display) naskah asli atau kopinya untuk tujuantujuan pendidikan dan 32
pengembangan budaya, biasanya bersifat tematik, terutama yang berkaitan dengan kasus-kasus aktual atau sejarah (Sauki Hadiwardoyo, 2002). Jenis arsip yang biasanya dipamerkan adalah arsip tekstual, kartografi, dan foto. Untuk keperluan pameran dibutuhkan sarana pendukung antara lain pemutaran film, diskusi, pengadaan counter, dan katalog yang sesuai dengan tema pameran. Dapat dikatakan bahwa pameran kearsipan bertujuan untuk eksistensi organisasi, penyebarluasan fungsi o rg a n i s a s i , m e n i n g k a t k a n pengetahuan masyarakat, meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan kepedulian masyarakat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kegiatan lain dari publikasi kearsipan adalah penyusunan naskah sumber. Penyusunan atau penerbitan naskah sumber arsip adalah suatu upaya konkrit dalam melestarikan warisan nilai-nilai luhur bangsa, karena dengan terbitnya naskah sumber dapat diketahui keadaan dan gambaran secara nyata tentang suatu topik/ tema tertentu yang didalamnya dapat dipetik pelajaran (Machmoed Effendi, dkk., 2012). Menurut Kris Hapsari (2013) penerbitan naskah sumber bertujuan untuk mengurangi kerusakan arsip, membantu masyarakat/ users, meningkatkan
pengetahuan masyarakat, meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan kepedulian masyarakat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bentuk penerbitan naskah sumber berupa buku/ majalah, lembaran-lembaran lepas yang memuat cara-cara meneliti atau peraturan-peraturan peminjaman arsip, dan audio-visual. 2. Akses Arsip Istilah pemanfaatan arsip terdapat dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada pasal 1 (11) yang menyebutkan tentang akses arsip. Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi legal serta keberadaan sarana undang-undang untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip. Untuk dapat diakses, arsip yang ada harus dikelola dengan baik. Hal ini sesuai dengan pengertian pengelolaan arsip statis dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 pasal 1 (26), yaitu proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan dan pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan nasional. Pasal 59 (1) Undang Undang No. 43 Tahun 2009 menyebutkan pengelolaan arsip statis
dilaksanakan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pengelolaan arsip statis tersebut meliputi kegiatan akuisisi, pengolahan, preservasi, dan akses arsip statis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemanfaatan arsip merupakan kegiatan dalam rangka memanfaatkan arsip baik yang dilakukan oleh pengelola dan pengguna arsip statis. Kegiatan pemanfaatan arsip yang dilakukan oleh pengguna arsip adalah akses dan layanan arsip. Sedangkan bagi instansi pengelola untuk menjamin keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta melakukan kegiatan edukasi (public program) dalam rangka meningkatkan kecerdasan bangsa. Adanya Undang-Undang No. 1 4 Ta h u n 2 0 0 8 t e n t a n g Keterbukaan Informasi Publik (KIP), hak akses publik dan hak lembaga publik termasuk lembaga kearsipan dalam memberikan layanan informasi mengalami perubahan. Berikut hal-hal yang terkait dengan konsep layanan: a. Pengertian Layanan Arsip Statis Layanan arsip statis merupakan 33
bagian dari layanan jasa kearsipan. Layanan Jasa Kearsipan adalah fungsi dasar yang harus dimiliki oleh setiap lembaga kearsipan yaitu berupa penyediaan informasi tentang arsip baik dari arsip dinamis maupun arsip statis, menyediakan khazanah arsip kepada pengguna arsip yang sah, dan melakukan penggandaan kopi arsip bagi mereka yang memerlukan (Sauki Hadiwardoyo, 2002). b. Layanan Arsip Statis Ada 4 unsur dalam pelaksanaan layanan arsip statis yaitu: 1) Petugas Petugas layanan adalah seseorang yang memberikan informasi tentang koleksi dan isi dari arsip yang tersimpan serta menyajikan fisik arsip kepada pengguna arsip. (Machmoed Effendi, dkk., 2012). Adapun sumber daya manusia (SDM) yang harus tersedia berdasarkan bidangbidang tugasnya antara lain petugas ruang tamu/ ruang layanan, petugas ruang baca, petugas depo, petugas penggandaan, bendahara penggandaan arsip, petugas pemandu wisata arsip, tenaga profesional dan praktisi (arsiparis), tenaga ahli kearsipan, exibition organizer, tenaga ahli teknologi informasi dan 34
komputer (TIK), dan consultant reader. 2) Pengguna Pengguna arsip (user) adalah seseorang yang atas inisiatif sendiri atau atas dasar penugasan institusi melakukan penelusuran informasi dan arsip (Machmoed Effendhie, dkk., 2012). c. Sarana dan Prasarana Finding aids (alat bantu temu balik arsip) adalah sebuah sarana yang dapat dipergunakan untuk mencari dan menemukan informasi atau menelusuri arsip (Machmoed Effendhie, dkk., 2012). Sedangkan sarana pendukung adalah segala elemen fasilitas yang dapat mendukung kemudahan dan kelancaran dalam pelayanan arsip (Machmoed Effendhie, dkk., 2012). d. Akses Arsip Akses arsip adalah ketersediaan arsip untuk dibaca sebagai akibat ketentuan hukum yang berlaku dan tersedianya sarana penemuan arsip juga berarti ijin untuk membaca arsip atau manuskrip atau kesempatan yang diberikan untuk memperoleh arsip/ informasi yang demi pertimbangan keamanan masih dinyatakan tertutup atau yang penggunaannya masih dibatasi secara administratif (Machmoed Effendhie, dkk., 2012).
II. PEMBAHASAN A. Publikasi Kearsipan di Arsip UGM 1. Pameran Arsip Pameran arsip biasa dilaksanakan apabila ada acara seremonial tertentu di lingkungan UGM. Sejak No.
berdiri pada tanggal 11 September 2004, Arsip UGM telah melaksanakan pameran arsip, bahkan saat peresmian lembaga ini. Pameran arsip yang pernah dilaksanakan oleh Arsip UGM adalah sebagai berikut:
Judul/ Tema Pameran
Waktu Pelaksanaan
1.
Pameran Arsip UGM “Arsip sebagai Salah Satu Sumber Informasi Menuju Universitas Penelitian”
11-14 September 2004
2.
Pameran Arsip UGM “Arti Penting Arsip untuk Menunjang Dasar Pemikiran Bulaksumur” di GSP
15-19 Desember 2004
3.
Pameran Arsip UGM “Khazanah Arsip Iringi Kajian Ilmiah Nilai-nilai Dasar Pancasila”
2005
4.
Pameran Arsip UGM “Memori Arsip Kenangan Sejarah dari Masa ke Masa” di GSP
2-4 Maret 2006
5.
Pameran Arsip UGM “Sejarah Kelahiran dan Peran UGM dalam Pembangunan” di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardja Soemantri
13-16 Desember 2007
6.
Pameran Kearsipan dalam Rangka History Week Dies Natalis ke -59 UGM “Peran UGM dalam Masa Pembangunan (1949-1964)”
15-17 Desember 2008
7.
Pameran Kearsipan dalam Rangka History Week Dies Natalis UGM ke -60 “Refleksi 60 Tahun Sepenggal Perjalanan Pengabdian Mahasiswa UGM dalam Pemberdayaan Masyarakat (1949-2009)” di GSP
21-26 Juli 2009
8.
Pameran Kearsipan dalam rangka Research Week UGM “Penelitian UGM Tempo Doeloe”
12-17 Juli 2010
9.
Pameran Kearsipan dalam Rangka Dies Natalis Arsip UGM ke-9 “Arsip sebagai Memori Kolektif Perguruan Tinggi dan Sumber Penelitian” di Gedung Pascasarjana UGM
2011
10.
Pameran Kearsipan dalam Rangka Dies Natalis UGM ke-64 “Arsip sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan” di GSP
13-17 November 2013
Sumber: Data Primer Arsip UGM, 2014.
35
Selain itu Arsip UGM melakukan pameran virtual melalui website www.arsip.ugm.ac.id dengan membuka menu utama, kemudian klik museum dan pameran virtual (http://arsip.ugm.ac.id/pame ran.php. Setelah museum dan pameran virtual diklik akan muncul beberapa judul kegiatan. Pengunjung dapat melihat beberapa pameran virtual yang berisi beberapa khazanah arsip foto tentang berbagai kegiatan dimasa lampau. Pameran arsip dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan Arsip UGM sebagai lembaga kearsipan pengelola arsip statis. Masyarakat dapat memperoleh gambaran informasi tentang kegiatan atau tema yang diangkat dalam pameran yang bersumber pada khazanah arsip, sedangkan bagi organisasi yang menyelenggarakan pameran arsip (dalam hal ini Arsip UGM) berarti telah melaksanakan fungsi edukasi kepada masyarakat tentang arsip sehingga bisa berperan dalam mewujudkan “Masyarakat Sadar Arsip”. Selain itu pameran sebagai bentuk eksistensi organisasi. 36
2. P e n e r b i t a n N a s k a h Sumber Naskah sumber yang telah diterbitkan oleh Arsip UGM adalah sebagai berikut: a. Surat Keputusan Rektor UGM Periode 19632000 Naskah sumber ini diterbitkan tahun 2009 berisi khazanah arsip Arsip UGM tentang surat keputusan yang dikeluarkan oleh Rektor UGM dalam kurun waktu 1963 sampai dengan 2000. b. Pantjaran UGM dan Warta UGM Naskah sumber ini diterbitkan pada tahun 2009 berisi khazanah arsip Arsip UGM tentang terbitan UGM “Pantjaran UGM” tahun 1968 sampai dengan 1972, s e d a n g k a n “ Wa r t a UGM” tahun 1992 sampai dengan 2000. c. P e r a n U G M d a l a m Forum Internasional, Prestasi UGM dalam Forum Internasional, dan Peran Lembaga Internasional dalam Pengembangan UGM. Naskah sumber ini diterbitkan tahun 2011 berisi tentang peranan dan prestasi UGM di
forum internasional serta peranan lembaga internasional bagi pengembangan UGM. d. Prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Gadjah Mada 1950-2001 Naskah sumber ini diterbitkan pada tahun 2013 berisi khazanah arsip tentang prosesi penerimaan mahasiswa baru UGM 1950-2001. Khazanah arsip yang ditampilkan adalah arsip tekstual dan arsip foto. Melalui naskah sumber ini dapat diketahui masa orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek). Dari naskah sumber ini dapat diketahui tentang perubahan dan perkembangan prosesi penerimaan mahasiswa baru UGM. e. Pemilihan Rektor UGM dari Masa ke Masa (1950-2012) Naskah sumber ini diterbitkan tahun 2013 yang menampilkan mekanisme pemilihan rektor UGM dari tahun 1950 sampai dengan 2012. Khazanah arsip tentang kegiatan pemilihan rektor terdiri
dari undang-undang, Peraturan Pemerintah RI, Keppres RI, SK Presidium UGM, Peraturan Senat UGM, Keputusan Senat Akademik Sementara UGM, Keputusan MWA UGM, dokumen korespondensi dan beberapa koleksi kliping media. Dengan adanya naskah sumber, pengguna arsip lebih mudah untuk mempelajari dan memahami suatu khazanah arsip karena khazanah arsip sudah dalam bentuk naskah atau buku yang berarti arsip sudah terkumpul atau menyatu dalam suatu tema tertentu sehingga pengguna tidak perlu bersusah payah untuk mencari arsip yang berkaitan dengan tema yang tertentu. B. Akses Arsip di Arsip UGM Akses arsip dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan datang langsung ke Arsip UGM dengan alamat Gedung L3 Lantai 3 Komplek Perpustakaan UGM, Yogyakarta 55281. Akses arsip juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan menelepon nomor (0274) 6492151, 6492152, fax. (0274) 582907, e-mail:
[email protected], atau melalui Sistem Informasi Kearsipan Statis (SIKS) di website www.arsip.ugm.ac.id. 37
Bagi pengguna yang datang langsung ke Arsip UGM, sebelum melakukan akses sebaiknya calon pengguna memperhatikan mekanisme akses arsip, agar mengetahui yang harus dilakukan. Adanya “Alur Prosedur Peminjaman di Ruang Baca dan Penggandaan
Arsip” dapat membantu pengguna arsip untuk mengakses arsip. Pengguna arsip dapat mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan akses arsip. Mekanisme akses arsip dapat dilihat dari bagan sebagai berikut:
Bagan 1. Alur Prosedur Peminjaman di Ruang Baca dan Penggandaan Arsip -
-
Ruang Tamu/ Layanan Pengguna (user) membawa persyaratan administrasi dan mengisi buku tamu Petugas mengecek persyaratan Petugas memberikan persetujuan Petugas mempersilahkan pengguna ke Ruang Baca Ruang Baca Petugas memberikan sarana temu balik arsip Pengguna mencari arsip yang diinginkan dan mengisi formulir peminjaman arsip dan menyerahkannya kepada petugas Petugas meminta persetujuan kepada pejabat yang berwenang Depo
-
Petugas ruang baca menyerahkan formulir peminjaman arsip kepada petugas depo Petugas depo mencari dan menyerahkan arsip kepada petugas di ruang baca Petugas ruang baca menyerahkan arsip kepada pengguna Pengguna membaca dan atau mengisi formulir pemesanan penggandaan/ reproduksi arsip dan menyerahkannya kepada petugas ruang baca
-
Arsip diserahkan kepada pengguna untuk dibaca Setelah selesai, petugas ruang baca mengembalikan arsip ke petugas depo Jika pengguna menginginkan penggandaan arsip, dipersilakan mengisi formulir penggandaan
Ruang Baca
-
Petugas ruang baca menyerahkan arsip kepada petugas depo Petugas depo mengembalikan arsip ke tempat simpan arsip tersebut
-
Petugas ruang baca menyerahkan arsip kepada petugas depo Petugas depo mengembalikan arsip ke tempat simpan arsip tersebut
Sumber: Arsip UGM, 2014
38
C. Peran Publikasi Kearsipan dalam Mendukung Akses Arsip Pada saat pengguna berada di ruang baca, petugas ruang baca mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan petunjuk dan arahan bagi pengguna arsip. Oleh karena besarnya peran petugas ruang baca dalam mengarahkan pengguna arsip, sehingga petugas ini biasa disebut sebagai consultant reader. Apabila pengguna belum mengetahui mengenai arsip yang akan diakses, petugas ruang baca dapat mengarahkan pengguna dalam mengakses arsip. Apabila tema arsip sudah ada dalam naskah sumber, pengguna tidak perlu melakukan penelusuran arsiparsip yang berkaitan dengan tema yang dikehendakinya. Dari sisi
petugas arsip juga mendapatkan manfaat, yaitu hemat waktu dan tenaga karena petugas layanan cukup mengambilkan naskah sumber yang dimaksud. Dari sisi arsip pun ada manfaatnya, yaitu arsip (fisik) lebih terlindungi karena tidak diakses. Dengan demikian, adanya naskah sumber dapat memberikan manfaat bagi khazanah arsip, pengguna, dan petugas layanan. Seiring dengan berjalannya waktu, Arsip UGM semakin dikenal oleh masyarakat, akses arsip mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penulis mengambil sampel selama dua tahun terakhir yaitu tahun 2012 dan 2013. Jumlah akses arsip dapat diketahui dari tabel 1 dan tabel 2 berikut ini:
Tabel 1. Akses Arsip di Arsip UGM Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Jumlah Pengguna 6 10 2 9 7 7 0 1 6 6 4 14 72
Jumlah Arsip Diakses 31 54 14 26 39 50 0 4 24 21 23 85 371
Sumber: Data Primer Arsip UGM, 2012
39
Tabel 2 Akses Arsip di Arsip UGM Tahun 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Jumlah Pengguna 19 14 9 10 10 4 7 29 27 24 9 18 180
Jumlah Arsip Diakses 78 308 74 38 35 31 41 55 152 110 76 22 1020
Sumber: Data Primer Arsip UGM, 2013
Dari tabel 1 dan 2 dapat diketahui bahwa jumlah pengguna arsip pada tahun 2012 sebanyak 72 orang, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 180. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengguna arsip mengalami kenaikan sebanyak 108 orang atau 150 %. Jumlah arsip yang diakses pada tahun 2012 sebanyak 371 arsip, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 1020 arsip, sehingga menunjukkan peningkatan sebanyak 649 arsip atau 174,9%. Jumlah pengguna dan arsip yang diakses meningkat karena Arsip UGM semakin dikenal baik di lingkungan UGM maupun di luar UGM. III. PENUTUP A. Kesimpulan Kegiatan publikasi kearsipan merupakan bagian dari “Pemanfaatan Arsip”. Publikasi kearsipan memberikan manfaat bagi masyarakat dan lembaga 40
penyelenggaranya. Pameran arsip dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan bagi organisasi penyelenggara pameran arsip berarti telah melaksanakan fungsi edukasi kepada masyarakat dalam mewujudkan “Masyarakat Sadar Arsip”. Adanya naskah sumber dapat memudahkan pengguna dalam melakukan penelusuran arsip yang berkaitan dengan tema yang dikehendaki. Dari sisi petugas arsip dapat menghemat waktu dan tenaga karena petugas layanan cukup mengambilkan naskah sumber yang dimaksud. Kegiatan publikasi kearsipan bagi lembaga kearsipan yang berkewajiban melakukan pengelolaan terhadap arsip statis merupakan salah satu upaya dalam rangka penyelamatan dokumen negara serta dalam
rangka mengedukasi masyarakat ( p u b l i c p ro g r a m ) u n t u k meningkatkan kecerdasan bangsa. B. Saran Penerbitan naskah sumber di Arsip UGM sebaiknya perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Hal ini karena adanya potensi ketersediaan khazanah arsip dan sumber daya manusia yang memadai. Peningkatan kegiatan ini tentu saja harus melalui perencanaan program dan kegiatan, dan membutuhkan dukungan dari pimpinan.
DAFTAR PUSTAKA Undang Undang RI Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Arsip Nasional Republik Indonesia, Modul Publikasi Kearsipan.
Peran Lembaga Internasional dalam Pengembangan UGM”, Yogyakarta, 2011. E ff e n d h i e , M a c h m o e d , d k k . , Panduan Akses dan Layanan Kearsipan, Edisi Revisi. Yogyakarta: Arsip UGM, 2012. ________, Naskah Sumber “Prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Gadjah Mada 19502001”, Yogyakarta: Arsip UGM, 2013. _______, Naskah Sumber “Pemilihan Rektor UGM dari Masa ke Masa 1950-2012”, Yogyakarta: Arsip UGM, 2013. Hadiwardoyo, Sauki, Terminologi Kearsipan Nasional, Jakarta: ANRI, 2002. Hapsari, Kris, Pemanfaatan Arsip, dalam Makalah Diklat Kearsipan tanggal 26 September 2013.
Arsip UGM, Naskah Sumber “Surat Keputusan Rektor UGM Periode 1963-2000”, Yogyakarta, 2009.
Margana, Sri, Dr., Arsip Statis: Pengelolaan dan Pemanfaatan, dalam Buletin Khazanah Edisi Maret, Yogyakarta: Arsip UGM, 2010.
Arsip UGM, Naskah Sumber “Pantjaran UGM dan Warta UGM”, Yogyakarta, 2009.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Arsip UGM, Naskah Sumber “Peran UGM dalam Forum Internasional, Prestasi UGM dalam Forum Internasional, dan
Utomo, Djoko, Kebijaksanaan Pemerintah di Bidang Kearsipan. Denpasar: 1993.
41
PRESERVASI MATERIAL FOTOGRAFI Herman Setyawan1 Abstract Photograph archive is an integral part of the visual heritage of a nation. Materials used in the form of documentary photography to record historical events or as a medium of artistic expression or as a record of social and family life. Photos are produced in very large numbers every year. Although not all of the photographs should be preserved, but in fact today many archive photos into extraordinary record is important for an institution. Preservation is an activity undertaken to preserve the collection for use in long term research is aimed to find out how to prevent damage to the image. It's a processes and operations involved in ensuring the technical and intellectual survival of authentic records through time. Preservation encompasses environmental control, security, creation, storage, handling, and disaster planning for records in all formats, including digital records. The photographic materials that use to record images deserve the same kind of care and attention as other valuable objects. Before expose film or paper, it must store and handle it properly so that it can provide the finest possible results. Keywords: photograph archive, preservation I.
PENDAHULUAN Arsip foto merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warisan visual suatu bangsa. Material fotografi digunakan dalam bentuk dokumenter untuk merekam peristiwa sejarah atau sebagai media ekspresi artistik atau sebagai catatan kehidupan sosial dan keluarga. Foto diproduksi dalam jumlah yang sangat besar setiap tahun. Meskipun tidak semua dari hasil pemotretan perlu dilestarikan, namun pada kenyataannya saat ini banyak arsip foto yang menjadi catatan yang luar 1
Arsiparis UGM
42
biasa penting bagi suatu institusi. Foto dapat menggambarkan suatu moment secara visual, sehingga informasi dalam suatu foto sangat banyak dan mungkin tidak terdapat dalam arsip format lain. Peran dan pentingnya arsip foto tercermin dari meningkatnya jumlah pameran dan publikasi yang berisi foto-foto. Selain itu saat ini foto banyak digunakan sebagai obyek penelitian, bahan pertanggungjawaban, bukti di pengadilan, dan lain sebagainya. Material yang digunakan dalam fotografi sangat beragam. Selama
berabad-abad, material fotografi didominasi oleh kertas. Namun demikian tidak sedikit dijumpai material fotografi berupa mikrofilm. Material fotografi pada dasarnya terdiri dari bahan-bahan yang dilapisi bahan pengikat. Bahan yang paling umum digunakan sepanjang sejarah fotografi adalah kertas, kaca, logam, dan plastik film. Pada masa lalu bahan tersebut dilapisi bahan pengikat halus berupa gelatin. Bahan pengikat lainnya yang dapat ditemukan di fotofoto sejarah yaitu collodion dan albumen, partikel perak, jelaga, dan logam lain atau garam logam, seperti platina atau besi. Sehubungan dengan arsip fotografi kontemporer, telah terjadi perkembangan dalam penggunaan bahan yaitu kertas berlapis resin. Beragamnya material fotografi yang memiliki karakteristik berbedabeda menuntut kolektor foto, yang dalam bahasan ini adalah arsiparis, untuk melakukan berbagai tindakan, yang di antaranya adalah preservasi. Preservasi merupakan cabang dari ilmu informasi yang berkaitan dengan pemeliharaan atau pemulihan artefak, dokumen, dan arsip melalui tindakan pemeriksaan, diagnosis, perbaikan, dan pencegahan terhadap kerusakan. Oleh karena itu arsiparis bertanggung jawab terhadap keselamatan arsip melalui tindakan-tindakan tersebut. II. PEMBAHASAN A. Material Fotografi Komponen fotografi bisa
berupa logam, kaca, kertas, dan resin-coat paper. Fotografi berkomponen logam menggunakan metode daguerreotypes atau tintypes. Daguerrotype merupakan sebuah metode atau proses untuk membuat foto yang pertama kali dipublikasikan di dunia. Gambar yang dihasilkan dari sistem daguerreotype ini sendiri terbuat dari amalgam atau alloy yaitu campuran dari mercury dan perak. Uap mercury yang dihasilkan dari kolam yang berisi air raksa yang dipanaskan d i g u n a k a n u n t u k mengembangkan pelat yang terdiri dari pelat tembaga dengan lapisan perak yang tipis dan digulung di dalam kotak yang sebelumnya telah disensitifkan terhadap cahaya dengan uap yodium sehingga membentuk kristal perak iodida pada permukaan plat atau lempeng perak. Gambar yang terbentuk di atas lempengan perak tersebut terlihat seperti kaca. Akan tetapi gambar ini dapat dengan mudah terhapus dengan jari dan mudah dioksidasi oleh udara sehingga sejak awal proses daguerreotype ini dilakukan di ruang tertutup dan hasilnya dibingkai dengan penutup kaca. Sementara itu, tintypes yang juga dikenal sebagai melainotype atau ferrotype, adalah foto yang dibuat dengan menciptakan 43
positif langsung pada lembaran tipis dari besi dilapisi dengan pernis gelap dan digunakan sebagai komponen untuk emulsi fotografi. Pembentukan karat dapat diamati pada waktu ditintypes. Piring kaca merupakan komponen bahan pendukung lainnya yang bersifat transparan yang akan digunakan untuk gambar negatif. Meskipun stabilitas dimensinya cukup kuat, namun komponen kaca sangat rapuh. Selama dua dekade pertama atau lebih dari fotografi, kertas paling dominan digunakan untuk negatif dan untuk pencetakan. Kertas memiliki tekstur dan bebas dari zat kimia yang dapat berinteraksi dengan gambar perak. Pengalaman menunjukkan bahwa kertas foto adalah produk dengan kualitas luar biasa yang jarang menimbulkan masalah konservasi yang parah. Resincoated paper merupakan komponen pengembangan dari kertas. Kertas jenis ini penuh dengan serat dan rongga, sehingga mampu menetralisir air dan gas. Kertas ini bersifat seperti spons yang dapat menyerap air. Material fotografi terdiri dari bahan organik dan non-organik
44
yang dapat mengalami perubahan stabilitas oleh adanya pengaruh fisik dan kimiawi. Selama ini kebanyakan foto berbahan kertas disimpan dalam album plastik tanpa rongga udara, sehingga terjadi pelepasan emulsi dan kerusakan lainnya. Foto juga masih disimpan secara sederhana, tanpa memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas materialnya. Adapun faktorfaktor yang berpengaruh terhadap stabilitas material fotografi adalah suhu dan kelembaban ruang, reaksi kimia, dan cahaya. Namun selama ini mayoritas kolektor foto tidak memperhatikan faktor-faktor ini sehingga foto tidak awet dan cenderung cepat rusak. B. Sumber Kerusakan Arsip Foto Arsip foto memiliki karakteristik bahan yang berbeda dengan arsip konvensional (berbahan kertas). Material fotografi terbentuk oleh lapisan-lapisan pengikat yang sewaktu-waktu akan mudah terlepas. Foto juga terdiri dari gradasi warna, baik foto hitam-putih maupun warna. Oleh sebab itu, tidak jarang warna foto mengalami pemudaran, penggelapan, atau timbul noda.
Gambar Pemudaran Warna (Color Fading) Khazanah Arsip UGM (AF/OA.OJ/1971-7A)
Gambar Penggelapan Warna (Color Darkening) Khazanah Arsip UGM (AF/OA.OJ/1971-7B)
Gambar Timbulnya Noda/ spot Khazanah Arsip UGM (AF/OA.OJ/1971-11C)
Kerusakan foto tersebut ditimbulkan oleh beberapa faktor, yaitu kelembaban relatif, suhu, reaksi kimia, dan cahaya. 1. Relative Humidity/ Kelembaban Relatif Kelembaban relatif (RH) didefinisikan sebagai rasio dari kelembaban udara mutlak dibandingkan dengan udara jenuh dengan air pada suhu yang sama. RH yang tinggi cenderung
menimbulkan efek kerusakan pada bahan fotografi. Dengan demikian, kelembaban relatif merupakan salah satu faktor lingkungan yang harus dikontrol ketat karena efeknya pada sifat fisik bahan fotografi, seperti penguningan, pertumbuhan jamur, pembentukan karat, dan fenomena lainnya. RH yang baik adalah kelembaban yang konsisten dan wajar, yaitu sekitar 40% (Klaus B. Hendriks,1984). 45
Perubahan ekstrim kelembaban di siang hari dan malam hari juga dapat memicu kerusakan. 2. Suhu Suhu secara kualitatif merupakan perubahan panas atau dingin. Pengaruh suhu penyimpanan yang tinggi (misalnya di atas 30°C) dapat pula memicu kerusakan. Ada beberapa instrumen yang tersedia untuk mengatur kelembaban relatif atau suhu, atau keduanya secara bersamaan. Suhu dapat diatur dengan pemasangan air conditioner (AC), sedangkan alat untuk mengatur kelembaban adalah dehumidifier. Alat untuk memantau suhu dan kelembaban disebut thermohygrometer.
Gambar Dehumidifier (www.goodhousekeeping.com)
Gambar cara kerja dehumidifier (www.achooallergy.com)
46
Gambar Thermohygrometer (http://www.lynx-india.com/ index.php?productID=19022)
3. Reaksi Kimia Komponen kimia yang dapat mengoksidasi lapisan perak dalam foto adalah peroksida, ozon, sulfur oksida, dan oksida nitrogen. Perlu perhatian khusus untuk menghilangkan senyawa residu dari bahan fotografi secara berkala untuk pelestarian jangka panjang. Reaktor kimia yang telah terbukti memiliki efek merugikan pada keawetan bahan fotografi, berasal dari proses degradasi yang dalam ilmu fotografi disebut sebagai degradasi inheren film fotografi. Oleh karena itu diperlukan amplop foto yang tidak menimbulkan reaksi kimia untuk menyimpan foto. 4. Cahaya/ Penyinaran Pada dasarnya cetakan foto cukup stabil terhadap pengaruh cahaya, namun seiring dengan berjalannya waktu, kerusakan oleh cahaya dapat terpicu. Foto berwarna sangat rentan terhadap
pemudaran. Meskipun empat faktor utama yang mempengaruhi keawetan bahan fotografi telah dibahas secara terpisah, harus diingat bahwa biasanya kombinasi faktor-faktor tersebut bersifat sangat destruktif, seperti kimia ditambah kelembaban, atau cahaya dengan adanya kelembaban dan oksigen. C. Preservasi material fotografi Oleh karena faktor-faktor tersebut di atas, maka perlu dilakukan tindakan preservasi terhadap material fotografi. Preservasi merupakan proses dan tindakan yang dilakukan dalam memastikan kelangsungan hidup teknis dari catatan otentik intelektual. Pelestarian meliputi pengendalian lingkungan, keamanan, penciptaan, penyimpanan, penanganan, dan perencanaan bencana untuk arsip dalam semua format, termasuk catatan digital. Tindakan preservasi dapat dilakukan melalui tindakan persiapan dan tindakan pelaksanaan yang terdiri dari tindakan preventif dan kuratif. Tahap persiapan dilakukan dengan pemeriksaan bahan fotografi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan inspeksi visual, mikroskopi, densitometri, dan tes laboratorium. Inspeksi visual merupakan teknik yang paling sederhana. Teknik ini dilakukan dengan mencari keretakan, kerusakan, dan perubahan warna
seperti memudar atau menguning, penggelapan, serta timbulnya noda. Sementara itu mikroskopi merupakan tindakan dengan menggunakan mikroskop yang mampu memperbesar tampilan hingga 1000 kali. Tindakan persiapan lainnya adalah densitometry dengan menggunakan alat yang disebut densitometer. Densitometer adalah alat penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur kerapatan cahaya suatu objek. Dalam dunia fotografi densitometer juga digunakan untuk menilai kualitas suatu gambar. Selain itu, perlu dilakukan tes laboratorium. Tes laboratorium dilakukan untuk melihat reaksi lapisan fotografi terhadap air, asam asetat dan alkohol, atau tes pelarut untuk mengidentifikasi selulosa nitrat film dasar, dengan penggunaan teknik khusus yang memerlukan instrumentasi yang kompleks.
Gambar Densitometer (http://www.uvprocess.com/)
47
Tahap pelaksanaan preservasi arsip meliputi dua tindakan, yakni preventif dan kuratif. Tindakan preservasi preventif meliputi pengecekan suhu dan kelembaban, cahaya, dan debu. Sedangkan tindakan kuratif meliputi fumigasi, enkapsulasi, restorasi, duplikasi, digitalisasi, publikasi online, dan penyimpanan dalam multimedia. Tujuan dari upaya preservasi atau pelestarian adalah untuk mengatur kondisi penyimpanan yang kondusif agar arsip berumur panjang. Kondisi
tersebut harus jelas, termasuk mengontrol suhu konstan dan kelembaban relatif, lingkungan yang bebas dari bahan kimia yang agresif, dan tingkat cahaya yang sesuai. Tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan kerusakan, yaitu dengan cara mengkonstankan suhu dan kelembaban, menetralisir pengaruh kimia, dan pemberian cahaya yang sesuai. Rekomendasi penyimpanan arsip foto menurut American National Standards Institute (ANSI) adalah sebagai berikut:
Short term storage (penyimpanan jangka pendek) Suhu Sangat baik di bawah 21°C Kalau memungkinkan tidak di atas 24°C Suhu puncak tidak lebih dari 32°C Kelembaban Di bawah 60% Untuk film poliester: tidak di bawah 30% Archival storage Suhu
Kelembaban
Lapisan Sensitif Microfilm: Silver Gelatin Silver Gelatin General: Silver Gelatin Silver Gelatin Colour Colour Diazo Vesicular
48
(penyimpanan permanen) Sebaiknya tidak di atas 21 ° C (70 ° F) Penyimpanan suhu rendah dapat memberikan perlindungan tambahan. Penyimpanan optimal kelembaban relatif bervariasi dengan jenis produk.
Tipe Bahan
Rekomendasi RH
Cellulose ester Polyester
15-40% 30-40%
Cellulose ester Polyester Cellulose ester Polyester Cellulose ester dan polyester Polyester
15-50% 30-50% 15-30% 25-30% 15-30% 15-50%
Seperti telah disebutkan di awal bahwa tindakan kuratif meliputi fumigasi, enkapsulasi, restorasi, duplikasi, digitalisasi, publikasi online, dan penyimpanan dalam multimedia. Fumigasi merupakan salah satu tindakan preservasi kuratif dengan memisahkan arsip dari fumigan. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bahan fotografi dapat terkena fumigan, yaitu faktor perusak secara kimiawi. Zat-zat yang termasuk fumigan adalah etilen oksida, metil bromida, timol, dan pdichlorobenzene. Fumigasi dilakukan dengan pengasapan pada ruang tertutup untuk mematikan mikroorganisme yang menempel pada arsip. Selain fumigasi, untuk melindungi foto dari kerusakan
mekanik karena penggunaan yang terlalu sering, dapat menggunakan metode yang dikenal sebagai enkapsulasi. Enkapsulasi arsip foto dapat dilakukan dengan mylar. Mylar merupakan semacam plastic polyester yang lebih tebal daripada plastik pada umumnya. Mylar terdiri dari berbagai ketebalan. Foto ditempatkan di antara dua lembar mylar (polyester) yang dipotong setidaknya satu inci lebih besar pada setiap sisi dari foto itu. Dua lembar mylar kemudian direkatkan dengan empat strip dari double tape, satu di sepanjang setiap sisi, dengan sekitar 1/2" jarak antara margin foto dan arsip itu. Berikut adalah gambar enkapsulasi dengan mylar menggunakan double-side adhesive tape:
Tindakan kuratif lainnya adalah restorasi. Restorasi dilakukan dengan memperbaiki/ memulihkan kondisi fisik arsip foto. Arsip foto yang memudar atau bernoda dapat dicuci dengan larutan kimia yang disebut larutan trychlorotine. Namun penggunaan larutan ini berisiko pada kesehatan manusia. Larutan lain yang dapat digunakan adalah alkohol. Selain itu, preservasi kuratif dapat dilakukan dengan cara duplikasi. Duplikasi adalah kegiatan
menyalin gambar dalam suatu foto ke lembar foto yang lain. Arsip foto negatif dapat dicetak untuk menghasilkan duplikasi, sedangkan arsip cetakan dapat dipindai atau difoto kemudian dicetak. Kegiatan memindai arsip foto termasuk digitalisasi. Digitalisasi merupakan proses alih media foto dari bahan kertas menjadi format digital. Kegiatan digitalisai dilakukan sebagai salah satu upaya menjamin keamanan foto. Foto digital dapat 49
disimpan dalam CD, DVD, Hardisk, Removable disk, disket, dan lain-lain yang mampu menampung banyak file foto, sehingga penyimpanan digital tidak memakan tempat serta lebih aman dari kerusakan fisik. Publikasi online adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengunggah arsip format digital ke dalam website, sehingga arsip dapat diakses dari segala tempat. Arsip yang diunggah sebaiknya berukuran kecil sehingga tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Negatif foto disimpan dalam jangka waktu yang panjang, maka diperlukan perawatan khusus. Pada iklim, di mana kelembaban relatif teratur mendekati 60%, dapat digunakan dehumidifier atau cara lain untuk mengurangi kelembaban di area penyimpanan. Selain itu dapat digunakan silica gel untuk menyerap uap air dan harus dihindarkan dari penyinaran matahari secara langsung. III. PENUTUP Arsip foto yang memiliki banyak informasi perlu dilestarikan, karena foto memuat informasi yang sangat kompleks jika dibandingkan dengan arsip jenis lain. Sebagai material organik maupun non-organik, material fotografi memiliki karakteristik berbeda dengan arsip konvensional. Material fotografi lebih rentan terhadap kerusakan, seperti pemudaran warna, 50
penggelapan, dan timbul noda. Namun demikian banyak kolektor foto, baik personal, profesional arsiparis, maupun pustakawan yang tidak memperhatikan keawetan foto. Selama disimpan foto mengalami kerusakan karena tidak adanya tindakan preservasi. Preservasi merupakan suatu proses dan tindakan yang dilakukan dalam rangka memastikan kelangsungan hidup setiap catatan otentik secara teknis dan intelektual. Preservasi meliputi pengendalian lingkungan, keamanan, penciptaan, penyimpanan, penanganan, dan perencanaan pemeliharaan terhadap bencana untuk semua arsip dalam segala format, termasuk citra digital. Banyak cara dapat dilakukan dalam preservasi arsip foto. Preservasi preventif dapat dilakukan dengan pengecekan suhu, kelembaban, cahaya, dan debu. Sedangkan preservasi kuratif meliputi fumigasi, enkapsulasi, restorasi, duplikasi, digitalisasi, publikasi online, dan penyimpanan dalam multimedia. Tindakan preservasi diharapkan dapat membantu dalam upaya pelestarian arsip foto sehingga informasi dalam arsip dapat terselamatkan. DAFTAR PUSTAKA Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 173 Tahun 2001 tentang Penanganan Arsip Foto di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Apriani, Devi, Skripsi: Kegiatan Preservasi Arsip Foto di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Yogyakarta: 2010.
Razak, Muhammadin. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1992.
Dureau, J.M and Clements D.W.G., Dasar-dasar Pelestarian Pengawetan Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1990.
Storage and Care of KODAK Photographic Materials Before and After Processing, KODAK Publication No. E-30, USA: 2005. (http://www.kodak.com/ global/ en/consumer/products/ techInfo/e30/e30.pdf)
Hendriks, Klaus B., The Preservation and Restoration of Photographic Materials in Archives and Libraries: A RAMP study with guidelines. Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, 1984.
“ P r e s e r v a s i . ” w w w. http://id.wikipedia.org/. Diakses pada tanggal 14 Februari 2014
51
TELISIK PEDAGANG KAKI LIMA DI UNIVERSITAS GADJAH MADA (ERA 1980-1990-AN) Ully Isnaeni Effendi1 Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL merupakan bagian dari anggota masysarakat yang perlu dikelola sehingga mampu mandiri memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan usaha informalnya. Pengelolaan pedagang kaki lima bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana, karena menyangkut beberapa aspek seperti ekonomi, sosial dan budaya. PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ) yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Ada yang mengartikan pedagang kaki lima adalah mereka yang berjualan dengan menggunakan gerobak sehingga jumlah kaki pedagangnya ada lima. Masalah yang timbul dengan adanya pedagang kaki lima adalah keberadaan mereka yang berada di trotoar yang sebenarnya dipergunakan untuk pejalan kaki, dapat mengganggu pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Dimana hal tersebut dapat mengganggu
1
Arsiparis Arsip UGM
52
kebersihan, keindahan, dan keberlangsungan air bersih. Universitas Gadjah Mada (UGM) kampus dengan 18 fakultas sebagai tempat berkumpulnya mahasiswa dan karyawan, bisa dibayangkan berapa jumlah orang yang berada dalam kawasan UGM dalam satu waktu setiap harinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dimana ada sekumpulan orang pasti ada kebutuhan yang akan muncul. Begitu juga dengan UGM, dimana ada mahasiswa dan karyawan akan muncul kebutuhan, peluang akan kebutuhan tersebut ditangkap oleh pedagang kaki lima. Tidak mudah untuk menertibkan PKL, khususnya di UGM. Satu sisi PKL merupakan mata pencaharian rakyat kecil dan UGM mempunyai empati terhadap kehidupan rakyat kecil. Namun di sisi lain UGM tidak mau lingkungan kampusnya menjadi kurang baik dengan adanya PKL yang tidak terawat atau tidak teratur. Untuk itu perlu dilakukan penertiban PKL di lingkungan UGM.
1. Periode Tahun 1980-an
Rektor UGM, Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H. sedang memberikan penjelasan di depan para pedagang kaki lima (29 Desember 1986)
Pada tanggal 12 Januari 1987 bertempat di dekat Kosudgama, terletak di tikungan sebelah utara SMP Negeri 2 IKIP dilaksanakan peresmian penggunaan los atau penempatan pedagang kaki lima yang disediakan UGM. Lokasi tersebut berbentuk U atau terdiri dari tiga bagian, utara, timur, dan selatan dengan taman di tengahnya. Peresmian ini ditandai dengan penyerahan SK bagi 13 PKL yang berhak menempati los pertama ini yaitu 5 pedagang bakso, 5 pedagang es teler, dan 2 buah-buahan serta satu orang pedagang rokok.
Salah satu SK Rektor UGM tentang Izin Menempati Tempat Berjualan di Kampus UGM
Pada sambutannya Rektor UGM Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH. menegaskan bahwa dengan dimulainya penempatan PKL ini maka telah ditemukan sistem penempatan PKL di kampus yang merupakan salah satu bagian dari sistem master plan pembangunan kampus UGM secara keseluruhan. Rektor UGM juga mengingatkan bahwa hanya mereka (PKL) yang telah terdaftar saja yang berhak menempati los-los tersebut, karena dalam waktu dekat akan dibangun 8 los pedagang kaki lima lagi. Bagi yang tidak berhak atau tidak terdaftar dengan sangat terpaksa tidak diperkenankan menempati los tersebut karena pertimbangan jumlah. Para PKL yang telah terdaftar yang
53
boleh berjualan di tempat yang telah ditentukan oleh UGM. Diharapkan para PKL yang menempati los tersebut untuk menjaga kebersihan, termasuk menjaga kebersihan taman yang terdapat di dalamnya dan kebersihan toiletnya. Dimungkinkan apabila tidak dapat menjaga kebersihan lingkungannya, PKL yang pada awalnya mendapat ijin menempati los tersebut akan dicabut izinnya. Pembangunan los ini tidak terlalu lama dan memakan biaya Rp.5.000.000,- dengan berbentuk limas memanjang. Tiang dari beton dan rangka (balungan) menggunakan kayu. Genteng pres, lantai semen, dilengkapi dengan kran air bersih. Setiap kapling berukuran 2,4 x 2,4 meter dengan dibatasi penyekat rendah sebatas lutut. Los tersebut mempunyai ketentuan atau tata tertib penggunaan hanya boleh digunakan berjualan sampai dengan sore hari. Malam harinya los harus bersih tidak diperbolehkan untuk berjualan. Pada acara peresmian tersebut para tamu undangan mendapatkan karcis atau kupon untuk mendapatkan bakso dan es teler sebagai makan siang.
54
Sebagai kelanjutan dari pembangunan kompleks atau los PKL yang pertama, pada tanggal 25 April 1987 UGM diresmikan tempat atau kompleks berjualan pedagang kaki lima di lingkungan UGM. Kompleks ini berlokasi di depan RS Dr. Sardjito, dimana kompleks ini yang terbesar diantara kompleks yang lainnya. Peresmian dilakukan oleh Rektor UGM, Prof. Koesnadi Hardjasoemantri, SH., disertai dengan penyerahan surat keputusan kepada para PKL dan dihadiri oleh Sudomo, Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Surat keputusan rektor tersebut mengenai penggunaan petak tertentu setelah yang bersangkutan (PKL) menandatangani surat pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh UGM. Setiap pedagang mendapatkan air bersih, dan ada tiga kompleks yang mempunyai WC sendiri yang dapat digunakan oleh para pedagang maupun mahasiswa. Selain itu masing-masing kompleks mempunyai taman yang ditanami pohon langka seperti Jangkang (Stepquila uchida), Sintop (Simamungun sintop), dan Uniantidasma unius. Sebelumnya, pada tanggal 12 Januari 1987 telah diresmikan kompleks yang merupakan proyek percobaan di tengah Kosudgama yang mampu menampung 13 PKL. Berdasarkan evaluasi proyek tersebut dipersiapkan kompleks selanjutnya sebanyak 8
kompleks yang mampu menampung 121 PKL. Pembangunan kompleks PKL tersebut tidak lepas dari peran anggota Dewan Penyantun UGM seperti Probosutedjo dan Widodo serta para pengurus KAGAMA Sumargono, pengurus Kosudgama, PT. Kedaulatan Rakyat, dan Gadjah Mada University Press yang telah memberikan sumbangan finansial. Jumlah yang dikeluarkan untuk pembangunan 9 kompleks tersebut adalah Rp.5.940.000,-. Pemda Sleman juga berperan dalam hal penanganan PKL sedangkan Bank Pasar berperan menyediakan kredit untuk keperluan PKL. Dalam sambutannya, Sudomo, Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia menyampaikan bahwa dengan proyek percontohan ini sebagai bukti bahwa UGM juga turut berpartisipasi aktif dan memelopori pembinaan dan pengembangan sektor informal agar dapat berusaha dan mandiri, memiliki lokasi yang tetap dan terhindar dari penggusuran atau penutupan karena melanggar ketertiban atau kebersihan di lingkungan kampus tempat para mahasiswa belajar. Sudomo juga berpesan kepada para PKL untuk turut serta menjaga kebersihan, ketertiban, dan lingkungan yang sehat di kampus UGM serta membentuk koperasi sebagai usaha gotong-royong yang dijadikan untuk bersama-sama memperkuat permodalan pemasaran maupun kesejahteraan anggotanya.
Diharapkan dengan adanya kompleks pedagang ini mampu memberikan keuntungan timbal balik antara sivitas akademika dan pedagang seperti dalam pemenuhan kebutuhan seharihari selama di kampus dan pedagang mendapatkan sumber pendapatan, baik itu usaha makanan, buahbuahan, jajanan, maupun kebutuhan alat-alat tulis, buku sampai dengan usaha fotocopy.
Pada tahun 1989, berdasarkan pasal 9 Surat Keputusan Rektor UGM N o . U G M / 11 7 / 9 2 8 2 / U M / 0 1 / 3 7 tanggal 28 Desember 1988 tentang Pengaturan Pedagang Kaki Lima dalam Kampus UGM bahwa semua surat izin berdagang kaki lima yang dikeluarkan sebelum keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. SK Rektor UGM yang dicabut adalah No.UGM/1/200/UM/01/37 sampai dengan No.UGM/155/3099/ UM/01/37 antara tanggal 12 Januari 1987 sampai dengan 25 April 1987 atas nama saudara Sastrowiyono dan kawan-kawan (93 orang). Surat Keputusan tersebut berlaku mulai tanggal 31 Desember 1988. Pada tanggal 14 Januari 1989 dilakukan 55
penandatanganan dan penyerahan surat keputusan PKL oleh Rektor U G M P r o f . D r. K o e s n a d i Hardjasoemantri, SH. bertempat di University Club UGM.
Penandatanganan oleh pedagang kaki lima dan penyerahan SK Pedagang Kaki Lima (14 Januari 1989)
56
2
Periode Tahun 1990-an. Pertengahan bulan Februari 1992 UGM mendapatkan informasi dari Fakultas Kedokteran UGM mengenai para PKL yang berjualan makanan dan minuman di depan gedung Laboratorium/Komplek Patologi ke utara sampai dengan depan gedung Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran UGM (Timur jalan depan UGD RS Dr. Sardjito) bahwa para PKL tersebut sulit diatur dan berani terhadap para petugas SATPAM UGM yang menertibkan mereka. Penertiban ini sehubungan dengan dampak yang ditimbulkan oleh PKL seperti para PKL seperti membuang sampah seenaknya di sepanjang parit sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan lama-kelamaan akan menyumbat saluran parit tersebut. Selain itu para PKL menempatkan meja dagangan dan perlengkapannya di emper gedung kantor, kebun sekitar gedung, lorong-lorong parit sehingga menimbulkan pandangan yang tidak sedap/ nyaman. Serta beberapa alasan lainnya yang mendasari penertiban PKL tersebut. Fakultas Kedokteran juga berharap agar masalah PKL ini ditangani secara serius dan mengusulkan agar para PKL tersebut ditempatkan pada satu lokasi yang memungkinkan di depan rumah sakit. Apabila para PKL tersebut kembali ke lokasi semula maka akan mendapatkan sanksi atau denda berdasarkan peraturan atau keputusan yang dibuat oleh UGM. Diharapkan
PKL diberi pengertian masalah membuang sampah pada tempat yang telah disediakan dan disarankan membawa pulang semua peralatan berjualan mereka seperti meja, dingklik, dll. setelah selesai berjualan. Hal-hal tersebut sebagai bentuk kepedulian dan upaya menciptakan lingkungan UGM yang bersih, rapi, indah, nyaman, tenang, sehat, dan aman. Maret 1992, UGM mengajukan permohonan bantuan kepada pihak RS Dr. Sardjito untuk turut serta menanggulangi masalah PKL yang berada di seputaran RS. Dr. Sardjito. Karena para PKL tersebut sudah berkali-kali diberikan peringatan dengan larangan tidak boleh berjualan ditempat tersebut dan diarahkan untuk menempati lokasi yang telah ditentukan namun para PKL tersebut masih “membandel”. Hal tersebut terjadi karena di lokasi tempat berjualan memungkinkan terjadi transaksi jual beli. Harapannya dengan kerjasama yang baik antara UGM dengan RS Dr. Sardjito dalam rangka menanggulangi PKL tersebut dapat mengurangi PKL dan ketertiban serta kebersihan lingkungan akan terjaga. April 1992, pihak RS Dr. Sardjito telah melayangkan surat tanggapan atas surat dari UGM yang berisi mengenai PKL yang berada di depan Unit Gawat Darurat (UGD) RS Dr. Sardjito. Tanggapan pihak RS adalah perlu dilakukan langkah-langkah penertiban seperti:
a. Menginventarisasi seluruh PKL yang berjualan di depan UGD (nama pemilik dan jenis dagangannya) b. Menyediakan lahan dan fasilitas baru didalam kompleks RSUP Dr. Sardjito dengan dijelaskan hak dan kewajibannya c. PKL tersebut apabila telah menempati lokasi yang baru harus mengorganisasi diri/membuat perkumpulan kaki lima RS Dr. Sardjito, dimana tugas perkumpulan tersebut sebagai polisi pengaman terhadap tempat yang telah dikosongkan. Langkah-langkah tersebut harus dilakukan karena UGD buka selama 24 jam dan berfungsi sebagai tempat pasien dengan kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan sesegera mungkin. Pada intinya pihak RS Dr. Sardjito setuju apabila ada koordinasi antara RS Dr. Sardjito dengan UGM mengenai PKL. Selain beberapa tempat yang sudah ada terdapat lokasi berjualan pedagang kaki PKL yang lainnya yaitu berada di utara RS Dr. Sardjito. Dahulu tempat ini digunakan untuk berjualan. Namun seiring berjalannya waktu kios tersebut berubah fungsi menjadi hunian. Karena sudah berubah fungsi menjadi hunian, para PKL berpindah tempat jualan di depan RS Dr. Sardjito. Dari segi keindahan jelaslah tidak indah karena depan RS merupakan wajah dari RS tersebut. 57
Para PKL yang menempati lokasi di utara RS Dr. Sardjito, berdasarkan Surat Keputusan Rektor UGM yang ada, sebagai contoh Surat Keputusan Rektor tentang Izin Berjualan di Kampus UGM yaitu SK Rektor UGM No: UGM/44/907/UM/01/37 tentang Izin Berjualan di Kampus UGM bagi Padmodiwiryo/ Jali dengan lokasi berjualan di IV (Utara RSUP Dr. Sardjito) Sekip, Yogyakarta petak nomor 18, disebutkan dalam SK tersebut jenis barang jualannya adalah berupa makanan. Selain itu dalam SK tersebut juga dijelaskan bahwa saudara Padmodiwiryo/ Jali wajib membuat surat pernyataan dan sanggup melaksanakan kewajiban yang tersebut di dalamnya pada saat menerima surat keputusan. SK juga menyebutkan masa berlaku yaitu kurang lebih satu tahun. Dari contoh surat keputusan tersebut berarti sangat jelas dalam hal perinciannya, dimana terdapat siapa, lokasi, dan jenis jualannya.
SK Rektor UGM No: UGM/44/907/UM/01/37 tentang Izin Berjualan di Kampus UGM
58
Tanggal 17 Januari 1994, surat dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sleman kepada Rektor UGM dengan n o m o r 5 11 . 3 / 0 0 2 2 6 t e n t a n g penempatan PKL di kampus UGM khususnya PKL yang berada di sebelah timur bekas Gedung Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik UGM, sebelah utara Selokan Mataram dan depan RS Dr. Sardjito komplek UGM. Pemda Tingkat II Sleman berencana untuk menempatkan PKL di lokasi seputaran lokasi semula namun diperlukan lahan untuk penempatannya. Dalam surat tersebut Pemda Tingkat II Sleman mengusulkan penataan PKL atas biaya Pemda Tingkat II Sleman, seperti lokasi PKL sebelah timur bekas Jurusan Teknik Arsitektur F a k u l t a s Te k n i k U G M a k a n ditampung di sebelah utara bekas Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik UGM (membujur dari timur ke barat). Sedangkan lokasi PKL sebelah timur RS Dr. Sardjito akan ditampung pada lahan terbuka yang ada di sebelah timur/ utara RS Dr. Sardjito sehingga menjadi satu kesatuan penampungan PKL. Pada tahun 1995 terdapat surat dari Departemen Kesehatan RI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dengan nomor KR 00.02.2039, tertanggal 16 Maret 1995, yang ditandatangani oleh Direktur, Dr. Achmad Sujudi, MHA., mengenai tanah untuk PKL berikut lampiran berupa gambar denahnya. Surat tersebut berdasarkan surat dari
Pembantu Rektor Bidang A d m i n i s t r a s i U m u m No.UGM/817/PL/05/07 tanggal 13 Februari 1995 dengan memperhatikan hasil pertemuan tanggal 28 Januari 1995, yang berisi: 1. Pada dasarnya kami tidak keberatan sebagian tanah yang telah diberikan kepada RSUP Dr.Sardjito diminta kembali oleh UGM untuk menampung PKL 2. Sejauh pengamatan kami, sampai saat ini lokalisasi PKL yang akan dilaksanakan oleh pihak Pemda Sleman belum terwujud 3. U n t u k m e m p e r c e p a t terlaksananya penertiban dan lokalisasi PKL, kami mengajukan usulan sebagai demikian: a. Lokasi untuk menampung PKL kami sediakan di tempat parkir sepeda motor yang telah ada sekarang. Tempat parkir tersebut lebih luas dan sudah beratap sehingga penyiapan lebih lanjut akan lebih mudah dan cepat b. Sedangkan areal tanah yang sedianya untuk lokasi PKL akan kami gunakan membangun fasilitas umum keperluan rumah sakit 4. Keuntungan yang dapat diperoleh atas usulan kami tersebut diatas adalah: a. Areal untuk lokasi PKL lebih luas b. Lokasi PKL tidak persis di
pinggir jalan tetapi agak masuk ke dalam rumah sakit, sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas di Jl. Kesehatan c. Masalah penertiban dan penataan PKL akan segera terselesaikan d. Areal ex pedagang kaki lima depan RS Dr. Sardjito dapat segera dibersihkan dan dibuat penghijauan/ pertamanan 5. Apabila usulan kami seperti tersebut pada no. 3 diatas dapat disetujui, maka kami segera akan menindaklanjuti dengan pihak Pemda Dati II Sleman cq. Dinas Pekerjaan Umum untuk segera melaksanakan lokalisasi/ pemindahan PKL tersebut. Terkait dengan surat tersebut, UGM (PR Bidang Administrasi Umum) mengirim surat dengan No. UGM/1649/UM/06/01 mengenai lahan untuk PKL tertanggal 27 Maret 1995 kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sleman yaitu yang pertama lokasi penataan PKL dipindahkan ke tempat parkir sepeda motor. Kedua, gambar rencana penataan dikonsultasikan ke UGM (Tim Perencana Pengembangan UGM), dan ketiga bangunan tempat parkir sepeda motor dapat dipergunakan dengan syarat dibuatkan bangunan pengganti di sebelah barat, ditambah dengan surat UGM (PR Bidang Administrasi Umum) kepada Bupati 59
Kepala Daerah Tingkat II Sleman dengan No. UGM/2244/UM/06/03 tertanggal 20 April 1995 bahwa UGM sedang akan meninjau kembali masalah penempatan PKL. Untuk itu
pihak Pemda Sleman dimohon untuk tidak memindahkan PKL terlebih dahulu sebelum dilaksanakan penempatan PKL ke lokasi yang akan ditunjuk oleh UGM.
Para pedagang kaki lima sedang berunjuk rasa di halaman Gedung Pusat UGM (18 April 1995)
Para pejabat UGM sedang memberikan penjelasan kepada pengunjuk rasa. Tampak Prof. Dr. Zaki Baridwan (PR II), Ir. Bambang Kartika (PR III), dan beberapa pegawai dari Pemda (18 April 1995)
60
Sumber: 1. Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sleman Nomor 511.3/00226 tertanggal 17 Januari 1994 2. Surat dari Departemen Kesehatan RI RSUP Dr. Sardjito Yk Nomor KR 00.02.2039 Perihal tanah untuk pedagang kaki lima 3. A r s i p s o u n d r e c o r d i n g (AK/OA.AE.04/95) 4. S K R e k t o r N o . UGM/1/200/UM/01/37 tentang I z i n M e n e m p a t i Te m p a t Berjualan di Kampus Universitas Gadjah Mada 5. S K R e k t o r N o . UGM/67/1735/UM/01/37
6.
7. 8.
9.
tentang Pencabutan Surat Keputusan Izin Menempati Tempat Berjualan di Kampus Universitas Gadjah Mada S K R e k t o r N o . UGM/44/907/UM/01/37 tentang Izin Berjualan di Kampus Universitas Gadjah Mada Berita Kagama No. 1, 2 Tahun X 1987 Foto Penandatanganan oleh Pedagang Kaki Lima dan Penyerahan SK Pedagang Kaki Lima (14 Januari 1989) Foto Unjuk Rasa Pedagang Kaki Lima di Halaman Gedung Pusat UGM (18 April 1995)
61
RESENSI BUKU MANAJEMEN LEMBAGA INFORMASI: TEORI DAN PRAKTIK Fitria Agustina1
Judul Buku : Manajemen Lembaga Informasi: Teori dan Praktik Penulis : Laksmi, Tamara Andriani Susetyo-Salim, dan Ari Imansyah Penerbit : Penaku Kota : Jakarta Tahun : 2011 Halaman : x + 207 halaman ISBN : 978-602-98257-4-9 Semenjak diberlakukan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), semakin terbuka peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi. Penerapan UU KIP ini memiliki konsekuensi bahwa setiap badan publik harus memberikan informasi kepada publik (masyarakat), karena UU KIP mengatur informasi yang wajib 1
Arsiparis Arsip UGM
62
disediakan dan diumumkan kepada publik/ masyarakat, mencakup informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara serta merta, dan informasi yang tersedia setiap saat. Disamping itu, adapula informasi yang dikecualikan sebagaimana yang tercantum pada Pasal 17 UU KIP. Sehubungan dengan hal itu, informasi tersebut harus dikelola dengan baik, terpola dan terstruktur,
sehingga terbentuk dokumentasi informasi yang teratur dan memudahkan pengelola dalam melayani publik yang membutuhkan informasi ini. Informasi yang terdokumentasikan ini perlu dikelola dengan baik. Pengelola informasi dan dokumentasi ini biasanya dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Selain itu, pemahaman mengenai lembaga sebagai pengelola dan penyedia informasi juga diperlukan agar tujuan lembaga informasi dapat terwujud. Untuk membuka wacana tentang hal tersebut, buku yang berjudul Manajemen Lembaga Informasi, Teori dan Praktik bisa dijadikan referensi bagi pembelajar dan praktisi dalam mengelola lembaga informasi, seperti pustakawan, arsiparis, kurator, dan pekerja informasi. Buku ini bertujuan membuka wawasan mengenai lembaga informasi yang mencakup perpustakaan, museum, pusat arsip, dan pusat informasi. Selama ini, keempat lembaga tersebut berjalan sendiri-sendiri padahal keempatnya mempunyai karakter umum yang sama yaitu mengelola dan menyajikan informasi. Ada dua masalah pokok yang dibahas dalam buku ini. Pertama, masalah pengelolaan pekerjaan manajerial yang terdapat di lembaga informasi, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, hingga pengawasan. Materi mencakup visi dan misi,
kepemimpinan, motivasi, dan komunikasi. Pekerjaan di perpustakaan, pusat arsip, museum, dan pusat informasi berkaitan dengan pengelolaan informasi baik dalam bentuk tercetak maupun tidak tercetak. Pekerjaan ini menjadi semakin penting ketika informasi mengglobal karena pesatnya kemajuan teknologi informasi, yang bisa hadir dalam bentuk apa saja, seperti buku, CD, slot memori, dokumen, arsip, dan sebagainya. Dalam kuantitas dan kualitas, permasalahan pengelolaan informasi akan semakin kompleks, tidak hanya mengelola fisiknya, tetapi juga mengelola isi informasi, serta mensosialisasikannya di masyarakat. Kegiatan penyimpanan dan temu kembali informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, dan bentuk lainnya mempunyai peranan penting dalam proses penyebaran informasi melalui layanan publik. Permasalahan kedua, materi yang perlu dikaji dalam mengelola informasi adalah pengolah informasi (pegawai) perlu mempelajari konsep budaya dalam organisasi. Dengan pemahaman yang benar mengenai budaya kerja dan mengetahui selukbeluk lembaga tempat bekerja, pegawai akan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja. Tim penulis memaparkan kedua permasalahan tersebut di atas ke dalam 4 bab. Bab 1 memuat latar belakang pemahaman manajemen, khususnya di lembaga informasi. 63
Pengetahuan mengenai manajemen perlu dimiliki oleh setiap individu, baik yang belum bekerja maupun yang telah bekerja. Dalam mengatur sesuatu, umumnya, fungsi yang harus dilakukan adalah perencanaan, pengorganisasia, pengarahan, dan pengawasan. Fungsi lain yang tak kalah penting adalah mengarahkan staf, pelaporan, dan pengelolaan anggaran. Para manajer dalam organisasi diharapkan mampu menguasai fungsi manajemen tersebut untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh fleksibilitas, kepekaan, dan kemampuan responsif organisasi terhadap perubahan. Uraian mengenai fungsi menajemen dalam lembaga informasi semakin memperdalam wawasan tentang manajemen. Bab 2 memuat pemahaman tentang konsep lembaga informasi (LI). Lembaga informasi melingkupi perpustakaan, arsip, museum, dan pusat informasi. Tujuan utama LI adalah menyediakan sekaligus memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Fokus pertama pekerjaan LI adalah mengumpulkan data, mengolah menjadi informasi, dan mengolah informasi menjadi pengetahuan bagi pengguna. Berangkat dari pemahaman ini diharapkan lahir kebijaksanaan (wisdom). Fokus keduanya adalah mengelola layanan publik, khususnya dalam memenuhi kebutuhan 64
informasi masyarakat. Dalam manajemen layanan public di LI dikenal istilah layanan prima. Layanan prima didefinisikan sebagai layanan yang terdapat keseimbangan antara layanan yang diharapkan dan yang diterima oleh pengguna. Layanan prima mencakup nilai dan norma sosial seperti saling merhargai, mampu mendengarkan keluhan, berempati, dan perilaku positif lainnya. Tugas LI tidak hanya mengolah informasi, tetapi juga berperan sebagai agensi yang menjembatani antara pengguna dengan lembaga lain, seperti lembaga pendidikan, pemerintah, penerbit, dan lembaga lain yang terkait dengan LI. Peran pekerja LI sebagai agen pengubah adalah memperlancar komunikasi antara innovator dengan adopter. Keberhasilan proses tersebut sangat tergantung pada kehandalan agen pengubah, yaitu pekerja LI. Jenis dan karakteristik lembaga informasi seperti perpustakaan, pusat arsip, museum, dan pusat informasi tidak lepas dari pembahasan bab 2 ini. Prinsip dalam menangani koleksi/ informasi, pengadaan, pengolahan, pelayanan, dan pengembangan (evaluasi dan pemeliharaan), semakin melengkapi wawasan dalam memahami lembaga informasi. Bab 3 menguraikan tentang pekerjaan teknis di lembaga informasi, dilihat dari perspektif budaya, termasuk praktik dan isu dalam manajemen. Setiap pekerja, dalam melaksanakan tugasnya
dituntut untuk efisien dan efektif. Pustakawan mengerjakan tugas secara mekanis berdasarkan peraturan dalam birokrasi, cenderung statis, berorientasi pada proses yang tinggi, dan harus melayani masyarakat yang lebih kritis. Hal ini menyulitkan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berubah. Kebanyakan pustakawan menganggap bahwa profesinya tidak menarik dan memiliki citra yang buruk dibandingkan dengan profesi lainnya. Kedudukan pustakawan semakin dipojokkan dengan tuntutan efisiensi kerja yang menciptakan banyak prosedur dan aturan yang harus ditaati, sehingga pustakawan yang melaksanakannya menjadi lalai terhadap tujuan hakiki perpustakaan. Untuk itulah perlu pemahaman mengenai nilai dalam mengelola hubungan, nilai dalam mengelola lingkungan, dan komunikasi dalam membangun kerja sama. Anggapan perubahan paradigma muncul dengan adanya perkembangan teknologi informasi. Perubahan dalam bekerja dari yang manual kemudian menggunakan mesin. Kebanyakan pustakawan menganggap perubahan bentuk koleksi, peralatan, layanan, dan kompetensi pustakawan merupakan pergeseseran paradigm. Teknologi yang berkembang justru mempermudah pustakawan dan pengguna. Dengan teknologi, proses koleksi menjadi lebih mudah dan menghemat waktu. Begitu pula dengan menyebarkan dan
memberikan layanan kepada pengguna. Teknologi mencipatakan jembatan komunikasi. Jenis konflik, cara mengatasi konflik, teknik kontrol sosial, dan kontrol sosial juga tak luput dari kupasan dalam bab ini. Selanjutnya, bab 4 menjelaskan kaitan ilmuwan dan praktisi, diikuti dengan contoh penelitian dalam ranah manajemen, baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Lembaga informasi memiliki peran sosial yang penting dalam memberdayakan masyarakat. Dalam hal ini dilaksanakan layanan informasi yaitu menyediakan informasi secara cepat dan tepat kepada masyarakat yang membutuhkan. Ilmuwan sebagai bagian dari masyarakat membutuhkan informasi yang akurat dalam mendukung penelitian yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di masyarakat. Untuk dapat melayani pengguna dengan baik, pekerja informasi harus memahami pekerjaannya dan kebutuhan pengguna. Contoh penelitian yang diberikan dalam bab 4 ini dapat memberikan gambaran secara nyata mengenai interaksi petugas layanan dengan pengguna perpustakaan, dan kinerja arsiparis di Arsip Nasional Republik Indonesia. Ketika mengawali membaca buku, tentunya pembaca menggunakan daftar isi untuk mengetahui isi buku dan letak halaman pembahasan. Pembaca diharapkan tidak kaget atau kecewa 65
jika mencari tema tertentu tapi tidak sesuai dengan halaman yang tertera dalam daftar isi. Selain itu masih ada beberapa salah ketik dalam penulisan singkatan, misalnya L1 yang seharusnya LI. Buku ini banyak memberikan penjelasan tentang lembaga informasi. Perpustakaan mendapat porsi terbanyak dalam beberapa penjelasan. Arsip, museum, dan pusat informasi hanya dikupas sebagian, misalnya tentang pemeliharaan. Pemeliharaan perpustakaan dijelaskan secara panjang lebar, namun pemeliharaan arsip hanya menjelaskan tentang penyusutan. Padahal pengetahuan tentang pemeliharaan arsip juga sangat
66
penting. Hal ini dimungkinkan karena tim penulis adalah staf pengajar dan praktisi perpustakaan. Menurut penulis, buku ini dirancang untuk kepentingan pengajaran di perguruan tinggi, khususnya di program studi ilmu perpustakaan, program studi museologi, dan program studi arkeologi. Kecermatan dalam penjelasan disusun dalam bahasa yang sederhana serta menekankan pada cara berpikir yang holistik, sehingga diharapkan akan membantu pencapaian sasaran pembelajaran secara sistematis. Namun demikian, arsiparis dan pekerja informasi lainnya tetap dapat menambah wawasan dengan membaca buku ini.
BERITA Praktikum dan Kunjungan di Arsip UGM 1. M a h a s i s w a D 3 K e a r s i p a n Sekolah Vokasi UGM melakukan Praktek Manajemen Arsip Inaktif di Records Center Bersama Arsip UGM pada tanggal 27 November 2013 s.d. pertengahan Desember 2013. Praktikum ini diikuti oleh 61 mahasiswa. 2. Observasi Lapangan Asosiasi Arsiparis Wilayah Propinsi Jawa Barat (AAI Jabar) dan Universitas Padjajaran ke Arsip UGM pada tanggal 6 Desember 2013, dipimpin oleh Sekretaris AAI Jabar Drs. Febriadi, M.SI. diikuti sebanyak 6 orang dan petugas kearsipan Universitas Padjajaran Bandung dipimpin oleh Sekretaris Arsip Universitas Padjajaran N.R. Anita Trikusumawati, SE. diikuti sebanyak 9 orang. 3. K u n j u n g a n I n d u s t r i S M K Nasional Baureno Bojonegoro di Arsip UGM pada tanggal 16 Desember 2013 dipimpin oleh Kepala Sekolah SMK Nasional Baureno Abdul Rohman, S.Pd., diikuti oleh siswa kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran sebanyak 30 siswa dengan didampingi 6 guru pembimbing. 4. Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa D3 Kearsipan UGM di Arsip UGM a.n. Vinish Daya M. Zega pada tanggal 27 Januari 2014 s.d. 27 Maret 2014 dan PKL mahasiswa D4 Kearsipan
Universitas Terbuka a.n. Anita Chrismandari dan Maria Dian Purnawati tanggal 10 Februari s.d. 9 Maret 2014, serta Hijah tanggal 24 Februari s.d. 23 Maret 2014. 5. Pembelajaran E-Filing SMK Negeri 2 Purworejo di Arsip UGM pada tanggal 11 Februari 2014 sebanyak 96 siswa kelas X Administrasi Perkantoran didampingi 14 guru pembimbing. Rombongan diterima langsung oleh Kepala Arsip UGM Drs. Machmoed Effendhie, M.Hum. 6. Studi banding dosen dan arsiparis Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar pada Senin, 3 Maret 2014, tentang pengembangan lembaga kearsipan perguruan tinggi. Pendampingan Unit Kerja 1. Pendampingan pengelolaan arsip di Direktorat Administrasi Akademik (DAA) UGM, dilaksanakan mulai bulan Oktober - Desember 2013, oleh Arsiparis Arsip UGM (3 orang), alumni D3 Kearsipan Sekolah Vokasi UGM (4 orang), dan pegawai dari DAA UGM. 2. Pendampingan pengelolaan arsip di Pusat Studi Kebudayaan UGM, dilaksanakan bulan Oktober 2013, didukung oleh mahasiswa magang dari D3 Kearsipan Sekolah Vokasi UGM sebanyak 5 orang. 67
Preservasi dan Pembenahan Depo Arsip 1. Kegiatan preservasi arsip tekstual yang mengalami degradasi (restorasi) dilaksanakan pada bulan November dan Desember 2013 menggunakan metode laminasi (melapisi arsip dengan tisu Jepang dan lem MC), berhasil merestorasi 276 lembar. 2. Pemeliharaan arsip video tipe VHS, dilaksanakan pada bulan Desember 2013, dengan cara memutar kaset dengan rewinder, mencapai hasil 250 kaset. 3. Pembenahan depo dilaksanakan mulai Februari 2014, meliputi: mengganti sarana simpan (kertas bungkus/ casing dan boks arsip) yang rusak, pengaturan kapasitas boks dan penataan kembali boks p a d a ro l l o ' p a c k , s e r t a pembaharuan sarana penemuan kembali arsip. Akuisisi 1. Prof. (emr) Dr. Bimo Walgito Pada tanggal 28 November 2013, Arsip UGM menerima hibah 4 berkas arsip terkait Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) dari Prof. (emr) Dr. Bimo Walgito (mantan Dekan Fakultas Psikologi UGM). PTM
68
merupakan cikal bakal tumbuh kembangnya ribuan SMA dan berdirinya peguruan tinggi negeri di kota-kota di Indonesia. Program PTM juga menjadi inspirasi bagi program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan beberapa perguruan tinggi saat ini. 2. Kantor Hukum dan Organisasi (HUKOR) UGM Kantor Hukum dan Organisasi (HUKOR) UGM menyerahkan arsip berupa Surat Keputusan Rektor UGM sejumlah 3091 berkas pada tanggal 12 Desember 2013. Arsip yang diserahkan dalam bentuk fisik disertai dengan daftar arsip dan softcopy (arsip yang telah dipindai). Selain itu juga diserahkan Peraturan dan Lembaran Negara RI sejumlah 68 buku. 3. Kantor Humas UGM Pada tanggal 13 Januari 2014, Kantor Humas UGM menyerahkan arsip berupa Kliping Media tahun 2008-2009 berjumlah 18 jilid, 1 jilid Laporan Pelaksanaan UM UGM 2006, dan 13 jilid Majalah Tempo jilid tahun 2007 dan 2009.