APPLICATION OF BIODIESEL IN TRANSPORTATION ASPECTS : A REVIEW 1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
Dhika R.P ,Sokma P ,M.I.Zaini ,M.Ardian W ,Marison F ,Cipto H.P ,M. Hendrajat ,Rido R. 1)
Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstract
World oil supplies will run out, the reason for continued efforts to find substitute energy sources to petroleum. One of them is a source of alternative fuels. Biodiesel fuel is an alternative fuels for diesel motor. Besides the reason of increasing crude oil is limited, several species of plants such as coconut oil, soybean oil and palm oil is directed to the nature of the raw materials that can be renewable and also has been investigated for direct use as fuel in motor diesel vehicles. The process on making biodiesel fuel is through a process of esterification and transesterification process. Various investigations performed to determine the value of the diesel engine performance, this is indicated by the value of power, torque, SFOC, BMEP, efficiency ratio, and emissions of fuel used between biodiesel fuel compared to diesel fuel. Performance values obtained from a variety of different experiment result: the raw materials of biodiesel, the composition and biodiesel testing equipment or a different medium. In the establishment of a biodiesel plant needs to be done in order to research some of the technology get optimum results from the biodiesel as an alternative fuel. Keywords: Alternative fuel; biodiesel; biodiesel raw material; engine performance.
1.
Pendahuluan
Motor bakar diesel menempati urutan pertama dalam penggunaannya sebagai alat transportasi darat, laut, serta peralatan yang membutuhkan kerja yang berat lainnya. Motor bakar diesel yang sekarang ini banyak digunakan sebagian besar menggunakan bahan bakar dari minyak bumi, yaitu solar. Namun satu hal yang tidak dapat ditolak bahwa suatu ketika persediaan minyak bumi di dunia akan habis. Oleh sebab itu upaya untuk mencari sumber energi pengganti minyak bumi terus dilakukan. Salah satu diantaranya adalah sumber bahan bakar alternative. Salah satu bahan bakar alternative yang cukup menjanjikan bagi motor diesel adalah bahan bakar biodiesel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bilangan cetana (CN) biodiesel lebih tinggi dari pada minyak diesel. Angka cetana rata-rata minyak diesel 45, sedangkan biodiesel 62 untuk yang berbasis kelapa sawit, 51 untuk jarak pagar dan 62,7 untuk yang berbasis kelapa [1]. Sumber energi yang berasal dari sumber energi yang terbaharui mempunyai potensi yang sangat besar. Dengan melakukan kajian dan analisa diharapkan memberikan konstribusi untuk membantu mengatasi masalah bahan bakar di masa yang akan datang. 2.
Proses Pembuatan Biodiesel
Biodiesel adalah semua bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewan [2]. Pengertian ilmiah paling umum dari istilah biodiesel mencakup sembarang bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Dalam definisi yang pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di dalam industri, yaitu bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak [3]. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zatpencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A- 9
Tabel 1 Tanaman penghasil minyak nabati serta produktifitasnya [1]
Bahan baku penunjang adalah alkohol. Pada pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati biasanya selain mengandung ALB juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining. Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk minyak Produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku seta pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut. Hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan air yang tinggi, sabun, ALB dan trigiserida tinggi. Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol. Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2 %, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi selesai, katalis harus di netralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, bila digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk phosphat (K3PO4). Proses transesterifikasi yang umum untuk membuat biodiesel dari minyak nabati (biolipid) menurut Siregar [4] ada tiga macam, yaitu transesterifikasi dengan Katalis Basa, transesterifikasi dengan Katalis Asam Langsung dan konversi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan menjadi biodiesel.
Gambar 1 Diagram blok proses biodiesel [4]
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 10
3.
Formula Biodiesel
Proses pembuatan biodiesel adalah melalui proses esterifikasi dan proses transesterifikasi. Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industri [3].
Gambar 3 Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester [5]
Transesterifikasi, biasa disebut dengan alkoholisis adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi, sehingga reaksi disebut metanolisis [3].
Gambar 4 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida menjadi ester metil asam-asam lemak [5].
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut [6].
Gambar 5 Tahapan reaksi transesterifikasi [6]
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%), asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA), mono dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Menurut Mittlebach, et al. [6], bahanbahan mentah pembuatan biodiesel adalah trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-lemak, dan asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan minya lemak. Trigliserida triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Dibawah ini adalah gambar struktur molekul dari ketiga macam gliserid [7].
Gambar 6 Struktur molekul monogliserida, digliserida dan trigliserida
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 11
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada injektor [8]. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi. 4.
Properties Biodiesel
Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 [9]. Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula. Tabel 2 Perbedaan propertis dari biodiesel dan diesel [10]
Tabel 3 Propertiese dari berbagai macam sumber nabati dari biodiesel [11]
5.
Unjuk Kerja Mesin Berbahan Bakar Biodiesel
Pengujian sifat-sifat fisis dan kimia dari Biodiesel dilakukan untuk membandingkan bahan bakar ini dengan standar bahan bakar yang ada. Jika sudah memenuhi standar, maka diharapkan masyarakat tidak perlu ragu dalam menggunakan Biodiesel sebagai bahan bakar. Adapun standar yang diacu adalah Standard Nasional Indonesia. Pada dasarnya standar bahan bakar tiap negara disesuaikan dengan iklim dan kondisi setempat. Penelitian Abdul Aziz, et al. [12], menunjukkan bahwa pemakaian biodiesel dari kelapa sawit menghasilkan torsi yang lebih kecil dari pemakaian solar putaran yang sama. Selain itu daya yang dihasilkan pada pemakaian biodiesel juga lebih kecil dari pemakaian solar pada putaran yang sama. Tetapi SFOC yang dihasilkan oleh pemakaian biodiesel lebih kecil dari pada pemakaian
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 12
solar pada putaran yang sama. Dan juga nilai efficiency thermal yang dihasilkan dari pemakaian biodiesel lebih besar dari pada pemakaian solar pada putaran yang sama. Tabel 4 Hasil yang direroleh dari test performance diesel engine [12]
Penelitian yang dilakukan Firdaus [13] menunjukkan bahwa perbandingan SFOC pada motor diesel berbahan bakar biosolar selalu lebih kecil dari pada kondisi SFOC dari motor diesel berbahan bakar solar. Karakteristik grafik SFOC menunjukkan bentuk parabola yang terbuka ke atas. Bentuk semacam ini dipergunakan untuk memperoleh titik dimana konsumsi bahan bakar paling ekonomis pada putaran yang sama dengan beban yang bervariasi berada. Pada saat awal operasi SFOC menunjukkan nilai yang tinggi. Hal ini disebabkan untuk menghasilkan daya yang rendah diperlukan putaran dari motor yang rendah pula, sedangkan pada putaran yang rendah jumlah bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam silinder dengan jumlah yang konstan ketika motor diesel pada putaran yang lebih tinggi untuk menghasilkan daya yang lebih besar. Setelah SFOC mencapai titik paling ekonomis, maka grafik akan cenderung naik, yang berarti nilai SFOC semakin besar. Selain itu penelitiannya juga menunjukkan bahwa perbandingan daya dan Effisiensi pada motor diesel berbahan bakar biosolar selalu lebih besar dari pada kondisi daya dan Effisiensi dari motor diesel berbahan bakar solar. Pada grafik hubungan antara effisiensi thermis dengan daya pada kecepatan yang konstan, yang mana effisiensi thermis akan semakin besar apabila dengan jumlah panas yang diberikan kecil tetapi tenaga yang terpakai semakin besar. Untuk putaran yang tetap maka kenaikan daya akan mengakibatkan kenaikan effisiensi thermis. Pada proses pembakaran secara logika kita dapat mengetahui dan menyimpulkan hubungan antara efisiensi thermis vs daya yaitu berbanding lurus, semakin dayanya tinggi maka effisiensi thermis akan semakin tinggi. Tetapi ketika sampai pada daya tertentu maka effisiensi akan konstan dan kemudian menurun.
Gambar 7 Hub SFOC vs daya [13]
Gambar 8 Hub terma EFF vs daya [13]
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 13
Adapun penelitian yang dilakukan Philip Kristanto [14], nampak bahwa dengan menggunakan bahan bakar campuran (biodisel+solar) berbagai komposisi terjadi penurunan daya keluaran pada berbagai tingkat kecepatan putar motor dibandingkan solar murni. Hal ini diakibatkan terutama karena nilai heating value biodisel lebih kecil dibandingkan solar tanpa campuran, sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan dengan mencampurkan biodisel pada solar, akan menurunkan nilai heating value solar itu sendiri. Faktor lain yang memungkinkan terjadinya penurunan daya ini adalah karena kurang tepatnya setting timing injection, sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya. Bilangan cetana biodisel lebih tinggi dibandingkan solar, sehingga diperlukan ignition delay yang lebih pendek. Jadi, dibutuhkan upaya untuk memajukan timing injection guna mendapatkan daya yang optimum. Semakin tinggi konsentrasi biodisel dalam campuran, semakin rendah daya yang dihasilkan. Pada kurva konsumsi bahan bakar spesifik versus putaran juga dihasilkan kondisi yang serupa, yaitu semakin besar konsentrasi biodiesel dalam campuran akan meningkatkan konsumsi bahan bakar spesifik, hal ini tentunya dapat dikaitkan pula dengan nilai heating value campuran lebih rendah dibandingkan solar murni, sehingga untuk menghasilkan daya keluaran persatuan waktu tentunya dibutuhkan konsumsi bahan bakar yang lebih banyak.
Gambar 7 Hub daya vs rpm [14]
Gambar 8 SFOC vs rpm [14]
6.
Emisi Engine Berbahan bakar Biodiesel
Secara umum penggunaan biodiesel dapat menurunkan emisi pada gas buang mesin diesel. Emisi yang berkurang antara lain, hydrocarbon (HC), Carbon monoxide (CO), Particulate Matter (PM), Sulphur dioxside (SO2). Menurut Ya-Fen Lin dapat disimpulkan bahwa pada B20 menghasilkan kadar CO yang rendah pada semua engine speed. B50 menghasilkan kadar CO2 yang lebih tinggi dari pada konsentrasi campuran biodiesel yang lain pada semua variasi putaran, kecuali pada putaran 2000 rpm, dimana B20 menghasilkan kandungan CO2 yang paling tinggi. B100, B80, dan D menunjukkan menghasilkan kandungan HC yang lebih dari pada konsentrasi campuran biodiesel yang lain. Biodoesel murni atau campuran biodiesel pada semua konsentrasi menghasilkan kandungan NOx yang lebih besar dari pada pemakaian diesel murni. B100 menghasilkan kandungan NOx yang paling besar pada putaran diatas 1200 RPM. Sedangkan B20 menghasilkan kandungan NOx yang paling besar pada putaran 1000 dan 1200 RPM. SO2 tidak seberapa pengaruh pada kenaikan putaran, tetapi berpengaruh pada konsentrasi campuran biodiesel. Pemakaian murni diesel menghasilkan kandungan SO2 yang paling tinggi. B100 menghasilkan kandungan PM yang paling
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 14
tinggi dari pada konsentrasi biodiesel yang lain. Secara umum B20 dan B50 merupakan campuran biodiesel yang paling maksimum [15].
Gambar 9 Perbandingan CO, CO2, dan HC dari biodiesel dan solar [15]
Gambar 10 Perbandingan NOx, SOx,dan PM dari biodiesel dan solar [15] 7.
Prospek biodiesel
Bio-diesel sebagai sumber energi alternatif pengganti atau campuran minyak solar (ADO) diperkirakan akan layak secara ekonomis untuk dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energy pada sektor transportasi mulai tahun 2017 dengan jumlah kebutuhan sekitar 10 PJ yang setara dengan 0,25 juta ton atau sekitar 0,22 juta kiloliter Bio-diesel. Potensi pemanfaatan Bio-diesel sebagai bahan bakar alternatif pengganti ataupun campuran minyak solar dapat dijabarkan sebagai pangsa pemanfaatan Bio-diesel terhadap penggunaan minyak solar pada sektor transportasi. Peluang pemanfaatan Bio-diesel terhadap penggunaan minyak solar atau ADO (Automotive Diesel Oil) pada sektor transportasi dimulai dari tahun 2017 sampai 2025 meningkat terus dari 2 persen hingga mencapai 57 persen dari total penggunaan minyak solar pada sektor tersebut. Pangsa penggunaan Bio-diesel tersebut setara dengan 0,50 persen menjadi hampir 10 persen dari total kebutuhan energi pada sektor transportasi tahun 2017 sampai dengan 2025 [16].
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 15
Daftar Pustaka [21] [22] [23]
[24]
[25] [26] [27]
[28] [29] [30]
[31] [32] [33]
[34] [35] [36]
Soerawidjaja, T. H., Standar Tentatif Biodiesel Indonesia dan Metode-metode Pengujiannya, Disampaikan dalam Diskusi Forum Biodiesel Indonesia, Bandung, 11 Desember 2003. Graydon blair. Using Biodiesel In Diesel Engines. Utah Biodiesel Cooperative. 2004 http://www.utahbiodiesel.org Soerawidjaja, T. H. Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan” UGM Yogyakarta, 2006. Siregar, Zufri Hasrudy. Proses Produksi Bio-Diesel Dengan Skala Indonesia (Nasional). Program Pasca sarjana Program fakultas Teknik UGM Magister Sistem Teknik (MST), UGM Yogyakarta, 2008. Syahirah, Ira. Proses Pembuatan Biodiesel Dengan Bahan Baku Jatropa Churcas (jarak pagar). « Iskandar & co.htm. Mittlebach, M. & Remschmidt, Claudia. Biodiesel The Comprehensive Handbook. Vienna, Boersedruck Ges.m.bH, 2004. Mescha, Destiana. Zandy, Agustinus. Nazef. Puspasari, Soraya. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa ITB Bidang Energi Penghargaan PT. Rekayasa Energi. ITB dan P.T Rekayasa Energi, Nopember 2007. http://www.journeytoforever.com Usta N, An experimental study on performance and exhaust emissions of a diesel engine fuelled with tobacco seed oil methyl ester, Ener Convers manage, 46 (2005) 2373-1386. Magı´ n Lapuerta, Octavio Armas, Jose´ Rodrı´ guez-Ferna´ ndez. Effect of biodiesel fuels on diesel engine emission. Escuela Te´cnica Superior de Ingenieros Industriales, University of Castilla-La Mancha. 2007. Ayhan Demirbas. Biodiesel production via non-catalytic SCF method and biodiesel fuel characteristics. Department of Chemical Engineering, Selcuk University. 2006 Abdul Aziz, M. Farid Said, M. Afiq Awang and M. Said, Performance of Palm Oil-Based Biodiesel Fuels in a Single Cylinder Direct Injection Engine. Firdaus, Agis, Pengujian Ketahanan Motor Diesel dengan Menggunakan Bahan Bakar Biosolar, Tugas akhir S1, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2007. Kristsnto Philip, Penggunaan Minyak Nabati sebagai bahan Alternatif Pada Motor Diesel Sistem Injeksi Langsung, Uneversitas Kristen Petra, 2003 Lin Ya-Fen, Combustion Characteristic of waste-Oil Product Biodiesel /Diesel fuel Blend, Department of Chemical and Matherial Engineering National ilan University, 2007. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Biodisel Bahan Bakar Campuran Ramah Lingkungan.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009
A - 16