APLIKASI STATISTICAL PROCESS CONTROL DALAM PENGENDALIAN KETIDAKSESUAIAN KEMASAN MILKUAT POUCH DI PT DANONE DAIRY INDONESIA
ARIA ANDIKA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Statistical Process Control dalam Pengendalian Ketidaksesuaian Kemasan Milkuat Pouch di PT. Danone Dairy Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan benar diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan demikian saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014 Aria Andika F24080060
Aria Andika1 and Harsi Dewantari Kusumaningrum2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62 813 186 574 27, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT
Quality is considered as the main factor of food processing industry. One tool that important to control food quality is Statistical Process Control (SPC). Unconformity (product reject) is one of many quality problem in all manufacturing product such as Milkuat Pouch in PT Danone Dairy Indonesia. This cooperation has a minimum limit of unconformity specification standard, i.e. it must be less than 1,7% of the actual output production. This parameter show us how much losses earned, compares to raw material and packaging material aspect of the filling process. This product consist of two main material, water and fresh milk. The purpose of this research is to apply SPC in monitoring the unconformity quality of the product in filling machine area. The method concept which used to solve this problem are observation and identification of problems, brainstorming, control chart, fishbone diagram, pareto diagram and action plan. The conclusion of problem identification is the number of unconformity in machine 15 and 16 was out of standard spesification. Measurement results of samples 125 batches (15 days production in first shift) using np-chart and p-chart of control charts, indicating that the process is out of control, and the percentage shows the unconformity product is more than 1,7%, it means there still occuring many various errors that impact to defect in the final product. The causes of unconformity problem were classifieed by fishbone and pareto diagram analysis. This analysis is done by observation of each batch production for 15 days in first shift on each machine, machine tube AC, AD, AE, and AF. The action plan has been constructed to eliminate 80% of root cause so that it would reduce the unconformity of product.
Keywords: statistical process control (SPC), Milkuat Pouch, unconformity, control chart
STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) APPLICATION OF PACKAGING INTEGRITY UNCONFORMITY MILKUAT POUCH AT PT DANONE DAIRY INDONESIA
ARIA ANDIKA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Aplikasi Statistical Process Control dalam Pengendalian Ketidaksesuaian Kemasan Milkuat Pouch di PT Danone Dairy Indonesia Nama : Aria Andika NIM : F24080060
Disetujui Oleh
Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Pembimbing I
Diketahui Oleh
Dr. Ir. Feri Kusnandar, Msc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan magang tugas akhir dan penulisan skripsi yang berjudul Aplikasi Statistical Process Control dalam Pengendalian Ketidaksesuaian Kemasan Milkuat Pouch di PT Danone Dairy Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mendapatkan banyak bantuan serta dukungan dalam pelaksanaan magang maupun penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya kepada : 1. Ayah (Alm) Mamat Hermat dan Ibu Yudi Herlena tersayang, serta kakak Adit dan Agi. Terimakasih atas dukungan dan doa yang tidak pernah henti kepada penulis. 2. Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, masukan dan dukungan yang diberikan selama penulis menyelesaikan magang dan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Edius Laban selaku pembimbing lapangan di PT Danone Dairy Indonesia atas bimbingan selama penulis melakukan kegiatan magang. 4. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc dan Bapak Dr. Ir. Muhammad Arpah, Msi selaku dosen penguji atas saran dan masukannya. 5. Gilang Sutanto, Randi Oktan Susilo, Kurnia Jayanto, Randi Dio Aritama dan temanteman ITP 45. Terima kasih telah menjadi teman-teman terbaik tempat berbagi suka dan duka selama penulis menjadi mahasiswa ITP. 6. Tim Quality PT Danone Dairy Indonesia atas dukungan dan bantuannya selama penulis melaksanankan magang. 7. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan rekan-rekan semua. Akhir kata, semoga skripsi dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para pembaca.
Bogor, April 2014 Aria Andika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
ASPEK PRODUKSI
9
Bahan Produksi
9
Proses Pengolahan
10
METODE
14
Alat
14
Prosedur Analisis Data
14
Metode Pengambilan Sampel
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Aplikasi Statistical Process Control dalam Problem Solving SIMPULAN DAN SARAN
17 17 38
Simpulan
38
Saran
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
42
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Sumber susu segar PT. Danone Dairy Indonesia Plant Cikarang Persentase defect pada masing-masing mesin Diferensiasi kelebihan dan kekurangan EVOH dan VMPET Spesifikasi masalah dan langkah perbaikan Spesifikasi masalah yang belum terpecahkan dan perbaikan lebih lanjut Spesifikasi masalah H2O2 jenuh pada ruangan dan langkah perbaikan
9 18 26 29 34 35
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Diagram pareto Diagram histogram Diagram sebab-akibat (Ishikawa) Alur penentuan bagan kendali Diagram bagan kendali secara umum Alur kerja analisa SPC untuk problem solving Analisa Bagan Kendali p-chart ketidaksesuaian line pouch Persentase ketidaksesuaian pada masing-masing mesin Bagan kendali np-chart mesin AC Bagan kendali np-chart mesin AD Bagan kendali np-chart mesin AE Bagan kendali np-chart mesin AF Diagram pareto penyebab ketidaksesuaian mesin AC Diagram pareto penyebab ketidaksesuaian mesin AD Diagram pareto penyebab ketidaksesuaian mesin AE Diagram pareto penyebab ketidaksesuaian mesin AF Hasil penentuan diagram ishikawa masalah ketidaksesuaian packaging integrity milkuat pouch Perbandingan persentase ketidaksesuaian sebelum dan sesudah perbaikan Bagan kendali np-chart mesin AC (setelah tindakan perbaikan awal) Bagan kendali np-chart mesin AD (setelah tindakan perbaikan awal) Bagan kendali np-chart mesin AE (setelah tindakan perbaikan awal) Bagan kendali np-chart mesin AF (setelah tindakan perbaikan awal) Evaluasi ulang (persentase) setelah dilakukan tindakan perbaikan lanjutan Bagan kendali setelah dilakukan tindakan perbaikan kedua (eliminasi uap jenuh H2O2)
4 5 6 6 7 14 17 18 19 20 20 21 22 23 24 25 25 30 31 32 32 33 36 37
DAFTAR LAMPIRAN 1 Keadaan Lapangan Line Milkuat Pouch 2 Data persentase ketidaksesuaian sebelum perbaikan, sesudah perbaikan, dan sesudah dilakukan perbaikan reduksi uap jenuh H2O2 pada ruangan
42
3 Jenis-jenis Ketidaksesuaian Kemasan Milkuat Pouch 4 Tabel Military Standard
44 45
43
PENDAHULUAN Latar Belakang Milkuat pouch merupakan suatu produk berbasis susu segar dengan tambahan perisa dengan melalui tahapan proses yang terpenting yaitu UHT. Susu Ultra High Temperature (UHT) adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu minimal pada suhu 121oC selama 15 menit dengan atau tanpa bahan tambahan pangan yang diizinkan, serta dikemas aseptik (SNI 01-39501998). Milkuat pouch yang diproduksi oleh PT Danone Dairy Indonesia memiliki tiga varian rasa yaitu berperisa chocolicous, strawberry, dan caramel yang dikemas hermetis dengan kemasan alumunium foil berbentuk bantal. Cara konsumsi produk ini sangat mudah yaitu hanya dengan menyobek ujung kemasan dan lansung diminum di bagian tersebut. Cara konsumsi lainnya yaitu dengan dibekukan terlebih dahulu di dalam lemari es sebelum dikonsumsi. Keberhasilan suatu perusahaan di tengah persaingan antar industri yang ketat ditentukan oleh pemenuhan kepuasan konsumen oleh perusahaan. Kepuasan konsumen tersebut salah satunya adalah mutu yang baik (tidak memiliki kekurangan atau kecacatan). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Crosby dalam Hicks (1994) yang mendefinisikan mutu sebagai “conformance to requirements” karena ia menganggap spesifikasi produk haruslah benar-benar merefleksikan kebutuhan konsumen. Mutu suatu produk diartikan sebagai kesesuaian sifat terhadap derajat keunggulan yang dirumuskan dalam bentuk standar atau spesifikasi yang jelas. (Linn 1981). Pengendalian mutu (Quality Control) dan jaminan mutu (Quality Assurance) memegang peranan penting dalam industri pangan serta mempunyai karakteristik hubungan kita yang paling dekat dengan anggota masyarakat (Ariani 1999). Mutu produk salah satunya ditentukan oleh proses produksi. Proses produksi perlu dianalisis untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan standar karena jika proses yang dilakukan baik maka produk yang dihasilkan pun akan baik. Peningkatan produktivitas pada suatu perusahaan dapat dilakukan dengan pendekatan cost reduction dan quality improvement secara terpisah ataupun simultan, keduanya dapat dicapai melalui efisiensi dan perancangan kerja yang baik (Peace, 1993). Salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur mutu suatu produk adalah kekonsistensian produk (product consistency). Product consistency menjadi hal yang sangat penting dalam menjamin mutu suatu produk baik dari segi organoleptik, mikrobiologis, maupun fisikokimia. Hal ini dikarenakan konsumen telah memiliki memori tersendiri terhadap produk yang biasa mereka konsumsi. Ketika mereka merasakan bahwa ada perbedaan dan penurunan mutu pada produk yang mereka konsumsi, konsumen akan memberikan pengaduan kepada pihak perusahaan terkait. Hal ini juga akan memberikan dampak kerugian bagi perusahaan jika produk-produk yang telah dipasarkan harus ditarik kembali. Analisis konsistensi dan keragaman produk yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan suatu sistem pengendalian secara statistik. Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik 1
dalam karakteristik mutu kunci produk tersebut. Penerapan pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses tersebut dan mengurangi variasi sehingga dapat mengurangi losses (kerugian). Alat-alat yang digunakan dalam upaya mengurangi variasi karakteristik kualitas adalah bagan kendali, studi kemampuan proses (Cp-Capability Indices), diagram sebab akibat (Cause-Effect Diagram), diagram pareto, dan teknik brainstorming. Pada dasarnya bagan kendali digunakan untuk mengetahui apakah suatu proses berada dalam keadaan terkendali secara statistik yang selanjutnya digunakan untuk mengendalikan mutu secara terus menerus.
Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara mengatasi/mengurangi jumlah ketidaksesuaian packaging pada produk milkuat pouch choco di PT. Danone Dairy Indonesia 2. Membuktikan apakah SPC bisa diterapkan dengan baik untuk mengatasi masalah mutu produk
Tujuan Tujuan dari kegiatan magang ini adalah mengkaji tingginya ketidaksesuaian (unconformity) produk susu UHT milkuat pouch dan menganalisa penyebab-penyebab penyimpangan tersebut. Penyebab-penyebab penyimpangan tersebut dibuktikan dan diidentifikasi dengan menggunakan tools statistical process control. Dengan demikian, beberapa penyebab tersebut dapat dieliminasi dan diharapkan dapat menurunkan jumlah ketidaksesuaian produk.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan langkahlangkah dalam memecahkan suatu masalah dengan tools kendali mutu (SPC) serta bermanfaat sebagai langkah perbaikan yang berkelanjutan terhadap mutu produk di PT. Danone Dairy Indonesia. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada penerapan statistical process control guna mengurangi tingkat ketidaksesuaian packaging integrity yang diluar batas standard pada produk milkuat pouch choco di PT. Danone Dairy Indonesia
2
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Proses Secara Statistika Pengendalian proses secara statistik adalah suatu metode pengukuran, pemahaman, dan pengawasan variasi dalam suatu proses manufacturing (Feigenbaum 1983). Menurut Gasperz (1998), pengendalian proses secara statistik adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kuantitatif, kemudian dilakukan penentuan dan interpretasi hasil pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu industri, untuk meningkatkan kualits dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Tujuan dari pengendalian proses secara statistik (Wayworld 2001) adalah : 1) Menentukan apakah proses dalam keadaan terkendali, 2) Menentukan apakah proses berada dalam spesifikasi, dan 3) Identifikasi penyebab variasi. Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik kunci produk itu. Penerapan pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses tersebut dan mengurangi variasi, sehingga dapat menghasilkan biaya yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery 1990). Strategi pengendalian proses secara statistik adalah membawa suatu proses berada di bawah pengendalian secara statistik. Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus-menerus dikumpulkan. Data tersebut kemudian dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses itu memilki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan pelanggan (Ryan 1989). Gaspersz (2001) menambahkan bahwa pada dasarnya langkah-langkah pengendaliaan proses secara statistik dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Merencanakan penggunaan perangkat statistik, 2) Memulai menggunakan perangkat statistik tersebut, 3) Mempertahankan atau menstabilkan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus yang dianggap merugikan, 4) Merencanakan perbaikan proses secara terus-menerus (Continuous Process Improvement) melalui pengurangan variasi penyebab umum, dan 5) Mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistik tersebut.
Brainstorming Teknik brainstorming digunakan untuk membantu dalam pembuatan diagram sebab-akibat. Menurut Gaspersz (1998), brainstorming merupakan alat penunjang lain dalam perbaikan proses. Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternatif dalam suatu tim kerja yang bersifat terbuka dan bebas. Brainstorming dilakukan dengan para pekerja yang mampu mengetahui faktor-faktor penyebab dari masalah yang terjadi dan setiap pekerja memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat. 3
Brainstorming dapat berkaitan dengan hal-hal berikut : a) menentukan penyebab yang digunakan dan/atau solusi suatu masalah, b) memutuskan masalah apa yang perlu diselesaikan, c) anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan memberikan ide, d) menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif, dan e) kreativitas merupakan karakteristik outcome yang diinginkan. Setelah tim melakukan brainstorming dan muncul pendapat-pendapat diharapkan dapat membantu dalam menyusun langkah selanjutnya seperti diagram sebabakibat (fishbone diagram). Tahapan dalam melakukan brainstorming adalah sebagai berikut : (1) menyatakan masalah secara jelas, (2) semua anggota harus memberikan ide dan tidak boleh mengkritik, (3) ide-ide kemudian dikumpulkan dan dibuat kedalam suatu ranking, dan (4) memprioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide atau respon yang dikemukakan. (Gaspersz, 1998).
Lembar Pemeriksaan Alat yang digunakan untuk mempermudah pengumpulan data. Banyaknya masing-masing data ditunjukkan oleh frekuensi yang tercatat pada lembar pemeriksaan. Bagian yang bermasalah dapat diketahui dari banyaknya frekuensi kejadian berdasarkan lokasi, tipe, maupun penyebab (Montgomery 1996).
Diagram Pareto Diagram ini mengklasifikasikan masalah berdasarkan sebab dan akibatnya, dimana masalah dipresentasikan dengan menggunakan histogram menurut prioritas. Dari diagram pareto dapat terlihat masalah mana yang dominan (vital few) dan masalah mana yang banyak tetapi kurang dominan (trivial many) (Muhandri dan Kadarisman 2005). Diagram pareto juga menunjukkan masalah mana yang perlu ditangani lebih dulu. Diagram pareto terdiri dari grafik balok dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Bentuk diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Pareto 4
Diagram Histogram Histogram adalah grafik yang dapat menggambarkan distribusi data yang dihasilkan suatu proses. Rata-rata data yang diperoleh dan variabilitasnya dapat terlihat dengan mudah. Pada histogram juga dapat digunakan batas spesifikasi untuk menunjukkan kapabilitas proses (Deming 2001). Bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Histogram
Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram) Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu (Gaspersz, 1998). Selain itu Ishikawa (1982) menyebutkan bahwa diagram sebab-akibat dibuat untuk menggambarkan dengan jelas macam-macam sebab yang dapat mempengaruhi mutu produk dengan jalan menyisihkan dan mencarikan hubungannya dengan sebab-akibat. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan membantu dalam penyidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Fungsi diagram sebab-akibat (Montgomery 1996) yaitu berperan dalam memusatkan perhatian operator, bagian produksi dan pimpinan dalam masalah mutu. Diagram sebab-akibat yang dikembangkan dengan baik biasanya memajukan tingkat pemahaman teknologi 18 proses tersebut. Menurut Dahlgaard et al. (1998), dalam menganalisis masalah atau efek, penyebab utama yang sering teridentifikasi diantaranya adalah mesin (machinery), bahan (material), metode (methods), manusia (men), manajemen (management), dan lingkungan (milieu/environment). Struktur diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 3. 5
Gambar 3. Diagram Sebab – Akibat Bagan Kendali Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation) (Gaspersz, 2001). Menurut Deming (1995), bagan kendali adalah suatu display grafik dari suatu karakteristik mutu yang telah dihitung atau diukur dari suatu contoh produk terhadap nomor contoh atau waktu. Pada dasarnya bagan kendali digunakan untuk mengetahui apakah suatu proses berada dalam keadaan terkendali secara statistik dan menentukan kapabilitas proses, yang selanjutnya digunakan untuk mengendalikan proses dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik dalam menyelesaikannya (Lawrence 1986). Alur penentuan bagan kendali dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Alur Penentuan Bagan Kendali 6
Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki : 1) sumbu x yang melambangkan nomor contoh, 2) sumbu y yang melambangkan karakteristik output, 3) garis tengah atau central line, 4) sepasang batas pengendali. Satu batas pengendali ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai Batas Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL) yang ditempatkan di bawah garis tengah. Secara umum bagan kendali dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram bagan kendali secara umum (Muhandri dan Kadarisman 2005) Menurut Deming (1995), kegunaan bagan kendali adalah : 1) meningkatkan produktivitas, 2) mencegah produk cacat, 3) mencegah pengaturan proses yang tidak perlu, 4) memberikan informasi tentang proses, dan 5) memberikan informasi tentang kapabilitas proses. Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian apabila nilai-nilai yang ditebarkan pada bagan kendali jatuh diluar batas pengendali, maka dapat dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik (Gaspersz, 1998).
Susu UHT Berperisa Menurut SNI (1999), susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-150 derajat Celcius) selama 2-5 detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya. Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Hal ini didukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca panen yang terintegrasi. 7
Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika dan bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperah harus diberi perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik. (Harper 1976) Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu UHT juga harus dilakukan dengan sanitasi yang maksimum yaitu dengan menggunakan alat-alat yang steril dan meminimumkan kontak dengan tangan. Seluruh proses dilakukan secara aseptik. Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis kedap cahaya, sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya sehingga kesegaran susu UHT pun akan tetap terjaga. Selain itu kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptik multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama tanpa membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan di lemari pendingin hingga 10 bulan setelah diproduksi (Bylun 1995).
Ketidaksesuaian Kemasan Produk Pouch Ketidaksesuaian produk adalah sebuah varian produk yang mengakibatkan produk menjadi tidak layak dan tidak sesuai dengan standar mutu perusahaan. Ketidaksesuaian ini berupa hasil pengemasan ke dalam kemasan yang umumnya berada di akhir proses setiap line produksi. Hasil ketidaksesuaian biasanya dianggap sebagai cacat (defect) karena kemasan produk tidak terbentuk secara semestinya (Soekarto 1990). Packaging integrity adalah suatu sistem proses pengepakan bahan kemas ketika suatu produk sudah diisi ke dalam kemasan. Kemasan yang dibentuk oleh mesin filling/packer haruslah sesuai dengan standar dan memperhatikan food safety. Kemasan yang tidak terbentuk secara baik bisa jadi menimbulkan bahaya cross-contamination yang mengakibatkan produk membusuk dan rusak. Kemasan juga harus memerhatikan visual market image, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap tampilan (estetika) suatu produk ketika dijual di pasaran (Pyzdek 2002). Beberapa jenis ketidaksesusaian pada produk milkuat pouch adalah seperti vertical sealing melebihi batas standar, bisa terlalu dalam ataupun terlalu sempit (overlap), horizontal sealing melebihi batas standar sehingga bagian gambar label (image) menjadi terpotong atau tidak utuh (off-centre), hasil sealing melipat, kemasan mengkerut, bocor, seal tipis sebelah, label berbayang/printing blur, dan unprinting code. Semakin kecil jumlah kecacatan yang dihasilkan, maka semakin baik, dan hal itu yang diharapkan setiap perusahaan. Ketidaksesuaian ini adalah masalah bagi setiap industri manufakturing, karena hal ini menjadi cost yang harus dikorbankan dari pembuangan produk dan packaging material. Standar ketidaksesuaian atau reject yang ditetapkan PT Danone Dairy Indonesia adalah tidak lebih dari 1,7%, artinya jika ada angka ketidaksesuaian yang berada diatas angka tersebut berarti proses belum terkendali secara statistika. (Laban 2012) 8
ASPEK PRODUKSI Bahan-Bahan Produksi Bahan baku merupakan suatu bagian dari sistem dalam pengendalian proses, stabilitas produk, dan cara menghasilkan produk makanan atau minuman yang baik. Kontribusi bahan baku dalam mengendalikan proses meliputi jumlah bahan baku yang dibutuhkan produksi dan keseragaman mutu yang sesuai dengan spesifikasi. Bahan baku dalam proses produksi umumnya dikelompokkan menjadi bahan baku utama dan bahan pengemas, dimana bahan-bahan tersebut harus memenuhi syarat mutu yang baik dan halal sehingga tidak akan membahayakan kesehatan dan merugikan konsumen. Oleh karena itu bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses produksi haruslah lulus uji visual (organoleptik), fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bahan Baku Utama Bahan baku utama yang digunakan PT. Danone Dairy Indonesia dalam memproduksi milkuat pouch adalah air, susu segar (fresh milk), susu bubuk (milk powder), dan gula (sukrosa) PT. Danone Dairy Indonesia Plant Cikarang memperoleh susu segar dari beberapa pemasok yang dikirim rutin setiap hari. Pemasok-pemasok tersebut antara lain seperti yang terlihat pada Tabel 1. Susu tersebut biasanya diangkut dengan mobil tanki yang dilengkapi dengan jaket insulator dengan volume tanki 8000-15000 liter. Tabel 1. Sumber susu segar PT. Danone Dairy Indonesia Plant Cikarang No.
Sumber Susu Segar
1
KPGS – Cikajang
2
Hasil Karya Sapi Perah – Bandung
3
Koperasi Petani Susu Bandung Utara
4
Cisurupan
5
Saluyu
6
GKSI
7
KUD Makmur
8
ERBEHEX
Sumber : Departemen Quality Control PT. Danone Dairy Indonesia Plant, Lippo Cikarang - Bekasi Susu segar yang baru tiba sebelum dibongkar diambil dahulu sampelnya untuk dianalisa di laboratorium. Syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah lolos uji alkohol, uji karbonat (pemalsuan) dan antibiotik yang harus bernilai negatif. 9
Selain itu juga dilakukan pengecekan terhadap suhu antara (berkisar di 4 sampai 8oC), berat jenis (1,0275 gr/ml), pH antara 6,41-6,89, total solid lebih dari sama dengan 10,5%, protein >2,8%, lemak >3,0%, acidity antara 0,14-0,18% dan organoleptic (warna, kpnsistensi cairan, bau, dan rasa). Air merupakan faktor penting dalam pembuatan produk ini, karena sekitar 80-85% proporsi produk berbasis air. Air bersih yang digunakan untuk proses produksi milkuat pouch telah melalui beberapa tahap proses penyarinan untuk menghasilkan air bersih berstandar produksi makanan. Penyaringan air bersih diantaranya melalui sand filter, clorine treatment, softener water, carbon filter, bag filter, and perforated filter. Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis. Dalam industri pangan, gula biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yaitu gula yang diperoleh dari bit atau tebu (Buckle et al., 1987). PT. Danone Dairy Indonesia Plant Cikarang menggunakan sukrosa pada produk susu UHT milkuat pouch sebagai pemanis dan pengawet. Skim Milk Powder (SMP) atau susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya, yang dibuat dengan cara menseparasi lemak susu dalam separator dan menghilangkan air dari susu skim dengan evaporasi dan pengeringan. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu seperti laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut air kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al., 1987). Susu skim digunakan oleh PT. Danone Dairy Indonesia plant Cikarang untuk mengganti bahan susu segar (fresh milk) jika digunakan formula B (tanpa fresh milk). Fungsi utamanya adalah sebagai sumber padatan non lemak yang digunakan sebagai sumber protein susu dengan dengan kadar air maksimal 1% dan kadar lemak kurang dari 1,5%. Bahan utama lain yang diperlukan dalam proses produksi susu UHT milkuat pouch adalah Non Dairy Creamer yang digunakan sebagai penambah lemak pada susu yang berupa padatan (powder). Bahan Pengemas Jenis bahan yang digunakan sebagai kemasan primer milkuat pouch di PT Danone Dairy Indonesia adalah alumunium foil. Alumunium foil adalah bahan pengemas dari logam, berupa lembaran alumunium padat dan tipis dengan ketebalan kurang lebih 0.3mm. Alumunium foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya (Syarief et al 1989). Menurut Crosby (1981), kelebihan alumunium foil sebagai kemasan produk pangan adalah ringan, mudah digenggam, tahan terhadap korosi, non-toksik, tidak merubah warna produk, tahan terhadap panas, dapat menehan kelembaban dan gas, serta mudah didaur ulang.
Proses Pengolahan Milkuat pouch merupakan salah satu produk olahan pangan yang berbahan susu segar. Produk ini merupakan jenis produk susu yang berbentuk cair dan 10
diproses melalui pemanasan suhu tinggi dalam waktu cukup singkat atau yang lebih dikenal dengan susu UHT. Pengolahan susu segar menjadi susu UHT memberikan kentungan, yaitu salah satunya adalah mempunyai umur simpan yang panjang, yaitu dengan kurun waktu enam sampai delapan bulan. Proses produksi susu milkuat pouch UHT ditangani oleh Departemen Produksi. Proses produksi susu UHT milkuat pouch dibagi menjadi beberapa tahapan utama, yaitu penerimaan susu segar dan pre-pasteurisasi, persiapan bahan, mixing, sterilisasi, pengisian (filling) dan pengepakkan (packaging). Penerimaan susu segar dan pasteurisasi Susu segar yang telah lolos uji dari Departemen Quality Control (QC) ditransfer dari truk pengangkut susu dengan menggunakan flexible pipe dan dipompa menuju tangki penerimaan. Susu yang ditransfer ini melalui penyaringan sebanyak dua kali sebelum masuk ke dalam tangki penerimaan. Penyaringan pertama dilakukan dengan menggunakan strainer berukuran 1 mm yang bertujuan menyaring partikel dengan ukuran besar yang terbawa dalam susu seperti senar sikat, kerikil, serta benda logam lainnya. Kapasitas tangki penerimaan tersebut adalah 14 ton. Susu kemudian ditransfer ke tahap pasteurisasi dengan suhu 75oC selama 20 sekon melalui penyaringan kedua dilakukan dengan strainer berukuran 0,5 mm. Tujuan dari streiner ini adalah untuk menyaring partikel super kecil (mikro) dan mengurangi potensi blocking pada jalur PHE. Setelah itu, susu disimpan menuju tangki penyimpanan (storage tank) dengan kapasitas 16 ton Maksimal lama penyimpanan sementara yang diizinkan pada storage tank adalah susu dengan suhu <10oC sisimpan selama maksimal 24 jam. Sebelum digunakan dalam proses produksi, susu sebelumnya ditransfer ke weighing tank. Hal ini dilakukan untuk menentukan bobot dari susu segar yang akan dipakai. Persiapan Bahan Bahan-bahan untuk membuat susu milkuat pouch UHT selain susu segar juga terdiri atas air, mineral, gula (sukrosa), Whole Milk Protein (WMP), bubuk cokelat (cocoa powder), flavor, vitamin, stabilizer (micro crystalline cellulose), Modified Starch, Aspartame, Acesulfame Pottasium, Disodium Phosphate Salt, Tricalsium Phosphate, dan NDC (Non Dairy Creamer). Material berbentuk bubuk disimpan pada palet dalam bentuk sack atau karung. Sebelum digunakan, material tersebut terlebih dahulu ditimbang dan kemudian dimasukkan pada suatu hooper yang dilengkapi dangan blender. Vitamin dan flavor disimpan di ruangan khusus bersuhu 17 oC yang dilengkapi dengan timbangan untuk preparasi material. Saat preparasi dilakukan, material tersebut dimasukan ke dalam wadah plastik khusus untuk selanjutnya dituangkan ke dalam hooper. Pemasakan Pemasakan dilakukan pada bahan stabilizer dan cocoa powder. Pemasakan dipisahkan antara keduanya di dalam masing-masing tangki. Masing-masing 11
tangki pemasakan dilengkapi dengan agitator untuk mencampurkan bahan yang sedang dimasak. Pada pemasakan stabilizer ditambahkan pula air sebanyak 325 liter ke dalam tangki stabilizer cooker. Campuran tersebut kemudian dimasak pada suhu 75oC selama kurang lebih 10 menit. Pada pemasakan cocoa powder ditambahkan pula air sebanyak 350 liter ke dalam tangki. Campuran tersebut kemudian dimasak pada suhu 90oC selama 30 menit. Pemasakan stabilizer dengan gula berlangsung lebih cepat. Oleh karena itu, setelah pemasakan, campuran MCC dengan gula ini langsung ditransfer ke dalam tangki mixing. Setelah itu, dilakukan tahap pencampuran bahan-bahan lain. Penyampuran/Mixing Bahan yang pertama kali masuk ke dalam tangki mixing adalah air sebagai bahan pelarut bahan-bahan yang akan dicampur, lalu bahan kedua yang dimasukan adalah susu segar. Bahan-bahan lainnya kemudian dimasukan ke dalam tangki ini seperti larutan MCC yang sebelumnya telah dimasak terlebih dahulu. Setelah itu bahan-bahan seperti Disodium Phosphate, Acesulfame Pottasium, Non Dairy Creamer, Aspartame, Tricalsium Phosphate, garam dan gula dimasukkan ke dalam tangki. Pencampuran dilakukan kurang lebih sekitar 25 menit. Bahan cocoa powder yang telah dimasak kemudian ditambahkan pula ke dalam tangki bersamaan dengan Modified Starch, lalu diaduk selama 10 menit. Flavor dan vitamin pun ditambahkan dan diaduk selama 5 menit. Bahan-bahan pada tangki mixing ini diaduk dengan bantuan agitator dan dijaga suhunya pada 45oC – 55oC. Hal ini dilakukan dengan tujuan menyempurnakan pelarutan bahan-bahan. Setelah bahan-bahan tersebut tercampur merata, dilakukan sirkulasi ke dalam storage tank. Fungsi storage tank adalah untuk menampung campuran sementara yang telah siap dilalui tahap sterilisasi. Dengan adanya storage tank diharapkan dapat menjaga waktu laju alir produk antara tahap mixing dengan tahap filling supaya proses produksi tetap bisa dilakukan kontinyu. Dari storage tank, campuran produk ditransfer menuju unit sterilisasi. Sebelumnya, campuran produk terlebih dahulu melalui tahap penyaringan (filter) dengan menggunakan strainer dengan ukuran 250 μm. Tujuan dari strainer ini adalah untuk menyaring partikel-partikel maupun foreign bodies yg terdapat pada bahan mentah sehingga tidak ikut tercampur ke dalam produk jadi. Sterilisasi Campuran susu segar beserta bahan-bahan lainnya dipompa dari storage tank menuju unit sterilisasi. Unit sterilisasi meliputi koil, homogenizer, dan plate cooler. Koil merupakan tubular heat exchanger yang bertujuan untuk memanaskan dan mensterlikan susu. Pemanasan produk berlangsung dua tahap. Tahap pertama dilakakukan pemanasan awal (pre-heating) pada produk dengan suhu 75oC sebelum dilakukan homogenisasi. Pada tahap kedua dilakukan sterilisasi yang bertujuan untuk mensterilkan produk susu dengan cara pemanasan 12
hingga suhu 141,5oC selama 4 detik dan selanjutnya didinginkan sampai mencapai suhu 27-28oC. Produk yang telah melalui tahap pre-heating selanjutnya melalui tahap homogenisasi dengan homogenizer. Tujuan dari homogenisasi ini adalah untuk menyeragamkan ukuran partikel susu hasil mixing. Homogenisasi dengan homogenizer terdiri atas dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan menggunakan tekanan 50 bar sementara tahap kedua dengan menggunakan tekanan 200 bar. Susu yang sudah terhomogenisasi selanjutnya mengalami proses sterilisasi. Proses sterilisasi adalah proses yang kritikal dalam produksi. Pada tahap ini susu disterilkan dari segala jenis mikroba. Tahap selajutnya, susu akan mengalami pendinginan hingga suhu 28oC dengan alat plate cooler. Susu yang telah disterilisasi (bebas mikroba) ini selanjutnya disimpan sementara (buffer) pada tangki aseptic tank atau ultra clean tank. Pengisian dan Pengepakan Susu yang telah melalui tahap sterilisasi UHT kemudian dialirkan ke dalam mesin pengisi untuk selanjutnya dikemas dalam kemasan alumunium foil berbentuk pouch (bantal) dengan sistem pengemasan aseptis. Kemasan alufo terdiri dari tiga lapisan, yakni polyetilene, alumunium foil, dan LLDPE. Susu yang dikemas dalam alumunium foil memiliki volume 70 ml dan 110 ml. Kapasitas mesin pengemas untuk produk milkuat pouch choco adalah 2900 pouch per jam dengan jumlah mesin enam buah. Alumunium foil untuk mengemas susu UHT harus melalui beberap tahap sebelum proses pengisisan. Pertama alumunium foil mengalami proses sterilisasi dengan H2O2 dengan konsentrasi larutan 30%-35% dan suhu larutan 30oC-40oC. Alufo kemudian dikeringkan dengan peroxide wiper dan aliran aseptic air dengan suhu 45oC-55oC. Alumunium foil yang telah mengalami sterilisasi kemudian dibentuk (forming) di dalam aseptic chamber yang dilengkapi dengan lampu sinar ultraviolet dan aseptic air flow (udara bertekanan) yang mengalir dari dalam chamber menuju luar di bagian bottom mesin. Fungsi dari lampu ultraviolet dan udara bertekanan adalah untuk menghindari adanya kontaminasi silang dari udara di area aseptic chamber ke dalam produk. Setelah dikemas, alufo diberi kode di bagian belakang kemasan. Sistem pengkodean meliputi bulan dan tahun kadaluarsa, tanggal produksi, batch produksi, serta asal mesin pengemas. Untuk produk susu UHT milkuat pouch choco memiliki umur simpan sekitar 6 bulan. Produk yang sudah dalam keadaan terbungkus ini kemudian dibawa oleh conveyor menuju area cartooning. Produkproduk dikumpulkan sebanyak 24 buah lalu dikemas ke dalam satu karton. Karton kemudian melalui mesin perekat karton (carton sealer) untuk selanjutnya dibawa dengan conveyor menuju ruang gudang produk jadi.
13
METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter dan program komputer microsoft excel 2012 dan minitab 16.0 sebagai alat untuk membangun bagan kendali. Untuk mengkaji akar permasalahan ketidaksesuaian produk milkuat pouch dan melakukan tindakan perbaikan diperlukan prosedur penelitian seperti tercantum pada Gambar 6. Observasi permasalahan (wawancara dan brainstorming)
Pengumpulan data kuantitatif (check sheet)
Membuat bagan kendali & histogram
Proses terkendalii
Ya
Menghitung Kapabilitas Proses*
Tidak Pembuatan diagram Pareto Pembuatan diagram sebab akibat Penyusunan dan penerapan langkah perbaikan Evaluasi hasil perbaikan *Analisa kapabilitas proses dapat langsung dilakukan tanpa melakukan tahap-tahap sebelumnya, jika hanya untuk mengukur Cp dan CPK pada suatu parameter
Gambar 6. Alur Kerja Kajian SPC dalam Problem Solving Prosedur Analisis Data Observasi dan Identifikasi Permasalahan Identifikasi masalah dilakukan dengan brainstorming antara supervisor produksi, supervisor engineering, supervisor quality dan manager quality setelah 14
melakukan observasi dan wawancara terhadap karyawan produksi. Masalah utama yang menjadi kendala proses produksi milkuat pouch adalah ketidaksesuaian packaging integrity di tahap filling produk ke dalam kemanasan yang masih tinggi, di luar batas toleransi perusahaan yaitu sebesar 1,7%. Pengumpulan Data Kuantitatif (Check Sheet) Dalam magang penelitian ini, digunakan checksheet untuk pengumpulan data ketidaksesuaian packaging integrity pada produk pouch. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang dilakukan dengan lembar pemeriksaan ketidaksesuaian. Lembar pemeriksaan akan mempermudah pengambilan data dalam interval waktu tertentu. Analisis Bagan Kendali Bagan kendali yang digunakan ialah p-chart karena analisis mutu yang diamati adalah atribut ketidaksesuaian produk dengan jumlah/lot sampling yang dilakukan tidak sama pada setiap pengambilan (setiap batch). Selain itu, digunakan np-chart untuk menganalisa setiap mesin apakah sudah terkendali atau tidak terkendali secara statistika. Pada tahap ini digunakan np-chart karena analisa mutu yang diamati adalah atribut ketidaksesuaian produk dengan jumlah/lot sampling yang dilakukan tidak sama pada setiap pengambilan. Analisis Diagram Pareto Diagram pareto digunakan untuk menemukan faktor utama penyebab masalah pada tahap filling produk. Pembuatannya menggunakan data kuantitas. Setelah mendapatkan faktor penyebab dari diagram sebab-akibat, maka dapat diperoleh faktor penyebab yang dapat diukur. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan disajikan dalam bentuk histogram. Dari diagram pareto diambil beberapa masalah utama penyebab 80% kecacatan terjadi di setiap mesin filling. Analisis Diagram Ishikawa Diagram Ishikawa digunakan pada tahap pencarian faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian produk milkuat pouch yang masih diluar standar toleransi. Hal ini dilakukan untuk mencari setiap sebab lebih jauh dan untuk membedakan antara sebab utama dari suatu masalah beserta akibat-akibatnya. Dalam operasionalnya, diagram ini merupakan kelanjutan dari penerapan teknik brainstorming yang telah dilakukan sebelumnya oleh departemen produksi, quality, dan engineering. Tools ini merupakan gabungan dari seluruh permasalahan dan penjabaran yang bersifat konstruktif dan produktif. (Hubeis dan Kadarisman, 2007). Penyusunan Tindakan Perbaikan Penerapan tindakan dilakukan setelah diketahui penyebab utama masalah ketidaksesuaian/kecacatan produk milkuat pouch di mesin filling. Dengan diketahuinya penyebab utama masalah ini diharapkan dapat dilakukan perbaikan 15
dan pengendalian proses untuk dapat mengurangi jumlah ketidaksesuaian/kecacatan dari tiap-tiap mesin filling. Langkah perbaikan dilakukan berdasarkan prioritas, efektifitas dan efisiensi yang telah ditentukan dalam brainstorming. Evaluasi Hasil Perbaikan Setiap dilakukan perbaikan, dilakukan pengambilan data baru untuk dianalisa dengan menggunakan diagram Pareto, bagan kendali np, histogram, serta dihitung kembali persentase defect. Teknik pengambilan sampel harus sama dengan teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada tahap observasi awal, yaitu 50 pcs per 15 menit pada tiap-tiap mesin. Dari data baru ini dapat diketahui apakah perbaikan yang dilakukan sudah benar atau masih ada yang harus diperbaiki.
Metode Pengambilan Sampel Analisis p-chart Pengambilan sampel dilakukan untuk mengumpulkan data kuantitatif sebagai dasar pembentukan diagram bagan kendali, diagram histogram, dan diagram pareto. Pembentukan diagram ini bertujuan untuk menganalisa tingkatan ketidaksesuaian yang terjadi pada line produksi milkuat pouch secara keseluruhan tanpa melihat mesin mana yang memberikan sumbangan terbesar atribut ketidaksesuaian kemasan. Untuk menentukan issue/lot size atau batch suspected size digunakan data jumlah output produksi yang dihasilkan tiap batch-nya. Penentuan jumlah ketidaksesuaian (actual defect) adalah jumlah seluruh defect yang terjadi pada saat batch tersebut berjalan atau yang biasa disebut subgroup. Pengamatan ini dilakukan selama 20 hari kerja pada shift satu. Analisis np-chart Metode yang diambil adalah dengan pendekatan militari standar. Pengambilan sampel yaitu sebanyak 50 sampel selama rentang waktu setiap 15 menit. Hal ini dikorelasikan dengan jumlah output produk mesin pengemas pouch sebesar 1100 buah setiap jamnya, maka mesin dapat menghasilkan produk sebanyak 275 buah setiap 15 menit. Sesuai dengan aturan militari standard, pada lampiran 8 diputuskan bahwa sampling dilakukan pada level ”tightened inspection” (level 3) dengan letter code : H. Oleh karena itu lot sampel yang harus dilakukan mengacu pada single sampling plan adalah sebanyak 50 pcs. Pengambilan lot sample dilakukan selama 5 hari kerja (shift 1) untuk semua mesin pada setiap kali pengamatan. Pengamatan yang dilakukan sebanyak empat kali yaitu : 1) pengamatan sebelum dilakukam tindakan perbaikan, 2) pengamatan setelah dilakukan tindakan perbaikan tahap awal (pertama), 3) pengamatan sebanyak dua kali (duplo) setelah dilakukan tindakan perbaikan tahap lanjutan (kedua). 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Masalah dan Bagan Kendali
75 titik out of spek (>1,7%)
P Chart of Defectives 0.12
1
0.10
Defect Rate Proportion
0.08
1
1
1
1
0.06 1
0.04 0.02 0.00
1
1 1 1 1 1
1 1 11 11 1 1
111 1 1 1 1 1111 111 11 111 1 1 1
1
18
35
11 1 1 1
1 1
1 11 11 11 1
52
1 1
11
69
1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 11111 1 1 111111 111 1 1 1 11
1
1
1
1 1 1 11 1
11 1
86 103 120 Sample Sampling Sequence
1
1 11 11 1 1 1111 1 1 1
1 1 1 11 1 1 11
137
11 11 1
1111
154
_ UCL=0.0168 P=0.0144 LCL=0.0119
171
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 7. Bagan Kendali p-chart Ketidaksesuaian Line Pouch Program minitab 16.1 melakukan uji secara otomatis apakah suatu proses terkendali atau tidak. Dalam bagan kendali np, suatu proses dikatakan tidak terkendali jika : (1) Terdapat titik yang berada di luar batas kendali atas dan bawah (lebih dari 3σ), (2) Terdapat Sembilan titik secara berurutan berada di atas atau di bawah nilai tengah (di sisi yang sama), (3) Terdapat enam titik berurutan naik atau turun, dan (4) Terdapat 14 titik berurutan saling bergantian naik dan turun. Hasil bagan kendali p-chart di atas (Gambar 7) terdapat 75 titik di luar batas kendali atas (UCL) dan batas kendali bawah (LCL) yang menunjukkan bahwa bagan kendali tidak memenuhi kriteria proses terkendali. Bagan kendali di atas pun menunjukkan adanya 75 titik yang masih berada di luar batas spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi faktor permasalahan dan tindakan pengendalian proses untuk memperbaiki atau mengurangi ketidaksesuaian (nonconforming) produk milkuat pouch. Dari bagan kendali di atas pun dapat diperoleh rata-rata jumlah ketidaksesuaian yang terjadi tiap batch produksinya yaitu rata-rata sekitar 1,97% (hasil perhitungan antara jumlah unconformity dibagi dengan jumlah output produk) Data pada gambar 17 belum dapat menunjukkan dengan pasti mesin mana yang perlu dianalisis terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu diambil data kembali untuk memastikan mesin mana yang akan dianalisis. Pengambilan sampel dilakukan per tubing mesin sebanyak 50 pouch per 15 menit. Pengamatan dilakukan selama dua hari pada tiap-tiap tubing mesin. Mesin filler yang 17
digunakan dalam proses produksi milkuat pouch sebanyak enam mesin dimana tiap mesin terdapat dua tubing yang artinya semua terdapat dua belas mesin filler. Tabel 2. Persentase defect pada masing-masing mesin Mesin
jumlah sampling
total defect
Defect rate
AC
4100
529
12.90%
AD
4100
651
15.88%
AE
4100
708
17.27%
AF
4100
613
14.95%
A
4100
265
6.46%
B
4100
288
7.02%
C
4100
403
9.83%
D
4100
312
7.61%
E
4100
155
3.78%
F
4100
121
2.95%
G
4100
240
5.85%
H
4100
229
5.59%
Deffect Rate (%)
Dari data pada Tabel 2 diatas dapat dibuat histogram sehingga dapat terlihat mesin yang menghasilkan defect dengan jumlah tertinggi. Visualisasi diagram histogram yang menjelaskan tingkat penghasil ketidaksesuaian secara kuantitas dapat dilihat pada Gambar 8. 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% AC
AD
AE
AF
a
b
c
d
e
f
g
h
Tubing filling
Gambar 8. Persentase ketidaksesuaian pada masing-masing mesin 18
Diagram histogram di atas kemudian dievaluasi bersama-sama dengan teknik brainstorming untuk menentukkan mesin mana yang akan dianalisis terlebih dahulu mengingat grafik tersebut tidak dapat dibandingkan dengan standar spesifikasi yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil brainstorming telah menetapkan bahwa mesin dengan tubing AC, AD, AE, dan AF akan dilakukan analisis lebih lanjut karena hal ini terlihat dari jumlah defect dan defect rate yang paling besar. Data hasil pengamatan pada mesin AC, AD, AE dan AF kemudian dibuat dalam grafik bagan kendali dengan menggunakan program minitab 16.1. untuk melihat apakah selama proses mesin-mesin tersebut sudah terkendali atau tidak, bagan kendali yang digunakan adalah np-chart. Hasil pengamatan mesin AC, AD, AE, dan AF dapat dilihat pada bagan kendali di Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12.
NP Chart of AC 1
50
1
1
Jumlah Sample defect Count
40
1
1
1
30
1
1
1
1
1
1
1
1
20 1
1
UCL=13.56
10
__ NP=6.45
0
22222
1
9
17
25
33
41 49 57 Sample Sampling Sequence
65
2
73
LCL=0
81
Gambar 9. Bagan Kendali NP-chart ketidaksesuaian mesin AC
19
NP Chart of AD 1
50
11 1 1
Jumlah defect Sample Count
40
1
1 1
1
30
1 1
1
11
20
1
1 1
1
1
UCL=15.69 __ NP=7.94
10
0
111 11111
1
111111 11 1 11111111111111
9
17
25
33
11111
41 49 Sample
111111 11111111 1111
57
65
11
73
LCL=0.19
81
Sampling Sequence
Gambar 10. Bagan Kendali NP-chart ketidaksesuaian mesin AD
NP Chart of AE 1
1
50
1
1
1
40
11
1
Jumlah Sample defect Count
1 1
30
1
1 1 1
1 1
1
1
20
1
UCL=16.65 __ NP=8.63
10 2
0
11 111111111 11111 11111 111111 111111 1 1111111111
1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
11111 1111 11
65
73
11
LCL=0.62
81
Sampling Sequence
Gambar 11. Bagan Kendali NP-chart ketidaksesuaian mesin AE
20
NP Chart of AF 1
50
1
1
1
1
40
Jumlah Sampledefect Count
1
1
1
1
1 1
30 1
1
1
1
1
20
UCL=15.04 __ NP=7.48
10
0
LCL=0 1
9
17
25
33
41 49 57 Sample Sampling Sequence
65
73
81
Gambar 12. Bagan Kendali NP-chart ketidaksesuaian mesin AF Gambar-gambar di atas menunjukkan bahwa masih ada titik-titik yang berada di luar batas kendali atas. Selain itu terdapat sembilan titik berurutan yang berada pada sisi yang sama, terutama pada bagan kendali mesin AC, AD, dan AE. Walaupun secara individu, nilai yang dimiliki oleh tiap titik adalah nol, dimana nilai ini sangat diharapkan dalam perhitungan kecacatan, namun secara keseluruhan, berdasarkan uji yang terdapat dalam program Minitab 16.1, proses berada dalam keadaan tidak terkendali. Pada bagan kendali pun terlihat bahwa baik pada mesin AC, AD, AE, dan AF masih menghasilkan defect dengan jumlah maksimum dari jumlah tiap kali frekuensi pengambilan sampel/lot sample (50 pcs). Secara aktual bahkan defect yang dihasilkan tersebut bisa mencapai lebih dari 50 pouch pada satu kali frekuensi. Proses pada mesin AC, AD, AE, dan AF masih mengandung variasi penyebab khusus (special-causes variation) dan variasi penyebab umum (common-causes variation). Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam mutu output (barang atau jasa yang dihasilkan). Variasi yang terjadi pada proses pengisian dan pengepakan pada keempat mesin tersebut masih umum. Dari data awal belum bisa ditentukan variasi penyebab khusus maupun variasi penyebab umum, sehingga diperlukan analisa lebih lanjut dengan tools SPC lainnya. Diagram Pareto Analisis selanjutnya dilakukan dengan pendekatan melalui diagram pareto untuk menemukan faktor utama penyebab masalah pada tahap filling produk. Pembuatannya menggunakan data kuantitas, lalu dilakukan pengukuran dan 21
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
500
Jumlah defect
400 300 200 100 0
Jumlah Deffect % akumulatif
overlap
under volume
off centre
bocor
lain
210
170
97
29
23
0.3970
0.7183
0.9017
0.9565
1.0000
% akumulatif
disajikan dalam bentuk histogram. Dari diagram ini diperoleh data poin apa saja yang benar-benar menyebabkan masalah semakin besar atau banyak, dilihat dari seberapa besar proporsi sumbangannya terhadap masalah. Penentuan hal-hal penyebab ketidaksesuaian dapat diambil dengan metode 80% to be reduced 20% problem. Hasil analisa diagram pareto dapat terlihat pada Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
600
Jumlah defect
500 400 300 200 100 0
Jumlah Deffect % Akumulatif
under volume
overlap
off centre
bocor
lain
231
207
123
54
36
0.3548
0.6728
0.8618
0.9447
1.0000
% akumulatif
Gambar 13. Diagram Pareto Penyebab Ketidaksesuaian Mesin AC
Gambar 14. Diagram Pareto Penyebab Ketidaksesuaian Mesin AD
22
600 Jumlah defect
500 400 300 200 100 0
Jumlah Deffect % Akumulatif
overlap
off centre
under volume
bocor
lain
246
180
166
75
41
0.3475
0.6017
0.8362
0.9421
1.0000
% akumulatif
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
700
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
600
Jumlah defect
500 400 300 200 100 0
Jumlah Deffect % Akumulatif
overlap
under volume
off centre
bocor
lain
219
185
111
59
39
0.3466
0.6534
0.8375
0.9353
1.0000
% akumulatif
Gambar 15. Diagram Pareto Penyebab Ketidaksesuaian Mesin AE
Gambar 16. Diagram Pareto Penyebab Ketidaksesuaian Mesin AF Penyajian gambar-gambar di atas menunjukkan jumlah kecacatan produk pada tiap-tiap mesin yang dimuat dengan diagram pareto, dimana diagram ini menunjukkan akumulasi persentasi dari tiap-tiap kecacatan pada total jumlah pengamatan. Dari masing-masing mesin telah diidentifikasi beberapa jenis ketidaksesuaian yang diurutkan berdasarkan persentase jumlah kejadiannya. Dari diagram pareto pada masing-masing mesin tersebut diambil beberapa jenis ketidaksesuaian dengan akumulasi persentase sebesar 80%. Pada jumlah ini akan difokuskan untuk dilakukan langkah perbaikan, sehingga bisa diharapkan dapat mengurangi jumlah defect rate sebesar kurang lebih 20%. Namun pengunaan akumulasi persentase ini tidaklah mutlak. Dalam beberapa hal bisa ditentukan 23
lebih dari 80% untuk penentuan fokus utama suatu masalah, dilihat dari berapa resiko cost dan tingkat kesulitan perbaikannya. Pada diagram pareto terlihat bahwa persentase terbesar penyebab kecacatan dengan acuan batas 80% pada mesin AC adalah overlap dan under volume (71.83%), pada mesin AD adalah under volume dan overlap (67.28%), selanjutnya mesin AE adalah overlap dan off-centre (60,17%), kemudian mesin AF adalah overlap dan under volume (65.34%). Jika dilihat secara keseluruhan, bahwa baik pada mesin AC maupun AF terlihat bahwa issue kedua terbesar penyebab kecacatan adalah under volume. Setelah dilakukan diskusi, jenis kecacatan ini terjadi bukan secara kebetulan pada ketiga mesin. Jenis kecacatan ini terjadi akibat dari jenis kecacatan utama. Setiap kali terjadi defect pada mesin, operator harus memberhentikan mesin untuk dilakukan perbaikan. Setelah mesin jalan kembali, kemudian banyak terjadi kecacatan jenis under volume. Sehingga issue penyebab masalah berupa under volume bisa diatasi secara tidak langsung jika penyebab fokus pertama bisa diatasi. Oleh karena itu hal ini tidak menjadi poin penting untuk dilakukan perbaikan, karena jika poin pada fokus utama bisa diselesaikan hal ini pun bisa sekaligus berkurang frekuensi dan jumlah kejadiannya. Hal yang sama pun diharapkan terjadi pada mesin AE (gambar 26), issue penyebab masalah berupa under volume tidak masuk ke dalam fokus utama untuk dilakukan perbaikan. Namun bila dua poin fokus utama pada mesin AE (overlap dan off-centre) ini dapat diatasi, maka defect under volume yang dihasilkan dari mesin ini pun bisa berkurang. Pada mesin AD terlihat bahwa persentase kecacatan terbesar ada pada poin under volume. Hal ini kemudian dijadikan fokus utama untuk dilakukan perbaikan, karena penjelasan sebelumnya tidak lagi berlaku pada mesin ini. Pada mesin ini berarti telah terjadi penyimpangan lain sehingga mesin menimbulkan defect under volume yang paling besar. Diagram Ishikawa Potensi penyebab variasi ketidaksesuaian produk milkuat pouch dapat dicari dan diidentifikasi dengan menggunakan diagram sebab akibat. Penyusunan diagram sebab akibat dilakukan untuk mengetahui sumber permasalahan, sehingga tindakan korektif dapat dilakukan dengan lebih cermat dan tidak melebar. Diagram sebab akibat (fishbone diagram) terhadap penyebab ketidaksesuaian (reject) produk di luar spesifikasi standar dapat dilihat pada Gambar 17. Diagram ishikawa beruguna dalam mengumpulkan ide-ide atau gagasan mengenai penyebab-penyebab yang dapat berakibat terhadap masalah yang sedang diangkat. Penyebab-penyebab yang dituangkan dalam diagram ishikawa dapat bersifat benar ataupun salah, karena masih terlalu umum. Namun dengan diagram ini diperoleh cakupan penyebab yang nantinya akan dikaji lebih dalam sehingga tidak perlu mencari hal-hal yang tidak dituangkan dalam diagram ishikawa.
24
Gambar 17. Hasil Penentuan Diagram Ishikawa Masalah Ketidaksesuaian Packaging Integrity Milkuat Pouch
25
Faktor penyebab permasalahan tersebut dianalisa dengan diagram Ishikawa yang disusun melalui tahap pengamatan langsung, wawancara dan brainstorming dengan pihak-pihak terkait dan kompeten. Beberapa masalah dapat diketahui pada bagian produk pouch yang menyebabkan ketidaksesuaian antara lain : A. Manusia Pengawasan dan pemantauan yang optimal terhadap mesin sangat diperlukan, guna mengawasi setiap terjadinya variasi dan penyimpangan pada proses filling. Kejenuhan (ketidaknyamanan) operator dan QC in line. Berdasarkan pengamatan, operator kerap sering terlihat tertidur bahkan meninggalkan area kerjanya terutama ketika mesin tidak bermasalah (kurang motivasi), Masing-masing operator memiliki kepekaan dan inisiatif (awareness) yang berbeda terhadap problem dan ketidakstabilan mesin tergantung pada tingkat kedisiplinannya. Pengetahuan dan kompetensi operator berbeda. Perbedaan yang mendasar adalah pada pengalaman, keterampilan, dan pendidikan dasar yang dimiliki operator. Alokasi sumber daya manusia sebagai QC in line. QC in line diambil dari karyawan bagian produksi bukan dari bagian quality sehingga dalam malakukan pekerjaannya, QC in line kerap terlihat sembarangan dalam memantau dan menganalisis kualitas produk (pH, brix, dan volume bersih). B. Material Packaging material Supplier packaging material yang digunakan untuk produk milkuat pouch terdapat dua jenis yaitu : EVOH dan VMPET. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Diferensiasi kelebihan dan kekurangan EVOH dan VMPET Jenis
Kelebihan
EVOH
Kemasan lebih kaku, lebih Harga sangat mahal tebal, tidak mudah kusut, rusak, dan tidak menyebabkan pengkotor di bagian sealer
VMPET Harga jauh lebih murah
Kekurangan
Kemasan lebih tipis, mudah sekali kusut, mudah rusak, mudah bocor, dan sering menyebabkan pengkotor di bagian sealer. 26
Raw material Bahan baku yang digunakan sebagai pembuatan milkuat pouch memberikan pengaruh besar terhadap terbentuknya ketidaksesuaian di mesin filling. Bahan baku untuk pembuatan produk ini dibedakan menjadi dua, yaitu produk dengan bahan baku cocoa powder (rasa cokelat) dan dengan tambahan perisa saja (rasa stroberi dan karamel). Produk milkuat pouch rasa cokelat cenderung memberikan ketidaksesuaian produk yang lebih banyak dibandingkan dengan produk rasa stroberi dan karamel. Hal ini terjadi karena cocoa powder, memberikan efek yang lebih berlemak dan sekaligus menghasilkan butiran partikel-partikel di area chamber pengemasan. Sehingga menghasilkan kotoran dan menyumbat bagian-bagian krusial seperti former kemasan, roller brake dan sealer plate. Selain itu kandungan lemak dari cocoa powder cenderung membuat kemasan menjadi lebih licin yang menyebabkan preses sealing menjadi lebih sulit dan dapat mengakibatkan kusut di bagian former lembaran kemasan.
C. Metode Beberapa hal penting dalam setting mesin filling yang berpengaruh terhadap masalah ketidaksesuaian produk ini diantaranya : Standarisasi alat. Setting alat pada mesin filling yang perlu distandarisasi adalah temperature sealer horizontal, temperature vertical sealer, vertical former alufo, kecepatan mesin, dan flow filling produk. Maintanance dan preventive untuk perbaikan mesin jarang sekali dilakukan (tidak ada jadwal berkala). Aktivitas ini hanya dilakukan jika ada kerusakan saja. Bagian terpenting yang harus diganti berkala setiap bulan adalah penggantian roller brake, bearing dan pin lock, sealer plate, serta penggantian cutter D. Mesin Mekanikal mesin yang umum terjadi pada mesin filling pouch diantaranya vertical sealer yamg kurang lebar (standar 8 mm), flow motor yang kurang stabil hal ini diakibatkan oleh cara kerja filling yang hanya mengandalkan gaya gravitasi saja. Alufo kusut pun menjadi masalah terbesar pada mesin, hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas maintenance yang konsisten (tepat jadwal) pada poin-poin yang ber-impact langsung terhadap mutu kemasan. Cleanliness pada bagian-bagian terpenting di mesin haru menjadi pusat perhatian operator. Bagian-bagian ini seperti rubber penjepit, roller brake, sealer plate, dan pandangan sensor eye-mark haruslah selalu bersih. Operator harus mengawasi ketat hal ini dan segera melakukan pembersihan jika ditemukan bagian yang kotor oleh cipratan produk. Stop mesin ketika terjadi problem (downtime) maupun setelah mesin berhenti ketika selesai CIP & SIP. Ketidaksesuaian kemasan produk jadi biasanya terjadi ketika mesin kembali running setelah mesin downtime maupun setelah dilakukan cleaning (CIP) 27
Proses near end Ketidaksesuaian pun terjadi pada saat mendekati waktu end cycle produksi. Hal ini terjadi produk pada aseptic tank sudah mencapai batas low level (empty), namun produk masih ada sekitar 100 liter pada top tank tiap-tiap mesin. Kondisi seperti ini mengakibatkan dorongan produk dari top tank ke tubing filling cenderung menurun dan mengakibatkan volume filling berkurang. Prinsip kerja filling pada mesin ini hanya bekerja sesuai gravitasi dan dorongan dari aseptic tank. Sehingga operator mesin perlu menaikkan flow filling produk secara serentak untuk mencegah ketidaksesuaian berupa under volume.
Penyusunan dan Penerapan Perbaikan (Corrective Action) Langkah perbaikan yang dibentuk pada tahap ini dikaitkan berdasarkan prioritasnya (melalui diagram pareto). Penentuan langkah-langkah perbaikan ditentukan dengan brainstorming. Poin-poin perbaikan yang ditetapkan telah dipertimbangkan secara matang mengenai teknis, biaya, dan waktu perbaikan. Setiap langkah yang dilakukan adalah berdasarkan hasil analisa pada tahap sebelumnya yang benar-benar dapat berpengaruh terhadap quality performance pada produk akhir. Susunan langkah-langkah perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4. Pada mesin-mesin AC, AD, AE, dan AF dilakukan modifikasi dengan mengganti lebar sealer menjadi lebih besar (4 mm menjadi 8 mm). Hal ini telah dipertimbangkan setelah malakukan kaji ulang pada kemasan produk. Dari hasil sealing masih terlihat hasil vertical sealing tidak penuh dan terlalu kecil sehingga dibutuhkan sealer dengan lebar yang lebih besar. Poin lain yang dilakukan untuk improvement yaitu modifikasi pada dudukan sensor eye mark di mesin AE agar lebih mudah untuk adjustment. Pada mesin AC, AD, dan AF bentuk dudukan sudah dilakuakan perubahan seperti ini, namun tidak pada mesin AE karena keterbatasan spare part. Perbaikan lebih spesifik pun dilakukan pada masing-masing mesin, baik pada mesin AC. Pada mesin ini dilakukan perbaikan seperti pergantian bearing dan pin lock solenoid. Bearing dan pinlock solenoid yang sudah aus dapat menyebabkan timming sealing dan rubber penjepit menjadi tidak tepat. Selain itu, hal ini juga menyebabkan tracking kemasan alufo menjadi bergeser sehingga sering menimbulkan ketidaksesuaian pada produk berupa overlap dan menyebabkan kusut pada lembaran alufo. Pada mesin AF dilakukan pergantian roller break rotor, bagian ini berguna untuk mengatur jalannya (start-stop) kemasan alufo dari lembaran gulungan ke bagian pengisian produk. Jika bagian ini rusak maka timing start-stop lembaran alufo menjadi tidak tepat. Lembaran yang seharusnya berhenti tetapi aktualnya tetap berjalan sehingga lemabaran menjadi menumpuk dan kusut pada jalurnya. Pada mesin AD dilakukan perbaikan flow motor. Hal ini diketahui ketika mesin sulit untuk dilakukan adjust flow produk. Flow produk kerap sulit berubah dan tidak sesuai dengan indikator pada PLC ketika di-adjust dan seringkali tidak stabil sehingga menyebabkan ketidaksesuaian berupa under volume. 28
Tabel 4. Spesifikasi masalah dan langkah perbaikan Mesin
AC
Fokus Utama Jenis Defect
Masalah yang mesti diperbaiki
Langkah – langkah perbaikan
Overlap
- Lebar vertical sealer terlalu kecil (4 mm) - Kesejajaran vertical former tidak ada standard - Kondisi bearing dan pin lock solenoid sudah aus
- Pergantian vertical sealer menjadi lebar 8mm - Cek kesejajaran vertical former dan membuat standard (lenght) pengaturan former - Pergantian bearing dan pin lock
- Lebar vertical sealer terlalu kecil (4 mm) - Kesejajaran vertical former tidak ada standard
- Pergantian vertical sealer menjadi lebar 8mm - Cek kesejajaran vertical former dan membuat standard (lenght) pengaturan former
- Flow motor rusak
- perbaikan flow motor
- Lebar vertical sealer terlalu kecil (4 mm) - Kesejajaran vertical former tidak ada standard
- Pergantian vertical sealer menjadi lebar 8mm - Cek kesejajaran vertical former dan membuat standard (lenght) pengaturan former
Sensor eyemark bermasalah (sensitivitas berkurang) Dudukan sensor eyemark tidak adjustable
- Cek sensitifitas eyemark - Pengaturan ulang kesejajaran sensor eyemark, lalu membuat dudukannya dengan sekrup (adjustable)
- Lebar vertical sealer terlalu kecil (4 mm) - Kesejajaran vertical former tidak ada standard - kondisi roller breaker sudah aus
- Pergantian vertical sealer menjadi lebar 8mm - Cek kesejajaran vertical former dan membuat standard (lenght) pengaturan former - Pergantian roller breaker
Overlap AD Under volume
Overlap
AE
Off-centre
AF
Overlap
29
Langkah-langkah perbaikan pada tahap ini dilakukan hanya sebatas perbaikan dan modifikasi pada mesin. Beberapa perubahan dan perbaikan dilakukan pada saat mesin mati (idle) atau biasa disebut disebut preventive maintenance. Kegiatan ini memang telah menjadi SOP perusahaan namun jarang sekali dilakukan (tidak ada jadwal berkala). Aplikasi perbaikannya hanya dilakukan pada satu mesin yang paling sering menimbulkan defect dan sering terjadi downtime. Preventive maintenance yang dilakukan pada mesin pun tidak difokuskan terhadap impactnya pada mutu produk akhir (quality). Hasil Perbaikan Tahap Awal
% deffect
Pada tahap ini, dilakukan pengambilan sampel kembali dengan teknik yang sama, yaitu 50 pouch per 15 menit. Dari data ini dihitung persentase ketidaksesuaiannya kemudian diolah ke dalam diagram histogram, dan dibangun bagan kendali np. Analisa diagram histogram digunakan untuk mengetahui apakah langkah perbaikan yang dilakukan sudah tepat dan efektif atau belum, sedangkan bagan kendali bertujuan untuk melihat apakah tindakan perbaikan yang dilakukan pada tahap ini sudah cukup maksimal atau memang masih bisa dilakukan perbaikan lanjutan. Diagram histogram dapat dilihat pada Gambar 18. Bagan kendali np, dapat dilihat pada Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21, dan Gambar 22. 20.00% 18.00% 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% AC
AD
Sbelum Perbaikan
AE
AF
Sesudah Perbaikan
Gambar 18. Perbandingan persentase ketidaksesuaian sebelum dan sesudah perbaikan Grafik di atas menunjukkan performance persentase ketidaksesuaian produk sebelum dan sesudah dilakukannya perbaikan pada tiap-tiap mesin. Pada saat sebelum dilakukan perbaikan, persentase defect pada mesin AC = 12.90%, AD = 15.88%, AE = 17.27%, dan AF = 14.95%, sedangkan setelah dilakukan perbaikan terjadi penurunan persentase defect baik pada mesin AC (8.29%), AD (9.93%%), AE (12.05%), maupun AF (10.37%). 30
Secara umum terjadi penurunan jumlah dan persentase ketidaksesuaian produk setelah dilakukan perbaikan dibandingkan sebelum dilakukan perbaikan baik pada mesin AC, AD, AE, dan AF. Pada masing-masing mesin pun terlihat bahwa langkah perbaikan yang dilakukan telah tepat dalam mengurangi jenis-jenis penyebab ketidaksesuaian terbesar yang dianalisis melalui diagram pareto. Namun nilai ini tidak bisa menunjukkan apakah mesin sudah dikatakan terkendali atau tidak sesuai atribut tersebut. Maka dari itu dibentuk pula bagan kendali untuk melihat sejauh mana pola ketidak terkendalian mesin terhadap atribut ketidaksesuaian kemasan produk.
NP Chart of AC. 1
50
1
1
40
Jumlah Count defect Sample
1
30 1
20
1
1 1
1
1
1
10
UCL=10.00 __ NP=4.15
0
2222222222
1
9
17
22
25
2222222
33
41 49 57 Sample Sampling Sequence
22
65
73
LCL=0
81
Gambar 19. Bagan Kendali NP-chart mesin AC setelah perbaikan
31
NP Chart of AD. 1
50
1
1 1
Jumlah Sampledefect Count
40
1
1
1
30
1 1
20
1
1
1
UCL=11.31 __ NP=4.96
10
0
22
1
9
2222222
17
25
LCL=0
2
33
41
49
57
65
73
81
Sample Sampling Sequence
Gambar 20. Bagan Kendali NP-chart mesin AD setelah perbaikan NP Chart of AE. 50
1
1
1 1
1
40
1
Jumlah Sampledefect Count
1
1
1
30 1
20
1 1
1
1 1
UCL=12.93
10
__ NP=6.02
0
22222
1
9
17
25
33
41 49 Sample
2
57
65
2
73
LCL=0
81
Sampling Sequence
Gambar 21. Bagan Kendali NP-chart mesin AE setelah perbaikan
32
NP Chart of AF. 1
1
50
1
1 1
Jumlah Sample defect Count
40 1
30 1
1 1 1
20
1
1
UCL=11.65
10
__ NP=5.18
2
0
22
1
9
17
25
2222 22222
33
41 49 Sample
2
57
65
LCL=0
222
73
81
Sampling Sequence
Gambar 22. Bagan Kendali NP-chart mesin AF setelah perbaikan Bagan kendali di atas menunjukkan bahwa hasil setelah perbaikan mesin terlihat belum terkendali. Namun dalam bagan tersebut terlihat adanya perubahan jumlah titik-titik out of control sebelum dan sesudah perbaikan. Jumlah titik-titik out of control setelah perbaikan lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum perbaikan. Pada bagan kendali ini masih terlihat adanya titik-titik dimana menghasilkan jumlah ketidaksesuaian yang jumlahnya sama dengan jumlah sample (lot subgrup). Titik dengan jumlah ketidaksesuaian sebanyak 50 buah (sama dengan jumlah lot sungrup) menunjukkan bahwa ada penyebab khusus lainnya yang belum teratasi dan dapat dilakukan tindakan perbaikan. Bahkan aktualnya jumlah defect 50 ini pun dapat melebihi dari 50 buah produk defect.
33
Masalah Lain yang Belum Terpecahkan Setelah dilakukan evaluasi dengan brainstorming ternyata ada penyebab dimana jumlah ketidaksesuaian menjadi tidak terkendali. Penyebab tersebut diidentifikasi melalui pengamatan langsung secara fisik dalam beberapa hari. Hasil menunjukkan bahwa ketidakterkendalian jumlah ketidaksesuaian produk diakibatkan oleh beberapa faktor seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Spesifikasi masalah yang belum terpecahkan dan perbaikan lebih lanjut Mesin
AC – AF
Masalah yang mesti diperbaiki
Langkah – langkah perbaikan
- Length alumunium foil tidak - Pemantauan ketat selalu rata (unstabile) terhadap perubahan length alufo dan jaga ring tracking agar tetap bagus - Flow produk tidak stabil - Set ulang flow produk segera setelah terjadi setelah downtime mesin downtime dan monitoring volume produk setelahnya
Pengamatan pun dilakukan secara langsung ke lapangan kemudian dianalisa penyebab terjadinya masalah-masalah di atas. Setelah dilakukan analisa, terdapat satu kondisi mendasar yang menjadi penyebab timbulnya masalah pada mesin. Ruangan mesin AC, AD, AE, dan AF terpisah antara 4 mesin lainnya (8 tubing mesin lain). Pada ruangan aseptik mesin AC, AD, AE, dan AF terlihat kondisi abnormal yaitu ruangan yang terlalu jenuh dengan uap hidrogen peroksida. Hal ini yang mengganggu kenyamanan para operator mesin filling pada runngan ini. Setelah dilakukan pengamatan banyak operator yang kerap meninggalkan area kerjanya (mesin filling) ketika mereka merasa tidak nyaman dan melihat kondisi mesin berjalan lancar (melanggar SOP). Para operator yang meninggalkan mesin filling sama sekali tidak tahu/peka dengan adanya sedikit perubahan atau penyimpangan (varians) pada mesin filling, baik pada performance maupun pada ketidaksesuaian alufo kemasan produk. Para operator akan memeriksa kembali mesinnya ketika terjadi masalah (stop) pada mesin, sehingga kinerja yang dilakukan oleh para operator di area ini terbilang kuratif. Masalah yang sering muncul pada mesin seperti length alumunium foil tidak selalu rata, seharusnya hal ini bisa dicegah (monitoring secara ketat) jika para operator berada terus pada mesin. Sehingga tidak menyebabkan reject yang banyak ketika dilakukan perbaikan seperti flow produk yang selalu tidak stabil saat re-run (under volume). Brainstorming pun dilakukan untuk menghilangkan masalah ini. Fokus utamanya adalah bagaimana langkah-langkah perbaikan dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan uap hidrogen peroksida dalam ruangan mesin filling tersebut. Brainstorming diikuti juga oleh manager produksi, manager QA, manager engineering, SPV QA, SPV produksi, dan SPV engineering. 34
Brainstorming menghasilkan beberapa langkah action yang akan dilakukan selanjutnya. Hasil brainstorming dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Spesifikasi masalah H2O2 jenuh pada ruangan dan langkah perbaikan NO
Masalah
Langkah Perbaikan
1
Seal pintu besar bocor
Ganti seal karet
2
Kaca pintu kecil pecah
Improve pintu dengan acrylic
3
Ruangan aseptic terlalu panas (mempercepat H2O2 reaktif)
Memperbesar kapasitas air conditioner, menunggu inverter
4
Pipa pvc exhaust tersumbat
Cek semua jalur pipa exhaust, lakukan pembersihan berkala
5
Menurunkan inlet volume H2O2
Setting air speed dari 80% ke 60%
Ruangan aseptic terlalu sempit
Menghilangkan (menghancurkan) sekat tembok pemisah antara mesin 15-16 dengan empat mesin lainnya
Sirkulasi udara ruangan tidak lancar
Menambah exhaust fan aseptic pada beberapa sudut runagan dan memperbesar daya hisap udara
Working load operator over
Menambah dua orang, agar tiap orang bertanggung jawab terhadap dua mesin filling tube (awalnya tiga mesin/orang)
6
7
8
Hasil Perbaikan Tahap Lanjutan Perbaikan yang telah dilakukkan selanjutnya dianalisa apakah ada pengaruh terhadap tingkat ketidaksesuaian kemasan produk. Setelah perbaikan dilaksanakan, operator dilarang untuk meninggalkan area kerjanya, mereka dituntut untuk selalu berada di depan mesin filling. Evaluasi pun dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel kembali dengan teknik yang sama, yaitu 50 pouch per 10 menit. Dari data ini dihitung persentase ketidaksesuaiannya kemudian diolah ke dalam diagram histogram (Gambar 23). Data ini digunakan untuk mengetahui apakah langkah perbaikan menghilangkan uap jenuh yang berlebihan pada ruang aseptic filling ini sudah tepat atau tidak. Pada tahap ini dilakukan pengambilan data secara duplo, untuk membuktikan secara benar tidak ada kesalahan manusia dalam pengambilan data. 35
% deffect
20.00% 18.00% 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% AC
AD
AE
AF
Sbelum Perbaikan
Sesudah Perbaikan
Sesudah Perbaikan Lanjutan (1)
Sesudah Perbaikan Lanjutan (2)
Gambar 23. Evaluasi Ulang Setelah Dilakukan Tindakan Perbaikan Lanjutan Pada grafik diatas terlihat bahwa terjadi penurunan yang cukup signifikan pada ketidaksesuaian produk. Penuruan rata-rata dari perbaikan pertama ke perbaikan kedua sebesar kurang lebih 30%. Pada Penerapan Statistical Process Control dalam mengatasi masalah ketidaksesuaian kemasan produk pouch dapat dikatakan berhasil dan terbukti efektif. Selain itu dari data pengamatan pada tahap akhir ini juga dibentuk ke dalam bagan kendali untuk melihat kefektifan dari tindakan perbaikan akhir ini. Bagan kendali dapat dilihat pada Gambar 24.
36
Ulangan 1
1
1
1
30
1
1
1
1
15 1
10
1
1
UCL=7,28 5
0 1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
1
65
73
20 15
1 1
1 1
1
1 1
10
UCL=8,74
1
1
1 1
1
15
1
20
1 1
20
1
1
25
1
25
1 1
30 1
30
1
1
25
1
1
Sample Count
Sample Count
20
35
Sample Count
25
NP Chart of AF (1)
NP Chart of AE (1)
NP Chart of AD (1) 35
1
Sample Count
NP Chart of AC (1)
1
1 1 1
1
1
10
1 1
15
1
10
1
1
1
1
1
UCL=8,04
UCL=9,55
__ NP=2,59
5
__ NP=3,40
5
__ NP=3,88
5
__ NP=3
LCL=0
0
LCL=0
0
LCL=0
0
LCL=0
81
1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
1
81
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
1
81
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
81
Ulangan 2 NP Chart of AD (2) 30
1
1
1
15
10
1
1
25
1
1 1
Sample Count
Sample Count
20
1
1 1
1
1
1 1
1 1
15
1 1
1
1
10
UCL=8,87
UCL=6,49
5
__ NP=2,17
0
LCL=0 1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
81
1 1
1
1
1 1
1
1
20
1
1
1
15 10
1
25
1
25
1
30
1
30
1
20
NP Chart of AF (2)
NP Chart of AE (2) 35
1
Sample Count
1
Sample Count
NP Chart of AC (2) 25
1
1
1
1
20
1
1 1
1
10
1
1 1
15
1
UCL=8,38
UCL=9,22
5
__ NP=3,48
5
__ NP=3,68
5
__ NP=3,20
0
LCL=0
0
LCL=0
0
LCL=0
1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
81
1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
81
1
9
17
25
33
41 49 Sample
57
65
73
81
Gambar 24. Bagan Kendali Setelah Dilakukan Tindakan Perbaikan Kedua (Eliminasi Uap Jenuh H2O2)
37
Dari bagan kendali di atas terlihat bahwa baik pada mesin AC, AD, AE, dan AF sudah tidak lagi ditemukan titik-titik ketidaksesuian yang mencapai batas maksimum lot sampling. Ini artinya, keberadaan dan monitoring ketat oleh operator mesin filling memang sangat diperlukan. Operator harus selalu berada di area mesin untuk mengawasi jalannya proses pengisian dan pengepakan sehingga dapat langsung peka dan mencegah terjadinya ketidaksesuaian yang tidak terduga. Selain itu, operator mesin pun perlu mengawasi adanya variasi dari lebar (lenght) kemasan alumunium foil selama proses produksi. Hal ini membuktikan bahwa kenyamanan operator dalam area bekerja menjadi sangat penting, karena secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kestabilan dari produk akhir.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisa bagan kendali P-chart dapat disimpulkan bahwa mutu proses produksi milkuat pouch atribut kesesuaian kemasan secara keseluruhan belum terkendali secara statistik. Jumlah ketidaksesuaian produk pada kedua belas mesin masih di luar standar spesifikasi minimum perusahaan yaitu sebesar 1,7%. Hasil analisa histogram terbukti bahwa penyumbang terbesar tingginya jumlah ketidaksesuaian kemasan terjadi pada mesin AC, AD, AE, dan AF. Berdasarkan analisa bagan kendali np-chart terbukti bahwa mutu proses produksi milkuat pouch pada mesin AC, AD, AE, dan AF belum terkendali secara statistik. Hasil analisis diagram pareto membuktikan terdapat beberapa masalah potensial penyebab 80% variasi kecacatan produk diantaranya terlihat dari masingmasing mesin, mulai dari tube mesin AC, AD, AE, dan AF. Dari hasil tersebut kemudian dihasilkan diagram sebab akibat, yang kemudian menjadi acuan tindakan perbaikan dalam rangka mengurangi tingginya jumlah ketidaksesuaian kemasan produk milkuat pouch. Diagram sebab akibat menunjukan bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap tingginya ketidaksesuian kemasan berupa offcentre, overlap, dan under volume adalah material, mesin, manusia, dan metode. Perbaikan yang dilakukan pada tahap awal yakni berfokus pada perbaikan secara teknis pada kerusakan mesin. Hasil perbaikan terlihat menunjukan perbaikan yang cukup signifikan, namun hasil analisa bagan kendali menunjukan bahwa masih belum terkendali secara statistika dan pada beberapa titik terlihat jumlah defect rate sebesar 100% untuk satu sampling lot. Oleh karena itu dilakukan kembali tindakan perbaikan setelah dilakukan evaluasi ulang dengan brainstorming. Faktor lain yang cukup penting dan sangat berpengaruh terhadap performa proses pengemasan terdapat pada faktor manusia yang tak lain adalah ketidaknyamanan operator mesin dikarenakan oleh jenuhnya uap hidrogen peroksida di dalam ruangan sehingga operator seringkali meninggalkan mesin filling. Tindakan perbaikan kedua membuahkan hasil yang sangat signifikan, 38
terbukti grafik histogram hasil evaluasi ini meunjukan penurunan jumlah ketidaksesuaian yang cukup besar. Hasil akhir dari kajian ini adalah analisa diagram bagan kendali. Hasil analisa akhir menunjukan bahwa mutu proses produksi terkait untuk atribut ketidaksesuaian kemasan memanglah belum terkendali secara statistika. Namun, kajian dan aplikasi statistical process control ini pada kegiatan magang ini terbukti efektif dan juga berhasil dalam upaya menurunkan jumlah ketidaksesuaian yang tinggi di line produksi milkuat pouch, PT. Danone Dairy Indonesia.
Saran Perusahaan diharapkan dapat mengaplikasikan Statistical Process Control pada proses produksi di beberapa tahap produksi untuk melihat apakah parameter uji pada tahap tersebut sudah terkendali atau tidak. Data yang selalu berada dalam batas spesifikasi perusahaan belum tentu menggambarkan parameter mutu yang diuji sudah dalam keadaan yang terkendali. Pengujian kapabilitas proses perlu dilakukan untuk melihat seberapa jauh sebaran mutu (variasi) yang dihasilkan pada suatu produk. Perketatan mutu diperlukan guna memperkecil variasi yang terjadi selama proses produksi sehingga mutu berada pada keadaan yang tetap stabil dan terkendali. Metode penlitian ini pun berguna dalam memecahkan suatu masalah mutu pangan yang tengah dihadapi perusahaan. Tools SPC dapat digunakan sebagai senjata untuk mempermudah dalam memecahkan masalah mutu produk.
39
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-3950-1998. Definisi Susu UHT (Ultra High Temperature) [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4281-1996. Susu UHT (Ultra High Temperature) [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-2970-1999. Proses Susu UHT (Ultra High Temperature) Ariani DW. 1999. Manajemen Kualitas. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta, Indonesia. Brue G. 2002 Six Sigma For Managers. Terjemahan. Penerbit Canary, Jakarta. Bylund G. 1995. Dairy Processing Handbook. Tetra Pak Processing System AB. Lund, Sweden. Deming WE. 1995. Control Chart as Tool in Statistical Process Control. Continous Quality Improvement, London, England. Deming WE. 2001. Control Chart as Tool in Statistical Process Control. Continous Quality Improvement Server, London, England. Laban E. Brainstorming : Batas Maksimum Standar Spesifikasi Ketidaksesuaian Produk Akhir PT. Danone Dairy Indonesia. Cikarang, Indonesia. Feigenbaum AV. 1983. Total Qual ity Control, Third Edition. McGraw-Hill, Inc., USA. Fryman MA. 2002. Quality and Process Improvement. Delmar, Thomson Learning, Inc., United States of America. Gasperz V. 1998. Statistical Process Control : Penerapan Teknik-teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Indonesia. Gasperz V. 2001. Penerapan Teknik-teknik Statistical dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Indonesia. Harper WJ, Hall CW. 1976. Dairy Technology and Engineering. The AVI Publish. Co. Inc, West Part, Wales. Hicks PE. 1994. Industrial Engineering And Management A New Perspective, 2nd Ed. Mc Graw-Hill Inc., Singapore. Hubeis M, Kadarisman D. 2007. Pengendalian Mutu pada Industri Pangan. Universitas Terbuka. Jakarta, Indonesia. Ishikawa K. 1989. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Terjemahan. PT. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta, Indonesia. Lawrence SA. 1986. Fundamental of Industrial Quality Control. Addison Wesley Publ Co., Canada. Linn. 1981. Quality Control of Beverage. Di dalam Woodrof J G dan (eds). Beverage : Carbonated and Non Carbonated. AVI Publishing Inc., Westport, Connenticut, USA. Montgomery DC. 1996. Introduction to Statistical Quality Control 3rd ed. John Wiley and Sons, Inc, New York, USA. 40
Peace GS. 1993. Taguchi Methods: A Hands-On Approach. Addison-Wesley Publishing Co., Inc., Massachusetts, USA. Pyzdek T. 2002. The six Sigma Handbook. Terjemahan Lusy Widjaja. Salemba empat, Jakarta, Indonesia. Ryan TP. 1989. Statistical Methods for Quality Improvement. John, Wiley, and Son, Inc., New York, Indonesia. Soekarto ST. 1990. Pengawasan Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor, Indonesia Wayworld. 2001. Statistical Process Control – A Wayworld Tutorial. http://www.wayworld.com. Wayworld Inc, Canada. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Indonesia.
41
Lampiran 1. Keadaan Lapangan Line Milkuat Pouch Mixing tank
Mixing tank
Aseptic Tank
Ultra Clean Tank
Homogenizer + UHT
Mesin A-B
Mesin AC-AD
Mesin C-D
Mesin E-F
Mesin G-H
Mesin AE-AF
42
Lampiran 2. Data persentase ketidaksesuaian sebelum perbaikan, sesudah perbaikan, dan sesudah dilakukan perbaikan reduksi uap jenuh H2O2 pada ruangan Status Keadaan
Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
Sesudah perbaikan reduksi uap jenuh H2O2 pada ruangan
Penyebab Defect
Jumlah sampel
Overlap
Under Volume
Off Centre
bocor
Lainlain
AC
4100
210
170
97
29
23
529
12.90%
AF
4100
219
185
111
59
39
613
14.95%
AE
4100
246
166
180
75
41
708
17.27%
AD
4100
207
231
123
54
36
651
15.88%
AC
4100
102
95
68
42
33
340
8.29%
AF
4100
117
106
97
79
26
425
10.37%
AE
4100
143
107
128
62
54
494
12.05%
AD
4100
124
109
84
63
27
407
9.93%
AC
4100
64
98
31
19
0
212
5.17%
AF
4100
66
120
48
12
0
246
6.00%
AE
4100
83
148
56
22
9
318
7.76%
AD
4100
74
124
47
26
8
279
6.80%
AC
4100
57
86
20
15
0
178
4.34%
AF
4100
72
117
52
21
0
262
6.39%
AE
4100
89
155
26
18
14
302
7.37%
AD
4100
93
127
35
30
0
285
6.95%
mesin
Total defect
% defect
Ulangan 1
Ulangan 2
43
Lampiran 3. Jenis-jenis Ketidaksesuaian Kemasan Milkuat Pouch
Target : 110 Off Centre - Sealing Overlap - Tracking
Bocor
Under Volume
Lain-lain (kusut) 44
Lampiran 4. Tabel Military Standard
45
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, 28 Maret 1990 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Mamat Hermat (alm.) dan Yudi Herlena. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN Citeureup IV, SMPN 2 Bogor, SMUN 6 Bogor, dan terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur PMDK pada tahun 2008. Selama masa kuliah penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan). Penulis pernah menjadi panitian dalam acara : PLASMA (Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal divisi logistik dan transportasi (2009) Penulis pun aktif sebagai anggota HIMITEPA divisi wirausaha (2011), aktif sebagai anggota dari tim pengembangan dan produksi Mie Jagung (2010), dan aktif sebagai anggota himpunan mahasiswa Telisik Pangan divisi Markibimo (2011). Penulis pun pernah memiliki pengalaman berwirausaha menjadi produsen “nugget jamur” yang telah didanai oleh CDA-IPB. Selama masa kuliah penulis meraih beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB (2009-2010) dan Penunjang Prestasi Akademik (PPA) (2010-2011). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa Kapabilitas Proses pH Pada Mesin Filling Dan Aplikasi Statistical Process Control Dalam Pengendalian Ketidaksesuaian Milkuat Pouch Choco Di PT. Danone Dairy Indonesia” di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.
46