SKRIPSI
PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM PENGENDALIAN BOBOT BERSIH KERIPIK KENTANG “LEO” DI PT GARUDAFOOD PUTRA PUTRI JAYA – LAMPUNG
Oleh ISMACHMUDA PUTRAMA NUGRAHA F24102066
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM PENGENDALIAN BOBOT BERSIH KERIPIK KENTANG “LEO” DI PT GARUDAFOOD PUTRA PUTRI JAYA – LAMPUNG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ISMACHMUDA PUTRAMA NUGRAHA F24102066
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Ismachmuda Putrama Nugraha. F24102066. Penerapan Statistical Process Control (SPC) dalam Pengendalian Bobot Bersih Keripik Kentang “LEO” Di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung. Di bawah bimbingan Dr. Ir. H. Adil Basuki Ahza, MS. dan Taufik, S.TP.(2006) ABSTRAK Untuk menjaga eksistensi suatu produk di pasar, suatu perusahaan perlu memperhatikan kualitas produknya. Kini berbagai perusahaan industri berupaya menjaga kualitas produknya melalui Statistical Process Control (SPC). Statistical Process Control adalah suatu cara pengendalian proses yang dilakukan melalui cerminan/gambaran statistik pergerakan data diantara rentang batas toleransi penyimpangan tertentu. Tujuan utama pengendalian proses ini adalah untuk peningkatan kualitas proses produksi agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, serta mengurangi kerugian yang dapat dialami produsen. Pengendalian proses yang dikaji selama periode magang di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung adalah proses produksi keripik kentang “LEO”. Salah satu karakteristik mutu dari produk ini adalah bobot bersih. Pengendalian proses produksi keripik kentang “LEO” yang kurang baik menyebabkan parameter mutu tersebut beragam dan sering menyimpang dari spesifikasi. Kegiatan magang ini bertujuan menerapkan bagan kendali untuk mengendalikan bobot bersih produk keripik kentang “LEO”, serta menganalisis penyebab-penyebab terjadinya variasi bobot bersih pada produk keripik kentang “LEO” di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung. Metode yang dilakukan adalah magang bekerja di perusahaan sambil mempelajari berbagai faktor mendasar penyebab terjadinya cacat mutu, observasi lapang yang mencakup pengamatan dan pengumpulan informasi, pengumpulan data kuantitatif dan analisis data, serta studi pustaka. Proses pengambilan contoh bobot bersih Keripik Kentang “LEO” didasarkan pada dua hal, yaitu mesin dan shift. Sampel yang diamati berdasarkan mesin diambil sebanyak 7 sampel secara acak dengan frekuensi setiap shift pada 3 lini proses. Sedangkan sampel yang diamati berdasarkan shift diambil sebanyak 7 sampel secara acak dengan frekuensi setiap hari pada 3 lini proses. Analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan bagan kendali proses (control chart) X-bar dan R. Apabila proses tersebut sudah terkendali dengan baik secara statistik, kemampuan prosesnya (Process Capability) dapat dihitung. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap variasi bobot bersih produk keripik kentang “LEO” digunakan teknik brainstorming dan pembuatan diagram sebab-akibat. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pengemasan produk keripik kentang “LEO” belum terkendali secara statistik. Hal ini dapat dilihat dari bagan kendali X-bar dan R dimana masih terdapat titik – titik yang berada di luar batas kendali dan titik – titik yang membentuk pola khas. Meskipun terdapat beberapa bagan kendali X-bar dan R yang menunjukkan proses sudah terkendali secara statistik, masih belum dapat dihitung kapabilitas prosesnya. Dengan demikian, kapabilitas proses secara keseluruhan belum dapat dihitung. Nilai rata-rata bobot bersih yang dihasilkan bagan kendali X-bar masih di bawah nilai yang tertera di kemasan (25 gram). Walaupun nilai tersebut masih berada dalam batas toleransi
dari spesifikasi produk, perusahaan memiliki resiko menghadapi tindakantindakan dari konsumen yang merasa dirugikan. Hal tersebut juga dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dari diagram sebab – akibat yang telah dibuat melalui teknik brainstorming, dapat diperoleh lima faktor utama yang menyebabkan terjadinya variasi bobot bersih pada keripik kentang “LEO”, yaitu mesin, metodologi, material, manusia, dan lingkungan. Kalibrasi weigher pada mesin pengemas dan feeder yang kurang berfungsi dengan baik merupakan faktor – faktor yang terkait dengan mesin. Yang terkait dengan faktor metode antara lain, pembuatan metode kalibrasi dan metode pembersihan yang tepat dalam merawat mesin, metode sampling yang efektif, dan metode feeding pada mesin pengemas juga mempengaruhi variasi bobot bersih produk. Sifat higroskopis pada seasoning dapat menyebabkan jamming pada saat sealing adalah faktor yang terkait dengan material. Kedisiplinan, ketelitian, awareness, motivasi serta kemampuan dari para pekerja termasuk di dalam faktor manusia yang dapat mempengaruhi variasi bobot bersih pada produk keripik kentang “LEO”. Suhu dan RH pada ruang proses yang merupakan faktor – faktor yang terkait dengan lingkungan, juga dapat menyebabkan weigher pada mesin pengemas dan proses pengemasan (sealing) mengalami masalah sehingga bobot produk hasil pengemasan (packing) menjadi tidak stabil. Beberapa alternatif solusi yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah dengan mengatur (setting) mesin yang digunakan untuk mengemas keripik kentang “LEO” sesuai dengan target produk yang tertera di kemasan (25 gram). Dengan harapan mesin dapat menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 25 gram. Pengawasan yang ketat perlu dilakukan pada setiap shift dari setiap mesin, agar dapat menghasilkan proses yang terkendali secara statistik. Kebersihan lubang feeder pada mesin pengemas perlu diperhatikan setelah proses produksi setiap shift agar jamming tidak terjadi. Pengawasan perlu ditingkatkan agar kedisiplinan dan awareness para pekerja tetap terjaga pada setiap shift. Perlu diadakannya pelatihan dalam merawat dan menggunakan mesin proses serta peralatan kerja untuk meningkatkan ketrampilan operator sehingga tingkat ketelitian dan keahlian akan semakin tinggi. Menambah jumlah sampel untuk mengendalikan bobot bersih menjadi 3 sampel setiap 15 menit atau 5 sampel setiap 30 menit dalam pengambilan sampel agar dapat menggambarkan jalannya proses dengan lebih jelas. Pembelian program statistik diperlukan untuk mempermudah proses perhitungan bagan kendali. Program tersebut juga dapat digunakan untuk menghitung kapabilitas proses dan perhitungan statistik lainnya. Untuk meningkatkan motivasi dari pekerja agar lebih giat, reward perlu diberikan bagi pekerja yang dapat menghasilkan proses yang terkendali secara statistik.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM PENGENDALIAN BOBOT BERSIH KERIPIK KENTANG “LEO” DI PT GARUDAFOOD PUTRA PUTRI JAYA – LAMPUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: ISMACHMUDA PUTRAMA NUGRAHA F24102066 Dilahirkan pada tanggal 25 April 1984 di Bandar Lampung Tanggal Lulus: Bogor, 8 November 2006 Menyetujui,
Dr. Ir. H. Adil Basuki Ahza, MS Dosen Pembimbing Akademik
Taufik, S.TP Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MS Ketua Departemen
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 April 1984. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Ismail dan Ibu Lyn Warda Ismail. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Xaverius No. 3 Pahoman pada tahun 1988 – 1990, dan menempuh pendidikan dasar di SD Xaverius No. 3 Pahoman pada tahun 1990-1996, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTPN 2 Bandar Lampung pada tahun 1996-1999, serta SMUN 2 Bandar Lampung pada tahun 1999-2002. Penulis lulus seleksi masuk IPB pada tahun 2002 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini dirubah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian – Institut Pertanian Bogor (Fateta – IPB). Selama di bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Dalam kegiatan akademik, penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Penerapan Komputer di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta – IPB pada tahun 2004 dan 2005. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi (Himitepa) periode 2003 – 2004, Food Chat Club, dan Food Processing Club. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti, Lepas Landas Sarjana (LLS) Fateta – IPB periode September 2003, BAUR 2004 (masa perkenalan departemen), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII (LCTIP) dan National Students Paper Competition III (NSPC) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Selain itu, penulis menjadi administrator di Computer Center of Food Technologist – IPB (CCFT – IPB). Penulis melakukan Praktek Lapang dengan topik “Mempelajari Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam Kegiatan Produksi Nata de Coco di PT. Keong Nusantara Abadi, Lampung Selatan” pada tahun 2005. Penulis melakukan magang sebagai tugas akhir selama empat bulan di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung. Hasil kegiatan selama magang tersebut disusun dalam bentuk skripsi berjudul “Penerapan Statistical Process Control
(SPC) Dalam Pengendalian Bobot Bersih Keripik Kentang “Leo” Di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung” di bawah bimbingan Dr. Ir. H. Adil Basuki Ahza, MS dan Taufik, S.TP.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan magang dan tugas akhir yang berjudul “Penerapan Statistical Process Control (SPC) dalam Pengendalian Bobot Bersih Keripik Kentang “LEO” Di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung”. Dalam penyusunan laporan ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Papa, Mama, Mak, Ses Mona, De’ Ian, dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, doa dan nasehat, serta bantuan secara moril dan materi yang diberikan selama ini. 2. Dr. Ir. H. Adil Basuki Ahza, MS selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan,
perhatian
dan
masukan
serta
kesabarannya
untuk
membimbing penulis selama kuliah sampai dengan penulisan skripsi. 3. Taufik, S.TP selaku pembimbing lapang yang telah membantu memberikan arahan, masukan dan dukungan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu untuk menguji, masukan serta saran yang sangat berarti. 5. Retno Wulandari, ST atas segala perhatian, dukungan, doa dan nasehat, serta hiburan dan motivasi yang diberikan tiada hentinya kepada penulis. 6. Bung Adrinal Muluk dan Tri Pujihartono Cihuy sahabat yang selalu setia untuk berbagi cerita, tawa, nasehat dan dukungan yang tiada henti bagi penulis. 7. Ayah Pungki, Bang Izi, Bang Otem, Mas Niko, Mas Gembit, Manto, Bu Dias, -im-, Pande, Qky, Konk, Tdy, Ryl, Ados, Hans, Farid, Kani, Mas Dodi dan Mba Darsih serta para admin labkom lainnya yang telah
memberikan banyak pengetahuan, bantuan, motivasi, dan hiburan selama bekerja di Labkom. 8. Arti Amrah Tari, Kakakku Ratih Woro Anggraini, Darmastuti Dian Pratiwi, dan Anastasia Renny Fridayanti yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan nasehat yang tiada hentinya bagi penulis. 9. Teman satu bimbingan Tissa Eritha, Irene Yulientin dan Farah Sitaresmi yang selalu memberikan semangat dan dukungannnya. 10. Ina, Ribka, Randy, Elvina, Dora, Nuy, Ratry, Fany, Inggrid, teman-teman C1 (Hanif, Deddy, Ari, Vivi) Risky, Ulik, Rina, Bekti, Bobby, Molid, Steisi, Yoga, Fahrul, Fenni, Karen, Prasna, Kenot, Eva, Samsul, Maria, Ajeng, Dadik, Didin, Yulizar, Herold, Shinta, Nanda, Pretty, Evie, Endang, Susan, Hani, Nea, Desma, Qco, Asep, HanSib, Kanyaka, Vero, Meilina, Dian Kres, Dian Kartika, Mba’ Kiki, serta teman-teman TPG lainnya yang telah memberikan bantuan, semangat, dan hiburan, serta menambah warna di kehidupan penulis. 11. Bapak Hengky Wibowo selaku Plant Manager PT. GPPJ Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan magang, Bapak Budi Kurniawan, Bapak Edy Sumarno, Pak Pri, Mba’ Titi QA, QC (Mas Yoseph, Mba’ Siti, Mba’ Meitri), Mas Gede, Mas Yudha, Mba’ Fitri, Mba’ Ida, Mas Roni, Mas Dopo, Mas Lewi dan seluruh karyawan PT. GPPJ Lampung yang telah banyak membantu penulis selama magang. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu dan penerapan pembelajaran khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor, Nopember 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii I.
PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................. 1 B. TUJUAN ...................................................................................... 2 C. MANFAAT .................................................................................. 3
II.
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ............................................. 4 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ....................................... 4 B. LOKASI DAN TATA LETAK.................................................... 7 C. STRUKTUR ORGANISASI ....................................................... 8 D. KETENAGAKERJAAN ............................................................. 9 E.
III.
JENIS PRODUK ......................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12 A. KERIPIK KENTANG ................................................................. 12 B. MUTU .......................................................................................... 13 C. PENGENDALIAN PROSES SECARA STATISTIK ................. 15 D. TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN MUTU ......................... 18 1. Bagan Kendali ....................................................................... 18 2. Kapabilitas Proses.................................................................. 22 3. Teknik Brainstorming............................................................ 25 4. Diagram Sebab-Akibat (Cause-Effect Diagram) .................. 26
IV.
METODOLOGI ................................................................................ 29 A. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 29 B. TAHAPAN KEGIATAN MAGANG ......................................... 30 1. Observasi Lapang .................................................................. 31 2. Pengumpulan Data Kuantitatif ............................................. 31
Halaman 3. Analisis Data.......................................................................... 32 4. Studi Pustaka ......................................................................... 32 V.
PROSES PRODUKSI ....................................................................... 33 A. BAHAN BAKU ........................................................................... 33 B. PROSES PRODUKSI .................................................................. 33 1. Proses Pencampuran (mixing) ............................................... 33 2. Proses Pembuatan Lembaran (sheeting) dan Pemotongan .... 34 3. Penggorengan (frying) dan Penirisan .................................... 34 4. Proses Penambahan Bumbu (seasoning) dan Pengemasan packing) ................................................................................. 35
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 37 A. OBSERVASI TERHADAP PERMASALAHAN ....................... 37 B. ANALISIS BAGAN KENDALI ................................................. 38 C. IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB MASALAH ............... 53 D. ALTERNATIF SOLUSI .............................................................. 57
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 59 A. KESIMPULAN ............................................................................ 59 B. SARAN ........................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 61 LAMPIRAN ................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan perusahaan .................................................................. 6 2. Syarat mutu keripik kentang berdasarkan SNI 01-4031-1996 (BSN, 1996) ......................................................................................... 12 3. Standar keputusan berdasarkan indeks kapabilitas proses ................... 24
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pemahaman mengenai mutu (Muhandri dan Kadarisman, 2005)........ 15 2. Diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali (Gaspersz, 2001)....... 19 3. Struktur diagram sebab-akibat (Ishikawa, 1982) ................................. 27 4. Tahapan kegiatan magang.................................................................... 30 5. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 ............................................. 39 6. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 ............................................. 40 7. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 ............................................. 42 8. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 1 .................................. 43 9. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 2 ................................. 44 10. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 3 ................................. 44 11. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 1 ................................. 46 12. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 2 ................................. 47 13. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 3 ................................. 47 14. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 1 ................................. 49 15. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 2 ................................. 49 16. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 3 ................................. 50
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Garudafood Putra Putri Jaya Lampung .. 64 Lampiran 2. Proses produksi keripik kentang “LEO” 25 g .............................. 65 Lampiran 3. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 1 ......................................................................................... 66 Lampiran 4. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 4 ......................................................................................... 68 Lampiran 5. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 5 ......................................................................................... 70 Lampiran 6. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 1 Shift 1 ............................................................................. 72 Lampiran 7. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 1 Shift 2 ............................................................................. 73 Lampiran 8. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 1 Shift 3 ............................................................................. 74 Lampiran 9. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 4 Shift 1 .............................................................................. 75 Lampiran 10. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 4 Shift 2 ............................................................................. 76 Lampiran 11. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 4 Shift 3 .............................................................................. 77 Lampiran 12. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 5 Shift 1 .............................................................................. 78 Lampiran 13. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 5 Shift 2 .............................................................................. 79 Lampiran 14. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “LEO” 25 g Mesin 5 Shift 3 .............................................................................. 80
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Industri pangan nasional akan menghadapi tantangan pasar bebas berupa iklim persaingan yang semakin ketat. Membanjirnya produk pangan impor menjadi bukti bahwa fenomena pasar bebas telah mulai berlangsung saat ini. Untuk memenangkan persaingan tersebut, tantangan yang paling dominan bagi industri pangan adalah kemampuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk pangan yang akan mereka konsumsi bermutu dan aman, serta pada tingkat harga yang terjangkau. Sebagai konsekuensinya, industri pangan harus mampu menerapkan sistem jaminan mutu dan jaminan keamanan pangan sebagai fokus kegiatan utama. Mutu juga telah menjadi faktor penentu utama bagi konsumen dalam memilih suatu produk ataupun jasa. Fenomena ini telah menyebar ke konsumen individu, industri, ataupun usaha retail. Hal ini menyebabkan mutu menjadi faktor utama yang menentukan keberhasilan bisnis, perkembangan maupun peningkatan posisi dalam persaingan. Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang semakin luas spektrumnya. Agar mutu produk baik, maka mutu produk harus terjaga dari awal. Hal ini berarti proses produksinya harus stabil dan seluruh individu yang terlibat dalam proses (termasuk operator, petugas teknik, anggota QC, dan manajemen) harus secara terus menerus mencari cara untuk meningkatkan kinerja proses dan mengurangi variabel dalam parameter mutu. Oleh karena itu, untuk menjaga mutu perlu dilakukan pengendalian mutu, agar produk yang diinginkan dapat sesuai dengan tuntutan konsumen. Apabila terjadi kesalahan dalam kegiatan pengendalian mutu, akan berakibat fatal terhadap industri secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam pengimplementasian sistem mutu perlu dipertimbangkan teknis operasional dan operasi bisnis yang selaras dengan pengetahuan standarisasi mutu yang berlaku dan jaminan konsumen (Hubeis, 1997).
Salah satu teknik kegiatan pengendalian mutu yang dapat digunakan suatu industri adalah pengendalian mutu proses secara statistik (Statistical Process Control). Statistical Process Control adalah suatu cara pengendalian proses yang didasarkan pada pergerakan atau variasi data atas batas – batas kendali yang ditetapkan. Statistical Process Control dilakukan melalui pengumpulan dan analisa data kuantitatif selama berlangsungnya proses produksi, serta penentuan dan intrepertasi hasil pengukuran-pengukuran yang telah dilakukan. Dengan demikian akan diperoleh gambaran yang menjelaskan baik tidaknya suatu proses untuk peningkatan kualitas produk agar memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (Gasperz, 1998). Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gasperz, 1998). Kegiatan magang di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung difokuskan pada pengendalian bobot bersih produk keripik kentang “LEO”. Ketidaktepatan bobot bersih produk akan berdampak kerugian terhadap salah satu pihak, dalam hal ini produsen atau konsumen. Apabila bobot bersih produk berada di atas batas standar yang sudah ditetapkan perusahaan, pihak produsen (perusahaan) akan dirugikan dan pihak konsumen akan diuntungkan. Jika bobot bersih produk berada di bawah batas standar, pihak produsen akan diuntungkan tetapi pihak konsumen akan dirugikan. Hal ini tentu saja akan berdampak pada citra mutu dari perusahaan. B. TUJUAN 1. Umum a.
Mengembangkan
pengetahuan,
sikap
dan
kemampuan
profesionalisme mahasiswa melalui penerapan ilmu, latihan kerja dan latihan langsung tentang teknik-teknik yang diterapkan di lapangan sesuai dengan bidang keahliannya.
b.
Mendapatkan
gambaran
nyata
dunia
kerja
industri
beserta
permasalahan yang ada di dalamnya melalui magang. c.
Menemukan permasalahan teknologi yang dihadapi industri dan memberikan alternatif solusi berdasarkan hasil analisa dengan metode Statistical Process Control.
2. Khusus a.
Menerapkan bagan kendali untuk mengendalikan bobot bersih produk keripik kentang “LEO” di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung.
b.
Menerapkan teknik brainstorming untuk menyusun diagram sebabakibat yang terkait dengan Statistical Process Control keripik kentang “LEO”.
c.
Menyusun diagram sebab-akibat untuk mengetahui faktor-faktor yang berpeluang menjadi penyebab tidak terkendalinya proses berdasarkan bobot bersih produk keripik kentang “LEO” di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung.
d.
Menghitung kemampuan proses (process capability) apabila proses sudah terkendali.
C. MANFAAT 1. Perusahaan tidak dirugikan dengan banyaknya kelebihan bobot pada produk. 2. Konsumen mendapatkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang disajikan dalam kemasan. 3. Jika perusahaan menerapkan SPC, kebijakan manajemen dapat diambil lebih cepat dalam mengendalikan mutu produk.
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN Grup Garudafood berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkonsentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang Garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat dengan sebutan ringkas “Kacang Garuda”. Untuk menjamin Kacang Garuda dapat dinikmati oleh Konsumen di seluruh pelosok negeri dan tersedia dalam jumlah yang cukup, jaringan distribusi Garudafood terus diperkokoh dengan mendirikan PT Sinar Niaga Sejahtera pada tahun 1994. Sejalan dengan berkembangnya waktu, perusahaan yang tadinya berfungsi sebagai perusahaan pendukung ini dapat menjadi profit center tersendiri bagi kelompok usahanya. Seiring kemajuan demi kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi: kacang atom, kacang telur dan kacang madu. Ekspansi ke beragam produk kacang ini ternyata mendapat sambutan hangat dari pasar. Buktinya, meskipun masih baru, daya serap pasar atas produk kacang lapis ini ternyata mampu melampaui prestasi yang dicapai oleh produk kacang garing. Untuk menjamin pasokan bahan baku utama (kacang tanah) yang bermutu tinggi dan tersedia sesuai kapasitas produksi pabrik, tahun 1996 didirikan PT Bumi Mekar Tani, yang bergerak di bidang perkebunan kacang. Selain memiliki kebun kacang sendiri, untuk menampung hasil panen kacang para petani dengan harga bersaing, perusahaan ini banyak menjalin kerja sama dengan para petani kacang, khususnya di kawasan Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Dengan demikian, secara aktif perusahaan mengembangkan sistem kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pada akhirnya seluruh jerih payah, keseriusan dan profesionalitas seluruh karyawan Garudafood dapat membuahkan hasil nyata yang sangat mengagumkan. Dari hasil surveinya yang berjudul Study Regarding Snack Industry and Marketing in Indonesia, 1998, Corinthian Infopharma Corpora (CIC) menemukan bahwa Kacang Garuda berhasil menguasai 65% pangsa pasar produk makanan kacang di Indonesia, jauh meninggalkan merek produk kacang di posisi kedua yang menguasai 20%, sedangkan 15% lainnya diperebutkan oleh berbagai merk. Untuk memperkokoh basis di industri makanan ringan, tahun 1997 perusahaan memasuki pasar biskuit melalui PT Garudafood Jaya. Meskipun di tengah krisis ekonomi, merek biskuit Danza dan Gery berhasil melakukan penetrasi pasar, untuk tahap I (karena keterbatasan kapasitas), ke sejumlah pasar wafer stick di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selanjutnya, di tengah hebatnya krisis ekonomi, Mei 1998 perusahaan memberanikan diri masuk ke bisnis jelly melalui PT Triteguh Manunggal Sejati.
Meskipun
relatif
baru,
pertumbuhan
laba
atas
penjualan
memperlihatkan bahwa bisnis ini berpeluang besar untuk tumbuh. Permintaan pasar dari semua jaringan distribusi selalu bergerak naik. Permintaan pasar dari luar negeri, seperti negara-negara Timur Tengah, juga terus meningkat. Sejumlah industri makanan ringan kini mulai bernaung di bawah payung Garudafood. Sesuai visi dan misinya, kelompok usaha ini tentu saja tidak cepat berpuas diri dengan prestasi yang telah dicapai selama ini. Berbagai inovasi terus dilakukan untuk terus membuat produk-produk baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Semua itu dilakukan, tidak lain demi kepuasan yang sebesar-besarnya bagi para konsumen yang merupakan penentu hidup matinya sebuah perusahaan. Kini di atas areal lebih dari 35 hektar yang tersebar di berbagai lokasi, telah berdiri pabrik-pabrik industri Garudafood yang didukung oleh mesin dan peralatan berteknologi modern, termasuk pabrik yang ada di Lampung. Pabrik yang di Lampung termasuk dalam Coated Peanut Division, dimana divisi
memproduksi kacang atom dan pillus. Selain itu, pabrik ini juga memiliki divisi snack dengan brand “LEO” yang memproduksi keripik kentang, cassava chips, dan keripik pisang. Divisi ini berdiri pada tahun 2005, dengan memproduksi cassava chips. Kemudian pada Bulan Desember 2005, divisi ini berhasil meluncurkan produk baru, yaitu keripik kentang. Produk ini diproduksi menggunakan mesin yang didatangkan khusus dari China. Selain itu, kini Garudafood juga mulai memesan mesin-mesin yang didisain secara khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik dari produk-produk yang dikembangkan. Hal ini tercapai berkat kerjasama yang simultan dan terencana antara Divisi Pemasaran, Divisi Riset dan Pengembangan serta Divisi Produksi. Yang pada akhirnya, mampu menyuguhkan beraneka macam produk makanan dan minuman yang inovatif dan berstandar internasional, dengan tetap mengacu kepada selera dan kepuasan pelanggan. Tabel 1. Perkembangan perusahaan Nama Perusahaan
Jenis Produk yang Diproduksi
PT. Tudung Putrajaya (TPJ/mergered to GPPJ)
Roasted Peanuts (1979)
PT. Sinar Niaga Sejahtera (SNS)
Distribution Company (1994)
PT. Garudafood Putra Putri Jaya (GPPJ)
Coated Peanuts (1995)
PT. Bumi Mekar Tani (BMT)
Farming Division (1996)
PT. Garudafood Jaya (GFJ/mergered to GPPJ)
Biscuit (1997)
PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS)
Jelly Food Products (1998)
B. LOKASI DAN TATA LETAK Grup Garudafood mempunyai delapan pabrik produksi yaitu PT. Garudafood Putra Putri Jaya (Roasted Peanut Division) di Pati (Jawa Tengah) dan Cimahi (Jawa Barat), PT. Garudafood Putra Putri Jaya (Coated Peanut Divison) di Pati (Jawa Tengah) dan Lampung, PT. Garudafood Putra Putri Jaya (Biscuits Division) di Gresik (Jawa Timur), PT. Tri Manunggal Sejati (Jelly Division) dua pabrik di Tangerang dan satu pabrik lagi di Kletek (Jawa Timur). PT. Garudafood Putra Putri Jaya cabang Lampung berada di Jalan Ir. Sutami KM 6 Desa Campang Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung. Keadaan geografis PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung terletak di daerah yang strategis, bersih dan bebas banjir. Batasbatas sekitar lokasi pabrik PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung adalah: Utara
: Jalan Raya Ir. Sutami
Timur
: Sawah penduduk
Selatan
: Bukit/tanah kosong
Barat
: Pabrik penggilingan jagung
Penataan letak bangunan dan susunan ruang produksi di PT . Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung diatur sedemikian rupa untuk mengoptimalkan dan mengefisiensikan keterkaitan antara proses, pekerjaan, aliran bahan, aliran informasi, dan metode operasi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Kegiatan produksi dibagi menjadi dua bagian, yaitu Unit 1 untuk Coated Peanut & Pilus Divison, dan Unit 2 untuk produk snack LEO (keripik kentang, cassava chip, dan keripik pisang). Ruang produksi yang terdapat pada lantai 1 terbagi menjadi beberapa ruangan, yaitu ruang campur tepung, gudang bahan baku, ruang stock preparation, ruang product development, ruang coating, ruang frying, ruang packing, QC dan Laboratorium, gudang finish good, ruang rewinder, gudang bahan pembantu, ruang ekspedisi, dan ruang PPIC.
Sedangkan lantai 2 terdapat ruang kantor produksi agar
memudahkan aliran informasi, monitoring, dan administrasi proses produksi.
C. STRUKTUR ORGANISASI PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung menginduk pada PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Pusat dan dipimpin oleh seorang Plant Manager. yang bertanggung jawab kepada Manufacturing Director. Plant Manager ini membawahi lima orang manager yaitu manager PGA, manager FA, manager PPIC, manager Produksi dan manager Teknik. Struktur organisasi secara fungsional di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung, terbagi dalam beberapa departemen antara lain : 1. PGA (Personal General Affair), merupakan departemen yang menangani masalah karyawan, recruitment karyawan baru, kantin, security, kendaraan, dan urusan umum lainnya. 2. Produksi (Production), merupakan departemen inti yang menangani masalah produksi yang terdiri dari unit 1 (coated peanut) dan unit 2 (snack LEO). 3. Teknik (Engineering), merupakan departemen yang menangani masalah mesin, alat produksi, mekanik, elektrik, konstruksi, utility, genset, proyek maitenence, dan bangunan. 4. PPIC (Production Planning Inventory Control), departemen yang menangani masalah masalah perencanaan proses produksi, penyediaan dan pengontrolan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan jadi terutama dalam gudang. 5. FA (Finance Accounting), salah satu departemen yang menangani masalah keuangan dalam pabrik. Sedangkan Departemen QA (Quality Assurance), PD (Product Development), PDCA (Plan Do Check Action), QC (Quality Control), dan Purcashing (Pembelian), merupakan departemen yang bertanggung jawab langsung ke Plant Manager. Bagan organisasi PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung dapat dilihat pada Lampiran 1.
D. KETENAGAKERJAAN 1. Penggolongan Karyawan Bedirinya PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung sangat membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran. Hal ini disebabkan PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung mampu menyerap tenaga kerja yang banyak, karena dalam menjalankan kegiatan produksinya, PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung menggunakan karyawan yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan kontrak. Tenaga kerja yang bekerja di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung terbagi terbagi dalam empat level atau tingkatan dari yang tertinggi, yaitu Manager, Supervisor, Staff, dan Operator, dengan status karyawan terdiri dari karyawan tetap, dan karyawan kontrak. Karyawan tetap adalah karyawan yang terikat hubungan kerja untuk waktu tidak tertentu dengan perusahaan dan yang telah melampaui masa percobaan tiga bulan dengan mendapatkaan upah setiap bulan, sedangkan karyawan kontrak merupakan karyawan yang terikat hubungan kerja hanya pada waktu yang telah ditentukan. 2. Sistem Pembagian Kerja Tingkat pendidikan karyawan pada perusahaan ini bervariasi dari SMP, SMA, Diploma, dan Sarjana. Waktu kerja di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung bagi pekerja kantor atau non produksi, hari kerja dari Senin sampai Jumat dengan jam kerja dari 08.00-16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam. Hari Sabtu dengan jam kerja 08.00-14.00. Sementara itu, bagi pekerja pabrik, diberlakukan sistem shift yang terdiri dari 3 shift yaitu shift 1 (pukul 07.00-15.00), shift 2 (pukul 15.00-23.00), dan shift 3 (pukul 23.00-07.00). Pertukaran shift, dilakukan satu minggu sekali
sesuai
dengan
kebutuhan
operasional
perusahaan
dengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan karyawan. Apabila produksi berjalan lembur wajib pada hari Sabtu dan Minggu, maka pekerja yang terkait tetap masuk dan dihitung lembur.
3. Sistem Pembayaran Gaji Sistem pembayaran gaji di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung, didasarkan pada golongan dan jabatan pekerja sesuai dengan tingkat pendidikan, tanggung jawab, keahlian, kemampuan, serta pengalaman yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut. Pembayaran gaji karyawan tetap dan kontrak dilakukan setiap awal bulan. Upah lembur diberikan kepada pekerja yang melakukan kerja lembur, yaitu pekerjaan yang melebihi dari jam yang ditentukan atau pada hari-hari besar. Perhitungan upah lembur berbeda-beda tergantung hari dimana pekerja lembur dan jumlah jam lembur. 4. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan Pihak perusahaan menyadari bahwa perputaran roda usaha akan berjalan degan baik jika karyawan mendapatkan kesejahteraan yang memadai.
Untuk itu, PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung
memberikan fasilitas dan jaminan kesehatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan semangat kerja karyawannya. Fasilitas yang tersedia bagi karyawan antara lain sarana kantin, masjid, loker, seragam, poliklinik, pelayanan pengobatan rawat inap dan rawat jalan, diikut sertakan menjadi peserta JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), pengobatan di luar kecelakaan kerja, cuti haid, cuti nikah, bantuan biaya melahirkan bagi tenaga kerja wanita, cuti tahunan, uang insentif kehadiran, tunjangan hari raya (THR), bonus, serta hadiah bagi karyawan/ti yang berprestasi. Selain itu, setiap shift malam, semua karyawan mendapat gizi tambahan.
Perlengkapan karyawan juga
disediakan oleh perusahaan antara lain seragam, sepatu boot, hairnet, celemek, dan masker yang diberikan sesuai dengan jenis pekerjaan. Pihak perusahaan juga melaksanakan program keselamatan dan keamanan kerja (K3) untuk mencegah kecelakaan saat bekerja kepada karyawannya dengan mengadakan penyuluhan K3, penyediaan peralatan keselamatan kerja, serta pelatihan penanganan dan pencegahan bahaya.
E. JENIS PRODUK PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung memproduksi beberapa jenis coated peanut (Unit 1) yang terdiri dari: o Kacang Atom Jawa Timur (AJT) yang memiliki rasa manis, dimana bobot bersih per kemasannya sebanyak 31 gram (AJT2) o Kacang Atom Lokal (KAL) yang memiliki rasa gurih, dimana bobot bersih per kemasannya sebanyak 31 gram(AGP2) o Kacang Atom Premium (KAP) sebagai standar export untuk lokal dengan rasa gurih lokal, memiliki tiga jenis sesuai dengan bobot bersihnya per kemasan, yaitu 500 gram (AGB), 225 gram (AG1), dan 90 gram (AG2) o Pillus (PGP) dengan rasa gurih. Selain memproduksi kacang atom dan pillus, PT. Garudafood Putra Putri Jaya Lampung juga memproduksi produk-produk snack (Unit 2), yaitu: o Keripik Kentang “LEO” (LPAF) yang memiliki rasa ayam original, dimana bobot bersih per kemasannya sebanyak 25 gram o Cassava Chips “LEO” (LSO) dengan bobot bersih per kemasannya sebanyak 25 gram o Keripik Pisang “LEO” dengan bobot bersih per kemasannya sebanyak 25 gram.
III. TINJAUAN PUSTAKA A. KERIPIK KENTANG Keripik kentang adalah makanan yang dibuat dari kentang (Solanum tuberosum Linn) segar berbentuk irisan tipis yang digoreng dengan penambahan bahan makanan dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diijinkan (SNI 01-4031-1996). Davis (1977) menambahkan bahwa adanya pengeringan awal pada keripik kentang akan mengurangi penyerapan minyak pada waktu penggorengan atau dengan kata lain, semakin sedikit kadar air suatu bahan maka minyak yang diserap akan sedikit. Syarat mutu keripik kentang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu keripik kentang berdasarkan SNI 01-4031-1996 (BSN, 1996) No.
Keterangan
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan
1.1
Bau
Normal
1.2
Rasa
Normal
1.3
Warna
Kuning sampai coklat muda
1.4
Tekstur
renyah
1.5
Keutuhan
%(b/b)
Min. 90
1.6
Ukuran
%(b/b)
Min. 90
1.7
Diameter
cm
Min. 2
2
Air
%(b/b)
Maks. 3
3
Abu
%(b/b)
Maks. 3
%(b/b)
Maks. 1
%(b/b)
Maks. 2
4
Asam lemak bebas dihitung sebagai asam laurat
5
NaCl
6
Bahan tambahan makanan
7
Cemaran logam
7.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Sesuai SNI 01-0222-1995 Maks. 2,0
Tabel 2. Syarat mutu keripik kentang berdasarkan SNI 01-4031-1996 (BSN, 1996) (lanjutan) 7.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 30,0
7.3
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,03
7.4
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 40,0
7.5
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0
8
Arsen (As)
mg/kg
Maks. 1,0
9
Cemaran mikroba
9.1
Angka lempeng total
9.2
E. coli
APM/g
9.3
Kapang
Koloni/g
Koloni/kg Maks. 1,0 x 104 <3 Maks. 50
B. MUTU Istilah mutu sangat penting bagi organisasi atau perusahaan karena mutu berdampak terhadap reputasi perusahaan, penurunan biaya, peningkatan pangsa pasar, pertanggungjawaban produk, dan dampak internasional. ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan. Menurut Juran (1989), mutu didefinisikan sebagai “fitness for use” (cocok atau layak untuk digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Juran menjelaskan arti “fitness for use” sebagai: a) quality of design (mutu rancangan), sering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang direncanakan atau dirancang. Menaikkan mutu rancangan akan meningkatkan biaya, tetapi dapat meningkatkan harga (nilai jual) menjadi lebih tinggi, b) quality of conformance (mutu kesesuaian), merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Produk atau jasa dapat mempunyai
rancangan
yang
baik
tetapi
dalam
pembuatannya
ada
kemungkinan memiliki ketidaksesuaian (kekurangan). Menurut Feigenbaum (1989), mutu produk adalah keseluruhan atau gabungan karakteristik produk dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk tersebut memenuhi harapan-harapan
konsumen. Linn (1981) menyatakan bahwa mutu suatu produk diartikan sebagai kesesuaian sifat terhadap derajat keunggulan yang dirumuskan dalam bentuk standar atau spesifikasi yang jelas. Selain itu, mutu bahan berarti kumpulan beberapa sifat yang berpengaruh nyata terhadap derajat penerimaan. Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus-menerus (continual process improvement) dengan individual yang dapat diukur, korporat, dan tujuan performa nasional. Dukungan manajemen, karyawan, dan pemerintah untuk perbaikan mutu adalah penting untuk kompetisi yang efektif di pasar global. Perbaikan mutu lebih dari suatu strategi usaha, melainkan merupakan suatu tanggung jawab pribadi, bagian dari warisan kultural, dan sumber penting kebanggan nasional. Komitmen terhadap mutu adalah suatu sikap yang diformulasikan dan didemonstrasikan dalam setiap lingkup kegiatan dan kehidupan, serta mempunyai karakteristik hubungan kita yang paling dekat dengan anggota masyarakat (Ariani, 1999). Mutu pada industri manufaktur, selain menekankan pada produk yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan mutu pada proses produksi. Hal yang lebih baik adalah apabila perhatian pada mutu bukan pada produk akhir, namun pada proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (work in process), sehingga bila ada kesalahan masih dapat diperbaiki. Dengan demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi pemborosan karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan ulang (rework). Tindakan pengendalian mutu dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu 1) pengendalian rancangan baru, yang meliputi pembentukan dan spesifikasi mutu dari segi biaya, keamanan dan keterandalan yang diperlukan untuk memenuhi kepuasan konsumen serta mencari kemungkinan sumber-sumber gangguan mutu sebelum dilakukan produksi, 2) pengendalian bahan yang masuk mencakup spesifikasi penerimaan dan penyimpangan pada tingkat mutu yang paling ekonomis, 3) pengendalian produk adalah pengendalian dari sumber produksi hingga ke pemasaran sehingga penyimpangan-penyimpangan mutu dapat dikoreksi sebelum produk-produk menjadi cacat atau tidak sesuai dihasilkan, 4) kajian proses khusus yang
melibatkan penyelidikan dan pengujian untuk menetapkan tempat penyebab terjadinya produk-produk yang tidak sesuai untuk memperbaiki karakteristik mutu dan untuk menjamin bahwa perbaikan atau tindakan korektif sudah permanen (Feigenbaum, 1989). Diagram mengenai pemahaman terhadap mutu dapat dilihat pada Gambar 1. perusahaan
membuat
menetapkan
produk / jasa
konsumen
karakteristik
- syarat - kebutuhan - keinginan
sesuai standar
permintaan
Gambar 1. Pemahaman mengenai mutu (Muhandri dan Kadarisman, 2005) C. PENGENDALIAN PROSES SECARA STATISTIK Pengendalian mutu merupakan penggunaan teknik dan kegiatan untuk mencapai, mendukung, dan membuktikan mutu produk dan jasa. Hal ini mencakup penetapan spesifikasi produk, desain produk dan jasa untuk memenuhi spesifikasi, proses produksi untuk memenuhi spesifikasi, inspeksi untuk menentukan kesesuaian dengan spesifikasi, dan umpan balik untuk perbaikan spesifikasi bila diperlukan (Besterfield, 1990). Salah satu prosedur pengendalian mutu yang dapat digunakan oleh industri pengolahan adalah pengendalian proses secara statistik (Statistical Process Control/SPC). Menurut Gaspersz (1998), pengendalian proses secara statistik adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data mutu, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam sistem suatu industri untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi atau kepuasan pelanggan.
Pengendalian proses secara statistik adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistik
dalam
memantau
dan
meningkatkan
performansi
proses
menghasilkan produk bermutu. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an digunakan terminologi pengendalian mutu secara statistik yang memiliki pengertian sama dengan pengendalian proses secara statistik (Gaspersz, 1998). Pengendalian proses secara statistik dan pengendalian penerimaan produk merupakan bagian dari pengendalian mutu secara statistik (Besterfield, 1990). Menurut Wayworld (2001), pengendalian mutu secara statistik adalah metode pengukuran, pemahaman, dan pengawasan variasi dalam suatu proses manufacturing. Tujuan pengendalian proses secara statistik yaitu: 1. menentukan apakah proses dalam keadaan terkendali 2. menentukan apakah proses berada dalam spesifikasi 3. identifikasi penyebab variasi Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi, sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery, 1996). Pengendalian proses statistikal bertujuan untuk 1) mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, 2) memberikan peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu produk lebih lanjut, 3) memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses yang menyimpang, 4) mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk (Hubeis, 1997). Strategi pengendalian proses secara statistik adalah membawa suatu proses berada di bawah pengendalian secara statistik. Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus-menerus dikumpulkan dan dianalisa agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses itu memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output
yang diinginkan pelanggan (Gaspersz, 1998). Teknik-teknik pengendalian proses yang dapat digunakan berupa: 1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) 2. Stratifikasi 3. Diagram Pareto 4. Histogram 5. Diagram Pencar (Scatter Diagram) 6. Diagram Tulang Ikan 7. Bagan Kendali (Control Chart) Menurut Gaspersz (1998), langkah-langkah pengendalian proses statistikal dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Merencanakan penggunaan alat – alat statistikal 2. Memulai menggunakan alat – alat statistikal 3. Mempertahankan atau menstabilkan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus yang dianggap merugikan 4. Merencanakan perbaikan proses terus-menerus melalui pengurangan variasi penyebab umum 5. Mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistikal itu
D. TEKNIK – TEKNIK PENGENDALIAN MUTU Alat yang digunakan dalam upaya mengurangi variasi karakteristik mutu adalah sebagai berikut: 1. Bagan Kendali Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation) (Gaspersz, 2001). Menurut Deming (2006), bagan kendali adalah suatu tampilan grafik dari suatu karakteristik mutu yang telah dihitung atau diukur dari suatu contoh produk terhadap nomor contoh atau waktu. Kegunaan bagan kendali yaitu: 1) meningkatkan produktivitas, 2) mencegah produk cacat, 3) mencegah pengaturan proses yang tidak perlu, 4) memberikan informasi tentang proses, dan 5) memberikan informasi tentang kapabilitas proses. Bagan kendali adalah grafik dengan batas kendali atas dan bawah dimana nilai pengukuran statistika beberapa sampel atau subgrup diplotkan. Pada dasarnya bagan kendali digunakan untuk mengetahui apakah suatu proses berada dalam keadaan terkendali secara statistik dan menentukan kapabilitas proses, yang selanjutnya digunakan untuk mengendalikan proses secara terus-menerus (Gaspersz, 2001). Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian apabila nilai-nilai yang ditebarkan pada bagan kendali jatuh diluar batas pengendali, maka dapat dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik (Gaspersz, 1998). Begitu pula menurut Montgomery (1996), bila proses terkendali, hampir semua titik contoh akan berada diantara kedua batas pengendali. Titik yang berada diluar batas pengendali menandakan bahwa proses tidak terkendali, dalam hal ini perlu diadakan penyelidikan untuk menemukan
penyebabnya dan perbaikan pada proses untuk menghilangkan penyebab tersebut. Berdasarkan sifat atribut dan variabel dari parameter mutu yang diukur, ada dua macam bagan pengendalian proses yaitu bagan pengendalian atribut dan bagan pengendalian variabel. Bagan kendali atribut digunakan untuk mengendalikan sifat-sifat atribut seperti cacat normal, baik-buruk, tolak-terima, dan lain-lain. Bagan kendali variabel digunakan untuk mengendalikan sifat-sifat yang dapat diukur dengan piranti fisik, misalnya berat satuan, kadar air, kadar gula, berat jenis, dan sebagainya (Soekarto, 1990). Menurut Gaspersz (2001), bagan kendali dapat digunakan sesuai kebutuhan seperti ditunjukkan melalui diagram alir penggunaan bagan – bagan kendali dalam Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali (Gaspersz, 2001) Bagan kendali X-bar (rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu, sehingga bagan kendali X-bar dan R sering disebut sebagai bagan kendali untuk data variabel. Bagan kendali X-bar menjelaskan kepada kita tentang
apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti peralatan yang dipakai, peningkatan temperatur secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift, material baru, tenaga kerja baru yang belum dilatih, dan lain-lain. Sedangkan bagan kendali R (Range) menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti bagian peralatan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik, kelelahan pekerja, dan lain-lain (Gaspersz, 2001). Menurut Tapiero (1996), bagan kendali X-bar digunakan untuk mengetahui tingkat mutu proses rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk mengetahui kisaran atau keragaman mutu. Menurut Gaspersz (2001), pembuatan bagan kendali individual X dan MR (Moving Range = rentang bergerak) diterapkan pada proses yang menghasilkan produk relatif homogen, misalnya dalam cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, 0Brix, suhu atau sampel yang pengukurannya mahal dan lain-lain. Bagan
kendali
p
digunakan
untuk
mengukur
proporsi
ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian bagan kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik mutu yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak dapat memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik mutu yang diperiksa, maka item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat (Gaspersz, 2001).
Bagan kendali c didasarkan pada titik spesifik yang tidak memenuhi syarat dalam suatu produk, sehingga suatu produk dapat saja dianggap memenuhi syarat meskipun mengandung satu atau beberapa titik spesifik yang cacat (Gaspersz, 2001). Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki : 1) sumbu x melambangkan nomor contoh, 2) sumbu y melambangkan karakteristik output, 3) garis tengah atau central line, 4) sepasang batas pengendali, dimana satu batas pengendali ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai Batas Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL). Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki: 1.
Sumbu y melambangkan karakteristik mutu output
2.
Sumbu x melambangkan nomor contoh
3.
Garis tengah atau central line
4.
Sepasang batas kendali, dimana satu batas kendali ditempatkan di atas garis tengah dikenal sebagai upper control limit (UCL) dan batas kendali lainnya ditempatkan di bawah garis tengah dikenal sebagai lower control limit (LCL).
Tahap-tahap pembuatan bagan kendali (Gaspersz, 1998) adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan parameter mutu
2.
Mengumpulkan data dan menentukan subgroup
3.
Menghitung nilai rata-rata ( X ), kisaran (R), nilai rata-rata total ( X ), dan nilai kisaran total (R)
4.
Menghitung garis-garis batas kendali yaitu batas kendali atas (Upper Control Limit = UCL), garis tengah (Center Line = CL), dan batas
kendali bawah (Lower Control Limit = LCL) 5.
Memplotkan data X dan R serta membuat bagan kendali
6.
Analisa bagan kendali
2. Kapabilitas Proses Kapabilitas proses adalah ukuran statistik dari variasi inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil. Biasanya didefinisikan sebagai lebarnya proses (variasi normal) yang dibagi oleh enam sigma dan diukur dengan menggunakan indeks kapabilitas (capability indeks, Cp), dengan kata lain Cp diartikan sebagai kesanggupan proses tersebut untuk mencapai hasil tertentu (Brue, 2002). Menurut Gaspersz (1998), kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi. Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang tidak baik, proses itu akan menghasilkan banyak produk yang berada diluar batas-batas spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk yang ditolak. Apabila ditemukan banyak produk yang ditolak, hal itu mengindikasikan bahwa proses produksi memiliki kemampuan proses yang rendah untuk menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Indeks kapabilitas proses (Cp) dihitung menggunakan rumus berikut: N −1
USL − LSL Cp = 6σ
R σ = d 2 ( 2)
R=
| x (t = 1) − x (t )
t =1
N −1
Keterangan : Cp
= Capability Indeks
USL = Batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = Batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit) 6 σ = Enam simpangan baku populasi R
= Range
d2
= Koefisien untuk menduga simpangan baku yang besarnya tergantung dari ukuran subgroup
N
= Jumlah data
Indeks Cp memiliki dua kekurangan besar. Pertama, tidak dapat digunakan kecuali terdapat baik spesifikasi atas maupun bawah. Kedua, tidak dapat menghitung data yang distribusinya tidak normal. Jika ratarata proses tidak berada pada garis tengah pada persyaratan perekayasaan, indeks Cp akan memberikan hasil yang menyesatkan. Dalam hal ini indeks Cp digantikan dengan CPK (Pyzdek, 2002). Untuk parameter yang hanya memiliki satu spesifikasi (atas atau bawah) maka yang dipakai adalah nilai CPU (Upper Capability Indeks) dan CPL (Lower Capability Indeks), dimana dalam perumusannya adalah sebagai berikut:
C PU =
USL − µ 3σ
C PL =
µ − LSL 3σ
Keterangan : CPU = Upper Capability Indeks CPL = Lower Capability Indeks µ
= Nilai tengah
USL = Batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = Batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit) 3 σ = Tiga simpangan baku populasi Keputusan atau tindakan yang dapat diambil sehubungan dengan hasil perhitungan indeks kapabilitas proses ditunjukkan oleh Tabel 3. Index kapabilitas proses tidak menunjukkan pada situasi proses berada pada tengah-tengah spesifikasi. Situasi ini akan lebih direfleksikan secara akurat dengan menghitung indeks kapabilitas proses yang baru, CPK, berdasarkan rumus di bawah ini: CPK = Min {CPU;CPL}
Tabel 3. Standar keputusan berdasarkan indeks kapabilitas proses CPK
Status Proses
Tindakan Koreksi
Cp (*) > 1.3
CPK (*) 1.3
Cp (*) > 1.3
1< CPK (*) < 1.3 Kapabilitas proses baik, tapi menunjukkan proses tidak berada di tengah
Cp (*) > 1.3
CPK (*) < 1
1< Cp (*) < 1.3 1< CPK (*) < 1.3 1< Cp (*) < 1.3
CPK (*) < 1
Cp (*) < 1
CPK (*) < 1
Kapabilitas proses baik
Meskipun kapabilitas Proses baik, CPK mengindikasikan proses off centre dan ada kemungkinan proporsi yang keluar dari spesifikasi Proses akan menimbulkan proporsi yang keluar dari spesifikasi Proses akan menimbulkan proporsi yang keluar dari spesifikasi Kapabilitas proses tidak baik, proses akan selalu memberikan proporsi yang tinggi terhadap produk yang keluar dari spesifikasi
Tidak ada Pemusatan proses dipandang perlu, tergantung dari situasi Pemusatan proses diperlukan
Tindakan koreksi diperlukan Tindakan koreksi diperlukan Menurunkan variabilitas, melakukan peninjauan kembali terhadap nilai spesifikasi
(*) Jika hanya terdapat satu spesifikasi maka Cp digantikan dengan CPU atau CPL dan CPK tidak dihitung
3. Teknik Brainstorming Teknik brainstorming digunakan untuk membantu dalam pembuatan diagram
sebab-akibat.
Menurut
Gaspersz
(1998),
brainstorming
merupakan alat penunjang lain dalam perbaikan proses. Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternatif dalam suatu tim kerja yang bersifat terbuka dan bebas. Brainstorming dilakukan dengan para pekerja yang mampu mengetahui faktor-faktor penyebab dari masalah yang terjadi dan setiap pekerja memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, sedangkan peserta lain tidak boleh membantunya. Dalam pelaksanaan
brainstorming perlu diperhatikan titik-titik khusus, diantaranya penataan ruang, ketentuan peraturan yang berlaku, menggunakan alat tulis, menuliskan ide-ide tersebut, menjaga suasana agar kondusif, melakukan evaluasi terhadap ide dan kumpulkan ide-ide tersebut berdasarkan kategori.
Brainstorming dapat berkaitan dengan hal-hal berikut : a) menentukan penyebab yang digunakan dan/atau solusi suatu masalah, b) memutuskan masalah apa yang perlu diselesaikan, c) anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan memberikan ide, d) menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif, dan e) kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diinginkan. Menurut Gaspersz (1998), langkah-langkah dalam melakukan brainstorming adalah sebagai berikut: Putaran I
• Identifikasi topik spesifik yang akan dibicarakan • Menjelaskan aturan-aturannya ketika dimulai • Setiap peserta harus menyumbang ide secara bergiliran • Ide yang berlebihan dapat diterima • Hanya satu ide tiap putaran • Tidak boleh ada yang mengkritik ide dari peserta lain • Berakhir bila setiap peserta tidak ada ide lagi Putaran II
• Satukan ide-ide bila perlu
• Satu suara pilihan per orang per ide • Pilih ide-ide sebanyak mungkin mungkin yang disukai Putaran III
• Meranking ide-ide • Memprioritaskan ide-ide untuk dipilih satu yang utama Ide dalam brainstorming tersebut dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Alat yang sering membantu analisis tersebut antara lain cause
and effect diagram, affinity diagram, dan tree diagram. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan brainstorming antara lain:
•
Masing-masing anggota kelompok telah sependapat mengenai isu pokok yang akan dibahas
•
Harus
menciptakan
kondisi
dimana
masing-masing
anggota
kelompok merasa bebas untuk mengemukakan idenya
•
Hindari saling kritik atau tirani dalam mengemukakan ide oleh para anggota kelompok
•
Ide yang dikemukakan perlu ditulis sebagaimana aslinya
•
Pada akhir brainstorming perlu dibuat rangkuman ide-ide yang dikemukakan
Setelah tim melakukan brainstorming dan muncul pendapat-pendapat yang mungkin menjadi masalah dalam proses kemudian tahap selanjutnya adalah menyusun diagram sebab-akibat (fishbone diagram) (Gaspersz, 1998).
4. Diagram Sebab-Akibat (Cause-Effect Diagram) Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu (Gaspersz, 1998). Selain itu Ishikawa (1982) menyebutkan bahwa diagram sebabakibat dibuat untuk menggambarkan dengan jelas macam-macam sebab yang dapat mempengaruhi mutu produk dengan jalan menyisihkan dan mencarikan hubungannya dengan sebab-akibat. Diagram sebab-akibat juga disebut diagram Ishikawa dan dikembangkan oleh Dr. Kaoru
Ishikawa. Diagram tersebut juga disebut Fishbone diagram karena berbentuk seperti kerangka ikan. Untuk membantu dalam pembuatan diagram sebab akibat biasanya digunakan teknik brainstorming (Ariani, 1999). Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi
akar
penyebab
dari
suatu
masalah,
membantu
membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan membantu dalam penyidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Menurut Dahlgaard et al. (1998), dalam menganalisis masalah atau efek, penyebab mayor yang sering teridentifikasi diantaranya adalah mesin (machinary), bahan (material), metode (methods), manusia (men), manajemen (management), dan lingkungan (milieu/environment). Struktur diagram sebab-akibat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur diagram sebab-akibat (Ishikawa, 1982) Tahapan dalam pembuatan diagram sebab-akibat sebagai berikut: 1.
Menentukan masalah yang digambarkan dalam sebuah kotak di sebelah kanan dari garis panah utama.
2.
Mencari
faktor-faktor yang berpengaruh dan diberi garis panah
cabang yang mengarah ke panah utama
3.
Mencari lebih lanjut faktor-faktor utama tersebut, dituliskan sebelah kiri dari panah cabang serta dihubungkan dengan garis panah yang mengarah ke panah cabang
4.
Mencari penyebab-penyebab utama dari diagram yang sudah lengkap dengan brainstorming. Diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai
berikut: 1.
Untuk mengumpulkan sebab-sebab variasi dalam proses
2.
Untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori sebab-sebab yang mempengaruhi suatu karakteristik mutu tertentu
3.
Untuk memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang perlu dikumpulkan
4.
Diagram sebab-akibat terutama berguna dalam tahap perencanaan (plan) dari siklus plan-do-check-action karena dapat membantu mengidentifikasi sebab-sebab proses yang mempunyai peranan bagi timbulnya efek yang tidak dikehendaki oleh pelanggan.
Fungsi diagram sebab-akibat juga dikemukakan oleh Montgomery (1996) yaitu berperan dalam memusatkan perhatian operator, bagian produksi dan pimpinan dalam masalah mutu. Diagram sebab-akibat yang dikembangkan dengan baik biasanya memajukan tingkat pemahaman terhadap proses tersebut.
IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Metode-metode statistik dapat digunakan untuk membantu dalam mengendalikan suatu proses dan mempelajari kemampuannya. Suatu proses merupakan satuan dari berbagai komponen dari manusia, mesin/alat, material guna menghasilkan nilai tambah dari output yang dihasilkan.
Output yang dihasilkan akan mendapat tanggapan untuk proses berikutnya bila masih dalam tahap produksi, atau juga mendapat tanggapan dari konsumen bila sudah menjadi produk jadi. Hal ini dapat diperoleh melalui informasi yang diberikan kepada pihak kelompok kerja. Informasi tersebut merupakan sistem umpan balik yang memberikan keterangan tentang baik atau buruknya suatu output. Umpan balik menjadi tanda yang utama untuk perbaikan proses. (Gaspersz, 1998). Penggunaan pengendalian proses secara statistik merupakan satu tipe dari umpan balik yang bertujuan untuk meningkatkan mutu secara efektif. Pengendalian proses secara statistik juga bersifat preventif, karena pengendalian mutu pada proses dapat dilakukan sedini mungkin sehingga dapat mencegah terjadinya cacat. Dengan menggunakan prinsip ini, usaha peningkatan mutu akan mampu mengurangi biaya produksi. Kegiatan magang yang dilakukan di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung adalah menerapkan pengendalian proses secara statistik dalam rangka pengendalian mutu produk Keripik Kentang “LEO”. Parameter mutu yang dilihat secara statistik dari produk Keripik Kentang “LEO” ini adalah bobot bersih. Dengan menganalisis bobot bersih dari Keripik Kentang “LEO” ini diharapkan dapat menentukan kemampuan proses dan menentukan faktorfaktor penyebab yang dapat mempengaruhi variasi dari bobot bersih produk. Ketidaktepatan bobot bersih produk akan berdampak kerugian terhadap salah satu pihak, dalam hal ini produsen atau konsumen. Apabila bobot bersih produk berada di atas batas standar yang sudah ditetapkan perusahaan, pihak produsen (perusahaan) akan dirugikan dan pihak konsumen akan diuntungkan. Jika bobot bersih produk berada di bawah batas standar, pihak produsen akan
diuntungkan tetapi pihak konsumen akan dirugikan. Hal ini tentu saja akan berdampak pada citra mutu dari perusahaan.
B. TAHAPAN KEGIATAN MAGANG Secara umum, tahapan kegiatan magang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tahapan kegiatan magang
1. Observasi Lapang Observasi lapang dilakukan untuk mempelajari proses produksi keripik kentang dan sistem pengendalian mutu, serta hubungannya dengan pengendalian proses secara statistik untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang akan dikaji. Observasi lapang ini mencakup pengamatan proses produksi keripik kentang dan mengumpulkan informasi mengenai sistem pengendalian mutu untuk produk keripik kentang di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung.
2. Pengumpulan Data Kuantitatif Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari Departemen Quality Control. Sampel keripik kentang yang diambil adalah hasil akhir dari proses produksi setelah dikemas dengan kemasan primer (pack). Pengambilan sampel dilakukan setiap hari pada semua lini proses di Bulan Mei 2006. Sampel diambil dari setiap lini mesin yang mengemas produk keripik kentang “LEO”. Pengambilan sampel ini bersifat
nondestructive sampling method, artinya produk yang diambil sebagai sampel tidak dirusak dan dapat dimasukkan kembali ke dalam proses produksi bila memiliki bobot yang sesuai dengan standar. Sampel tersebut ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian satu angka di belakang koma. Karakteristik sampel yang diukur adalah bobot bersihnya. Data yang diperoleh merupakan bobot bersih produk ditambah bobot kemasan primernya (bobot kotor). Untuk mendapatkan bobot bersih produk, data hasil penimbangan sampel dikurangi dengan bobot kemasan kosong. Sampel yang digunakan untuk diolah dalam Statistical Process
Control (SPC) didasarkan pada dua pengamatan, yaitu pengamatan sampel berdasarkan mesin dan pengamatan sampel berdasarkan shift. Sampel yang diamati berdasarkan mesin diambil sebanyak 7 sampel secara acak dengan frekuensi setiap shift pada 3 lini proses. Sedangkan sampel yang diamati berdasarkan shift diambil sebanyak 7 sampel secara acak dengan frekuensi setiap hari pada 3 lini proses.
3. Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah: 1) bagan kendali X-bar dan R, 2) teknik Brainstorming, 3) diagram sebab-akibat (fishbone diagram) dan 4) kapabilitas proses apabila proses sudah terkendali. Data kuantitatif yang telah didapat diolah dengan bantuan dari program pengolah data statistik
Minitab 14.12.
4. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk membandingkan kondisi aktual yang ada di perusahaan dengan literatur yang berhubungan dengan ilmu yang telah dipelajari. Studi pustaka juga bertujuan untuk membantu analisis dalam pemecahan masalah yang dihadapi sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji dan pendapat para ahli mengenai hal tersebut.
V. PROSES PRODUKSI KERIPIK KENTANG “LEO” A. BAHAN BAKU Bahan baku untuk proses produksi dikategorikan menjadi bahan baku utama, bahan baku tambahan, dan bahan penolong. Bahan baku untuk produksi harus memenuhi syarat yaitu bahan baku utama, bahan baku tambahan, dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan. Bahan baku yang tidak memenuhi standar mutu tidak boleh digunakan untuk produksi. Bahan baku utama yang dipergunakan dalam pembuatan Keripik Kentang “LEO” di PT. Garudafood Putra Putri Jaya Lampung adalah tepung kentang, pati termodifikasi, emulsifier, dan larutan garam. Selain itu juga digunakan bahan baku tambahan berupa SCK sebagai seasoning. Sedangkan bahan baku penolong yang digunakan adalah air.
B. PROSES PRODUKSI Proses produksi pembuatan Keripik Kentang “LEO” ini berjalan secara
continuous dan diawali dengan pencampuran bahan-bahan (mixing), kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lembaran (sheeting), pemotongan (cutting), penggorengan (frying) dan penirisan, penambahan bumbu (seasoning), dan pengemasan (packing).
1. Proses Pencampuran (mixing) Proses mixing terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah dry
mixing kemudian dilanjutkan dengan wet mixing. Proses dry mixing dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan baku yang kering untuk proses produksi, yaitu tepung kentang, pati termodifikasi, dan emulsifier selama 20 menit. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan campuran tepung yang homogen. Proses berikutnya adalah proses wet mixing. Proses wet mixing dilakukan dengan cara mencampur semua bahan baku yang telah melalui
proses dry mixing dengan air, bahan-bahan hasil crushing (penghancuran adonan) dan larutan garam. Pembuatan larutan garam dilakukan dengan mencampurkan 1 paket garam dengan 190 kg air untuk setiap batch-nya. Standar level air adalah 80 – 83 liter per jam. Proses ini berlangsung sampai didapat adonan dengan kadar air 38 – 41%. Setelah melalui proses
mixing, dilakukan proses sheeting.
2. Proses Pembuatan Lembaran (sheeting) dan Pemotongan (cutting) Pada proses sheeting ini, adonan yang telah mengalami proses wet
mixing akan dibentuk menjadi lembaran-lembaran. Pada akhir proses sheeting ini akan dihasilkan adonan yang berbentuk lembaran yang merata dengan ketebalan 0.65 - 0.70 mm. Adonan yang berbentuk lembaran ini akan mengalami proses cutting dimana lembaran akan dipotong sesuai dengan cetakan. Sisa adonan yang tidak mengalami cutting, akan dihancurkan melalui proses crushing kemudian hancuran adonan ini akan di-rework ke proses wet mixing kembali. Adonan yang telah mengalami proses cutting akan mengalami proses penggorengan dan penirisan.
3. Penggorengan (frying) dan Penirisan Pada proses penggorengan ini, adonan yang telah dicetak akan digoreng menggunakan fryer. Metode yang digunakan pada proses penggorengan keripik adalah metode deep fat frying karena metode ini cepat, mudah dan produknya mempunyai aroma dan tekstur yang lebih disukai. Pada proses penggorengan, kondisi minyak juga cukup diperhatikan. Asam lemak bebas minyak dalam fryer maksimal 0.25%. Ketinggian permukaan minyak dari dasar fryer adalah 4.5 – 5.5 cm. Suhu minyak di awal penggorengan 169 – 1740C sedangkan suhu minyak di akhir penggorengan adalah 159 – 1640C. Produk keripik kentang ini akan digoreng selama 40 – 60 detik. Setelah digoreng, keripik kentang ditiriskan. Produk pada akhir proses penirisan akan memiliki kadar air 0.9
– 1.8% sedangkan kadar lemak produk adalah 26 – 27%. Setelah mengalami proses penggorengan dan penirisan, produk akan mengalami proses seasoning.
4. Proses Penambahan Bumbu (seasoning) dan Pengemasan (packing) Pada proses seasoning, keripik kentang akan diberi flavor. Flavor yang ditambahkan pada keripik kentang ini memiliki rasa ayam. Pada proses ini, hal yang diperhatikan adalah kondisi flavor dan kelembaban udara. Flavor yang digunakan adalah flavor yang berbentuk bubuk, kering dan
tidak
menggumpal.
Kelembaban
udara
ruangan
seasoning
dipertahankan maksimal 55% karena sifat seasoning yang higroskopis. Setelah melalui proses seasoning dilakukan proses pengemasan (packing). Sebelum dikemas, keripik kentang yang telah diberi bumbu dialirkan menggunakan conveyor ke dalam tangki penampung. Tangki penampung ini terdiri dari beberapa sekat. Pada tiap sekat terdapat timbangan yang akan mengukur bobot keripik kentang yang masuk ke dalam tiap-tiap sekat. Apabila bobot keripik kentang dalam sekat telah sesuai dengan standar setting pada mesin pengemas yaitu 25 gram, maka pintu diujung sekat akan otomatis terbuka dan keripik kentang akan dialirkan menuju
filler. Setelah melalui filler, keripik kentang akan dimasukkan ke dalam kemasan yang terbuat dari bahan plastik dan dikemas dengan memasukkan udara di dalamnya. Udara tersebut dimasukkan dengan tujuan untuk melindungi produk dari benturan maupun tekanan, selain itu juga
untuk
mengeluarkan
oksigen
dari
dalam
kemasan
untuk
mempertahankan umur simpan produk. Pada proses pengemasan, hal yang diperhatikan adalah penampakan hasil seal, tingkat kegembungan dan berat isi per kemasan. Penampakan hasil seal diuji secara visual, sedangkan kegembungan kemasan dan berat isi disesuaikan dengan standar. Proses penggembungan dilakukan dengan memasukkan udara ke dalam kemasan sebelum di-seal. Kegembungan kemasan harus diperhatikan karena dapat melindungi produk dari
benturan, sehingga produk tidak mudah hancur. Kegembungan kemasan 4.0 – 4.4 cm dan bobot produk 28 – 30 gram per kemasan.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OBSERVASI TERHADAP PERMASALAHAN PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung selama ini belum pernah menerapkan Statistical Process Control (SPC) dalam mengendalikan mutu produk-produknya. Jika perusahaan ini ingin meningkatkan komitmen
Corporate Social Responsibility (CSR), SPC merupakan instrumen yang mutlak. CSR merupakan upaya yang dapat meningkatkan corporate image serta perwujudan tanggung jawab sosial yang wajar bagi perusahaan yang bermutu. Dengan menerapkan SPC, kepercayaan konsumen dapat meningkat sekaligus perusahaan dapat mencerminkan kepatuhannya terhadap sistem perundang-undangan, terutama UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebagai langkah awal, penerapan Statistical Process Control dilakukan untuk menganalisa data bobot bersih (netto) pada produk keripik kentang “LEO”. Bobot bersih produk harus sesuai dengan spesifikasi perusahaan agar konsumen maupun produsen tidak dirugikan. Selama ini, PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung hanya mengambil data bobot bersih dari 1 produk keripik kentang “LEO” setiap 15 menit dalam mengendalikan bobot bersih produk. Data tersebut hanya digunakan untuk melihat kesesuaian produk dengan standar yang ada di perusahaan tanpa diolah lebih lanjut secara statistik. Kinerja proses untuk menghasilkan bobot bersih yang sesuai dengan standar dianalisa berdasarkan nilai rata-rata sampel yang telah ditimbang per mesin setiap shift. Analisis
bobot
bersih
keripik
kentang
“LEO”
pada
awalnya
dilaksanakan dengan melakukan observasi secara langsung di PT. Garudafood Putra Putri Jaya – Lampung. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi faktual tentang proses produksi keripik kentang “LEO”, parameter proses produksi keripik kentang “LEO” dan permasalahan yang sering terjadi, khususnya untuk permasalahan yang mempengaruhi bobot bersih keripik kentang “LEO”.
Data bobot bersih keripik kentang “LEO” diperoleh dari hasil pengukuran produk setelah dikemas primer dikurangi dengan berat kemasannya. Pada mesin pengemas produk tersebut terdapat alat penimbang (weigher) yang terletak sebelum proses pengisian ke dalam kemasan primer. Dengan alat ini, operator dapat mengatur bobot bersih produk yang diinginkan agar sesuai dengan spesifikasi perusahaan. Produk keripik kentang “LEO” ini memiliki spesifikasi bobot bersih 25 gram dengan batas toleransi ± 1 gram.
B. ANALISIS BAGAN KENDALI Bagan kendali digunakan sebagai alat untuk menganalisis secara statistik data bobot bersih yang telah diperoleh dari hasil pengukuran. Bagan kendali dapat menunjukkan proses produksi yang telah terjadi terkendali atau tidak. Berdasarkan data yang diperoleh, bagan kendali yang digunakan untuk menganalisis bobot bersih secara statistik adalah bagan kendali X-bar dan R. Bagan kendali X-bar dan R digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu dimana data yang diolah berupa data variabel. Penentuan control limits pada bagan kendali dibuat dengan metode no standard given. Ini berarti control limits yang tertera pada bagan kendali berasal dari nilai rata-rata dan rentangan yang terjadi selama proses berlangsung. Untuk membuat bagan kendali X-bar dan R dari bobot bersih keripik kentang “LEO” digunakan program minitab 14.12. Pengamatan bobot bersih Keripik Kentang “LEO” dilihat berdasarkan dua hal, yaitu mesin dan shift. Untuk pengamatan berdasarkan mesin, data bobot bersih yang diambil sebanyak 7 sampel dengan frekuensi setiap shift pada 3 mesin (mesin 1, mesin 4, dan mesin 5). Sedangkan pengamatan berdasarkan shift, data bobot bersih yang diambil sebanyak 7 sampel dengan frekuensi setiap hari pada 3 mesin (mesin 1, mesin 4, dan mesin 5). Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Quality
Control selama Bulan Mei 2006. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7 untuk bagan kendali X-bar dan R berdasarkan mesin, serta Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15 dan Gambar 16 untuk bagan
kendali X-bar dan R berdasarkan shift. Bagan kendali tersebut menunjukkan nilai rata-rata bobot bersih produk, kisaran (range) bobot bersih produk, serta batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) bobot bersih produk.
1. Bagan kendali X-bar dan R berdasarkan mesin Bagan kendali X-bar dan R berdasarkan mesin ini dibuat untuk mengamati kemampuan setiap mesin dalam menghasilkan proses yang terkendali secara statistik. Dalam hal ini, mesin yang dimaksud adalah mesin yang digunakan untuk mengemas keripik kentang “LEO” dengan bobot bersih 25 gram per kemasan.
Gambar 5. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 Pada Gambar 5 terlihat bahwa rata-rata bobot bersih keripik kentang “ LEO” sebesar 24,654 gram dengan nilai batas kendali atas sebesar 25,348 dan nilai batas kendali bawah sebesar 23,960. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 ini menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik. Dapat dilihat dari bagan kendali X-bar pada titik ke-14 dan titik ke-38 yang berada di luar batas kendali. Proses pada titik ke-14 ini menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 25,357 gram dimana
nilai tersebut berada di luar batas kendali atas (UCL). Sedangkan titik ke38 menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 23,929 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali bawah. Bagan kendali R juga menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik dimana titik ke-33 dan titik ke-36 berada di luar batas kendali atas (UCL). Proses pada titik ke-33 dan titik ke-36 ini menghasilkan produk dengan kisaran bobot bersih yang lebih besar dari nilai batas kendali atas (UCL) bagan kendali R.
Gambar 6. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 Rata-rata bobot bersih keripik kentang “ LEO” pada Gambar 6 sebesar 24,708 gram dengan nilai batas kendali atas sebesar 25,521 dan nilai batas kendali bawah sebesar 23,895. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 ini menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik. Dapat dilihat dari bagan kendali X-bar pada titik ke-3, titik ke-8 dan titik ke-49 yang berada di luar batas kendali. Proses pada titik ke-3, titik ke-8 dan titik ke-49 ini menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih secara berurutan 25,643 gram; 25,857 gram; dan 25,571 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali atas (UCL). Selain itu terdapat bentuk
pola khas pada titik ke-13 dan titik ke-15. Titik ke-13 memiliki bentuk khas dimana empat dari lima titik berada pada posisi lebih besar dari satu standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Sedangkan titik ke-15 memiliki bentuk khas dimana dua dari tiga titik berada pada posisi lebih besar dari dua standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Titik ke-15 juga memiliki bentuk khas dimana delapan titik yang berurutan berada dalam posisi lebih besar dari satu standar deviasi dari garis tengah. Bagan kendali R juga menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik dimana titik ke-18 berada di luar batas kendali atas (UCL). Proses pada titik ke-18 ini menghasilkan produk dengan kisaran bobot bersih yang lebih besar dari nilai batas kendali atas (UCL) bagan kendali R. Gambar 7 menunjukkan rata-rata bobot bersih keripik kentang “ LEO” untuk mesin 5 sebesar 24,687 gram dengan nilai batas kendali atas sebesar 25,583 dan nilai batas kendali bawah sebesar 23,791. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 ini juga menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik. Hal ini ditunjukkan oleh titik ke-40 pada bagan kendali R yang berada di luar batas kendali atas (UCL). Proses pada titik ke-40 ini menghasilkan produk dengan kisaran bobot bersih yang lebih besar dari nilai batas kendali atas (UCL) bagan kendali R.
Gambar 7. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 Dari ketiga bagan kendali X-bar di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata bobot bersih produk keripik kentang “ LEO” berada di bawah nilai yang tertera di kemasan produk (25 gram). Tetapi nilai tersebut masih berada dalam batas toleransi dari spesifikasi yang ditetapkan perusahaan, yaitu ± 1 gram. Spesifikasi perusahaan ini juga sesuai dengan peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan Tahun 1999 No. 31/DJPDN/Kep/XI/99. Berdasarkan peraturan tersebut, toleransi untuk produk dengan bobot bersih 5 sampai 50 gram adalah 9%. Perusahaan sebaiknya menaikkan spesifikasi produk dengan mengatur mesin agar dapat menghasilkan proses produksi yang sesuai dengan target bobot bersih produk (25 gram). Apabila perusahaan terus menghasilkan proses produksi di bawah target produk, maka perusahaan akan memiliki resiko untuk menghadapi tindakan-tindakan dari konsumen yang merasa dirugikan. Selain itu, hal tersebut juga dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menjaga bobot bersih produk sesuai dengan nilai yang tertera dengan kemasan, perusahaan telah mewujudkan tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR). Perusahaan juga telah mencerminkan kepatuhannya terhadap sistem perundang-undangan, terutama UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2. Bagan Kendali X-bar dan R berdasarkan shift Selain membuat bagan kendali X-bar dan R untuk setiap mesin yang mengemas keripik kentang “ LEO” , dibuat juga bagan kendali X-bar dan R berdasarkan shift. Hal tersebut dilakukan untuk mengamati keterkendalian proses pada shift 1, shift 2, dan shift 3 dari setiap mesin yang digunakan untuk mengemas produk keripik kentang “ LEO” dengan bobot bersih 25 gram per kemasan.
Gambar 8. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 1
Gambar 9. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 2
Gambar 10. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 3 Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10 merupakan gambar bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 pada shift 1, shift 2 dan shift 3.
Berdasarkan gambar-gambar di atas, Gambar 9 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 2) dapat dikatakan sudah terkendali secara statistik. Sedangkan Gambar 8 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 1) dan Gambar 10 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 1 shift 3) masih menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik. Pada Gambar 8, proses yang belum terkendali secara statistik ditunjukkan oleh bagan kendali X-bar yang memiliki bentuk pola khas pada titik ke-4, titik ke-14, titik ke-15 dan titik ke-16. Titik ke-4 memiliki bentuk khas dimana dua dari tiga titik berada pada posisi lebih besar dari dua standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Sedangkan titik ke-14, titik ke-15 dan titik ke-16 memiliki bentuk khas dimana sembilan titik berurutan berada pada sisi yang sama dari garis tengah. Bagan kendali R juga menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik, dimana titik ke-14 berada di luar batas kendali atas (UCL). Proses pada titik ke-14 ini menghasilkan produk dengan kisaran bobot bersih yang lebih besar dari nilai batas kendali atas (UCL) bagan kendali R. Sedangkan Gambar 10, proses yang belum terkendali secara statistik ditunjukkan oleh bagan kendali X-bar yang memiliki beberapa titik yang berada di luar batas kendali, yaitu titik ke-5 dan titik ke-13. Proses pada titik ke-5 ini menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 25,357 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali atas (UCL) bagan kendali X-bar. Sedangkan proses pada titik ke-13 menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 23,929 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali bawah (LCL) bagan kendali X-bar. Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13 merupakan gambar bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 pada shift 1, shift 2 dan shift 3. Berdasarkan gambar-gambar di atas, Gambar 11 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 1) dapat dikatakan sudah terkendali secara statistik. Sedangkan Gambar 12 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 2) dan Gambar 13 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 3) masih menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik.
Pada Gambar 12, proses yang belum terkendali secara statistik ditunjukkan oleh bagan kendali X-bar yang memiliki beberapa titik yang berada di luar batas kendali, yaitu titik ke-11 dan titik ke-17. Proses pada titik ke-11 ini menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 23,929 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali bawah (LCL) bagan kendali X-bar. Sedangkan proses pada titik ke-17 menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 25,571 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali atas (UCL) bagan kendali X-bar.
Gambar 11. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 1
Gambar 12. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 2
Gambar 13. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 4 shift 3 Sedangkan Gambar 13, proses yang belum terkendali secara statistik ditunjukkan oleh bagan kendali X-bar yang memiliki beberapa titik yang
berada di luar batas kendali, yaitu titik ke-1 dan titik ke-3. Proses pada titik ke-1 dan titik ke-3 ini menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih secara berurutan 25,643 gram dan 25,857 gram dimana nilai tersebut berada di luar batas kendali atas (UCL) bagan kendali X-bar. Selain itu, bagan kendali X-bar ini juga menunjukkan bentuk pola khas pada titik ke-3, titik ke-5 dan titik ke-10. Titik ke-3 dan titik ke-5 memiliki bentuk khas dimana dua dari tiga titik berada pada posisi lebih besar dari dua standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Sedangkan titik ke-5 dan titik ke-10 memiliki bentuk khas dimana empat dari lima titik berada pada posisi lebih besar dari satu standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16 merupakan gambar bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 pada shift 1, shift 2 dan shift 3. Berdasarkan gambar-gambar di atas, Gambar 14 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 1) dapat dikatakan sudah terkendali secara statistik. Sedangkan Gambar 15 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 2) dan Gambar 16 (Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 3) masih menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik.
Gambar 14. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 1
Gambar 15. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 2
Gambar 16. Bagan kendali X-bar dan R dari mesin 5 shift 3
Pada Gambar 15, proses yang belum terkendali secara statistik ditunjukkan oleh bagan kendali X-bar yang memiliki bentuk pola khas pada titik ke-10. Titik ke-10 memiliki bentuk khas dimana empat dari lima titik berada pada posisi lebih besar dari satu standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Sedangkan Gambar 16, proses yang belum terkendali secara statistik ditunjukkan oleh bagan kendali X-bar yang memiliki bentuk pola khas pada titik ke-4, titik ke-14, titik ke-15 dan titik ke-16. Titik ke-4 memiliki bentuk khas dimana dua dari tiga titik berada pada posisi lebih besar dari dua standar deviasi dari garis tengah pada posisi yang sama. Sedangkan titik ke-14, titik ke-15 dan titik ke-16 memiliki bentuk khas dimana sembilan titik berurutan berada pada sisi yang sama dari garis tengah. Bagan kendali R juga menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik, dimana titik ke-14 berada di luar batas kendali atas (UCL). Proses pada titik ke-14 ini menghasilkan produk dengan kisaran bobot bersih yang lebih besar dari nilai batas kendali atas (UCL) bagan kendali R. Dari sembilan bagan kendali X-bar dan R di atas, proses belum terkendali secara statistik yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor kelalaian dan ketelitian operator. Selain itu, faktor kenyamanan, kelelahan dan kejenuhan operator juga dapat menyebabkan hal tersebut dapat terjadi, khususnya pada shift 3 dimana jam kerja dimulai dari pukul 23.00 sampai pukul 07.00. Pengawas harus dapat lebih memperhatikan operator shift 1 pada mesin 1, operator shift 2 pada mesin 4 dan mesin 5, juga operator shift 3 pada setiap mesin sehingga dapat menjaga kedisiplinan dan awareness operator. Selain itu, motivasi operator juga perlu ditingkatkan dengan cara memberi reward kepada operator-operator yang dapat menunjukkan peningkatan prestasi dan kinerjanya. Fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja juga harus tersedia dengan baik untuk menunjang para pekerja agar dapat bekerja dengan aman.
Menurut Anonim (2006), suatu proses yang menunjukkan keadaan tidak terkendali jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Satu atau beberapa titik berada diluar batas kendali 2. Sembilan titik berurutan berada pada sisi yang sama dari garis tengah 3. Enam titik berurutan naik atau turun 4. Empat belas titik berurutan bergantian naik dan turun 5. Dua dari tiga titik berurutan berada pada posisi > 2 standar deviasi dari garis tengah pada sisi yang sama 6. Empat dari lima titik berurutan berada pada posisi > 1 standar deviasi dari garis tengah pada sisi yang sama 7. Lima belas titik berurutan berada dalam posisi ! 1 standar deviasi dari garis tengah 8. Delapan titik berurutan berada pada posisi > 1 standar deviasi dari garis tengah Variasi
adalah
ketidakseragaman
dalam
sistem
produksi
atau
operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam mutu pada output (barang/jasa yang dihasilkan). Ada dua variasi yang menyebabkan proses dapat dikatakan belum terkendali secara statistik, yaitu variasi penyebab khusus (special-causes variation) dan variasi penyebab umum (commoncauses variation). Variasi penyebab khusus (special-causes variation) adalah kejadian – kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus ini mengambil pola – pola non acak (non random patterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses secara statistik menggunakan bagan kendali (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limit) (Gaspersz, 1998). Sedangkan variasi penyebab umum (common-causes variation) adalah faktor – faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil – hasilnya. Penyebab
umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya harus ditelusuri elemen – elemen pada sistem itu dan hanya pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses secara statistik dengan menggunakan bagan kendali (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits) (Gaspersz, 1998). Variasi penyebab umum selalu terjadi pada proses produksi. Untuk itu diperlukan berbagai tindakan yang dapat menghilangkan ataupun mengurangi variasi tersebut. Dengan berkurangnya variasi penyebab umum (tanpa adanya variasi penyebab khusus) maka kemampuan proses produksi untuk menghasilkan produk yang lebih homogen akan lebih terjamin. Bentuk khas mungkin dikarenakan ada suatu faktor yang tidak sesuai dengan standar namun tidak dilakukan aksi perbaikan dalam jangka waktu tertentu. Keadaan proses yang tidak terkendali seperti ini menyebabkan tidak dapat dihitungnya kemampuan proses (Cp) pada produk keripik kentang “ LEO” . Kapabilitas proses yang dihitung dapat dikatakan valid apabila proses yang terjadi berada pada kisaran batas kendali, atau dengan kata lain proses sudah terkendali secara statistik. Meskipun dari gambar 9, gambar 11, dan gambar 14 dapat dikatakan proses sudah terkendali secara statistik, kapabilitas prosesnya masih belum dapat dihitung. Karena hal tersebut dapat dilakukan bila sudah terdapat beberapa bagan kendali secara berurutan yang menyatakan proses tersebut sudah terkendali secara statistik. Dengan kata lain, proses yang terkendali secara statistik sudah diperoleh dengan stabil. Langkah untuk mendapatkan proses yang terkendali dapat menggunakan pendekatan diagram sebab – akibat agar dapat mengetahui penyebab variasi bobot bersih dan faktor-faktor yang mengakibatkan adanya titik di luar control limit dan bentuk khas pada bagan kendali. C. IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB MASALAH
Penyebab variasi yang terjadi pada bobot bersih keripik kentang “ LEO” dapat dicari dengan menggunakan teknik brainstorming. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan yang hasilnya dapat dibuat Diagram sebab-akibat (fishbone diagram). Faktor penyebab variasi bobot bersih keripik kentang “ LEO” digolongkan ke dalam lima faktor utama, yaitu mesin, metode, material, manusia, dan lingkungan. 1. Mesin Hasil proses yang telah mengalami otomatisasi akan sangat berpengaruh dari kinerja mesin yang digunakan. Kesalahan dalam mengatur (setting), menggunakan maupun merawat mesin akan berakibat buruk pada hasil proses. Dalam hal ini, yang dapat mempengaruhi terjadinya variasi pada bobot bersih produk keripik kentang “ LEO” secara langsung ada pada mesin pengemas. Mesin pengemas keripik kentang “ LEO” ini merupakan mesin pengisi (feeder) yang memiliki weigher sebagai pengatur bobot produk yang akan dikemas. Kalibrasi terhadap weigher ini sangat penting untuk menjaga produk tetap berada dalam kisaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Rancangan feeder pada mesin packing kurang bagus dimana sudut yang terbentuk pada saat proses membuka dan menutup feeder tidak diperhitungkan dengan baik. Sisa-sisa produk yang menempel pada lubang feeder akan membuat proses membuka dan menutup feeder menjadi macet (jamming). Dalam hal ini, kebersihan pada feeder harus selalu diperhatikan secara berkala. Jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik, dapat mengganggu proses membuka dan menutup feeder pada mesin packing sehingga dapat menyebabkan variasi pada bobot bersih produk. 2. Metode Dalam merawat mesin, metode-metode kalibrasi dan pembersihan pada setiap mesin harus dibuat dengan benar dan sesuai dengan spesifikasi mesin. Weigher pada mesin packing dan timbangan yang digunakan untuk mengukur bobot harus dikalibrasi setiap bulan. Jika kalibrasi pada alat-alat tersebut tidak dilakukan, dapat mengurangi ketelitian mesin saat bekerja.
Metode pembersihan mesin yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin dapat membuat mesin tidak berfungsi dengan benar. Hal ini dapat menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi perusahaan. Metode pengambilan sampel juga perlu diperhatikan, agar pengendalian mutu produk dapat dilakukan seefektif mungkin. Hasil dari sampling tersebut dapat digunakan dalam menerapkan tindakan – tindakan koreksi untuk perbaikan proses selanjutnya. Frekuensi sampling sebaiknya diperbanyak, apabila terjadi ketidaksesuaian, langsung dapat dilakukan penyesuaian terhadap setting mesin.
Metode feeding dalam mesin pengemas juga perlu diperhatikan. Mesin vibrator pada mesin pengemas digunakan untuk memasukkan produk ke conveyor vertikal yang akan membawa produk ke mesin feeder. Speed pada mesin ini harus diperhatikan agar proses pengisian dan pengemasan dapat berjalan dengan lancar dan terus-menerus. 3. Material Bahan-bahan dalam pembuatan keripik kentang juga dapat mempengaruhi bobot produk. Salah satu yang harus diperhatikan adalah seasoning. Seasoning memiliki sifat higroskopis, yaitu dapat menyerap air dari udara, sehingga produk bisa menjadi lengket. Hal ini dapat menyebabkan macet (jamming) pada saat proses pengemasan (sealing). Sehingga bobot produk hasil pengemasan (packing) akan menjadi tidak stabil. 4. Manusia Manusia, dalam hal ini pekerja yang terlibat langsung dengan proses produksi, mempunyai peran yang sangat penting pada produk yang akan dihasilkan. Kedisiplinan pekerja dalam waktu kerja dan mematuhi peraturan – peraturan yang harus dilakukan selama bekerja akan mempengaruhi hasil kerjanya. Ketelitian operator dalam bekerja, petugas QC yang mengukur dan menganalisis sampel produk juga akan mempengaruhi hasil produksi. Jumlah pekerja yang relatif sedikit menyebabkan beban kerja yang lebih besar dapat mempengaruhi ketelitian maupun awareness dalam mengukur bobot bersih produk. Selain itu, jam kerja yang berupa shift juga dapat mempengaruhi kinerja baik dari operator maupun pengawas. Dapat dilihat dari bagan kendali X-bar dan R pada shift 3, dimana semua mesin menunjukkan proses yang belum terkendali secara statistik. Sedangkan pada shift 1 dan shift 2, terdapat mesin yang menunjukkan proses sudah terkendali secara statistik. Motivasi dari pekerja juga akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Rasa nyaman dalam bekerja harus diciptakan agar dapat berkerja dengan
baik. Kejenuhan yang dirasakan pekerja juga dapat mempengaruhi kinerjanya, sehingga harus diterapkan sistem rolling setiap minggunya untuk mengurangi rasa jenuh tersebut. Reward juga perlu diberikan kepada pekerja – pekerja yang berprestasi dalam mencapai tujuan perusahaan. Dengan memberikan reward, dapat menimbulkan semangat untuk bekerja secara optimal. Reward yang diberikan dapat berupa bonus maupun komisi. Kemampuan dari pekerja dapat ditentukan dari lama bekerja, latihan yang diberikan, dan tingkat pendidikannya. Semakin lama masa kerjanya, semakin
banyak
pengalamannya
akan
semakin
terampil
dalam
pekerjaannya. Pendidikan yang cukup akan membantu pekerja untuk cepat memahami segala hal yang menyangkut pekerjaannya, sehingga memudahkan dalam penanganan masalah – masalah yang terjadi. 5. Lingkungan Lingkungan juga dapat mempengaruhi variasi dari bobot bersih produk keripik kentang “ LEO” . Pada ruang proses, suhu dan RH yang tinggi dapat menyebabkan produk caking pada seasoning. Hal ini dapat menyebabkan masalah pada weigher mesin pengemas dan proses pengemasan (sealing). Sehingga bobot produk hasil pengemasan (packing) akan menjadi tidak stabil. Perusahaan menggunakan AC untuk menjaga suhu dan RH pada ruang proses agar tidak tinggi. D. ALTERNATIF SOLUSI Beberapa alternatif solusi yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah dengan mengatur (setting) mesin yang digunakan untuk mengemas keripik kentang “ LEO” sesuai dengan target produk yang tertera di kemasan (25 gram). Dengan harapan mesin dapat menghasilkan produk dengan rata-rata bobot bersih 25 gram. Pengawasan yang ketat perlu dilakukan pada setiap shift dari setiap mesin, agar dapat menghasilkan proses yang terkendali secara statistik.
Membuat instruksi kerja (WI) tentang pembersihan mesin-mesin proses, seperti pada mesin pengemas untuk keripik kentang “ LEO” dimana feeder harus sering dibersihkan agar tidak terjadi kemacetan (jamming). Setelah itu, instruksi kerja tersebut disosialisasikan secara luas kepada para pekerja agar dapat dikerjakan dengan baik. Dengan meletakkan/menempelkan kertas-kertas yang berisikan peringatan tentang waktu pembersihan di sekitar area proses atau tempat yang dapat dengan mudah diliat oleh pekerja dapat mengurangi faktor kelalaian dari pekerja. Pengawasan yang ketat juga diperlukan untuk meningkatkan kedisiplinan dan ketelitian dari para pekerja. Bila perlu diadakan pelatihan bagi para pekerja yang bertugas untuk membersihkan mesin-mesin dan peralatan proses agar dapat meningkatkan keterampilan (skill) pekerja tersebut sehingga mesin-mesin dan peralatan proses dapat digunakan sebagaimanamestinya. Membuat instruksi kerja (WI) tentang metode pengambilan sampel untuk pengendalian bobot bersih produk. Disarankan untuk mengambil sampel minimal 5 sampel setiap 30 menit atau 3 sampel setiap 15 menit sampel agar dapat menggambarkan jalannya proses dengan lebih jelas. Semakin banyak sampel yang diambil, perhitungannya secara statistik akan lebih akurat. Pengendalian bobot bersih produk terus menerus secara periodik sangat diperlukan agar masalah yang terjadi tidak berlarut-larut dan dapat dengan cepat
ditindaklanjuti.
Pembelian
program
statistik
diperlukan
untuk
mempermudah proses perhitungan bagan kendali. Program tersebut juga dapat digunakan untuk menghitung kapabilitas proses dan perhitungan statistik lainnya. Untuk meningkatkan motivasi dari pekerja agar lebih giat, reward perlu diberikan bagi pekerja yang dapat menghasilkan proses yang terkendali secara statistik.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis bagan kendali X-bar dan R, secara umum dapat disimpulkan bahwa proses pengemasan produk keripik kentang “ LEO” belum terkendali secara statistik. Hal ini dapat dilihat dari bagan kendali X-bar dan R dimana masih terdapat titik – titik yang berada di luar batas kendali dan titik – titik yang membentuk pola khas. Meskipun terdapat beberapa bagan kendali X-bar dan R yang menunjukkan proses sudah terkendali secara statistik, masih belum dapat dihitung kapabilitas prosesnya. Dengan demikian, kapabilitas proses secara keseluruhan belum dapat dihitung. Nilai rata-rata bobot bersih yang dihasilkan bagan kendali X-bar masih di bawah nilai yang tertera di kemasan (25 gram). Walaupun nilai tersebut masih berada dalam batas toleransi dari spesifikasi produk, perusahaan memiliki resiko menghadapi tindakan-tindakan dari konsumen yang merasa dirugikan. Hal tersebut juga dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dari diagram sebab – akibat yang telah dibuat melalui teknik brainstorming, dapat diperoleh kesimpulan bahwa ada lima faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya variasi bobot bersih pada keripik kentang “ LEO” . Faktor – faktor tersebut adalah mesin, metodologi, material, manusia, dan lingkungan. Kalibrasi weigher pada mesin pengemas dan feeder yang kurang berfungsi dengan baik merupakan faktor – faktor yang terkait dengan mesin. Yang terkait dengan faktor metode antara lain, pembuatan metode kalibrasi dan metode pembersihan yang tepat dalam merawat mesin, metode sampling yang efektif, dan metode feeding pada mesin pengemas juga mempengaruhi variasi bobot bersih produk. Sifat higroskopis pada seasoning dapat menyebabkan jamming pada saat sealing adalah faktor yang terkait dengan material.
Kedisiplinan, ketelitian, awareness, motivasi serta
kemampuan dari para pekerja termasuk di dalam faktor manusia yang dapat mempengaruhi variasi bobot bersih pada produk keripik kentang “ LEO” . Suhu dan RH pada ruang proses yang merupakan faktor – faktor yang terkait
dengan lingkungan, juga dapat menyebabkan weigher pada mesin pengemas dan proses pengemasan (sealing) mengalami masalah sehingga bobot produk hasil pengemasan (packing) menjadi tidak stabil. B. SARAN 1. Penerapan Statistical Process Control secara gradual dan continue dalam rangka meningkatkan komitmen Corporate Social Responsibility (CSR). 2. Setelah proses terkendali secara statistik, kapabilitas proses perlu dihitung untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi. 3. Mengatur (setting) mesin pengemas sesuai dengan target bobot bersih produk (25 gram) untuk menghindari terjadinya underfilling. 4. Perlu diadakannya pelatihan dalam merawat dan menggunakan mesin proses serta peralatan kerja untuk meningkatkan ketrampilan operator sehingga tingkat ketelitian dan keahlian akan semakin tinggi. 5. Pengawasan perlu ditingkatkan agar kedisiplinan dan awareness para pekerja tetap terjaga pada setiap shift. 6. Kebersihan lubang feeder pada mesin pengemas perlu diperhatikan setelah proses produksi setiap shift agar jamming tidak terjadi. 7. Menambah jumlah sampel untuk mengendalikan bobot bersih menjadi 3 sampel setiap 15 menit atau 5 sampel setiap 30 menit dalam pengambilan sampel agar dapat menggambarkan jalannya proses dengan lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2001. Control Chart as Basic Tools for Process Improvement. http://wwww.safepakcom/control_chart_articles/Safepak International. Ariani, D.W. 1999. Manajemen Kualitas. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1996. Persyaratan Mutu Keripik Kentang. Jakarta. Basterfield, D. H. 1990. Quality Control. Prentice Hall, CL, New Jersey. Brue, G. 2002. Six Sigma for Managers. Terjemahan. Penerbit Canary, Jakarta. Daahlgard, J.J., Kristensen, K., dan Kanji, G.K. 1998. Fundamentals of Total Quality Management. Chapman and Hall, London. Davis, C. O. 1977. Potato Processing. Di dalam O. Smith (ed.). Potatoes : Production, Storing, Processing. The AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Deming, W.E. Control Chart as a Tool in Statistical Process Control. http://www.deming.eng.clemson.edu./Continous Quality Improvement Server Home Page. [6 Juni 2006]. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 1999. Standar Deperindag No. 31/DJPDN/Kep/XI/99. Jakarta. Feigenbaum, A.N. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Terjemahan. Penerbii Erlangga, Jakarta. Feustel, I.C., Carl E.H., dan Marcel E.J. 1964. Potatoes. Di dalam B. Wallace, B.S. Van Arsdel dan M. J. Copley (eds.). food Dehydration II, Product and Technology. The AVI Publ. Co. Inc., Westport. Gaspersz, V. 1998. Statistical Process Control, Penerapan Teknik-teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, V. 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hubeis, M. 1997. Sistem Manajemen Pengendalian Mutu. Makalah pada Pelatihan Singkat Pengendalian Mutu dalam Industri Pangan. CFNS IPB, Bogor.
Ishikawa, K. 1982. Guide to quality Control. Asian Productivity Organization, New York. Ishikawa, K. 1989. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu (terjemahan). Mediatama. Sarana Perkasa, Jakarta. Jones, D. W. K. 1967. Modern Cereal Chemistry. 6th ed. Food Trade Press Ltd., London. Juran, J. M. 1989. Juran on Quality by Design. The Free Press. Division of Mac Miller company, Inc., USA. Lawrence, S.A. 1986. Fundamental of Industrial Quality Control. Addison Wesley Publ Co., Canada. Linn. 1981. Quality Control of Beverage. Di dalam Woodrof, J.G. dan (eds). Beverage: Carbonated and Non Carbonated. AVI Publishing Inc., Westport, Connecticut. Montgomery, D. C.1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik (terjemahan). Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Montgomery, D.C. 1996. Introduction to Statistical Quality Control, Third Edition. John Willey and Son, Inc., New York. Muhandri, T., dan Kadarisman, D. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pyzdek, T. 2002. The Six Sigma Handbook. Terjemahan Lusy Widjaja. Selemba Empat, Jakarta. Radley, J.A. 1968. Starch and Its Derivatives. 4th ed. Chapmen and Hall Ltd., London. Ryan, T.P. 1989. Statistical Methods for Quality Improvement. John Willey and Son, Inc., New York. Soekarto, S.T.1990. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU-IPB, Bogor. Swinkles, J. J. M. 1985. Defferences between Commercial Natives Starches. Brosur. Avebe, Holland. Talburt, W.F dan O. Smith. 1977. Potato Processing. 2nd ed. The AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.
Tapiero, C.S. 1996. The Management of Quality and Its Control. Chapman and Hall, London. Wayworld. 2001. Statistical Process Control - A Wayworld Tutorial. http://www.wayworld.com. Wayworld Inc. Wurzburg, O. B. 1972. Starch in The Food Industry. Di dalam T. E. Furia (ed.). Handbook of Food Aditives. Vol. 11. CRC Press Inc., Ohio.
Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Garudafood Putra Putri Jaya Lampung
Lampiran 2. Proses produksi keripik kentang “ LEO” 25 g
!"
#
. / $
% & ' " ( $ )* &!'" & ( $ ( + ,
!
01
"#
Lampiran 3. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
1 26,5 25,0 25,0 24,5 23,5 24,5 25,0 25,0 25,5 25,5 24,5 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 24,5 24,5 23,5 24,5 24,0 24,5 24,5 24,5 24,0 23,0 25,0 24,5 24,5 25,0 25,0 24,5 25,5 24,5 24,5 24,0 25,0 24,5 24,0 24,0 24,5 26,5
2 25,5 25,0 24,5 25,0 24,0 24,5 24,5 26,0 24,5 24,5 24,5 25,5 25,0 25,0 24,0 24,0 24,5 25,5 24,5 25,0 24,5 25,0 24,5 25,5 24,5 24,0 24,0 24,5 25,0 25,5 24,5 24,5 21,5 24,0 24,5 26,0 24,0 23,5 26,0 24,0 26,5 26,0
Bobot bersih (gram) 3 4 5 26,0 24,5 24,0 25,0 24,5 23,5 24,5 25,5 25,5 24,5 24,5 24,5 24,5 24,0 25,0 24,5 23,5 26,0 25,5 26,5 24,0 24,5 24,5 24,0 23,5 25,0 25,5 25,0 24,0 24,0 24,0 24,0 24,5 25,0 25,5 25,0 24,0 24,0 24,5 25,5 26,0 24,5 24,0 23,5 24,0 24,0 24,5 25,5 24,5 24,5 24,0 24,5 25,0 24,5 25,5 25,0 24,5 24,5 24,5 25,0 25,5 25,5 24,5 24,5 24,0 25,5 24,5 25,0 25,0 25,5 25,5 25,0 24,0 24,5 25,0 25,0 24,5 25,0 24,0 25,0 24,5 24,5 24,5 25,5 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 25,0 26,0 24,0 24,5 25,0 26,0 25,0 26,0 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 24,5 24,0 24,0 27,5 24,0 24,5 24,0 24,5 24,5 24,0 24,5 23,0 25,0 24,5 24,0 25,0 25,5 24,5 25,0 24,0 24,5 25,0 25,0 24,0
6 24,5 25,0 23,5 24,5 25,0 24,0 24,5 24,0 25,5 24,0 25,0 23,5 24,5 26,5 24,5 24,5 25,0 24,5 25,5 24,5 24,5 24,5 25,0 24,5 24,5 24,5 24,0 24,0 24,5 24,5 24,0 24,0 24,5 25,5 25,0 24,5 24,5 24,0 25,0 24,5 24,5 25,0
7 24,0 24,0 25,0 25,0 25,0 25,0 25,0 27,0 24,5 24,0 24,5 23,5 25,0 25,5 25,5 24,0 24,0 25,5 24,5 24,5 24,5 25,5 23,5 25,5 24,0 24,0 24,0 24,5 24,5 26,5 25,0 24,5 25,0 24,5 24,0 24,5 25,0 24,0 24,5 25,0 24,0 24,5
AVG 25,000 24,571 24,786 24,643 24,429 24,571 25,000 25,000 24,857 24,429 24,429 24,643 24,500 25,357 24,286 24,500 24,429 24,857 24,714 24,643 24,714 24,786 24,571 25,143 24,357 24,286 24,357 24,571 24,571 25,143 24,714 24,786 24,500 24,643 24,357 25,000 24,500 23,929 24,714 24,643 24,714 25,143
Ket
Lampiran 3. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 1 (Lanjutan) 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
24,0 24,5 25,0 25,0 25,0 24,5 24,5 24,0 24,5 25,5 24,5 25,0 26,0 25,5 25,0 26,0
25,0 24,0 24,5 25,5 24,5 24,5 25,0 24,0 24,0 25,0 24,5 25,0 25,0 25,5 24,5 25,0
24,0 25,0 24,0 24,0 25,0 25,0 24,5 25,0 24,0 24,0 25,5 25,5 24,0 26,0 25,0 24,5
24,5 24,5 24,5 24,0 25,0 25,0 25,0 26,5 24,5 24,0 25,5 25,0 24,0 26,5 24,5 24,5
24,0 24,5 24,5 23,0 24,5 24,5 25,0 26,5 24,0 24,0 23,5 24,5 24,5 25,0 24,5 24,5
24,5 24,5 25,0 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 24,5 24,5 24,0 24,0 25,0 23,5 24,5 25,0
25,0 24,0 24,5 24,5 24,5 24,0 24,0 24,0 24,5 24,0 24,5 25,0 24,5 23,5 25,0 24,0
24,429 24,429 24,571 24,357 24,714 24,571 24,643 25,000 24,286 24,429 24,571 24,857 24,714 25,071 24,714 24,786
Lampiran 4. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 4 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
1 24,0 24,0 26,0 24,5 26,0 24,0 24,0 26,0 23,0 24,0 25,0 22,5 24,5 25,5 25,5 25,0 24,0 24,0 24,5 24,5 25,0 25,0 24,5 24,5 24,0 24,5 25,0 24,0 24,0 25,0 23,0 25,5 23,5 25,5 24,5 23,5 24,5 24,5 25,5 25,0 25,0 24,5
2 27,0 25,0 25,5 24,0 25,0 24,5 25,0 26,0 24,0 24,5 25,5 24,5 23,5 26,0 25,5 23,5 25,0 24,0 24,0 24,5 25,0 24,5 23,5 25,5 25,5 24,5 25,0 24,0 24,5 24,0 23,5 24,0 25,0 25,0 24,5 24,0 24,0 24,5 24,5 25,0 25,0 24,5
Bobot bersih (gram) 3 4 5 24,0 25,0 24,0 24,5 24,5 24,5 24,5 25,5 27,5 24,5 24,0 24,5 24,5 24,5 24,5 24,5 24,5 23,5 24,5 27,0 24,5 27,5 24,5 26,0 24,5 22,5 24,5 24,0 24,5 24,5 25,0 24,5 26,0 26,0 24,0 24,0 24,5 24,0 24,5 25,0 25,0 24,5 25,0 24,5 24,5 24,5 25,0 24,5 24,0 24,5 24,0 28,0 24,0 25,5 24,0 24,0 25,0 25,0 23,5 24,5 25,0 25,5 24,5 23,5 25,0 24,5 24,5 24,5 24,5 24,0 26,0 25,5 25,0 26,0 24,0 25,5 24,0 25,0 26,5 25,5 26,0 24,0 24,5 25,0 25,0 24,0 25,5 25,5 24,0 26,5 24,5 24,5 23,5 25,0 25,5 24,5 25,0 24,5 24,0 25,5 25,0 23,5 24,5 25,0 24,5 24,0 25,5 24,5 24,5 25,0 25,0 24,5 26,0 24,0 23,5 26,5 24,0 25,0 24,0 25,0 24,5 25,5 24,5 24,5 25,0 25,0
6 24,5 24,5 26,0 24,0 25,5 24,0 24,0 25,5 25,0 24,5 25,5 23,5 24,0 27,0 26,5 24,5 24,0 24,0 26,0 24,5 25,0 24,5 25,0 24,0 24,5 24,0 25,5 25,5 24,0 25,5 24,0 24,0 24,0 25,5 25,0 24,0 24,5 23,0 24,0 25,0 24,5 24,5
7 24,0 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 24,0 25,5 24,0 24,5 25,5 24,5 24,5 25,0 25,5 24,5 23,5 25,0 24,5 23,5 26,5 24,5 24,5 25,0 25,0 24,5 25,0 24,5 24,5 26,0 24,5 24,5 25,0 25,5 25,0 24,0 24,5 24,0 24,0 26,5 24,5 24,0
AVG 24,643 24,500 25,643 24,286 24,929 24,286 24,714 25,857 23,929 24,357 25,286 24,143 24,214 25,429 25,286 24,500 24,143 24,929 24,571 24,286 25,214 24,500 24,429 24,929 24,857 24,571 25,500 24,500 24,500 25,214 23,929 24,714 24,429 25,071 24,714 24,214 24,571 24,357 24,571 25,071 24,786 24,571
Ket
Lampiran 4. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 4 (Lanjutan) 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
25,5 24,5 24,5 24,0 24,0 24,0 26,0 25,5 25,0 24,5 24,5 23,5 24,0 24,5 24,5
24,5 24,5 24,5 25,5 24,5 25,0 26,5 23,5 26,5 25,0 25,0 25,5 25,0 24,5 25,0
25,0 25,5 24,5 25,5 26,0 24,5 25,5 25,5 25,5 24,5 24,0 24,0 25,0 24,0 24,5
24,5 24,0 24,0 25,5 25,0 25,0 25,0 24,5 25,0 24,5 26,5 24,5 25,0 24,5 24,5
24,5 27,0 25,0 23,5 24,5 24,5 26,0 25,0 23,5 26,5 24,5 25,0 25,5 24,5 24,5
24,0 24,5 25,0 24,0 24,0 25,0 24,0 22,5 24,5 25,5 25,5 24,5 24,0 25,0 25,5
25,5 24,0 24,0 26,0 24,5 24,5 26,0 23,5 24,0 24,0 25,5 24,5 25,5 24,0 22,5
24,786 24,857 24,500 24,857 24,643 24,643 25,571 24,286 24,857 24,929 25,071 24,500 24,857 24,429 24,429
Lampiran 5. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 5 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
1 24,5 25,0 23,5 24,5 26,0 25,0 23,5 24,5 24,5 24,5 24,0 25,0 25,5 24,0 23,0 24,0 25,0 24,0 23,5 24,5 25,5 25,0 24,5 24,0 24,5 23,5 24,0 24,0 26,0 25,0 24,0 24,5 24,5 24,5 23,5 24,5 24,5 25,0 24,5 22,0 25,5 24,5
2 24,5 25,0 25,0 25,0 24,5 24,5 25,0 25,5 25,0 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 25,0 24,0 25,5 24,5 24,5 25,5 23,5 24,0 24,0 24,5 23,5 25,5 24,0 24,5 26,0 25,0 24,5 25,5 24,5 24,5 24,5 24,5 24,0 24,5 25,0 23,0 24,5 24,5
Bobot bersih (gram) 3 4 5 24,5 25,0 24,5 24,5 25,0 25,0 24,5 25,0 24,0 25,5 24,0 25,5 25,0 23,5 24,5 24,5 24,0 24,0 25,0 25,0 25,5 23,5 24,5 24,0 24,5 27,0 24,5 25,0 25,5 25,5 24,0 25,0 24,5 25,5 24,0 23,5 25,0 25,0 24,5 26,0 25,5 26,0 24,5 24,5 25,5 25,5 24,5 24,5 26,0 26,0 24,0 24,5 24,0 24,5 27,0 24,5 24,0 25,5 24,5 26,0 22,5 24,0 25,5 24,0 24,5 25,5 24,5 24,0 24,5 23,5 24,0 24,5 25,0 24,5 24,5 26,0 23,5 25,0 24,0 25,0 25,5 24,0 24,5 25,0 23,5 26,0 25,0 24,5 24,5 24,5 24,5 25,0 24,0 25,0 25,5 24,5 25,5 25,5 24,0 25,0 23,0 24,5 25,0 26,5 25,5 25,0 24,5 24,5 24,5 24,5 24,5 26,5 24,5 25,0 26,0 25,5 25,0 24,5 26,0 26,5 25,0 24,0 24,5 24,5 24,0 25,0
6 24,5 25,5 25,0 26,5 24,5 24,0 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5 24,5 24,5 25,5 23,5 24,5 26,0 23,5 24,0 23,0 24,5 23,5 25,5 26,5 21,0 27,5 22,5 24,5 26,0 24,0 24,5 25,5 25,0 24,5 24,5 24,0 24,5 24,0 25,0 24,5 26,0 26,5
7 24,0 25,5 24,5 25,5 24,5 24,5 24,0 25,0 24,5 26,5 23,5 24,0 24,5 25,0 24,5 24,0 24,5 24,5 24,0 24,0 24,0 24,0 25,5 24,5 24,5 25,5 24,5 24,0 23,5 24,5 24,0 25,0 26,0 24,0 25,5 24,0 23,5 26,5 26,0 24,0 25,0 24,5
AVG 24,500 25,071 24,500 25,214 24,643 24,357 24,500 24,429 24,929 25,214 24,429 24,429 24,786 25,286 24,357 24,429 25,286 24,214 24,500 24,714 24,214 24,357 24,643 24,500 23,929 25,214 24,214 24,357 25,143 24,571 24,357 25,071 25,000 24,286 25,000 24,429 24,286 25,143 25,286 24,357 24,929 24,786
Ket
Lampiran 5. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 5 (Lanjutan) 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
24,5 24,5 25,5 24,5 23,5 25,5 24,0 24,5 25,0 25,5 24,5 25,5 25,5
24,5 24,5 26,0 24,0 24,5 25,5 25,0 25,0 23,5 24,0 24,5 24,5 23,0
23,5 25,5 25,0 24,5 25,0 24,5 26,0 24,5 25,0 26,5 28,0 24,0 22,0
25,0 25,0 26,0 24,0 26,0 25,0 24,5 25,0 25,0 26,0 24,0 24,5 23,5
24,5 25,0 23,0 24,5 24,5 27,0 24,5 24,0 25,5 24,5 24,5 25,0 23,0
24,5 25,0 24,5 24,0 25,5 24,5 25,5 24,5 24,0 24,0 24,5 26,0 25,5
25,0 26,0 24,5 23,5 25,0 25,5 26,5 23,5 25,0 24,5 24,5 25,0 25,0
24,500 25,071 24,929 24,143 24,857 25,357 25,143 24,429 24,714 25,000 24,929 24,929 23,929
Lampiran 6. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 1 Shift 1 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
25,0
25,0
24,5
25,0
25,0
25,5
25,5
25,071
2
24,5
25,0
25,5
24,0
25,5
26,5
25,5
25,214
3
23,5
25,0
25,0
25,0
25,5
23,5
24,0
24,500
4
24,5
24,5
25,0
25,5
25,5
25,0
26,5
25,214
5
25,5
24,5
25,0
25,0
24,5
24,5
24,5
24,786
6
24,0
24,0
25,5
24,5
24,5
24,5
24,0
24,429
7
23,5
24,5
27,0
24,5
24,0
24,0
24,0
24,500
8
25,0
24,0
24,0
24,5
25,5
23,5
24,0
24,357
9
24,5
23,5
25,0
24,5
24,5
21,0
24,5
23,929
10
24,0
24,5
24,0
24,5
25,0
24,5
24,0
24,357
11
24,0
24,5
24,5
25,0
24,0
24,5
24,0
24,357
12
24,5
24,5
25,0
23,0
24,5
24,5
24,0
24,286
13
24,5
24,0
24,5
24,5
24,5
24,5
23,5
24,286
14
22,0
23,0
24,5
26,0
26,5
24,5
24,0
24,357
15
24,5
24,5
23,5
25,0
24,5
24,5
25,0
24,500
16
24,5
24,0
24,5
24,0
24,5
24,0
23,5
24,143
17
24,0
25,0
26,0
24,5
24,5
25,5
26,5
25,143
18
25,5
24,0
26,5
26,0
24,5
24,0
24,5
25,000
19
25,5
23,0
22,0
23,5
23,0
25,5
25,0
23,929
Ket
Lampiran 7. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 1 Shift 2 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
25,0
25,0
25,0
24,5
23,5
25,0
24,0
24,571
2
23,5
24,0
24,5
24,0
25,0
25,0
25,0
24,429
3
25,0
26,0
24,5
24,5
24,0
24,0
27,0
25,000
4
24,5
24,5
24,0
24,0
24,5
25,0
24,5
24,429
5
24,5
25,0
24,0
24,0
24,5
24,5
25,0
24,500
6
25,0
24,0
24,0
24,5
25,5
24,5
24,0
24,500
7
23,5
24,5
25,5
25,0
24,5
25,5
24,5
24,714
8
24,5
25,0
24,5
24,0
25,5
24,5
25,5
24,786
9
24,0
24,5
24,0
24,5
25,0
24,5
24,0
24,357
10
24,5
24,5
24,5
24,5
25,5
24,0
24,5
24,571
11
25,0
24,5
26,0
24,0
24,5
24,0
25,0
24,714
12
24,5
24,0
24,5
24,5
25,0
25,5
24,5
24,643
13
25,0
24,0
24,0
24,5
24,5
24,5
25,0
24,500
14
24,0
24,0
25,0
25,5
24,5
24,5
25,0
24,643
15
24,0
25,0
24,0
24,5
24,0
24,5
25,0
24,429
16
25,0
25,5
24,0
24,0
23,0
24,5
24,5
24,357
17
24,5
25,0
24,5
25,0
25,0
24,5
24,0
24,643
18
25,5
25,0
24,0
24,0
24,0
24,5
24,0
24,429
19
26,0
25,0
24,0
24,0
24,5
25,0
24,5
24,714
20
26,0
25,0
24,5
24,5
24,5
25,0
24,0
24,786
Ket
Lampiran 8. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 1 Shift 3 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
25,0
24,5
24,5
25,5
25,5
23,5
25,0
24,786
2
24,5
24,5
24,5
23,5
26,0
24,0
25,0
24,571
3
25,5
24,5
23,5
25,0
25,5
25,5
24,5
24,857
4
24,5
25,5
25,0
25,5
25,0
23,5
23,5
24,643
5
24,5
25,0
25,5
26,0
24,5
26,5
25,5
25,357
6
24,5
24,5
24,5
24,5
24,0
25,0
24,0
24,429
7
24,5
25,0
24,5
24,5
25,0
24,5
24,5
24,643
8
24,5
24,5
24,5
25,0
25,0
25,0
23,5
24,571
9
23,0
24,0
25,0
24,5
25,0
24,5
24,0
24,286
10
24,5
25,0
24,5
24,5
24,5
24,5
24,5
24,571
11
24,5
24,5
25,0
26,0
25,0
24,0
24,5
24,786
12
24,5
24,5
24,5
24,0
24,0
25,0
24,0
24,357
13
24,5
23,5
24,0
24,5
23,0
24,0
24,0
23,929
14
24,5
26,5
25,0
24,0
24,5
24,5
24,0
24,714
15
24,5
24,0
25,0
24,5
24,5
24,5
24,0
24,429
16
25,0
24,5
25,0
25,0
24,5
24,5
24,5
24,714
17
24,0
24,0
25,0
26,5
26,5
25,0
24,0
25,000
18
24,5
24,5
25,5
25,5
23,5
24,0
24,5
24,571
19
25,5
25,5
26,0
26,5
25,0
23,5
23,5
25,071
Ket
Lampiran 9. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 4 Shift 1 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
24,0
27,0
24,0
25,0
24,0
24,5
24,0
24,643
2
24,0
24,5
24,5
24,5
23,5
24,0
25,0
24,286
3
23,0
24,0
24,5
22,5
24,5
25,0
24,0
23,929
4
22,5
24,5
26,0
24,0
24,0
23,5
24,5
24,143
5
25,5
25,5
25,0
24,5
24,5
26,5
25,5
25,286
6
24,0
24,0
28,0
24,0
25,5
24,0
25,0
24,929
7
25,0
25,0
25,0
25,5
24,5
25,0
26,5
25,214
8
24,5
25,5
24,0
26,0
25,5
24,0
25,0
24,929
9
25,0
25,0
26,5
25,5
26,0
25,5
25,0
25,500
10
25,0
24,0
25,5
24,0
26,5
25,5
26,0
25,214
11
23,5
25,0
25,0
24,5
24,0
24,0
25,0
24,429
12
23,5
24,0
24,0
25,5
24,5
24,0
24,0
24,214
13
25,5
24,5
23,5
26,5
24,0
24,0
24,0
24,571
14
24,5
24,5
24,5
25,0
25,0
24,5
24,0
24,571
15
24,5
24,5
24,5
24,0
25,0
25,0
24,0
24,500
16
24,0
25,0
24,5
25,0
24,5
25,0
24,5
24,643
17
25,0
26,5
25,5
25,0
23,5
24,5
24,0
24,857
18
23,5
25,5
24,0
24,5
25,0
24,5
24,5
24,500
Ket
Lampiran 10. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 4 Shift 2 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
24,0
25,0
24,5
24,5
24,5
24,5
24,5
24,500
2
24,5
24,0
24,5
24,0
24,5
24,0
24,5
24,286
3
24,0
25,0
24,5
27,0
24,5
24,0
24,0
24,714
4
24,0
24,5
24,0
24,5
24,5
24,5
24,5
24,357
5
24,5
23,5
24,5
24,0
24,5
24,0
24,5
24,214
6
25,0
23,5
24,5
25,0
24,5
24,5
24,5
24,500
7
24,5
24,0
24,0
24,0
25,0
26,0
24,5
24,571
8
25,0
24,5
23,5
25,0
24,5
24,5
24,5
24,500
9
24,0
25,5
25,0
26,0
24,0
24,5
25,0
24,857
10
24,0
24,0
24,0
24,5
25,0
25,5
24,5
24,500
11
23,0
23,5
24,5
24,5
23,5
24,0
24,5
23,929
12
25,5
25,0
25,5
25,0
23,5
25,5
25,5
25,071
13
24,5
24,0
24,5
25,0
25,0
24,5
24,5
24,571
14
25,0
25,0
25,0
24,0
25,0
25,0
26,5
25,071
15
25,5
24,5
25,0
24,5
24,5
24,0
25,5
24,786
16
24,0
25,5
25,5
25,5
23,5
24,0
26,0
24,857
17
26,0
26,5
25,5
25,0
26,0
24,0
26,0
25,571
18
24,5
25,0
24,5
24,5
26,5
25,5
24,0
24,929
19
24,0
25,0
25,0
25,0
25,5
24,0
25,5
24,857
20
24,5
24,5
24,0
24,5
24,5
25,0
24,0
24,429
Ket
Lampiran 11. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 4 Shift 3 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
26,0
25,5
24,5
25,5
27,5
26,0
24,5
25,643
2
26,0
25,0
24,5
24,5
24,5
25,5
24,5
24,929
3
26,0
26,0
27,5
24,5
26,0
25,5
25,5
25,857
4
25,0
25,5
25,0
24,5
26,0
25,5
25,5
25,286
5
25,5
26,0
25,0
25,0
24,5
27,0
25,0
25,429
6
24,0
25,0
24,0
24,5
24,0
24,0
23,5
24,143
7
24,5
24,5
25,0
23,5
24,5
24,5
23,5
24,286
8
24,5
23,5
24,5
24,5
24,5
25,0
24,5
24,429
9
24,5
24,5
25,5
24,0
25,0
24,0
24,5
24,571
10
24,0
24,5
25,0
24,0
25,5
24,0
24,5
24,500
11
25,5
24,0
25,0
25,5
24,5
24,0
24,5
24,714
12
24,5
24,5
24,5
25,0
24,5
25,0
25,0
24,714
13
24,5
24,5
24,5
26,0
24,0
23,0
24,0
24,357
14
25,0
25,0
24,5
25,5
24,5
24,5
24,5
24,786
15
24,5
24,5
25,5
24,0
27,0
24,5
24,0
24,857
16
24,0
24,5
26,0
25,0
24,5
24,0
24,5
24,643
17
25,5
23,5
25,5
24,5
25,0
22,5
23,5
24,286
18
24,5
25,0
24,0
26,5
24,5
25,5
25,5
25,071
19
24,5
25,0
24,5
24,5
24,5
25,5
22,5
24,429
Ket
Lampiran 12. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 5 Shift 1 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
26,0
24,5
25,0
23,5
24,5
24,5
24,5
24,643
2
24,5
25,5
23,5
24,5
24,0
24,0
25,0
24,429
3
24,0
24,5
24,0
25,0
24,5
25,5
23,5
24,429
4
24,0
25,0
26,0
25,5
26,0
25,5
25,0
25,286
5
25,0
25,5
26,0
26,0
24,0
26,0
24,5
25,286
6
24,5
25,5
25,5
24,5
26,0
23,0
24,0
24,714
7
24,5
24,0
24,5
24,0
24,5
25,5
25,5
24,643
8
23,5
25,5
26,0
23,5
25,0
27,5
25,5
25,214
9
26,0
26,0
23,5
26,0
25,0
26,0
23,5
25,143
10
24,5
25,5
25,0
25,5
24,5
25,5
25,0
25,071
11
23,5
24,5
25,0
26,5
25,5
24,5
25,5
25,000
12
25,0
24,5
26,5
24,5
25,0
24,0
26,5
25,143
13
25,5
24,5
25,0
24,0
24,5
26,0
25,0
24,929
14
24,5
24,5
25,5
25,0
25,0
25,0
26,0
25,071
15
23,5
24,5
25,0
26,0
24,5
25,5
25,0
24,857
16
24,5
25,0
24,5
25,0
24,0
24,5
23,5
24,429
17
24,5
24,5
28,0
24,0
24,5
24,5
24,5
24,929
Ket
Lampiran 13. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 5 Shift 2 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
24,5
24,5
24,5
25,0
24,5
24,5
24,0
24,500
2
23,5
25,0
24,5
25,0
24,0
25,0
24,5
24,500
3
25,0
24,5
24,5
24,0
24,0
24,0
24,5
24,357
4
24,5
25,0
24,5
27,0
24,5
24,5
24,5
24,929
5
25,0
24,5
25,5
24,0
23,5
24,5
24,0
24,429
6
23,0
25,0
24,5
24,5
25,5
23,5
24,5
24,357
7
24,0
24,5
24,5
24,0
24,5
23,5
24,5
24,214
8
25,5
23,5
22,5
24,0
25,5
24,5
24,0
24,214
9
24,0
24,5
23,5
24,0
24,5
26,5
24,5
24,500
10
24,0
24,0
24,0
25,0
25,5
22,5
24,5
24,214
11
25,0
25,0
24,5
24,5
24,5
24,0
24,5
24,571
12
24,5
24,5
25,5
25,5
24,0
25,0
26,0
25,000
13
24,5
24,5
25,0
24,5
24,5
24,0
24,0
24,429
14
24,5
25,0
26,0
25,5
25,0
25,0
26,0
25,286
15
24,5
24,5
24,5
24,0
25,0
26,5
24,5
24,786
16
25,5
26,0
25,0
26,0
23,0
24,5
24,5
24,929
17
25,5
25,5
24,5
25,0
27,0
24,5
25,5
25,357
18
25,0
23,5
25,0
25,0
25,5
24,0
25,0
24,714
19
25,5
24,5
24,0
24,5
25,0
26,0
25,0
24,929
Ket
Lampiran 14. Data pengecekan bobot bersih keripik kentang “ LEO” 25 g Mesin 5 Shift 3 No
Bobot bersih (gram)
AVG
1
2
3
4
5
6
7
1
25,0
25,0
24,5
25,0
25,0
25,5
25,5
25,071
2
24,5
25,0
25,5
24,0
25,5
26,5
25,5
25,214
3
23,5
25,0
25,0
25,0
25,5
23,5
24,0
24,500
4
24,5
24,5
25,0
25,5
25,5
25,0
26,5
25,214
5
25,5
24,5
25,0
25,0
24,5
24,5
24,5
24,786
6
24,0
24,0
25,5
24,5
24,5
24,5
24,0
24,429
7
23,5
24,5
27,0
24,5
24,0
24,0
24,0
24,500
8
25,0
24,0
24,0
24,5
25,5
23,5
24,0
24,357
9
24,5
23,5
25,0
24,5
24,5
21,0
24,5
23,929
10
24,0
24,5
24,0
24,5
25,0
24,5
24,0
24,357
11
24,0
24,5
24,5
25,0
24,0
24,5
24,0
24,357
12
24,5
24,5
25,0
23,0
24,5
24,5
24,0
24,286
13
24,5
24,0
24,5
24,5
24,5
24,5
23,5
24,286
14
22,0
23,0
24,5
26,0
26,5
24,5
24,0
24,357
15
24,5
24,5
23,5
25,0
24,5
24,5
25,0
24,500
16
24,5
24,0
24,5
24,0
24,5
24,0
23,5
24,143
17
24,0
25,0
26,0
24,5
24,5
25,5
26,5
25,143
18
25,5
24,0
26,5
26,0
24,5
24,0
24,5
25,000
19
25,5
23,0
22,0
23,5
23,0
25,5
25,0
23,929
Ket