APLIKASI PEPTON BERBAHAN BAKU IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK SEBAGAI KOMPONEN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KHAMIR
ESKA RIZKY WIJI ASTUTI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aplikasi Pepton Berbahan Baku Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri dan Khamir” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014 Eska Rizky Wiji Astuti NIM C34090070
iv
v
ABSTRAK ESKA RIZKY WIJI ASTUTI. Aplikasi Pepton Berbahan Baku Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri dan Khamir. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan ELLA SALAMAH. Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) dalam kondisi busuk memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pepton. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi pepton ikan HTS dalam kondisi busuk dan mengaplikasikannya sebagai komponen media pertumbuhan bakteri dan khamir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein pepton dari ikan HTS busuk sebesar 77,93%. Kurva pertumbuhan masing-masing bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan khamir Saccharomyces cerevisiae memiliki kurva yang sama berdasarkan analisis OD maupun TPC. Nilai µ maks E.coli pada media dengan pepton dari ikan HTS busuk 0,062 per jam, sedangkan kontrol 0,071 per jam dan pepton komersial 0,072 per jam. Nilai µ maks S.aureus pada media dengan pepton dari ikan HTS busuk 0,047 per jam, sedangkan kontrol 0,042 per jam dan pepton komersial 0,039 per jam. Khamir S. cerevisiae memiliki nilai µ maks 0,167 per jam pada media dengan pepton dari ikan HTS busuk, sedangkan kontrol 0,160 per jam dan pepton komersial 0,166 per jam. Kata kunci: ikan hasil tangkap sampingan (HTS), media pertumbuhan, pepton
ABSTRACT ESKA RIZKY WIJI ASTUTI. Application of Peptone Made from Spoiled ByCatch Fish as Component of Bacteria and Yeast Medium Growth. Supervised by TATI NURHAYATI and ELLA SALAMAH. Fish of by-catch has a high protein content, which is potential to be used as peptone. This research aimed to produce peptone from spoiled by-catch fish and applicate it as component of bacteria and yeast growth media. Peptone from bycatch fish has protein content of 77,93%. Growth of bacteria Escherichia coli, Staphylococcus aureus and yeast Saccharomyces cereviciae analyzes by OD and TPC. Growth rate of E.coli in media with peptone from by-catch fish is 0.062 per hour, meanwhile control is 0.071 per hour and commercial peptone is 0.072 per hour. Growth rate of S.aureus in media with peptone from by-catch fish is 0.047 per hour, meanwhile control is 0.042 per hour and commercial peptone is 0.039 per hour. Growth rate of yeast S. cerevisiae in media with peptone from by-catch fish is 0.167 per hour, meanwhile control is 0.160 per hour and commercial peptone is 0.166 per hour. Key words: fish peptone, fishery by-product, growth media
vi
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
ix
APLIKASI PEPTON BERBAHAN BAKU IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK SEBAGAI KOMPONEN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KHAMIR
ESKA RIZKY WIJI ASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
x
xi
Judul Skripsi : Aplikasi Pepton Berbahan Baku Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri dan Khamir Nama : Eska Rizky Wiji Astuti NIM : C34090070 Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Tati Nurhayati, SPi MSi Pembimbing I
Dra Ella Salamah, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Tanggal Lulus:
xii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berdasarkan penelitian yang berlangsung pada bulan April hingga September 2013 dengan judul ”Analisis Pertumbuhan Bakteri dan Khamir dengan Penambahan Pepton Berbahan Baku Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk”. Penyusunan skripsi dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini : 1. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi dan Dra Ella Salamah, MSi selaku komisi pembimbing yang telah memberi bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 2. Dr Desniar, SPi MSi selaku dosen penguji yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi. 3. Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4. Keluarga terutama Ibu Rosini dan Bapak Mujiono, serta Kabul Wibowo dan Bekti Margi Utami atas doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis. 5. Muhammad Fachrirozi, Kak Made Suhandana, Mbak Ari, Mas Edi, dan Annisa Saskia atas motivasi, waktu dan bantuan yang memudahkan penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Teman-teman TPB A03-A04 dan THP 46 atas kebersamaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2014 Eska Rizky Wiji Astuti
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 1 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 2 METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2 Bahan ................................................................................................................... 2 Alat ...................................................................................................................... 2 Prosedur Penelitian .............................................................................................. 3 Preparasi sampel .................................................................................................. 3 Proses hidrolisis protein (Fitra 2013) .................................................................. 4 Analisis proksimat pepton (AOAC 2005) ........................................................... 4 Analisis mikrobiologi .......................................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 5 Karakteristik Bahan Baku dan Pepton Ikan HTS ................................................ 5 Kadar air .................................................................................................................. 7 Kadar abu ................................................................................................................ 7 Kadar protein .......................................................................................................... 7 Kadar lemak ............................................................................................................ 8 Nilai total volatile base (TVB)............................................................................. 8 Aplikasi Pepton Ikan ........................................................................................... 8 Aplikasi Pepton Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri E. coli ........................................................................................................... 10 Aplikasi Pepton Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri S. aureus ...................................................................................................... 12 Aplikasi Pepton Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Khamir S.cerevisiae .................................................................................................. 14 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 16 Kesimpulan ........................................................................................................ 16 Saran .................................................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 20
xiv
DAFTAR TABEL 1 2 3
Komposisi kimia bahan baku dan pepton ikan HTS ........................................ 6 Karakteristik pepton ikan HTS dengan pepton komersial ................................ 9 Kandungan asam amino pada pepton ikan HTS dan pepton komersial ........... 9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Diagram alir prosedur penelitian ...................................................................... 3 Bahan baku (a) dan produk (b) pepton HTS busuk .......................................... 6 Pertumbuhan bakteri Escherichia coli berdasarkan uji OD ........................... 11 Pertumbuhan bakteri Escherichia coli berdasarkan uji TPC.......................... 11 µmaks bakteri Escherichia coli. ..................................................................... 11 Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus berdasarkan uji OD ................ 12 Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus berdasarkan uji TPC ............... 13 µmaks bakteri Staphylococcus aureus ........................................................... 13 Pertumbuhan khamir Saccharomyces cerevisiae berdasarkan uji OD ........... 15 Pertumbuhan khamir Saccharomyces cerevisiae berdasarkan uji TPC ......... 15 µmaks khamir Saccharomyces cerevisiae ...................................................... 15
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kekayaan sumberdaya laut Indonesia sangat melimpah. Namun, pemanfaatan hasil tangkapan laut belum optimal dan banyak yang dibiarkan membusuk, terutama ikan hasil tangkap sampingan. Purbayanto et al. (2004) mengemukakan bahwa potensi ikan tangkap sampingan di perairan Arafura mencapai 332.186 ton per tahun. Pemanfaatan ikan hasil tangkap sampingan umumnya memiliki nilai jual yang rendah. Contoh produk berbahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang sudah ada diantaranya tepung ikan, minyak ikan, dan sebagainya. Martone et al. (2005) menyatakan lebih dari 50% hasil tangkapan ikan belum dimanfaatkan dengan baik, bahkan dibuang. Pembuatan hidrolisat protein dilakukan dengan pemanfaatan bahan baku yang kaya protein, salah satunya ikan. Mohamad (2012) menyatakan ikan hasil tangkapan sampingan multispesies memiliki kadar protein yang tinggi sebesar 17,52%. Hasil hidrolisat protein yang kini tengah dikembangkan adalah pepton. Dufossé et al. (2001) menyatakan pepton adalah produk turunan atau derivat dari hidrolisat protein yang larut dalam air dan tidak mengalami proses koagulasi pada air panas. Kebutuhan pepton dalam bidang bioteknologi sangat tinggi. Impor pepton di Indonesia pada periode Januari-Oktober 2013 mencapai 4.322.206 kg dengan nilai 17.888.159 US $ (BPS 2013). Pemanfaatan ikan hasil tangkap sampingan dalam kondisi busuk sebagai bahan baku pepton ikan diharapkan dapat meningkatkan nilai jual sekaligus mengurangi impor pepton di Indonesia. Hasil penelitian Fitra(2013) menunjukkan adanya kandungan asam amino yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme pada pepton dari ikan hasil tangkap sampingan busuk. Informasi mengenai aplikasi pepton dari ikan hasil tangkap sampingan busuk sebagai komponen media pertumbuhan bakteri dan khamir belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut.
Perumusan Masalah Ikan hasil tangkap sampingan umumnya tidak dimanfaatkan secara optimal dan banyak dibuang. Pembuatan pepton ikan dapat dilakukan dengan pemanfaatan protein ikan hasil tangkap sampingan pada kondisi busuk. Pemanfaatan tersebut diharapkan selain dapat meningkatkan nilai jual juga dapat mengurangi ketergantungan impor pepton di Indonesia. Kebutuhan pepton dalam bidang bioteknologi sangat tinggi. Informasi mengenai aplikasi pepton ikan hasil tangkap sampingan pada kondisi busuk terhadap pertumbuhan bakteri dan khamir diperlukan agar pemanfaatan di bidang tersebut lebih optimal.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memproduksi pepton ikan hasil tangkap sampingan pada kondisi busuk dan mengaplikasikan sebagai komponen media pertumbuhan bakteri dan khamir dengan pepton komersial sebagai pembanding.
2
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberi informasi kurva pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus serta khamir Saccharomyces cerevisiae dengan pemanfaatan pepton ikan hasil tangkap sampingan busuk sebagai komponen medianya.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ikan hasil tangkap sampingan meliputi ikan tongkol, kembung, layang, tembang, cucut, selar, pari dan layur, serta kurva pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, dan khamir S. cerevisiae.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2013. Preparasi bahan baku dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Proses hidrolisis dilakukan di Laboratorium Biokimia Umum, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Analisis mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan hasil tangkap sampingan multispesies dari pukat udang (ikan tongkol, kembung, layang, tembang, cucut, selar, pari dan layur) diperoleh di Muara Baru, Jakarta. Bahan yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat protein ialah enzim papain produksi Merck dan akuades. Bahan analisis mikrobiologi mencakup bakteri E. coli, bakteri S. aureus, khamir S. cerevisiae, akuades, Nutrient Agar (NA), NaCl, yeast extract, Buffer Phosphate Water (BPW), Plate Count Agar (PCA), Yeast Peptone Dextrose (YPD), Potato Dextrose Agar (PDA), asam tartarat, dan pepton komersial produksi Oxoid sebagai pembanding.
Alat Alat yang digunakan untuk preparasi bahan baku adalah timbangan, pisau, dan wadah. Pembuatan pepton dilakukan dengan menggunakan gelas Erlenmeyer, waterbath shaker (Certomat WR), oven (Memmert), alumunium foil dan freeze drier. Analisis mikrobiologi dilakukan dengan menggunakan gelas Erlenmeyer,
3
cawan petri, autoklaf, Spektrofotometer UV 1800 (Shimadzu), rotary shaker (Innova) dan inkubator (Yamato).
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian diawali dengan preparasi bahan baku yaitu ikan hasil tangkap sampingan dalam kondisi busuk sebelum dihidrolisis menggunakan enzim papain. Cairan hidrolisat diambil lalu dikeringkan dengan freeze dryer menjadi bubuk pepton. Pepton ikan selanjutnyadianalisis sebagai komponen dalam media tumbuh bakteri dan kapang. Prosedur kerja penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Ikan HTS busuk
Preparasi Proses hidrolisis menggunakan enzim papain 0,3% pada suhu 60ºC selama 5 jam
Inaktivasi enzim pada suhu 85°C selama 15 menit
Pengambilan cairan
Pengeringan dengan freeze dryer
Bubuk pepton
Analisis proksimat
Analisis Mikrobiologi
Bakteri E. coli Bakteri S. aureus Khamir S. cerevisiae
Pengukuran OD
Perhitungan TPC
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian Preparasi Sampel Sampel ikan hasil tangkap sampingan multispesies yang diperoleh diukur bobotnya lalu dimasukkan dalam wadah dan didiamkan pada suhu ruang hingga membusuk. Penentuan kebusukan dilakukan dengan uji total volatile base (TVB)
4
berdasarkan AOAC (2005). Ikan multispesies yang sudah busuk lalu dicacah dan dicampur hingga homogen. Proses Hidrolisis Protein (Fitra 2013) Hidrolisat protein dibuat dengan campuran ikan multispesies yang sudah dicacah lalu dihomogenisasi menggunakan akuades dengan perbandingan 2:1 (2 bagian akuades dengan 1 bagian campuran ikan). Nilai pH pada awal hidrolisis harus netral, yaitu 6-8. Campuran ikan dan air dimasukkan dalam wadah kemudian ditambah enzim papain dengan konsentrasi 0,3% dan dihidrolisis pada suhu 60ºC menggunakan waterbath shaker selama 5 jam. Proses hidrolisis dilanjutkan dengan inaktivasi enzim pada suhu 85ºC selama 15 menit. Larutan sampel disaring dengan kertas saring dan diendapkan selama 12 jam pada suhu 2-4ºC. Penyaringan tersebut dilakukan untuk memisahkan padatan, cairan dan lemak. Cairan diambil untuk dilakukan uji nitrogen terlarut agar diketahui kondisi optimumnya. Pembuatan pepton dilakukan dengan pengambilan cairan dari proses hidrolisis berdasarkan kondisi optimum tersebut. Cairan tersebut kemudian dikeringkan dengan freeze dryer menjadi bubuk pepton. Analisis Proksimat Pepton (AOAC 2005) Analisis proksimat pepton berbahan baku ikan HTS dalam kondisi busuk dilakukan sebelum diaplikasikan sebagai komponen media pertumbuhan bakteri dan khamir. Analisis yang dilakukan meliputi rendemen, kadar air (AOAC 2005), kadar abu (AOAC 2005), kadar protein (AOAC 2005), kadar lemak (AOAC 2005) dan kadar karbohidrat by difference. Analisis Mikrobiologi Analisis mikrobiologi dilakukan dengan membandingkan kemampuan tumbuh mikroba di media menggunakan sumber nitrogen pepton ikan hasil tangkap sampingan busuk dan pepton komersial sebagai pembanding. Analisis dilakukan dengan uji optical density (OD) dan uji total plate count (TPC). Mikroba yang digunakan yaitu bakteri E. coli, S. aureus, dan khamir S. cerevisiae. a)
Pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus Kultur bakteri pada NA miring diambil sebanyak 2 ose lalu dipindahkan ke media cair LB. Inokulum dalam media LB diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC atau setelah pertumbuhan bakteri mencapai 0,8 dengan pengukuran OD. Inokulum dari media LB dipindahkan sebanyak 1% ke masing-masing media pertumbuhan. Komposisi media pertumbuhan yang digunakan berdasarkan Martone et al. (2005) dan Sezonov et al. (2007) terdiri dari 1% (b/v) NaCl, 0,5% (b/v) yeast extract dan 1% (b/v) pepton yang dilarutkan hingga 1 L dengan akuades. Media pertumbuhan bakteri mencakup larutan dengan perlakuan penambahan pepton ikan HTS dalam kondisi busuk, sedangkan media dengan penambahan pepton komersial digunakan sebagai pembanding. Kultur yang telah ditumbuhkan pada media pertumbuhan kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC dalam inkubator selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setiap 2 jam sekali untuk analisis OD dan TPC. Analisis OD dilakukan dengan pengambilan 3-4 mL kultur lalu diamati menggunakan spektrofotometer pada
5
panjang gelombang 650 nm. Analisis TPC dilakukan dengan pengambilan 1 mL kultur bakteri untuk diencerkan dalam BPW hingga batas tertentu. Sebanyak 1 mL kultur dari BPW dipindahkan dalam cawan petri lalu ditambahkan 15-20 mL PCA. Cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Penghitungan jumlah sel bakteri dilakukan dengan metode TPC. b)
Pertumbuhan khamir S. cerevisiae Kultur bakteri pada NA miring diambil sebanyak 2 ose lalu dipindahkan ke media cair YPD. Inokulum dalam media YPD diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang atau setelah pertumbuhan khamir mencapai 0,5 dengan pengukuran OD. Selanjutnya, inokulum dipindahkan sebanyak 1% ke masing-masing media pertumbuhan. Komposisi media pertumbuhan yang digunakan terdiri dari 2% (b/v) dextrose, 1% (b/v) yeast extract dan 2% (b/v) pepton yang dilarutkan hingga 1 L dengan akuades (Hjortmo et al. 2008). Media pertumbuhan bakteri mencakup larutan dengan perlakuan penambahan pepton ikan HTS dalam kondisi busuk, sedangkan media dengan penambahan pepton komersial digunakan sebagai pembanding. Kultur yang telah ditumbuhkan pada media pertumbuhan kemudian diinkubasi pada suhu ruang dalam rotary shaker 800 rpm selama 48 jam. Pengamatan dilakukan setiap 2 jam sekali untuk analisis OD dan TPC. Analisis OD dilakukan dengan pengambilan 3-4 mL kultur lalu diamati menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 650 nm. Analisis TPC dilakukan dengan pengambilan 1 mL kultur khamir untuk diencerkan dalam BPW hingga batas tertentu. Sebanyak 1 mL kultur dari BPW dipindahkan dalam cawan petri lalu ditambahkan 15-20 mL PDA yang sebelumnya telah ditambahkan asam tartarat 85%. Cawan petri diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 30ºC. Penghitungan jumlah sel khamir dilakukan dengan metode TPC. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme berdasarkan perhitungan TPC. Data hasil perhitungan TPC diolah ke dalam bentuk logaritma menggunakan Microsoft Excel 2007. Bentuk logaritma selanjutnya diubah menjadi kurva pertumbuhan dan grafik laju pertumbuhan spesifik (µ maks) tiap mikroorganisme.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku dan Pepton Pepton adalah suatu produk turunan atau derivat dari hidrolisat protein yang larut dalam air dan tidak mengalami proses koagulasi pada air panas (Dufossé et al. 2001). Proses hidrolisis protein menjadi pepton dilakukan dengan penambahan enzim papain. Presentase jumlah produk hidrolisat yang dihasilkan terhadap berat bahan baku sebelum dihidrolisis disebut rendemen (Shahidi dan Botta 1994). Nilai rendemen pepton ikan HTS busuk yang diperoleh sebesar
6
6,67%. Pepton yang telah dilakukan penyaringan setelah proses hidrolisis kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer. Bentuk akhir pepton ikan HTS dalam kondisi busuk berupa serbuk dan memiliki warna kuning kecokelatan. Bahan baku dan produk pepton ikan HTS busuk disajikan pada Gambar 2.
(a) (b) Gambar 2 Bahan baku (a) dan produk (b) pepton HTS busuk Tabel 1 Komposisi kimia bahan baku dan pepton ikan HTS
Parameter Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak
Bahan baku*) (%)
Pepton HTS segar*) (%)
Bahan baku Pepton HTS busuk busuk (%) (%)
BB
BK
BB
BK
BB
74,26 3,12 17,52 0,58
0,12 0,68 0,02
8,95 5,26 74,36 0,08
0,06 0,82 0,00
70,00 2,86 18,34 4,89
BK
BB
- 4,84 0,10 5,19 0,61 77,93 0,16 0,54
BK 0,05 0,82 0,01
Sumber : *) Mohamad (2012); Keterangan : BB = Basis Basah, BK = Basis Kering
Bahan baku pepton meliputi ikan hasil tangkap sampingan (HTS) multispesies, yaitu ikan tongkol, kembung, layang, tembang, cucut, selar, pari dan layur. Penelitian Mohamad (2012) menunjukkan kandungan protein masingmasing jenis ikan HTS multispesies termasuk tinggi yaitu rata-rata sebesar 19,9%. Menurut Stansby (1982), kandungan protein ikan dapat digolongkan tinggi apabila memiliki kadar protein berkisar 15-20% dan kadar lemak kurang dari 5%. Komposisi kimia pepton ikan HTS dalam kondisi busuk memiliki kadar air 4,84%; abu 5,19%; protein 77,93% dan lemak 0,54%. Perbandingan komposisi kimia basis kering pada bahan baku dan pepton ikan HTS busuk mendekati komposisi kimia pada bahan baku dan pepton ikan HTS segar. Hasil tersebut menunjukan bahwa ikan HTS busuk dapat dijadikan alternatif bahan baku pepton dibandingkan ikan segar yang membutuhkan biaya lebih besar dan teknik penanganan lebih panjang dalam pemanfaatannya. Komposisi kimia bahan baku dan pepton ikan HTS dalam kondisi busuk disajikan pada Tabel 1.
7
Kadar Air Air merupakan komponen dasar dengan jumlah hampir 80% pada tubuh ikan (Yunizal et al. 1998). Kandungan air dalam bahan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan saya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air pada bahan baku ikan HTS multispesies busuk sebesar 70,00%; sedangkan pepton dari ikan HTS busuk memiliki kadar air sebesar 4,84%. Kadar air berkurang diduga akibat penguapan yang terjadi selama proses pengeringan menggunakan freeze dryer. Penguapan menyebabkan terlepasnya komponen air bebas pada bahan yang dikeringkan. Penurunan juga terjadi pada produksi pepton ikan HTS segar berdasarkan Mohamad (2012) dengan kadar air pada bahan baku 74,26%; sedangkan kadar air pada produk pepton 8,95%. Kadar Abu Bahan makanan sebagian besar terdiri dari bahan organik dan air. Zat anorganik yang tidak terbakar pada suhu 600°C disebut abu, diantaranya Ca, Mg, Na, P, K, Fe, Mn,dan Cu. Abu yang terbentuk berwarna putih abu-abu, berpartikel halus dan mudah dilarutkan (Winarno 2008). Kadar abu bahan baku dan pepton ikan HTS busuk dalam basis basah masing-masing 3,12% dan 5,26%, sedangkan kadar abu basis kering masing-masing 0,10% dan 0,05%. Kadar abu pada bahan baku dan pepton ikan HTS segar berdasarkan Mohamad (2012) dalam basis kering masing-masing 0,12% dan 0,06%. Penurunan kadar abu diduga akibat adanya proses penyaringan sehingga tulang dan daging sebagai sumber mineral bahan berkurang pada produk pepton. Kadar Protein Protein tersusun atas rantai asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk struktur yang kompleks. Peranan protein sebagai molekul esensial dalam penyusunan struktur maupun proses fungsional makhluk hidup (Vaclavik dan Christian 2008). Kandungan protein pada produk perikanan tergolong tinggi. Bahan baku dan pepton dari ikan HTS busuk memiliki kadar protein dalam basis basah masing-masing 18,34% dan 77,93%; sedangkan kadar protein dalam basis kering masing-masing 0,61% dan 0,82%. Kandungan protein pada bahan baku dan pepton dari ikan HTS segar berdasarkan penelitian Mohamad (2012) dalam basis kering masing-masing yaitu 0,68% dan 0,82%. Kadar protein yang tinggi pada pepton diduga berasal dari hasil pemecahan ikatan protein pada proses hidrolisis menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana, yaitu asam amino, peptida dan derivat protein lainnya. Semakin banyak asam amino dan peptida yang terbentuk akan menghasilkan zat terlarut yang semakin tinggi sehingga total nitrogen juga semakin meningkat. Penambahan enzim dapat mempengaruhi peningkatan kadar protein karena enzim termasuk protein dan dapat mempercepat proses hidrolisis (Ovissipour et al. 2010). Pemisahan komponen lainnya seperti air, abu dan lemak dalam pembuatan pepton juga dapat mempengaruhi kandungan protein. Pengurangan air dalam jumlah besar terjadi akibat penguapan selama proses pengeringan dengan freeze dryer. Kadar abu dan lemak juga mengalami penurunan karenaadanya proses penyaringan yang menyebabkan abu dan lemak tidak larut air terpisah.
8
Kadar Lemak Lemak termasuk dalam kelompok lipida dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar lemak bahan baku ikan HTS busuk dalam basis basah yaitu 4,89%; sedangkan kadar lemak pepton dari ikan HTS busuk yaitu 0,54%. Kandungan lemak juga mengalami penurunan pada bahan baku maupun pepton dari ikan HTS busuk berdasarkan basis kering masing-masing 0,16% dan 0,01%. Penurunan jumlah lemak diduga karena proses penyaringan yang menyebabkan kandungan lemak tidak larut air terpisah dari cairan hidrolisat. Kandungan lemak terlarut juga menurun diduga akibat adanya proses pengeringan dengan freeze dryer yang menyebabkan pengurangan jumlah air pada pepton. Nilsang et al. (2005) menyatakan bahwa produk hidrolisat protein dengan kandungan lemak rendah umumnya lebih stabil terhadap reaksi oksidasi sehingga lebih awet selama penyimpanan. Nilai total volatile base (TVB) Kondisi bahan baku dalam keadaan busuk atau sudah tidak layak konsumsi. Ciri-ciri ikan busuk adalah daging sudah lunak, bola mata cekung, insang berwarna cokelat tua, mengeluarkan banyak lendir dan menimbulkan bau busuk (Hadiwiyoto 1993). Tingkat kesegaran ikan HTS multispesies dapat diketahui melalui uji TVB berdasarkan AOAC (2005). Prinsip analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil yang kemudian diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl. Nilai TVB dapat dijadikan indeks kesegaran ikan. Nilai TVB ikan HTS multispesies yaitu sebesar 69,49 mg N/100 g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi ikan HTS adalah busuk. Ikan yang sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi memiliki nilai lebih besar dari 30 mg N/100 g (Farber 1965).
Aplikasi Pepton Berbahan Baku Ikan HTS Busuk Kualitas pepton ikan HTS dalam kondisi busuk diaplikasikan sebagai komponen media pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian sebelumnya oleh Fitra (2013) menunjukkan adanya potensi pepton ikan HTS dalam kondisi busuk sebagai alternatif pepton komersial. Hal tersebut karena pepton ikan HTS dalam kondisi busuk memiliki karakteristik tertentu yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Dufossé et al. (2001) menyatakan bahwa karakteristik hidrolisat protein mencakup jumlah nitrogen dan komposisi asam amino. Ciri yang paling penting dari pepton adalah fungsinya sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme sehingga diperlukan jumlah nitrogen yang tinggi dan asam amino yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Karakteristik pepton ikan HTS dalam kondisi busuk dan pepton komersial dapat dilihat pada Tabel 2. Pepton ikan HTS dalam kondisi busuk memiliki karakteristik kelarutan 99,96%; total nitrogen 11,42%; kadar garam 7,82% dan pH 7,10. Nilai kelarutan dan pH pepton ikan HTS dalam kondisi busuk mendekati karakteristik pepton komersial. Total nitrogen pada pepton komersial lebih besar dari pepton ikan HTS dalam kondisi busuk yaitu sebesar 13,9%, sedangkan kadar NaCl pada pepton komersial lebih rendah yaitu sebesar 3,2%. Perbedaan karakteristik pepton dapat memberi pengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme.
9
Tabel 2 Karakteristik pepton ikan HTS dengan pepton komersial Karakteristik Kelarutan (%) Total Nitrogen (%) α-Amino Nitrogen (%) AN/TN (%) Kadar NaCl (%) pH
Pepton ikan HTS busuk1) (%)
Neutralised Bacteriological Peptone 2) (%)
99,96 11,42 1,76 15,41 7,82 7,10
99,00 13,90 2,40 17,00 3,20 7,00
Sumber : 1) Fitra (2013) 2) Oxoid Manual 8th Edition (1998)
Tabel 3 Kandungan asam amino pada pepton ikan HTS dan pepton komersial Asam Amino
Alanin Arginin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Prolin Serin Sistein Tirosin Treonin Triptofan Valin Sumber :
1)
Pepton Ikan HTS busuk (%)1)
Pepton Ikan HTS Segar (%)2)
Neutralised Bacteriological Peptone (%)3)
5,57 1,08 5,03
0,67 3,19 6,36
4,28 4,58 5,86
13,08
10,28
10,35
5,21 1,18 3,61 6,06 4,96 2,39 3,56
7,75
0,9 1,82
1,01 4,54 1,26 3,91 2,53 3,49 1,83 1,46 2,91 0,84 1,42 1,18
4,06
3,64
1,75
1,02 3,65 4,04 1,27 2,68 6,25 1,76 0,84 0,33 1,47 0,89 3,85
Fitra (2013) Mohamad (2012) 3) Oxoid Manual 8th Edition (1998)
2)
Asam amino merupakan sumber nitrogen utama yang dimanfaatkan oleh mikroba heterotrof. Sumber asam anino berasal dari semua komponen yang mengandung nitrogen. Komponen sederhana, misalnya asam amino, dimanfaatkan mikroba terlebih dahulu sebagai sumber nitrogen sebelum mikroba tersebut mampu memecah komponen yang lebih kompleks, misalnya protein, sebagai
10
sumber nitrogennya (Rahayu dan Nurwitri 2012). Kandungan asam amino pepton ikan HTS dalam kondisi busuk cenderung lebih tinggi daripada kandungan asam amino pada pepton HTS segar dan komersial. Kandungan asam amino tertinggi pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk adalah asam glutamat sebesar 13,08% dan kandungan terendah adalah tirosin sebesar 0,9%. Hal ini mendekati karakteristik pepton komersial yang memiliki kandungan tertinggi adalah asam glutamat sebesar 10,35% dan terendah adalah tirosin sebesar 0,33%. Asam amino pada pepton HTS dalam kondisi busuk yang memiliki nilai lebih tinggi daripada pepton komersial mencakup alanin, asam glutamat, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, tirosin, treonin, dan valin (Fitra 2013). Kandungan asam amino pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk dan pepton komersial sebagai pembanding disajikan pada Tabel 3. Pertumbuhan mikroorganisme didefinisikan sebagai pertambahan berat sel. Berat sel relatif sama pada setiap siklus sel sehingga pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel (Purwoko 2009). Hasil analisis pertumbuhan mikroorganisme berupa kurva yang dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Fase lag atau adaptasi terjadi ketika suatu massa sel mengalami kekurangan metabolit dan keadaan tidak menguntungkan dalam pembiakan terdahulu sehingga perlu menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru. Fase log (eksponensial) merupakan kondisi ketika populasi sel mulai mengalami peningkatan jumlah secara teratur. Fase stasioner menunjukkan kondisi sel ketika kehabisan makanan dan terjadi penumpukan hasil-hasil metabolisme yang beracun sehingga dapat menyebabkan pertambahan jumlah sel terhenti (Rolfe et al. 2012). Aplikasi pepton ikan HTS dalam kondisi busuk sebagai komponen media pertumbuhan dilakukan pada bakteri dan khamir. Jenis bakteri yang digunakan ada dua yaitu E. coli dan S. aureus, serta khamir yaitu S. cerevisiae. Pertumbuhan bakteri maupun kapang dianalisis berdasarkan analisis OD dan TPC. Purwoko (2009) menjelaskan bahwa analisis OD merupakan metode perhitungan sel secara langsung, sedangkan TPC merupakan metode perhitungan sel secara tidak langsung. Prinsip analisis OD yaitu perhitungan sel bakteri berdasarkan kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur maka semakin banyak jumlah selnya. Perhitungan sel dengan metode TPC dilakukan dengan melakukan pengenceran kultur hingga batas tertentu kemudian ditumbuhkan kembali pada media. Setiap sel yang tumbuh akan menjadi satu koloni. Aplikasi Pepton Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri E. coli Bakteri E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif dan motil. Jenis bakteri ini berperan sebagai indikator pencemaran air oleh limbah domestik. Keberadaan E.coli dalam air menunjukkan air tersebut telah tercemar tinja dan mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan jika masuk saluran pencernaan (Wardana 2008). Analisis pertumbuhan bakteri E. coli menggunakan media Luria-Bertoni (LB). Media LB merupakan media referensi untuk bakteri (Sezonov et al. 2007). Kurva pertumbuhan E. coli berdasarkan analisis OD (Gambar 3) memiliki persamaan dengan analisis TPC (Gambar 4). Fase lag terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-2, sedangkan fase log terjadi pada jam ke-2 hingga jam ke-12. Lama berlangsungnya kedua fase tersebut berlaku pada masing-masing perlakuan.
11
Gambar 3 Kurva pertumbuhan bakteri E. coli berdasarkan pengukuran OD. (
) kontrol,
(
) pepton ikan, (
) pepton komersial
Gambar 4 Kurva pertumbuhan bakteri E. coli berdasarkan perhitungan TPC. (
) kontrol,
(
) pepton ikan, (
) pepton komersial
Gambar 5 Grafik µmaks bakteri E. coli. Kontrol (y = 0,071x+1,827; 2 R = 0,962), Pepton Ikan (y = 0,062x+1,832; R2 = 0,937), Pepton Komersial (y = 0,072x+1,826; R2 = 0,936) Nilai µ maks bakteri E.coli pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk yaitu sebesar 0,062 per jam. Nilai tersebut lebih rendah daripada kontrol yaitu
12
sebesar 0,071 per jam dan pepton komersial sebesar 0,072 per jam (Gambar 5). Rata-rata laju pertumbuhan bakteri E. coli selama fase log yaitu 0,25 per jam. Nilai tersebut lebih rendah dari pepton komersial yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan pada fase yang sama sebesar 0,30 per jam. Asam amino merupakan sumber nitrogen yang penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Dawes (1951) menyebutkan beberapa jenis asam amino dapat menghambat pertumbuhan E. coli yaitu treonin, metionin, valin dan isoleusin. Kandungan asam amino pada pepton ikan HTS busuk berdasarkan Fitra (2013) mencakup treonin (1,82%), metionin (2,39%), valin (4,06%) dan isoleusin (3,61%) lebih tinggi dibandingkan kandungan asam amino yang sama pada pepton komersial yaitu treonin (1,47%), metionin (1,27%), valin (3,85%) dan isoleusin (1,02%). Kadar asam amino yang kurang menunjang pertumbuhan E. coli menyebabkan kebutuhan bakteri tersebut untuk proses pertumbuhannya kurang terpenuhi. Bakteri E. coli termasuk ke dalam golongan nonhalofilik. Pertumbuhan optimal E. coli terjadi pada penambahan NaCl 5%, sedangkan pertumbuhan bakteri mulai terhambat dengan penambahan NaCl 7% atau lebih pada waktu inkubasi 24 jam. Pertumbuhan E. coli benar-benar terhenti pada penambahan NaCl 20% dengan waktu inkubasi lebih dari 48 jam (Hrenovic dan Ivankovic 2009). Pertumbuhan E. coli diduga juga mendapat pengaruh dari kandungan garam pada pepton. Penelitian Fitra (2013) menunjukkan kadar NaCl pada pepton ikan HTS dalam keadaan busuk sebesar 7,82%. Nilai tersebut lebih tinggi dari kadar NaCl pada pepton komersial sebesar 3,20%. Aplikasi Pepton Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri S. aureus Bakteri S. aureus termasuk dalam Gram positif, fakultatif anaerobik, dan mikroorganisme non motil. Nama organisme diambil dari bahasa Yunani yaitu staphyle yang berarti kumpulan buah anggur dan coccus yang berarti bulat, karena bentuk selnya bulat (kokus) menyerupai buah anggur. Koloni S. aureus berupa lingkaran dengan diameter antara 0,5-1,5 µm dan memiliki warna bervariasi yaitu abu-abu kekuningan hingga jingga (Medvedova dan Valik 2012).
Gambar 6 Kurva pertumbuhan bakteri S. aureus berdasarkan pengukuran OD. (
) kontrol,
(
) pepton ikan, (
) pepton komersial
13
Gambar 7 Kurva pertumbuhan bakteri S. aureus berdasarkan perhitungan TPC. (
) kontrol,
(
) pepton ikan, (
) pepton komersial
Analisis pertumbuhan S. aureus mengacu pada penelitian Fitra (2013) dilakukan pada media LB dengan komposisi yang sama seperti media LB pada bakteri E. coli. Media LB merupakan referensi untuk analisis pertumbuhan bakteri pada media modifikasi dengan tambahan hidrolisat protein ikan sebagai sumber utama senyawa organik (Martone et al. 2005). Pengamatan dilakukan selama 24 jam setiap 2 jam sekali untuk analisis OD dan TPC. Kurva pertumbuhan bakteri S. aureus berdasarkan hasil analisis OD (Gambar 6) dan TPC (Gambar 7) memiliki perbedaan. Kurva pertumbuhan menunjukkan adanya fase lag pada jam ke-0 hingga jam ke-2. Perbedaan Kurva antar perlakuan terjadi pada akhir fase log. Pepton ikan HTS busuk memiliki fase log pada jam ke-2 hingga jam ke-14, sedangkan pepton komersial dan kontrol memiliki fase log pada jam ke-2 hingga jam ke-16. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri S. aureus dengan penambahan pepton ikan HTS dalam kondisi busuk memiliki fase log yang lebih singkat dibandingkan kontrol dan pepton komersial. Akhir fase log menunjukkan kondisi sel ketika kehabisan makanan dan terjadi penumpukan hasil-hasil metabolisme yang beracun sehingga terjadi penurunan jumlah sel hidup (Fujikawa et al. 2004).
Gambar 8 Grafik µ maks bakteri S. aureus. kontrol (y = 0,042x+1,920; R2 = 0,844), pepton ikan (y = 0,047x+1,886; R2 = 0,951), pepton komersial (y = 0,039x+1,894; R2 = 0,802)
14
Laju pertumbuhan spesifik maksimum bakteri S. aureus pada media dengan penambahan pepton ikan HTS busuk lebih tinggi daripada pembandingnya (Gambar 8). Nilai µ maks bakteri S.aureus pada pepton komersial sebesar 0,039 per jam, sedangkan laju pertumbuhan pada pepton ikan HTS busuk sebesar 0,047 per jam. Rata-rata laju pertumbuhan bakteri S. aureus dengan penambahan pepton ikan HTS dalam kondisi busuk pada fase log sebesar 0,19 per jam, mendekati laju pertumbuhan pada pepton komersial sebesar 0,18 per jam. Pertumbuhan S. aureus pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk lebih tinggi dengan fase log sedikit lebih singkat daripada pepton komersial. Hal tersebut diduga karena kandungan nutrisi penunjang pertumbuhan S. aureus pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk lebih sedikit dibandingkan pembandingnya. Jenis asam amino yang menunjang pertumbuhan S. aureus diantaranya arginin dan leusin, sedangkan asam amino yang dapat menghambat S. aureus meliputi alanin dan metionin (De Buyser et al. 2001; Gladstone 1937). Hasil penelitian Fitra (2013) menunjukkan pepton ikan HTS busuk memiliki kandungan arginin (1,08%) dan leusin (6,06%), sedangkan pepton komersial memiliki kandungan arginin (4,58%) dan leusin (3,65%). Kandungan alanin (5,57%) dan metionin (2,39%) pada pepton HTS busuk lebih tinggi daripada pepton komersial dengan kandungan alanin (4,28%) dan metionin (1,27%). Pertumbuhan S. aureus dapat berlangsung lebih baik pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk karena didukung oleh sifat bakteri S. aureus yang termasuk halotoleran. Hasil penelitian Fitra (2013) menyebutkan kadar garam pada pepton ikan HTS dalam kondisi busuk mencapai 7,82%, sedangkan Hrenovic dan Ivankovic (2009) mengungkapkan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh dengan kadar NaCl hingga 15%. Aplikasi Pepton Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Khamir S. cerevisiae Khamir adalah mikroba eukariotik bersel tunggal, non motil dan tidak berklorofil. Ukuran khamir sangat beragam, lebar khamir berkisar antara 1–5 µm dan panjang antara 5–30 µm. Salah satu jenis khamir ialah S. cerevisiae yang telah dikenal sebagai ragi roti dan digunakan untuk pembuatan tape dan bir (Pelczar dan Chan 2008). Analisis pertumbuhan khamir dilakukan pada media Yeast Peptone Dextrose (YPD). Pertumbuhan khamir S. cereviseae memiliki persamaan kurva pada hasil analisis OD (Gambar 9) dan analisis TPC (Gambar 10). Fase log terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-18. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan khamir tidak melalui fase lag. Fase lag terjadi lebih singkat atau tidak terjadi jika sel sudah mencapai fase log di media sebelumnya dan dipindah ke media baru dengan komposisi yang sama dengan media lama (Rolfe et al. 2012). Laju pertumbuhan spesifik maksimum khamir pada media dengan perlakuan pepton ikan HTS busuk lebih tinggi dibandingkan pepton komersial (Gambar 11). Khamir pada media dengan penambahan pepton ikan HTS busuk memiliki nilai µ maks sebesar 0,167 per jam, sedangkan pembandingnya yaitu pepton komersial sebesar 0,166 per jam dan kontrol sebesar 0,160 per jam. Ratarata laju pertumbuhan pepton ikan HTS dalam kondisi busuk selama fase log
15
sebesar 0,19 per jam. Nilai tersebut lebih tinggi sedikit dibandingkan pepton komersial pada fase yang sama sebesar 0,18 per jam.
Gambar 9 Kurva pertumbuhan khamir S. cerevisiae berdasarkan pengukuran OD. (
) kontrol,
(
) pepton ikan, (
) pepton komersial
Gambar 10 Kurva pertumbuhan khamir S. cerevisiae berdasarkan perhitungan TPC. ( komersial
)
kontrol, (
) pepton ikan, (
) pepton
Gambar 11 Grafik µ maks S. cerevisiae. kontrol (y = 0,160x+1,559; 2 R = 0,924), pepton ikan (y = 0,167x+1,560; R2 = 0,926), pepton komersial (y = 0,166x+1,544;R2 = 0,938)
16
Pertumbuhan khamir umumnya menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon dan sumber energi. Sumber nitrogen S. cerevisiae dapat dipenuhi dengan memanfaatkan amonia, glutamat dan glutamin. Glutamat merupakan asam amino yang lebih dulu dimanfaatkan khamir dalam pertumbuhannya. Glutamat juga dapat dikonversi dari amonia dan glutamin (Guillamon et al. 2001). Asam glutamat merupakan kandungan paling tinggi dalam pepton HTS busuk yaitu 13,08%, nilai tersebut lebih besar dari asam glutamat pada pepton komersial yaitu 10,35% (Fitra 2013). Asam amino lainnya yang dapat menunjang pertumbuhan khamir S. cerevisiae menurut Hanscho et al. (2012) meliputi fenilalanin, serin dan treonin. Penelitian sebelumnya oleh Fitra (2013) diketahui bahwa pepton ikan HTS busuk memiliki kandungan fenilalanin (3,56%), serin (1,75%), dan treonin (1,82%), sedangkan pepton komersial memiliki kandungan fenilalanin (2,68%), serin (1,76%), dan treonin (1,47%).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kandungan protein pada pepton ikan HTS busuk sebesar 77,93%. Kurva pertumbuhan masing-masing bakteri E. coli, S. aureus dan khamir S. cerevisiae dengan penambahan pepton ikan HTS busuk memiliki pola yang sama berdasarkan analisis OD maupun TPC. Pepton ikan HTS busuk baik diaplikasikan pada bakteri S. aureus dan khamir S. cerevisiae ditunjukkan dengan rata-rata laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada pepton komersial, sedangkan aplikasi pada bakteri E. coli kurang baik karena laju pertumbuhannya lebih rendah daripada pepton komersial. Perbedaan hasil yang ditunjukan oleh bakteri dan khamir disebabkan faktor perbedaan jenis mikroorganisme dan kandungan nutrisi pada pepton ikan HTS busuk.
Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperbaiki proses aplikasi pepton ikan HTS dalam kondisi busuk sebagai komponen media tumbuh mikroorganisme. Analisis yang dapat dilakukan misalnya penentuan konsentrasi pepton terbaik dalam pembuatan media pertumbuhan mikroorganisme, penentuan jumlah nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme serta aplikasi pepton terhadap jenis mikroorganisme yang berbeda sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai pemanfaatan pepton berbahan baku ikan HTS busuk.
17
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Ekspor Impor [Internet]. [diunduh 2014 Jan 29]. Tersedia pada: www.bps.go.id/exim-frame.php?kat=2. Dawes EA. 1951. Observations on the growth of Escherichia coli in media containing amino acids as the sole source of nitrogen. J. Bacteriol 63:647-660. De Buyser ML, Dufour B, Maire M, Lafarge V. 2001. Implication of milk and milk products in food-borne diseases in france and in different industrialised countries. Int. J. Food Microbiol. 67:1-17. Dufossé L, Broise DDL , Guerard F. 2001. Evaluation of nitrogenous substrates such as peptones from fish: a new methode on gompertz modeling of microbial growth. Current Microbiol. 42:32-38. Farber L. 1965. Freshness test. Di dalam: Borgstonn G, editor. Fish as Food. Vol. IV. New York (US): Academic Press. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Fitra RN. 2013. Produksi dan karakterisasi pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) multispesies busuk dengan pembanding pepton komersial [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fujikawa H, Kai A, Morozumi S. 2004. A new logistic model for Escherichia coli growth at constant and dynamic temperatures. Food Microbiol. 21:501509 Gladstone GP. 1937. The nutrition of Staphylococcus aureus; nitrogen requirements. Brit. J. Exp. Path. 18:322-333. Guillamon JM, Van Riel NAW, Giuseppin MLF, Verrips CT. 2001. The glutamate synthase (GOGAT) of Saccharomyces cerevisiae plays an important role in central nitrogen metabolism. FEMS Yeast Res. 1:169175 Hanscho M, Ruckerbauer DE, Chauhan N, Hofbauer HF, Krahulec S, Nidetzky B, Kohlwein SD, Zanghellini J, Natter K. 2012. Nutritional requirements of the BY series of Saccharomyces cerevisiae strains for optimum growth. FEMS Yeast Res. 12(7):796-808. Hjortmo S, Patring J, Andlid T. 2008. Growth rate and medium composition strongly affect folate content in Saccharomyces cerevisiae. Int. J. of Food Microbiol. 123:93-100. Hrenovic J, Ivankovic T. 2009. Survival of Escherichia coli and Acinetobacter junii at various concentrations of sodium chloride. EurAsia. J. BioSci. 3:144-151.
18
Martone CB, Borla OP, Sánchez JJ. 2005. Fishery by-product as a nutrient source for bacteria and archaea growth media. Biores. Tech. 96:383-387. Medvedova A, Valik L. 2012. Structure and Function of Food Engineering. InTech [Internet]. [diunduh 2013 Okt 23]. Tersedia pada: www.intechopen.com/download/pdf/38356. Mohamad. 2012. Model pemanfaatan perikanan ekonomis rendah dalam perencanaan dan pengembangan industri pepton (kasus: di PPS Nizam Zachman – Jakarta) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (in press). Nilsang S, Lertsiri S, Suphantharika M, Assavanig A. 2005. Optimization of enzymatic hydrolysis of fish soluble concentrate by commercial proteases. J. Food Eng. 70:571-578 Ovissipour M, Benjakul S, Safari R, Motamedzadegan A. 2010. Fish protein hydrolysates production from yellowfin tuna Thunnus albacares head using alcalase and protamex. Int. Aquat. Res. 2:87-95 Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta (ID): UI Press. Purbayanto A, Wisudo SH, Santoso J, Wahyu RI, Dinarwan, Zulkarnain, Sarmintohadi, Nugraha AD, Souboer DA, Pramono B, Marpaung A, Riyanto M. 2004. Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Pukat Udang di Laut Arafuru. Jakarta (ID): Sucofindo dan DKP Provinsi Papua. Purwoko T. 2009. Fisiologi Mikroba. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): IPB Press. Rolfe MD, Rice CJ, Lucchini S, Pin C, Thompson A, Cameron ADS, Alston M, Stringer MF, Betts RP, Baranyi J, Peck MW, Hinton JCD. 2012. Lag phase is a distinct growth phase that prepares bacteria for exponential growth and involves transient metal accumulation. J. Bacteriol. 194 (3):686-701. Saputra D. 2008. Pembuatan pepton ikan selar (Caranx leptolepis) hasil tangkap sampinganan (HTS) pada kondisi post rigor dan busuk [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sezonov G, Joseleau-Petit D, D’Arl R. 2007. Escherichia coli physiology in luriabertani broth. J. Bacteriol. 189(23):8746-8749. Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafood : Chemistry, Processing Technology and Quality. Glasgow (US): Blackie Academic and Professional. Stansby ME. 1982. In Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Westport Connecticut (US): AVI Publishing Company. The Oxoid Manual 8th Edition. 1998. The Oxoid Manual 8th Edition. Hampshire, England (UK): Oxoid Ltd. Vaclavik VA, Christian EW. 2008. Essential of Food Science. Edisi ke-3. New York (US): Springer.
19
Wardana. 2008. Hidrolisis protein keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) menggunakan papain untuk menghasilkan pepton [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press. Yunizal, Murtini TJ, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulokhim, Carkipan. 1998. Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
20
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 6 September 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Mujiono dan Ibu Rosini. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDN Ahmad Yani pada tahun 1997-2003, SMPN 1 Tangerang pada tahun 2003-2006, dan SMAN 7 Tangerang pada tahun 2006-2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Mikrobiologi Hasil Perairan (2012); Fisiologi, Formasi, Degradasi dan Metabolit Hasil Perairan (2012-2013); dan Fermentasi Hasil Perairan (2013) pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Penulis juga aktif dalam kegiatan non akademik sebagai reporter di majalah pangan EMULSI (2010-2012), anggota divisi Informasi dan Komunikasi di Badan Eksekutif Mahasiswa di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2011-2012), serta aktif dalam kepanitiaan yang diadakan di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan masa Praktek Lapangan di UPT. BPMPHP, Jakarta Utara, pada tahun 2012. Penulis telah menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Aplikasi Pepton Berbahan Baku Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk Sebagai Komponen Media Pertumbuhan Bakteri dan Khamir, dibimbing oleh Dr Tati Nurhayati, S.Pi M.Si, dan Dra Ella Salamah, M.Si. Karya ilmiah tersebut merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.