i
APLIKASI KEMOMETRIK UNTUK KENDALI MUTU SIMPLISIA KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus)
ELIN MARLINA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Elin Marlina NIM G44090002
iii
ABSTRAK ELIN MARLINA. Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan RUDI HERYANTO. Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah tanaman yang banyak digunakan sebagai obat herbal. Mutu tanaman obat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah daerah asal tanaman. Penelitian ini mengelompokkan spektra FTIR kumis kucing dari 5 daerah berbeda menggunakan principle component analysis (PCA) dan partial least square discriminant analysis (PLSDA) serta membuat model prediksi flavonoid total menggunakan partial least square (PLS). Sampel dari daerah Nagrak memiliki mutu yang lebih baik daripada 4 daerah lainnya berdasarkan analisis kadar air, kadar abu, rendemen ekstrak, fenol total, flavonoid total, dan kadar sinensetin. Sampel dari 5 daerah memiliki pola kromatogram KLT yang cukup berbeda, tetapi memiliki aktivitas antibakteri yang sama. PCA dengan total keragaman 73% mampu mengelompokkan sampel bermutu tinggi dan rendah. Model PLSDA berhasil memprediksi sampel uji berdasarkan kelompok mutu dan daerah asal sampel. Pembuatan model prediksi flavonoid total dengan PLS menghasilkan R2 kalibrasi, R2 prediksi, RMSEC, dan RMSEP masing-masing sebesar 0.7765, 0.5066, 0.4003, dan 0.6157. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spektra FTIR dan kemometrik dapat digunakan untuk kendali mutu kumis kucing. Kata kunci : fenolik, flavonoid, kemometrik, kendali mutu, kumis kucing
ABSTRACT ELIN MARLINA. Application of Chemometrics for Quality Control of Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Herbs. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and RUDI HERYANTO. Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) is a plant widely used as a medicinal herb. The quality of medicinal plants is affected by various factors; one of them is of plant origin. This study attempted to classify FTIR spectra of kumis kucing herbs from 5 different origins using principle component analysis (PCA) and partial least square discriminant analysis (PLSDA) as well as making model predictions of total flavonoids using partial least square (PLS). Samples from Nagrak showed better quality than 4 other origins based on analysis on moisture content, ash content, extract yield, total phenolic, total flavonoids, and sinensetin levels. Samples from 5 origins showed different TLC chromatogram patterns but gave the same antibacterial activity. PCA with a total variation of 73 % was able to classify the samples of high quality or low. PLSDA model was successfully predict the sample based on groups of the quality and origin of samples. Prediction model of total flavonoids with PLS generate R2 calibration, R2 prediction, RMSEC, and RMSEP of 0.7765, 0.5066, 0.4003, and 0.6157, respectively. The results indicate that FTIR spectra and chemometrics can be used to control the quality of kumis kucing herbs. Keywords : chemometrics, flavonoid, kumis kucing, phenolic, quality control
v
Judul Skripsi
: Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)
Nama NIM
: Blin Marlina : G44090002
Disetujui oleh
p;£ arusman MS Pembimbing I
/
.
0 .J
'-
, :
.
::;,.::\
Tanggal Lulus: ~1
2 DEC 2013
------
Rudi Heryanto, SSi, MSi Pembimbing II
i
APLIKASI KEMOMETRIK UNTUK KENDALI MUTU SIMPLISIA KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus)
ELIN MARLINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi yang berjudul Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Analitik IPB dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS sebagai pembimbing I dan Bapak Rudi Heryanto, SSi, MSi sebagai pembimbing II atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka IPB yang telah memungkinkan penulis untuk menelaah data aspek metabolomik dan bantuan pendanaannya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka atas fasilitas dan bantuan yang telah diberikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga atas saran yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Desember 2013 Elin Marlina
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
BAHAN DAN METODE
2
Bahan dan Alat
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Ekstrak
5
Pola Kromatogram KLT Ekstrak
6
Kandungan Senyawa Kimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kumis Kucing 8 Spektrum FTIR Ekstrak Kumis Kucing
10
Pengelompokkan Spektra FTIR dengan PCA dan PLSDA
10
Model Prediksi Kadar Flavonoid dengan PLS
13
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
28
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Analisis korelasi Pearson Evaluasi mutu ekstrak setiap daerah Kriteria kebaikan model PLSDA berdasarkan mutu Prediksi sampel dengan model PLSDA berdasarkan mutu Kriteria kebaikan model PLSDA berdasarkan daerah Prediksi sampel dengan model PLSDA berdasarkan daerah
9 11 12 12 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak Pola kromatogram hasi uji KLT dengan pengamatan di bawah sinar UV Hasil pengolahan gambar KLT (366 nm) menggunakan Image J Kadar (a) fenol total (b) flavonoid total dan (c) sinensetin ekstrak sampel dari 5 daerah 5 Spektra FTIR 25 sampel dari 5 daerah berbeda 6 Score plot PCA (a) spektra tanpa prapemrosesan (b) spektra dengan prapemrosesan 7 Model kalibrasi dan prediksi menggunakan PLS
6 6 7 8 10 11 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data perkebunan dan kondisi geografis 2 Diagram alir penelitian 3 Kadar air serbuk kering kumis kucing 4 Kadar abu serbuk kering kumis kucing 5 Rendemen ekstrak etanol 40% kumis kucing 6 Hasil pengujian kadar fenol total 7 Hasil pengujian kadar flavonoid total 8 Hasil pengujian kadar sinensetin 9 Analisis ragam 10 Uji korelasi Pearson 11 Hasil analisis PCA terhadap spektra FTIR 12 Hasil analisis PLSDA berdasarkan mutu 13 Hasil PLSDA berdasarkan daerah
16 17 18 18 19 20 21 22 22 24 25 25 26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah tanaman obat yang termasuk ke dalam famili Lamiaceae dan telah diketahui dapat digunakan sebagai obat batu ginjal, antiinflamasi, analgesik, antimikroba, antioksidan, hepatoprotektif, hipoglikemik, antiangiogenik, dan penyeimbang konsentrasi nitrogen monoksida dalam tubuh. Kumis kucing di Indonesia kebanyakan diperdagangkan sebagai simplisia kering. Produk lainnya dalam bentuk kapsul, tablet, minuman, dan ekstrak. Bagian tanaman kumis kucing yang biasa dijadikan obat adalah daun. Hal tersebut berkaitan kandungan kimia seperti flavon, polifenol, glikosida, minyak atsiri, dan kalium dengan kadar yang tinggi dalam daun kumis kucing (Ahamed dan Abdul 2010). Pemanfaatan kumis kucing sebagai obat herbal merupakan potensi yang cukup bagus dalam dunia farmasi. Sekarang ini obat herbal banyak digunakan oleh masyarakat karena efek samping yang ditimbulkan jarang terjadi dan biaya yang lebih murah dibandingkan obat sintetik. Namun, terdapat beberapa masalah dalam produksi obat herbal, diantaranya: ketersediaan dan mutu bahan baku, standardisasi, stabilitas, dan kendali mutu yang tidak mudah (Bandaranayake 2006). Kandungan komponen bioaktif tumbuhan obat sangat bervariasi bergantung kepada spesies, varietas, asal daerah, budidaya, metode pemanenan, dan proses pasca panen. Variasi ini dapat menyebabkan inkonsistensi dalam hal khasiat, mutu, dan keamanan produk herbal. Oleh karena itu, perlu penanganan serius dalam penentuan spesifikasi dan parameter simplisia sebagai bahan baku (Komarawinata 2008). Metode kualitatif yang sering digunakan untuk menganalisis kandungan senyawa aktif adalah spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) yang memberikan informasi mengenai keberadaan gugus fungsi dan melihat sidik jari sampel. Pengolahan data spektrum FTIR menggunakan kemometrik dapat dimanfaatkan untuk melihat konsistensi respon suatu standardisasi mutu bahan baku. Metode lain yang sering digunakan untuk kendali mutu bahan baku tanaman obat diantaranya KCKT, kromatografi gas, dan KLT, tetapi metode-metode ini memerlukan preparasi sampel dan waktu pengujian yang lama (Sim et al. 2004). Analisis tanaman obat menggunakan spektrofotometer FTIR menghasilkan spektrum FTIR yang sangat rumit karena merupakan hasil interaksi antara senyawa kimia dalam matrik sampel yang sangat kompleks. Spektrum ini sulit untuk diamati secara langsung, sehingga memerlukan metode kemometrik untuk mendapatkan informasi kualitatif maupun kuantitatif dari spektrum tersebut. Penggabungan teknik spektrometri inframerah dengan kemometrik telah banyak digunakan sebagai metode kendali mutu yang cepat dari tanaman herbal dengan varietas yang luas (Sim et al. 2004). Analisis multivariat yang sering digunakan diantaranya PCA (principle component analysis), PLSDA (partial least square discriminant analysis), dan PLS (partial least square). PCA dan PLSDA dapat digunakan untuk mengelompokkan sampel, sedangkan PLS merupakan teknik regresi yang umum
2
untuk data multivariat yang dapat digunakan untuk memprediksi konsentrasi senyawa dalam spektrum campuran (Brereton 2003).
Tujuan Penelitian ini bertujuan melakukan kendali mutu simplisia kumis kucing dari beberapa daerah yang memiliki kondisi geografis yang cukup berbeda dengan mengelompokkan dan membuat model prediksi yang ditujukan untuk mengaitkan karakteristik spektrum FTIR dengan mutu simplisia kumis kucing. Mutu simplisia dan ekstrak yang diujikan adalah kadar abu, kadar air, pola kromatogram KLT, kadar sinensetin, fenol total, flavonoid total, dan aktivitas antibakteri.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah sampel daun kumis kucing bunga putih yang diperoleh dari 5 daerah (Nagrak, Cimanggu, Pacet, Cigombong, dan Leuwiliang), kertas saring, etanol, kloroform, etil asetat, sinensetin, silika gel 60 F254, reagen Follin-Ciocalteu, asam galat, serbuk Na2CO3, heksametilenatetraamina, aseton, HCl, AlCl3, asam asetat glasial, metanol, tetrahidrofuran (THF), KBr, inokulum Staphylococcus aureus, inokulum Escherichia coli, medium steril, tetrasiklin, dan DMSO. Alat yang digunakan adalah oven, water bath shaker, cawan porselin, eksikator, bejana kromatografi, seperangkat alat refluks, uji antibakteri metode dilusi, alat KCKT Hitachi, spektrofotometer Uv-Tampak, spektrofotometer FTIR Tensor 37, dan 1 unit komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah The UnscramblerX 10.3 dan Image J 4.5.
Metode Lingkup Penelitian Penelitian terdiri atas 3 tahap utama, yaitu preparasi sampel, analisis mutu, dan pengolahan data secara kemometrik. Preparasi sampel meliputi pemanenan, pengeringan, dan ekstraksi sampel. Analisis mutu dilakukan terhadap sampel kering dan ekstrak yang dihasilkan pada tahap preparasi sampel. Sampel kering diuji kadar air dan kadar abunya, sedangkan ekstrak sampel dianalisis pola kromatogramnya menggunakan KLT, dilakukan penetapan kadar sinensetin, fenol total, flavonoid total serta uji aktivitas antibakteri. Analisis FTIR juga dilakukan terhadap ekstrak kumis kucing, sehingga diperoleh spektrum FTIR. Data absorbans dan panjang gelombang dari spektrum FTIR diolah secara kemometrik menggunakan The UnscramblerX 10.3. Metode kemometrik yang digunakan
3
adalah PCA, PLSDA, dan PLS. Analisis PLS menggunakan data konsentrasi flavonoid total sebagai matriks Y. Hasil pengolahan data secara kemometrik dan data mutu dari analisis mutu menghasilkan model klasifikasi tanaman kumis kucing dari 5 daerah berbeda. Preparasi Sampel (Abdullah et al. 2011, Chew 2011) Daun kumis kucing berbunga putih dari 5 daerah berbeda dipanen pada sore hari. Pengeringan daun kumis kucing dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 50C selama 24 jam. Serbuk sampel dibuat dan diayak 40 mesh. Sampel sebanyak 10 g diekstraksi 5 kali ulangan untuk setiap daerah menggunakan 100 mL etanol 40%. Campuran dimasukkan ke dalam water bath shaker selama 120 menit dengan suhu 65C. Filtrat disaring menggunakan kertas saring. Ekstrak dipekatkan dengan penguap putar lalu disimpan dalam botol dan lemari pendingin. Penetapan Kadar Abu Total (Depkes 2008) Sampel ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara. Bahan uji dipijar perlahan hingga arang habis, dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600C sampai pengabuan sempurna, didinginkan, dan ditimbang. Tahap pembakaran dalam tanur diulang hingga didapatkan berat konstan. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji dan dinyatakan dalam % b/b. Penetapan Kadar Air (AOAC 2005) Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada 105C selama 3 jam dan didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g sampel (a) ditimbang, dimasukkan ke dalam cawan porselin, dan dikeringkan pada 105C selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan (b). 𝑎−𝑏 Kadar air (%) = 𝑎 100% Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (FHI 2008) Analisis secara kualitatif dengan KLT diawali dengan menyiapkan eluen kloroform:etil asetat (60:40) dalam bejana kromatografi. Sebanyak 10 L ekstrak kumis kucing 10% dan 5 L standar sinensetin 0.05% dalam etanol ditotolkan pada pelat KLT silika gel 60 F254 kemudian dielusi dengan eluen yang telah dijenuhkan. Pelat KLT diangkat dan dikeringkan. Bercak dianalisis dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Nilai Rf dihitung. Gambar pelat KLT diolah menggunakan perangkat lunak Image J. Penetapan Kadar Fenol Total (Santoso et al. 2012) Kadar fenol total dalam ekstrak ditentukan menggunakan reagen FollinCiocalteu (FC) dan kurva kalibrasi eksternal dengan asam galat. Sebanyak 10 mg ekstrak ditimbang, dilarutkan dengan 5 mL air, lalu diencerkan 20 kali. Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan 3 mL akuades, 2 mL etanol absolut, dan 0.5 mL reagen FC 50% (v/v). Campuran didiamkan selama 5 menit kemudian ditambahkan 1 mL Na2CO3 5% (b/v). Campuran dihomogenkan lalu diinkubasi
4
dalam kondisi gelap selama 1 jam. Nilai absorbans diukur dengan spektrofotometer UV-Tampak pada panjang gelombang 725 nm. Penetapan Kadar Sinensetin (Akowuah et al. 2004) Sebanyak 1 mL ekstrak metanol (1% b/v) dilarutkan dengan 5 mL metanol: H2O (6:4) dan sampel disaring dengan penyaring membran 0.45 m untuk analisis KCKT. Kondisi KCKT yang digunakan, yaitu kolom C18 (4.6x250 mm), suhu kolom 25C, fase gerak metanol:H2O (pH 3.0):THF (45:50:5), laju alir 1 mL/menit, volume injeksi 20 L, dan panjang gelombang detektor UV 340 nm. Konsentrasi standar sinensetin yang digunakan sebesar 21.58 ppm. Penetapan Kadar Flavonoid (Depkes RI) Ekstrak ditimbang 200 mg lalu dihidrolisis dengan 1 mL larutan heksametilenatetramina 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl 25% dalam air. Hidrolisis dilakukan dengan cara refluks selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambah aseton sampai tanda tera. Sebanyak 20 mL filtrat hasil hidrolisis dipindahkan ke dalam corong pisah, lalu ditambahkan 20 mL akuades dan diekstraksi 3 kali masing-masing dengan 15 mL etil asetat. Fraksi etil asetat dikumpulkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambah etil asetat sampai tanda tera. Analisis spektrofotometri diawali dengan memindahkan 10 mL larutan fraksi etil asetat ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan AlCl3 2% dalam asam asetat glasial 5% (dalam metanol). Larutan asam asetat glasial 5% v/v ditambahkan sampai 25 mL lalu diukur pada panjang gelombang 425 nm. Larutan kuersetin murni dalam etil asetat digunakan sebagai standar. Pengujian Aktivitas Antibakteri Metode Dilusi (Batubara et al. 2009) Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus (bakteri gram positif) dan Escherichia coli (bakteri gram negatif). Bakteri dari media padat dikultur terlebih dahulu ke dalam media TSB dan NB masing-masing untuk Staphylococcus aureus (24 jam) dan Escherichia coli (18 jam). Media terdiri atas GAM Broth Nissui 0.5%, glukosa 1.0%, ekstrak khamir 0.3%, nutrient broth 0.5%, dan Tween-80. Mikroplate dalam metode ini memiliki 96 sumur yang terdiri atas 12 kolom dan 8 baris. Sebanyak 8 kolom digunakan untuk 4 sampel, 2 kolom untuk kontrol positif, dan 2 kolom untuk kontrol negatif masing-masing 2 kali ulangan. Medium steril (95 L), sampel (100 L, 8 konsentrasi berbeda, dilarutkan dalam DMSO 20%) atau kontrol (100 L), dan inokulum (5 L) ditambahkan ke dalam sumur. Inokulum disiapkan dengan konsentrasi 10 6 CFU/ml. Kedua bakteri diinkubasi pada medium selama 20-24 jam pada suhu 37C di bawah kondisi aerob. Konsentrasi ekstrak yang tidak terdeteksi adanya pertumbuhan bakteri secara visual disebut sebagai konsentrasi hambat minimum (KHM). Kemudian, 10 L setiap medium yang tidak terdeteksi pertumbuhan bakteri tersebut diinokulasi pada 100 L medium segar. Konsentrasi dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri setelah inokulasi kedua disebut sebagai konsentrasi bunuh minimum (KBM). Kontrol negatif digunakan DMSO dan kontrol positif digunakan tetrasiklin.
5
Analisis FTIR Sebanyak 2 mg ekstrak etanol dicampur dengan 200 mg KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat menggunakan hand press dengan tekanan sebesar 80 kN selama 10 menit. Pengukuran spektrum dilakukan menggunakan spektrofotometer FTIR pada kisaran daerah 4000-400 cm-1. Data spektrum dinormalisasi sehingga absorbans terkecil diset menjadi 0, sedangkan absorbans tertinggi menjadi 2. Hasil normalisasi diberikan koreksi garis dasar untuk membuat garis dasar spektrum berada pada absorbans 0, dilanjutkan dengan derivatisasi pertama dan penghalusan metode Savitsky Golay. Analisis Data secara Kemometrik Spektrum FTIR disimpan dalam format OPUS. Pengelompokkan sampel dilakukan dengan metode PCA dan PLSDA. Pembuatan model prediksi total flavonoid dilakukan dengan PLS. Analisis kemometrik PCA, PLSDA dan PLS dari spektrum FTIR yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak The UnscramblerX 10.3. Analisis Data Statistik Data hasil uji kadar air, kadar abu, rendemen ekstrak, fenol total, flavonoid total, dan sinensetin masing-masing dihitung rataan dan standar deviasinya. Selain itu, dilakukan analisis ragam, uji lanjut Duncan, dan analisis korelasi Pearson.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Ekstrak Penetepan kadar air dan kadar abu pada penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetri. Kadar air dan abu hasil pengeringan sampel dari kelima daerah telah memenuhi syarat maksimum yang ditetapkan dalam FHI (Farmakope Herbal Indonesia) 2008, yaitu kurang dari 10%. Kadar air ini menunjukkan kandungan air yang terkandung dalam bahan. Penetapan kadar air dapat membantu menentukan bobot aktual bahan dan digunakan dalam perhitungan rendemen ekstrak. Semakin rendah kadar air, stabilitas bahan semakin tinggi, dan kerusakan bahan semakin rendah (Kunle et al. 2012). Kadar abu menunjukkan kandungan mineral internal dan eksternal dalam bahan serta terkait dengan kemurnian serta kontaminasi bahan (Emilan et al. 2011). Nilai kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak berbeda nyata (p<0.05) untuk beberapa daerah tertentu (Gambar 1). Sampel yang memiliki nilai kadar abu rendah menunjukkan tingkat kontaminasi sampel yang rendah. Nilai rendemen ekstrak menunjukkan banyaknya senyawa kimia yang terambil dari simplisia. Secara umum, mutu dikatakan baik jika kadar air rendah, kadar abu rendah, dan rendemen ekstrak tinggi. Sampel yang memiliki kadar air terendah adalah sampel dari daerah Nagrak dengan nilai berbeda nyata dari sampel daerah lainnya. Sampel daerah Cigombong memiliki kadar abu terendah yang nilainya tidak
6
terbedakan dengan sampel Leuwiliang. Rendemen ekstrak tertinggi dimiliki oleh sampel Nagrak dan tidak berbeda nyata dengan sampel Cigombong (Gambar 1). d
30
c
25 Kadar (%)
d
b a
20 15 10
c b
b a
b c
c a
a b
Kadar air Kadar abu
5
Rendemen ekstrak
0 Cigombong
Cimanggu
Pacet
Leuwiliang
Nagrak
Daerah sampel
Gambar 1 Kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak (Nilai ditampilkan dalam rataan sd. Huruf a-d menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). Data lengkap pada Lampiran 3,4,5, dan 9)
Pola Kromatogram KLT Ekstrak KLT (kromatografi lapis tipis) merupakan salah satu metode kendali mutu tanaman obat yang menghasilkan karakteristik sidik jari dari tanaman tersebut. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu sederhana, cepat, sensitif, dan preparasi sampel yang mudah. Metode ini juga dapat menentukan mutu dan kemungkinan pemalsuan terhadap produk herbal (Liang et al. 2004). Penggunaan KLT pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa sinensetin pada ekstrak kumis kucing dan mendapatkan pola kromatogram atau sidik jari KLT sampel dari lima daerah berbeda.
a
f
b
c
d
e
g h i j Gambar 2 Pola kromatogram hasi uji KLT dengan pengamatan di bawah sinar UV (254 nm: (a) Cigombong (b) Cimanggu (c) Leuwiliang (d) Nagrak (e) Pacet; 366 nm: (f) Cigombong (g) Cimanggu (h) Leuwiliang (i) Nagrak (j) Pacet)
7
500
400
AU
300 200 100 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
-100
Koordinat Jarak G1 P5
G4 S3
G5 L1
S1 L4
C3 L5
C4 S4
C5 N1
S2 N4
P1 N5
P4 S5
Gambar 3 Pengolahan gambar KLT (366 nm) menggunakan Image J (G: Cigombong, C: Cimanggu, P: Pacet, L: Leuwiliang, N: Nagrak, S: standar) Sinensetin yang merupakan senyawa penciri kumis kucing terdapat pada keseluruhan ekstrak dari kelima daerah berdasarkan hasil uji KLT dengan nilai Rf sekitar 0.60. Spot untuk senyawa ini terlihat jelas ketika diamati di bawah lampu UV 366 nm (Gambar 2). Nilai Rf sinensetin ini sedikit berbeda dengan yang tercantum dalam FHI 2008 yaitu 0.5. Hal ini dikarenakan pengaruh kejenuhan eluen, penguapan eluen, dan derajat aktivitas silika gel. Pola kromatogram sampel dari kelima daerah dapat dilihat pada Gambar 2. Spot teramati pada daerah UV 254 nm lebih sedikit dibandingkan pada panjang gelombang 366 nm. Pola kromatogram hasil pengamatan KLT dibawah UV 366 nm dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3. Hasil konversi gambar menggunakan Image J tersebut memperlihatkan koordinat jarak spot (x) dan intensitas puncak (y). Koordinat jarak spot merupakan jarak relatif spot terhadap awal penotolan sampel pada pelat KLT. Puncak tertinggi dalam gambar tersebut adalah senyawa sinensetin dalam ekstrak. Spot berwarna merah atau puncak kecil sebelum puncak sinensetin (Gambar 3) yang teramati di bawah lampu UV 366 nm dengan koordinat jarak kurang dari sinensetin tidak terpisah sempurna dan memiliki intensitas yang cukup berbeda antar daerah. Spot-spot itu diduga sebagai komponen polar yang terekstrak oleh etanol, seperti senyawaan golongan flavonoid hidrofilik atau turunan asam kafeat. Sebaliknya, spot yang teramati di atas standar sinensetin diduga sebagai senyawa golongan flavonoid lipofilik. Hal ini dikarenakan kumis kucing memiliki beberapa polimetoksiflavon dengan sedikit perbedaan kepolaran (Hossain dan Ismail 2012). Secara keseluruhan sampel memiliki puncak-puncak yang sama, tetapi intensitas setiap puncak antar daerah sampel cukup berbeda. Hal ini menunjukkan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol seluruh sampel hampir sama, tetapi berbeda kadarnya. Puncak sebelum puncak sinensetin memiliki intensitas yang berbeda untuk setiap daerah walaupun intensitas puncak sinensetin hampir sama. Pola kromatogram pada Gambar 3 cukup membedakan sampel satu daerah dengan daerah lainnya.
8
Kandungan Senyawa Kimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kumis Kucing Analisis kandungan senyawa kimia dalam ekstrak Kumis Kucing dilakukan terhadap kandungan fenol total, flavonoid total, dan senyawa sinensetin. Fenolik merupakan senyawaan penting dalam Kumis Kucing karena memiliki peranan penting sebagai antioksidan. Terdapat 20 jenis senyawaan fenolik dalam Kumis Kucing, yaitu 9 lipofilik flavon, 2 flavonol glikosida, dan 9 turunan asam kafeat (Akowuah et al. 2004). Flavonoid merupakan senyawaan fenolik utama pada tanaman dan sinensetin merupakan kelompok metoksi flavon atau kelompok flavonoid lipofilik. Sinensetin ini berperan penting sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, antikanker, pengikatan prostaglandin, dan antifeedan (Hossain dan Ismail 2012).
[fenol] (mg EAG/g)
(a) 300
b
d
a
Pacet
Leuwiliang
Nagrak
c
a
200 100 0 Cigombong Cimanggu
Daerah sampel
[flavonoid] (mg EK/g)
(b) 6,0
b
4,0
a
b
a
a
2,0 0,0 Cigombong Cimanggu
Pacet
Leuwiliang
Nagrak
Daerah sampel [sinensetin] (mg/g)
(c) 1,5 1,0
b
d
c a
a
Pacet
Leuwiliang
0,5 0,0 Cigombong Cimanggu
Nagrak
Daerah sampel
Gambar 4 Kadar (a) total fenol (b) total flavonoid dan (c) sinensetin ekstrak sampel dari 5 daerah (Data lengkap pada Lampiran 6,7,8, dan 9) Sampel Nagrak berdasarkan hasil penelitian memiliki kandungan fenol total dan sinensetin tertinggi serta keduanya berbeda nyata dengan sampel daerah lainnya (Gambar 4), sedangkan untuk flavonoid total kadar tertinggi dimiliki sampel Cimanggu, tetapi tidak berbeda nyata dengan sampel Nagrak. Secara
9
umum, sampel Nagrak dan Cimanggu memiliki mutu kandungan kimia lebih tinggi dari sampel lain dan mutu terendah adalah sampel Pacet. Hasil analisis kandungan senyawa kimia sesuai dengan karakteristik geografis masing-masing daerah. Kumis Kucing tumbuh dengan baik pada ketinggian 100-1000 mdpl, iklim tropis, curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun, dan disinari matahari penuh (Sembiring et al. 2012). Daerah Nagrak dan Cimanggu memenuhi syarat pertumbuhan Kumis Kucing. Daerah Cigombong memiliki curah hujan lebih rendah, Leuwiliang bersuhu lebih rendah, sedangkan Pacet selain suhu lebih rendah, ketinggian juga mencapai 1100 mdpl (Lampiran 1). Selain itu, pola tanam daerah Pacet dan Leuwiliang adalah polikultur, sedangkan yang lain monokultur. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu tanaman herbal menurut Kunle et al. (2012) seperti variasi spesies, waktu panen, bagian tanaman yang digunakan, dan perlakuan pasca panen dianggap tidak berpengaruh karena pada penelitian ini sama untuk setiap daerah. Hubungan linier antara kadar fenol total, flavonoid total, dan sinensetin dalam sampel dapat dilihat dari hasil uji korelasi pearson. Koefisien korelasi antara fenol total dan flavonoid total bernilai 0.744 menunjukkan bahwa kandungan fenol total dan flavonoid total berkorelasi positif dan cukup kuat. Kandungan fenol total dalam sampel tinggi, flavonoid total pun tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada hubungan antara fenol total dengan sinensetin, dan flavonoid total dengan sinensetin (Tabel 1). Tabel 1 Analisis korelasi Pearson Fenol total Flavonoid total Sinensetin
Fenol total 1 0.744 0.717
Flavonoid total
Sinensetin
1 0.784
1
Nilai korelasi antara flavonoid total dengan sinensetin tergolong kuat karena sinensetin termasuk flavonoid lipofilik terbanyak dalam kumis kucing (Hossain dan Ismail 2012). Nilai korelasi antara fenol dan flavonoid cukup kuat. Hal itu dikarenakan sebagian besar flavonoid termasuk senyawaan fenolik, tetapi terdapat juga turunan asam kafeat, tanin, dan senyawa lain dalam sampel yang termasuk senyawaan fenolik. Sinensetin bukan termasuk senyawaan fenolik, tetapi memiliki korelasi positif yang cukup kuat. Abdullah et al. (2011) juga melaporkan bahwa konsentrasi sinensetin berkaitan dengan total fenol. Hal ini mungkin berkaitan dengan kestabilan senyawa dan faktor lainnya. Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Ekstrak dari keseluruhan daerah tidak dapat dibedakan aktivitas antibakterinya, semua ekstrak menunjukkan aktivitas hambatan dengan KHM (konsentrasi hambat minimum) sebesar 2000 dan 1000 ppm masing-masing untuk Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. KBM (konsentrasi bunuh minimum) lebih dari 2000 ppm untuk kedua bakteri tersebut. Nilai KHM menunjukkan bahwa ekstrak kumis kucing lebih aktif menghambat bakteri gram negatif. Keaktifan Kumis Kucing ini berkaitan dengan keberadaan asam rosmarinat, sinensetin, ataupun metoksi flavon dalam sampel (Ho et al.2010, Hossain dan Ismail 2012).
10
Spektrum FTIR Ekstrak Kumis Kucing
Absorbans
Setiap senyawa dalam tanaman obat memiliki peranan penting dalam suatu sistem campuran yang rumit karena berpengaruh terhadap khasiat yang dihasilkan tanaman tersebut. Spektrum FTIR yang dihasilkan merupakan serapan dari berbagai komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak kumis kucing. Spektrum FTIR sampel dari kelima daerah tidak berbeda secara visual yang menunjukkan bahwa kandungan komponen kimia secara umum adalah sama.
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 5 Spektra FTIR 25 sampel dari 5 daerah berbeda Serapan kuat dan lebar teramati pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus hidroksil seperti pada senyawa polifenol, pada 2962 cm-1 dan 2872 cm-1 menunjukkan C-H aldehida, pada 1600 cm-1-1700 cm-1 menunjukkan C=O, 1600-1420 cm-1 fenil, 1456 cm-1 dan 1382 cm-1 menunjukkan C-H pada CH3, dan 1270-1150 cm-1 ester (C-O) (Gambar 5) (Pavia et al. 2001).
Pengelompokkan Spektra FTIR dengan PCA dan PLSDA Pengelompokkan spektra FTIR ekstrak kumis kucing dari kelima daerah dilakukan dengan metode PCA. Metode ini belum dapat mengelompokkan spektra sampel awal atau tanpa prapemrosesan (Gambar 6a). Hal ini dikarenakan pada spektra awal masih dipengaruhi oleh pergeseran garis dasar, perbedaan jumlah sampel yang dianalisis, dan derau yang dihasilkan detektor. Pengaruh yang timbul tersebut dapat diatasi dengan melakukan prapemrosesan spektrum yang meliputi koreksi garis dasar, normalisasi, dan derivatisasi. Teknik prapemrosesan ini dapat meningkatkan kemampuan PCA untuk mengelompokkan sampel tanpa kehilangan informasi yang besar dengan total variasi yang diperoleh adalah 73%. Gambar 6b menunjukkan pengelompokkan sampel dari kelima daerah dan setiap daerah ditandai dengan warna yang berbeda. Sampel Pacet (P) menempati kuadran I, sampel Cigombong (G) menempati kuadran II dan III, sampel Leuwiliang (L) dan Cimanggu (C) berada antara kuadran I dan IV, sedangkan sampel Nagrak (N) menempati kuadran IV. Sampel Cigombong menunjukkan pemisahan yang sangat jelas dari keempat kelompok sampel daerah lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa sampel Cigombong memiliki karakteristik mutu yang cukup berbeda dari sampel daerah lain.
11
(a)
(b)
Gambar 6 Score plot PCA (a) spektra tanpa prapemrosesan (b) spektra dengan prapemrosesan Tabel 2 Evaluasi mutu ekstrak setiap daerah Kelompok mutu 1 2 3 4 a
Kelompok sampela berdasarkan uji beda nyata data mutu Kadar air
Kadar abu
Rendemen ekstrak
Fenol total
N G,P C,L
G,L C,N P
G,N C L P
N C L G,P
Flavonoid Sinensetin total N,C G,P,L
N C G P,L
G: Cigombong, C: Cimanggu, P: Pacet, L: Leuwiliang, N: Nagrak
Pengelompokan mutu pada Tabel 2 bertujuan mempermudah evaluasi mutu sampel tiap daerah. Kelompok mutu 1 adalah kelompok sampel dengan kriteria terbaik dibandingkan sampel lainnya berdasarkan uji beda nyata dan mutu yang diujikan. Mutu sampel terbaik adalah sampel dari daerah Nagrak karena semua hasil uji termasuk kelompok mutu 1 kecuali kadar abu (Tabel 2). Sampel dengan mutu terbaik tersebut jika dilihat dalam score plot PCA berada pada kuadran IV. Sampel Cigombong memiliki mutu fisik yang baik, tetapi mutu kandungan kimianya rendah berada di antara kuadran II dan III. Sampel lainnya bermutu sedang berkelompok di antara kuadran I dan IV (Gambar 6). Pengelompokkan sampel dengan PLSDA dilakukan terhadap 2 matriks, yaitu data absorbans hasil analisis FTIR sebagai matriks X dan matriks respon untuk setiap daerah sampel sebagai matriks Y. Respon 1 untuk sampel anggota kelompok dan 0 untuk sampel bukan anggota kelompok. Model PLSDA dibangun berdasarkan kelompok mutu hasil PCA dan berdasarkan kelompok masingmasing daerah asal sampel. Model PLSDA berdasarkan kelompok mutu terdiri atas 3 model, yaitu model PLSDA kelompok mutu I (sampel Nagrak), mutu II (sampel Cigombong), dan mutu III (sampel Cimanggu, Leuwiliang, dan Pacet). Model kalibrasi yang dihasilkan sangat baik karena R2 mendekati 1, dan RMSEC (Root Mean Square Error Calibration) mendekati 0, sedangkan model prediksi tidak terlalu baik (Tabel 3). Model PLSDA yang dibangun berhasil memprediksi 10 sampel yang diambil secara acak. Sampel Nagrak berhasil diprediksi ke dalam model mutu I,
12
Cigombong ke dalam mutu II, dan yang lainnya ke dalam mutu III. Sampel dikatakan berhasil diprediksi ketika nilai prediksi sampel mendekati nilai 1 pada kelompok mutunya dan 0 pada kelompok mutu lain (Tabel 4). Tabel 3 Kriteria kebaikan model PLSDA berdasarkan mutu Kalibrasi
Model
2
R 0.9861 0.9790 0.9679
I II III
RMSEC 0.0472 0.0580 0.0879
Prediksi 2
R 0.8488 0.9144 0.7976
RMSEP 0.1667 0.1254 0.2362
Tabel 4 Prediksi sampel dengan model PLSDA berdasarkan mutu Sampel
Ulangan
Nagrak
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Cigombong Cimanggu Pacet Leuwiliang
Nilai prediksi pada model PLSDA I 0.6966 0.9230 -0.0802 0.0202 -0.0521 0.2005 0.3456 -0.0609 -0.0352 -0.0644
II -0.1019 0.0597 0.9099 0.7745 -0.0100 0.1004 0.0264 0.0278 0.0941 -0.1057
III 0.1703 0.2053 0.4053 0.0173 1.0621 0.6991 0.6280 1.0331 0.9411 1.1701
Model PLSDA berdasarkan daerah sampel terdiri atas 5 model, yaitu model Cigombong, Cimanggu, Pacet, Leuwiliang, dan Nagrak. Model kalibrasi sangat baik untuk keseluruhan kelompok model. Model prediksi sampel Cimanggu dan Pacet cukup baik dibandingkan 3 daerah lain (Tabel 5). Hasil prediksi 2 sampel yang dipilih secara acak dari masing-masing daerah dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil prediksi tidak cukup baik untuk sampel Leuwiliang dan Nagrak ulangan 1. Hal ini dapat disebabkan karena kemampuan prediksi model yang rendah dan perbedaan karakteristik spektrum FTIR sampel yang diujikan. Tabel 5 Kriteria kebaikan model PLSDA berdasarkan daerah Model Cigombong Cimanggu Pacet Leuwiliang Nagrak
Kalibrasi 2
R 0.9739 0.9792 0.9948 0.9789 0.9790
RMSEC 0.0646 0.0577 0.0289 0.0581 0.0579
Prediksi 2
R 0.9061 0.7578 0.9304 0.8762 0.8561
RMSEP 0.1313 0.2109 0.1131 0.1508 0.1626
13
Tabel 6 Prediksi sampel dengan model PLSDA berdasarkan daerah Sampel Cigombong Cimanggu Pacet Leuwiliang Nagrak
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Nilai prediksi pada model PLSDA Cigombong 0.9029 0.7750 -0.0290 0.0853 0.0319 0.0395 0.1085 -0.0823 -0.1232 0.0446
Cimanggu 0.3485 0.1535 1.2399 0.7219 -0.4598 0.1823 0.2847 0.0820 0.3936 0.1379
Pacet -0.0291 0.0521 -0.0320 -0.1987 0.7702 1.0255 0.0624 -0.0722 0.1720 -0.0059
Leuwiliang -0.1930 -0.0327 -0.1168 0.1798 0.2986 -0.2018 0.5712 1.0709 -0.1053 -0.0807
Nagrak -0.0292 0.0521 -0.0621 0.2117 0.3590 -0.0455 -0.0268 0.0016 0.6628 0.9041
Model Prediksi Kadar Flavonoid dengan PLS Model prediksi kadar flavonoid dibuat dengan PLS yang merupakan teknik regresi yang umum untuk data multivariat. Teknik ini dapat menggantikan metode spektrofotometri UV-Tampak yang membutuhkan preparasi yang lama dengan metode spektroskopi FTIR yang cepat. Data absorbans hasil analisis FTIR digunakan sebagai variabel X dan data kadar total flavonoid sebagai variabel Y. Kebaikan model regresi dapat dilihat dari nilai R2, RMSE, dan kemiringan garis regresi pada hasil kalibrasi dan prediksi. Model regresi semakin bagus jika nilai R2 besar, RMSE kecil, dan kemiringan garis mendekati 1 (45) (Naes et al. 2002).
Gambar 7 Model kalibrasi dan prediksi menggunakan PLS Hasil analisis PLS menunjukkan bahwa model kalibrasi maupun prediksi menghasilkan R2 dan kemiringan garis yang tidak terlalu besar serta RMSE yang tidak terlalu kecil (Gambar 7). Nilai RMSEP lebih besar dari RMSEC menunjukkan bahwa model mengalami overfitting yang disebabkan oleh terlalu banyaknya variabel X. Hal ini mengakibatkan kemampuan prediksi suatu model regresi menjadi rendah (Naes et al. 2002). Selain itu, rasio konsentrasi flavonoid dalam sampel rendah, sehingga spektrum tidak dapat mewakili kandungan flavonoid dalam sampel.
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sampel ekstrak kumis kucing dari 5 daerah berbeda berhasil dikelompokkan berdasarkan hasil analisis spektra FTIR menggunakan PCA dan data mutu fisikokimia sampel. Sampel daerah Nagrak memiliki mutu terbaik dan berada pada kuadran IV dalam score plot PCA. Mutu sedang berada antara kuadran IV dan I, yaitu untuk sampel Cimanggu, Pacet, dan Leuwiliang. Sampel Cigombong berbeda dari sampel lainnya, yaitu berada antara kuadran II dan III memiliki mutu fisik yang baik, tetapi kandungan kimianya rendah. Pengamatan mutu menggunakan KLT menghasilkan pola kromatogram yang cukup berbeda untuk sampel masing-masing daerah, sedangkan aktivitas antibakteri tidak cukup membedakan sampel antar daerah. Selain PCA, pengelompokkan juga dilakukan dengan PLSDA dan seluruh sampel uji dapat diprediksi, baik berdasarkan mutu maupun daerah asalnya. Pembuatan model prediksi total flavonoid dengan PLS menghasilkan model yang tidak terlalu baik karena menghasilkan R2 yang tidak terlalu besar dan RMSE yang tidak terlalu kecil untuk model kalibrasi maupun prediksinya.
Saran Perlu dilakukan uji parameter mutu lain untuk melengkapi indeks mutu tanaman kumis kucing.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah S, Ahmad MS, Shaari AR, Johar HM, Noor NFM. 2011. Drying characteristics and herbal metabolites composition of misai kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) leaves. International Conference on Food Engineering and Biotechnology. 9: 305-309. Ahamed BM, Abdul MA. 2010. Medicinal potentials of Orthosiphon stamineus Benth. Webmed Central. 1(12):2-7. Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I, Sadikun A, Khamsah SM. 2004. Sinensetin, eupatorin, 3’-hydroxy-5, 6, 7, 4’-tetramethoxyflavone and rosmarinic acid contents and antioxidative effect of Orthosiphon stamineus from Malaysia. Food Chemistry. 87: 559-566.doi:10.1016/j.foodchem.2004.01.008. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist. Inc. Bandaranayake WM. 2006. Modern Phytomedicine. Turning Medicinal Plants into Drugs. Weinheim: WILEY-VCH Verlag Gmbh & Co. KGaA. Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening antiacne potency of Indonesian medical plants : antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant
15
activities. Journal Wood Science. 55:230-235.doi:10.1007/s10086-0081021-1. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Pacet dalam Angka. Cianjur (ID): BPS Kabupaten Bogor [BPTP] Balai Penelitian Teknologi Pembenihan. 2012. Nagrak. http://bptpbogor.litbang.dephut.go.id/index.php/pages/nagrak (2 Februari 2013) Brereton RG. 2003. Chemometric: Data Analysis for the Laboratory and Chemical Plant. England (UK): John Wiley & Sons. Ltd. Chew KK, Khoo MZ, Ng SY, Thoo YY, Wan Aida, WM, Ho CW. 2011. Effect of ethanol concentration, extraction time and extraction temperature on the recovery of phenolic compounds and antioxidant capacity of Orthosiphon stamineus extracts. International Food Research Journal. 18(4): 1427-1435. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 1. Jakarta (ID): Depkes. Emilan T, Kurnia A, Utami B, Diyani LN, Maulana A. 2011. Konsep Herbal Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal [bibliografi]. Depok (ID): UI. Ho CH, Noryati I, Sulaiman SF, Rosma A. 2010. In vitro antibacterial and antioxidant activities of Orthosiphon stamineus Benth. Extracts against food-borne bacteria. Food Chemistry. 122:11681172.doi:10.1016/j.foodchem.2010. 03.110. Hossain MA, Ismail Z. 2012. Quantification and enrichment of sinensetin in the leaves of Orthosiphon stamineus. Arabian Journal of Chemistry, siap terbit. Komarawinata HD. 2008. Budidaya dan pasca panen tanaman obat untuk meningkatkan kadar bahan aktif. Unit Riset dan Pengembangan, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Kunle OF, Egharevba HO, Ahmadu PO. 2012. Standardization of herbal medicine –a review. International Journal of Biodiversity and Conservation. 4(3):101-112.doi:10.5897/IJBC11.163. Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. Journal of Chromatography B. 812: 53-70. Naes T, Isaksson T, Fearn T, Davies T. 2002. A User-Friendly Guide to Multivariate Calibration and Classification. Chichester (UK): NIR Publications. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GZ. 2001. Introduction to Spectroscopy. Washington (US): Thomson Learning Inc. Santoso J, Anwariyah S, Rumiantin RO, Putri AP, Ukhty N, Stark YY. Phenol content, antioxidant aktivity and fibers profil of four tropical seagrasses from Indonesia. Journal of Coastal Development. 15(2): 189-196. Sembiring BS, Rizal M, Suhirman S. 2012. Budidaya dan Pascapanen Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth).Leaflet. Balai Penelitian dan Pengembangn Pertanian, Pusat Penelitian dan Perkebunan, Balittro. Sim CO. Hamdan MR. Ismail Z. Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal medicines by chemometrics-assisted interpretation of FTIR spectra. Journal of Analytica Chimica Acta.
16
LAMPIRAN Lampiran 1 Data perkebunan dan kondisi geografis No 1
Nama Kebun Kebun Tanaman Obat Karyasari
Kecamatan Leuwiliang
Keterangan Desa Karyasari, perbukitan kaki gunung Sanggabuana Kampung Ciwaluh, Desa Watesjaya
2
Kebun Kumis Kucing Organik
Cigombong
3
Kebun Percobaan Cimanggu (Balittro)
Cimanggu
Jl Tentara Pelajar
4
Kebun Balithi
Pacet
Jl CiherangSagunung, Kab Cianjur
5
Kebun Budidaya Nagrak Kumis Kucing
Desa Kalaparea
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur Balai Penelitian Teknologi Pembenihan
Kondisi Geografis Ketinggian 500-700 mdpl, curah hujan 4000mm/tahun, dan suhu 23C Lahan daratan dan berbukit, ketinggian 500-700 mdpl, curah hujan 2.150-2.650 mm/tahun dan suhu 24C-31C Ketinggian 240 mdpl, curah hujan 3.000 - 4.000 mm/tahun, suhu sekitar 27C, kelembapan 77% Dataran tinggi, ketinggian 1100 mdpl,curah hujan 3000-3500 mm/bulan, suhu udara 20C Ketinggian 400 mdpl, curah hujan 241mm/bulan, kelembapan 82.3%, suhu udara 26-28C
17
Lampiran 2 Diagram alir penelitian Sampel dari 5 daerah Pengeringan
Sampel kering
Ekstraksi
Uji kadar air dan kadar abu
Ekstrak
Analisis FTIR
Spektra FTIR
Data kadar air dan kadar abu Uji total fenol, sinensetin, KLT, dan aktivitas antibakteri
Uji total flavonoid
Data kadar total flavonoid
Data kadar total fenol, sinensetin, KLT, dan aktivitas antibakteri
Data rendemen ekstrak
PLS
Data mutu fisikokimia
Model prediksi total flavonoid
PCA PCAdan danPLSDA PLSDA Model pengelompokkan
Analisis rendemen
18
Lampiran 3 Kadar air serbuk kering kumis kucing Sampel
Ulangan
Bobot cawan kosong (g)a
Bobot sampel+cawan awal (g)b
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1.9495 1.9333 1.9183 1.9197 1.9341 1.9298 1.9147 1.9084 1.9215 1.9221 1.9161 1.9497 1.9400 1.9248 1.9560
3.9499 3.9337 3.9183 3.9212 3.9366 3.9311 3.9152 3.9091 3.9220 3.9247 3.9196 3.9510 3.9404 3.9253 3.9569
Cigombong
Cimanggu
Pacet
Leuwiliang
Nagrak
Bobot sampel+cawan setelah pengeringan (g)c 3.7664 3.7488 3.7345 3.7190 3.7446 3.7420 3.7356 3.7330 3.7385 3.7320 3.7233 3.7583 3.7725 3.7574 3.7926
Kadar air (%)
Rataan
Standar deviasi
9.20
0.04
9.71
0.34
8.98
0.19
9.68
0.10
8.33
0.10
9.17 9.24 9.19 10.10 9.59 9.45 8.98 8.80 9.17 9.62 9.80 9.63 8.39 8.39 8.21
Contoh perhitungan: Kadar air (%) =
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 3.9499−1.9495 −(3.7664 −1.9494 )
= Rataan =
𝑛 𝑖=1 𝑥 𝑖
𝑛
(3.9499−1.9495 )
=
Standar deviasi =
9.17+9.24+9.19 3 𝑛 (𝑥𝑖 −𝑥 )2 𝑖=1
𝑛−1
100 =
𝑏−𝑎 −(𝑐−𝑎 ) (𝑏−𝑎)
100
100 = 9.17%
= 9.20
=
(9.17−9.20)2 + … 3−1
= 0.04
Lampiran 4 Kadar abu serbuk kering kumis kucing Sampel Cigombong
Cimanggu
Pacet
Leuwiliang
Nagrak
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Bobot cawan kosong (g)a 25.8741 28.5846 24.4663 26.7936 27.6172 25.5266 28.5923 29.4140 22.6251 22.6170 30.6231 24.6006 30.6325 26.8025 27.6295
Bobot sampel+cawan awal (g)b 27.8747 30.5850 26.4667 28.7942 29.6182 27.5300 30.5928 31.4147 24.6252 24.6179 32.6240 26.6032 32.6330 28.8030 29.6299
Bobot sampel+cawan setelah pengabuan (g)c 26.0606 28.7729 24.6541 26.9859 27.8102 25.7192 28.7892 29.6116 22.8202 22.8038 30.8134 24.7927 30.8256 26.9969 27.8231
Kadar abu (%) 9.32 9.41 9.39 9.61 9.65 9.61 9.84 9.88 9.75 9.34 9.51 9.59 9.65 9.72 9.68
Rataan
Standar deviasi
9.37
0.05
9.62
0.02
9.82
0.06
9.48
0.13
9.68
0.03
19
Contoh perhitungan: Kadar abu (%) =
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑏𝑢𝑎𝑛 𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100
(𝑐−𝑎 )
= (𝑏−𝑎 ) 100 =
(26.0606 −25.8741) (27.8747 −25.8741 )
100
= 9.32% Lampiran 5 Rendemen ekstrak etanol 40% kumis kucing Nama sampel
Sampel Cigombong
Cimanggu
Pacet
Leuwiliang
Nagrak
G1 G2 G3 G4 G5 C1 C2 C3 C4 C5 P1 P2 P3 P4 P5 L1 L2 L3 L4 L5 N1 N2 N3 N4 N5
Bobot sampel (g) 10.0009 10.0004 10.0004 10.0008 10.0006 10.0006 10.0005 10.0004 10.0007 10.0004 10.0008 10.0007 10.0008 10.0003 10.0007 10.0005 10.0002 10.0005 10.0002 10.0005 10.0005 10.0006 10.0006 10.0009 10.0006
Rendemen ekstrak = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡
Bobot wadah (g) 35.9501 37.3569 37.7167 37.4459 37.1695 36.9239 36.9990 38.4995 38.2527 36.4100 37.2069 37.4983 37.7217 37.5666 37.3913 37.3188 38.1006 36.8606 36.9332 37.5825 38.0905 36.1987 37.0550 37.4021 37.0423
Bobot wadah+ ekstrak (g) 38.4314 39.8982 40.1681 39.8320 39.7508 39.3529 39.2625 40.8692 40.5893 38.8002 39.1043 39.3820 39.6499 39.5421 39.1919 39.6384 40.3278 39.1181 39.1852 39.8883 40.5934 38.7477 39.5995 39.9245 39.4411
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (1−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 ) 2.4813
= 10.0009 (1−9.17%) = 27.48%
Bobot ekstrak (g) 2.4813 2.5413 2.4514 2.3861 2.5813 2.4290 2.2635 2.3697 2.3366 2.3902 1.8974 1.8837 1.9282 1.9755 1.8006 2.3196 2.2272 2.2575 2.2520 2.3058 2.5029 2.5490 2.5445 2.5224 2.3988
Rendemen (%) 27.48 28.14 27.15 26.42 28.59 26.90 25.07 26.24 25.88 26.47 21.01 20.86 21.35 21.88 19.94 25.69 24.67 25.00 24.94 25.54 27.72 28.23 28.18 27.93 26.57
Rataan
Standar deviasi
27.56
0.85
26.11
0.69
21.01
0.71
25.17
0.43
27.73
0.68
20
Lampiran 6 Hasil pengujian kadar total fenol Nama sampel G1 G4 G5 C3 C4 C5 P1 P4 P5 L1 L4 L5 N1 N4 N5
Bobot sampel (g) 0.0100 0.0102 0.0101 0.0101 0.0101 0.0102 0.0100 0.0100 00103 0.0101 0.0100 0.0101 0.0100 0.0100 0.0101
[Asam galat] 21.1720 20.4076 21.0446 25.5669 24.7389 24.7389 19.9618 19.8344 21.8089 24.0382 23.2102 22.7643 27.0318 27.5414 25.6306
A 0.283 0.271 0.281 0.352 0.339 0.339 0.264 0.262 0.293 0.328 0.315 0.308 0.375 0.383 0.353
Kadar total fenol (mg EAG/g) 211.7197 200.0749 208.3622 253.1374 244.9391 242.5378 199.6178 198.3439 211.7371 238.0021 232.1019 225.3894 270.3185 275.4140 253.7681
206.7190
Standar deviasi 5.9938
246.8714
5.5577
203.2329
7.3923
231.8312
6.3107
266.5002
11.3169
Rataan
Absorbans
0,8 y = 0.0157x - 0.0494 R² = 0.9999
0,6 0,4 0,2 0 0
10
20
30
40
[asam galat] (g/mL)
Contoh perhitungan: y = 0.0157x - 0.0494 0.283 +0.0494 [asam galat]= 0.0157 = 21.1720 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
[total fenol] = =
10 −3 𝑚𝑔 𝑔
𝑔 𝑚𝐿
𝑉 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐹𝑃
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑔 10 −3 𝑚𝑔 21.1720 𝑔 𝑚𝐿
5 𝑚𝐿 20
0.0100 𝑔
= 211.7197 mg EAG/g ekstrak
50
60
21
Lampiran 7 Hasil pengujian kadar flavonoid Nama sampel G1 G2 G3 G4 G5 C1 C2 C3 C4 C5 P1* P2 P3 P4 P5 L1 L2 L3 L4 L5 N1 N2 N3 N4 N5
Bobot sampel (g) 0.2002 0.2001 0.2008 0.2005 0.2008 0.0764 0.2008 0.2004 0.2003 0.2003 0.2001 0.2004 0.2006 0.2005 0.2004 0.2004 0.1426 0.0764 0.2005 0.2000 0.2002 0.2008 0.2005 0.2004 0.2004
Absorbans
[kuarsetin] (g/mL)
0.094 0.086 0.087 0.091 0.090 0.066 0.122 0.154 0.139 0.104 0.158 0.076 0.073 0.090 0.079 0.093 0.075 0.054 0.088 0.090 0.138 0.108 0.113 0.123 0.108
0.9250 0.8250 0.8375 0.8875 0.8750 0.5750 1.2750 1.6750 1.4875 1.0500 1.7250 0.7000 0.6625 0.8750 0.7375 0.9125 0.6875 0.4250 0.8500 0.8750 1.4750 1.1000 1.1625 1.2875 1.1000
Kadar flavonoid (mg EK/g ekstrak) 2.8877 2.5768 2.6068 2.7665 2.7235 4.7039 3.9685 5.2239 4.6415 3.2763 5.3879 2.1831 2.0641 2.7276 2.3001 2.8459 3.0132 3.4768 2.6496 2.7344 4.6048 3.4238 3.6238 4.0154 3.4306
Rataan
Standar deviasi
2.7123
0.1258
4.3628
0.7536
2.3187
0.2891
2.9440
0.3274
3.8197
0.5003
Absorbans
Keterangan: * = data dianggap sebagai pencilan (=0.05) 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
y = 0.080x + 0.020 R² = 0.9985
0
5
10 [kuersetin] (g/mL)
Contoh perhitungan: y = 0.080x + 0.020 0.094 −0.020 𝑔 [kuersetin]= 0.080 = 0.9250 𝑚𝐿
15
20
22
𝑘𝑢𝑒𝑟𝑠𝑒𝑡𝑖𝑛
[flavonoid]
= =
10 −3 𝑚𝑔 𝑔
𝑉 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐹𝑃
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑔 10 −3 𝑚𝑔 0.9250 𝑔 𝑚𝐿
100 𝑚𝐿 6.25
0.2002 𝑔
= 2.8877 mg EK/g ekstrak Lampiran 8 Hasil pengujian kadar sinensetin Nama sampel G1 G4 G5 C3 C4 C5 P1 P4 P5 L1 L4 L5 N1 N4 N5
Bobot sampel (g) 0.1021 0.1029 0.1012 0.1017 0.1038 0.1026 0.1000 0.1024 0.1009 0.1051 0.1074 0.1036 0.1034 0.1013 0.1025
LA sampel 773073 700254 770059 956652 1019196 864694 479029 500170 474117 472850 493430 439268 1112964 1164396 1030025
Kadar sinensetin mg/g 0.9120 0.8197 0.9165 1.1330 1.1827 1.0151 0.5770 0.5883 0.5660 0.5419 0.5534 0.5107 1.2965 1.3845 1.2104
0.8827
Standar deviasi 0.0547
1.1103
0.0861
0.5771
0.0112
0.5353
0.0221
1.2971
0.0871
Rataan
Contoh perhitungan [sinensetin] = 8958288 21 .58
=
773073
𝐿𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 [𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 ] 10 −3 𝑚𝑔 𝑔 𝐿𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝑉 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐹𝑃
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑔
−3 𝑚𝐿 10 𝑚𝑔 𝑔
10 5
= 0.9120 mg/g ekstrak
0.1021 𝑔
Lampiran 9 Analisis ragam ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Kadar air df Mean Square 4 0.975 10 0.035 14
Sum of Squares 3.898 0.347 4.245
F 28.068
Sig. 0.000
Duncana Daerah Nagrak Pacet Cigombong Leuwiliang Cimanggu Sig.
N 3 3 3 3 3
Subset for alpha = 0.05 a b 8.3300 8.9833 9.2000
1.000
0.185
c
9.6833 9.7133 0.848
23
Kadar abu Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
0.374
4
0.093
18.466
0.000
Within Groups
0.051
10
0.005
Total Duncana
0.424
14
Daerah Cigombong Leuwiliang Cimanggu Nagrak Pacet Sig.
Between Groups Within Groups Total Duncana
N
Subset for alpha = 0.05 b 9.3700 9.4800 9.6233 9.6833
a 3 3 3 3 3
0.087 0.326 Rendemen ekstrak Sum of Squares df Mean Square 145.137 4 36.284 9.257 20 0.463 154.394 24
Daerah
N
Pacet Leuwiliang Cimanggu Nagrak Cigombong Sig.
5 5 5 5 5
9.8233 1.000 F 78.389
Subset for alpha = 0.05 b c
a
c
Sig. 0.000
d
20.8380 25.1580 26.1120
1.000
1.000
1.000
Mean Square 0.328 0.004
F 88.289
27.3080 27.4040 0.826
Kadar sinensetin Between Groups Within Groups
Sum of Squares 1.313 0.037
Total
1.350
df 4 10
Sig. 0.000
14
Duncana Daerah Leuwiliang Pacet Cigombong Cimanggu Nagrak Sig.
N
Subset for alpha = 0.05 b c
a 3 3 3 3 3
d
0.535333 0.577100 0.882733 1.110267 0.421
1.000
1.000
1.297133 1.000
24
Sum of Squares 8620.287 578.713 9199.000
Between Groups Within Groups Total
Fenol total df 4 10 14
Mean Square 2155.072 57.871
F 37.239
Sig. 0.000
Duncana Daerah
N
Pacet Cigombong Leuwiliang Cimanggu Nagrak Sig.
Between Groups Within Groups Total
3 3 3 3 3
a 203.232948 206.718972
Subset for alpha = 0.05 b c
d
231.831158 246.871446 0.587
Sum of Squares 13.189
1.000
Flavonoid total df Mean Square 4 3.297
4.016 17.204
19 23
266.500179 1.000
1.000 F 15.600
Sig. 0.000
0.211
Duncana,b Daerah sampel
N
Pacet Cigombong Leuwiliang Nagrak Cimanggu Sig.
4 5 5 5 5
d i m e n s i o n 1
Subset for alpha = 0.05 a b 2.318725 2.712260 2.943980 3.819680 4.362820 0.060 0.084
Lampiran 10 Uji korelasi Pearson Fenol total Fenol total
Flavonoid total
Sinensetin
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Flavonoid total 0.744 0.002 14 14 0.744 1 0.002 14 14 0.717 0.784 0.004 0.001 14 14 1
Sinensetin 0.717** 0.004 14 0.784 0.001 14 1 14
25
Lampiran 11 Hasil analisis PCA terhadap spektra FTIR
a
b
c
d
e
f
Score plot PCA (a) spektra tanpa prapemrosesan (b) spektra dengan prapemrosesan B (c) spektra dengan prapemrosesan B dan N, (d) spektra dengan prapemrosesan B, N, dan D, (e) spektra dengan prapemrosesan B, N, D, dan S3, (f) spektra dengan prapemrosesan B, N, D, dan S5 Keterangan: B = koreksi garis dasar N = normalisasi D = derivatisasi S = penghalusan Lampiran 12 Hasil PLSDA berdasarkan mutu
26
Lampiran 13 Hasil PLSDA berdasarkan daerah
27
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 6 September 1990 dari Ayah Raspan dan Ibu Utin. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis memiliki 2 orang kakak bernama Eeng Sudianto dan Meli Nurhidayati serta 1 orang adik bernama Samsul Taupik Hidayat. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Kuningan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Kimia, FMIPA, IPB. Selama perkuliahan penulis aktif di Klub Mega Enterpreneur, organisasi Koperasi Mahasiswa (2009-2010), dan BEM FMIPA IPB (2011-2012). Selama 3 tahun perkuliahan, penulis mendapatkan Beasiswa BUMN (2010-2013). Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan praktik lapangan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI, Jakarta Pusat. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB IPB, Kimia Biologi, Elektroanalitik dan teknik pemisahan, serta Spektrofotometri dan Analisis Kemometrik.