PENGARUH PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus (Blume.) Miq.)
NUR AFIFAH A24110076
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk Kandang dan Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Nur Afifah NIM A24110076
ABSTRAK NUR AFIFAH. Pengaruh Pupuk Kandang dan Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.). Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI dan EKO SULISTYONO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi simplisia serta memberikan informasi dan rekomendasi dosis pupuk kandang dan frekuensi penyiraman yang tepat pada budidaya kumis kucing untuk menghasilkan produksi simplisia. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) Splitplot tiga ulangan. Faktor yang dijadikan petak utama adalah frekuensi penyiraman dengan empat taraf (frekuensi penyiraman dua hari sekali, empat hari sekali, enam hari sekali, dan delapan hari sekali). Anak petak dalam rancangan penelitian ini adalah dosis pupuk kandang dengan empat taraf yaitu tanpa pupuk kandang sebagai kontrol, dosis 10 ton/ha, dosis 20 ton/ha, dan dosis 30 ton/ha. Frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman pada umur 4 sampai 7 MST dan panjang ruas tanaman pada umur 3 MST. Frekuensi penyiraman juga mempengaruhi produksi simplisia bunga tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi simplisia batang dan daun. Dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman pada umur 6 MST, jumlah daun dan jumlah cabang pada umur 4 sampai 7 MST, kadar air tanah kapasitas lapang serta air tersedia, tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi simplisia batang, daun, dan bunga. Frekuensi penyiraman enam hari sekali direkomendasikan untuk menghasilkan produksi simplisia. Kombinasi perlakuan yang direkomendasikan adalah frekuensi penyiraman enam hari sekali dengan dosis pupuk kandang 10 ton/ha. Kata kunci: kapasitas lapang, pupuk kandang, simplisia daun, titik layu permanen
ABSTRACT NUR AFIFAH. The Effects of Manure and Watering Frequency on Plant Growth and Production of Java-Tea (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.). Supervised by ANI KURNIAWATI and EKO SULISTYONO. The study was aimed to know effects of manure dosage and watering frequency on the plant growth, simphlicia production of Java-Tea, and to give information and precise recommendation of manure dosage and watering frequency on Java-Tea cultivation to produce simphlisia production. This study used Randomized Complete Block Design Splitplot with three replications. The factor used to be main block is watering frequency with four levels (every two days, every four days, every six days, and every eight days). The sub block on design of this study was manure dosage with four levels consisted of without manure as control, dosage 10 tons/ha, dosage 20 ton/ha, dosage 30 ton/ha. Watering frequency influenced the plant growth including plant height at 4th until 7th week after planting and internode lenght at 3th week after planting. Watering frequency also influenced simphlisia flowers production but did not influence the production of simphlisia stems and leaves. The manure dosage influenced the plant growth including the plant height at the 6th week after planting, amount of leaves and stems at 4th until 7th week after planting, field capacity, and available water content but it did not influence the production of simphlisia leaves, stems, and flowers. Watering frequency every six days was recommended to produce simphlisia production. Treatment combination by giving watering frequency every six days and 10 tons/ha dosage of manure was recommended. Keywords: field capacity, manure, permanent wilting point, simphlisia of leaves
PENGARUH PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus (Blume.) Miq.)
NUR AFIFAH A24110076 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Kandang dan Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) Nama : Nur Afifah NIM : A24110076
Disetujui oleh
Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si. Pembimbing I
Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 hingga bulan Mei 2015 adalah Pengaruh Pupuk Kandang dan Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.). Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua (Ibu Hani Safariyah dan Bapak Khanafi) yang telah memberikan dukungan moral, materi, dan spiritual sebagai orang tua penulis dari awal perkuliahan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si. selaku pembimbing I, Bapak Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si. selaku pembimbing II, serta Bapak Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S. selaku pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan motivasi selama meyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada kepala BOPTN Lintas Fakultas/Departemen/Pusat dengan ketua Ibu Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si dan dana penelitian Beasiswa Bidikmisi yang telah membiayai penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ismiati selaku laboran Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Bapak Taopik selaku teknisi lapang di Kebun Percobaan Pusat Studi Biofarmaka IPB Cikabayan yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman KMNU IPB dan Dandelion AGH 48 yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses penulisan karya imiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Nur Afifah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kumis Kucing Manfaat Tanaman Kumis Kucing Pupuk Kandang Penyiraman pada Tanaman METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Rancangan Percobaan Prosedur Percobaan Pengamatan Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman Jumlah Daun Jumlah Cabang Panjang Ruas Luas Daun Bobot Kering Tanaman Kadar Air Tanah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 3 3 3 4 5 6 6 6 6 7 8 9 10 10 10 13 14 15 16 17 18 18 20 20 21 21 25 29
DAFTAR TABEL 1. Nilai evapotranspirasi referens rata-rata harian selama bulan Desember 2014 hingga Mei 2015 2. Rekapitulasi analisis ragam komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing 3. Rekapitulasi analisis ragam komponen panen 4. Rekapitulasi analisis ragam komponen kadar air tanah 5. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman 6. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman 7. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap jumlah daun 8. Pengaruh pupuk kandang terhadap jumlah cabang 9. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap panjang ruas 10. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap luas rata-rata satu daun 11. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap rata-rata bobot kering 12. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap kadar air tanah pada kapasitas lapang, air tersedia, dan titik layu permanen 13. Interaksi pengaruh frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang terhadap bobot kering daun
10 11 12 13 14 14 15 16 16 17 18 19 20
DAFTAR GAMBAR 1. Pengukuran kadar air tanah pada kapasitas lapang dan titik layu permanen dengan menggunakan alat apparatus presseur plate
9
DAFTAR LAMPIRAN 1. Data evaporasi panci harian wilayah Dramaga Bogor 2. Kadar air tanah pada Laboratorium Fisika Tanah Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan IPB 3. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap bobot basah tanaman kumis kucing
26 27 28
PENDAHULUAN
Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun yang disebabkan oleh pankreas yang tidak cukup memproduksi insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Keseimbangan gula darah dalam tubuh diatur oleh insulin sehingga ketika insulin tidak dapat berfungsi normal dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia yaitu kondisi yang terjadi karena konsentrasi glukosa dalam darah meningkat (Depkes, 2014). Enzim-enzim alfa glukosidase berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida dan disakarida pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim alfa amilase dan alfa glukosidase secara efektif dapat mengurangi pencernaaan karbohidrat kompleks dan absorbsi glukosa ke dalam darah sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus (Shinde et al., 2008). Ekstrak daun kumis kucing mampu menjadi inhibitor kerja enzim alfa glukosidase (Kurniawati et al., 2013). Kumis kucing (Orthoshipon aristatus (Blume) Miq.) adalah salah satu komoditas tanaman obat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia. Tanaman yang sering disebut sebagai Java tea ini termasuk dalam famili Labiatae. Pemanfaatan kumis kucing sebagai tanaman obat untuk berbagai penyakit yaitu dengan memanfaatkan daunnya yang dikeringkan dalam bentuk simplisia. Kandungan kimia tanaman kumis kucing antara lain orthosiphon glikosida, zat samak, minyak atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonin, garam kalium 0,6–3,5% dan myoinositol. Garam kalium dapat digunakan sebagai obat diuretik. Kandungan utama tanaman kumis kucing adalah kalium dan saponin, namun diketahui pula bahwa terdapat zat kimia anti bakteri yaitu sinensetin (Anggraeni dan Triantoro, 1992). Kekayaan biodiversitas tanaman obat di Indonesia belum terserap penuh untuk memenuhi kebutuhan obat tradisional dalam negeri maupun luar negeri. Nilai ekspor obat herbal Indonesia tahun 2013 mencapai US$ 23,44 juta, sedangkan nilai ekspor pada periode Januari hingga Juni 2014 sebesar US$ 29,13 juta, mengalami peningkatan 60% dari nilai ekspor pada periode Januari hingga Juni 2013. Pertumbuhan ekspor obat herbal Indonesia selama periode 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan sebesar 6,49% per tahun (Kemendag, 2014). Budidaya tanaman kumis kucing berkembang pesat di Kabupaten Sukabumi, terutama di Kecamatan Kalaparea, Desa Nagrak. Pengembangan kumis kucing di Desa Kalaparea sudah berlangsung sejak lama, awalnya daerah tersebut merupakan areal pengembangan teh. Saat ini pengembangan dan perdagangan kumis kucing di wilayah Nagrak telah berkembang dengan pesat, omzet perdagangan per bulan mencapai 28 ton simplisia kering yang diekspor sampai ke Jerman dan Perancis (Ditjenbuntan, 2013). Berdasarkan hal tersebut maka potensi untuk mengembangkan produksi obat herbal di Indonesia sangat terbuka lebar. Budidaya tanaman obat harus sesuai dengan standar mutu yang telah disepakati oleh pasar internasional. Salah satu kelemahan obat herbal yang berasal dari Indonesia adalah kualitas produksi yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pasar sehingga produsen
2 mengalami kerugian karena produknya tidak diterima pasar. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan memperbaiki sistem budidaya tanaman obat agar diperoleh hasil panen yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pembenahan aspek budidaya sangat diperlukan dalam produksi tanaman obat. Salah satu aspek budidaya yang penting bagi tanaman kumis kucing adalah pemupukan dan pengairan. Pemupukan tanaman kumis kucing pada sistem pertanian organik dapat dilakukan dengan hanya memberikan pupuk kandang di awal tanam. Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah, menyediakan hara secara berkelanjutan, dan dari segi ekonomi dapat menghemat biaya produksi (Musnamar, 2003). Penelitian terbaru menunjukkan umur panen yang ideal pada tanaman kumis kucing dilakukan pada umur satu sampai dua minggu setelah berbunga, karena menghasilkan produksi daun segar dan kering yang tinggi (1,53–2,36 ton kering/ha/panen) (Nurhajijah, 2014). Stek yang diberi pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha menghasilkan pertumbuhan dan produksi simplisia yang sama baiknya dengan stek yang diberi pupuk kandang dengan dosis 30 ton/ha sehingga dosis 10 ton/ha lebih efisien dalam hal penggunaan pupuk kandang (Rahmania, 2014). Penyerapan pupuk pada tanaman juga dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia pada media yang digunakan untuk melarutkan hara yang terdapat pada media tanam sehingga mengoptimalkan pertumbuhan. Syofyanti (2012) melaporkan perlakuan penyiraman dengan interval 8 hari sekali memberikan pertumbuhan yang terbaik pada pembibitan jarak pagar. Frekuensi penyiraman yang tepat penting diketahui untuk penyerapan hara secara optimal yang diperlukan oleh tanaman mendorong penelitian ini untuk dapat dilakukan. Keluaran yang diharapkan yaitu adanya dosis rekomendasi pupuk kandang dan frekuensi penyiraman yang tepat dalam budidaya kumis kucing sehingga diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman kumis kucing yang optimal.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi simplisia. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan informasi dan rekomendasi dosis pupuk kandang dan frekuensi penyiraman yang tepat pada budidaya kumis kucing untuk menghasilkan produksi simplisia. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Terdapat dosis pupuk kandang yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal. 2. Terdapat frekuensi penyiraman yang tepat untuk digunakan pada budidaya tanaman kumis kucing. 3. Terdapat kombinasi dosis pupuk kandang dan frekuensi penyiraman yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal.
3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kumis Kucing Kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Java tea termasuk dalam famili Labiatae. Tanaman kumis kucing termasuk dalam tanaman herba parennial dengan yang memiliki tinggi 25–200 cm. Tanaman ini memiliki batang utama yang tumbuh meninggi, berbentuk segi empat, dan sedikit bercabang. Helai daun kumis kucing berbentuk bulat telur atau lonjong dengan posisi saling berlawanan, dengan ukuran 2–9 cm x 1,5–5 cm, berujung runcing, memiliki urat daun, panjang tangkai daun 0,5–2 cm. Bunganya terkadang kleistogami dengan mahkota bunga tersembunyi di dalam kelopak bunga. Terdapat dua jenis bunga dengan aksesi berwarna ungu dan putih dengan helaian bunga tumpul dan bundar (Dzulkarnain et al.,1999). Aksesi kumis kucing ungu mempunyai tangkai daun yang berwarna hijau gelap, dua daun terletak berseberangan pada setiap buku, pertulangan daun berwarna hijau keunguan, permukaan abaksial dan adaksial daun memiliki bintik kuning terang yang tersebar tidak merata. Aksesi kumis kucing putih memiliki bentuk daun seperti jajar genjang tanpa ada bintik kekuningan yang menyebar di permukaan daun, petiol lebih panjang daripada aksesi ungu, namun ruasnya lebih pendek daripada aksesi ungu. Perkembangan sistem perakaran kedua aksesi yaitu akar serabut (Keng dan Siong, 2006). Tanaman kumis kucing dapat tumbuh di daerah yang tidak terlalu kering namun mendapat intensitas cahaya matahari yang cukup. Kumis kucing mampu hidup pada daerah dengan ketinggian 500–1.000 mdpl (Dzulkarnain et al.,1999). Tanaman kumis kucing menyukai tempat tumbuh yang tidak terlalu kering dengan suhu udara yang sedang hingga panas, serta tempat yang agak terlindung (Hidayati et al., 2002). Tanaman kumis kucing dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah, terutama tanah yang bertekstur sedang, subur, banyak mengandung humus, dan bersolum sedang. Tanaman kumis kucing juga dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan 3.000 mm/tahun.
Manfaat Tanaman Kumis Kucing Tanaman kumis kucing secara tradisional digunakan sebagai obat untuk peluruh air seni (diuretik), menghancurkan batu ginjal, encok, infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, kencing batu, dan menghilangkan panas (Hartati 2011). Ekstrak tanaman kumis kucing mampu menurunkan tekanan bola mata pada penderita glaukoma (Siska et al., 2012). Tanaman kumis kucing memiliki manfaat sebagai hipourekemik, pelindung ginjal, anti oksidan, anti inflamantori, hepatoprotektor, gastroprotektif, anti hipertensi, anti diabetik, anti hiperlipidemik, anti mikroba, dan anoreksia (Ameer et al., 2012). Tahseen dan Mishra (2013) melaporkan tanaman kumis kucing dapat mengobati hipertensi, diabetes, gangguan kemih, radang amandel, dan gangguan menstruasi. Berdasarkan laporan EMA (2010), tanaman kumis kucing dapat dijadikan sebagai obat hipertensi, diabetes, gangguan pada ginjal dan kandung kemih, penurun berat badan, inflamasi, dan nyeri pada persendian.
4 Almatar et al. (2014) melaporkan kandungan flavonoid yang berupa eupatorin, sinensetin, asam rosmarinik, dan quersetin mampu mengobati reumatik, demam, hepatitis, batu ginjal, hipertensi, diabetes, dan epilepsi. . Pupuk Kandang Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari proses fermentasi kotoran padat dan cair (urin) hewan ternak. Pupuk kandang digunakan sebagai pupuk dasar yang biasanya diberikan sebelum tanam karena pelepasan unsur hara dalam pupuk kandang berlangsung secara perlahan (slow release). Pupuk kandang dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, daya ikat ionnya tinggi sehingga dapat mengefektifkan penguapan dan pencucian pupuk anorganik. Pupuk kandang memiliki kandungan hara yang baik untuk pembenahan tanah. Penggunaan pupuk kandang biasanya menggunakan dosis 10–20 ton/ha. Aplikasi pupuk kandang dengan cara dibenamkan lebih direkomendasikan untuk menghindari penguapan unsur hara karena proses kimia dalam tanah terutama senyawa NH3 yang mudah menguap (Musnamar, 2003). Pupuk kandang dari kotoran sapi yang berupa padatan memiliki kandungan bahan organik sebanyak 14,5%–15,2%, kandungan N sebanyak 0,32%–1,67%, P sebanyak 0,08%–0,48%, K sebanyak 0,12%–0,46%. Pupuk kandang dari kotoran sapi yang berupa cairan memiliki kandungan bahan organik sebanyak 3,5%–4,8%, kandungan N sebanyak 0,38%–0,50%, P sebanyak 0,004%–0,01%, K sebanyak 0,54%–1,12% (Sutanto, 2002). Bahan organik yang terdapat pada pupuk kandang mampu menstabilkan pemupukan yang diberikan pada tanah. Bahan organik tanah mampu menyeimbangkan kelebihan dan kekurangan hara yang diperlukan tanaman dari dalam tanah sehingga tanaman bisa tumbah dengan baik dan menghasilkan produksi biomassa dalam jumlah yang besar (Bot dan Benites, 2005). Pemberian pupuk kandang dari kotoran ayam mempengaruhi rendemen minyak atsiri tanaman kemangi. Jumlah daun dan cabang juga semakin meningkat dengan peningkatan dosis pupuk kandang yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap peningkatan biomassa kemangi. Dosis pupuk kandang dari kotoran ayam 30 ton/ha memberikan rata-rata produksi tertinggi berat kering total pada tanaman kemangi yang lebih baik (Simatupang, 2010). Samanhudi et al. (2014) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang secara signifikan menambah bobot basah tanaman dan bobot basah rimpang pada tanaman temulawak. Kumis kucing yang diberi pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha menghasilkan pertumbuhan dan produksi simplisia yang sama baiknya dengan stek yang diberi pupuk kandang dengan dosis 30 ton/ha sehingga dosis 10 ton/ha lebih efisien dalam hal penggunaan pupuk kandang (Rahmania, 2014). Pupuk kandang juga berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, bobot basah daun, bobot kering daun, serta kandungan minyak esensial tanaman rosemarry (Valiki dan Ghanbari, 2015). Ewulo et al. (2007) melaporkan pemberian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kandungan P, K, Ca, dan Mg pada daun Capsicum annum, sedangkan pada dosis 7,5 ton/ha pupuk kandang mampu meningkatkan jumlah cabang, jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah dan bobot buah. Penggunaan pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/ha hingga 20 ton/ha mampu memperbaiki karakter penampilan Okra. Bobot buah tertinggi pada tanaman Okra dihasilkan pada perlakuan pupuk kandang sapi 20 ton/ha (Gudugi, 2012).
5 Penyiraman pada Tanaman Air merupakan salah satu faktor yang mutlak diperlukan bagi keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemberian air pada budidaya tanaman sangat menentukan hasil produksi tanaman yang dibudidayakan. Tujuan utama penyiraman pada budidaya tanaman yaitu untuk membasahi tanah sehingga memberikan kelembapan pada zona perakaran. Pengairan juga mempermudah pengolahan tanah, menjaga pengaturan suhu tanah, serta membantu proses pemupukan. Air yang masuk ke permukaan tanah akan mengalami perkolasi dan infiltrasi. Daya infiltrasi sangat mempengaruhi besarnya air yang diserap dalam tanah. Ketika ruang pori pada permukaan tanah telah terisi oleh air seluruhnya sehingga menjadi jenuh, air akan terus bergerak kebawah sehingga terjadi perkolasi (Wirosoedarmo, 2010). Sebagian besar air yang diserap tanaman berfungsi untuk meningkatkan nutrisi terlarut dari dalam tanah ke organ tanaman yang berada di atas permukaan tanah, kemudian dilepaskan ke udara melalui proses transpirasi. Kekurangan air menurunkan perkembangan vegetatif dan hasil panen dengan cara mengurangi pengembangan daun dan penurunan fotosintesis daun. Hal ini dapat menurunkan fotosintesis tajuk. Kekurangan air selama periode inisiasi bunga, penyerbukan, atau perkembangan biji berpotensi menurunkan jumlah biji yang berkembang. Kekurangan air yang semakin meningkat selama pengisian biji dapat mengakibatkan hasil panen biji potensial lebih rendah dari produksi fotosintesis potensial (Gardner et al., 2008). Tanaman mempunyai kebutuhan air yang spesifik berdasarkan kondisi iklim lokal. Satu kilogram gandum membutuhkan 1.000 liter air yang dikembalikan ke atmosfer, padi membutuhkan air dua kali lebih banyak daripada gandum. Efisiensi produktifitas (penggunaan) air dipahami sebagai jumlah yang diperlukan dalam satuan m3 untuk menghasilkan sebanyak 1 kilogram tanaman yang dapat dipanen (FAO, 2003). Frekuensi penyiraman sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman budidaya. Pada pembibitan tanaman jarak pagar frekuensi penyiraman yang paling baik ditunjukkan oleh perlakuan penyiraman 8 hari sekali yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit (Syofyanti, 2012). Pada tanaman Dracaena godseffiana “Florida Beauty” perlakuan frekuensi penyiraman dua kali seminggu memberikan pengaruh pada fluktuasi kelembapan media tanam dan memberikan respon yang lebih baik pada pertambahan tinggi tanaman, lebar daun, panjang daun, dan jumlah daun (Husniati, 2005). Frekuensi pemberian penyiraman 8 hari sekali dengan waktu pemberian pada seluruh fase pertumbuhan pada tanaman kencur berpengaruh pada peningkatan kadar air tanah yang relatif tinggi dengan rata-rata 52%. Tanaman kencur yang diberi penyiraman 8 hari sekali telah melakukan adaptasi terhadap cekaman air dengan mengurangi jumlah stomata yang terbuka. Kadar air tanah yang rendah dapat menghambat reaksi metabolisme yang disebabkan keterbatasan penyerapan air dan proses evapotranspirasi yang terjadi meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang terhambat (Sulistyono dan Indriarti, 2011). Pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman wijen tertinggi diperoleh pada pemberian frekuensi penyiraman 6 hari sekali dengan metode drip penyiraman di daerah Semi-arid (Boydak et al., 2007). Kekurangan penyiraman pada tanaman tomat yang ditanam di dalam green house mempengaruhi hasil panen dengan
6 efisiensi penggunaan air yang lebih tinggi serta kualitas buah tomat yang lebih baik (Du et al., 2015)
METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kebun Biofarmaka Cikabayan IPB, Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Laboratorim Fisik Tanah Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan IPB. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Desember 2014 hingga Mei 2015.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tanaman kumis kucing aksesi bunga putih Dramaga yang diperbanyak dengan stek, polibag hitam ukuran 30 cm x 40 cm, polibag kecil ukuran 10 cm x 15 cm, kertas amplop coklat, kertas aluminium foil, kertas koran, media tanam berupa tanah dan pupuk kandang dengan komposisi 1:1 (w/w). Pada Penelitian ini terdapat tiga macam komposisi media tanam yaitu tanah dengan 0 ton/ha pupuk kandang sebagai kontrol (P0), tanah dengan 10 ton/ha pupuk kandang (P1), tanah dengan 20 ton/ha pupuk kandang (P2), tanah dengan 30 ton/ha pupuk kandang (P3). Peralatan digunakan dalam penelitian ini yaitu: alat-alat pertanian seperti pada umumnya, gembor, oven, timbangan digital, gunting stek, penggaris, meteran, alat tulis, dan pressure plate apparatus. Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan rancangan RKLT (Rancangan Kelompok Lengkap Teracak) Split plot. Petak utama adalah frekuensi penyiraman yang terdiri dari 4 taraf yaitu: I1 (frekuensi penyiraman 2 hari sekali sampai kapasitas lapang), I2 (frekuensi penyiraman 4 hari sekali sampai kapasitas lapang), I3 (frekuensi penyiraman 6 hari sekali sampai kapasitas lapang), I4 (frekuensi penyiraman 8 hari sekali sampai kapasitas lapang). Anak petak adalah dosis pupuk kandang yang terdiri dari 4 taraf yaitu: P0 (tanpa pupuk kandang), P1 (pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha), P2 (pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha), P3 (pupuk kandang dengan dosis 30 ton/ha). Penelitian terdiri atas 16 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Masingmasing ulangan terdiri atas 10 tanaman kumis kucing. Mattjik dan Sumertajaya (2006) menyatakan bahwa secara umum model linier dari rancangan Split plot sebagai berikut:
7 Yijk = µ + αi + δik + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan: Yijk: nilai pengamatan pada faktor frekuensi penyiraman taraf ke-i
faktor dosis pupuk kandang taraf ke-j dan ulangan ke-k, µ: komponen aditif dari rataan, αi: komponen aditif dari pengaruh utama faktor frekuensi penyiraman, βj: komponen aditif dari pengaruh utama faktor dosis pupuk kandang, (αβ)ij: komponen interaksi dari faktor frekuensi penyiraman dan faktor dosis pupuk kandang, δik: komponen acak dari petak utama yang menyebar normal, εijk: pengaruh acak dari anak petak yang menyebar normal, i: 1; 2; 3; 4; j:1; 2; 3; 4, k: 1; 2; 3.
Prosedur Percobaan Persiapan dan pembibitan Tahap persiapan dilakukan dengan mempersiapkan seluruh alat dan bahan yang digunakan. Tahap pembibitan dilakukan dengan menanam bahan tanam kumis kucing yang berasal dari stek batang yang diambil dari 2–3 ruas batang yang tidak terlalu muda dengan panjang stek 25 cm. Stek batang tersebut terlebih dahulu ditanam di polibag berukuran 10 cm x 15 cm di tempat yang ternaungi. Pembibitan dilakukan selama 4 minggu. Pada saat stek tersebut telah berakar dan tumbuh daun yang sempurna, yaitu antara 1–1,5 bulan setelah ditanam di polibag, bibit dapat dipindahkan ke polibag yang lebih besar ukuran 30 cm x 40 cm. Pengukuran kadar air tanah Pengukuran kadar air tanah dilakukan untuk mengetahui kadar air tanah pada kapasitas lapang, titik layu permanen, serta air tersedia. Pengukuran ini dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada polibag yang telah dicampur dengan pupuk kandang pada perlakuan dosis pupuk kandang (tanpa pupuk kandang, 10 ton/ha, 20 ton/ha, dan 30 ton/ha). Pengukuran kadar air tanah dilakukan di Laboratorium Fisik Tanah Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan IPB dengan menggunakan alat pressure plate apparatus. Pemindahan bibit ke polibag Bibit yang sudah berumur 4 MST–6 MST ( 1–1,5 bulan) sudah siap dipindahkan ke polibag besar yang berukuran 30 cm x 40 cm. Jarak antar polibag yaitu 30 cm x 30 cm. Polibag tersebut diisi dengan media tanam yang memiliki dosis pupuk kandang yang berbeda-beda yaitu: tanpa pupuk kandang, 10 ton/ha pupuk kandang, 20 ton/ha pupuk kandang, dan 30 ton/ha pupuk kandang. Polibag diisi dengan media tanam hingga ketinggian 30 cm. Pemeliharaan dan perlakuan frekuensi penyiraman Kegiatan pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma serta sanitasi tanaman. Kegiatan pemeliharaan dilakukan 2 kali dalam seminggu. Perlakuan penyiraman dilakukan dengan frekuensi 2 hari sekali, 4 hari sekali, 6 hari sekali, dan 8 hari sekali. Penyiraman dilakukan hingga mencapai kapasitas lapang yaitu saat air menetes dari lubang perkolasi.
8 Pemanenan Tanaman kumis kucing mulai dipanen setelah berumur 7 MST. Pemanenan dilakukan pada waktu pagi hari saat vigor tanaman masih tinggi. Tanaman kumis kucing dikategorikan telah berbunga, jika 75% populasi dalam petak telah berbunga. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong atau memangkas batang kumis kucing dengan ketinggian 10–15 cm dari permukaan tanah. Tanaman yang telah dipanen kemudian dibungkus menggunakan kertas koran untuk mengurangi penguapan yang berlebihan. Hasil panen segera dibawa ke Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB untuk dipisahkan bagian daun dan batangnya, kemudian dilakukan penimbangan bobot basah tanaman. Pembuatan simplisia Daun yang telah dipanen dibersihkan, kemudian dilayukan selama 2–3 hari. Proses pengeringan dilakukan dengan cara dikeringanginkan di atas hamparan kertas koran. Hasil panen yang telah dikeringanginkan kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 24 jam. Pengamatan Penelitian Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh dalam setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan pada komponen pertumbuhan dan komponen panen. Peubah-peubah komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing yang diamati yaitu: 1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai pucuk tertinggi. Pengamatan dilakukan pada umur 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen. 2. Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah tumbuh sempurna pada 1 tanaman contoh. Pengamatan dilakukan pada umur 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen. 3. Jumlah cabang yang diamati adalah seluruh cabang yang muncul dari batang utama. Pengamatan dilakukan pada umur 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen. 4. Panjang ruas diperoleh dengan mengukur salah satu ruas pada salah satu cabang kumis kucing. Panjang ruas yang diamati pada penelitian ini adalah panjang ruas ke-2 pada salah satu cabang tanaman karena pada saat awal pengamatan jumlah ruas masih sedikit dan panjangnya sama sehingga ditetapkan untuk mengukur panjang ruas kedua untuk peubah pengamatan panjang ruasnya. Pengamatan dilakukan pada umur 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen. 5. Luas daun satuan. Pengamatan luas daun dilakukan sesaat sebelum panen dengan metode gravimetri. Luas daun ditaksir melalui perbandingan berat dengan menggambar daun yang ditaksir luasnya pada kertas yang menghasilkan replika (tiruan) daun. Replika daun kemudian digunting, ditimbang beratnya. Luas daun dihitung berdasarkan berat replika daun dngan berat total kertas. =
9
6. Kadar air tanah pada kondisi kapasistas lapang dan titik layu permanen. Kadar air tanah diukur untuk perlakuan semua dosis pupuk kandang P0 (dosis 0 ton/ha), P1 (dosis 10 ton/ha), P2 (dosis 20 ton/ha), dan P3 (dosis 30 ton/ha) dengan 3 ulangan. Prosedur pengukuran kadar air tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.
(a) (b) a. Alat apparatus presseur plate tampak luar b. Alat apparatus presseur plate tampak dalam
Gambar 1. Pengukuran kadar air tanah pada kapasitas lapang dan titik layu permanen dengan menggunakan alat apparatus presseur plate. Peubah-peubah komponen panen yang diamati dalam penelitian ini yaitu : 1. Bobot basah daun diperoleh dengan menimbang seluruh daun dalam keadaan segar selepas panen. Bobot basah daun diamati setelah pemanenan. 2. Bobot kering daun diperoleh dengan menimbang seluruh daun yang telah dikeringkan dengan oven. Bobot kering daun diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan. 3. Bobot basah batang diperoleh dengan menimbang seluruh batang dalam keadaan segar selepas panen. Bobot basah batang diamati setelah pemanenan. 4. Bobot kering batang diperoleh dengan menimbang seluruh batang yang telah dikeringkan dengan oven. Bobot kering batang diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan. 5. Bobot basah bunga diperoleh dengan menimbang seluruh bunga dalam keadaan segar selepas panen. Bobot basah bunga diamati setelah pemanenan. 6. Bobot kering bunga diperoleh dengan menimbang seluruh bunga yang telah dikeringkan dengan oven. Bobot kering bunga diamati setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan Analisis Data Data pengamatan diuji menggunakan uji F pada taraf nyata α 5%. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh berbeda nyata diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan software SAS.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Nilai evapotranspirasi referens rata-rata harian selama bulan Desember 2014 hingga Mei 2015 dapat dilihat pada (Tabel 1). Selama penelitian ini sempat terjadi serangan hama ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) yang menyerang daun dan tunas muda. Hama ini dapat dikendalikan dengan melakukan penyiangan secara rutin. Penanganan gulma juga dikendalikan secara manual dengan menyiangi gulma seminggu sekali. Kondisi tanaman secara umum tidak mengalami gangguan, namun pada tanaman yang diberi perlakuan frekuensi penyiraman enam hari sekali dan delapan hari sekali, tanaman sempat mengalami cekaman dengan menunjukkan gejala daun yang layu serta batang yang cenderung mengering. Kondisi ini belum sampai pada kondisi kritis. Kondisi ini biasanya terjadi sehari sebelum penyiraman dilakukan namun ketika penyiraman dilakukan tanaman yang menunjukkan gejala layu terlihat segar kembali. Tabel 1. Nilai evapotranspirasi referens rata-rata harian selama bulan Desember 2014 hingga Mei 2015 Tahun 2014
Bulan Rata-rata evapotranspirasi referens harian (mm/hari) Desember 3,04 Januari 2,35 Februari 2,60 2015 Maret 2,92 April 2,75 Mei 3,06 Sumber: BMKG Dramaga (2016).
Pemanenan dilakukan secara bertahap pada tiap ulangan pada umur 7 MST. Daun dan batang yang telah dipanen dibersihkan, kemudian dilayukan selama 2–3 hari. Proses pengeringan dilakukan dengan cara dikeringanginkan di atas hamparan kertas koran. Hasil panen yang telah dikeringanginkan kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 24 jam. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan frekuensi penyiraman pada umumnya berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing. Frekuensi penyiraman berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, panjang ruas dan luas daun namun tidak berpengaruh nyata pada jumlah cabang dan indeks luas daun. Perlakuan dosis pupuk kandang juga berpengaruh nyata pada komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing. Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang namun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang ruas, dan luas daun. Interaksi antara perlakuan pupuk kandang
11 dan frekuensi penyiraman tidak memberikan pengaruh pada komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing (Tabel 2). Tabel 2. Rekapitulasi analisis ragam komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing Analisis sidik ragam Umur KK (%) (MST) FP PK FP*PK 1 tn tn tn 15,74 2 tn tn tn 15,34 3 tn tn tn 16,94 Tinggi 4 ** tn tn 13,34 tanaman 5 ** tn tn 13,14 6 ** ** tn 12,35 7 ** tn tn 11,96 1 tn tn tn 16,34 2 tn tn tn 17,14 3 tn * tn 14,34 Jumlah 4 * tn tn 16,85 daun 5 * * tn 14,84 6 * * tn 15,05 7 * ** tn 14,06 1 tn tn tn 18,97 2 tn tn tn 16,72 3 tn tn tn 21,29 Jumlah 4 tn ** tn 18,99 cabang 5 tn ** tn 17,46 6 tn * tn 15,60 7 tn * tn 15,44 1 tn tn tn 21,33 2 tn tn tn 17,59 3 * tn tn 15,44 Panjang 4 tn tn tn 13,92 ruas 5 tn tn tn 13,49 6 tn tn tn 13,10 7 tn tn tn 12,68 Luas daun 7 * tn tn 16,42 Keterangan: **: berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 99%, *: berpengaruh nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%, FP: frekuensi penyiraman, PK: pupuk kandang, FP*PK: interaksi frekuensi penyiraman dan pupuk kandang, tn: tidak nyata, KK: koefisien keragaman, MST: minggu setelah tanam. Peubah
Perlakuan frekuensi penyiraman mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang ruas. Hal ini disebabkan air yang diberikan pada tanaman mempengaruhi perkembangan vegetatif tanaman. Kekurangan air dapat mengakibatkan penurunan perkembangan vegetatif tanaman dengan cara menurunkan fotosintesis daun dan fotosistesis tajuk. Selama perkembangan vegetatif, kekurangan air dapat menyebabkan kekurangan kelembapan pada tanaman sehingga dapat mengurangi pelebaran daun. Kekurangan air yang parah pada tanaman dapat menyebabkan
12 penutupan stomata yang mengurangi pengambilan CO2 dan produksi berat kering (Gardner et al., 2008). Dosis pupuk kandang mampu mempengaruhi komponen pertumbuhan tanaman. Susanti et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang pada tanaman merupakan faktor eksternal yang diduga memberikan suplai hara yang cukup tinggi pada tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan yang meliputi jumlah daun yang meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah cabang yang muncul. Perlakuan frekuensi penyiraman dapat mengakibatkan tanaman mengalami cekaman kekurangan air jika terjadi dalam tempo yang relatif lama. Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Kekurangan air dapat membatasi pertumbuhan karena kehilangan air (transpirasi) tidak dapat dilepaskan dari serapan karbon melalui fotosintesis. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan pengairan yang cukup intensif, cekaman air dapat mempengaruhi inisiasi daun, fase pembelahan dan pengembangan sel pada tanaman (Goldsworthy dan Fisher, 1996). Rekapitulasi analisis ragam menunjukkan frekuensi penyiraman secara umum tidak berpengaruh terhadap komponen panen. Frekuensi penyiraman hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering bunga. Dosis pupuk kandang tidak berpengaruh terhadap semua komponen panen. Interaksi perlakuan frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun (Tabel 3). Tabel 3. Rekapitulasi analisis ragam komponen panen Analisis sidik ragam KK (%) FP PK FP*PK BK daun tn tn * 5,46tr BK batang tn tn tn 6,76tr BK bunga * tn tn 7,81tr BB daun tn tn tn 6,14tr BB batang tn tn tn 7,49tr BB bunga tn tn tn 7,43tr Keterangan: **: berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 99%, *: berpengaruh nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%, FP: frekuensi penyiraman, PK: pupuk kandang, FP*PK: interaksi frekuensi penyiraman dan pupuk kandang, tn: tidak nyata, KK: koefisien keragaman, BB: bobot basah, BK: bobot kering, tr: data hasil transformasi . Peubah
Pada penelitian ini perlakuan frekuensi penyiraman tidak berpengaruh terhadap komponen panen diduga disebabkan oleh perkembangan dan perkembangan tanaman yang telah sempurna ketika memasuki masa panen. Goldsworthy dan Fisher (1996) menyatakan air dan faktor lingkungan lain memiliki kemungkinan untuk tidak berpengaruh terhadap hasil panen akhir tanaman yang dibudidayakan disebabkan organ-organ tanaman terutama daun telah berkembang sempurna. Organ tanaman yang akan tumbuh selanjutnya yang berada pada fase pembelahan sel akan menyumbang hasil terbanyak karena telah pulih dari cekaman lingkungan.
13 Dosis pupuk kandang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang. Pupuk kandang melepaskan bahan organik secara perlahan (slow release) sehingga ketersediaan hara tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tercukupi secara terus menerus (continue). Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan pupuk kandang tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman disebabkan sifat volatil dari hara yang terkandung dalam pupuk kandang jika tidak ditangani secara tepat (Wisdom et al., 2012). Perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap komponen kadar air tanah yaitu kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang dan kadar air tanah pada kondisi air tersedia. Dosis pupuk kandang tidak berpengaruh terhadap kadar air tanah pada kondisi titik layu permanen (Tabel 4). Tabel 4. Rekapitulasi analisis ragam komponen kadar air tanah Peubah Kapasitas lapang Titik layu permanen Air tersedia
Pupuk kandang * tn *
KK (%) 2,95 5,66 12,38
Keterangan: **: Berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 99%, *: berpengaruh nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%, tn: tidak nyata, KK: koefisien keragaman.
Pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan air tanah. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya waktu untuk proses dekomposisi maka semakin halus keragaan pupuk kandang yang terdekomposisi, ruang berpori dalam tanah juga semakin banyak sehingga memudahkan infiltrasi air ke dalam tanah (Hartatik dan Widowati, 2005). Tinggi Tanaman Frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 4, 5, 6, dan 7 MST, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 1, 2, dan 3 MST. Frekuensi penyiraman 2 hari sekali menyebabkan tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan frekuensi penyiraman 6 hari sekali (Tabel 5). Penelitian lain yang dilaporkan oleh Husniati (2005) menyatakan bahwa pada tanaman Dracaena godseffiana “Florida Beauty” perlakuan frekuensi penyiraman dua kali seminggu memberikan pengaruh pada fluktuasi kelembapan media tanam sampai -1,33 Kpa pada 12 MSP dan memberikan respon yang lebih baik pada pertambahan tinggi tanaman, lebar daun, panjang daun, dan jumlah daun. Frekuensi penyiraman yang semakin rendah menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat. Hal ini disebabkan evapotranspirasi yang rendah. Evapotranspirasi berbanding lurus dengan beda potensial antara tanah dengan akar tanaman. Semakin rendah beda potensial air maka semakin rendah gerakan air dari tanah ke akar tanaman. Hal ini menyebabkan serapan air untuk pertumbuhan tanaman terhambat (Sulistyono et al., 2012).
14 Tabel 5. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman FP
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST 5 MST ---cm--44,633a 50,803a 43,623a 48,160a 35,155b 39,988b 35,670b 40,738b
6 MST
7 MST
2 29,843a 34,150a 39,528a 57,210a 62,429a 4 30,385a 35,250a 38,270a 53,145a 57,332a 6 26,120a 28,805a 32,653a 44,570b 49,117b 8 25,575a 28,337a 30,832a 45,392b 49,780b Uji F 0,1443 0,0611 0,1034 0,0045** 0,0056** 0,0066** 0,0066** (Pr>F) Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, FI: frekuensi penyiraman, MST: minggu setelah tanam, 2: frekuensi penyiraman dua hari sekali, 4: frekuensi penyiraman empat hari sekali, 6: frekuensi penyiraman enam hari sekali, 8: frekuensi penyiraman delapan hari sekali.
Perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST. Perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha menyebabkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk kandang yang lain (Tabel 6). Hasil lain yang dilaporkan oleh Ruhnayat dan Rostiana (2014) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dengan dosis 500 gram/tanaman mampu meningkatkan tinggi tanaman kumis kucing sebesar 11,88%, hasil ini tidak sama disebabkan pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ayam. Pupuk kandang juga dilaporkan oleh (Valiki dan Ghanbari, 2015) dapat meningkatkan tinggi tanaman rosemarry. Desyrakhmawati et al. (2015) melaporkan bahwa pemberian dosis pupuk kandang 5,96 ton/ha mempengaruhi tinggi tanaman Tithonia diversifolia pada umur 4 MST. Susanti et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan tinggi tanaman yang disebabkan oleh tersedianya unsur hara N, P, dan K yang digunakan untuk pertumbuhan. Tabel 6. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Dosis (ton/ha) ---cm--00 28,225a 31,547a 35,553a 40,050a 44,353a 49,813a 54,111a 10 28,918a 32,792a 37,197a 42,363a 48,220a 53,788a 58,588a 20 27,543a 31,600a 34,432a 37,412a 41,353a 46,158b 50,915a 30 27,237a 30,558a 34,102a 39,287a 45,428a 50,557a 55,043a Uji F 0,7916 0,7362 0,5883 0,1748 0,0642 0,0459* 0,0608 (Pr>F) Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, MST: minggu setelah tanam.
Jumlah Daun Perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap jumlah daun pada umur 3, 5, 6, dan 7 MST tetapi tidak berpengaruh pada umur 1, 2, dan 4 MST.
15 Perlakuan dosis pupuk kandang 30 ton/ha menyebabkan jumlah daun tanaman kumis kucing lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton/ha dan 0 ton/ha (kontrol) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha (Tabel 7). Hal ini diduga disebabkan oleh semakin banyak pemberian pupuk kandang pada tanah semakin baik struktur tanah sehingga memudahkan akar menyerap hara dari dalam tanah. Pemberian pupuk kandang dengan dosis 40 ton/ha pada tanaman purwoceng meningkatkan jumlah daun dan akumulasi biomassa sebesar 15,8%. Hal ini disebabkan tanaman yang mendapatkan tambahan pupuk kandang akan meningkatkan ketersediaan unsur hara makro dan mikro di dalam tanah. Peningkatan ketersediaan unsur hara dalam tanah ini dapat meningkatkan metabolisme pada tanaman dan menambah produktifitas tanaman (Rahardjo et al., 2006). Tabel 7. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap jumlah daun Dosis 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST (ton/ha) 00 32,1 42,1 62,8a 85,3 103,2b 125,6b 148,3b 10 32,4 42,4 66,6a 87,6 111,0ab 139,3ab 166,7ab 20 29,0 36,2 54,9b 80,3 102,8b 129,8b 159,7b 30 30,5 38,9 61,6ab 93,7 121,7a 148,6a 185,3a Uji 0,3360 0,1179 0,0266* 0,1899 0,0293* 0,0492* 0,0057* F(Pr>F) Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, MST: minggu setelah tanam.
Pemberian dosis pupuk kandang yang optimal diduga dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu menyediakan bahan organik dari tanah bagi tanaman. Menurut Gardner et al. (2008), tanaman menimbun nitrat dalam jumlah yang besar di dalam daun, jumlah daun suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Lingkungan tumbuh suatu tanaman yang mendapatkan banyak bahan organik dari dalam tanah dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Hartatik dan Widowati (2005) menyatakan pupuk kandang mampu menyediakan beberapa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, salah satunya adalah nitrogen yang diubah menjadi nitrat tersedia yang mudah larut dan bergerak menuju perakaran. Jumlah Cabang Perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap jumlah cabang pada umur 4, 5, 6, dan 7 MST tetapi tidak berpengaruh pada umur 1, 2, dan 3 MST. Perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha menyebabkan jumlah cabang tanaman kumis kucing lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk kandang yang lain (Tabel 8). Hal ini diduga disebabkan peningkatan jumlah bahan organik dalam danah yang diberi pupuk kandang menyebabkan perbaikan pada struktur tanah serta tersedianya hara yang dibutuhkan tanaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Rahmania (2014) yang menyatakan bahwa tanaman
16 kumis kucing yang diberi pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha menghasilkan pertumbuhan yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan produksi simplisia yang sama baiknya dengan stek yang diberi pupuk kandang dengan dosis 30 ton/ha sehingga dosis 10 ton/ha lebih efisien dalam hal penggunaan pupuk kandang. Harnani (2008) melaporkan bahwa pemberian dosis pupuk kandang yang optimal sebanyak 498 g/10 kg tanah mampu meningkatkan jumlah cabang pada tanaman cabe jawa secara kuadratik. Percabangan yang dibentuk oleh tanaman merupakan bagian dari pertumbuhan vegetatif yang dipengaruhi oleh ketersediaan air, mineral dan serapan bahan organik dari dalam tanah (Gardner et al., 2008). Tabel 8. Pengaruh pupuk kandang terhadap jumlah cabang Dosis 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST (ton/ha) 00 3,4a 4,4a 6,8a 9,7b 12,0b 14,2ab 16,9ab 10 3,8a 5,0a 7,7a 11,5a 13,9a 15,8a 18,3a 20 3,2a 4,2a 6,0a 8,6b 10,7b 12,4b 14,7a 30 3,4a 4,5a 6,6a 9,5b 12,3ab 14,5a 16,8ab Uji F 0,1230 0,0778 0,0626 0,0062** 0,0087** 0,0105* 0,0193* (Pr>F) Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, MST: minggu setelah tanam.
Panjang Ruas Frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap panjang ruas tanaman pada umur 3 MST. Perlakuan frekuensi penyiraman 4 hari sekali menyebabkan panjang ruas tanaman lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari sekali tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyiraman yang lain (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap panjang ruas FP
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST ---cm--5,7433a 6,0567a 5,4100a 5,2967a
5 MST
6 MST
7 MST
2 3,7983a 4,8233a 5,3783a 5,9967a 6,1933a 6,3383a 4 4,2633a 5,2117a 5,7500a 6,1117a 6,3133a 6,4417a 6 3,8083a 4,4817a 5,0517a 5,6583a 5,7867a 5,8883a 8 3,6717a 4,2783a 4,6733b 5,5400a 5,6700a 5,7517a Uji F 0,5034 0,1347 0,0484* 0,2205 0,4443 0,3748 0,3353 (Pr>F) Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, FP: frekuensi penyiraman, MST: minggu setelah tanam, 2: frekuensi penyiraman dua hari sekali, 4: frekuensi penyiraman empat hari sekali, 6: frekuensi penyiraman enam hari sekali, 8: frekuensi penyiraman delapan hari sekali.
17 Pada perlakuan frekuensi penyiraman 4 hari sekali diduga masih bisa mencukupi kebutuhan air bagi tanaman sehingga metabolisme tanaman masih bisa berlangsung tanpa hambatan. Pemanjangan ruas suatu tanaman merupakan akibat dari peningkatan jumlah sel dan perluasan sel. Daerah dasar ruas (interkalar) merupakan daerah pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel. Pertumbuhan pada daerah interkalar terbatas karena dipengaruhi oleh hormonhormon yang tidak diproduksi sendiri oleh tanaman. Nutrisi mineral dan ketersediaan air yang cukup bagi tanaman mempengaruhi pertumbuhan panjang ruas tanaman (Gardner et al., 2008). Luas Daun Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap luas daun tetapi tidak berpengaruh terhadap indeks luas daun. Perlakuan frekuensi penyiraman 2 hari sekali meningkatkan luas daun sebesar 42,16% dibandingkan dengan frekuensi penyiraman 8 hari sekali (Tabel 10). Gunarso (1995) melaporkan tanaman kumis kucing yang diberi perlakuan frekuensi penyiraman dua hari sekali mempunyai luas daun tertinggi dibandingkan dengan perlakuan frekuensi penyiraman empat hari sekali dan enam hari sekali. Perlakuan frekuensi penyiraman yang semakin jarang diduga dapat mengakibatkan tanaman kumis kucing mengalami stress air sehingga dapat menyebabkan penurunan luas daun. Cekaman lengas menyebabkan terjadinya penutupan stomata dan penurunan luas daun yang akan mengurangi kehilangan air dan menunda terjadinya kekurangan air yang lebih berat pada tanaman (Goldsworthy dan Fisher, 1996). Pada perlakuan frekuensi penyiraman 2 hari sekali mempunyai luas daun yang terbesar. Tanaman kumis kucing diduga mengalami peningkatan evapotranspirasi karena menurut Gardner et al. (2008) semakin luas daerah permukaan daun maka semakin besar evapotrasnspirasinya, luas daun tanaman yang mendapat penyiraman yang cukup lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak mendapat pasokan air yang cukup dari penyiraman. Tabel 10. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap luas rata-rata satu daun Frekuensi penyiraman Luas rata-rata satu daun (cm2/tanaman) Dua hari sekali 9,8333a Empat hari sekali 8,5833a Enam hari sekali 7,8333b Delapan hari sekali 6,9167c Uji F (Pr>F) 0,0341* Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%.
Goldsworthy dan Fisher (1996) menyatakan bahwa setelah penutupan tajuk tanaman telah sempurna dicapai maka evaporasi tanah dapat diabaikan. Laju transpirasi tanaman yang tumbuh pada permukaan tanah yang kering namun memiliki air yang cukup tersedia bagi akar tanaman akan sebanding dengan pertambahan luas daun hingga mencapai batas tertentu.
18 Bobot Kering Tanaman Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap rata-rata bobot kering tanaman. Perlakuan frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap rata-rata bobot kering bunga namun tidak berpengaruh terhadap rata-rata bobot kering batang dan daun. Perlakuan frekuensi penyiraman 6 hari sekali menyebabkan ratarata bobot kering bunga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan frekuensi penyiraman 2 hari sekali, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 4 hari sekali dan 8 hari sekali (Tabel 11). Valiki dan Ghanbari (2015) melaporkan pada tanaman rosemarry, penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan bobot kering daun. Hasil yang berbeda dengan penelitian ini diduga disebabkan tanaman kumis kucing dalam penelitian ini belum menunjukkan hasil produksi yang stabil karena hanya diproduksi sekali panen. Nurhajijah (2014) melaporkan bahwa kestabilan hasil produksi panen tanaman kumis kucing bisa dilihat dengan minimal dua kali masa panen. Tabel 11. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap rata-rata bobot kering BK daun BK batang BK bunga Rasio BK/BP Frekuensi penyiraman ---gram/tanaman--2 5,9034a 4,4147a 0,4704b 0,1178a 4 5,0366a 3,6803a 0,5894a 0,1272a 6 7,9338a 6,0946a 0,8293a 0,1225a 8 7,9571a 6,6282a 0,6466a 0,1198a Uji F (Pr>F) 0,0745 0,1712 0,0194* 0,8429 Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, BK; bobot kering, BP: bobot panen, 2: frekuensi penyiraman dua hari sekali, 4: frekuensi penyiraman empat hari sekali, 6: frekuensi penyiraman enam hari sekali, 8: frekuensi penyiraman delapan hari sekali.
Kadar air tanah yang rendah dapat menghambat reaksi metabolisme pada tanaman yang disebabkan keterbatasan penyerapan air dan tingginya proses evapotranspirasi yang terjadi sehingga berdampak pada buruknya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Frekuensi penyiraman 3 hari sekali pada tanaman nilam menghasilkan produksi yang tinggi, bobot kering daun tanaman nilam terendah dihasilkan oleh frekuensi penyiraman 9 hari sekali (Sulistyono dan Yanuar, 2008). Ketersediaan air yang rendah menyebabkan evapotranspirasi yang rendah. Semakin rendah evapotranspirasi dapat menyebabkan penurunan produksi gabah kering panen pada tanaman padi (Sulistyono et al., 2012). Pada penelitian ini dosis pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering simplisia batang dan daun diduga disebabkan oleh pengaruh pupuk kandang yang lebih berperan secara fisik dalam memperbaiki struktur tanah dan kemampuan meningkatkan infiltrasi air pada tanah sesuai yang dilaporkan oleh Aminah (2003). Kadar Air Tanah Perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap kadar air pada kapasitas lapang dan air tersedia namun tidak berpengaruh terhadap kadar air pada titik layu permanen. Perlakuan tanpa menambahkan pupuk kandang menyebabkan
19 kadar air pada kapasitas lapang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan dosis pupuk kandang 30 ton/ha menyebabkan air tersedia lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk kandang yang lain (Tabel 12). Pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan aktifitas biologi dalam tanah yang membutuhkan kondisi lembap dan udara yang cukup. Aktifitas biologi dalam tanah dapat terjadi secara optimal pada kadar air tanah yang mendekati kondisi kapasitas lapang atau setara dengan 60% pori tanah terisi oleh air (Bot dan Benites, 2005). Kandungan bahan organik tanah yang semakin meningkat dapat menurunkan berat jenis tanah. Kadar air pada kapasitas lapang merupakan kondisi ideal untuk pertumbuhan tanaman yang bergantung juga pada penyebaran poripori dalam tanah. Kandungan bahan organik dalam tanah menyebabkan pori dan rongga tanah semakin banyak sehingga kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang juga meningkat (Murphy, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan dosis pupuk kandang menyebabkan penurunan kadar air tanah. Hal ini berbeda dengan literatur yang telah disebutkan diduga disebabkan oleh proses pencampuran tanah dan pupuk kandang dalam polibag tidak tercampur merata sehingga terdapat kemungkinan sampel tanah yang diambil memiliki kandungan pupuk kandang yang tidak sama. Tabel 12. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap kadar air tanah pada kapasitas lapang, air tersedia, dan titik layu permanen Air tersedia Titik layu permanen ---%BK--00 39,033a 13,453a 25,580 10 37,457a 14,743a 22,713 20 37,933a 14,543a 23,390 30 34,450b 9,140b 25,310 Uji F (Pr>F) 0,011* 0,016* 0,106 Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%. Dosis (ton/ha)
Kapasitas lapang
Pemberian dosis pupuk kandang yang semakin meningkat mampu memegang air lebih kuat dan mempertahankan ketersediaan air bagi tanaman sehingga fluktuasi air lebih kecil namun hal ini belum mampu meningkatkan ketersediaan air tanaman (Aminah, 2003). Air tersedia merupakan air yang dapat diserap oleh akar tanaman (selisih antara jumlah air tanah pada kapasitas lapang dan titik layu permanen). Air tanah pada kapasitas lapang adalah air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir karena gaya gravitasi. Kondisi kelembapan tanah yang menyebabkan tanaman layu dan tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembapan relatif 100% disebut sebagai titik layu permanen (Gardner et al., 2008). Interaksi antara frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun. Kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari sekali dan dosis pupuk kandang 30 ton/ha menghasilkan bobot kering daun lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi penyiraman 2 hari sekali pada semua dosis pupuk kandang, frekuensi penyiraman 4 hari sekali pada semua dosis pupuk kandang, frekuensi penyiraman 6 hari sekali tanpa pemberian pupuk kandang, frekuensi penyiraman 6 hari sekali pada dosis pupuk kandang 30 ton/ha,
20 frekuensi penyiraman 8 hari sekali tanpa pemberian pupuk kandang, serta frekuensi penyiraman pada dosis pupuk kandang 10 ton/ha (Tabel 13). Hasil ini tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman 6 hari sekali pada dosis pupuk kandang 10 ton/ha dan 20 ton/ha serta kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari sekali pada dosis pupuk kandang 20 ton/ha. Tabel 13. Interaksi pengaruh frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang terhadap bobot kering daun Frekuensi penyiraman Empat hari Enam hari Delapan hari sekali sekali sekali ---gram/tanaman--00 5,597bc 3,957c 6,070bc 6,597bc 10 6,356bc 6,948bc 11,163a 5,658bc 20 5,413bc 4,939bc 8,258ab 7,865abc 30 6,247bc 4,302bc 6,244bc 11,726a Keterangan: Angka yang diikuti yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%. Dosis pupuk kandang (ton/ha)
Dua hari sekali
Keberhasilan tanaman dalam mengatur kehilangan air sebagai fungsi dari penyediaan air dalam tanah dan kemampuan tanaman untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air sehingga memaksimalkan peluang untuk bertahan pada saat terjadi kekeringan tanpa mereduksi serapan karbon diharapkan bisa memiliki potensi besar dalam akumulasi biomassa (Du et al., 2015). Kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman 6 hari sekali pada dosis pupuk kandang 10 ton/ha dipilih sebagai kombinasi rekomendasi perlakuan untuk peubah bobot kering daun. Kombinasi ini dipilih dengan pertimbangan efisiensi penggunaan air dan pupuk kandang dalam budidaya dan produksi kumis kucing.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman pada umur 4 sampai 7 MST dan panjang ruas tanaman pada umur 3 MST. Frekuensi penyiraman juga mempengaruhi produksi simplisia bunga tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi simplisia batang dan daun. Dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman pada umur 6 MST, jumlah daun dan jumlah cabang pada umur 4 sampai 7 MST, kadar air pada kapasitas lapang serta air tersedia, tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi simplisia batang, daun, dan bunga. Frekuensi penyiraman 6 hari sekali selama penelitian ini menghasilkan produksi simplisia kumis kucing yang maksimum dengan dosis pupuk kandang 10 ton/ha. Implementasi hasil penelitian ini perlu
21 mempertimbangkan peubah-peubah tanah dan iklim yang diperlukan untuk menentukan frekuensi penyiraman.
Saran Penelitian tentang perlakuan dosis pupuk kandang serta frekuensi penyiraman pada budidaya tanaman kumis kucing perlu dilanjutkan hingga masa panen kedua untuk mengetahui kestabilan produksi tanaman kumis kucing. Peubah tanah dan iklim perlu disertakan lebih detail agar hasil yang diperoleh dari penelitian ini terkait evapotranspirasi yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kumis kucing dapat lebih representatif. Pencampuran tanah dan pupuk kandang pada saat awal pengisian media tanam harus sampai tercampur dengan merata agar didapatkan hasil pengamatan yang akurat pada kadar air tanah. Pengukuran volume air yang disiramkan untuk setiap tingkat frekuensi penyiraman perlu dilakukan sebelum memulai penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Almatar M., Ekal H. and Rahmat Z. 2014. A glance on medical applications of Orthosiphon stamineus and some of its oxidative compounds. Int. J. Pharm. Sci. 24(2):83-88. Ameer O.Z., Salman I.M., Asmawi M.Z., Ibraheem Z.O. and Yam M.F. 2012. Orthosiphon stamineus: tradisional uses, phytochemistry, pharmacology, and toxicology. Jurnal of Medical Food. 15(8):1-13. Aminah. 2003. Pengaruh frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil lidah buaya (Aloe chinensis Baker). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anggraeni dan Triantoro. 1992. Kandungan utama daun kumis kucing. Prosiding forum komunikasi ilmiah hasil penelitian plasma nutfah dan budidaya tanaman obat 1992: 165-170. Balitro. Bogor. Bot A. and Benites J. 2005. The Importance of Soil Organic Matter Key to Drought-Resistant and Suistained Food and Production. FAO, Roma. Boydak E., Karaarslan D., Simsek M. and Gercek S. 2007. Effect of irrigation methods and irrigation intervals on yield and some yield components on Sesame growing in Semi-arid area. Journal of Agronomy. 6(3):439-443. [BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2016. Data Evaporasi. BMKG Dramaga. Bogor. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2014. Situasi dan analisis diabetes. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatindiabetes.pdf. [10 Sepetember 2016]. Desyrakhmawati L., Melati M., Suwarto. dan Wiwik H. 2015. Pertumbuhan Tithonia diversifolia dengan dosis pupuk kandang dan jarak tanam yang berbeda. J. Agron. Indonesia. 43(1):72-80. [Ditjenbuntan] Direktorat Jenderal Perkebunan dan Pertanian. 2013. Mengenal Orsina sebagai varietas baru tanaman kumis kucing.
22 http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/tinymcpuk/gambar/file/Or sina%20dilepas%20sbg%20var%20Kumis%20Kucing.pdf. [15 Juni 2016]. Du T., Kang S., Zhang J. and Davies W. 2015. Deficit irrigation and suistainable water-resource strategies in agriculture for China’s food security. J. Exp. Bot. 34(1):1-17. Dzulkarnain B., Widowati L., Isnawati A. dan Thijjsen H.J.C. 1999. PROSEA Plant Resources of Shout-East Asia No 12(1) Medical and Poisonous Plants 1. PROSEA, Bogor. [EMA] European Medicines Agency. 2010. Assesment report on Orthosiphon stamineus Benth., folium. http://www.ema.europa.eu/ docs/ en_GB/ document_library/ Herbal_-_HMPC_assessment_report/ 2011/ 05/ WC500106884.pdf. [10 September 2016]. Ewulo B.S., Hassan K.O. and Ojeniyi S.O. 2007. Comparative effect of cowdung manure on soil and leaf nutrient and yield of pepper. International Journal of Agricultural Research. 2(12):1043-1048. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2003. Agriculture food and water. http://www.fao.org/docrep/006/y4683e/y4683e00.htm#P-1_0. [24 Agustus 2016]. Gardner F.P., Pearce R.B. and Mitchell R.L. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta. Goldsworthy P.R. and Fisher N.M. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gudugi I.A.S. 2013. Effect of cow dung and variety on the growth and yield of Okra (Abelmoschus esculentus L.). Euro. J. Exp. Bio. 3(2):495-498. Gunarso A. 1995. Pengaruh frekuensi pemberian air dan pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi kumis kucing (Orthosiphon aristatus Miq.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hidayati, Nuril dan Saefudin. 2002. Pertumbuhan dan produksi kumis kucing (ortosiphon aristatus) pada mikroklimat yang berbeda dan perlakuan pupuk organik cair. Di dalam: Naiola P.B, Chairul, Hoesen D.S.H., editor. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik, 2002;Bogor, Indonesia. LIPI. Bogor. Harnani. 2008. Pengaruh pemberian pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) organik. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartati S. 2011. Tanaman Berkhasiat Obat. IPB Press. Bogor. Hartatik W. dan Widowati L.R. 2005. Pupuk kandang. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/04pupuk %20kandang.pdf. [23 Agustus 2016]. Husniati N.H. 2005. Pengaruh kondisis ruang, volume dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan periode layak display tanaman Dracaena godseffiana “Florida Beauty”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2014. Menyibak potensi pasar obat hebat tradisional.http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publicati on/4651421058307.pdf. [15 Juni 2016]. Keng C.L. and Siong L.P. 2006. Morphologhical similarities and differences between the two varieties of Cat’s Whiskers (Orthosiphon stamineus Benth.) grown in Malaysia. Intl. J. Bot. 2(1):1-6.
23 Kurniawati A., Sulistiyani dan Safithri M. 2013. Identifikasi karakter morfologi, kadar bioaktif dan aktivitas inhibitor enzim alfa glukosidase aksesi tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.). Prosiding seminar hasil-hasil PPM IPB 2013: (2) 493-509. LPPM IPB. Bogor. Mattjik A.A. dan Sumertajaya I.M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press, Bogor. Murphy B.W. 2014. Soil Organic Matter and Soil Function. GDRC, Canberra. Musnamar E.I. 2003. Pupuk Organik. Penebar Swdaya, Jakarta. Nurhajijah. 2014. Pertumbuhan, produksi dan kadar sinensetin tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada berbagai umur panen. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahardjo M., Rosita S.D.M. dan Ireng D. 2006. Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi, dan mutu simplisia purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb). Jurnal Littri. 12(2):73-76. Rahmania R. 2014. Penentuan jumlah buku stek kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) dan dosis pupuk kandang sapi pada cara tanam langsung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ruhnayat A. dan Rostiana O. 2014. Pengaruh pertumbuhan pupuk kandang ayam dan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi dan mutu kumis kucing. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik, 2014; Bogor, Indonesia. Samanhudi, Yaunus A., Pujiasmanto B. and Rahayu M. 2014. Application of organic manure and mycorrhizal for improving plant growth and yield of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Scientific Research Journal. 2(5):11-16. Shinde J., Taldone T., Barletta M., Kunaparaju N., Bo H. and Kumar S. 2008. Alpha glucoside inhibitory activity of Syzygium cumini (Linn.) skeels seed kernel in vitro and in goto-kakizaki(GK) rats. Carbohydrate Research. 34(3):1278-1281. Simatupang D.V. 2010. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan, produksi daun segar, dan kandungan minyak atsiri dari dua aksesi kemangi (Ocium basilicum L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siska, Hadi S. dan Jamaliah. 2012. Pemanfaatan daun kumis kucing (Orthosiphon spicatus B.B.S.) sebagai antiglaukoma. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 17(1):16-20. Sulistyono E. dan Indriarti. 2011. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap pertumbuhan dan produksi kencur (Kaempferua galangal L). Agrivigor. 4(2):105-111. Sulistyono E. dan Yanuar S. 2007. Pengaruh jadwal irigasi terhadap pemakaian air konsumtif dan produksi nilam (Pogostemon cablin (Blanco) Benth.). Bul. Agron. 36(1):64-69. Sulistyono E., Suwarno, Lubis I. dan Suhendar D. 2012. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap pertumbuhan dan produksi lima galur padi sawah. Agrivigor. 5(1):1-7. Sultoni R., Ningsih K., Helmi R., Haryono., Simanjuntak J.W.B.H.T., Ginting B.M., Hidayat A.W., Pamela D.S., Barkah Y.Y., Radiman dan Rudi. 2009. Tanaman obat & obat tradisional. Buletin Infarkes. 2(1):5-6. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta.
24 Susanti H., Aziz S.A. dan Melati M. 2008. Produksi biomassa dan bahan aktif Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron. 36(1):48-55. Syahadat R.M. 2012. Pengaruh komposisi media dan fertigasi pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman kemuning (Murraya paniculata(L.) Jack.) di pembibitan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syofyanti F. 2012. Pengaruh frekuensi penyiraman pada fase bibit terhadap pertumbuhan bibit dan dampaknya pada pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tahseen M.A. and Mishra G. 2013. Ethnobotany and diuretic activity of some selected Indian medicinal plants: a scientific review. The pharma Innovation Journal. (2):1. Valiki R.S.H. and Ghanbari S. 2015. Comparative examination of the effect of manure and chemical fertilizers on yield and yield components of rosemary (Rosemarinus officinalis L.). Qaemshahr. 6(2):29-37. Wirosoedarmo R. 2010. Drainase Pertanian. UB Press, Malang. Wisdom S., Ndana R.W. and Abdulrahim Y. 2012. The comparative study of the effect of organic manure and inorganic fertilizer N.P.K on the growth of maize (Zea mays L.). Int. Res. J. Agric. Sci. Soil Sci. 2(12):516-519.
25
LAMPIRAN
26 Lampiran 1. Data evaporasi panci harian wilayah Dramaga Bogor Lokasi Lintang Bujur
: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor : 060 3’ LS : 1060 44’ BT
Elevasi
: 207 meter
2014 Desember Januari Februari 1 3,1 1,2 2,7 2 4,7 1,5 3,0 3 2,4 3,5 3,1 4 3,2 1,9 2,2 5 1,2 1,7 5,1 6 1,4 4,8 4,2 7 5,8 4,4 6,5 8 4,0 4,2 3,2 9 4,6 5,1 1,2 10 4,3 5,7 XX 11 5,8 7,2 1,9 12 5,8 5,9 2,1 13 2,9 0,4 1,9 14 2,2 2,0 0,9 15 5,0 2,9 4,3 16 4,4 1,9 1,9 17 8,2 2,9 3,2 18 4,2 3,0 2,4 19 5,9 2,6 5,0 20 4,7 1,1 0,9 21 3,6 1,3 2,2 22 5,5 3,2 3,9 23 5,7 4,5 5,1 24 4,6 1,2 3,3 25 5,0 3,3 5,1 26 6,0 6,5 4,9 27 XX 3,1 4,5 28 2,2 0,4 4,7 29 0,9 1,9 5,0 30 4,3 3,5 7,9 31 3,9 4,5 5,0 Keterangan: XX: tidak ada penguapan. Sumber : Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor. Tanggal
2015 Maret 4,8 3,6 4,8 3,8 4,5 4,7 4,5 2,9 2,7 2,2 4,9 6,5 2,1 2,5 4,4 3,5 4,3 5,9 4,6 5,2 XX 6,6 3,3 6,2 5,5 2,4 2,6 5,8 3,4 2,4
April 6,6 2,8 4,5 5,5 2,4 4,0 4,5 4,1 3,5 4,4 4,4 4,8 5,5 2,0 2,4 4,2 4,5 2,2 1,8 4,3 3,4 5,5 4,1 4,7 0,4 1,0 4,6 3,4 5,0 3,2
Mei 3,4 3,6 2,0 2,0 3,6 2,8 6,0 2,2 4,3 3,3 4,3 5,1 6,1 9,2 4,8 2,0 5,1 4,3 3,9 3,3 5,6 3,6 3,6 5,4 3,9 4,3 6,9 4,0 3,6 4,2
27 Lampiran 2. Kadar air tanah pada Laboratorium Fisika Tanah Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan IPB Kadar air tanah (%) Dosis pupuk Kapasitas Titik layu Air tersedia kandang lapang permanen 1 P0 39,60 25,02 14,58 1 P1 37,74 21,37 16,37 1 P2 38,69 24,93 13,76 1 P3 34,37 26,14 8,23 2 P0 39,46 24,92 14,54 2 P1 36,66 23,43 13,23 2 P2 38,98 23,58 15,40 2 P3 33,78 24,96 8,82 3 P0 38,04 26,80 11,24 3 P1 37,97 23,34 14,63 3 P2 36,13 21,66 14,47 3 P3 35,20 24,83 10,37 Keterangan: P0: dosis pupuk kandang 0 ton/ha, P1: dosis pupuk kandang 10 ton/ha, P2: dosis pupuk kandang 20 ton/ha, P3: dosis pupuk kandang 30 ton/ha. Ulangan
Prosedur pengukuran kadar air tanah pada kapasitas lapang yaitu : a. Tanah yang akan dijadikan sampel diambil dengan berat 50 gram kemudian disimpan dalam pressure plate apparatus dengan PF 2,54 b. Tanah dalam pressure plate apparatus dijenuhkan selama 24 jam kemudian dimasukkan ke dalam alat pressure plate yang diberi tekanan 1/3 atm c. Tekanan diberikan hingga air sudah tidak lagi menetes pada alat tersebut, kemudian sampel tanah dikeluarkan dari dalam alat tersebut d. Berat sampel tanah ditimbang kemudian dioven pada suhu 105oC selama 24 jam e. Berat sampel tanah yang telah dioven kemudian ditimbang lagi Prosedur pengukuran kadar air tanah pada kondisi titik layu permanen yaitu : a. Tanah yang akan dijadikan sampel diambil dengan berat 50 gram kemudian disimpan dalam pressure plate apparatus dengan PF 4,2 b. Tanah dalam pressure plate apparatus dijenuhkan selama 24 jam kemudian dimasukkan ke dalam alat pressure plate yang diberi tekanan 15 bar c. Tekanan diberikan hingga air sudah tidak lagi menetes pada alat tersebut, kemudian sampel tanah dikeluarkan dari dalam alat tersebut d. Berat sampel tanah ditimbang bersama cawan kemudian dioven pada suhu 105oC selama 24 jam e. Berat sampel tanah yang telah dioven kemudian ditimbang lagi.
28 Lampiran 3. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap bobot basah tanaman kumis kucing Frekuensi BB daun BB batang BB bunga Rasio BB/BP penyiraman ---gram/tanaman--Dua hari sekali 33,458ab 23,296ab 2,699a 0,120a Empat hari sekali 27,403b 19,732b 2,727a 0,126a Enam hari sekali 41,944a 31,718ab 3,611a 0,123a Delapan hari sekali 42,073a 34,484a 3,442a 0,117a Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan hasil Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%, BK; bobot kering, BP: bobot panen, 2: frekuensi penyiraman dua hari sekali, 4: frekuensi penyiraman empat hari sekali, 6: frekuensi penyiraman enam hari sekali, 8: frekuensi penyiraman delapan hari sekali.
29
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan putri pertama Bapak Khanafi dan Ibu Hani Shafariyah. Penulis dilahirkan di Desa Pesayangan, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 31 Mei 1993 bertepatan dengan 9 Dzulhijjah 1413 H. Penulis diterima di SMAN 1 Slawi pada tahun 2008-2011. Penulis kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor jurusan Agronomi dan Hortikultura melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah aktif sebagai Dewan Gedung asrama putri TPB IPB pada tahun 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi sekretaris II dan ketua divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) di KMNU IPB. Penulis juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura (HIMAGRON) IPB. Pada tahun 2013, penulis mengikuti program IPB Goes to Field (IGTF) dengan tema Cyber Extention di pusat produksi tanaman hortikultura Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Penulis pernah melaksanakan program Kuliah Kerja Profesi (KKP) Fakultas Pertanian IPB di Desa Kawunganten, Kecamatan Cikaum, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Mata Kuliah Ilmu Tanaman Pangan pada tahun 2014. Pada tahun 2015, penulis menjadi pendamping Posdaya Binaan P2SDM IPB dan pemerintah Kota Bogor. Penulis pernah menjadi juara 1 The Best Idea dalam Scientific Forum IAAS LC IPB tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis pernah lolos Program Kreatifitas Mahasiswa dalam bidang Kewirausahaan dan Pengabdian Masyarakat. Penulis juga pernah didanai oleh Bank Mandiri dan CDA IPB dalam Program Wirausaha Muda Mandiri dengan unit usaha budidaya dan pemasaran jamur tiram.