APA APA DI BALIK KASUS M. IQBAL - BILLY SINDORO?
Siapa Muhammad Iqbal? Biografi: Lahir thn 1955 lulus ITB tahun 1981. Selama di ITB aktif di Dewan Mahasiswa, pernah dipenjara selama 10 bulan 23 hari oleh rezim Soeharto karena kasus buku putih (menentang rezim orde baru). Prestasi di KKPU: M. Iqbal diangkat sebagai Ketua KPPU selama 2 periode. Pada salah satu era itu, dia menangani kasus monopoli yang dilakukan Temasek Holdings dan Temasek divonis bersalah dan diharuskan membayar denda puluhan milyar dan diwajibkan menjual seluruh sahamnya di Indosat atau Telkomsel. Siapa Billy Sindoro? Biografi: Mantan Direktur First Media (apanya LIPPO) dan tugasnya adalah lobbyist. Dia melobi berbagai hal supaya melicinkan berbagai urusan yang menyangkut LIPPO dan pihak lain. Terlibat dalam pengurangan pajak dan sudah masuk daftar tangkapan KPK (surat tgl 1 Juli 2008) tapi entah mengapa penangkapannya ditunda sampai dia mengontak M. Iqbal. Kasus Monopoli Penyiaran Liga Inggris PT Indovision (TV kabel) mengadukan PT Direct Vision karena melakukan monopoli penayangan siaran Liga Inggris. Gara-gara monopoli ini, masyarakat Indonesia tidak bisa menonton Liga Inggris kecuali mereka yang berlangganan TV kabel Direct Vision. Perkara ini ditangani KPPU (dan untuk selanjutnya, dalam tulisan ini, dipakai istilah “Kasus Liga Inggris”). PT Direct Vision adalah salah satu anak perusahaan Group LIPPO. Dalam langkahnya memonopoli Liga Inggris, PT Direct Vision bekerja sama dengan Astro Malaysia. (Detailnya: All Asia Multimedia Network kerjasama dengan Direct Vision untuk hak siar Liga Inggris di Indonesia; All Asia mendapatkan hak siar itu dari ESPN Star Sport; 100% saham All Asia dimiliki oleh Astro All Asia Network. Dalam tulisan ini, disederhanakan: Direct Vision bekerjasama dengan Astro.) Kronologis Penanganan Kasus Liga Inggris oleh KPPU 18 Juli 2008: KPPU (berdasarkan laporan tim investigasi) sudah membuat laporan hasil pemeriksaan yang isinya: memutuskan All Asia dan ESPN Star Sport melanggar UU Monopoli, sementara Direct Vision tidak terbukti melakukan peranan apapun dalam pelanggaran monopoli itu. (Artinya: Direct Vision sesungguhnya tidak dalam posisi bahaya) 20 Juli 2008: Tajudin Noer Said (salah satu anggota KPPU dan petinggi Golkar) SMS M. Iqbal dan memintanya agar mau bertemu Billy. SMS Tajudin, “Pak Iqbal apakah dapat memenuhi permintaan Billy Sindoro (Direct Vision) yang sangat ingin bertemu. Kalau Bapak berkenan, dia menunggu di Hotel Aryaduta jam 15 besok Senin.”
(Selanjutnya, karena SMS tak dibalas, Tajudin menelpon Iqbal. Detil ‘bujukan’ Tajudin kepada Iqbal bisa dibaca di lampiran transkrip rekaman telpon antara keduanya). 21 Juli 2008: Ketua KPPU menerbitkan Surat Penugasan Anggota Komisi sebagai Anggota Majelis Perkara no 03 (kasus Liga Inggris), yang terdiri dari: Anna Maria Tri Anggraini sebagai ketua, Benny Pasaribu sebagai anggota dan M. Iqbal sebagai anggota. (Benny Pasaribu belakangan masuk tim ini menggantikan Tresna). 21 Juli 2008: Billy-Iqbal bertemu di Hotel Aryaduta (yang dibicarakan Billy adalah berbagai kegiatan bisnis LIPPO, antara lain di bidang penyiaran, yaitu Direct Vision, dan tidak sedikitpun membicarakan kasus Liga Inggris). Pertanyaan yang muncul: bukankah kode etik penegak hukum adalah tidak boleh bertemu kliennya? Jawaban: dalam Kode Etik KPPU ternyata tidak disebutkan larangan bertemu klien, yang dilarang adalah bersekongkol dengan klien. Pertanyaan : Kalau tidak ada udang di balik batu, buat apa Iqbal bertemu Billy? Jawaban: bisa dibaca dalam transkrip rekaman telpon Tajudin-Iqbal. Intinya, Tajudin mendesak Iqbal bertemu Billy karena Billy ingin mendiskusikan sesuatu. Selain itu, pertemuan informal untuk mengorek informasi seputar persaingan usaha sudah biasa dilakukan oleh anggota KPPU dalam melaksanakan tugas mereka. (Lihat: transkrip pembicaraan TNS-M Iqbal). 7 Agustus 2008: Sidang Majelis I kasus Liga Inggris dilangsungkan. 19 Agustus 2008: KPPU setelah menemukan bukti bahwa siaran Liga Inggris dialihkan dari Astro TV/PT DV ke Aora TV, mengirim surat panggilan kepada 4 pihak yang terlibat (All Asia, Astro, ESPN Star Sport, dan Direct Vision) untuk menghadiri Sidang Majelis II tgl 22 Agustus. 19 Agustus 2008: Iqbal mengirim SMS kepada Billy yang isinya menanyakan informasi soal pengalihan siaran Liga Inggris dari Astro ke Aora. Billy meminta waktu bertemu untuk menjelaskannya. 22 Agustus 2008 pagi hari: Iqbal-Billy bertemu pagi hari di Hotel Aryaduta dan Billy memberitahu bahwa kerjasama LIPPO-Astro sulit diteruskan. Iqbal meminta Billy agar mengirimkan copy surat dari Astro kepada DV yang isinya rencana penghentian siaran Astro. Pertanyaan: mengapa Iqbal (KPPU) consern pada masalah ini? Jawaban: Karena, fokus KPPU adalah jangan sampai konsumen dirugikan. Bila ada masalah antara Direct Vision-Astro, pelayanan yang diterima konsumen akan terganggu (dan akhirnya terbukti, sejak 20 Oktober 2009 siaran Astro-Direct Vision terhenti sama sekali dan konsumen Indonesia dirugikan; pada saat yang sama, Indovision kini beroperasi tanpa saingan). Copy surat yang diminta Iqbal tiba 2 hari kemudian.
22 Agustus 2008 siang hari: Sidang Majelis II kasus Liga Inggris dilangsungkan. Dalam sidang, Astro mengakui memang berencana menghentikan siarannya di Indonesia dan menyampaikan copy 6 (enam) surat dari pihak Astro untuk Direct Vision yang isinya rencana penghentian siaran di Indonesia. Dan surat-surat itulah yang menjadi dasar dalam putusan perkara KPPU kasus Liga Inggris butir 4.2.8.30.13 (artinya, kiriman copy surat dari Billy yang tiba 2 hari kemudian itu tak ada pengaruhnya). Dalam sidang ini, Benny Pasaribu secara eksplisit mengusulkan agar Astro dan Grup LIPPO bertemu di KPPU guna mencari titik temu penyelesaian masalah. Usul ini ditentang Iqbal dengan alasan: KPPU tidak punya wewenang untuk melakukan mediasi sengketa Astro-LIPPO karena masalahnya bukan lagi kasus persaingan usaha melainkan kasus perdata. Usulan Iqbal tidak diterima oleh Ketua Majelis (Anna Maria) dan Sidang Majelis III akan digelar tgl 27 Agustus untuk mempertemukan LIPPO dan Astro. 26 Agustus 2008: Billy mengirim SMS pada Iqbal, meminta bertemu. Isi pertemuan, Billy meminta agar putusan perkara Kasus Liga Inggris nanti memuat ‘injuction’ yang intinya berisi perintah agar kerjasama Astro-Direct Vision jangan dihentikan demi kepentingan konsumen. Tapi Iqbal menyatakan, di KPPU tidak dikenal injuction, tapi memang sudah menjadi tugas KPPU untuk memperhatikan hak-hak konsumen dalam kasus-kasus persaingan usaha. 27 Agustus 2008: dilangsungkan Sidang Majelis III. Dalam sidang itu, yang hadir hanya pihak LIPPO. 27 Agustus 2008 sore hingga malam: dilakukan proses pembuatan Draft Putusan. Iqbal menyampaikan beberapa usulan (antara lain terkait denda atau pembayaran ganti rugi dari pihak yang divonis bersalah), namun tidak ada satupun yang akhirnya dimuat dalam Draft Putusan Komisi. 28 Agustus 2008 malam: Sidang Majelis Komisi, menyepakati draft Putusan Perkara Kasus Liga Inggris (yang akan dibacakan sebagai keputusan final keesokan harinya). Dalam draft Amar Putusan itu terdapat 5 diktum (ayat), dan yang paling krusial adalah Diktum 5, yang berbunyi: Memerintahkan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen TV berbayar di Indonesia dengan tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PTDV sampai adanya kejelasan penyelesaian kepentingan dan pemenuhan hak-hak konsumen PTDV.
29 Agustus 2008 pagi: Billy mengirim SMS kepada Iqbal yang berisi usulan injuction akan dikirim via email. Namun karena malam sebelumnya sudah ada keputusan dari Majelis Komisi, usulan Billy tentu saja tak ada pengaruhnya lagi. Pagi itu pula, Anna Maria Tri Anggraeni menelpon Iqbal menyatakan akan melakukan dissenting opinion atas Putusan Perkara Liga Inggris itu (artinya: Anna Maria akan menyatakan tidak sepakat pada isi putusan, meskipun demikian putusan tetap sah menjadi keputusan KPPU).
29 Agustus 2008 menjelang sholat Jumat: Iqbal tiba di kantor. Iqbal, Anna Maria, dan Benny Pasaribu pun membicarakan rencana Anna Maria melakukan dissenting opinion. Namun, karena waktu sholat Jumat sudah tiba, Iqbal pamit sholat Jumat. Anna Maria dan Benny meneruskan diskusi berdua. 29 Agustus 2008 usai Jumatan: Benny menyampaikan kepada Iqbal bahwa Anna Maria tidak jadi melakukan dissenting opinion, tapi telah dilakukan perubahan redaksional pada Diktum 5. Saat itu Iqbal tidak membaca lagi apa perubahan yang dilakukan karena waktu sudah mepet (putusan akan segera dibacakan) dan langsung menandatangani surat Putusan Perkara tsb. 29 Agustus 2008 siang: KPPU membacakan Putusan Perkara Kasus Liga Inggris (Putusan Perkara No.03/KPPU/L/2008). Sampai saat itu, Iqbal tidak mengetahui apa perubahan redaksional yang sudah dilakukan Anna Maria dan Benny Pasaribu. Setelah Iqbal dipenjara, dia mempelajari lagi isi Putusan Perkara No.03/KPPU/L/2008 itu, dan ternyata ada perubahan subtansi pada Diktum 5 (bukan sekedar perubahan redaksional):
Versi draft 28 Agustus: [Diktum 5] Memerintahkan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen TV berbayar di Indonesia dengan tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PTDV sampai adanya kejelasan penyelesaian kepentingan dan pemenuhan hak-hak konsumen PTDV Versi naskah final Putusan Perkara 29 Agustus: [Diktum 5] Memerintahkan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen TV berbayar di Indonesia dengan tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision dan tidak menghentikan seluruh pelayanan kepada pelanggan sampai adanya penyelesaian hukum mengenai status kepemilikan PT Direct Vision Perbedaan krusial dari dua jenis putusan ini: Versi 28 Agustus (draft awal): substansinya adalah pada penyelesaian kepentingan dan hak konsumen PT Direct Vision. Versi 29 Agustus (naskah final): substansinya ditekankan pada penyelesaian hukum status kepemilikan PT Direct Vision (Catatan: sebelumnya, Benny Pasaribu pada Sidang Majelis II pernah mengusulkan agar Astro Malaysia dipertemukan dengan grup LIPPO—Direct Vision dimiliki oleh LIPPO— namun usulan ini ditolak Iqbal karena KPPU tidak berwenang mengurusi sengketa perdata; yang diperhatikan KPPU adalah agar hak konsumen terlindungi dari praktik-praktik monopoli. Kini terlihat di naskah final bahwa usulan Benny yang sudah ditolak Iqbal justru dimasukkan).
Namun, justru dalam dakwaan KPK, Iqbal dituduh mengambil manfaat dari Diktum 5 ini untuk mendapatkan imbalan dari Billy. Dengan kata lain, berkat Diktum 5, Direct Vision selamat dan bahkan Astro diperintahkan untuk tetap melanjutkan kerjasama dengan Direct Vision (sementara Astro sudah menyatakan akan menghentikan kerjasamanya). Dan atas ‘jasa’ Iqbal meloloskan Diktum 5 inilah dia diberi imbalan sebesar 500 juta oleh Billy. Padahal, seperti diungkapkan di atas, perubahan isi Diktum 5 pada naskah final dilakukan tanpa sepengetahuan Iqbal; usulan perubahan Diktum 5 yang disampaikan Billy pun tak ‘sempat’ dipakai Iqbal (karena email dari Billy dikirim tgl 29, sementara tgl 28 draft keputusan KPPU sudah jadi, dan ketika esoknya ada perubahan lagi, Iqbal tidak terlibat karena dia meninggalkan rapat untuk sholat Jumat.) Selain itu, malam hari 29 Agustus itu, Billy kirim SMS pada Iqbal, memprotes isi Diktum 5 itu karena nama perusahaan yang disebut dalam Diktum 5 adalah All Asia Multimedia Networks; menurut Billy, seharusnya yang dicantumkan adalah Astro All Asia Network. SMS protes ini juga menambah bukti bahwa Iqbal tidak mengambil manfaat dari Diktum 5. Selanjutnya ada SMS terimakasih dr Billy 3 x tp tak ada respon. Kejadian di Lift Tanggal 16 Desember 2008 Meskipun protes, Billy tetap ngotot ingin bertemu Iqbal. Iqbal di-sms saat sdg umroh Billy minta bertemu. Pulang umroh, Iqbal sms, sy udah plg umroh. Billy dan Iqbal akhirnya berjanji bertemu di sebuah kamar di hotel Aryadutta lantai 17. Saat itu, menurut pengakuan Iqbal, dia memang melihat ada tas tergeletak di lantai. Isi percakapan BillyIqbal, antara lain, Billy menyatakan “akan menyampaikan tanda terimakasih mohon jangan ditolak” Selain itu, Billy beberapa kali dalam pertemuan terdahulu menawarkan fasilitas kepada Iqbal, antara lain, “Kalau bpk mau ke bdg kita bisa disediakan helikopter.” Karena Iqbal sudah merasakan gelagat kurang baik (dia sadar sedang berusaha disuap), dia segera pamit dan menolak tawaran berbuka puasa di hotel itu. Saat ditangkap di lantai 1, Iqbal menyatakan, “Itu tas Billy.” Saat KPK dan Iqbal kembali ke lantai 17 untuk menanyai Billy, Billy menjawab, “Itu tas Pak Iqbal.” Kejanggalan Proses Penangkapan Iqbal-Billy 1. Kejanggalan dalam Penyadapan Telepon Sejak tgl 20 Juni 2008 KPK sudah mengeluarkan surat perintah penyadapan HP Billy dan Iqbal (padahal keduanya baru berkenalan/bertemu sebulan kemudian-21 Juli 2008—dimediasi oleh Tajudin Noer Said). 2. Semua SMS dan percakapan telpon antara Billy dan Iqbal disadap oleh KPK, sehingga bisa dibuktikan bahwa: - Iqbal tidak pernah menjanjikan apapun atau meminta imbalan apapun dari Billy
- Billy pada 28 Agustus 2008 (setelah draft putusan perkara dibuat dan akan dibacakan esok harinya) mengirim SMS: mohon diberi kesempatan untuk balas budi. - Iqbal tidak membalas SMS itu (dan malam tgl 29 Agustus, Billy mengirim SMS protes karena isi Diktum 5 ternyata tak sesuai keinginannya) 3. Berdasarkan kesaksian dari Polisi KPK di persidangan, diketahui bahwa: -
Polisi KPK dikirim ke Hotel Aryaduta dalam 1 tim, namun dengan tugas yang berbedabeda. Lima Polisi KPK ditugasi sebagai Tim Penangkap dengan informasi akan ada penyerahan uang dan dibekali dengan foto Iqbal saja (tidak bersama foto Billy). Tim Polisi KPK itu hanya dibekali Surat Penyelidikan (bukan Surat Penangkapan atau Surat Penggeledahan), tapi malah ditugasi untuk menangkap Iqbal. Pertanyaan: dari mana KPK memastikan akan ada penyerahan uang? Bukankah tak ada sedikitpun bukti rekaman SMS/telpon antara Billy dan Iqbal terkait penyerahan uang atau benda apapun? Lalu, mengapa mereka hanya dibekali foto Iqbal?
-
Polisi KPK hanya ditugasi menangkap Iqbal (karena foto yang diberikan kepada polisi hanya foto Iqbal), namun sepertinya ada skenario yang melenceng. Iqbal dalam posisi kaget karena tiba-tiba ditangkap dan akan digeledah, tetap memilih jujur dengan menolak membuka tas yang dipegangnya dan menjawab, “Ini bukan tas saya. Pemiliknya adalah Pak Billy di Lantai 17.” Seandainya Iqbal waktu itu mencari selamat dia akan mengaku “Ini tas saya. Apa hak Anda menggeledah saya?” Kalau itu yang dilakukan Iqbal, Billy mungkin tak akan terseret. Dan kalaupun benar Iqbal berniat menerima uang suap dari Billy, dia pasti tahu dan waspada bahwa ada kamera CCTV di lift. Tentu dia dan Billy tidak akan melakukan transaksi apapun di lift.
-
Kalaupun benar Iqbal bersedia menerima suap pada saat itu, UU Gratifikasi memberi kesempatan kepada penerima suap untuk mengembalikan uang itu dalam jangka waktu 30 hari kepada KPK (artinya, Iqbal tidak seharusnya ditangkap pada detik kejadian, melainkan diberi kesempatan bertobat dalam 30 hari).
Catatan: Iqbal dalam persidangan menyatakan, “Tas itu mau saya bawa pulang untuk saya serahkan kepada KPPU keesokan harinya.” (Dalam penyidikan, Iqbal juga menyatakan kalimat itu, namun entah sengaja atau tidak, dalam BAP kalimat itu diketik tidak lengkap, kata-kata “untuk saya serahkan kepada KPPU keesokan harinya” tidak dicantumkan.) Artinya, kalaupun sebagai manusia biasa Iqbal sempat khilaf dan terbersit keinginan untuk mengambil tas itu demi kepentingannya sendiri, sesuai 2 aturan itu, Iqbal tetap masih belum bisa ditangkap dan didakwa sebagai penerima suap. Dia masih punya dua kesempatan: membawanya pulang dan mengembalikannya kepada KPPU keesokan harinya; atau, membawanya pulang dan mengembalikan uang itu kepada KPK dalam tempo 30 hari.
Skenario Penjebakan
Pertanyaan: Siapakah Iqbal sehingga dia harus dijebak dan dijebloskan ke penjara? Apakah dia membahayakan bagi pihak-pihak tertentu? Jawaban: untuk menjawabnya tentu saja dibutuhkan penyelidikan yang dilakukan oleh lembaga berwenang. Namun kita, sebagai masyarakat awam, bisa menyimpulkan apa dan bagaimana seorang Iqbal dari track record-nya. Mari kita amati kasus Temasek berikut ini. Kasus Temasek KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) beranggotakan... orang, yang dipilih melalui... Ketua dari KPPU dipilih setahun sekali di antara ke-.. anggota itu. Pada .. hingga.. M. Iqbal diserahi jabatan sebagai Ketua KPPU. Pada masa jabatannya itu, dia menangani kasus monopoli telekomunikasi senilai 30 trilyun (!) yang dilakukan oleh Temasek. Kasus ini berawal pada tahun 2002 saat STT (Singapore Technologies Telemedia) membeli saham Indosat. Sementara itu, pesaing Indosat, yaitu Telkomsel, telah dimiliki oleh Singtel dan SingTel Mobile. Semua perusahaan itu (STT, Singtel, Singtel Mobile), sahamnya dikuasai 100% oleh Temasek Holdings. Artinya, Temasek-lah pemilik Telkomsel dan Indosat. Konsekuensinya, Temasek menikmati profit yang sangat besar (karena leluasa mengatur harga) sedangkan konsumen Indonesia mengalami kerugian. KPPU lalu menghitung kerugian yang dialami oleh konsumen layanan telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006, yaitu berkisar dari Rp 14 hingga 30 Triliun! Senin tanggal 19 November 2007, Majelis Komisi KPPU yang diketuai M. Iqbal telah memutuskan perkara tersebut dan menyatakan Kelompok Usaha Temasek (Temasek Holdings) terbukti bersalah melanggar ketentuan Pasal 27 huruf a UU Antimonopoli tentang kepemilikan silang. KPPU memerintahkan kepada Temasek Holdings (dan anak-anak perusahaannya) agar masing-masing membayar denda 25 milyar. Temasek Holdings juga diharuskan melepaskan seluruh kepemilikan sahamnya di Telkomsel atau Indosat. Pelepasan kepemilikan saham itu dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas; b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun; Temasek tidak mau terima keputusan KPPU ini dan mengajukan kasasi kepada MA. Ketua Majelis perkara ini di MA adalah Mariana A. Sutadi. Namun secara mendadak, menjelang pengambilan keputusan, Mariana diganti oleh Bagir Manan. Ttgl 10 Sept 2008, MA memutuskan “menolak permohonan kasasi dan memperbaiki putusan pengadilan, yaitu, Diktum 6 yang mengatur batasan pembelian saham (sebesar maksimal 10% untuk tiap pembeli) dan pembeli saham tidak boleh terafiliasi dengan Temasek Holdings dalam bentuk apapun dihapus.” Dengan kata lain, Temasek melalui anak perusahaannya oleh MA diberi kesempatan untuk membeli kembali saham Indosat/Telkomsel. Dan memang, kemudian, pembeli yang masuk adalah Q-tel Singapura, yang ujung-ujungnya, milik Temasek juga! (dan perlu diketahui, proses pembelian saham Indosat oleh Q-Tel dilakukan sebelum ada putusan MA dan Q-Tel ternyata berafiliasi pula Jusuf Kalla...confirm? minta data dari media soal keterkaitan Q-Tel dan Kalla)
Pakar Hukum Persaingan Usaha, Rikrik Rizkiyana, menilai janggal putusan MA tsb. Putusan itu seolah-olah memenangkan KPPU, tetapi di sisi lain sebenarnya menafikan filosofi dari tuntutan KPPU. Rikrik mengatakan, salah satu esensi tuntutan KPPU justru terletak pada Diktum 6 tersebut agar tidak lagi terjadi kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel. Putusan MA menghapus diktum itu justru membuka ruang kepada Temasek untuk tetap memiliki kedua perusahaan telekomunikasi itu dengan menjual sahamnya kepada afiliasinya. “Ini kan lucu. Kesannya putusan itu hanya untuk menghibur publik saja,” ujar Rikrik. (Kompas, 13 September 2008) Mohammad Iqbal (anggota KPPU, Ketua KPPU dimasa kasus Temasek), menyatakan, "Putusan MA tidak seperti yang kami harapkan," kata anggota KPPU Muhammad Iqbal di Jakarta, Senin (15/9/2008). Keputusan MA jelas Iqbal, terbukti bertentangan dengan iklim perdagangan bebas di Indonesia melalui intervensi pada pasal 6. "Hal ini tentu saja tidak dapat diterima KPPU," katanya. Selain terus memantau putusan MA Iqbal mengungkapkan, pihaknya juga masih menunggu langkah selanjutnya yang akan ditempuh Temasek. "Kami akan pelajari dan monitor langkah Temasek berikutnya," katanya. Iqbal mengatakan, jika Temasek menerima putusan tersebut maka KPPU akan memantau dampak putusan tersebut. "Kapan tenggat waktu divestasi (pelepasan) saham di Indosat dan Telkomsel. Selain itu, bagaimana pengenaan dendanya kapan diberlakukan. Jika menolak, apa Temasek mau banding lagi," katanya. (Sindo, 15 September 2008)
Dengan demikian, bisa disimpulkan, Iqbal melalui KPPU akan melakukan tindakan yang akan menyulitkan Temasek, yaitu: 1. Mempelajari dan memonitor langkah Temasek. 2. Memantau dampak putusan. 3. Memantau tenggat waktu divestasi saham. 4. Memantau bagaimana dan kapan denda diberlakukan. Akan tetapi, hanya sehari setelah mengeluarkan pernyataan tersebut, M. Iqbal ditangkap di Aryaduta dengan tuduhan suap. ***