11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komunikasi Menurut Laswell komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa yang mengatakan apa dengan cara apa , kepada siapa dengan efek apa. 1 Harold Laswell “(cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) who says what in which channel to whom with what effect ?” atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana ?2 Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan lima unsure komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu : 3 1. sumber (source), sering disebut juga pengirim (Sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), Pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah
pihak
yang
berinisiatif
atau
mempunyai
kebutuhan
untuk
berkomunikasi. 2.
pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.
3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima.
1
Tommy Suprapto, Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi, Yogyakarta : Media Pressindo, 2009 Hal. 5 2 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi , Bandung :Rosda. 2007 Hal 69 3 Ibid
12
4. Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikate (Communicate), penyandi-balik atau (decoder), atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang menerima pesan dari sumber. 5. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan keyakinan, perubahan perilaku dan sebagainya.
2.2. Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran adalah proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan secara berkelanjutan. Tujuan komunikasi pemasaran terpadu adalah mempengaruhi atau memberikan efek langsung kepadaperilaku khalayak sasaran yang dimilikinya. Komunikasi pemasaran terpadu menganggap seluruh sumber yang dapat menghubungkan pelanggan dan calon pelanggan dengan produk atau jasa dari suatu merek atau perusahaan adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan pesan di masa mendatang. Lebih jauh lagi, komunikasi pemasaran terpadu menggunakan semua bentuk komunikasi yang relevan serta yang dapat diterima oleh pelanggan dan calon pelanggan. Dengan kata lain, proses komunikasi pemasaran terpadu berawal dari pelanggan atau calon pelanggan, kemudian berbalik pada perusahaan untuk
13
menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode yang perlu di kembangkan bagi program komunikasi yang persuasif.4
2.2.1. Unsur – Unsur Komunikasi Pemasaran a. Penjualan perorangan (personal selling) adalah bentuk komunikasi antar individu di mana tenaga penjual/wiraniaga menginformasikan, mendidik, dan melakukan persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau jasa perusahaan. b. Iklan Advertisng terdiri dari komunikasi massa melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, dan media lain (billboards, internet, dan sebagainya) c. Antar bisnis (Bussiness-to-bussiness) maupun pemakai akhir. Kedua iklan ini dibiayai oleh sponsor tertentu (si pengiklan), tetapi dikategorikan sebagai komunikasi massa (nonpersonal) karena perusahaan sponsor tersebut secara simultan berkomunikasi dengan penerima pesan yang beranekaragam, bukan kepada individu tertentu/personal atau kelompok kecil. d. Iklan langsung (direct advertising), biasa disebut pemasaran berdasarkan database (database marketing), telah mengalami pertumbuhan pesat ditahun-tahun belakangan ini akibat efektivitas komunikasi yang terarah serta teknologi computer yang memungkinkan hal itu terjadi. e. Promosi penjualan (sales promotions) terdiri dari semua kegiatan pemasaran yang mencoba merangsang terjadinya aksi pembelian suatu produk yang cepat 4
Shimp, Terence . A, Priklanan Promosi Jilid I edisi kelima, (Penerbit Erlangga : 2003), Hal 24
14
atau terjadinya pembelian dalam waktu yang singkat. Sebagai bahan perbandingan, ada iklan yang didesain untuk mencapai tujuan lain yaitu menciptakan kesadaran merek dan mempengaruhi sikap pelanggan. Promosi penjualan diarahkan baik untuk pelanggan. Promosi penjualan baik diarahkan untuk perdagangan (kepada pedagang besar dan pengecer) maupun kepada konsumen. f. Promosi penjualan yang berorientasi perdagangan memberikan berbagai jenis bonus untuk meningkatkan respon dari pedagang besar dan pengecer. Promosi penjualan berupa berorientasi konsumen menggunakan kupon, premium, contoh gratis, kontes undian, potonga harga setelah pembelian dan lain-lain. g. Pemasaran sponsorship (sponsorship marketing) adalah aplikasi dalam mempromosikan perusahaan dan merek mereka dengan mengasosiasikan perusahaan atau salah satu dari merek dengan kegiatan tertentu (misalnya kompetisi besar seperti world cup dalam olahraga sepakbola) atau melalui suatu kegitan sosial (seperti united way). h. Publistas (publicity), seperti halnya iklan, publisitas menggambarkan komunikasi massa namun juga tidak seperti iklan, perusahaan sponsor tidak mengeluarkan biaya untuk waktu dan ruang beriklan. Publisitas biasanya dilakukan dalam bentuk berita atau komentar editorial mengenai produk atau jasa dari perusahaan. Bentuk – bentuk ini dimuat dalam media cetak atau televisi secara gratis karena perwakilan media menganggap informasi tersebut
15
penting dan layak disampaikan kepada khalayak mereka. Dengan demikian publisitas tidak dibiayai perusahaan yang mendapat manfaatnya. i. Komunikasi ditempat pembelian ( point -of -purchase communication) melibatkan peraga, poster, tanda dan berbagai materi lain yang didesain untuk mempengaruhi keputusan untuk membeli dalam tempat pembelian. Display ditoko memainkan peran penting dalam menarik perhatian konsumen.5
2.3. Pengertian Iklan
Otto Klepper (1986), seorang ahli periklanan terkenal asal Amerika, dalam bukunya yang berjudul Advertising Procedure, dituliskan bahwa advertising berasal dari bahasa latin ad-vere mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Dunn dan Barban (1978) yang menuliskan bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan komuni kasi non personal yang disampaikan oleh media dengan membayar ruang yang dipakaikannya untuk menyampaikan pesan yang membujuk persuasive kepada konsumen oleh perusahaan . lembaga non komersial maupun pribadi yang berkepentingan.6
5
6
Shimp, A. Terence, Periklanan Promosi : Jilid 5 : ( hlm 5-7) :2003 Rendra Wudyatama , Pengantar periklanan, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007 hlm 13-16
16
Wright (1978) sebagaimana dikutip olehAlo Liliweri menuliskan bahwa iklan iklan juga sebentuk penyampaian pesan sebagaimana kegiatan komunikasi lainnya secara lengkap ia menuliskan iklan sebagai proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting alat pemasaran yang membantu menjual barang dan memberikan layanan
Seorang ahli pemasaran, kotler (1991 : 237) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal promosi ide-ide promosi barang, artinya dalam mennyampaikan pesan komunikator memang secara khusus melakukannya dengan cara
membayar
kepada
pemilik
media
atau
membayari
orang
yang
mengupayakannya.
2.3.1. Tujuan dan Fungsi Iklan Iklan sebagaimana dikemukan Jorge Reina Schement, Merupakan bentuk komunikasi nonpersonal berbayar yang yang disajikan dalam media massa secara kreatif untuk menyampaikan sifat – sifat dasar dari berbagai produk, layanan, dan gagasan. Wujud dari iklan adalah komunikasi persuasif yang menyajikan informasi tentang aneka ragam produk, gagasan serta layanan yang tujuan akhirnya adalah memenuhi tujuan-tujuan dari iklan yang memasang iklan tersebut.7
7
LSPR Reaserch Centre, Beyond Borders: Comunications Medernity & History, Jakarta Stikom LSPR 2010. Hal 76.
17
Schement mengemukakan tiga funsi iklan. Pertama, fungsi Indentifikasi, yang berarti kemampuan iklan untuk membedakan (to differenciate) sebuah produk sehingga mempunyai identitas atau personalitas yang unik dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Kedua, fungsi informasi (to inform), yang artinya iklan memberikan pengetahuan secara lebih detil. Ketiga, dan ini merupakan hal yang terpenting, adalah fungsi persuasif (to persuade). Iklan pada dasarnya bertujuan membujuk khalayak untuk menggunakan produk yang diiklankan tersebut.8 2.3.2. Media Iklan Secara umum pembagian menurut para praktisi periklanan, iklan dapat dikel ompokan dalam kategori besar yaitu iklan above the line dan iklan below the line.9 2.3.3. ATL (Above the Line), BTL (Below The Line) & TTL (Through The Line) Tabel 2.1 Dalam banyak tulisan, ATL dan BTL dijelaskan perbedaannya sebagi berikut:10 Above the line (ATL) Target audiens luas
Below the line (BTL) Target audiens terbatas
Media atau kegiatannya memberikan Lebih untuk menjelaskan sebuah audiens kesempatan untuk merasakan, konsep atau ide. Tidak ada interaksi menyentuh atau berinteraksi, bahkan langsung dengan audiens. langsung action membeli. TV, Radio, Majalah, koran, billboard
8 9
Event, Sponsorship, Sampling, Point-ofSale (POS) materials, Consumer promotion, Trade promotion, dll
Ibid. Hal 76 Rendra Wudyatama , Pengantar periklanan, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007 hlm 76
10
Amalia E. Maulana, The end of the Line:mengakhiri Istilah ATL vs BTL, Dimuat di Media Indonesia Minggu, April 2008.
18
Istilah TTL (Through the Line) Jika kita perhatikan di sekitar kita, memang banyak kegiatan yang tidak bisa dikatakan eksklusif lagi. Ada kegiatan ATL yang mengandung unsur BTL. Atau sebaliknya, BTL yang mengandung unsur ATL. Contoh ATL dengan BTL adalah iklan sebuah brand di majalah yang sekaligus ditempeli sample produknya. Sedangkan contoh BTL dengan ATL: kegiatan event di outlet tertentu yang disebarluaskan lewat iklan radio dan sms.
Wilayah abu-abu atau ‘grey area’ itulah yang mendorong timbulnya istilah baru, yaitu ’Through the Line’ atau TTL. Istilah ini secara harafiah berarti ‘cakupan dari ujung satu ke ujung lainnya’. Istilah TTL diperkenalkan untuk menjembatani pihak perusahaan jasa komunikasi periklanan yang ingin membuat gambaran kongkrit terhadap segmen jasa kreatif komunikasi yang ditawarkannya.
Iklan media Above the line adalah media yang bersifat massa. Massa yang dimaksud adalah bahwa khalayak sasaran berjumlah besar, antara satu sama lain tidak saling kenal dan menerpa pesan iklan secara serempak. Beberapa media yang masuk dalam kategori above the line yaitu ; surat kabar , majalah, tabloid, televisi, film, radio dan media interaktif internet.11
Televisi sebagai Media Periklanan
11
Rendra Wudyatama, Loc.cit.
19
Pengertian Media menurut pakar periklanan adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan ikalan kepada khalayak, seperti surat kabar, majalah televise, radio da lain-lain.12Namun dari semua media diatas, media yang mempunyai peranan paling cepat dalam menyebarkan suatu informasi secara luas adalah media audio visual televisi. Pemanfaatan televise sebagai media periklanan itu sendiri, memiliki kekuatan. Diantaranya meliputi : 1. Jangkauan yang luas Televisi dapat menjangkau khalayak dengan sasaran yang luas. 2. Dampak yang kuat Kemampuan menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen dengan tekanan sekaligus dua indera, yaitu penglihatan dan pendengaran. 3. Pengaruh yang kuat Televisi mempunyai pengaruh yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran, karena televisi sebagai sumber berita, Hiburan dan sasaran berita.
12
Henry Saputro, Gunadi Suharso, Bary Subakti, Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia yang disempurnakan, Komunikasi periklanan Indonesia, 1996.
20
2.3.4. Iklan Televisi Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori above the line. Sesuai karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara gambar dan gerak. Oleh karena itu, pesan yang disampaikan media ini sangat menarik perhatian dan impresif. Untuk iklan yang berbentuk spot lebih sering disebut dengan istilah klip iklan. Dewasa ini, bentuk –bentuk iklan televisi cukup bervariasi. Bila dulu cenderung terdiri atas klip (baik live action, stop action, maupun animasi dan still), sekarang dikembangkan berbagai kemungkianan baru yang dapat berpotensi digunakan untuk pengelola televisi untuk dijadiakan sebagai sarana periklanan. Bentuk-bentuk baru tersebut misalnya running text, super impose, announcer back ground, blocking programme, bahkan benda – benda yang diperlihatkan dan disorot oleh kamera digunakan sebagai iklan.13
Dimensi iklan televisi yang digunakan merupakan gabungan menurut Wells, Burnett & Moriarity (2009 : 495) yaitu: Tujuan (mission), Video, Audio, Talent dan Penetapan Waktu Media.14
2.3.5. Elemen – Elemen Iklan TVC Pada iklan televise ada beberapa elemen – elemen yang dapat digunakan dalam membuat naskah iklan yang dramatis dan mempunyai kemampuan menjual 13 14
Ibid , hlm 92
Wells, W., Burnett, J., & Moriarity, S. 2009. Advertising: Principles and Practice (7th ed). New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.
21
yang kuat. Menurut Belch elemen-elemen iklan yang terdapat pada media televisi dibagi menjadi15: 1. Elemen visual dalam iklan adalah apa yang terlihat pada layar televisi. Elemen ini meliputi : the product, action sequences, demonstation/setting, copy, and the talent. a. Product (produk) adalah produk merupakan objek yang ingin dipersuasikan kepada khalayak. b. Action Sequence (urutan adegan) adalah urutan adegan atau jalan cerita menggambarkan khalayak akan pesan yang ingin disampaikan dalam iklan. Jalan cerita yang jelas memudahkan khalayak dalam memahami pesan yang terdapat pada iklan. c. Setting (latar belakang) berfungsi dalam menghidupkan suasana, sehingga sesuai dengan jalan cerita. d. Talent (Model iklan) adalah model iklan merupan orang yang muncul dalam iklan. Orang tersebut memainkan berbagai peran sebagai announcer, spoke persons, character type, maupun selebritis. e. Copy (Tulisan) : Kalimat – Kalimat yang tertulis dan terucap saat iklan berlangsung.
15
Belch, George E. & Michaell A. Introduce to Advertising and Promotion 5th edition, New York: MC Graw Hill, 2001.Hal.28
22
2. Elemen Audio yakni suara dan musik pada iklan. a. Saund (Suara) merupakan elemen penting dalam iklan. Suara dapat terdengar dalam Jingle, spoken dialogue (perbincangan) dan announcement (pengumuman). Suara dialog biasanya menggunakan suara dari karakter untuk memperlihatkan siapa yang sedang berbicara. Misalnya, suara anak-anak, orang tua, eksekutif muda. Hampir semua iklan mempunyai announcer yang berperan sebagai central voice/ sebagai penutup iklan yang menyebutkan identitas produk.16 b. Music (suara) merupakan elemen lain dari audio yang tidak kalah pentingnya. Music
merupakan
jingle, biasanya bersifat persuasif
karenad dapat membuat khalayak mengingat informasi ketika menyaksikannya. Music juga bisa digunakan dibelakang dialog untuk menciptakan mood dan membangun suasan latar belakang. Penelitian ini akan fokus pada iklan televisi saja yang diukur dengan 3 dimensi model S-O-R yang dikaitkan dengan elemen pada iklan TVC dengan tujuan replikasi adalah untuk mengidentifikasi pengaruh iklan televisi pada brand Image.
16
William Wells, John Burnett & Sandra Moriarty, Advertasing : Principles and Practice, 5th edition, New Jersey : Prantice Hall, Inc 2000. Hal, 347
23
Teori S-O-R Prinsip Stimulus Organism Respon (S-O-R) adalah salah satu bentuk proses komunikasi yang cukup sederhana dimana dalam prinsip ini dijelaskan bahwa “efek merupakan reaksi tertentu terhadap stimulus (Rangsangan tertentu), sehingga orang dapat meduga atau memperkirakan adanya hubungan yang erat antara isi pernyataan dengan reaksi Audience.17 Elemen – elemen utama teori S-O-R adalah :
Hovland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. b. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). 17
Denis McQuail dan Sven Windahi, Model – Model Komunikasi. Hal. 48.
24
c. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Teori Komunikasi Stimulus Organism Response menurut Melvin De Fleur (1970) dapat digambarkan sebagai berikut:18
Gambar 2.1
Organisme Stimulus
Perhatian Pengertian Penerimaan
Respons (Perubahan SIkap)
2.4. Merek 2.4.1. Pengertian Merek Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa”. Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek
18
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat komunikasi, Bandung: Citra Aditya, 2003, hal.255.
25
sebagai identifier dan differentiator. Berdasarkan kedua definisi tersebut, secara teknis apabila organisasi/individu membuat nama, logo atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek.19
2.4.2. Elemen – Elemen Merek Sebuah merek memiliki beberapa elemen atau identitas, baik yang bersifat tangible maupun intangible. Secara garis besar, elemen-elemen tersebut bisa dijabarkan menjadi nama merek (brand names), URL (Uniform Resource Locators), logo, simbol, karakter, slogan, jingles, kemasan, dan signage (Keller, 2003).20 Nama merek bisa didasarkan pada sejumlah aspek (Paiva & Costa, 1993), diantaranya: a. Nama orang, misalnya pendiri, pemilik, manajer, mitra bisnis, atau orang lain yang diasosiasikan dengan produk. Secara historis, praktik person-based brands merupakan norma umum yang berlaku dalam sejumlah bisnis, seperti jasa pengacara, akuntan publik, konsultan, dan dokter. b. Nama tempat (geographic brand names), baik tempat asal ditemukannya, dikembangkannya maupun tempat dijualnya produk atau jasa bersangkutan. Misalnya, Jakarta Post, Hotel Solo Inn, PSIS Semarang, dan lain-lain.
19 20
Kotler, Keller. 2012 , Marketing Management (Global Edition), Prentice Hall. Hal 263. Ibid.
26
c. Nama ilmiah yang diciptakan (invented scientific names), biasanya dari bahasa Yunani atau Latin, contohnya Gramophone, Caligraph Typewriter (artinya “tulisan indah”). d. Nama “Status” (status names), contohnya Crown Piano, Victor Bicycles. e. “Good Associations” names, contohnya Ivory Soap, Quaker Oats, dan Sunlight Soap (semuanya berasosiasi positif dengan kemurnian, kehalusan dan kesehatan). f. Artificial names, yang bisa jadi tidak mengandung makna khusus, contohnya Kodak. g. Descriptive names, yaitu nama merek yang menggambarkan manfaat atau aspek kunci produk, contohnya Obat Gosok Tjap Onta. h. Alpha-numeric brand names, yakni nama merek yang mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit maupun tertulis. Contohnya, semen Tiga Roda, rokok Dji Sam Soe (234), kacang dua kelinci, dan lain-lain.
2.4.3. Manfaat Merek Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai (Keller, 2003):21
21
Ibid. Hal. 9
27
a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan (stock). b. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. c. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini
menghasilkan predictability dan security permintaan bagi
perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar. d. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. e. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. f. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang. Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial.
28
2.5. Brand Image A brand image is an impression created by brand messages and experiences and assimilated into a perception or impression of the brand.22 Pengertian brand image (Keller, 2003) : “Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen.” Sedangkan pengertian brand Image menurut Kotler dalam Armstrong (2001; 225) : “seperangkat keyakinan konseumen mengenai merek tertentu”. Banyak merek yang dibesarkan melalui publisitas dan periklanan. Menurut Al Ries dan Laura Ries dalam buku The 22 Immutable Laws of Branding, merek sesungguhnya diciptakan. Karena itu, sebuah merek baru harus mampu melakukan publisitas melalui pelbagai media atau berisiko namanya tidak dikenal sama sekali. Namun, untuk mempertahankan agar merek tetap berada di benak konsumen dalam jangka panjang, disanalah peran iklan diperlukan. Menurut Kotler ada beberapa indikator yang mempengaruhi brand image yaitu :23 1. Persepsi konsumen terhadap pengenalan produk 2. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk
22
Tom Duncan. Principles of Advertising & IMC (Indian Adapted Edition). New York : McGraw Hill.2005.Hal.82 23 Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium. Jakarta : PT. Prenhallindo. 2002 hal. 134
29
3. Persepsi konsumen terhadap ukuran 4. Persepsi konsumen terhadap daya tahan 5. Persepsi konsumen terhadap desain atau model kemasan 6. Persepsi konsumen terhadap warna produk 7. Persepsi konsumen terhadap harga 8. Persepsi konsumen terhadap lokasi. Menurut Sutisna dan Prawita, menjelaskan bahwa manfaat dari citra merek yang positif sebagai berikut :24 1. Konsumen dengan citra merek yang positif terhadap suatu merek akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. 2. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama. 3. Kebijakan family branding dapat dilakukan jika citra produk yang telah ada positif.
24
Sutisna dan Prawita. Perilaku konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Jakarta : PT Putra. 2001 hal 83
30
2.5.1. Faktor – faktor yang membentuk Brand Image 1. Brand Awareness Brand Awareness, atau kesadaran Merek, terjadi ketika masyarakat mengenal suatu produk sebagai milik perusahaan tertentu. Brand Awareness terdiri dari perpaduan brand recognition (sebagai kemampuan masyarakat untuk menegaskan sesuatu yang sebelumnya sudah dijelaskan terhadap merek produk suatu perusahaan) dan brand recall (sebagai kemampuan masyarakat dalam menamai suatu merek ketika suatu produk dibagi menjadi beberapa kategori dari kategori akan suatu kebutuhan, serta kategori keinginan). 2. Brand Associations yakni segela sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah merek. Brand associations berkaitan erat dengan brand image, yang didefinisikan sebagai
31
2.5.2. Kerangka Brand Image Pada Ekuitas Merek Berbasis Konsumen Pengenalan terhadap Merek
Kesadaran Akan Merek
Kemampuan Untuk Mengingat Merek
Pengetahuan akan merek
Citra Merek
Jenis – Jenis Asosiasi Merek Dukungan, Kekuatan, dan Keunikan Asosiasi Merek
Gambar 2.2 Hal –Hal Yang tidak berhubungan dengan produk (Harga, Kemasan, Pemakai, dan citra penggunaan).
Atribut
Manfaat
Hal – Hal yang berhubungan dengan produk (Warna, ukuran, Desain)
Fungsional Evaluasi Keseluruhan Sikap
Simbolis Pengalaman
32
Kesadaran Merek, kesadaran merek merupakan kemampuan sebuah merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan kategori produk dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Kesadaran merek adalah dimensi dasar dalam Brand Image. Berdasarkan cara pandang konsumen menyadari merek tersebut. Mencapai kesadaran akan merek adalah tantangan utama bagi merek baru. Mempertahankan tingkat kesadaran akan merek yang tinggi adalah tugas yang harus dihadapi oleh semua merek.25 Gambar diatas menunjukan dua tingkat kesadaran: kenal akan merek dan mampu mengingat merek. Kenal akan merek ( brand recognition) mencerminkan tingkat kesadaran yang cendrung dangkal, sedangkan kemampuan untuk mengingat merek ( brand recall) mencerminkan kesadaran yang lebih dalam. Konsumen dapat mengidentifikasi sebuah merek jika mereka di beri daftar merek – merek atau diberi sedikit petunjuk tentang merek tertentu. Namun hanya sedikit konsumen yang dapat mengingat sebuah merek dari memori mereka tanpa bantuan suatu pengingat atau petunjuk. Pemasar tentunya menginginkan tingkat kesadaran akan merek yang lebih dalam yaitu recall (mampu diingat). Melalui usaha komunikasi pemasaran yang efektif dan konsisten, beberapa merek menjadi sangat terkenal sehingga dapat diingat seseorang dengan kecerdasan standar. Sebagai contoh, kebanyakan orang akrab
25
Shimp, A. Terrence, Periklanan Promosi Jilid I edisi Kelima;2003, Hal 11
33
dengan computer akan cenderung menyebut windows jika ditanyakan kepada mereka dari paket perangkat lunak yang didesain sebagai system operasi.26 Citra Merek, Dimensi kedua pengetahuan tentang merek yang berdasarkan konsumen ( consumer-based brand knowledge) adalah citra dari sebuah merek. Citra merek (brand image) dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat merek tertentu. Atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika ketika berfikir tentang orang lain. Sebagai contoh, pemikiran atau citra apakah yang akan muncul dalam benak anda ketika anda sedang mengingat sahabat anda ? anda pasti akan mengasosiasikan teman anda dengan karakteristik fisik, cirri-ciri, kekuatan dan bahkan kelemahan tertentu. Demikian pula dengan merek, ia dihubungkan dengan pemikiran atau asosiasi tertentu dalam memori kita. Seperti diperlihatkan gambar kerangka brand image pada ekuitas merek berbasis konsumen dapat dikonseptualkan berdasarkan (1) Jenis, (2) dukungan, (3) kekuatan, dan (4) keunikan.27
2.5.3. Model Keller (Building Blocks) Sementara itu, model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Ia mengembangkan model ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE = Customer-Based Brand Equity). Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan 26 27
Shimp, A. Terrence , Periklanan Promosi Jilid I edisi kelima :2003, hal 11 Ibid, hal 12
34
sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu (Keller, 2003). Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki customer-based brand equity positif apabila pelanggan bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk tersebut dipasarkan manakala mereknya diidentifikasi, dibandingkan bila nama mereknya tidak teridentifikasi (misalnya, jika nama fiktif atau versi produk tanpa merek digunakan. Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image. Dengan demikian, brand equity baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya. Keller mengajukan proses empat langkah dalam membangun ekuitas merek: (1) menyusun identitas merek yang tepat, (2) menciptakan makna merek yang sesuai, (3) menstimulasi respon merek yang diharapkan, dan (4) menjalin relasi merek yang tepat dengan pelanggan. Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat pertanyaan fundamental, yakni:28 1) Who are you? (identitas merek)
28
Keller Kevin Lane, Strategic Brand Management, Hal 75
35
2) What are you? (makna merek) 3) What about you? What do I think or feel about you? (respon merek); dan 4) What about you and me? What kind of association and how much of a connection would I like to have with you? (relasi merek). Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building blocks utama: (1) brand salience, (2) brand performance, (3) brand imagery, (4) brand judgments, (5) brand feelings, dan (6) brand resonance.29 1) Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai siatuasi? Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness bukan sekadar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek (nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi tertentu.30 2) Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima atribut dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek: (a) unsur primer dan fitur suplemen; (b) reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk; (c) 29 30
Ibid Op.Cit. hal 76
36
efektivitas, efisiensi, dan empati layanan; (d) model dan desain; serta (e) harga. Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek dalam hal karakteristik inheren (bawaan) sebuah produk dan jasa.31 3) Brand imagery, menyangkut extrinsic properties produk dan jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung (melalui pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi pemasaran dari mulut ke mulut). Empat kategori utama brand imagery meliputi: (a) profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografi deskriptif (seperti usia, gender, ras, pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti sikap terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi politik); (b) situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik, kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan dan di mana merek digunakan); (c) kepribadian dan nilai-nilai; serta (d) sejarah, warisan (heritage), dan pengalaman.32 4) Brand judgments, berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand judgment meliputi: (a) brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan yang dirasakannya; (b) brand 31 32
Kevin Lane Keller , Strategic Brand Management, Hal 81 Kevin Lane Keller, Strategic Brand Management , Hal 83
37
credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar), trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk dipilih dan digunakan); (c) brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen; dan (d) brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek bersangkutan unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain.33 5) Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement, security, social approval, dan self-respect.34 6) Brand ressonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek tertentu. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya). Secara khusus, resonansi meliputi loyalitas behavioral (share of category requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan
33 34
Ibid, Hal 88 Op.Cit. hal 90
38
brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists dan brand ambassadors).35
Penulis menggunakan 3 dimensi Pada teori Building Block milik Keller untuk melihat pengaruh iklan TVC terhadap Brand Image merek mizone, yang sebenarnya terdiri dari 6 Building Blocks untuk menghitung ekuitas merek produk tertentu.
2.6. Hubungan antar Konsep Elemen – Elemen dalam Teori S-O-R merupakan bentuk pengukuran dari efektivitas Iklan TVC Mizone dilihat dari perspektif Stimulus (Rangsangan), Organisme (Khalayak yang dituju), dan Response ( perubahan tingkah laku) elemen ini akan akan digunakan untuk menunjukan tingkat efektifitas Iklan TVC Mizone digabungkan sesuai dengan elemen iklan TVC. Sedangkan Brand Image dipahami sebagai dampak yang timbul dari iklan TVC Mizone, untuk mengetahui pengaruh Iklan TVC terhadap Brand Image Merek Mizone tersebut akan digunakan 3 dimensi dalam mengukur ekuitas merek menurut Keller, Berdasarkan teori Building Blocks yang diciptakan Keller yaitu : (1) brand salience, (2) brand performance, dan (3) brand imagery.
35
Kevin Lane Keller, Strategic Brand Management , Hal 90
39
2.7. Kerangka Pemikiran Penelitian ini berusaha mengetahui hubungan pengaruh Iklan TVC suatu produk terhadap Brand Image produk tersebut (survey terhadap Minuman Isotonik Mizone), proses komunikasi yang terjadi adalah sebagai berikut ;
IKLAN TVC MIZONE (X) 1. Stimulus (X1)
Brand Image (Y)
2. Organisme (X2) 3.
Respons (X3)
2.8. Hipotesa Penelitian Hipotesa penelitiannya adalah : HA :
Terdapat Hubungan yang signifikan (Mempengaruhi) antara Iklan TVC
Mizone dengan Brand Image merek Mizone. HO :
Sebaliknya, tidak terdapat hubungan yang signifikan (tidak mempengaruhi)
antara Iklan TVC Mizone terhadap Brand Image merek Mizone.