Antologi fiksi #1 fiksiMiNi PALEMBANG
KOMA bukan titik
perjalanan tak cukup sampai di sini…
The Alden @DenisRaditya
I. Awal Peradaban Baru Seorang profesor muda, Mr. Denzy, bekerja pada perusahaan teknologi tertinggi di dunia yang merupakan otak dari RED Corporation. Ia adalah profesor muda asal Indonesia kelahiran 2010 yang semenjak kecil suka dengan musik dan seni. Denzy bekerja pada RED tahun 2033, sewaktu berusia 23 tahun, dan merupakan kepala penelitian dari RED. Rata-rata semua penelitian dirancang oleh Denzy bersama rekan-rekan profesor lainnya. Mereka menciptakan hal-hal mutakhir demi kemudahan manusia dalam bekerja maupun kehidupan sehari-hari, mulai dari peralatan rumah tangga hingga pesawat tempur (cyber war). Segala fasilitas produksi RED Corporation dinamakan CYBER, pengoperasiannya …
KOMA bukan titik
Tea In You Adyta Dhea Purbaya
*** Siang ini, sama seperti siang-siang kemarin. Kantin kampus. Ramai. Dan kita duduk berdua di salah satu kantin. Kamu dengan segelas Green Tea yang mengepul, dan aku dengan segelas Lemon Tea dingin. “Eh, kalo makan nasi, minumnya jangan teh,” kamu menarik gelas tehku menjauh dari jangkauanku. “Ahhh balikiiin… Aku mau tehkuu…” aku berusaha menggapai gelas teh itu. Kamu tertawa-tawa dan mengangkat gelas teh itu makin tinggi.
Antologi Fiksi #1
WARNA JINGGA Meilia Anggun Ps
*** Aku Jingga, Tiara Jingga, mahasiswi semester akhir salah satu Universitas Negeri di kotaku. Anak satu-satunya ayah dan ibuku. Entahlah, kata ibu, aku satu-satunya dari 16 tahun pernikahan. Pagi ini ada yang berbeda, rasanya aku malas sekali beranjak dari kasur, sampai aku merasa ada yang lembab. Setelah kuintip, rupanya sepraiku sudah berwarna merah. Ah, aku datang bulan. Pantas saja perutku sakit sekali, seperti ada yang mengiris-iris dari dalam. Baru selangkah berdiri untuk membersihkan diri, aku tersungkur dihantam pusing dan sakit teramat sangat.
KOMA bukan titik
Terkunci Mati Di sana, tentangmu. Tak terganti. ~Rani Amalia Busyra
Antologi Fiksi #1
MAAFKAN AKU Juliet Sefriza
“Canduku terhadapmu itu sangat menyulitkanku. Pertama kali aku merindumu dimulai pada saat detik pertama kamu memunggungiku. Pada saat itu ada rasa asing menyergap. Mendadak ingin menarik tanganmu, dan berkata “Secepat ini kita berpisah?” Padahal belum satu detik perpisahan itu terjadi.” “Yah, secepat itu memang. Berkali-kalipun terjadi kebodohan karena kamu terlalu lemah untuk menjaga perasaan ini, berkali-kali pula aku memaafkanmu. Yes, i'm a fool of everything about you.” Kubaca tulisan itu berkali-kali. Sepenggal tulisan dari seseorang dari masa lalu. Yang telah kukhianati. Dulu. “Rin, tolong buatkan aku kopi! Gulanya jangan lebih dari dua sendok! Oiya, kasih creamer satu sendok KOMA bukan titik
Surat Tanpa Alamat Gilang Gading Mahisya Tjampaka Dear Ben… Ini surat pertama, sejak kamu menghilang. Sejak kamu tak lagi jadi bintang paling terang. Tak lagi jadi kesatria berpedang. Ben… kamu pergi dalam gelap, tak berpamit. Tanpa ucapan selamat tinggal. Kamu hilang. Aaahhhh Ben… kita memang masih muda, tapi bukan berarti boleh tak bertanggung jawab. Bukan Ben, bukan soal menikahi aku karena kau sudah tiduri aku. Bukan juga, karena permintaanmu, kugugurkan kandunganku. Bukan itu. Tapi tanggung jawab mentalmu, ketika kau putuskan tak lagi bersamaku. Memastikan aku mengetahui perpisahan ini dengan sadar, memastikan aku melihat perpisahan ini sebagai kesepakatan kita. Bukan melarikan diri dari hubungan ini, Ben. Aahh… Ben, kau selalu kekasihku… sekalipun kau tak lagi tampak dimataku. Tak lagi terjamah jemariku, bahkan tak lagi teraba oleh hatiku. Tapi sungguh Ben, kau selamanya kekasihku, pacar remajaku, partner bertumbuhku, dan kekasih dewasaku. Hanya saja, realitas menjungkalkan kita.
Antologi Fiksi #1
JANJI Lilya Wamirza
“Kakak janji akan memainkan lagu ini saat menyambutmu kembali nanti.” Dia menatapku dalam. Melihat ke matanya, seakan Aku membaca kalimat lain, “Kuharap masih bisa melihatmu saat kau kembali nanti.” *** Akhirnya Aku mendapatkan gelar sarjanaku. Setelah 4 tahun menimba ilmu di negeri orang, Aku kembali ke kota kelahiranku, Palembang. Tak sabar lagi ingin menagih janji pada Kak Jo. Dia pasti sudah menungguku di rumah. Sengaja Aku merahasiakan kepulanganku pada Kak Jo. Aku juga tak
KOMA bukan titik
MERAH Wahyuni Kesuma Wardhani
Cat dan kuas-kuas berserakan di sudut ruangan. Dengan penuh konsentrasi, seorang pria menggoreskan warna-warna ke atas kanvas yang berada di hadapannya. Cat meluber dari palet hingga ke tangannya, jari-jarinya, hingga ke wajahnya. Raut wajahnya tenang seperti tanpa emosi. Sudut matanya tak bergerak dari satu bidang. Keringat perlahan menetes dari dahi hingga ke ujung dagunya. Rambutnya panjang tak terawat. Tangannya tak berhenti bergerak. Ia terus saja mengerjakan lukisannya dengan sangat hati-hati. Ia tak ingin ada satupun kesalahan pada hasil karyanya nanti. Jam berdetak tanpa terasa. Emosi terpancar dari sela-sela udara sekitarnya. Bibirnya tertutup rapat. Pandangan matanya kosong. Perlahan pikirannya pergi menuju ke suatu waktu. Ke suatu titik di masa lalunya. Antologi Fiksi #1
PESAN DARI SURGA Dian Lukmansyah
Dingin, sunyi, hampa menyelimuti tubuhku. Angin seakan menghunusku dengan pisau-pisaunya, pori-poriku pasrah menerima cercaan dinginnya. Tubuhku menggigil hingga kusadari bahwa tak ada sehelai benang pun merangkul tubuhku. Aku semakin bingung, “Ke mana pakaianku? Di mana temantemanku? Di mana rumahku?” Tiba-tiba
ada
seorang
gadis
datang
menghampiriku, dengan pakaian indahnya dengan bias cahaya putih di setiap celah tubuhnya. Aku terpukau dan aku merasa malu dengan ketelanjanganku. Semakin dekat ia melangkah ke arahku, semakin terusik pula …
KOMA bukan titik