1
Contoh Essai Pak Pendeta, Penjaga Titik Koma Dalam perjalanan ke Depok, saya teringat soal titik koma. Adalah Pak
Judul yang dibuat dengan menampilkan nama orang.
Pendeta, seorang bertubuh pendek dan gempal. Ia seorang guru, mengajar Paragraf pertama dimulai dengan ingatan pengalaman masa kecil.
bahasa Inggris di SD F. Tendean, tempat saya menimba ilmu pendidikan dasar di Tebingtinggi Deli sekitar tahun 1980‐an. Saya sedang mencari sebuah hubungan mengapa saat ini saya begitu peduli dengan titik koma. Nama aslinya Pak Daniel, tetapi kami memanggilnya Pak Pendeta. Ia memang seorang pendeta dan seorang Chinese. Sejak kelas 3 SD, saya dan teman‐ teman sudah diajari bahasa Inggris oleh Pak Pendeta. Apa yang unik? Saya rasa sistem pengajaran conditioning yang diterapkan beliau membekas sampai kini dan membuat saya menjadi penulis sekaligus editor yang peduli
Penulis mulai memberikan opini dari apa yang dialaminya.
titik koma. Bayangkan, apa pun yang kami tulis‐‐murid‐muridnya‐‐kala itu mutlak menggunakan tulisan tegak bersambung (alhasil, ketika menulis buku pelajaran bahasa Indonesia SD, saya tidak terlalu kesulitan untuk mempraktikkan huruf tegak bersambung yang kini memang mulai langka). Semua tanda baca standar seperti titik, koma, tanda seru, dan tanda tanya harus ada dan tidak boleh terlewat. Apabila terlewat, satu pukulan mistar kayu yang tebal akan mendarat di tangan kami. Jika terlewat tiga tanda baca, alamat tiga pukulan akan kami terima. Saking takutnya, saya kira, saya pun tidak pernah melewatkan tanda baca. Ketakutan itu terbawa hingga kini menjadi kebiasaan. Di setiap SMS, chating, ataupun tulisan note semacam ini, saya tidak pernah melewatkan tanda baca, bahkan titik sekalipun untuk mengakhiri kalimat singkat. Hal kedua, saya
2 begitu sensitif dengan tanda baca. Manakala ada seseorang yang belum dikenal mengirim SMS dengan tanda seru, sering saya menganggap orang ini kurang sopan dengan menulis sesuatu yang menyeru atau memerintah, padahal baru kenal. Hal itu semua akibat pemahaman tanda seru yang begitu mendalam. Bahkan, seorang psikolog pernah melarang semua penulis buku pelajaran untuk mencantumkan tanda seru pada kalimat perintah pengerjaan soal di buku‐buku pelajaran. Alasannya, tanda seru itu akan membuat murid merasa tertekan. Memang selalu ada jalinan peristiwa yang membentuk kita seperti saat ini. Saya berterima kasih kepada guru saya, Pak Pendeta meskipun pada banyak Penulis menutup opininya sekali lagi dengan kesan terhadap tokoh yang diceritakan.
hal pola pendidikan intimidasi yang diterapkannya 'tidak laku' pada zaman kini. Saya termasuk orang yang menjadi pelanggan dipanggil ke depan karena sering kurang berkonsentrasi dalam pelajaran bahasa Inggris. Ia pun memanggil saya dengan sebutan khasnya: "Kacamata!" Mungkin ia kesulitan memanggil nama saya yang njawa. (Catatan pagi: Bambang Trim)
Paragraf ini semakin menguatkan opini.
3
Contoh Artikel Tokoh Identifikasi Dalam Bacaan Anak
Pembukaan yang dimulai dengan pernyataan dan penjelasan.
Penulis mulai menyajikan opininya tentang tokoh identifikasi.
Judul yang mengandung penjelasan isi. Anak‐anak memang selalu unik; membincangkannya penuh pernak‐pernik. Mereka tumbuh dan berkembang bersama kodrat yang ada dalam dirinya untuk kemudian dipengaruhi oleh faktor‐faktor luar‐‐yang terkadang membuat kita takjub atau malah terkejut. Dalam tumbuh kembang inilah anak kemudian melalui proses yang disebut mengidentifikasi diri. Saya ingin membedah dari sisi penulisan bacaan anak. Princess kecil saya yang bernama Valya (kini berusia 4 tahun) memang tampak ajaib (terutama bagi saya ayahnya) ketika mengikuti tumbuh kembangnya. Tokoh Paragraf kedua mendukung identifikasinya dapat berganti‐ganti hingga kemudian dia fokus pada penjelasan beberapa princess produksi Disney: kadang ia menjadi Aurora yang anggun, dengan kadang ia menjadi Mulan dengan toyanya berkelebat ke sana ke mari, kadang menampilkan ia menjadi Ariel yang lucu, atau kadang ia memilih menjadi Belle. contoh Imajinasinya meloncat‐loncat yang kadang diwujudkan dalam solilokui pengalaman. (berdialog dengan diri sendiri). Apakah saya khawatir? Pada usianya saya biarkan, namun hal paling penting‐‐ia harus dapat menjadikan orangtuanya sendiri sebagai tokoh identifikasi lewat perilaku yang harus benar‐benar demonstratif diperlihatkan dan dilibatkan kepada dirinya, seperti beribadah, berbagi, berbicara baik, serta berjuang. Proses identifikasi pada diri anak adalah proses yang didasari keinginan untuk menyesuaikan, mendekatkan, atau menyamakan dirinya dengan kehidupan orang atau sesuatu di luar dirinya. Orang‐orang yang dipilih anak inilah yang disebut tokoh identifikasi. Tokoh identifikasi yang biasa menjadi favorit para batita dan balita adalah para orangtuanya sendiri yaitu ibu dan bapak. Kemudian, dapat juga kepada kakaknya atau saudaranya yang lain. Dengan karakteristik generasi platinum kini (mereka yang lahir pada 2000‐an) yang mampu lebih cepat mengakses informasi, tokoh identifikasi dapat cepat berganti menjadi tokoh‐tokoh asing di luar diri dan lingkungan si anak. Di sinilah terkadang diperlukan keberhati‐hatian manakala tokoh itu ditemukan di dalam cerita lewat televisi ataupun buku‐buku. Anak akan
4
Penulis lebih menjelaskan opininya dengan contoh pengalaman.
menjadikan sang tokoh identifikasi termasuk sebagai pedoman perilaku. Adanya pedoman ini menunjukkan bahwa anak‐anak berpegang pada sesuatu dengan ukuran‐ukuran tertentu yang berarti adanya nilai‐nilai tertentu yang bersifat konkret (demikian pernah dipaparkan oleh Riris K. Toha Sarumpaet, seorang pakar sastra anak). Perhatikan anak‐anak yang mengidentifikasi diri menjadi si Tom dalam kisah Tom & Jerry, mereka akan senang membanting sesuatu atau memukul sesuatu. Belakangan versi baru Tom & Jerry didekonstruksi menjadi lebih ramah dan lebih bersahabat bagi anak. Beberapa anak Indonesia sebelumnya juga sempat mengidentifikasi dirinya menjadi Dora sehingga mereka senang mengenakan tas ransel, lalu model rambutnya pun dibuat berponi. Dora tokoh anak yang cerdas dan pantang menyerah maka anak‐anak pun mengidentifikasi nilai‐nilai yang ditanamkan oleh Dora. Anak‐anak wanita yang lain juga senang mengidentifikasi diri menjadi Strawberry Shortcake yang selalu ceria dan bijak dalam berteman. Lalu, tokoh cerita Indonesia, siapa ya yang dapat diidentifikasi? Pada zaman saya kecil, saya masih dapat menemukan tokoh seperti Si Unyil. Alhasil, sebuah bacaan anak yang memuat tokoh, apakah itu fiksi atau nonfiksi, tidak pelak menyediakan segenap tokoh identifikasi bagi anak. Jika jelas antara tokoh protagonis dan antagonis, anak cenderung memilih yang protagonis atau yang menurut mereka hebat. Kata 'hebat' bagi anak‐anak sekarang sungguh dapat dimaknai sangat luar biasa. Alkisah, saya pernah mendemonstrasikan memotong daging kambing menjadi potongan‐potongan kecil dan kemudian menyusunnya dalam tusukan sate. Sepupu anak saya Valya yang bersama‐sama memperhatikan saya langsung berujar: "Wah, papamu hebat, ya!" Hebat dapat mereka maknai apa pun, mungkin jikalau kita dapat memanjat pohon pun akan dibilang hebat untuk ukuran anak sekarang. Berapa orang anak sekarang yang punya pengalaman memanjat pohon jambu atau pohon mangga? Kembali soal tokoh identifikasi dalam penulisan menjadi amanat buat penulis menyediakan tokoh identifikasi yang mampu mendukung perkembangan psikologis anak ke arah lebih baik. Kata‐kata julukan untuk tokoh yang kurang pantas, misalnya Robi adalah kelinci yang keji atau Danis adalah kucing yang sadis sebaiknya dihindari karena mereka (anak‐anak) itu akan coba terus mencari makna kata 'keji' dan 'sadis'. Penulis buku ataupun cerita anak harus benar‐benar cermat memilihkan tokoh‐tokoh identifikasi yang berkarakter 'hebat' dengan perilaku terpuji sehingga menimbulkan satu imbauan bagi anak‐anak ke arah tingkah laku positif. Adapun karakter tokoh
Penulis mendukung opininya dengan kutipan pernyataan seorang ahli.
Paragraf ini menghubung‐ kan kembali pembaca kepada topik inti.
5
Penulis menguatkan opini dengan beberapa tambahan fakta.
antagonis harus jelas bagi anak bahwa perilaku seperti itu berbahaya dan kurang baik‐‐stereotipnya sering digambarkan tokoh jahat yang akhirnya sadar atau tokoh jahat yang akhirnya binasa. Pada intinya bacaan anak‐anak atau cerita anak merupakan pengembangan imajinasi atau fantasi ke tingkat yang serba mungkin. Pengembangan gagasan yang serba mungkin ini terkadang bersifat antropomorfistis (pengenaan sifat‐sifat manusia kepada tumbuhan, hewan, atau bahkan benda mati) dan juga sebaliknya. Anak‐anak kerap menganggap sesuatu itu bernyawa juga seperti mereka. Kemampuan mereka mengembangkan imajinasinya untuk memberikan ciri manusia pada segala sesuatu sungguh luar biasa sehingga benda‐benda mati pun mereka ubah seolah‐olah hidup (hal ini kemudian ditangkap oleh para penulis ataupun seniman untuk membuat karya‐karya luar biasa seperti Toys Story). Alhasil, anak dapat menerima tokoh‐tokoh cerita yang bertingkah laku layaknya manusia dari jenis tumbuhan, hewan, bahkan benda mati. Asalkan plot sebuah cerita logis dengan dibumbui oleh kekuatan gaib atau teknologi, cerita itu menjadi tidak absurd bagi anak‐anak. Anak pun menemukan tokoh identifikasi yang berwujud tumbuhan, hewan, monster, ataupun benda mati yang memiliki juga imbauan tertentu. Demikianlah salah satu kekhasan dalam dunia penulisan bacaan ataupun cerita anak. Sekali lagi, ada jembatan dua dunia dan dua generasi yang betul‐betul harus piawai dihubungkan oleh para penulis bacaan anak. Dua dunia ini dapat saja berbenturan manakala orang‐orang dewasa (penulis bacaan anak) menganggap anak sekadar objek atau berusaha mengubah dunia mereka dengan pola pikir orang dewasa. Anak akan menolaknya dan akan menjauhinya karena mereka meskipun tanpa kesadaran sesungguhnya mengklaim orang‐orang dewasa adalah orang‐orang yang sok tahu tentang dunia mereka. Perhatikan anak‐anak sekarang sudah bijak 'mencela' orang yang lebih tua, bahkan orangtuanya sendiri. Di sinilah terlihat betapa kita gagal memberikan tokoh identifikasi yang baik untuk mereka. Dan mereka akan terus mencari dan mencari ....
Penulis menutup artikelnya dengan penegasan dan juga kritik yang menarik.
6
Contoh Puisi Kreatif Bidadari Buku Seperti menanti kekasih dari perut bumi dan itu terjadi di negeri pertiwi kurindukan bidadari membawa buku Orang‐orang berebut dan antre kali ini bukan untuk BLT antusias membara mereka berlari hendak mendapat hadiah buku :dari sang bidadari Sang raja yang bijak berbudi mengundang bidadari meminta buku lebih banyak lagi demi rakyat yang telah mengabdi : Ini programku yang prorakyat buku gratis untuk mereka yang kritis miskin ilmu, miskin harta Sang bidadari tak menampik Ia ciptakan buku dari panca inderanya Negeriku menjadi lautan buku. Dan raja memaklumkan hari itu menjadi hari buku. Aku termangu masih berharap bidadari menghampiri Ternyata ia hanya tersenyum tangannya hampa tanpa buku oh buku, Buku telah dimamah oleh rakyatku bukan dibaca, tetapi direbus menjadi bubur mereka makan dengan lahap bidadari menitikkan air mata
7 Bangsamu kata orang, bangsa yang seharusnya menang Bangsamu kata orang, bangsa yang berbudi Pemimpinmu kata orang, sangat pro‐rakyat Tetapi rakyatmu dalam fakta lapar dan buta buku Selamat Hari Buku : semoga Tuhan mengampunimu Pondok Mutiara, 17 Mei 2009
8
Contoh Tulisan Kreatif The Power of ‘Sebelum Tidur’ Apa yang kerap Anda lakukan sebelum tidur? Saya amati putri saya. Karena ada televisi di dalam kamar, terkadang ia minta diputarkan film kesukaannya sebelum tidur. Kadang dia memboyong spidol ataupun crayon dan mulai mewarnai sebelum tidur. Kadang ia mengambil bolpoin yang suka saya letakkan di atas meja, lalu diam‐diam masuk ke ruang kerja untuk mengambil beberapa lembar kertas HVS‐‐mulailah dia menggambar sebelum tidur. Kali lain ia minta didongengkan oleh istri saya hingga terbetik tawa manakala ia mulai mengoreksi plot cerita kalau‐kalau kita salah berkisah. Anak saya sedang menginstall imajinasi sebelum masuk ke alam lelap maka saya dan istri mesti berhati‐hati dengan segala sesuatu yang masuk di otaknya dalam kondisi alpha dan theta. Saya sendiri dengan kebiasaan mengundang kantuk adalah membawa beberapa buku ke kasur. Saya pilih buku yang menarik untuk menstimulus otak saya, biasanya buku yang baru dibeli dan belum terjamah. Inilah 'kekuatan' yang perlu saya bagikan bagaimana masa‐masa mendapatkan gelombang alpha‐‐daya kerja otak pada gelombang pada 9‐13 Hz dalam keadaan rileks. Buku‐buku itu menjadi stimulus penjentik ilham, bahkan pembangun imajinasi (seperti halnya novel Ayat‐Ayat Cinta sebagai novel pembangun jiwa, :)) Hebatnya, kalau ternyata memori baca itu terbawa pada gelombang delta (1‐3 Hz) hingga ke alam mimpi‐‐kadang‐kadang menjadi gagasan cerdas pada pagi hari. Sebelum tidur petuah orangtua kita dahulu adalah cuci kaki dan cuci tangan, jangan lupa gosok gigi. Amanat membersihkan diri agar tiada kuman bersimaharajalela manakala kita dalam gelombang kesadaran rendah dan
9 istirahat panjang. Lalu, orang‐orangtua kita pun melantunkan lagu 'nina bobo' yang legendaris itu atau membacakan dongeng sebelum tidur. Lagu dan kisah itu cukup efektif dibenamkan pada gelombang alpha hingga masuk menjadi mimpi indah bagi anak‐anak atau menimbulkan satu kesan yang tersimpan di alam bawah sadar. Dongeng yang baik membuat mereka menjadi baik; dongeng yang keliru membuat mereka juga menjadi pribadi yang keliru kelak. Kembali soal membaca dan menulis sebelum tidur‐‐membawa buku‐ buku atau notebook ke atas kasur, benarkah begitu powerful untuk mengundang ilham? Sepertinya memang begitu mengingat banyak hal yang saya cari jawabannya lewat bacaan dan menulis sebelum tidur. Maka saya akan memilih betul bacaan yang dibawa ke atas kasur, semacam "Outliers" dan "Blink" karya Malcolm Gladwell atau buku‐buku lain yang benar‐benar mengundang rasa ingin tahu saya. Ada kalanya saya kerjakan editing naskah juga di atas kasur. Buku menarik karya Syamsuddin Haesy bertajuk "Indigostar" saya tuntaskan editing akhirnya sebelum tidur. Pun buku tebal "Api Sejarah" karya Mansur Suryanegara saya pelototi sebelum naik cetak menjelang tidur. Terkadang dari aktivitas ini saya mendapatkan 'mata baru' yang kerap saya sebut ilham untuk mengembangkan buku tersebut atau buku‐buku lainnya. Selain buku, saya juga membawa majalah ataupun katalog buku dari penerbit lain (dalam dan luar negeri) untuk menstimulus gagasan baru. He‐he‐he saya hendak meniru Thomas Alva Edison, si penemu legendaris yang kerap mengapit kaleng pada kedua lututnya. Manakala kaleng jatuh karena beliau masuk kondisi delta maka denting kaleng membangunkannya dan terjadilah sebuah ide penciptaan. Buku‐buku yang saya baca ibarat kaleng yang saya jepit, kemudian lama‐lama bacaan itu mengundang kantuk, lalu saya pun tertidur dengan mimpi asyik: pengembangan content dan context buku tersebut! Makanya selepas shalat subuh, buru‐buru komputer dinyalakan untuk menuliskan ide‐ide yang terekam dalam benak selepas tidur. Hasilnya bisa ajaib, lebih dari sepuluh ide penulisan dapat terdata.
10 Ini kekuatan 'sebelum tidur' dan dapat lebih optimal manakala dilakukan tidak terlalu larut dan tidak pula diikuti kelelahan yang sangat. Jika sepertiga malam terbangun, kaum Muslim punya kesempatan memasuki zona tetha, meditasi lewat tahajud berada dalam kondisi luar biasa tenteram mengadu kepada Tuhan. Kalau yang ini kita sebut "The Power of Bangun Malam". :catatan kreativitas Bambang Trim