ANOTASI MORFOLOGI SPESIMEN BELALANG (VALANGA NIGRICORNIS) DI MUSEUM SERANGGA DENGAN REALITAS TERTAMBAH
AULIANSA MUHAMMAD
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015
Auliansa Muhammad NIM G64110028
ABSTRAK AULIANSA MUHAMMAD. Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah. Dibimbing oleh AUZI ASFARIAN. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan prototipe aplikasi realitas tertambah yang dapat menampilkan informasi spesimen serangga secara interaktif. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemilihan informasi dan interaksi yang tepat untuk diimplementasikan, dan pengembangkan prototipe aplikasi realitas tertambah. Pemilihan informasi dan interaksi dilakukan dengan cara mewawancarai kepala museum serangga. Hasil dari wawancara menentukan pilihan interaksi yang diimplementasikan. Berdasarkan hasil wawancara, informasi yang ditampilkan ialah informasi morfologi belalang, dengan skenario interaksi jogging. Informasi ditampilkan dengan cara memberikan anotasi kepada spesimen belalang. Aplikasi berhasil menampilkan anotasi untuk spesimen spesifik. Aplikasi dibangun dengan menggunakan Metaio Creator. Kata kunci : anotasi, morfologi, museum, realitas tertambah, serangga
ABSTRACT AULIANSA MUHAMMAD. Morphological Annotation of Grasshopper (Valanga nigricornis) Specimen in Insects Museum Using Augmented Reality. Supervised by AUZI ASFARIAN. This research’s goal is to develop an augmented reality application prototype for presenting insect specimen’s information using a more interactive way. This research is done in four steps. The first step is choosing presented information, followed by choosing proper interactions. The information is obtained by interviewing the curator. The third step is prototype development. Based on the interview with curator, the presented information is grasshopper’s morphology, using jogging interaction scenario. The information is shown by annotating the grasshopper specimen. The application succeeded in showing annotation, but only for specific grasshopper specimen. The application is built using Metaio Creator. Keywords : annotation, augmented reality, insect, morphology, museum
ANOTASI MORFOLOGI SPESIMEN BELALANG (VALANGA NIGRICORNIS) DI MUSEUM SERANGGA DENGAN REALITAS TERTAMBAH
AULIANSA MUHAMMAD
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji 1 Firman Ardiansyah, SKom MSi 2 Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi: Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah Nama : Auliansa Muhammad NIM : G64110028
Disetujui oleh
Auzi Asfarian, SKomp MKom Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah bertajuk Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu mendo’akan penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Bapak Auzi Asfarian, SKomp MKom atas ide, arahan, koreksi, bimbingan, kesabaran, nasihat, dan saran yang selalu diberikan selama pengerjaan tugas akhir. Terima kasih juga kepada Dr Purnama Hidayat yang telah membantu selama pengumpulan data awal yang sangat dibutuhkan, Bapak Firman Ardiansyah, SKom MSi dan Bapak Muhammad Ashyar Agmalaro, SSi MKom selaku penguji atas saran-saran yang telah diberikan, serta rekan-rekan satu bimbingan atas bantuannya dalam pengumpulan data penelitian dan pengolahannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Auliansa Muhammad
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Penerapan Augmented Reality di Museum Skenario Interaksi Mobile Augmented Reality Metaio Creator METODE PENELITIAN Permodelan Informasi AR Pemilihan Skenario Pengembangan Prototipe Aplikasi HASIL DAN PEMBAHASAN Permodelan Informasi Pemilihan Skenario Pengembangan Prototipe Aplikasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
vi vi 1 1 2 2 2 3 3 4 5 7 7 7 7 8 8 9 12 15 15 16 16
DAFTAR TABEL 1 Perlakuan dalam tahap akuisisi citra 2 Ide skenario berdasarkan informasi yang ada di museum serangga 3 Waktu yang dibutuhkan prototipe 3 untuk menemukan objek pada perlakuan yang berbeda
8 10 15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pameran koleksi serangga di museum serangga Penerapan AR di museum Ilustrasi 5 skenario utama dalam aplikasi realitas tertambah Ilustrasi tahapan pembuatan AR dengan Metaio Creator Morfologi ordo Orthoptera dari tampak atas Ilustrasi ide interaksi jogging, shopping furniture, dan on the bus Ilustrasi citra hasil akuisisi Ilustrasi citra 3dmap pada tahap reduksi fitur Tampilan prototipe pertama Model 3D belalang pada prototipe kedua Tampilan prototipe akhir
1 3 5 6 9 11 12 13 13 14 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan keanakaragaman hayati. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis menjadikan Indonesia sebagai habitat yang cocok bagi perkembangan berbagai flora dan fauna, tidak terkecuali serangga (Sutra et al. 2012). Salah satu cara mempelajari keanekaragaman serangga ialah dengan mengunjungi museum serangga, atau mengunjungi institusi yang menyediakan koleksi spesimen serangga. Salah satu museum yang menyediakan koleksi spesimen serangga ialah Museum Serangga IPB. Menurut situs IPB1, koleksi spesimen serangga pada Museum Serangga IPB berjumlah 5914 spesimen. Beberapa koleksi dipamerkan dalam kotak kaca, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1
Pameran koleksi serangga di Museum Serangga IPB2
Museum merupakan tempat menyimpan informasi mengenai serangga bukan hanya dari disiplin ilmu dasar biologi melainkan juga dari sudut pandang budaya melalui pemaknaan baru (Sofyan 2010). Museum tidak hanya melestarikan dan memamerkan koleksinya, tetapi juga membuat koleksi tersebut menjadi bermakna bagi masyarakat dan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, terutama pengunjung museum. Sofyan (2010) juga mengungkapkan bahwa penyampaian informasi kepada pengunjung museum, akan lebih bermakna apabila pengunjung merasa terlibat di dalamnya sehingga akan timbul kenangan atau pengalaman pengunjung ketika mengunjungi museum. Dengan kata lain, teknik penyampaian informasi yang interaktif diperlukan. Salah satu teknologi yang memungkinkan hal tersebut ialah teknologi realitas tertambah (augmented reality [AR]) yang memperkaya dunia yang dilihat oleh pengguna dengan informasi digital (Olsson et al. 2012; Azuma 1997). 1 2
http://web.ipb.ac.id/~serangga/itc/spesimen.html http://gudanginfoserangga.blogspot.com
2 Dengan teknik AR, informasi yang berkaitan dengan serangga yang dilihat oleh pengunjung museum dapat ditampilkan melalui perantara perangkat elektronik. Pengembangan interaktifitas museum dengan menggunakan AR telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Wojciechowski et al. (2003) telah mencoba memvisualisasikan artifak dari museum arkeologi. Proyek ARCO yang dilakukan oleh tim Wojciechowski bertujuan mengembangkan sistem untuk museum yang dapat digunakan untuk mengadakan pameran secara virtual di web. Keuntungan menggunakan teknologi AR dalam memvisualisasikan artifak museum ialah memberi peluang kepada pengunjung untuk berinteraksi dengan hasil visualisasi secara natural dan mendalam. Pada penelitian tersebut, informasi yang ditampilkan oleh sistem AR dibangkitkan melalui markah yang telah disiapkan. Interaksi yang dapat dilakukan pengguna ialah memindahkan objek virtual dan mengubah transparansi objek virtual. Akan tetapi, implementasi visualisasi artifak museum tersebut belum dilakukan. Selain itu, Van der Vaart dan Ray (2014) juga telah membangun sebuah aplikasi AR yang bertujuan lebih mengenali hubungan antara objek fisik di museum dan lingkungan virtual serta mengetahui dampak pemberian instruksi terhadap usabilitas dari sistem. Aplikasi tersebut menerapkan teknologi AR dengan memberikan sebuah replika virtual dari bentuk suatu artifak. Pengunjung diharuskan mencari artifak yang dimaksud dari replika tersebut. Sistem nantinya akan memberikan informasi mengenai artifak yang dimaksud. Saat ini, belum ada penelitian mengenai pengembangan aplikasi AR yang spesifik pada museum serangga. Oleh karena itu, berdasarkan fakta yang telah dijabarkan, penelitian ini menggali aplikasi AR yang dapat dikembangkan untuk museum serangga dan mengembangkan prototipe yang dapat menampilkan informasi yang interaktif dari spesimen serangga yang diminati. Perumusan Masalah Masalah yang akan didalami dalam kajian ini ialah pemilihan informasi dan interaksi yang cocok untuk dimodelkan dalam bentuk aplikasi AR pada display spesimen serangga pada museum serangga. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi di museum yang dapat dimodelkan dengan AR, mendapatkan interaksi yang sesuai, serta mengembangkan prototipe aplikasi AR dan mengevaluasi kemampuan pelacakannya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan sebuah citra spesimen yang terletak di Museum Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini ialah
3 spesimen belalang. Spesimen belalang dipilih karena belalang merupakan spesimen yang lazim digunakan untuk memperkenalkan morfologi serangga.
TINJAUAN PUSTAKA Penerapan Augmented Reality di Museum Menurut Azuma (1997), AR merupakan variasi dari virtual reality (VR). Teknologi VR membuat pengguna terbenam ke dalam suatu lingkungan yang dibuat secara digital. Dalam VR, pengguna tidak dapat melihat dunia nyata yang ada di sekelilingnya. Berbeda dengan VR, AR menambah atau menggabungkan objek virtual ke dalam dunia nyata. Dengan kata lain, AR menambahkan dunia nyata dengan objek virtual, bukan mengganti dunia nyata dengan dunia virtual. Salah satu penerapan AR di museum telah dilakukan di Museum Allard Pierson di Belanda. Informasi yang ditampilkan oleh aplikasi AR di museum tersebut ialah hasil rekonstruksi tiga dimensi terhadap citra puing-puing sebuah kuil Romawi, cerita dari citra, dan informasi tentang penemuan dan rekonstruksi kuil, serta catatan sejarah dari kuil tersebut (Gambar 2a). Pengunjung museum dapat menggunakan layar monitor yang telah disediakan oleh museum untuk melihat hasil rekonstruksi dari puing-puing kuil. Layar yang digunakan bersifat stasioner namun dapat diputar3.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2
3
Ilustrasi penerapan AR di museum arkeologi: (a) rekonstruksi puing kuil tiga dimensi, (b) penyampaian informasi artifak arkeologi, dan (c) penyampaian informasi artifak arkeologi secara interaktif.
http://www.igd.fraunhofer.de
4 Selain itu, museum tersebut juga menerapkan teknologi AR untuk memberikan informasi mengenai koleksi artifak arkeologi lainnya (Gambar 2b). Perangkat yang digunakan dalam menerapkan teknologi AR ini ialah sebuah iPad4. Van der Vaart dan Ray (2014) juga telah menerapkan AR pada Museum Allard Pierson. Vaart membuat sebuah aplikasi AR yang dipasang pada perangkat iPhone dengan pembungkus berbentuk lup. Artifak yang dapat dilihat virtualisasinya telah ditentukan oleh peneliti, dan presentasi dari informasi artifak yang ditampilkan dibuat menyerupai sebuah cerita (Gambar 2c). Untuk melanjutkan cerita ke tahap berikutnya, lup harus dimiringkan.
Skenario Interaksi Mobile Augmented Reality Olsson et al. (2012) mengklasifikasikan jenis interaksi pada mobile AR (MAR) ke dalam lima skenario utama, yaitu on the bus, jogging, shopping furniture, virtual mirror, dan street art. Skenario on the bus (Gambar 3a) merupakan skenario dengan interaksi AR yang berfokus pada informasi dan iklan yang sangat bergantung pada lokasi dan secara spesifik berhubungan dengan memberikan konten hiburan atau informatif pada transportasi publik. Skenario jogging (Gambar 3b) merupakan skenario dengan interaksi berbentuk panduan. Skenario ini umumnya memiliki interaksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan skenario lain karena hanya memberikan informasi berbentuk panduan. Skenario shopping furniture (Gambar 3c) merupakan skenario dengan interaksi yang berfokus pada visualisasi AR dari suatu model dan informasi mengenai model tersebut. Skenario virtual mirror (Gambar 3d) memiliki interaksi yang berfokus pada penambahan model digital terhadap model yang sudah ada secara nyata. Skenario street art (Gambar 3e) berfokus pada interaksi yang bersifat artistik dan menghibur, misalnya melukis dunia nyata pada lingkungan AR dengan perantara perangkat mobile. Berdasarkan hasil penelitian Olsson (2012) mengenai interaksi pada MAR, didapatkan bahwa skenario on the bus, jogging dan shopping furniture merupakan skenario yang digunakan untuk kebutuhan praktis, sedangkan skenario virtual mirror dan street art merupakan skenario untuk kebutuhan hiburan.
4
http://mesch-project.eu
5
Gambar 3
Ilustrasi dari 5 skenario utama dalam aplikasi AR: (a) skenario on the bus, (b) skenario jogging, (c) skenario shopping furniture, (d) skenario virtual mirror, dan (e) skenario street art. Metaio Creator
Metaio merupakan perusahaan teknologi yang menawarkan solusi pengembangan AR dengan layanan yang disediakan, yaitu Metaio SDK dan Metaio Creator, serta layanan untuk menjalankan aplikasi AR yaitu Junaio AR Browser. Pada tanggal 24 Mei 2015, Apple mengakuisisi Metaio sehingga beberapa layanan yang ditawarkan Metaio tidak dapat digunakan oleh umum5 Pada Digital-Life-Design Conference 14, Metaio mempresentasikan ide untuk membuat tur di museum menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan. AR dalam Metaio bertujuan membawa interaktivitas ke dalam museum, menyoroti detil-detil penting, memperlihatkan detil-detil yang tidak terlihat, dan membandingkan masa lalu dan masa kini. Konsep tersebut diimplementasikan di Bayerisches National Museum. 5
http://appleinsider.com/articles/15/05/31/metaio-acquisition-brings-apples-primesense-pickupinto-focus
6 Tahapan pembuatan aplikasi AR menggunakan Metaio Creator dapat dilihat pada Gambar 4.
(b)
(a)
(c)
(d)
Gambar 4
(e)
Ilustrasi tahapan pembuatan aplikasi AR: (a) akuisisi citra untuk mendapatkan titik fitur, (b) pemilihan titik fitur, (c) pemasangan konten yang akan ditampilkan dengan AR, (d) mengunggah hasil prototipe ke Metaio Cloud, dan (e) menjalankan AR dengan Junaio AR Browser.
7
METODE PENELITIAN Untuk memenuhi tujuan penelitian, terdapat tiga tahapan utama yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu pemodelan informasi, pemilihan skenario, dan pengembangan prototipe aplikasi AR. Permodelan Informasi AR Tahap ini menggali informasi mengenai spesimen yang dapat dimodelkan dengan AR. Informasi awal didapatkan melalui diskusi dengan Kepala Museum Serangga IPB, Dr Purnama Hidayat dan studi literatur. Hasil dari tahap ini ialah informasi yang dapat ditampilkan dengan AR. Pemilihan Skenario Bentuk interaksi untuk menampilkan informasi ditentukan pada tahap ini. Pemilihan interaksi dilakukan berdasarkan diskusi dengan Kepala Museum Serangga IPB, Dr Purnama Hidayat. Hasil dari tahap ini ialah jenis interaksi yang sesuai dengan informasi yang akan ditampilkan. Pengembangan Prototipe Aplikasi Pada tahap ini dikembangkan prototipe aplikasi visualisasi museum dengan menggunakan AR. Tahapan pengembangan prototipe yakni sebagai berikut: Akuisisi markah Pada tahapan ini, markah untuk visualisasi AR diambil. Markah diambil dari Museum Zoologi Bogor menggunakan kamera smartphone. Pencahayaan saat pengambilan markah mengikuti pencahayaan standar di museum. Kamera yang digunakan dalam pengambilan markah ialah kamera ponsel pintar Oneplus One dengan resolusi kamera 13 megapiksel. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengakuisisi markah ialah Metaio Toolbox. Markah diambil enam kali dengan perlakuan tertera pada Tabel 1.
8 Tabel 1 Perlakuan 1 2 3 4 5 6
Perlakuan dalam akuisisi markah untuk berkas 3dmap
Jumlah titik fitur 300 300 500 800 1 000 1 000
Pengaturan sensitivitas Toolbox Cup-sized Desktop-sized Room-sized Desktop-sized Cup-sized Room-sized
Jumlah view plane 1 1 2 4 4 5
Enam markah diambil dengan jumlah titik fitur dan pengaturan sensitivitas yang berbeda. Pengaturan sensitivitas yang digunakan, diurutkan dari yang terendah hingga tertinggi, ialah cup-sized, desktop-sized, dan room-sized. Markah dengan pengaturan sensitivitas cup-sized dan desktop-sized diambil dengan jumlah titik fitur 300 dan 1000 titik. Markah dengan pengaturan sensitivitas untuk benda room-sized diambil dengan jumlah titik fitur 500 dan 1000 titik. Tabel 1 menunjukkan perlakuan yang dilakukan dalam tahap akuisisi markah. Jumlah titik fitur di bawah 1000 dipilih karena saat titik fitur yang diambil berjumlah 4000, waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi melebihi 20 menit. Selain itu, pengambilan titik fitur yang lebih banyak akan menyulitkan proses anotasi karena objek yang dianotasi tertutup oleh titik-titik fitur. Pemilihan jumlah fitur yang berbeda dilakukan untuk mengetahui dampak jumlah fitur terhadap kecepatan untuk menangkap markah. Pembangunan sistem augmented reality Pada tahap ini, sistem AR dibangun menggunakan Metaio Creator. Sistem akan dibangun pada platform mobile. Metode pengembangan yang digunakan ialah metode pengembangan dengan pendekatan prototyping. Pengujian Pada tahap ini, dilakukan pengujian dari sistem yang telah dibangun pada tahapan sebelumnya. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelacakan dari prototipe yang telah dibangun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Permodelan Informasi Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala museum pada tanggal 31 Maret 2015, didapatkan bahwa informasi yang dibutuhkan oleh pengunjung Museum Serangga IPB ialah informasi morfologi dari spesimen. Spesimen yang dipilih untuk ditampilkan informasi morfologinya ialah spesimen belalang kayu (Valanga nigricornis). Informasi morfologi spesimen didapatkan melalui studi pustaka. Adapun informasi morfologi spesimen yang ditampilkan ialah informasi morfologi dari tampak atas. Gambar 5 menunjukkan informasi morfologi umum
9 dari ordo belalang, yakni Orthoptera.
Gambar 5
Morfologi ordo Orthoptera dari tampak atas6 Pemilihan Skenario
Sebelum melakukan diskusi dengan kepala museum serangga, beberapa ide mengenai jenis interaksi berdasarkan beberapa skenario interaksi didapatkan. Berdasarkan skenario jogging, didapatkan ide untuk menambahkan label morfologi serangga dengan menggunakan AR, untuk skenario on the bus didapatkan ide untuk memberikan visualisasi informasi dampak hama serangga terhadap lingkungan menggunakan video dengan poster sebagai markah-nya. Berdasarkan skenario shopping furniture didapatkan ide untuk menampilkan model tiga dimensi serangga dan memberi label pada setiap morfologinya. Gambaran mengenai ide berdasarkan skenario jogging dan shopping furniture dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan gambaran mengenai ide berdasarkan skenario on the bus dapat dilihat pada Gambar 7.
6
http://delta-intkey.com/
10 Tabel 2 Alternatif skenario yang dapat digunakan untuk menampilkan informasi di museum serangga Informasi Skenario Deskripsi Morfologi Jogging Aplikasi menampilkan morfologi serangga dari sudut pandang tertentu Shopping furniture Aplikasi menampilkan model serangga yang dapat dirotasi dan digerakkan beserta morfologinya Dampak hama On the bus Aplikasi menampilkan video mengenai dampak serangan hama dengan poster sebagai markah-nya Skenario untuk informasi morfologi Untuk menampilkan informasi morfologi serangga, skenario shopping furniture dipilih karena aplikasi AR yang akan dibuat berkenaan dengan menampilkan model spesimen dan informasi morfologi dari spesimen, sedangkan jogging dipilih karena aplikasi AR yang akan dibuat hanya memberikan anotasi morfologi serangga. Informasi ditampilkan dengan bentuk anotasi yang mengacu pada morfologi spesimen tertentu. Ilustrasi dari ide interaksi dengan skenario jogging dapat dilihat pada Gambar 6a, sedangkan ilustrasi untuk interaksi dengan skenario shopping furniture dapat dilihat pada Gambar 6b.. Aplikasi AR yang dibangun mendeteksi bentuk belalang dari tampak atas sebagai markah. Setelah markah terdeteksi, aplikasi akan menampilkan model belalang dari tampak atas dan morfologinya. Morfologi belalang ditampilkan dalam bentuk teks berupa nama bagian yang dikaitkan dengan lokasinya pada spesimen. Morfologi yang ditampilkan hanya bagian yang tampak dari atas. Skenario untuk informasi dampak hama Untuk menampilkan informasi dampak hama serangga, skenario on the bus dipilih karena aplikasi AR yang akan dibuat berkenaan dengan menampilkan konten berupa video yang informatif. Aplikasi yang dibangun mendeteksi gambar pada poster tentang hama sebagai markah. Setelah markah terdeteksi, aplikasi akan menampilkan video mengenai hama tersebut. Ilustrasi dari interaksi dengan skenario on the bus dapat dilihat pada Gambar 6c.
11
(a)
(b)
(c)
Gambar 6
Ilustrasi ide interaksi dengan skenario: (a) jogging, (b) shopping furniture, dan (c) on the bus
12
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala museum serangga, jenis interaksi yang dapat dipilih ialah skenario shopping furniture dan skenario jogging. Pengembangan Prototipe Aplikasi Akuisisi markah Akuisisi markah dilakukan setelah kandidat skenario didapatkan. Hasil dari tahap ini ialah enam berkas 3dmap yang akan diolah di Metaio Creator. Berkas 3dmap yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Ilustrasi hasil akuisisi citra dengan: (a) perlakuan 1, (b) perlakuan 2, (c) perlakuan 3, (d) perlakuan 4, (e) perlakuan 5, dan (f) perlakuan 6
Perlakuan dengan jumlah titik fitur lebih banyak cenderung memiliki titik fitur yang lebih menutupi objek yang diamati. Selain itu, perlakuan dengan pengaturan sensitivitas lebih tinggi memiliki titik fitur yang cenderung menyebar, sehingga menghasilkan view plane yang lebih banyak. Pembangunan sistem augmented reality Pada tahap ini tiga prototipe dibuat berdasarkan berkas 3dmap yang didapatkan menggunakan Metaio Creator. Sebelum prototipe dibuat, dilakukan reduksi fitur terhadap berkas 3dmap yang telah didapatkan. Fitur yang tidak berada pada spesimen di citra 3dmap dihapus secara manual. Hal ini dilakukan untuk menandai objek yang diteliti dan dibuat AR-nya. Hasil dari reduksi fitur dapat dilihat pada Gambar 8b. Tiga prototipe yang mengacu pada hasil dari tahap pemilihan interaksi telah dibuat, namun hanya dua prototipe saja yang
13 dapat berjalan.
(a) Gambar 8
(b)
Ilustrasi berkas 3dmap: (a) sebelum direduksi fiturnya dan (b) sesudah direduksi fiturnya. Titik fitur yang dihapus ialah titik fitur yang tidak berada pada objek yang diamati.
Pengembangan dan pengujian prototipe 1 Gambar 9 merupakan tampilan prototipe pertama, yaitu prototipe dengan anotasi langsung dikaitkan dengan spesimen secara real-time. Prototipe ini menggunakan skenario interaksi jogging. Kelemahan prototipe ini ialah sangat sensitif terhadap pergerakan kamera saat pelacakan objek, sehingga menyulitkan pengguna yang ingin melihat informasi morfologi belalang. Prototipe ini tidak diuji kemampuan pelacakannya dan tidak digunakan.
Gambar 9
Prototipe dengan anotasi secara real-time
Pengembangan dan pengujian prototipe 2 Prototipe kedua merupakan prototipe yang menampilkan model tiga dimensi dari belalang. Prototipe ini menggunakan skenario interaksi shopping furniture. Gambar 10a menunjukkan model tiga dimensi belalang yang akan ditampilkan. Prototipe ini tidak digunakan karena terkendala anotasi morfologi yang tidak dapat ditampilkan pada Metaio Creator, seperti yang terlihat pada Gambar 10b. Prototipe ini tidak diuji kemampuan pelacakannya karena tidak bisa dijalankan.
14
(a)
Gambar 10
(b)
Ilustrasi implementasi model 3D belalang: (a) sebelum dimuat di Metaio Creator dan (b) saat dimuat di Metaio Creator
Pengembangan dan pengujian prototipe 3 Prototipe ketiga merupakan prototipe terakhir yang menampilkan citra belalang yang telah dianotasi. Prototipe ini menggunakan skenario interaksi jogging. Prototipe dapat menampilkan seluruh morfologi belalang dari tampak atas sesuai harapan, tanpa dibatasi oleh batasan pemasangan label secara langsung seperti prototipe pertama. Tampilan prototipe ketiga dapat dilihat pada Gambar 11. Prototipe ini digunakan dan diuji kemampuan pelacakannya.
Gambar 11
Tampilan aplikasi setelah berhasil melacak markah. Aplikasi Menampilkan citra belalang yang telah dianotasi
Pada tahap pengujian, prototipe yang dibuat dengan keenam perlakuan diuji fungsi utamanya, yaitu kemampuan pelacakan objeknya. Keseluruhan perlakuan berhasil menemukan objek dan menampilkan informasi yang telah ditentukan. Tabel 3 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap waktu yang dibutuhkan sistem untuk mengenali objek. Untuk setiap perlakuan, dilakukan tiga kali pengujian dengan sudut pandang 30 derajat arah kanan dari depan spesimen, tepat dari depan spesimen, dan 30 derajat arah kiri dari depan spesimen
15 Tabel 3
Waktu yang dibutuhkan prototipe 3 pada setiap perlakuan untuk menemukan objek
Perlakuan 1 2 3 4 5 6
Pengujian pertama (detik) 8.00 18.00 4.00 7.00 0.40 1.00
Pengujian kedua (detik) 7.00 4.00 1.50 0.50 0.60 0.40
Pengujian ketiga (detik) 15.00 5.00 0.80 0.30 0.30 2.00
Rata-rata (detik) 10.00 9.00 2.10 2.60 0.43 1.13
Berdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan jumlah titik fitur 300, prototipe dapat melacak objek lebih cepat apabila kamera berada tepat di depan spesimen. Hal itu terjadi karena jumlah view plane pada kedua perlakuan hanya ada satu yang mengakibatkan sistem lebih cepat mengenali objek apabila pose kamera mirip dengan view plane dari perlakuan. Pelacakan paling cepat terjadi pada perlakuan kelima, kemudian disusul dengan perlakuan keenam. Keduanya memiliki jumlah titik fitur sebanyak 1000. Perlakuan dengan sensitivitas lebih rendah lebih cepat mengenali objek karena penyebaran titik fiturnya terpusat pada objek yang diamati, sedangkan titik fitur pada perlakuan dengan sensitivitas lebih tinggi cenderung menyebar. Berdasarkan hasil pengujian, prototipe diimplementasi menggunakan berkas 3dmap untuk perlakuan kelimat karena memiliki kemampuan pelacakan paling baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Penelitian ini berhasil mengidentifikasi informasi yang dapat ditampilkan pada aplikasi AR, yaitu informasi morfologi serangga dan informasi dampak hama serangga di Museum Serangga IPB, serta mendapatkan skenario interaksi untuk menampilkan informasi tersebut. Skenario interaksi yang dapat digunakan ialah skenario jogging dan shopping furniture untuk menampilkan informasi morfologi serangga, dan skenario on the bus untuk menampilkan informasi dampak hama serangga. Dalam penelitian ini, informasi yang dipilih untuk ditampilkan pada aplikasi AR ialah informasi morfologi belalang. Untuk menampilkan informasi morfologi, dibuat tiga prototipe dengan skenario interaksi jogging, shopping furniture, dan jogging. Penelitian ini berhasil menampilkan informasi morfologi spesimen dengan menggunakan AR pada prototipe pertama dan ketiga. Prototipe yang digunakan dan diuji ialah prototipe ketiga. Perlakuan yang diimplementasi ialah perlakuan kelima, dengan jumlah titik fitur 1000 dan pengaturan sensitivitas cup-sized.
16 Saran Metaio mulai tanggal 24 Mei 2014 sudah tidak dapat digunakan oleh umum. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan penyedia layanan AR yang lain, misalnya Vuforia. Dengan menggunakan layanan selain Metaio, dapat dikembangkan AR untuk menampilkan informasi morfologi serangga tanpa dibatasi sudut pandang atas saja. Selain itu, dapat pula dilakukan pengujian dengan perlakuan yang berbeda untuk mengetahui lebih jauh dampak dari jumlah titik fitur dan sensitivitas terhadap kemampuan pelacakan.
DAFTAR PUSTAKA Azuma RT. 1997. A survey of augmented reality. Presence: Teleoperators and Virtual Environments. 6(4):355-385. Olsson T, Kärkkäinen T, Lagerstam E, Ventä-Olkkonen L. 2012. User evaluation of mobile augmented reality scenarios. Journal of Ambient Intelligence and Smart Environments. 4:29-47. doi: 10.3233/AIS-2011-0127. Sofyan MR. 2010. Pemaknaan koleksi serangga Museum Zoologicum Bogoriense dari sudut pandang ethno-entomologi [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Sutra NSM, Dahelmi, Salmah S. 2012. Spesies kupu-kupu (Rhopalocera) di Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 1(1):35-44. Van der Vaart M, Ray CA. 2014. Domus: an on-gallery digital museum experience in two parts. Di dalam: NODEM 2014 Conference Proceedings: Engaging Spaces - Interpretation, Design and Digital Strategies; 2014 Des 1-3; Warsaw, Polandia. Warsaw(PL): Nodem. hlm 193-200. Wojciechowski R, Walczak K, White M. 2003. Augmented reality interface for museum artefact visualization. Di dalam: Hamza MH, editor. IASTED International Conference on Visualization, Imaging, and Image Processing. 2003 Sep 8-10; Benalmadena, Spanyol. Anaheim (US): ACTA Press.
17
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 3 September 1994 di Madiun. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sonny dan Ibu Fitria. Pada tahun 2011, penulis lulus dari SMAN 5 Bogor dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Program S1 Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjadi finalis dalam perlombaan Gemastik di bidang Competitive Programming pada tahun 2014.