PERBAIKAN DESAIN TEMPAT KERJA PADA PROSES PENGELASAN SMAW MELALUI PENDEKATAN AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) DAN ANALISIS ERGONOMI DI BENGKEL LAS, PPNS-ITS Anda Iviana Juniani ; Lukman Handoko ; Cahya Ardie Firmansyah Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya Indonesia Email:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Pengelasan merupakan cara yang umum digunakan untuk menyambung logam secara permanen, dimana input panas diberikan pada logam hingga mencair dan menyambungnya dalam suatu sambungan yang permanen. Praktikum pengelasan merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan di Bengkel Las PPNS-ITS, dimana salah satu proses pengelasan menggunakan las jenis SMAW (Shielded Metal Arc Welding). Permasalahan yang dihadapi operator las adalah desain tempat kerja pengelasan yang tidak memadai, sehingga muncul keluhan pada operator dari buruknya hasil kualitas pengelasan. Operator sering mengalami nyeri tubuh pada bagian tubuh tertentu yang beresiko pada kelelahan dan Musculoskeletal disorder (MSDs). Selain itu, tidak tersedianya tempat peletakan busur las juga menjadi salah satu faktor penyebab kelelahan dan menurunnya tingkat konsentrasi operator las. Penelitian ini menggunakan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) dan analisis ergonomi. Melalui AHP ini, dimulai dari pembentukan hirarki sampai ditentukannya tingkat kepentingan antar kriteria dalam merancang stasiun kerja pengelasan yang efektif, aman, dan nyaman. Selanjutnya analisis ergonomi berusaha menyatukan kesenjangan melalui perbaikan tempat kerja yang disesuaikan dengan kemampuan pekerja. Ergonomi memberikan keyakinan bahwa kesesuaian antara manusia, bahan, peralatan kerja dan lingkungan kerja akan meningkatkan produktivitas kerja. Makalah ini akan menjelaskan proses perbaikan tempat kerja pengelasan SMAW, dengan menggunakan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) dan analisis ergonomi melalui sebuah studi kasus. Kata kunci : Ergonomi, AHP (Analytical Hierarchy Process), Pengelasan
ABSTRACT Welding process represent the used of occasionally method to joint the metal permanently, where passed by hot input of metal till melt and joint it in a permanent extension. One of activities done in Welding workshop of PPNS-ITS represent practical work of welding, where one of these practical work use the SMAW (Shielded Metal Arc Welding) type of welding process. Problems face by the welder is the design of welding workplace which is not adequate, so that emerge the sigh of welder from unacceptable result of welding quality. Pains in bone of body at certain body shares, injuries are also an unwanted condition happens to the welder. Fatigue and Musculoskeletal disorders (MSDS) could be occurred. Others, is not available of place of situating of welding bow also become one of fatigue’s factor cause and downhill the welder’s concentration level. The approach AHP (Analytical Hierarchy Process) and ergonomic analyze used in this research to solve the problems. Through AHP, begin from hierarchy forming then determining of criterion importance level in designing the effective, safe, and comfortable welding workstation. Ergonomic analyze try to unite the difference through redesign the workplace, which fit for a worker ability. Ergonomic give the confidence that according to among human being, substance, equipments work and job environment will improve work productivity. This paper will describe the process of redesign welding workshop using AHP approach and ergonomic analyze as a case study. Key words : Ergonomic, AHP (Analytical Hierarchy Process), Welding
1. PENDAHULUAN Desain tempat kerja pengelasan di bengkel las PPNS-ITS merupakan salah satu aspek tempat kerja yang perlu diperhatikan sebagai upaya penerapan Keselamatan dan Kesehatan kerja di lingkungan kampus. Tempat kerja las sebagai tempat melakukan proses pengelasan membutuhkan desain tempat kerja yang dapat mengurangi terjadinya kelelahan. Hal ini disebabkan karena manusia dapat merasakan lelah, letih, bosan dan akurasi kerja berkurang jika bekerja terlalu lama dan mendapat ketidak sesuaian dari tempat kerja. Permasalahan yang timbul dari tempat kerja las dikarenakan keluhan operator akan buruknya hasil kualitas pengelasan dikarenakan tinggi meja yang terlalu rendah, nyeri tubuh pada bagian tertentu yang beresiko pada kelelahan dan Musculoskeletal disorder (MSDs). Sehingga hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya insiden maupun kecelakaan dalam pengelasan. Penelitian ini akan membahas tentang perancangan ulang desain tempat kerja pengelasan yang ergonomis guna membantu mengurangi terjadinya kelelahan dan mempertahankan akurasi pekerjaan. Diawali dengan penentuan kriteria-kriteria yang akan menjadi faktor penentu desain ulang tempat kerja pengelasan. Metode AHP digunakan untuk pemilihan kriteria terbaik. Selain itu peneliti juga melakukan pengumpulan data Anthopometri, data ini akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan ukuran dari tempat kerja pengelasan. 2. LANDASAN TEORI 2.1. Pengelasan Proses pengelasan adalah dengan pengelasan cair dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. Cara melakukan pengelasan SMAW yang dipergunakan adalah klasifikasi las busur listrik dengan menggunakan elektroda terbungkus yaitu pengelasan menggunakan kawat elektoda logam terbungkus fluks. Di dalam pengelasan SMAW hal yang penting adalah bahan fluks dan jenis listrik yang digunakan. 2.2. Ergonomi Ergonomi barasal dari bahasa Yunani yaitu kata ERGOS yang berarti kerja dan NOMOS yang berarti hukum alam. Dengan demikian Ergonomi dimaksudkan adalah tentang aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Pendekatan disiplin ilmu ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki performansi kerja manusia seperti ketepatan, keselamatan kerja disamping mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat dan mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia. Dengan mengaplikasikan aspek-aspek
Ergonomi, maka tujuannya adalah dirancang sebuah stasiun kerja yang dapat dioperasikan oleh rata-rata manusia dengan memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Dalam arti dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui aktivitas tersebut dengan efisien, efektif, aman dan nyaman. 2.3. Anthropometri Istilah Anthropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Dengan demikian anthropometri memiliki arti telaah tentang ukuran tubuh manusia dan mengupayakan evaluasi untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana. Anthropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berubungan dengan karakteristik fisik ukuran tubuh manusia dan bentuk serta penerapan dari data tersebut untuk penangana masalah desain. Anthropometri merupakan bidang yang berhubungan dengan dimensi-dimensi tubuh manusia. Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran tubuhnya, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, ras/suku dan jenis pekerjaan. Anthropometri sangat penting untuk diperhatikan terutama dalam pendesainan tempat kerja. Hal ini dikarenakan ukuran tubuh dan bentuk manusia yang mempunyai banyak varibilitas. Selain itu jenis kelamin, ras/suku dan jenis pekerjaan juga mempengaruhi dalam pendesaianan. 2.4. Sikap Tubuh Dalam Bekerja Posisi tubuh dalam bekerja ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Menurut (Tarwaka dan Bakri, SHA., 2004) batasan stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri sebagai berikut : 1. Pekerjaan dilakukan dengan duduk dan pada saat lainnya dilakukan dengan berdiri saling bergantian 2. Perlu menjangkau lebih dari 40 cm ke depan dan atau 15 cm diatas landasan 3. Tinggi landasan kerja 90-120 cm 2.5. Nordic Body Map Kelelahan maupun ketidaknyamanan akibat pekerjaan yang berulang-ulang sering terjadi di tempat kerja. Hal –hal yang menyebabkan terjadinya resiko tersebut adalah: •
static positions (posisi yang tetap)
• •
body movements (pergerakan tubuh) handling – lifting (pengangkatan dan penanganan benda) pushing/pulling and carrying loads (pekerjaan menarik, mendorong, dan mengangkat beban)
• • • •
use of a localised force (penggunaan gaya setempat) repeated efforts (usaha yang berulang – ulang) energy expenditure (pengeluaran energi yang berlebihan)
Untuk mengatasi mesalah tersebut ada beberapa langkah yang dapat diterapkan dalam upaya penilaian dan pengendalian teerhadap resiko kelelahan otot serta ketidaknyamanan pada proses kerja. • Identifikasi resiko • Penilaian resiko • Evaluasi resiko 2.
Gambar 1. Nordic body map 2.6. Analytical Hirarchy Process (AHP) Analiytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dari University Of Pittsburgh. AHP dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dengan kriteria yang diambil cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan struktur permasalahan yang belum jelas dan minimnya data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi. Ada kalanya timbul permasalahan pada saat masalah yang diamati memerlukan keputusan yang harus diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga data tidak mungkin dapat dicatat secara numerik hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi, pengalaman, dan intuisi. Menurut Saaty, definisi hirarki disini adalah suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multilevel dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti oleh level faktor, ktiteria, subkriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan demikian sebuah hirarki dapat digunakan untuk mendekomposisi permasalahan yang kompleks, sehingga permasalahan yang akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Karena menggunakan persepsi manusia, model ini dapat megelola data yang bersifat kualitatif. Selain itu AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi objektif dan multi kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki, sehingga menjadi model pengambilan keputusan komprehensif. Prosedur yang dipakai dalam model AHP adalah : 1. Penyusunan hirarki Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan
3.
pendangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan yang dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga mencapai suatu tahapan yang paling operasional/ terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan yang harus dilakukan terhadap masalah tersebut. Penentuan prioritas Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot / kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar 2 elemen hingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun tidak langsung (kuesioner). Konsistensi logis Konsistensi jawaban para responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen dengan contoh sebagai berikut : jika A>B dan B>C, maka secara logis koresponden harus menyatakan bahwa A>C, berdasarkan nilai-nilai numerik yang disediakan oleh Saaty. Hal-hal yang diperhatikan didalam menyusun hirarki keputusan yaitu : 1. Identifikasi seluruh sasaran (goal) 2. Identifikasi kriteria-kriteria dan sub-sub kriteria dan atribut (jika ada) untuk mencapai goal. 3. Identifikasi alternati untuk dievaluasi oleh setiap sub kriteria 4. Jika hirarki yang bawah sudah dapat menjelaskan hirarki yang atasnya dan kita sudah dapat memahami / menguasai hirarki paling bawah, maka proses selesai.
3. HASIL-HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan subjek adalah mahasiswa Politeknik perkapalan Negeri Surabaya dengan usia 20 s.d 23 tahun. Diambil sebanyak 17 orang pekerja perempuan dan pria untuk mengetahui dimensi Anthropometri tiap pekerja. Proses pengelasan yang ada di bengkel PPNS-ITS adalah pengelasan SMAW dan OAW (Oxy Acetetylene Welding). Pada penelitian ini dikhususkan pada salah satu proses pengelasan yaitu pengelasan SMAW. Subjek diukur antropometri statis pada posisi berdiri yang meliputi : tinggi tubuh, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi lutut, dan jarak dari siku ke ujung jari. Untuk mengetahui
keluhan subjektif otot skeletal dilakukaan pendataan dengan kuisioner NordicBody map. 3.1. Hasil Kuisioner Langkah awal penelitian ini adalah dengan dilakukan penyebaran ergonomic cheklist terhadap 17 orang perempuan dan pria yang kesemuanya adalah mahasiswa PPNS-ITS. Dari penyebaran ergonomic cheklicst adalah untuk mengetahui masalah yang timbul pada kegiatan pengelasan SMAW serta kelelahan secara umum. Permasalah dari kegiatan pengelasan SMAW pada posisi pengelasan adalah 77% pekerja mengalami sakit pada bagian tubuh tertentu ketika melakukan pengelasan, dalam melakukan pekerjaan pengelasan pekerja merasa terlalu membungkuk ketika mengelas sebanyak 74% mengatakan YA. Pada material dan ukuran meja las sebanyak 77% pekerja merasa tidak nyaman ketika melakukan pengelasan SMAW dan permukaan meja las yang tidak stabil dapat mengganggu efektivitas pekerjaan sebanyak 63% mengatakan YA. Kelelahan yang sering terjadi pada pekerja adalah 54% pekerja sering menguap pada saat melakukan pengelasan, 57% pekerja merasa tidak nyaman dalam melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja sering merasakan kaku pada bahu pada saat melakukan pengelasan sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung. 3.2. Hasil Pendataan Kuisioner Nordic Body Map Kuisioner Nordic body map disebarkan kepada 17 orang pekerja perempuan dan pria yang kesemuanya adalah Mahasiswa PPNS-ITS. Kuisioner yang disebarkan adalah data kualitatif untuk mengetahui bagian tubuh mana saja yang mengalami rasa sakit. Hasil pendataan gangguan otot skeletal setelah bekerja yang didata dengan kuisioner Nordic Body Map ada pada gambar 2.
Gambar 2. Hasil Pemetaan Kelelahan dan Ketidaknyamanan dalam Nordic Body Map Tabel 1 Klasifikasi warna dalam Nordic Body Map Prosentase Warna Keterangan 0 % - 10 %
Sedikit terjadi
keluhan
11 % - 30 %
Keluhan yang timbul sedang
31 % - 50 %
Sering terjadi keluhan Keluhan sangat sering terjadi Keluhan hampir selalu terjadi
51 % - 70 %
71 %- 90 %
Keluhan selalu terjadi
> 90 %
3.3.Hasil dan pembahasan penentuan bobot variabel Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengetahui bobot dari tiap-tiap variabel, sehingga dapat diketahui variabel bobot mana paling berpengaruh terhadap operator. Kuisioner bobot varabel disebarkan kepada 3 orang pekerja yaitu kepala bengkel las, teknisi dan praktikan. Kuisioner yang telah disebarkan diolah dengan menggunakan software expert choice didapatkan kriteria terpenting adalah tingkat keamanan. Berikut adalah urutan tingkat kepentingan antar kriteria : 1. Tingkat keamanan (0,614) 2. Tingkat kenyamanan (0,208) 3. Multi fungsi (0,110) 4. Feasibility (0,069) Setelah diketahui urutan tingkat kepentingan antar kriteria maka selanjutnya akan dilakukan perancangan ulang tempat pengelasan SMAW. 3.4. Hasil Pengukuran Antropometri Hasil pengukuran pekerja pengelasan berumur 20 s.d 23 tahun pada posisi berdiri pada tabel 1. Tabel 2: data antropometri statis posisi berdiri pekerja las No Dimensi 5% 50% 95% SD (mm) (mm) (mm) 1 Tinggi tubuh 1586, 1670,0 1728,0 48,5 posisi 60 0 0 9 berdiri tegak 2 Tinggi siku 949,0 1030,0 1112,0 53,7 3
Tinggi genggaman
0 564,0 0
0
0
710,00
730,00
0 109, 97
4 5 6 6 8 9 10
11
tangan posisi berdiri Tinggi siku posisi duduk Tinggi lutut Tinggi lipat betis Tinggi bahu Panjang tangan Lebar bahu Jarak siku keujung jari Tinggi pegangan tangan posisi tangann vertikal keatas & berdiri tegak
196,0 0
128, 82
260,00
382,00
510,00
634,00
400,00
458,00
1385,0 0
1434,0 0
185,00
200,00
430,00
476,00
30,1 2
309,0 0
440,00
484,00
82,9 1
1585, 00
2070,0 0
2194,0 0
230, 15
477,0 0 383,6 4 1314, 00 177,2 0 398,0 0
113, 77 26,9 9 44,0 2 7,89
3.5. Data dimensi tempat pengelasan lama dan baru Pada bengkel las PPNS-ITS yang digunakan sebagai proses pengelasan SMAW dan OAW memiliki tempat kerja las yang berbeda. Penelitian ini akan merancang ulan tempat pengelasan SMAW berdasarkan kriteria terpenting dari proses mengelas. Tempat pengelasan SMAW 18 ruang yang semuanya memiliki dimensi ruang yang sama, tabel dimensi tempat pengelasan :
Gambar 3. tempat pengelasan lama Untuk dimensi perancangan tempat pengelasan baru dari tabel 2.maka ukuran perancangan ulang dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Panjang tempat las = tinggi tubuh posisi berdiri tegak – panjang tangan (95%) 382,00 – 200,00 = 1528,00 ≈ 153 mm 2. Lebar tempat las = tinggi tubuh posisi berdiri tegak (50%) 1670,00 ≈ 167 mm 3. Tinggi keseluruhan tempat las = Tinggi pegangan tangan (grip)posisi tangann vertikal keatas & berdiri tegak (95%) 2070,00 ≈ 207 mm 4. Tinggi laci = tinggi genggaman tangan posisi berdiri (50%) 710,00 ≈ 71mm 5. Tinggi meja las = tinggi siku (50%) 1030.00 ≈ 103 mm 6. lebar meja = 2 * lebar bahu (95%) 2*476,00 = 952,00 ≈ 95 mm 7. panjang meja = Jarak dari siku ke ujung jari (50%) 440,00 ≈ 44 mm
2.
3.
Gambar 4. tempat pengelasan baru 3.6. Perbandingan desian tempat pengelasan lama dan baru Membandingkan desain lama dan baru diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari tiap desain tempat pengelasan. Berikut adalah perbandingan antara desain tempat pengelasan lama dan baru : Tabel 3. Perbandingan tempat las lama dan baru Kriteria Faktor Desain Desain lama Baru Penghisap Ada Ada debu Aman Penerangan Tidak ada Ada Pemutus Tidak ada Ada arus manual Luas Sempit Luas Permukaan Sering Kuat meja las bergerak Nyaman Ketersediaan Sulit Mudah tempat dijangkau dijangkau pembuangan sisa material SMAW SMAW Pengelasan Multifungsi SMAW dan dan OAW OAW Pembersihan Sulit Mudah Tidak ada Ada Tempat Feasibility peletakkan busur las dan elektode 4. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat kesimpulan dari hasil pengolahan dan perancangan tempat las yang baru adalah : 1. Dari hasil penyebaran kuisioner diperoleh bahwa sebagian besar pekerja mengalami nyeri pada saat melakukan pengelasan pada seperti kaku pada bahu, nyeri pada bagian leher, nafas merasa tertekan dan nyeri pada bagian tubuh karena seringnya membungkuk saat melakukan pengelasan.
Ditinjau dari kriteria untuk perancangan tempat pengelasan adalah kriteria keamanan, kenyamanan, multi fungsi dan feasibility yang selanjutnya diolah software expert choice diperoleh kriteria terbaik untuk perancangan tempat pengelasan SMAW adalah keamanan (0,614) dan kenyamanan (0,208) Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa perbaikan bahwa tempat pengelasan baru tersedia pemutus arus, jika terjadi arus bocor cepat dimatikan. Permukaan meja las yang kuat agar pekerja merasa nyaman saat melakukan pengelasan dan kemudahan dalam peletakkan busur las dan elektrode dalam desain pengelasan baru.
5. SARAN a. Peneliti memberikan saran untuk kelanjutan penelitian berikutnya, menguji pengaruh desain stasiun kerja pengelasan SMAW yang baru terhadap populasi. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa keluhan pengguna mampu tereduksi dengan perbaikan stasiun kerja. b. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menganalisa pula faktor-faktor lingkungan kerja yang berperngaruh terhadap performansi kinerja welder. Selain itu juga memperhitungkan jenis material yang digunakan. c. Selain itu, riset selanjutnya diharapkan mampu memperhitungkan pengaruh luas ventilasi terhadap daya hisap blower terhadap debu hasil pengelasan.
6. REFERENSI • Nurmianto, Eko (2003). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna widya. Jakarta. • Saaty, Thomas L (1989). Decision Making For Leaders The Analytic Hierarchy Process for Decision In Complex World, RWS Publications. Pittsburgh, USA. • Tarwaka, Bakri,SHA (2004). Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta • Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura (1985). Teknologi Pengelasan Logam, cetakan ketiga. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.