ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM FILM NAGA BONAR KARYA ASRUL SANI
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Sukasih Nur 10405001806
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429/2008 M
ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM FILM NAGA BONAR KARYA ASRUL SANI
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos. I)
Oleh Sukasih Nur NIM : 104051001806
Pembimbing
Dr. Arief Subhan, MA
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM FILM NAGA BONAR KARYA ASRUL SANI, telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 31 Juli 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Program Studi Strata 1. Jakarta, 31 Juli 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Anggota,
Sekretaris Merangkap
Dr. Murodi, M.A. Musyarofah, M.A. NIP: 150254102 150281980
Umi NIP:
Anggota Penguji I
Penguji
II
Drs. Study Rizal, LK, M.Ag. Saputra,M.A. NIP: 150262876 150276299
Drs.Wahidin NIP:
Pembimbing
Dr. Arief Subhan, M.A. NIP: 150262442
ABSTRAK Sukasih Nur Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film “Naga Bonar” Karya Asrul Sani Film merupakan media komunikasi massa yang dinilai cukup efektif dalam penyampaian pesan dari pada media massa lainnya. Proses penyampaian pesan dilakukannya cenderung mengkontruksi realitas yang ada di lingkungan sekitar kehidupan manusia dan menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial dan psikologis termasuk di dalamnya adalah praktik perjuangan hidup, pengabdian dan pengorbanan, seperti halnya tertera dalam film Naga Bonar karya Asrul Sani. Film Naga Bonar adalah contoh yang menunjukkan wujud penghormatan terhadap pejuang dan bukti kecintaan terhadap negara. Penyajian kisah perjuangan dalam bentuk komedi selain menghibur, namun di dalamnya banyak termuat pesan kebaikan yang dapat diambil, membuat film ini sangat diminati dan mendapat respon baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah. Analisis wacana adalah studi tentang pengkajian fungsi pramatik yang dilakukan secara sistematis terhadap suatu kalimat, teks dan konteks sehingga makna yang terkandung dalam kalimat dapat ditafsirkan. Dalam melakukan analisis wacana film ini mengunakan analisis wacana model Teun A. Van Djik, untuk menganalisa pemakaian bahasa dan ungkapan makna yang terdapat dalam film tersebut. Dari sini maka diperlukan skema/kerangka wacana agar mempermudah dalam menganalisa baik teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Penelitian ini ingin mengetahui pesan moral seperti apa yang disajikan film “Naga Bonar” dilihat dari teks dan mengetahui pesan moral seperti apa yang termuat dalam film tersebut dilihat dari kognisi sosial, konteks sosial. Dalam penelitian ini data diperoleh dengan teknik Research Document yaitu melalui observasi dan penelitian terhadap film dalam bentuk VCD dan skenario film, kemudian ditafsirkan, maka dapat diketahui hasil temuannya. Temuan terfokus pada tema-tema yang mengandung moral dan unsur kebaikan yang dibungkus dengan alur cerita, pemakaian gaya bahasa, bentuk kalimat, proposisi dan ungkapan/ metafora yang baik dan mengetahui bagaimana latar belakang dibuatnya cerita tersebut. Film NB sarat dengan pesan moral. Hal ini bisa ditinjau dari struktur makro film ini yang termuat dalam tema utama yaitu tema perjuangan serta didukung dengan subtopik seperti keberanian, kepemimpinan, pesahabatan, kecintaan, kesetiaan dan kepasrahan. Sedangakan dalam skematik film NB sangat menarik karena dalam menyajikan isi cerita, penulis cerita film lebih memberikan motivasi dan memberikan pengalaman bagi penonton melalui berbagai gambaran visual yang jelas tentang pertempuran dan perjuangan hidup. Di samping itu, dari bahasa cara penyampaian informasi dan pesanpesannya dikemas gaya populer yang sangat ekspresif dengan bahasa propagandis dan pedagogis dan dalam bentuk komedi, sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Sedangkan dalam konteks sosial dan kognisi sosial pengarang, film ini memberikan inspirasi kepada masyarakat ketika mulai leburnya identitas bangsa, kurangnya rasa nasionalisme.
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, segala pemilik sumber segala ilmu yang hidayahNya selalu terpancar kepada mahlukNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul
“Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani“ yang tak lain adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program S1 pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Rasullulah saw berserta keluarganya dan para sahabat, karena beliaulah yang menjadi suritauladan bagi kami agar kami menjadi insan kamil yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membatu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Kamaruddin Hidayat, M.A. selaku Rektor yang dapat amanat ilmiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Murodi, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi 3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, selaku Seketaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis di tengahtengah kesibukannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberi arahan pengembangan intelektual penulis selama belajar di kelas yang satu persatu tidak dapat penulis sebutkan. 6. Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh staf dan karyawan yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur selama penulis belajar sampai bisa menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Pimpinan Perpustakaan Sinematek (Pusat Perfilman Indonesia), atas pemberian skenario film Naga Bonar sebagai data skripsi ini. 8. Terkhusus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, S. Nursahid dan Mursini, yang telah mendidik, mengasuh dan membesarkan serta memberikan segenap cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, baik moril maupun materil sehingga penulis dapat mengeyam pendidikan formal di perguruan tinggi hingga selesai. 9. Abangda tercinta Al-Marhum Mukholid yang telah memberikan kasih sayang dan ketulusan mengasuh penulis hingga akhir hayat. Semoga semua amalnya mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan tak lupa pula terimakasih kepada kakak ku Mufidah dan abang ku Mawardi serta kakak Ipar ku Wida Ningsih dan Sikun, yang ikut andil dalam memberikan motivasi pada penulis. Keponakan ku Ami, Ica, Ayu, dan Rahman kalian adalah harapan ku. 10. Sahabat ku Jefi, yang selalu memberi motivasi, dukungan dengan tulus serta membatu atas segala kelu kesah kepada penulis selama di perantauan Jakarta ini. Penulis sangat berhutang budi atas perhatian dan waktu-waktunya. Dan
tak lupa pula sahabat-sahabat ku dan teman-teman seperjuangan ku Happy Ladies (Nita, Luluk, Ibed, Lilik, Trisna dan Ratna) dan teman seangkatan 2004 (Karyono, Sabar, Samsul dan Roni) terimakasih atas dukungan kalian. 11. Keluarga besar IKAPDH, terimakasih atas bimbingan kakak-kakak ku (Kak Sukron, kak Ilham, kak Hafiz, kak Adi, kak Dodoy, kak Supri, kak Herry, dan kak Nia, ) dan adik-adik ku IKAPDH (Ida, Umi, Titin, Ely, Mineh, Iil, Nurul, Salmi, Halsa, Bayu, ) dan semuanya yang tak sempat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas cerita, dukungan dan kekompakan kalian semua. 12. Teman-teman ku di SEMARI (Serumpun Mahasiswa Riau) terus berjuanglah demi Riau kita. 13. Teman-teman ku di kajian SAUNG (Anas, Rama, Widi, Wiwit, Afnan, Firda, Sinar, dan Tifa) terimakasih atas ilmu dan sharing diskusinya. 14. Teman-teman seperjuangan ku di KPI B tahun 2004. Aal terimakasih motivasi dan dukungan, Mimin dan Imut, ida, ani, terimakasih atas dukungan dan cerita kalian. Dan teman-teman lainnya Restifa, Yayu, Ika Mika, Tya, Anis, Iik, Eza, Sarah, Eva, Ulul, Zee, Fajar, Munih, Maulana, Ozi, Samsuri, dan lainnya yang tak sempat satu persatu disebutkan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan. Semoga seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. penulis berharap tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi banyak pihak. Kampung Utan,
Penulis
2008
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................... 7 D. Tinjauan Pustaka
............................................................................ 8
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 9 F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13 BAB II. KERANGKA TEORI A. Pengertian Moral ............................................................................. 15 B. Sekilas Tentang Film ...................................................................... 16 1. Pengertian Film ......................................................................... 16 2. Unsur dan Jenis-Jenis Film ....................................................... 18 3. Perkembangan Film di Indonesia .............................................. 21 B. Film Sebagai Media Transmisi Nilai .............................................. 25 C. Penerapan Discourse Analysis terhadap Film ................................. 29
BAB III. GAMBARAN UMUM : ASRUL SANI DAN FILM NAGA BONAR A. Profil Asrul Sani ............................................................................. 40 1. Riwayat Hidup ..........................................................................
40
2. Karir Asrul Sani ........................................................................ 43 3. Karya-Karya Asrul Sani ............................................................. 44 B. Profil Film ”Naga Bonar” ................................................................ 46 1. Crew Film ”Naga Bonar” ........................................................... 46 2. Visi dan Misi Film .................................................................... 48 3. Sinopsis Film ”Naga Bonar” ..................................................... 49 BAB IV. TEMUAN DAN ANALISIS A. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Analisis Teks ........................ 51 B. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Kognisi Sosial ...................... 79 C. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Konteks Sosial ...................... 81 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan. ..................................................................................... 85 B. Saran. ............................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
LEMBAR PENYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 17 Juli 2008
Sukasih Nur
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi media komunikasi membawa pengaruh yang tidak kecil bagi masyarakat dunia. Apalagi dengan timbul istilah budaya pop yang mengajak manusia dalam kehidupan serba instant dan mewah. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap pergeseran tata nilai moral dan ekspresi budaya ketimuran. Kehadiran keanekaragaman media komunikasi adalah salah satu yang dapat dimanfaatkan oleh umat Islam sebaik-baiknya sebagai sarana peningkatan iman dan takwa, media komunikasi juga dapat digunakan untuk penyampaian pesan moral baik yang terkandung dalam Islam maupun yang hanya disepakati oleh masyarakat. Oleh karena itu praktisi dakwah dituntut untuk bisa berinovasi melalui media alternatif dalam menyampaikan nilai moral kepada masyarakat dan kebenaran Islam. Pesan moral hendaknya dikemas secara komprehensif seperti halnya film. Film merupakan salah satu hasil teknologi yang saat ini sangat berperan dalam kegiatan komunikasi. Kata film digunakan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan media massa. Film merupakan teknologi hiburan massa untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan sekala luas, selain pers, radio, televisi.1 Di antara hadirnya media tersebut, yang banyak diminati masyarakat adalah film, karena film bisa memadukan dua unsur yaitu suara dan gambar. 1
Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia (Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983), h.120
Selain itu juga film merupakan salah satu bentuk hasil dari kebudayaan yang kehadirannya saat ini akrab dengan keseharian manusia.2 Film memberikan ruang terhadap masyarakat dan berhasil menampilkan gambar-gambar yang semakin mendekati kenyataan sehingga seolah-olah benar-benar terjadi dihadapannya.3 Oleh karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan (edukatif) secara penuh (media yang komplit).4 Karena dalam penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat disajikan secara halus dan menyentuh relung hati tanpa merasa digurui. Namun fakta dalam film ditampilkan secara abstrak di mana tema cerita bertolak dengan fenomena yang terjadi di masyarakat, bahkan lebih dari itu dalam film cerita dibuat secara imajinatif.5 Film memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa manusia. Hal ini berhubungan dengan ilmu jiwa sosial tentang gejala “Identifikasi psikologi” yaitu orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan sehingga ia ikut merasa apa yang dirasakan tokoh tersebut. 6 Film sebagai media komunikasi yang di dalamnya terdapat proses komunikasi banyak mengandung pesan baik pesan sosial, pesan moral, maupun pesan keagamaan. Film memang perlu mengandung pesan moral maupun agama, karena film tidak hanya hadir dengan tujuan sebagai hiburan saja melainkan untuk
2
Mustofa Mansur, Jalan Dakwah, (Jakarta : Pustaka Ilmiah, 1994)h. 26. Onong uchjana Effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 207. 4 Ibid, Hal. 209. 5 Mafni Amir, Etika Komunikasi Massa dan Pandangan Islam (Jakarta : Logos, 1999) h. 27. 6 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi (Bandung : Remaja Rosda Karya , 2005), h. 236. 3
pengajaran moral dan pendidikan, yang mengkritik tentang kepincangan moral bangsa. Film yang mengandung nilai-nilai moral adalah film yang ceritanya menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial, mengandung ajaran tentang tingkah laku yang baik, itu akan mudah diterima oleh masyarakat penonton karena film memberi ruang pikir bagi masyarakat untuk menerima atau menolak pesan yang disampaikan. Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua (the Second reality) dari kehidupan manuisa. Kisah-kisah yang ditayangkan bisa lebih bagus dari kondisi nyata sehari-hari atau sebaliknya bisa lebih buruk.7
Semakin banyak munculnya film-film layar lebar ditayangkan di bioskop, televisi, bahkan berbentuk VCD dan itu sangat digandrungi dan kebanyakan menceritakan dunia glamour saja serta minim akan nilai-nilai moral. Film hiburan baru ini cenderung menciptakan mimpi-mimpi dan memanjakan imajinasi penonton. Kebanyakan film-film sekarang diproduksi hanya untuk bisnis belaka yang bersumber pada matrealisme yang lebih mengutamakan keuntungan dari pada pendidikan terhadap masyarakat. Hal ini adalah pembodohan secara tidak langsung kepada generasi penerus bangsa. Hal demikian berbeda dengan keadaan film Indonesia masa dahulu masih mengangkat tema-tema perjuangan dan
7
Asep S, Muhtadi, Dakwah Kontemporer – Pola Alternatif Dakwah Melalui Televise, Editor, Asep S. Muhtadi dan Sri Handa jani, (Bandung : Pusdai Press, 2000), h. 93.
pendidikan yang memiliki basic culture yang kuat dengan setting ruang sosial masyarakat Indonesia.8
Lewat film “Naga Bonar” (selanjutnya disebut NB) Asrul Sani berusaha memberikan warna perfilman Indonesia. Ia banyak mengungkap tema-tema perjuangan dan sosial, karena ia memang tidak terpisah dari zamannya. Asrul adalah generasi terakhir Indonesia yang mendapatkan pendidikan Belanda. Jadi tidaklah heran jika ia, selalu mengungkap tema-tema perjuangan baik dalam film maupun dalam puisi dan karya lainnya. Sekitar tahun 80-an, saat itu Asrul bersemangat membuat film-film bertema perjuangan, menurutnya tema-tema ini sangat jauh berbeda dengan film-film sebelum perang yang fantastik alias tidak realistis. Seperti estetika film praperang yang hanya membahas estetika hiburan, senang-senang dengan gambar indah, casting cakep, cerita sudah diketahui umum (karena dari legenda/dongeng sandiwara), maka tak perlu lagi tema-tema berat dengan karakter yang spesifik. Dengan demikian terlihat yang dijual hanya efek, gambar indah, dan sensasionalisme. Dari sini Asrul berinisiatif membuat sebuah film layar lebar bertema humanistik dan kaya nilai-nilai moral, budaya dan perjuangan. Film NB ini sarat dengan nilai perjuangan bangsa meski film dikemas dalam bentuk komedi. NB merupakan salah satu film yang memiliki basic culture dengan setting perjuangan kemerdekaan Indonesia. NB cukup lama hadir dalam dunia film di Indonesia, diproduksi sekitar tahun 1987, dengan mengambil latar kehidupan masyarakat Batak (Sumatra utara) masa perjuangan melawan Belanda. Film NB mengisahkan seorang pemuda (Naga Bonar), sebagai pencopet yang
8
Veronika Kusuma.” Asrul Sani, Sebuah Fragmen Keadaan.” Artikel diakses 7 Agustus 2008 dari http://www.rumahfilm.org/artikel/artikel_asrul.htm
akhirnya menjadi Jendral dalam perjuangan. Awalnya semua dilakukan hanya sekedar untuk mendapatkan kemewahan hidup, akan tetapi pada akhirnya dia menjadi tentara yang sesungguhnya, dan memimpin kemenangan Indonesia dalam peperangan.
Walaupun film ini termasuk film klasik, namun film NB mencoba memberi alternatif tontonan bermoral dan menjunjung tinggi nilai moral, nasionalisme, primodialisme dan idealisme, yakni keyakinan, perjuangan, kepasrahan, kesetiaan serta harapan. Film NB yang walau terlihat usang, namun sekarang telah di daur ulang kembali tanpa merubah cerita aslinya. Restorasi film ini ternyata masih diminati dan diberi apresiasi yang baik oleh masyarakat. Hal ini adalah wujud keprihatinan terhadap kondisi perfilman nasional yang kurang memberikan nilai pendidikan dan nilai moral bagi kalangan masyarakat sehingga mendorong upaya merestorasi ulang film NB di tahun 2008.
NB adalah salah satu contoh nyata bagaimana nasionalisme bangsa ini dikemas dan disajikan dalam bentuk yang populer. Kehadiran Naga Bonar versi re-mastering menjadi sebuah setir di tengah upaya beragam tanya tentang wujud nasionalisme yang kini menjadi bagian dari manusia Indonesia modern dan beragam wajah nasionalisme lain serta kebobrokkan moral yang membuat para pendiri Republik seolah menjadi asing di negeri sendiri. Re-mastering film NB untuk menyemangati bangsa ini dalam satu abad kebangkitan nasional. Film NB ini ternyata memberi inspirasi hadirnya film Naga Bonar Jadi 2 karya Deddy Mizwar yang tidak kalah bagusnya dengan film yang pertama dan sangat disambut baik oleh masyarakat.
Tidaklah lupa melihat sosok Asrul Sani (wafat 11 Januari 2004) sebagai penulis skenario (penulis cerita) film NB. Asrul banyak meraih penghargaan pada festival-festival nasional maupun internasional. Bukan saja seorang sutradara namun ia juga seorang sastrawan angkatan 45. NB merupakan Film yang berhasil menyabet Piala Citra FFI 1987 untuk kategori film terbaik. Asrul lebih dikenal sebagai seorang seniman lewat sajak, cerpen, dan penulisan skenario dan penyutradaran film. Dalam dunia perfilman Asrul lebih kurang enam piala citra berhasil direbut olehnya. Dengan demikian Asrul pantas dinobatkan sebagai tokoh perfilman. Asrul adalah pelaku terpenting sejarah kebudayaan modern Indonesia Ia bukan saja sutradara, namun juga seseorang yang menghargai sejarah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai film “Naga Bonar” karya Asrul Sani yang mengemas pesan moral dengan kehidupan duniawi sehingga mudah dipahami dan diambil hikmahnya melalui kajian wacana yang ditampilkan dalam film tersebut. Dengan demikian untuk membahas permasalahan di atas maka penulis tuangkan dalam judul “ Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani ”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk membatasi agar tidak terlalu luasnya pembahasan dalam skripsi ini, maka permasalahannya hanya dibatasi pada “Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani”, yang diteliti yaitu mengenai teks, konteks dan kognisi sosial. Sesuai dengan pengertian moral yang terdapat dalam
buku The Advensed’s Dictionary of Current English bahwa moral adalah suatu ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik, sedangkan untuk mengukur tingkah laku manusia mengunakan tolak ukur norma-norma yang tumbuh di masyarakat seperti adat-istiadat dan kebiasaan.9 Dengan demikian pesan moral yang ditekankan dalam penelitian ini berdasarkan pengertian di atas adalah pesan-pesan yang mengandung ajaran dan gambaran tingkah laku yang baik, termasuk di dalamnya pelajaran hidup, penerapan terhadap sikap, yang sesuai dengan nilainilai kemasyarakatan. 2. Perumusan Masalah Dengan
demikian
berdasarkan
pokok
masalah
tersebut,
penulis
merumuskan beberapa rincian permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Adapun perumusannya masalah sebagai berikut : 1.
Pesan moral seperti apa yang disajikan film “Naga Bonar” dilihat dari teks (struktur makro, suprastuktur, struktur mikro)?
2.
Pesan moral seperti apa yang termuat dalam film “Naga Bonar ” dilihat dari Kognisi Sosial, Konteks Sosial?
C. Tujuan penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui pesan-pesan moral yang disajikan film NB dilihat dari teks (stuktur makro dan suprastruktur dan struktur mikro).
2.
Untuk mengetahui pesan-pesan moral yang terkandung dalam film ”Naga Bonar” dilihat dari kognisi sosial, konteks sosial.
9
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1996), h. 92
D. Kegunaan penelitian 1. Segi Akademis Penelitian tentang film dapat memperdalam studi tentang analisis teks media massa, khususnya tentang kajian analisis wacana pada sebuah film. Di samping itu penelitian analisis wacana film NB ini juga memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang analisis wacana model Teun A. Van Dijk dan dapat diaplikasikan dalam analisis teks media lainya. Sementara itu kajian film sebagai penyampai pesan moral diharapkan akan memberikan kontribusi yang bagus dan positif pada khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan dan moral melalui media film. 2. Segi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian serupa di masa mendatang, menambah ilmu dan wawasan para generasi muda tentang bagaimana kita tetap menerapkan ajaran-ajaran Islam dan menempatkan moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan motivasi kepada para sutradara dan pengelolah film untuk terus berkreasi menciptakan film-film yang bermutu dan mendidik. E. Tinjauan Pustaka Memang banyak sekali penelitian yang mengangkat tentang film khususnya tema tentang isi pesan yang disajikan. Ada beberapa penelitian analisis wacana yang juga mengangkat tentang pesan, misalnya skripsi yang berjudul ”Analisis Pesan Dakwah dalam Film Karawang Bekasi” oleh saudara Nanang Kosim tahun 2006, Analisis Pesan Dakwah melalui Film Koran Gandrong oleh saudari Lisa Badria tahun 2006 dan Dakwah Melalui Film (Analisis Wacana Film
”Rindu Kami Padamu”) karya Garin Nugroho oleh saudari Amelia Istiana tahun 2006. Pada penelitian sebelumnya lebih menekankan penelitian dalam segi religius yaitu dengan mengangkat pesan dakwah yang hanya berkaitan dengan keagamaan, sedangkan penulis dalam penelitian ini mengungkap pesan-pesan yang lebih menyangkut aspek kehidupan sosial. Namun metode yang digunakan sama-sama mengunakan model Van Djik dalam analisis wacana dalam film. Dalam menulis skripsi yang berjudul ”Analisis Wacana Pesan Moral dalam Film Naga Bonar karya Asrul Sani”, penulis berpedoman pada buku Eriyanto (2001) yang berjudul ”analisis wacana (pengantar analisis teks media)”. Dalam buku ini disajikan secara lengkap penjelasan wacana menurut teori Teun Van A. Dijk, mulai dari segi teks (tema, skema, bentuk kalimat sampai pada konteks sosial (faktor eksternal yang berkembang), sehingga mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Penelitian yang penulis lakukan diharapkan memberi tambahan/pelengkap dari penelitian yang dilakukan sebelumnya. E. Metodologi Penelitian Penelitian ini dengan mengunakan metode analisis wacana (Discourse analisys) yaitu studi tentang struktur pesan atau telaah mengenai aneka fungsi bahasa (pragmatik).10 Metode analisis wacana berbeda dengan metode kuantitatif yang menekankan pada pertanyaan ”Apa” (what), analisis wacana lebih melihat ”Bagaimana” (how) dari suatu pesan atau teks komunikasi, maka dengan metode ini tidak hanya diketahui pesan apa saja yang terdapat dalam film ini, tetapi juga bagaimana pesan itu dikemas dan diatur sedemikian rupa.
10
Alex Sobur, Analisis teks Media – suaTu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisi Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h. 48.
Melalui analisis wacana tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi bagaimana juga pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa yang disampaikan. Analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana isi pesan yang akan diteliti. 11 Model yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun Van A. Djik. Menurutnya penelitian wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus juga diamati.
12
Inti analisis Van Djik adalah mengabungkan ketiga dimensi wacana
ke dalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks, kognisi sosial, dam konteks sosial. 13 Untuk menjelaskan ketiga dimensi tersebut di atas, maka peneliti memberi gambaran struktur wacana yang tersusun dalam skema di bawah ini: Skema Struktur Wacana Struktur
Hal Yang Diamati
Elemen
Tematik
Topik
Wacana Struktur Makro
Tema/topik yang dikedepankan dalam film Naga Bonar Super Struktur
Skematik
Skema
Bagaimana bagian dan urutan film diskemakan dalam teks/naskah film yang utuh Struktur Mikro
Semantik
Latar, Detil &
Makna yang ingin ditekankan dalam
Maksud
film 11 12
Ibid, h. 68. Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h.
221. 13
Ibid, h. 224.
Sintaksis
Bentuk kalimat,
Bagaimana kalimat (bentuk, susunan)
keherensi, Kata
yang dipilih
Ganti Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang dipakai
Leksikon
dalam film Naga Bonar Retoris Bagaimana
dan
dengan
cara
apa
penekanan dilakukan
Grafis, Ironi
Setelah mengetahui struktur wacana model Van Djik di atas, ada dua kategori yang penting dalam meneliti suatu teks media yaitu dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosial. Menurut Van Dijk meneliti
wacana tidak hanya
didasarkan atas analisis teks semata, namun meneliti bagaimana suatu teks itu diproduksi. Kategori kognisi sosial dan konteks sosial di atas ini mempuyai dua arti, di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses film tersebut diproduksi, namun di sisi lain ia mengambarkan bagaimana nilai-nilai masyarakat menyebar dan diserap oleh penulis skenario dan akhirnya digunakan untuk membuat film tersebut. 1. Subjek dan Objek Penelitian serta Sumber Data Adapun subjek penelitian ini adalah Film “Naga Bonar” karya Asrul Sani, yang pemikiran utamanya adalah Deddy Mizwar. Sedangkan objek penelitiannya adalah hanya fokus pada pesan moral yan terdapat pada film “Naga Bonar”. Pesan moral yang dimaksud adalah pesan-pesan yang bernilai kebaikan serta penanaman sikap terhadap individu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Sumber data dari penelitian ini adalah berdasarkan skenario film Naga Bonar dan media cetak (Koran) dan
elektronik (Internet) juga dari buku-buku pustaka yang penulis jadikan sebagai sumber bacaan untuk penulisan skripsi ini. 2. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis mengunakan dua cara yaitu : a. Teknik Research Document (penelitian terhadap dokumen) sebagai metode ilmiah penelitian ini digunakan untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki. Artinya penulis hanya meneliti naskah/skenario film “Naga Bonar” Karya Asrul Sani tanpa melakukan wawancara, setelah itu dilakukan pencatatan-pencatatan dari hasil temuan reseach tersebut. b. Observasi Observasi adalah berupa kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan, peninjauan, penyelidikan dan riset. 14 Penelitian ini penulis melakukan observasi tidak langsung. Observasi tidak langsung adalah dengan mengamati film tersebut dari VCD dan melihat skenario film Naga Bonar. Sebagai metode observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomenafenomena yang diselidiki. 3. Teknik Analisa Data a. Proses Penafsiran Penafsiran dilakukan dengan cara melakukan analisa selama pengumpulan data dengan mengunakan multi sumber bukti, membangun rangkaian bukti
14
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 92.
dan mengklarifikasikan. Setelah itu kemudian mereduksi data di mana dilakukan berbagai proses pemilihan, pemutusan, perhatian, dan penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data dasar. Selanjutnya dilakukan penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. b. Penyimpulan Hasil Penelitian Dalam menganalisa data, penulis mengunakan pola pemikiran deduktif dan induktif. Deduktif yaitu menarik kesimpulan dari dalil-dalil yang sifatnya umum kemudian dijadikan kesimpulan khusus. Sedang induktif adalah menarik kesimpulan dari bersifat khusus untuk kemudian dijelaskan secara luas. Kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti dengan selalu mendasarkan diri atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Kesimpulan merupakan jawaban berdasarkan data yang terkumpul, dan kesimpulan merupakan solusi yang akan diberikan kepada objek penelitian.15 F.
Sistematika Penulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan yaitu berpedoman pada buku
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh tim UIN Syahid, UIN Press, 20076 cet ke-1. Semetara untuk mempermudah susunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang membagi menjadi 5 (lima) bab yang terdiri dari beberapa sub bab, yaitu sebagai berikut : 15
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, (Rineka Cipta : Jakarta, 1998) h. 384.
BAB I
Pendahuluan, membahas latar belakang masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teoritis, menguraikan sekilas pesan moral, tentang film meliputi pengertian film, unsur dan jenis dalam film perkembangan film di Indonesia, dan penerapan Dicourse Analisys dalam film serta film sebagai transmisi nilai.
BAB III
Gambaran Umum : Asrul Sani dan film Naga Bonar. Dalam bab ini penulis menguraikan profil sang sutradara Asrul Sani meliputi: riwayat hidup, perkembangan karir, karya-karya yang dihasilkan dan juga menguraikan profil film Naga Bonar yang meliputi : visi dan misi film, Crew dalam film, sinopsis film Naga Bonar.
BAB IV
Hasil Analisis, membahas tentang temuan wacana pesan moral dalam Film Naga Bonar dilihat dari Teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
BAB V
Kesimpulan, memaparkan tentang kesimpulan dan saran-saran, dan bagian terakhir memuat tentang Daftar Pustaka dan LampiranLampiran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Moral Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap kelakuan dan perbuatan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, buruk. 16 Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut: a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk. b. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah. c. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik. Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk.17 Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. Dalam perkembangan selanjutanya istilah moral sering dikatakan sebagai kesadaran, sehingga menjadi kesadaran moral. Ahmad Charris dalam bukunya Kuliah Etika mengatakan bahwa kesadaran moral merupakan faktor penting untuk 16 17
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1996), h. 92 Ibid, h. 93
memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berprilaku susila, dan perbuatannya sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral itu berlaku pada nilai-nilai yang benar-benar esensial, fundamental. Kesadaran moral berkaitan erat dengan hati nurani. Dalam keadaan moral itu mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan suatu tindakan bermoral. Kedua, kesadaran moral berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objketif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui, berlaku ada waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral yang dapat muncul dalam bentuk kebebasan.
18
B. Sekilas Tentang Film 1. Pengertian Film Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).19 Namun secara sederhana film hanyalah susunan gambar yang ada dalam selluloid, kemudian diputar dengan mengunakan teknologi proyektor yang sebetulnya telah menawarkan nafas demokrasi, bisa ditafsirkan dalam berbagai makna. Ia menawarkan berbagai pesan dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan.20 Menurut UU perfilman No 8 tahun 1992 karya cipta budaya yang merupakan media komunikasi massa dipandang, didengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, 18
Ibid Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta : Balai Puataka, 2002), h. 316 20 Gatoto Prakoso, Film Pinggiran – Ontologi Film pendek, Eksperimental dan Dokumenter. FFTV – IKJ dengan YLP, (Fatma Press), h. 22 19
piringan video dan bahan-bahan hasil temuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi elektronik atau proses lainnya.21 Banyak defenisi film yang dikemukakan oleh para ahli, menurut Alex Shobur (2003), bahwa film merupakan bayangan yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan selalu ada kecenderungan untuk mencari relevasi antara film dengan realitas kehidupan.22 Dan menurut Onong Uchana Effendy (2000), film merupakan media bukan saja sebagai hiburan tetapi juga sebagai penerangan dan pendidikan. Para ahli bahasa merumuskan film sebagai “gambaran hidup” (artinya, gambar yang dihidupi atau kehidupan yang dilayarkan dalam gambar-gambar/ citra-citra). Dalam gambaran hidup memuat 2 unsur penting, yaitu sisi visible (gambar) dan sisi invisible (yaitu, pesan dan nilai dibaliknya).23 Film adalah teknologi komunikasi massa yang menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan secara luas selain radio, televisi, pers.24 Di samping itu film merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika yang komplek dan merupakan dekomentasi yang terdiri dari cerita dan gambar yang
diiringi
kata-kata
dan
musik.
Film
juga
hasil
produksi
yang
multidimensional dan sangat komplek. Sementara, Jakob Sumardjo dari pusat pendidikan film dan televisi, menyatakan bahwa film berperan sebagai pengalaman dan nilai.25 Selain itu film juga dapat digunakan sebagai alat propaganda, karena film dianggap memiliki
21
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32 Ibid, h. 95 23 Mudji Sutrisno, Oase Estetis – Estetika dalam Kata dan Sketza, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2006), h. 78. 24 Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia (Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983), h. 120. 25 Aep Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam-Mengembangkan Tablig Melalui Media Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film, Digital (Benang Merah Press : Bandung 2004), h 94. 22
jangkauan, realisme dan popularitas yang hebat. Upaya pengembangan pesan dengan hiburan sudah lama diterapkan dalam kesustraaan dan drama. Namun, unsur film dalam mengembangkan pesan memiliki kelebihan karena dalam segi kemampuannya film dapat menjangkau sekian banyak orang dalam waktu yang cepat dan serentak dan kemampuan film mampu memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis tanpa kehilangan kridebilitas.26 Karena film diangkat dari bayangan kenyataan hidup yang dialami dalam kehidupan seharihari, itulah sebabnya selalu ada kecenderungan untuk mencari relevansi antara film dengan realitas kehidupan.27 Menurut Graenie Turner, film dibentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi dan idiologi dari kebudayaan masyarakat.28 2. Unsur-Unsur dan Jenis-Jenis Film Beberapa unsur yang terdapat dalam sebuah film. Unsur-unsur tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Title (judul) Crident Title, meliputi : produser, karyawan, artis dll Tema film Intrik, yaitu usaha pemeranan film untuk mencapai tujuan Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan Plot (alur cerita) Suspend atau keterangan, masalah yang masih terkatung-katung Million Setting, latar belakang terjadinya peristiwa, masa waktu, bagi kota, perlengkapan, aksesoris. Dan 9. Sinopsis, yaitu untuk memberi ringkasan atau gambaran dengan cepat kepada orang yang berkepentingan. 10. Trailer, yaitu bagian film yang menarik 11. Character, yaitu karakteristik pelaku-pelaku. Adapun stuktur-struktur dalam film adalah sebagai berikut :
26
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, Edisi ke-2 (Penerbit Erlangga, 1987), h. 15. 27 Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 94. 28 Ibid, h. 95.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pembagian cerita (scene) Pembagian adegan (squence) Jenis pengambilan gambar (shoot) Pemilihan adegan pembuka (opening) Alur cerita dan continuity Intrique, meliputi jealousy, penghianatan, rahasia bocor, tipu muslihat, dll. Anti Klimaks, penyelesaian masalah. Ending, pemilihan penutup.29
Jenis-jenis film dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut : a. Film Cerita (story film) Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita, sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa manusia. Cerita dalam film ini diambil dari kisah-kisah sejarah, cerita nyata dari kehidupan sehari-hari, atau khayalan yang diolah untuk menjadi film. 30 Film cerita diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide, dengan pertolongan gambar-gambar, gerak dan dikemas yang memugkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi penikmatnya. Ide atau pesan cerita mengunakan pendekatan yang bersifat membujuk. Oleh karena itu film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai-nilai. b. Film Berita (newsreel) Film berita adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Kamera sekedar merekam peristiwa, karena sifatnya berita, film ini disajikan kepada publik harus bernilai berita (newsvalue), film berita menitik
29
Ibid , h. 1000-1001. Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 211. 30
beratkan pada segi pemberitaan kejadian aktual, misalnya dokumentasi peristiwa perang, dan dokumentasi upacara kenegaraan.31 c. Film Dokumenter (Documentary film) Istilah dokumentary awalnya digunakan oleh seorang (sutradara director) Inggris Jhon Grierson. Film dokumenter didefenisiskan oleh Grierson sebagai karya ciptaan mengenai kanyataan (creative treatment of actuality), Titik berat dalam film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Raymond Spottiswoode dalam bukunya A Grammar of the Film menyatakan “Film dokumenter dilihat dari segi subjek dan pendekatannya adalah penyajian hubungan manusia yang didramatis dengan kehidupan kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial, maupun politik. Dan dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang kurang penting dibandingkan dengan isinya.32 Film dokumenter, selain mengandung fakta ia juga mengandung subjektivitas pembuat. Subjektivitas diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa. Jadi, ketika faktor manusia berperanan, persepsi tentang kenyataan akan sangat bergantung pada manusia pembuat film dokumenter itu. Dengan kata lain, film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan, melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si pembuat film dokumenter.33 d. Film Kartun (cartoon film) Film kartun adalah film yang berasal dari lukisan para seniman. Titik berat dalam pembuatan film karun adalah seni lukis. Film ini adalah hasil dari imajinatif para seniman lukis yang kemudian menghidupkan gambar-gambar 31
Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996), h. 13. Effendy, Ilmu Teori, h. 212-214. 33 Sumarno, Dasar-Dasar h. 14. 32
seolah-olah hidup.34 Film kartun juga disebut sebagai film animasi film animasi memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain, seperti; boneka, meja dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi seperti halnya Mickey Mouse, Donald Duck dan Sincan 35 Adapun jenis-jenis film yang telah beredar memiliki beberapa jenis, jenis tersebut dapat diklasifikasikan kepada : 1. Drama : adalah suatu kejadian atau peristiwa hidup yang hebat, mengandung konflik pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. Sifat drama : romance, tragedy dan komedi. 2. Realisme : adalah film yang mengandung relevansi dengan kehidupan keseharian. 3. Film sejarah : melukiskan kehidupan tersohor dan peristiwanya. 4. Film perang : mengambarkan peperangan atau situasi di dalamnya atau setelahnya. 5. Film futuristik : mengambarkan masa depan secara khayali. 6. Film anak : mengupas kehidupan anak-anak. 7. Cartoon : cerita bergambar yang mulanya lahir dari media cetak yang diolah sebagai cerita bergambar, bukan saja sebagai story board melainkan gambar yang sangup bergerak dengan teknik animation atau single stroke operation. 8. Adventure : film pertarungan, tergolong film klasik. 9. Crime story, pada umumnya mengandung sifat-sifat heroik. 10. Film seks : menampilkan erotisme. 11. Film misteri/horor : mengupas terjadinya fenomena supranatural yang menimbulkan rasa wonder, heran, takjub dan takut. 36 3. Perkembangan Film Di Indonesia a. Awal Hadirnya Film di Indonesia Sesungguhnya film di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang, di Indonesia film dimulai sejak tahun 1926,37 oleh dua orang perintis orangorang Eropa kebangsaan Belanda, yaitu F. Carli (1927), G. Kruger dan Haeuveldrop. Menurut sejarah perfilman Indonesia, film pertama di negeri ini
34
Effendy, Ilmi Teori, h. .216. Sumarno, Dasar-Dasar, h. 17. 36 Kusnawan,, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 101. 37 Umar Kayam, “Budaya Massa Indonesia”, Prisma LP3ES, November 1981, h. 13. 35
berjudul “Lely dan Java” diproduksi di Bandung oleh David.38 Dan untuk pertama kali tercatat dalam surat kabar De Locomotief edisi september 1926, yaitu Loetoeng Kasaroeng oleh Haeuveldrop, menurut catatan De Prearger film ini merupakan film cerita yang pertama yang dibuat di Indonesia dan diputar di kota tempat pembuatnya, yaitu bioskop Elita dan Oriental, berikutnya mereka membuat Eulis Atjih, lalu Bung Amat Tangkap Kodok (kruger), karina (Carli), Lari Arab (kruger). Eulis Atjih membuka munculnya film Nyi Dasima yang mengambarkan kehidupan Indonesia dan Belanda. Setelah pembuatan film yang dilakukan oleh orang-orang Eropa, namun selanjutkan oleh orang-orang pedagang Tionghoa diperluas dan film dijadikan barang komersial yang menguntungkan, tidak heran karena orang Tionghoa sudah terjun dalam perdagangan film impor. Tetapi menurut Armijn Pane dalam produksi film Tjerita Indonesia, perusahaan peranakan ini terjun menjadi produser ketika seorang peranakan ikut main dalam film Naik Djadi Dewa. 39 Perusahaan film pada waktu itu yang terkenal berasal dari Tionghoa keluarga The, membentuk Jacarta Film Co yang dikenal dengan Wong Bersaudara. Kemudian terus berkembang hingga banyak menghasilkan filmfilm seperti Pareh (Mannus Franken), Terang Bulan (1937), Fatimah (1938) dan lainnya. Di penghujung tahun 1941 Perang Asia Timur Raya pecah, dunia film pun berubah wajah perusahaan film, seperti Wong Brothers, South Pacific, dan Multi film diambil alih Jepang, ketika pemerintah Belanda sebagai penguasa di Indonesia menyerah kalah kapada balatentara Jepang. 38
Effendy, Ilmu Teori, h. 217. Phil Bactiar, Sejarah Media Massa, (Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2000), h. 8.3. 39
Pada massa itu film dikuasai oleh Jepang ia ingin mempropaganda kehebatan bangsanya melalui kesenian khusunya film. Pemerintahan Jepang mendirikan pusat kebudayaan Keiin Bunka Shidoso dengan maksud untuk merangkul empat bidang kesenian yaitu, kesustraan, kesenian, ukiran dan lukisan. Dan akhirnya didirikan organisasi khusus mengatur film pada oktober 1942 Jawa Eiga Kosha (perusahaan film jawa), Nippon Eiga Sha. b. Perkembangan Film di Indonesia setelah berdirinya NKRI 1. Priode 1950-1962 Sesudah negara NKRI berdiri, mulailah kehidupan baru dalam perfilman Indonesia, karena baru muncul perusahaan produksi film milik pribumi Indonesia sendiri, seperti Haji Usmar Ismail dan Jamaludin. Mereka mempuyai cita-cita untuk mempertinggi kesenian dan teknik film Indonesia agar mendapat penghargaan dari masyarakat. Beberapa film dan organisasi film yang berdiri pada saat itu adalah : PERFINI (Perusahaan Film Nasional) dengan pemimpin Usmar Ismail, Soemanto, Djojokoesoemo. PERSARI (Persatuan Artis Republik Indonesia) di bawah pimpinan Djamaloedin Malik. Pada tahun 1952 berdiri Surya Film Tranding, dan pihak penguasa Tionghoa muncul Ksatrya Dharma Film. Sedangkan Banteng Film campuran dari orang Indonesia dengan Tionghoa. Dari segi finansial Tionghoa memiliki dan yang kuat sehingga mereka mampu membuat film dan memuternya di bioskopbioskop. Namun di tengah persaingan produsen-produsen Indonesia mempuyai keberanian untuk menyewa studio yaitu ; perusahaan Perfini dengan film pertama darah dan doa (The long march).
PERSARI
berhasil mambuat cerita pertamanya sedap malam. Namun
perusahaan ini lebih memperhitungkan segi komersial saja dibandingkan dengan perusahaan film lainnya. Dunia perfilman akhirnya disemarakkan dengan adanya festival film Indonesia (FFI) yang pertama berlangsung dari tanggal 30 Maret - 5 april 1955 dari sini maka timbulnya berbagai organisasiorganisasi perfilman lainnya. 2. Periode 1962-1965 Zaman keemasan perfilman secara kuantitatif bermula pada tahun 1960 dengan 38 judul, dan secara kualitatif bermula pada film Usmar Ismail. Namun sebenarnya masa keemasan hanya sekejap saja, sebab tahun 1962 tercatat kemunduran dratis. Kemunduran film ini tidak lepas dari ketegangan politik di tanah air, sehingga banyak orang-orang politik masuk dalam dunia perfilman. Maka jelas mereka lebih banyak keinginan politik dibandingkan membagun industri film. 3. Priode 1965-1970 Priode ini dengan munculnya pemerintahan Orde Baru yang masih memberlakukan hukum darurat perang. Dalam keadaan stabilitas politik yang sering berubah-ubah, maka hal ini sangat menentukan maju dan mundurnya dunia perfilman. Film nasional yang diproduksi tahun 1965 halnya 18 judul antar lain; Bergema, Liburan Seniman, Insane Bahari, Karma, Darah Nelayan dan lainnya. Di tahun ini bioskop mulai melirik bangunan fisik dan fasilitas yang bagus untuk menarik khalayak.
4. Priode 1970-Sekarang Pada periode ini teknologi canggih media visual mulai merambah ke Indonesia seperti Vidio Tape dan pada tahun 1980 menjadi persaingan dengan dunia film nasional maupun bioskop nasional. Persaingan ini merambah dengan adanya pembajakan film dalam bentuk kaset, sehingga masyarakat juga memiliki video dan hal ini menjadi penurunan terhadap pembioskopan. Dan mengatasi persaingan ini, para pengusaha film bergabung dalam persatuan perusahaan film Indonesia (PPFI). Persaingan ini semakin ketat dengan hadirnya teknologi HDTV (High devinition television). Terus berkembang dengan mulai hadirnya Televisi swasta seperti ; RCTI, SCTV, TPI, ANTV, dan TV yang berkembang sampai saat ini. 40 C. Film Sebagai Media Transmisi Nilai Kemajuan sains dan teknologi pada saat ini diakui begitu cepat, salah satu kemajuan yang pesat adalah sebagai implikasi dari modernisasi yang ditompang oleh perangkat utamanya ilmu pengetahuan dan teknologi. Film merupakan hasil dari teknologi yang berkembang saat ini. Film merupakan media komunikasi massa yang dihasilkan sebagai karya teknik manusia. Film dipakai sebagai alat komunikasi massa, populernya sebagai alat untuk bercerita. Apa yang diceritakan itu suatu khayalan atau kisah, pada intinya film sebagai media bercerita, yaitu suatu media baru sebagai hasil karya elektro-teknik dan karya optik.
40
Ibid, h. 8.13 - 8.21.
Film sebagai media transmisi nilai. Menurut Kamus Ilmiah Populer transmisi artinya ; Pemindahan atau Pengiriman pesan. 41 Jadi film sebagai media pengiriman pesan lewat cerita bergambar. Film bisa dimanfaatkan secara positif guna memenuhi kebutuhan ril manusia. Salah satu pemanfaatnya adalah film sebagai media informasi yang di dalamnya terdapat pesan nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Film secara teoritis merupakan alat komunikasi yang paling dinamis, apa yang terpandang oleh mata dan terdengar oleh telinga, masih lebih cepat dan mudah masuk akal dari pada apa yang hanya dibaca. Film sebagai media massa, dapat dimainkan peran dirinya sebagai saluran menarik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan atau pesan moral.42 Menurut Jakob Sumardjo (2003), film sebagai sebuah nilai dan dapat memenuhi kebutuhan bersifat spiritual, yaitu keindahan dan trasendental. Selanjutnya film juga sebagai media komunikasi yang berfungsi sebagai media tablig, yaitu media yang untuk mengajak kebenaran. Tentunya sebagai media tablig, film mempunyai kelebihan dengan media lainnya dan menjadi media yang efektif, dimana pesan-pesannya dapat disampaikan kepada penonton dengan halus dan menyentuh relung hati tanpa digurui.43 Film disebut media yang ampuh sekali jika di tangan orang yang mempergunakan secara efektif untuk suatu maksud, terutama sekali terhadap khalayak yang memang lebih banyak berbicara dengan hati dari pada akal.44
41
Pius A Partanto dan M dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arloka, 1994), h. 756. 42 Kusnawan,, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 95. 43 Ibid, h. 94. 44 Ibid, h. 47.
Dengan demikian film bisa menjadikan alternatif sebagai media yang dapat menyampaikan nilai-nilai sesuai dengan kehidupan masyarakat, selain sebagai media hiburan, film juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah-ceramah penerangan dan pendidikan kini banyak digunakan film sebagai alat pembatu untuk memberikan penjelasan.45 Dengan film, kita dapat memperoleh informasi dan gambaran tentang realitas tertentu, realitas yang sudah terseleksi. Dan pada giliranya akan membentuk sikap dan prilaku khalayak yang menyaksikan. Menurut
Burhan
Bungin
dalam
bukunya
Sosiologi
Komunikasi,
menyatakan bahwa fungsi utama komunikasi massa adalah salah satunya sebagai Sosial Learning adalah media massa bertugas memberikan pendidikan sosial atau pencerahan-pencerahan kepada seluruh masyarakat, fungsi komunikasi ini dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi paedagogi yang dilakukan secara tatap muka.46 Hal ini selaras juga dengan teori belajar sosial (sosial learning) yang dikeluarkan oleh Badura menurutnya “kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan dan peneladanaan (modeling)”. Dalam teori ini ada empat tahap proses belajar sosial : proses perhatian, proses pengingatan, proses reproduksi motories, dan proses motivational.47 Misalnya ketika menonton film, orang akan melihat tindakkan tokoh atau adegan pemain, melalui pengamatan penonton film diberi rangsangan. Dan tahap berikutnya hasil pengamatan disimpan dalam pikiran penonton dan akan kembali lagi ketika seseorang melakukan tindakan sama seperti apa yang pernah mereka 45
Effendy, Ilmu Teori, h. 211. Burhan Bungin, Sosisologi Komunikasi – Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), cet 1, h. 80. 47 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi (Bandung : Remaja Rosda Karya , 2005), h. 240. 46
amati. Setelah itu sampailah pada, proses reproduksi motoris, yakni menghadirkan kembali prilaku dan tindakan dalam kehidupan sesuai dengan apa yang pernah diamatinya, namun proses motivasi juga mempengaruhi kondisi personal manusia.48 Dengan mengunakan metode belajar sosial ini, penyampaian pesan moral atau dakwah yang dilakukan oleh film akan lebih efektif. Karena film mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda dengan buku yang memerlukan daya pikir aktif dan penonton bersifat pasif. Hal ini tentuya dikarenakan sajian film adalah sajian yang siap dinikmati. Dan efek yang terbesar film menurut Soelarko (1978) adalah peniruan. Namun film sebagai alat komunikasi massa dewasa ini telah dipakai untuk berbagai tujuan. Bagi mereka yang melihat film sebagai media ansich (sebagai media tok) dan menerapkan “seni untuk seni” film adalah sebagai media untuk menyatakan suatu pikiran, perasaan, isi hati, kadang-kadang nafsu mereka pribadi dengan tidak memperdulikan norma, nilai-nilai selain dari pada ukuran-ukuran mereka sendiri sebagai seniman. Kebanyakan film yang dibuat tidak lain pada hakikatnya bersumber materialisme.49 Dipergolakan film sebagai media dagangan sebenarnya pemerintah telah menentukan aturan-aturan dalam film hal ini sesuai dengan ketetapan MPRS No. II/MPRS/ 1960, Lampiran angkat 1 : Bidang Mental/ Keagamaan/ Kerohanian/ Penelitian sub.16 menyatakan : film bukan semata-mata barang dagangan, melainkan alat pendidikan dan penerangan. 50
48
Asep S. Muhtadi, dkk, Dakwah Kontemporer, h. 97. Umar Islmail, Umar Ismail Mengupas Film, Dikumpulkan J.E. Siahaan (Jakarta : Sinar Harapan, 1983) Cet Ke-1 h. 98-99. 50 N. Riantiarno, dkk, Teguh Karya dan Teater Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 36, dikutip dari Perfilman Indonesia 1976, Terbitan Direktorat Jendral RTF Deppen R.I. 49
Jika kita bertekad untuk menjadikan film sebagai media dakwah atau media penyampai nilai-nilai atau juga media perjuangan, maka yang menjadi perhatian utama harus mencari dan menyelidiki secara sadar rahasia selera penonton umumnya dan bagaimana cara memberikan kepuasan kepada khalayak, maka kita tidak boleh pasif dan sinis saja, karena dengan demikian film itu tidak akan menjadi senjata ampuh di tangan kita. Bagi sisnes-sineas muslim Indonesia, yang seharusnya diutamakan adalah patriot bangsa, menjadi kewajiban untuk menjadikan film media perjuangan dan media dakwah islamiyah. D. Penerapan Discourse Analysis Terhadap Film Analisis wacana (discourse analysis) merupakan analisis yang digunakan untuk mengalisis suatu teks media. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.51 Dalam tulisan Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki yang berjudul Farming Analysis : an Approach to News Discourse dikatakan bahwa wacana media merupakan proses kesadaran sosial yang melibatkan tiga pemain, yaitu sumber-sumber berita (Source), para wartawan (Journalists) dan khalayak (Audience).52 Banyak model yang dikembangkan oleh para ahli bahasa dalam pembahasan wacana. Eriyanto dalam buku Analisis wacana sempat menyebutkan beberapa model analisis wacana yang dikembangkan oleh Roger Fowler dkk, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Norman Fairclough dan model Van Djik model ini yang sering digunakan untuk menganalisis suatu media, karena Van Djik mengelaborasi elemen-elemen wacana
51 52
Sobur, Analisis Teks Media, h. 48. Fathudin Zen, NU Politik – Analisis Wacana Media, (Yoyakarta : LKIS, 2004), h. 91.
sehingga bisa diaplikasikan secara praktis.53 Sementara model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Teun Van Djik dalam menganalisis teks/ naskah film. Model yang dipakai oleh Van Djik ini sering disebut sebagai “Kognisi Sosial”. Menurut Van Djik penelitian atas wacana tidak hanya didasarkan atas analisis teks semata, karena teks merupakan hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.
54
Van Djik melihat suatu wacana terdiri dari atas berbagai struktur dan tingkatan ia membagi dalam tiga tingkatan, tetapi itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. 1. Struktur Makro Tingkatan pertama, struktur makro dan hal yang diamati adalah tematik, yaitu mengamati apa yang dikatakan oleh film Naga Bonar. Stuktur makro merupakan makna global/ umum dari suatu teks, yang dapat diamati dengan melihat topik dari suatu teks. Van Djik mendefenisikan topik sebagai struktur makro dari suatu wacana. Dari topik kita dapat mengentahui tindakan yang diambil dari komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.55 Tema dalam sebuah film dapat dilihat melalui judul dan premis. Premis menurut kamus
53
Alex Sobur, Analisis Teks Media – Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 73. 54 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h. 221. 55 Sobur, Analisis Teks Media, h. 73.
adalah gagasan yang disampaikan atau ditayangkan untuk membawa kepada kesimpulan,56 Seperti film Naga Bonar, tema dilihat melalui premis. a. Tematik Secara harfiah tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah ditempatkan”. Berasal dari bahasa Yunani tithenia yang berati “menempatkan” atau meletakan”. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. Kata tema sering dibandingkan dengan apa yang disebut topik. Kata topik berasal dari bahasa yunani, topoi yang berati tempat. Topik secara teoritis digambarkan sebagai dalil (proposisi), sebagai bagian dari informasi penting sebagai pembentuk kesadaran sosial. Elemen tematik menunjukan pada gambaran umum dari suatu teks/ naskah film atau sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks/ naskah. Topik mengambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh penulis skenario dalam sebuah film. Topik menunjukan informasi yang paling penting atau inti pesan yang akan disampaikan oleh komunikator topik juga menunjukan konsep dominan, sentral dan yang paling penting dari isi suatu film. 57 Tema menurut kamus perfilman berarti “pesan” penulis. Lahir dari pandangan atas kenyataan yang ada dan bagaimana pandangan moralitasnya, bagaimana dunia ini sebenarnya. Tema berurusan dengan hal yang bersifat universal seperti, cinta, keberanian, kemerdekaan, kematian, hilangnya rasa kemanusiaan dalam masyarakat modern, dan lainnya.58
56
Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Kamus Kecil Istilah Film, ( Jakarta : Bandan Pengembangan SDM Citra, 1997), Edisi ke- 2, h. 136. 57 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 229 58 H. Usmar Ismail, Kamus Kecil, h. 167
Tema selalu mengandung konotasi ide pokok, namun pengertian seperti ini terlalu sempit. Ia kita artikan sebagai suatu persoalan pokok atau suatu fokus di sekilas mana sebuah film dibangun. Dalam film wilayah pokok dibagi menjadi empat bagian yaitu; plot, emosi, karakter dan ide. Tema berfungsi sebagai pemersatu dalam sebuah film. Menurut Teun Van Djik topik mengambarkan tema umum dari suatu teks/ naskah film, topik ini akan didukung subtopik satu dan sub topik lainnya yang saling mendukung terbentuklah topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjukan dan mengambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.59 2. Supra Struktur (Skematik) Tingkatan yang kedua adalah suprastuktur. Hal yang diamati yaitu, skematik, adalah kerangka suatu teks bagaimana stuktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Dalam sebuah film atau teks umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti.60 Berkaitan dengan skenario, sebelum dicatat hingga menjadi naskah yang siap diproduksi. Penataan dilakukan untuk membuat struktur cerita dengan format-format standar. Dalam struktur terdapat berbagai hal seperti inti cerita, plot dan struktur drama yang dibagi dalam beberapa babak. Inti cerita premis akan menjadi dasar dalam membentuk plot cerita (plotline). Plot adalah jalan cerita atau alur cerita dari 59 60
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 230 Ibid, h. 232.
awal, tengah, dan akhir. Jika sebuah film akan dibuat, maka struktur yang penting untuk dicermati, yaitu pembagian cerita (scene), pembagian adegan (sequence), jenis pengambilan cerita (shoot), pemilihan adegan pembuka (opening), alur cerita dan continuity, intik, anti kilmaks (penyelesaian masalah), dan ending (penutup). Skematik dalam istilah perfilman disebut sruktur tiga babak, yang merupakan fondasi yang membentuk skenario solid. 61
Film umumnya secara hipotetik mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, Summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen ini adalah elemen yang dianggap pentig. Judul dan lead umumnya menunjukan tema yang ingin ditampilkan oleh penulis skenario dalam film. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi sebuah cerita film secara lengkap. Kedua, story yakni isi cerita (body) secara keseluruhan. Menurut Van Djik, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan, penulis skenario untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagianbagian dari urutan tertentu. 3.
Stuktur Mikro Tingkatan yang ketiga adalah struktur mikro, struktur mikro adalah
makna wacana yang dapat diamati melalui empat hal, yaitu semantik, sintaksis, stilistik, retoris. Semantik yaitu makna yang ingin ditekankan. Sintaksis, bagaimana pendapat disampaikan melalui film. Stilistik, pilihan kata
61
Sony Set dan Sita Sidharta, Menjadi Penulis Skenario Professional, (Jakarta : Grasindo, 2003), h. 26.
apa yang digunakan dalan film tersebut dan terakhir retoris, yaitu bagaimana dan dengan cara apa penekanan pesan moral dilakukan. 62 a. Semantik Pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna suatu lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Semantik (arti) dalam skema Van Djik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antar kalimat, hubungan antar proposisi yang membagun makna tertentu dalam suatu bagunan teks. Semantik tidak hanya mendefenisikan bagian mana yang terpenting dari struktur wacana, tetapi juga yang mengiringi ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Strategi semantik selalu dimaksudkan untuk mengambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara positif sebaliknya mengambarkan kelompok lain secara buruk, sehingga menghasilkan makna yang berlawanan. Beberapa strategi semantik yaitu pertama; Latar merupakan bagian berita atau cerita yang menpengaruhi semantik (arti) yang ditampilkan. Latar yang dipilih menetukan kemana arah pandangan khalayak hendak dibawa. Bentuk dari strategi semantik kedua, adalah detail suatu wacana. Elemen wacana detail berhubungan
dengan
kontrol
informasi
yang
ditampilkan
seseorang
(komunikator). Komunikator menampilkan informasi yang menguntungkan dirinya dan citra baik secara berlebihan dan digambarkan secara detail. Ketiga, elemen maksud ini hampir sama dengan detail. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator dan akan diuraikan secara
62
Sobur, Analisis Teks Media, h. 77.
eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan disampaikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi.63 Ketika membahas film Naga Bonar informasi disampaikan secara eksplisit dan jelas. Tujuan akhir adalah kepada publik hanya informasi yang menguntungkan komunikator. Pengandaian (Presuposition) adalah strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Pengandaian hadir dengan memberikan kenyataan
yang
dipandang
terpercaya
dan
karenanya
tidak
perlu
dipertanyakan. Pengandaian dalam film ini dapat dilihat melalui dialog pada scene. Strategi dalam sebuah film dapat dilihat melalui tematiknya, berapa kali atau seberapa penting pesan itu disampaikan oleh penulis. b. Sintaksis Secara terminologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani (sun = dengan + tattei = menempatkan), berarti menempatkan bersama-sama katakata menjadi kelompok kata atau kalimat. Menurut Ramlan, mengatakan sitaksis adalah bagian atau cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, kalusa, dan frase. Dalam elemen sintaksis ada beberapa strategi elemen yang mendukung, pertama, Salah satu elemen sintaksis adalah koheren. Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, ide yang menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya elemen koherensi dalam analisis wacana adalah pertalian dan jalinan antar kata, proposisi atau kalimat.64 Dua buah kalimat atau proposisi yang mengambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan memakai 63 64
Ibid, h. 78 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 242.
koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika komunikator menghubungkannya. Koherensi dapat ditampilkan melalui hubungan sebab akibat, bisa juga sebagai penjelas dan mudah untuk diamati. Di antaranya kata hubung yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan makna berlainan ketika hendak menghubungkan proposisi. Kedua, bentuk kalimat adalah bentuk sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas, logika kausalitas, akan diterjemahkan dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dari struktur pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Penempatan itu dapat mempengaruhi makna timbul karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak.65 Ketiga, adalah kata ganti, kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti timbul untuk menghidari pengulangan kata tadi (yang disebutkan etensenden) dalam kalimat-kalimat berikutnya dan menghindari segi-segi yang negatif. Dalam analisis wacana, kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menguraikan kata ganti
65
Sobur, Analisis Teks, h. 80.
“saya” atau “kami” yang mengambarkan bahwa sikap tersebut adalah sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi ketika memakai kata ganti “kita” menjadi sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dari suatu komunitas tertentu. Sintaksis tersebut dapat kita telusuri melalui dialog atau adengan dalam film Naga Bonar. Dialog adalah kata-kata yang diucapkan oleh para tokoh, dialog terbagi dalam dua macam, yaitu dialog lahir (yang terucapkan) dan dialog batin (yang tidak terucap). c. Stilistik Pusat perhatian stilistik adalah style, yaitu cara yang digunakan seseorang penulis untuk menyatakan maksudnya dengan mengunakan bahasa sebagai sarana. Style bisa dikatakan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa beranekaragam yaitu ragam lisan dan tulisan, ragam nonsatra dan sastra, karena gaya bahasa adalah cara mengunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu dan untuk maksud tertentu. Gaya bahasa menyangkut disksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas, citraan. Pengertian pemilihan leksikal atau diksi jauh lebih luas dari pada yang dipantulkan oleh kata-kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai unutk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, yang memiliki nilai artistik yang tinggi. Prinsipnya sama begaimana pihak musuh digambarkan secara negatif sedang pihak sendiri digambarkan secara positif.
Pemilihan leksikal pada dasarnya menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata-frase yang tersedia. Seperti kata “meninggal” mempunyai arti mati, tewas, gugur, terbunuh dan sebagainnya. Pilihan katakata atau frase menunjukan sikap dan ideologi tertentu.66 Penulis naskah film Naga Bonar memilih kata yang mudah dipahami dan tidak terlalu baku. 5. Retoris Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diugkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan mengunakan kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi sebagai persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan
kepada
khalayak.
Pemakaiannya
di
antaranya
dengan
mengunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi (pemakaian kata-kata yang permulaanya sama bunyinya seperti sajak), sebagai suatu strategi untuk menarik perhatian, atau menekankan isi tertentu agar menjadi perhatian. Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan (ironi), tujuannya untuk melebihkan suatu yang posistif mengenai diri sendiri dan melebihkan keburukan lawan. Interaksi yakni, bagaimana pembicara menempatkan/ memosisikan dirinya di antara khalayak. Ekspresi,
dimaksudkan
untuk
membantu
menonjolkan
atau
menghilangkan, bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Contohnya: ekspresi wajah marah, tersenyum sinis, tersenyum karena terpaksa dan lainnya. Di dalam
66
Ibid, h. 81.
suatu wacana komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok, tetapi juga kiasan, ungkapan, metapora, yang dimaksud sebagai ornament atau bumbu dari suatu teks. Metafora tentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan pikiran, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Wacana yang terkhir yang menjadi strategi level retoris ini adalah dengan menampilkan apa yang disebut Visual Image. Dalam elemen ini ditampilkan dengan menggambarkan detail berbagai hal yang ingin ditonjolkan. 67 untuk melihat retoris atau gaya, dapat dilihat melalui pengulangan dialog pada film Naga Bonar.
67
Ibid, h. 84.
BAB III GAMBARAN UMUM : ASRUL SANI DAN FILM NAGA BONAR Pada bab terdahulu telah diuraikan beberapa kerangka teori digunakan sebagai patokan atau landasan dalam pengkajian penelitian ini. Hingga akhirnya pada bab ini penulis memberikan gambaran umum tentang Asrul Sani dan film Naga Bonar yang hal itu akan dibahas secara khusus dalam bab tersendiri. Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana riwayat hidup sang pengarang cerita dan film Naga Bonar. Sementara itu, bab ini dapat membatu penulis dalam mengidentifikasi beberapa hasil temuan. Sesuai dengan teori wacana model Teun A.Van Djik yang digunakan dalam penelitian ini, menurutnya Van Djik meneliti bukan hanya dari segi teks belaka, namun harus dilihat dari segi kognisi dan konteks sosial para pengarang, sehingga dapat tercipta film tersebut. Dengan demikian maka pentinglah kiranya penulis membahas bab ini secara terpisah, sehingga memudahkan dalam menelusuri apakah ada kaitanya dengan kognisi sosial pengarang dan apakah ada kaitanya juga dengan konteks sosial masyarakat. A. Profil Asrul Sani 1. Riwayat Hidup Asrul Sani lahir di Rao, Sumatar Barat, 10 Juni 1926, Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, Ayahnya adalah seorang raja yang bergelar “Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Sakti Raomapat”. Ia hidup bersama keluarganya dengan sederhana dalam lingkungan pertanian di desa. Sejak kecil ia gemar menikmati karya sastra. Asrul patut berbangga hati karena sebelum
bersekolah, ia sudah mendengar karya-karya terkenal dari Schubert. Selain gemar dengan karya sastra Asrul memelihara bebek, namun setiap hari ia menjual hasil telor bebeknya pada ibunya sendiri. Dari situlah jatuh pilihannya untuk untuk kuliah di kedokteran hewan Universitas Indonesia. namun demikian kegemaran menikmati karya sastra masih terbawa. Setelah tamat dari sekolah Rakyat di Rao, Asrul Sani menuju Jakarta belajar di Sekolah Teknik, kemudian setelah menyelesaikan study nya di sekolah teknik, lalu ia melanjutkan ke Universitas dan masuk ke Fakultas Kehewanan Universitas Indonesia tahun 1955 (yang sekarang dikenal sebagai Institut Pertanian Bogor). Asrul juga Sempat pindah ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia, namun kemudian balik lagi hingga tamat memperoleh titel Dokter hewan. Asrul tertarik dengan dunia mengarang dan mulai mengeluti dunia sinematografi karena persahabatannya dengan Usmar Ismail.68 Seusai Asrul Sani menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia. ia pernah mengikuti seminar Internasional mengenai kebudayaan di Universitas Harvard (1954), kemudian ia pun memperdalam pengetahuan tentang dramaturgi dan sinematografi di Universitas California Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat (1956), dan kemudian Asrul membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958). Panjang perjalanan yang ditempuh Asrul Sani dalam kehidupannya. Setelah itu ia memutuskan untuk menjalin rumah tangga dengan sorang wanita yang ia cintai bernama Siti Nuraini pada 29 Maret 1951 di Bogor. Siti adalah teman Asrul semasa menjadi wartawan dan satu profesi dengannya. Namun
68
Rosihan Anwar, Asrul Sani Pribadi Religius, “Republika” 13 Januari 2004
malang bagi Asrul Sani ia tidak bisa mempertahankan keutuhan keluargannya, dan pada akhirnya ia mengakhiri pernikahannya dengan Siti Nuraini dan menceraikan Siti pada tahun 1961. Asrul setelah bercerai dengan Siti ia pun tidak putus asa, ia masih ingin menjalin rumah tangga yang baru. Akhirnya ia bertemu dengan Mutiara Sarumpaet seorang aktris film layar lebar dan sinetron, 22 tahun lebih muda dan menikahinya pada tanggal 29 desember 1972. Asrul memiliki 6 keturunan dari pernikahannya pertama dam kedua. Bersama Siti Nuraini, Asrul dikaruniai tiga anak perempuan dari pernikahan pertama sedangkan dari pernikahan yang kedua
bersama Mutiara Sarumpaet
Asrul dikaruniai tiga anak laki-laki. Selama hidupnya Asrul Sani hanya mendedikasikan dirinya pada seni dan sastra. Perjalanan yang panjang telah dilalui Asrul Sani pada akhirnya Asrul Sani menghembuskan nafas terakhir tenang tepat di pelukan Mutiara Sani (56 tahun) pada pada hari Minggu, 11 Januari 2004 tepat pukul 22.15 WIB. Malam sekitar pukul 22.15 di kediamannya di Jln. Attahiriah, Kompleks Warga Indah No. 4E, Pejaten Jakarta. Seniman ini wafat setelah kesehatannya terus menurun sejak menjalani operasi tulang pinggul sekitar satu setengah tahun sebelumnya. Sebagai penerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah RI pada tahun 2000 lalu, dia berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun dia berpesan ke istrinya untuk hanya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta SelatanYang pertama, Asrul Sani meninggalkan tiga putra dan tiga putri serta enam cucu, serta istri pertama Siti Nuraini yang diceraikannya dan istri kedua Mutiara Sani Sarumpaet. Dan
akhirnya menyusul juga istrinya di usia 76 tahun meninggal dunia karena usia tua. 69 2. Karir Asrul Sani Asrul Sani sosok seniman kawakan yang antara lain dikenal dan kariernya sebagai Sastrawan mulai menanjak, lewat Sajak Tiga Menguak Takdir bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku di tahun 1950. Dia adalah pelaku terpenting sejarah kebudayaan modern Indonesia. Mereka bertiga bukan hanya menjadi pendiri “Gelanggang Seniman Merdeka”, malahan didaulat menjadi tokoh pelopor sastrawan Angkatan 45. Kumpulan puisi ini sangat banyak tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Cerpennya yang berjudul “Sahabat Saya Cordiaz” dimasukkan oleh Teeuw ke dalam “Moderne Indonesische Verhalen” dan dramanya Mahkamah, mendapat pujian dari para kritikus. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai, bahkan penulis esai terbaik tahun 50-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah “Surat atas Kertas Merah Jambu” (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda). Sesungguhnya bukan hanya bersastra, pada tahun 1945-an itu Asrul Sani yang pernah duduk sebangku dengan sastrawan Pramoedya Ananta Toer sewaktu sekolah di SLTP Taman Siswa Jakarta, bersama kawan-kawan telah menyatukan visi perjuangan revolusi kemerdekaan ke dalam bentuk “Lasjkar Rakjat Djakarta”. Masih di masa revolusi itu, di Bogor dia memimpin Tentara Pelajar, menerbitkan suratkabar “Suara Bogor”, redaktur majalah kebudayaan “Gema Suasana”,
69
Ensiklopedi Tokoh Indonesia, http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/asrulsani/index.shtm. diakses pada tanggal 18 Juni 2008.
anggota redaksi “Gelanggang”, ruang kebudayaan majalah “Siasat”, dan menjadi wartawan pada majalah “Zenith”. Selain penyair Asrul adalah juga penulis cerita pendek, esei, penterjemah berbagai naskah drama kenamaan dunia, penulis skenario drama dan film, serta sekaligus sutradara panggung dan film. Bahkan, sebagai politisi ia juga pernah lama mengecap aroma kursi parlemen sejak tahun 1966 hingga 1971 mewakili Partai Nahdhatul Ulama, dan berlanjut hingga tahun 1982 mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hal itu semua terjadi, terutama aktivitas keseniannya, adalah karena keterpanggilan jiwa sebab meski telah menamatkan pendidikan sarjana kedokteran hewan pada Fakultas Kehewanan IPB Bogor dan menjadi dokter hewan, pada sekitar tahun 1955 hingga 1957 Asrul Sani pergi ke Amerika
Serikat
justru
untuk
menempuh
pendidikan
dramaturgi
dan
sinematografi di University of Southern California Selain karena pendekatan akademis dan romantisme kehidupan pertanian di desa, totalitas jiwa berkesenian terutama film makin menguat pada dirinya setelah Asrul Sani bertemu Usmar Ismail, tokoh lain perfilman. Bahkan, keduanya sepakat mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) yang melahirkan banyak sineas maupun seniman teater kesohor, seperti Teguh Karya, Wahyu Sihombing, Tatiek W. Maliyati, Ismed M Noor, Slamet Rahardjo Djarot, Nano dan Ratna Riantiarno, Deddy Mizwar, dan lain-lain. 70 3. Karya-Karya Asrul Sani Banyak karya-karya dihasilkan Asrul Sani sebagai seniman ternama ini dalam sastra, buku, dan skenario film dan juga sebagai sutradara.
70
Ibit
Adapun karya-karyanya dalam sastra sebagai berikut : 1. Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar dan Rivai Avin, 1950), 2. Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen, 1972), 3. Mantera (kumpulan sajak, 1975), 4. Mahkamah (drama, 1988), 5. Surat-Surat Kepercayaan (kumpulan esai, 1997) Karya-karya Asrul Sani dalam bentuk buku yaitu sebagai berikut ; 1. Buku mengenai Asrul: M.S. Hutagalung, Tanggapan Dunia Asrul Sani (1967) dan 2. Ajip Rosidi dkk. (ed.), Asrul Sani 70 Tahun, Penghargaan dan Penghormatan (1997). Di samping menulis sajak, cerpen, dan esai, Asrul juga dikenal sebagai penerjemah dan sutradara film. Terjemahannya yaitu: 1. Laut Membisu (karya Vercors, 1949), 2. Pangeran Muda (terjemahan bersama Siti Nuraini; karya Antoine de StExupery, 1952), 3. Enam Pelajaran bagi Calon Aktor (karya Ricard Boleslavsky, 1960), 4. Rumah Perawan (novel Yasunarti Kawabata, 1977), 5. Villa des Roses (novel Willem Elschot, 1977), 6. Puteri Pulau (novel Maria Dermount, 1977), 7. Kuil Kencana (novel Yukio Mishima, 1978), 8. Pintu Tertutup (drama Jean Paul Sartre, 1979), 9. Julius Caesar (drama Wiliam Shakespeare, 1979),
10. Sang Anak (karya Rabindranatth Tagor, 1979), 11. Catatan dari Bawah Tanah (novel Fyodor Dostoyeski, 1979), 12. Keindahan dan Kepiluan (novel Yasunari Kawabata, 1980), dan 13. Inspektur Jenderal (drama Nicolai Gogol, 1986). Film yang disutradarainya yaitu sebagai berikut: 1. "Pagar Kawat Berduri" (1963), 2. "Apa yang Kau Cari, Palupi" (1970), 3. "Salah Asuhan" (1974), 4. "Bulan di Atas Kuburan" (1976), 5. "Kemelut Hidup" (1978), 6. "Di Bawah Lindungan Kaabah" (1978), Asrul juga menulis skenario film. Adapun skenario film yang ditulis yaitu ; 1. “Lewat Jam Malam (mendapat penghargaan dari FFI, 1955) 2. “Apa Yang Kau Cari Palupi?” (mendapat penghargaan Golden harvest pada festival Film Asia, 1971) 3. “Kemelut Hidup” (Mendapat Piala Citra 1979) 4. Jendral Naga Bonar (skenario film, 1988),71 C. Profil Film ”Naga Bonar” 1. Crew ”Naga Bonar” Diproduksi oleh : PT Prasidi Tena Film (Bustal Nawawi)
Sutradara
: MT Risyaf
Penulis
: Asrul Sani
Cerita
: Asrul Sani 71
Ibit
Editor
: Karsono Hadi
Artistik
: Radjul
Fotografi
: Sri Atmo
Pemeran
: ¾ Nurul Arifin ¾ Deddy Mizwar ¾ Wawan Wanisar ¾ Roldiah Matulessy ¾ Afrizal Nodo ¾ Nico Pelamoniz ¾ Kaharuddin Syah ¾ Mustafa
Musik oleh
:Frankie Raden
Tahun rilis
:1987
Durasi
: 95 menit
Sekuel
: Naga Bonar (Jadi) 2 Film ini adalah lanjutan Naga Bonar dirilis pada tahun 2007 yang disutradarai oleh Deddy Mizwar. Film ini menceritakan kisah Naga Bonar (Deddy Mizwar) yang pergi ke Jakarta untuk menemui anaknya, Bonaga (Tora Sudiro).
Genre
: Film Komedi
Negara
: Indonesia 72
72
J.B. Kristanto, Katalog Film Indonsia 1926-2005 (Jakarta : Nalar Bekerja Sama Fakultas Film & Televisi dan IKJ serta Sinematek Indonesia, 2005), h. 289
2. Visi dan Misi Film Menjelang akhir 90-an, film Naga Bonar besutan sutradara MT Risyaf pertama kali itu diputar di bioskop, terlepas dari beragam kekasaran dan beberapa bagian yang tampak janggal, dan pada akhirnya kini di tahun 2008, hampir 20 tahun kemudian, film olahan cerita Asrul Sani itu dikemas kembali. Film tersebut direstorasi, karena film seluloidnya sudah banyak bagian yang rusak termakan oleh usia dan kesalahan penyimpanan. Kalaupun ada kualitasnya pun tidak cukup menyegarkan buat mata melihatnya. Film yang dirilis tahun 1987 itu juga di-remastering untuk menyemangati bangsa ini dalam satu abad kebangkitan nasional. Hadirnya
film
“Naga
Bonar”
membawa
visi
dan
misi
untuk
mengembalikan nasionalisme bangsa Indonesia. Tenyata dengan melihat keadaan sekarang, ada yang salah dengan perjalanan nasionalisme bangsa, rasa senasib seperti semasa pergerakan dan kemerdekaan kini kian menipis, persatuan nasional yang dibangun dengan susah payah dalam perkembangannya menunjukkan tandatanda kemunduran. Jika dibayangkan masa depan bangsa Indonesia tanpa nasionalisme tentunya Indonesia “ibarat tubuh tanpa roh”. Disamping itu juga melihat keprihatinan terhadap kondisi perfilman nasional yang kurang memberikan nilai pendidikan dan nilai moral bagi kalangan masyarakat mungkin mendorong upaya mereka ulang film Naga Bonar. Film “Naga Bonar” bisa membangkitkan lagi semangat bangsa ini dan memberikan nilai tambah atas pencerdasan bangsa Indonesia. 73
73
http://www.Samuku.com/content/naga-bonar-1987. di akses pada tanggal 18 juni 2008.
3. Sinopsis Film ”Naga Bonar” Sebuah kisah kocak yang berusaha mengejek kepahlawanan. Dengan latar belakang zaman kemerdekaan. Naga Bonar bekas pencopet tanpa pendidikan, naïf, rela setia kawanya besar, tetapi nekad dan jujur. Tokoh Naga Bonar adalah Seorang pencopet yang pernah mendekam dalam penjara akibat ulahnya sendiri. Namun di dalam sel ia tidak sendiri, sahabat (Bujang) yang selalu mendampingi Naga Bonar dimanapun. Persahabatan yang kuat antara bujang dan Naga, membuat Bujang setia dan rela masuk dalam penjara untuk menemani Naga walaupun sesungguhnya ia tidak bersalah. Setelah keluar dari penjara Akhirnya ia bertemu dengan Mayor Pohan sebagai pejuang bangsa Indonesia pada waktu itu. Naga dipercayai untuk memimpin pasukan untuk melawan belanda. Ia mengangkat dirinya menjadi komandan sebuah laskar dan berjuang melawan Belanda. Ketika itu pasukan pendudukan Jepang mundur pada tahun 1945 dan Belanda berusaha kembali menguasai daerah yang ditinggalkan tersebut. Pada awalnya Naga Bonar melakukan ini hanya sekedar untuk mendapatkan kemewahan hidup sebagai seorang Jenderal, dan Ia mendapatkan kesempatan menyebut dirinya seorang Jenderal di pasukan kemerdekaan Indonesia. Sosok Naga walaupun sebagai Jendral, Naga Bonar tetap patuh dan tunduk kepada emaknya, Naga Bonar juga sangat sayang dengan emaknya sampai ia mengendong emaknya dalam perjalanan pidah ke daerah lain bersama pasukannya. Pada ketika kirana ditawan oleh Meriam, Naga Bonar mengambil alih Kirana sebagai tawanan karena ayahnya dituduh sebagai penghianat bangsa Indonesia dan masuk dalam lingkaran NICA. Kirana sebagai tawanan
diperlakukan baik oleh Naga Bonar. Dan pada akhirnya Naga Bonar jatuh hati kepada Kirana dan berniat untuk mengawini Kirana dalam kondisi perang, serta meminta emaknya untuk melamar. Pada suatu ketika diadakan rapat tentang kenaikan pangkat, Naga Bonar dinobatkan sebagai Jendral pasukan perang dan masing-masing telah mendapat pangkat yang layak, namun terlihat sisi diskriminasi terhadap Bujang yang mendapat pangkat Kopral. Bujang merasa sedih dan tak dihargai dan hasil perjuangannya tidak sebanding dengan pangkat Kopral itu. Dan akhirnya ia bertekat untuk berjuang membuktikan bahwa ia adalah orang yang patut untuk dihargai. Ia pergi dengan berpakaian Jendral milik Naga Bonar dan membawa sebagian pasukan untuk bertempur melawan Belanda. Dan akhirnya Bujang meninggal, tewas dalam pertempuran itu. Sedihlah Naga Bonar ketika kehilangan sahabat sejati yang dicintai. Namun ia tidaklah sendiri masih ada Kirana yang selalu mendampingi dalam keadaan apapun. Dengan keberanianya akhirnya Naga Bonar menjadi tentara yang sesungguhnya, dan memimpin kemenangan Indonesia dalam peperangan.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
Sebelumnya kita telah mengetahui bab-bab terdahulu yang telah membahas sedikit banyaknya tentang teori-teori, riwayat hidup pengarang dan film Naga Bonar itu sendiri. Selanjutnya pada bab IV ini maka penulis akan menguraikan hasil temuan penulis, setelah melakukan pengamatan, penelusuran terhadap film tersebut. Bab ini akan menjadi inti atau ruh dari penelitian yang di dalamnya terdapat beberapa temuan pesan-pesan yang bernilai kebaikan (moral) yang menjadi tema penelitian ini. A. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Analisis Teks Sebagai suatu kajian dan informasi, dalam bab ini penulis akan memaparkan dan mewacanakan hasil temuan data yang terdapat dalam film “Naga Bonar”, kemudian penulis akan mendeskripsikan dan menjabarkan kalimat-kalimat yang mengandung pesan moral. Sesuai dengan teori yang dibahas, dalam menganalisis teks, penulis memfokuskan pada strategi wacana model Teun A. Van Dijk, untuk mengambarkan struktur pragmatik atau kebahasaan dalam film “Naga Bonar” (NB). Menurut Van Dijk, analisis wacana dari segi teks sosial dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : struktur makro (tematik), superstruktur (skematik), dan struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik dan retoris), berikut ini adalah hasil temuan data sesuai dengan teori di atas.
1. Struktur Makro (Tematik) Elemen tematik atau tema menunjukan pada gambaran umum dari suatu teks, dapat juga disebut gagasan inti, ringkasan utama dari teks. Kata tema juga sering disebut topik. Topik mengambarkan apa yang akan disampaikan atau diungkapkan oleh penulis skenario atau komunikator. Dalam pandangan Van Dijk, teks itu tidak menunjukan pada suatu topik tertentu, namun suatu pandangan umum yang koheren yang disebut oleh Van Dijk sebagai koheren global (global coheren). Koheren global ini menekankan, bahwa tema atau topik dari sebuah teks akan didukung oleh subtopik satu dengan subtopik lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini didukung oleh serangkaian fakta atau subbagian yang menunjukan dan mengambarkan subtopik. Dengan adanya subbagian yang mengambarkan subtopik dan subtopik yang didukung tema atau topik akan membuat teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren. Dalam film NB, tema utama yang diambil oleh penulis skenario adalah kegigihan perjuangan pahlawan dalam perang melawan penjajah demi menegakkan Indonesia merdeka. Tema ini terdapat pada scene 8 dan scene 9. Pada scene ini digambarkan dengan jelas suasana peperangan terlihat para pejuang kemerdekaan berlari-lari sambil menembaki para serdadu Belanda dan bersembunyi di semaksemak pinggir jalan raya. Sementara terlihat Naga Bonar memberi perintah kepada pasukan untuk maju dan terus menembak sambil berteriak. Pejuang : “Merdeka.....merdeka!” Lewat film NB yang bertema perjuangan, Asrul Sani ingin menyampaikan bahwa perlunya perjuangan dan penghormatan terhadap sejarah. Bukan itu saja
Asrul Sani bersemangat membuat film-film bertema perjuangan, karena menurutnya tema-tema ini sangat jauh berbeda dengan film-film sebelum perang yang hanya sekedar fantastik alias tidak realistis. Di samping itu ia ingin memberikan
tontonan
bermoral
kepada
masyarakat,
sehingga
dengan
menyaksikan film-film perjuangan dapat menimbulkan kembali semangat dan nasionalisme bangsa yang selama ini semakin menipis. Dalam kerangka Van Dijk tema ini didukung oleh beberapa subtopik, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Adapun subtopik mengandung unsur moral, antara lain: a. Sikap keberanian Keberanian merupakan modal utama seseorang dalam melakukan sesuatu, demi mencapai tujuan yang diinginkan. Apalagi jika dalam sebuah peperangan seperti dalam film NB ini. Hal ini tentunnya menjadi tombak untuk mencapai kemerdekaan dan kemenangan. Untuk membuktikan fakta tersebut, Asrul Sani menunjukkan pada beberapa subbagian yang terdapat dalam scene 13 dan scene 21. Pada scene 13 pasukan Naga Bonar terlihat berani untuk maju, walaupun peluruh serdadu habis menghujam pasukan, namun mereka tidak putus asa. Dalam adegan ini Naga Bonar terlihat memberi perintah pada pasukannya. Naga Bonar : Pasukan tank maju....! Lukman ikut berteriak mengulangi perintah Naga Bonar. Lukman : Devisi tank maju...! Dalam dialog ini jelas menunjukan sikap keberanian sosok pemimpin dalam mempengaruhi pasukan.
Hal ini dikuatkan dalam scene 21, terlihat Naga Bonar menembak dengan pistolnya ke arah serdadu Belanda. Ia menembak dengan santai sambil membaca sajak Mayor Pohan, ia seolah tidak menghiraukan hiru pikuk di sekitarnya. b. Kecintaan dan Kepatuhan Dalam film NB terdapat sikap kecintaan dan kepatuhan yang tercermin dalam sikap Naga Bonar. Dalam hal ini terdapat beberapa sikap kecintaan dan kepatuhan di antaranya adalah : 1. Kecintaan dan Kepatuhan Terhadap Ibu Dalam film ini diperlihatkan tentang kecintaan dan kepatuhan kepada seorang ibu. Hal ini terlihat dalam scene 26. Dalam film ini NB sebagai seorang Jendral yang
memimpin perjuangan selalu memerintah anak
buahnya, namun ia masih memiliki jiwa kepatuhan terhadap ibu. Ia tunduk dan tidak pernah menolak jika ibu memerintahkannya. Misalnya untuk mengambilkan sirih ibunya, bahkan demi cintanya terhadap ibu Naga rela mengendong ibunya ketika pindah bersama rombongannya. Sosok Naga di sini diperlihatkan tidak sombong dengan pangkat yang diberikan kepadanya, ia tetap mematuhi perintah ibunya walaupun memiliki pangkat Jendral. Ibu baginya adalah segala-galanya, karena di dunia ini hanya ibu lah yang dimilikinya. Hal ini terlihat dalam kutipan di bawah ini ; Naga Bonar membelakang ibunya sambil berjongkok. Naga Bonar : “ Naik mak..!” Naga Bonar mengendong ibunya tertinggal di belakang. Pasukan kelihatan terus berjalan.
Hal ini adalah wujud cinta dan kasih sayang seorang anak terhadap ibu. Kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah melunturkan semangat anaknya. Selain itu di bawah ini dapat dilihat dialog yang menunjukkan kepatuhan Naga terhadap ibunya. Ibu Naga Bonar
: “ Mau kemana kau Naga? “
Naga Bonar memutar kepala mencari dari mana asal suara itu datang. Naga Bonar
: “ Ada perlu sebentar mak.”
Nampak Ibu Naga Bonar berdiri dibalik pohon tidak jauh dari rumah Kirana Ibu Naga Bonar : “ Tolong bawakan sirih. Sirih yang diambilkan si Bujang sudah busuk” Naga Bonar : “ Ya Mak..!” Hal ini terlihat patuhnya Naga Bonar terhadap ibunya, dan ia pun tidak mungkin menolak perintah ibunya. 2.
Kecintaan dan Kepatuhan Kepada Negara Di samping kecintaannya terhadap ibunya ternyata dalam sosok Naga Bonar masih tersemat kecintaan terhadap negara yang tak akan usang. Dalam film ini dijelaskan sebagai pejuang kemerdekaan Naga Bonar memiliki jiwa kepedulian terhadap bangsa. Perjuangan inilah bukti kecintaannya terhadap negara tercinta. Ia rela berkorban dan gigih berjuang walaupun harus mempertaruhkan nyawa dan air mata, tetapi ia tetap ikhlas melawan penjajah Belanda demi menegakkan kemerdekaan Indonesia. Ia adalah sosok yang sangat menghormati bangsa dan Bendera merah putih. Hal dibuktikan oleh Naga Bonar, ketika dalam perang ia tak lupa untuk tetap menegakkan dan menancapkan bendera merah putih
sebagai lambang di antara batas peperangan Indonesia dengan Belanda. Ia menunjukan betapa kuat dan beraninya Indonesia untuk menang. Dalam film ini terdapat pada akhir cerita dan terlihat pada scene 78 yang mengambarkan wilayah perang di puncak bukit, seorang pasukan Naga Bonar menancapkan Benderah merah putih dan Lukman meletakkan dua bangku berhadapan sebagai tempat duduk Naga Bonar dan Kirana menghadap musuh. c. Kekuatan Persahabatan Tidak diragukan lagi jika berbicara tentang persahabatan. Persahabatan antara Naga dan Bujang di tengah peperangan yang memiliki nasib yang sama, karakter yang berbeda namun kekuatan persahabatan mereka dilandasi kesabaran, kesetiaan, manjadi harga paling penting bagi perjalanan hidup mereka. Bujang misalnya ia selalu mendampingi Naga sahabatnya, bahkan ia rela berada dalam tahanan untuk menemani Naga dalam penjara padahal sebenarnya Bujang tidak tertangkap. Hal ini terdapat pada scene 66, dapat dilihat dari dialog di bawah ini : Naga Bonar : “Itupun betul juga, tapi aku kini sendiri dia lah kawan yang paling setia kalau aku masuk penjara dulu, dia ikut masuk, biarpun ia tidak ikut tertangkap. Sebab dalam penjara makanan tak usah dibayar. Sekarang habis…..”
Di samping itu juga terlihat dalam scene 32, persahabatan mereka, bukan hanya sebatas teman biasa, namun lebih dari saudara bagi mereka. Bujang selalu membantu Naga dalam berbagai hal, baik dalam perang, cinta, dan penghargaan. Bagi Naga, Bujang sebagai tempat mengadu atas segala keluh kesah, sehingga ia tidak ingin kehilangan sahabat sejatinya. Hal ini telihat
dalam dialog Naga dan Bujang ketika kekecewaan Bujang terhadap Naga, hingga membuat Bujang ingin pergi jauh dari sisi Naga, namun Naga tidak ingin jika Bujang meninggalkanya dalam keadaan perang. Naga lebih baik mati dari pada harus berpisah dengan Bujang sahabat sejatinya, hal ini terdapat dalam kutipan dialog di bawah ini: Naga Bonar
: “ Kalau kau mau pergi juga, ini pistol !”
Ia mencabut pistolnya lalu menyerahkan pada Bujang Bujang : “Buat apa ?” Naga Bonar : “Kau tembak aku dulu baru kau pergi “ Bujang terdiam. Ia memandang kepada pistolnya yang ada ditangannya, pistol itu ia kembalikan kembali pada Naga Bonar. Naga Bonar menerima pistol itu Dan sebaliknya Naga juga selalu membela Bujang ketika ia dipojokan oleh teman-temannya. Ketika kenaikan pangkat Bujang diberi kopral oleh Lukman, Bujang
merasa kecewa terhadap teman seperjuangan, namun Naga tetap
membelanya agar Bujang mendapat pangkat yang sewajarnya. Dalam dialog ini terlihat hanya Naga yang nampak peduli terhadap Bujang. Hal ini terlihat dalam scene 31 dan dialog di bawah ini : Lukman Murad Lukman Naga Bonar
: Kalau bang Murad pangkatnya Kolonel “…..Barjo, Letnan Kolonel : Setuju : “ Kalau aku Mayor saja cukuplah. Tapi beras masuk urusan ku “ Urusan pangkat selesai” : “ Belum. Bujang bagaimana?
d. Ketulusan Cinta dan Kesetiaan Dalam sosok Naga Bonar ini digambarkan ketulusan cintanya pada Kirana (Nurul Arifin) perempuan yang jadi tawanannya semasa bergerilya dan ia
berusaha untuk menjadikan sosok Kirana sebagai pendamping hidupnya hingga akhir hayat nanti. Di samping itu juga, ketika di tengah kesedihan, penyesalan diri dan keterpurukan diri akibat kematian seorang sahabat, ternyata kesetiaan seorang wanita menawan Naga dan memberi semangat baru untuk tetap berjuang dalam keadaan apapun. Kesetiaan seperti ini sangat membantu Naga untuk bangkit kembali dari takdir. Hal ini terlihat dalam sosok Kirana, walau dalam keadaan galau, Kirana rela untuk selalu mendampingi Naga dalam pertempuran ini. Dialog ini terdapat dalam scene 66 dan berikut kutipannya : Naga Bonar : “Itupun betul juga, tapi aku kini sendiri dia lah kawan yang paling setia kalau aku masuk penjara dulu, dia ikut masuk, biarpun ia tidak ikut tertangkap. Sebab dalam penjara makanan tak usah dibayar. sekarang habis aku, aku sendiri.... Kirana
: “Tidak. Aku masih ada, kau tak sendiri’
Naga Bonar :“Aku harap juga begitu. Tapi mak sudah bicara padamu. Katanya...” Kirana :”Aku tak peduli kata mak mu, ya aku tak peduli. Aku akan dampingi kau sampai kapan pun“ Hal demikian merupakan gambaran betapa Naga Bonar memiliki nilai-nilai tersebut. e. Takdir dan Kepasrahan Kematian adalah takdir dan sudah menjadi ketetapan Allah SWT. Hal itu tidak bisa terelakan lagi, setiap manusia di bumi pasti akan merasakan apa itu kematian. Tetapi bukannya kematian itu, menjadi penghalang untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Tetapi jadikanlah kepasrahan itu yang sebagai keteguhan iman dan cara agar selalu tawakal kepada Nya. Dalam film ini terlihat ketika kematian Bujang dalam perang, Naga merasakan kesedihan
yang mendalam, penyesalan karena tidak menghalagi Bujang. Namun apa hendak dikata, musibah ketika itu sedang bersama Bujang. Kalau sudah ajal, bukan saja Bujang, Jendral pun bisa mati. Hal ini terlihat dalam dialog Naga dan Kirana, Kirana nampaknya memberi nasihat kepada Naga Bonar, dialog ini terdapat dalam scene 66 dan berikut kutipannya : Naga Bonar duduk berhadapan dengan Kirana, wajah Naga masih kelihatan sedih. Kirana
:“Kau jangan terlalu sedih Naga. Apalagi dalam perang.
Naga Bonar :“Betul-betul. Jangankan Kopral, Jendral juga mati. Tapi yang ku sedihkan bukan Kopral mati, itu cuma bikinan si Lukman. Tapi karena si Bujang, Aku sudah bilang sama dia, jangan bertempur, dia bertempur juga. Itulah ! sekarang dimakan cacing dia. Kirana
: “Sudah begitu suratan tangannya, mau apa kita ?”
Hal demikian menujukan kepada kita, bahwa kematian dan ajal itu pasti akan menjemput, tetapi sekarang apa pesiapan kita untuk menunggu ajal itu ? oleh karena itu kita mempersiapkan bekal diri untuk menghadapi ajal masingmasing. 2. Superstruktur (Skematik) Skematik adalah suatu teks atau wacana yang umumnya mempunyai skema/alur dari awal sampai akhir. Secara keseluruhan, bagunan alur cerita dalam film NB telah sempurna, dalam arti dari suatu peristiwa ke peristiwa lain membentuk satu kesatuan arti. Para penonton akan disodorkan dan disajikan pada suatu nilai pemahaman tentang arti pentingnya perjuangan, keberanian dan tangung jawab serta kepemimpinan, sebagai rakyat Indonesia di tengah peperangan untuk menegakkan kemerdekaan, kebenaran, dan pembebaskan penindasan terhadap rakyat dari penjajah. Superstruktur atau skematik terdapat
tiga kategori yang tersusun dalam struktur seperti inti cerita, plot dan struktur cerita. a. Inti cerita Inti cerita adalah isi cerita yaitu hal yang paling penting dalam film Naga Bonar tersebut. Dalam inti cerita ini adalah kisah perjuangan pahlawan Naga Bonar, tokoh rekaan Asrul Sani. Dikisahkan, Naga Bonar bukan sosok yang terpelajar. Ia hanya seorang mantan copet yang tergerak maju ke medan perang demi mempertahankan Tanah Air dari usaha pendudukan kembali pasukan penjajah. Ia mendaulat dirinya menjadi seorang Jendral untuk memimpin pasukan kemerdekaan Indonesia di wilayah Sumatera Utara. Dengan pangkat jendral itu, awalnya ia berharap bisa menikmati segala kemewahan. Tapi, kenyataan justru lain, Naga Bonar menjadi pahlawan sesungguhnya dan menang dalam perang. b. Plot Plot adalah jalan cerita dari awal, tengah, dan akhir. Biasanya mengunakan struktur tiga babak ; yakni babak awal, konflik dn revolusi. 1. Babak Awal Sang penulis cerita Asrul Sani dalam film ini membagun lewat pendiskripsian keadaan peperangan melawan Belanda. Ia mengambarkan keadaan Medan ketika itu sebagian besar daerah sudah dikuasai oleh Belanda. Daerah yang awalnya tenang, damai kini harus terusik dengan kehadiran pasukan Belanda yang ingin menguasai seluruh kawasan di negeri ini. Dalam babak ini Asrul menyodoran gambaran kehidupan masyarakat Indonesia sebelum kemerdekaan diproklamasikan. Ketakutan
kecemasan, dan letusan peluru tidak asing lagi bagi mereka. Namun demi keselamatan keluarganya, mereka terpaksa harus pindah dari Desa tersebut, dan mencari titik aman untuk berlindung dari serangan Belanda. Asrul juga memberikan inspirasi kepada penonton tentang rekaan tokoh Naga Bonar dalam film ini. Naga Bonar adalah bekas pencopet yang baru saja keluar dari penjara, namun ia seorang yang jujur, pemberani, cedik dan pintar walaupun ia sebenarnya tidak pernah bersekolah. Di tokoh ini Asrul mendiskripsikan arti perjuangan, kepemimpinan dan kerjasama untuk mencapai kemenangan. Pengabdian dan pengorbanan terhadap negara terlihat dalam sikap Naga Bonar dan teman-teman perjuangan. Di samping itu digambarkan pula persahabatan yang kuat antara Naga dan Bujang. Tokoh Bujang dalam film ini memberi inspirasi tetang sahabat setia. Pada babak awal ini Naga dan Bujang keluar dari penjara, atas nama sahabat Bujang rela mendampingi Naga masuk dalam penjara, walaupun sebenarnya Bujang tidak tertangkap. Hingga akhirnya mereka temu dengan Bang pohan seorang aktivis kemerdekaan Indonesia.
Dalam
keadaan bimbang arah tujuan, Naga dan Bujang teringat dengan Bang Pohan. Naga dipercaya untuk memimpin laskar perang dari Medan. Awalnya Naga berpikir ini hanya untuk kesenagan saja, namun ternyata dari sini ia merasa dihormati oleh pasukannya. Naga mampu membentuk kekompakan dan semangat tinggi teman-teman seperjuangan seperti sosok Lukman lulusan HBS, ia mempunyai dedikasi tinggi dalam berperang sehingga ia diberi tangung jawab sebagai juru bicara laskar perang pimpinan Naga Bonar. Murad bekas penjual kopi, namun semangat
berjuangnya juga tinggi, dan Kirana sosok wanita cantik bekas anak seorang dokter yang dituduh sebagai penghianat (masuk dalam NICA) dan menjadi tawaan pasukan Naga Bonar, namun pada akhrinya Naga jatuh hati kepadanya dan ingi menikahinya. Dan masih banyak kekonyolan yang ditujukan oleh para pemain film ini. 2. Babak Konflik Babak di mana muncul berbagai konflik. Pada babak ini penulis cerita film “NB” juga berhasil menampilkan suatu yang mengugah penonton dan menyemangati penonton. Konflik bermula ketika diadakan perundingan tentang kenaikan pangkat. Naga diberi pangkat Jendral, Parjo sebagai Letnan Kolonel, Murad sebagai Kolonel, Lukman sebagai Mayor sedangkan Bujang sebagai Kopral. Dari sini Bujang merasa tersisih dari teman-temanya karena ia diberi pangkat Kopral, ia merasa tak dihargai dan menurutnya pangkatnya tidak sebanding dengan perjuangannya. Ia minta kepada sahabatnya Naga untuk mendebat Lukman, namun sayangnya Naga tidak berasil. Kekecewaan Bujang kepada Naga dan teman-temanya menjadikan Bujang bertekad untuk menujukan bahwa ia adalah seorang pejuang yang pemberani dalam perang. Menurutnya berbeda dengan Lukman, ia takut ketika peluru menerjang. Akhirnya Bujang nekat untuk berujang tanpa restu dari Naga terlebih dahulu sebagai pemimpin perang. Bujang mencuri baju Jendral milik Naga dan memakainya. Kemudian membawa 10 pasukan untuk menyerang Belanda di Parit Bundar. Pada perang itu akhirnya Bujang tewas dengan tembakan di dada. Mendengar Bujang tewas, Naga merasa sendih dan bersalah atas kematian Bujang.
Kematian Bujang dalam film ini adalah puncak konflik dalam laskar perang pimpinan Naga Bonar, karena Bujang telah melakukan kesalahan hingga melenyapkan nyawanya. Bujang juga mengingkari pejanjian dengan Belanda untuk tidak melakukan genjatan senjata. 3. Babak Resolusi Penyelesaian akhir cerita dalam film ini digambarkan setelah kesedihan Naga atas tewasnya sahabat Bujang. Naga pun bercerita kepada Kirana tentang kesedihannya, namun Kirana pun memberi tanggapan baik pada Naga bahkan Kirana menyatakan sedia untuk mendampingi Naga sampai kapan pun sebagai penganti Bujang, termasuk menjadi istri. Pernyataan Kirana ini membuat Naga bahagia karena ia bisa mempersuting anak Dokter yang cantik jelita. Kirana ikhlas menerima Naga apa adanya walaupun ibu Naga membeberkan kejelekan Naga. Hingga apa akhirnya Belanda mengingkari perjanjian yang telah dibuat sendiri pada Indonesia. Belanda menyerang pasukan Indonesia, namun Naga tidak gentar dengan didampigi Kirana Naga melakukan pertempuran dengan pasukan Belanda dan pada akhirnya membawa kemenangan. Belanda mundur dan mengakui kekalahannya dan pasukan Naga Bonar menang. Cerita film ini diangkat untuk memberikan gambaran tentang perjuangan para pahlawan dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. Maka dari itu kisah yang disajikan mengungah kita rasa ingin tahu tentang perjuangan dan film ini menyatu dengan penonton, dengan bahasa koncak, logat batak kental, sehingga tidak menegangkan penonton dan penonton pun seolah-olah berada masa perjuangan dan ikut dalam perang kemerdekaan Indonesia. Film ini dapat
memberi pejaran bagi kita sebagai penerus Bangsa Indonesia untuk meneruskan perjuangan. c. Struktur Cerita Dalam struktur cerita di sini terdalam beberapa hal yang penting untuk diamati yaitu pembagian cerita (scene), pembagian adegan (sequence), pemilihan adegan pembuka (opening), anti klimaks (penyelesaian masalah) dan adegan penutup (ending). 1. Pembagian cerita (scene) : Dalam film tersebut pembagian cerita terdiri dari 80 scene yang ceritanya terus merunut dan berkelanjutan. Namun tempat pengambilan gambar atau lokasi selalu berpindahpindah. 2. Pembagian adegan (Sequence) : Dalam film tersebut pembagian adegan terdiri dari 5 sequence. Adegan ke-1 merupakan awal cerita, digambarkan keadaan penjara dan mulai bergabungnya Naga Bonar dan Bujang dalam laskar perang hingga ia dipercayai menjadi pemimpin pasukan. Adegan ke-2 digambarkan pasukan dan penduduk pindah ke markas di kawasan kampung yang lebih aman. Dalam sequence ini mereka memulai kehidupan baru untuk mempersiapkan segala macam kekuatan untuk melawan belanda.
Adegan ke 3
digambarkan keadaan santai dari kegiatan peperangan para penduduk dan prajurit nampak kehidupan mereka lebih aman dan damai. Adegan ke-4 ini adalah kelanjutan dan terjadi beberapa konflik yang terjadi pada pasukan Naga Bonar. Adegan ke-5 merupakan bagian akhir cerita. Digambarkan persiapan pasukan perang untuk maju menyerang
Belanda sampai akhirnya perang dimulai yang menghasilkan menang oleh pasukan Indonesia. 4. Adegan pembuka (Opening) : Pemilihan adegan pembuka penulis skenario adegan dimulai nampak bendera Jepang berkibar di puncak tiang. Di depan Pos penjara Jepang terlihat kawat berduri dengan empat serdadu Jepang berdiri tegap. Terlihat sosok Naga Bonar dan Bujang keluar dari penjara dengan wajah kusam. Akhirnya mereka melihat Bendera Merah Putih yang menunjukan telah diplokamirkan kemerdekaan. Kemerdekaan pada waktu itu berseutuhnya walau di Jakarta telah merdeka, namun di Sumtra Utara ternyata masih terjadi genjatan senjata. Adengan ini yang dipilih untuk mengawali cerita film NB. 5. Anti klimaks (penyelesaian masalah) : Dalam penyelesaian masalah dalam konflik di film NB, bermula tewasnya Bujang sahabat Naga dalam pertempuran, di sini terlihat Naga begitu sedih, namun Kirana sosok wanita ang sangat dicintai Naga mampu menghibur kembali Naga sehingga membangkitkan semangat juang yang tinggi. Asrul memberikan gambaran dalam penyelesaian masalah cukup sederhana, namun sangat menyentuh. 6. Adegan Penutup (Ending) : Ending dalam film NB, yaitu nampak seluruh pasukan dan penduduk berbaris mendengarkan ultimatum serta arahan Jendral Naga Bonar untuk maju menyerang penjajah, di sebalik terlihtat Ibu Naga tersentum dan bangga terhadap anaknya, yang dulunya berprofesi sebagai pencopet ternyata memiliki kecintaan
kepada negara dan mampu memimpin pasukan perang. Di adengan ending ini pasukan Naga menyerang penjajah
Naga dengan
didampingi Kirana nampak bersemangat, segala kekuatan dikerahkan sehingga menang pun di tangan mereka. Akhirnya musuh mengakui kalah dan mudur. Dengan sumingrah pasukan Indonesia mengucapkan “Merdeka....merdeka...!” Skematik juga berurusan dengan judul pemberian judul berdasarkan tokoh rekaan Asrul Sani, yaitu Naga Bonar, seorang tokoh pejuang Batak, yang jujur, rendah hati, naif namun memiliki kemampuan memimpin, tokoh ini boleh saja terlihat tampak bodoh, tapi, di balik itu semua, ia sosok yang memiliki nilai-nilai hidup yang luhur, ia memiliki nasionalisme yang tinggi terhadap negara, kecintaannya terhadap Mak-nya, persahabatannya dengan si Bujang, dan ketulusan cintanya pada Kirana
perempuan yang jadi tawanannya semasa
bergerilya. Hal demikian merupakan gambaran betapa ia memiliki nilai-nilai tersebut. 3. Struktur Makro a. Semantik Semantik adalah studi linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Mansoer Petada mengartikan semantik adalah studi tentang makna.74 Elemen yang terdapat dalam simantik adalah : 1. Latar
74
Mansoer Petada, Semantik Leksikal (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), Cet. Ke-1, h. 7
Merupakan bagian teks yang terdapat mempengaruhi arti yang ingin disampaikan, latar merupakan cerminan dari ideologi
komunikator. Latar
dipilih untuk menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa.
a. Latar pertama Latar pertama Asrul Sani memilih lokasi/ tempat cerita ini berlangsung terletak propinsi Sumtra Utara, Ibukota Medan yang secara langsung menunjukan komunitas masyarakat Batak. Cerita ini mengisahkan masa dimana Indonesia sedang dijajah oleh Belanda dan Jepang sekitar tahun 40-an.
Kemudian
di
tahun
1945
pada
akhirnya
kemerdekaan
diplokamirkan di Jakarta oleh Presiden Sokarno. Namun kemerdekaan untuk bangsa Indonesia belum seutuhnya, di Medan masih terjadi perang dan Belanda masih tetap menguasai wilayah Medan. Pada ketika itu pasukan perang Indonesia pimpinan Naga Bonar terus berjuang dan berusaha menaklukan Belanda mencapai Indonesia Merdeka. Pasukan Indonesia bersembunyi mencari titik aman di kawasan pengunungan, lembah, semak dan terlihat hutan. Seluruh pasukan dan penduduk dipindahkan dan bermarkas di kawasan tersebut. Dengan rumah pangung berdinding papan terlihat sangat sederhana mereka pun hidup dan penduduk dapat beraktivitas seperti biasanya, misal berjualan, berternak, sedangkan untuk bertani penduduk tidak bisa, karena ladang mereka tinggalkan demi keselamatan. b. Latar kedua
Dalam latar ini Asrul mencoba memberikan gambaran yang jelas tentang perjuangan, kegigihan dan keberanian serta pentingnya nasionalisme kepada bangsa dan Negara. Hal ini terlihat bahwa pasukan Naga Bonar berhasil mengalahkan dan mengusir penjajah dari kawasan mereka, Asrul juga menjelaskan kekuatan yang dasyat dari para penjuang dan pahlawan walaupun hanya sedikit pasukan dan dengan peralatan seadanya bila dibandingkan Belanda yang memiliki kelengkapan perang, namun pasukan Indonesia menang. c. Latar ketiga Latar ini menjelaskan, tokoh rekaan Asrul Sani, yang menjadi simbol dari tiga tema besar tersebut. Dikisahkan, Naga Bonar bukan sosok yang terpelajar, ia hanya seorang mantan copet yang tergerak maju ke medan perang demi mempertahankan Tanah Air dari usaha pendudukan kembali pasukan penjajah. Ia mendaulat dirinya menjadi seorang Jendral untuk memimpin pasukan kemerdekaan Indonesia di wilayah Sumatera Utara. Dengan pangkat Jendral itu, awalnya ia berharap bisa menikmati segala kemewahan. Tapi, kenyataan justru lain. Naga Bonar mampu memimpin dan berhasil memperoleh kemenangan. Dalam latar ini Asrul melihatkan kelebihan Naga Bonar. Walaupun terlihat tampak bodoh, namun ia sosok yang memiliki nilai-nilai hidup yang luhur. Kecintaannya terhadap Ibunya, persahabatannya dengan si Bujang, dan ketulusan cintanya pada Kirana. 2. Detail
Merupakan kontrol informasi yang disampaikan komunikator/ pengarang dan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya, dan menampilkan jumlah yang sedikit informasi yang merugikan dirinya, penulis cerita dalam film ini sebagai komunikator tidak menampilkan informasi yang menguntungkan dirinya, karena penulis cerita tidak mengunakan dirinya sebagai tokoh dalam film ini, namun ia mengunakan tokoh rekaan tersendiri, yaitu Naga Bonar.
Film dimulai dengan setting si Naga Bonar beserta
sahabatnya (si Bujang) yang baru saja keluar dari penjara dengan wajah lusuh dan kumal. Sempat-sempatnya, ketika diperjalanan mereka bertemu dengan serdadu Jepang, si Naga mencopet jam tangan yang dipakai serdadu itu. Saat itu, Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, namun walau telah merdeka, dalam kenyataannya belum 100% merdeka ketika itu. Tentara Belanda berusaha kembali menjajah dengan membonceng tentara sekutu. Di saat seperti itu, meskipun dengan masa lalu gelap sebagai pencopet, si Naga masih cinta pada Tanah Airnya dengan ikut berjuang mengusir penjajah dan dipercayai memimpin serta mengangkat dirinya menjadi laskar komandan dan menyebutkan dirinya sebagai Jendral. Usahanya tak sia-sia, sebagai pejuang dia sukses. Ia bersemangat berperang dan terlihat memiliki banyak anak buah, si Bujang pun dia angkat sebagai asistennya, setiap harinya Naga berserta teman-temanya memikirkan bagaimana cara untuk menaklukan penjajah hingga akhirnya menuai keberhasilan. Dari sini Naga telah meniatkan hati untuk berubah menjadi orang yang baik dan meninggalkan berbuatan tercela. Untuk merubah kebiasaan ini, Naga dibantu oleh sosok wanita yang dicintai (Kirana), ia memberikan motivasi serta menaruh harapan kepada Naga untuk
menjadi orang yang baik dan suami yang baik. Naga pun menerima hal itu, ia berjanji tidak akan mencopet lagi. Ibu nya pun masih tidak percaya kenyataan ini, dia tetap saja menganggap si Naga masih dalam kehidupan gelapnya sebagai pencopet. Hingga akhirnya Naga menunjukan kepada Ibu, dengan perang yang dipimpinnya berhasil menang. Di sini Asrul memberi informasi setiap orang bisa berubah kebiasaan, asal dilandasi niat yang kuat, dan setiap orang jahat pasti ia masih memiliki sisi kebaikan. 3. Maksud Merupakan elemen yang melihat apakah teks atau cerita yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit dan emplisit. Elemen maksud dalam film NB ini disampaikan secara eksplisit dan terbuka. Salah satu teks yang terdapat dalam film ini adalah mengenai penjelasan tentang arti perjuangan hidup dan arti arti berkorban. Dalam film ini jelas sekali karena film mengambarkan bukan lewat dialog saja, namun lewat visual (gambar) dan kemudian diperjelas lewat dialog. Hal ini terlihat di scene 13 dalam adegan di bawah ini: Kelihatan Naga Bonar di atas kuda serta meneropong ke arah jalan sekarang penampilan sudah berbeda. Ia memakai topi vilt yang pakai jambul. Dibagian samping topi itu kelihatan korkade Merah Putih yang terbuat dari kain dan dipingangnya diikat dengan kain merah putih pula dengan kancelananya dril. Dan di kakinya kelihatan sepatu tinggi dan dipingangnya terselip pedang samurai panjang. Dan di kiri kanan pingannya tergantung holster yang berisi pistol, sedangkan di bahunya terselempang bandolir berisi peluru-peluru senapan. Kemudian di sampingnya berdiri Lukman, juga mengenakan pakaian perjuangan, dan begitu juga Murad dan Barjo, serta Bujang. Melalui teropong kelihatan iringan konvoi Belanda. Terlihat Naga Bonar memberikan perintah kepada pasukannya Naga Bonar
: Pasukan tank maju....!
Lukman berteriak mengulangi perintah Naga Bonar Lukman : Devisi tank maju...! Dari adegan ini sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks dan dialog tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu penonton akan cepat mengerti dan paham apa maksud adegan tersebut tidak perlu mencari kesimpulannya. Di samping itu juga maka dikuatkan dalam adegan di bawah ini : Naga Bonar menembak dengan kedua pistolnya ke arah serdadu Belanda yang tadi menyusup dan kini sudah mendekati posisinya. Ia pun menembak dengan santai sambil membaca sajak bang Pohan Naga Bonar : Hai bangsa Indonesia bangkitlah semua Negeri kita sudah merdeka Adegan-adegan di atas memperkuat tema utama dalam film NB, sehingga mudah untuk dipahami maksud dari film tersebut. b. Sintaksis Sintaksis adalah perbincangan mengenai bahasa kalimat.75 Dalam hal ini adalah bagaimana sebuah kata atau kalimat disusun sehingga menjadi suatu kesatuan arti. Elemen dari sintaksis adalah : 1. Koherensi Merupakan pertalian antara kata atau kalimat, biasanya dapat diamati dengan memakai kata penghubung (konjungsi) : dan, tetapi, lalu, karena, dari pada, dan sebagainya. Dalam film NB ada beberapa kata penghubung yang digunakan dalam dialog, adapun kata penghubung “tetapi” digunakan sebanyak 16 kali, kemudian kata penghubung “lalu” sebanyak 7 kali dalam dialog, kata penguhung “dan” hanya 1 kali, sedangkan kata 75
Joel Daniel, Sintaksis (Jakarta : Gramedia, 1993), cet. Ke-2, h.1
penghubung “dari pada “ sebanyak 2 kali. Jadi kata penghubung yang paling banyak dan sering digunakan adalah kata “tetapi”. Hal ini terlihat dalam dialog di scene 42 berikut kutipannya: Mariam
:“Aku Pernah Mencari dia, tetapi aku didahului orang
yang tertinggal hanya roti dan keju. Tapi aku tidak pernah lupa hinaan itu”. Naga Bonar : “Aku juga tidak”. Penempatan kata “Tetapi“ pada keterangan di atas mempunyai fungsi sebagai kata penghubung antar kalimat satu dengan yang lainnya. Fungsi dari kata “ tetapi” pertama berfungsi menjelaskan kita bahwa tokoh Mariam teman Naga mempunyai harapan untuk bertemu dengan Kirana. Sedangkan kata “tetapi” yang kedua dalam dialog di atas, justru mempertegas bahwasannya ia tidak rela orang lain mendahuluinya bertemu dan membawa kirana, hingga ia tidak bisa bertemu dengannya. 2. Bentuk Kalimat Segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, menjelaskan tentang proposisi diatur dalam satu ragkaian kalimat. Maksudnya proposisi mana yang akan ditempatkan di awal atau di akhir kalimat. “Naga Bonar“ : Kau Kemari mengambil dia Bentuk kalimat : Kau Kemari Mengambil Dia
S
Ket
P
O
Kutipan berikut dapat menjelaskan dan membedakan mana objek, subjek, prediket, dan keterangan. Dalam film NB mengunakan pola deduktif-induktif yaitu dari umum ke khusus. Hal terlihat awal dari cerita dari film ini, mengambarkan kondisi
peperangan dengan perlawanan senjata antara pasukan Naga Bonar dan pasukan Belanda. Dan kemudian Belanda pada akhirnya mundur. Namun kemudian diceritakan kembali beberapa konflik yang terjadi dalam pasukan dan dalam diri Naga Bonar sendiri yang menunjukan mangkin meyempitnya cerita film ini. Di samping itu Dalam film NB bentuk kalimat belum mengikuti ejaan EYD dengan baik dan benar. Karena film ini lebih banyak mengunakan bahasa Melayu-Batak dan bernilai kesukuan. Jadi Asrul dalam film ini tidak memakai bahasa baku dan tidak terlalu menekankan pengunaan EYD, namun yang ditekankan adalah maksud dari film tersebut. 3. Kata Ganti Merupakan alat yang dipakai oleh komunikator atau penulis cerita film untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam wacana, misalnya dengan mengungkapkan sikap dan prilakunya. Dalam film NB, Adapun kata ganti orang kedua “kamu”, dalam dialog diganti dengan kata ganti “Kau”sebanyak 110 kali. Dan sebagai pangilan dalam cerita Naga Bonar mengunakan kata ganti “Abang” sebanyak 90 kali. Sedangkan kata yang digunakan Asrul dalam menyebutkan tokoh ciptaannya Naga Bonar dengan kata “Jendral” kata ini dipakai sebanyak 37 kali. Kata ganti ini diambil dari pangkat Jendral yang disepakati pasukannya. c. Stilistik Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia (style). Melihat dari dialog dalam film NB tidak mengunakan bahasa Indonesia sebagaimana mestinya. Film ini
mengunakan bahasa Melayu dengan intonasi bahasa Batak yang kental. Namun walaupun Asrul dalam film NB menekankan unsur primodialisme kesukuan, akan tetapi bahasa yang dipakai mudah dimengerti dan dipahami. Menurut sejarah, bahasa melayu adalah bahasa yang dijadikan bahasa persatuan, yang sekarang menjadi bahasa Indonesia. Dengan demikian walaupun film NB mengunakan bahasa Melayu-Batak, akan tetapi masih dapat dipahami oleh penonton, yang membedakan hanya intonasi dan gaya bicara. Dari sini Asrul mulai berusaha memberi tontonan yang menarik konyol dan lucu namun mendidik dan memiliki unsur budaya. Di samping itu ada beberapa hal bahasa yang dianggap baik dan ada juga bahasa buruk untuk mengungkapkan ejekan. Bahasa baik dalam film NB, yaitu ketika Kirana memberikan nasehat kepada Naga. Seperti terlihat dalam scene 65 dalam dialog di bawah ini. Kirana
: Kau Jangan terlalu sedih, Naga. Setiap orang pasti mati, apalagi dalam perang.
Sedangkan bahasa yang buruk berupa ejekan. Hal ini terlihat dalam dialog di bawah ini: Lukman
Murad Lukman
: Kopi apa ini, Murad. Itulah kalau Guru sekolah buka kedai kopi, mana kopi mana lumpur. : Jangan banyak cakap kau Lukman, air selokan ku kasihpun kauminum. : Jangan begitulah Murad. Biarpun buruk begini aku anak HBS
Di samping itu dalam film ada mengunakan kata “ dimakan cacing” yang menunjukan arti tewas atau meninggal. Dalam film biasanya Asrul Sani, ia selalu menggunakan bahasa Indonesia yang sangat ekspresif misalnya dalam film-film perjuangan yang ditulisnya, bahasa yang digunakan cenderung bercorak
propagandis dan pedagogis (atau dalam bahasa ‘agama’: dakwah). Hal ini tentunya berasal dari tradisi sastranya yang kuat dan kondisi Indonesia saat itu yang baru saja merdeka. d. Retoris Retoris adalah gaya yang diungkapkan untuk menyatakan intonasi dan penekanan. Dalam retoris mengunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi (seperti sajak), ejekan (ironi). Dalam film NB ada beberapa kata aliterasi atau sajak yang itu disampaikan dalam bentuk pantun dan diringi musik Melayu khas. Hal ini adegan Naga Bonar ketika menyanyi lagu berasal dari pantun Melayu. Hal ini menunjukkan khasan lagu Melayu dan budaya Melayu : kutipan ini terlihat dalam scene 35. Naga Bonar, Lukman, Murad, Barjo lagi berunding. Lukman berjalan pulang balik sambil meraba-meraba keningnya. Sedangkan Naga Bonar asyik mnyenandungkan sebuah lagu ronggeng (demam puyuh) sambil mengetuk-ngetukan jarinya ke meja dan sekali- kali mengerakan tanganya seperti orang menari. Naga Bonar :“Anak udang dimakan udang Jangan dibeli anak belida Hati abang mabuk kepayang Apa baik kan obatnya” Kemudian Naga Bonar bersajak kembali : Anak ikan dimakan ikan Ikan dimakan anak tenggiri Pagi ku lihat adik berdandan Waktu malam termimpi-mimpi Sajak ini menunjukan bahwasanya penulis skenario mengunakan bahasa yang dapat menarik khlayak, sehingga tidak membosankan. Ini bisa disebut sebagai bumbu dalam film agar tidak monoton. Dalam retoris ada beberapa elemen yang terbagi menjadi :
1. Garfis Merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan oleh seseorang yang diamati dari dialog dalam film dan naskah film. Dalam film NB ini yang ditekankan adanya keinginan yang kuat dari diri Naga Bonar untuk merubah sikap dan prilakunya. Penekanannya terletak pada dialog Naga bonar dan Kirana, dalam dialog ini Naga Bonar menyatakan kepada Kirana benar-benar ingin berubah cara hidupnya, ia berjanji tidak akan mencopet dan memperbaiki diri dan berusaha menjadi orang baik dan meninggalkan profesinya sebagai pencopet. Hal ini terlihat scene 51 dalam dialog di bawah ini : Kirana Naga Bonar Kirana Naga bonar berpikir Naga bonar Kirana Naga bonar
: Nanti suatu hari perang akan selelsai dan kita akan menang ! : Siapa kita : Kau, aku.....nanti keadaan akan lain. Apa citacitamu ? : Apa perlu kupikir itu : Perlu. Mau jadi apa kau ? :Ada juga ku timang-timang, karena mak betulbetul sudah malu karena aku jadi pencopet. Jadi ku pikir-pikir biar mak bangga, ya...jadi polisi lah. Tapi kupikir pula, kalau aku jadi polisi orang bilang pencopet jadi polisi. Salah-salah bicara bisa orang bilang polisi jadi copet. Kalau sudah begitu, bukan saja lagi mak yang marah, polisi pun marah..masuk penjara pula awak..!
Kirana pun terseyum Kirana Nag Bonar Kirana Naga bonar Kirana Naga bonar
: Pokonya kau jangan lagi mencopet. :Tidak akau janji, biarpun ditaruh barang di depan ku tak akan ku copet. : Aku senang padamu : Jadi ada pencopet jadi orang baik-baik ? : Ada : Copet yang jadi suami perempuan baik-baik ?
Kirana
2.
: Bisa
Metafora Metafora digunakan sebagai ornament atau bumbu dari suatu berita atau cerita, biasanya digunakan seperti kata-kata kiasan dan ungkapan, semua diperjelas untuk memperjelas pesan utama agar setiap orang menonton akan mudah mengingat dan memahami isi pesan tersebut. Dalam film ini tidak banyak mengunakan bahasa kiasan, atau ungkapan namun film ini memuat ungkapan-ungkapan untuk memberi semangat para pejuang dalam pertempuran. Ungkapan tersebut biasa diucapkan Naga Bonar ketika dalam perang. Ungkapan ini merupakan jingle bangsa Indonesia ketika dalam perang. Hal ini dapat dilihat barisan ungkapan di bawah ini. Hai pemuda Indonesia Bagkitlah semua negeri kita sudah merdeka Genderang perang sudah bernyanyi Dengarkan panggilan ibu pertiwi
Selain itu juga, dalam film ini terdapat satu ungkapan yang lebih dikenal dan tak terlupakan oleh penonton. Ungkapan ini merupakan ciri khas film Naga Bonar. Hal ini dapat dilihat dalam dialog Naga Bonar dengan Bujang ketika ia disuruh menikah dengan ibunya. Ungkapan di bawah ini : Bujang : Alah...soal kawin apalah, Bang. Soal semenit! Naga bonar : Ya, tapi APA KATA DUNIA, kalau di tengah perang Naga Bonar kawin.
Ungkapan “Apa Kata Dunia”, ini menjadi ciri dari film Naga Bonar bahkan dalam film senjutnya yang disutradarai oleh Dedy Mizwar, film “ Naga Bonar Jadi Dua “ kata ini menjadi jingle dan cover film. Di samping itu pula, Asrul dalam menarik penonton ia memberikan bahasabahasa yang lucu dan konyol sehingga dapat membuat penonton tertawa dan kemungkinan besar akan teringat dengan kata tersebut. Bahasa konyol dan kocak ini, namun memberikan makna yang mendalam bukan saja bagi pemain (tokoh) film akan tetapi bagi penonton. Naga Bonar : “Bujang sudah ku larang kau bertempur. Bertempur pulak lagi. Matilah kau sekarang dimakan cacing! “ Sesuai dengan data-data yang ditemukan pada analisis teks di atas, terlihat Asrul Sani sebagai penulis skenario lebih menyukai konflik-konflik psikologis dengan protagonist, maka secara keseluruhan pesan moral dalam film “Naga Bonar” karya Asrul Sani ini menyoroti tentang perjuangan dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan lingkungannya. Pesan yang disampaikan hubungan manusia dengan Tuhan ini tecermin dalam keteguhan hati, keikhlasan, prilaku. yang dirasakan oleh Naga Bonar ketika ia harus kehilangan sahabatnya untuk kembali kepada Tuhan yang Maha Esa. Pesan moral yang ingin disampaikan oleh komunikator dari hubunagn manusia dengan manusia lainnya dengan lingkungannya, ini terlihat dari hubungan Ibu dan anaknya. Seorang anak patuh dan taat terhadap Ibunya, dan memiliki hubungan kasih sayang yang kuat di antara mereka. Begitu juga dengan
persahabatan antara Naga Bonar dan Bujang yang sangat kuat. Keadaan susah maupun senang, suka dan duka mereka lalui bersama. Selain itu hubungan cinta antara Naga Bonar dan Kirana saling memberi kasih sayang, selalu setia dan pengertian. Hal ini tentunya menjadi pelajaran yang amat berharga bagi kita. Kita menonton film bukan hanya sebagai hiburan saja namun dapat kita ambil nilai apa yang hendak disampaikan oleh komunikator atau pembuat film. B. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Kognisi Sosial Dalam anailsis wacana yang mengunakan model Van Dijk, analisis tidak hanya difokuskan pada teks semata, tetapi juga melihat dari pandangan penulis cerita/ Asrul Sani, baik dari segi kognisi sosial maupun konteks sosial. Pada analisis sosial di sini bagaimana sebuah teks diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Lewat film ini Asrul membuat tokoh rekaan/ ciptaan Naga Bonar yang merupakan tokoh sang pejuang yang lucu dan konyol. Melihat dari faktor eksternal, dalam film NB Pengarang cerita berusaha memberi tontonan yang menarik yang dikemas dengan populer dan koncak (komedi). Dalam film-film perjuangan yang ditulis Asrul, bahasa yang digunakan cenderung bercorak propagandis dan pedagogis (atau dalam bahasa ‘agama’: dakwah). Hal ini tentunya berasal dari tradisi sastranya yang kuat dan kondisi Indonesia saat itu yang baru saja merdeka. Dalam menulis puisi, Angkatan 45 termasuk Asrul Sani, mereka percaya bahwa bahasa adalah alat ekspresi dan buah pikiran sang pengucap. Berdasarkan sejarah angkatan ini meneruskan apa yang dilakukan oleh Sutan Takdir Alisjahbana (Pujangga Baru) yaitu dengan menghancurkan kaidah dan bentuk baku bahasa yang menjadi tradisi Balai Pustaka. Menurutnya Apa
yang dilakukan Asrul Sani terhadap puisi, sama dan sebangun dengan apa yang dilakukannya pada film. Dalam film-film, Asrul Sani banyak mengungkap tema-tema perjuangan dan sosial, karena Asrul Sani memang tidak terpisah dari zamannya, ia adalah dididikan generasi terakhir Indonesia yang mendapatkan pendidikan Belanda. Jadi tidaklah heran jika ia, selalu mengungkap tema-tema perjuangan baik dalam film maupun dalam puisi dan karya lainnya. Sekitar tahun 80-an, saat itu Asrul bersemangat membuat film-film bertema perjuangan, menurutnya tema-tema ini sangat jauh berbeda dengan film-film sebelum perang yang fantastik alias tidak realistis. Seperti estetika film praperang yang hanya membahas estetika hiburan, senang-senang: gambar indah, casting cakep, cerita sudah diketahui umum (karena dari legenda/dongeng sandiwara), maka tak perlu lagi tema-tema berat dengan karakter yang spesifik. Dengan demikian telihat yang dijual hanya efek, gambar indah, dan sensasionalisme. Bukan sebuah kebetulan, bahwa Asrul Sani adalah eksponen Angkatan 45 yang menganggap dirinya sebagai pewaris kebudayaan dunia atau dalam perdebatan selanjutnya disebut, beraliran humanisme universal. Hal ini berasal dari tradisi politik etis Belanda yang kemudian menemukan dirinya dalam pemerdekaan diri-sendiri sebagai individu. Ide yang semata-mata liberal ini merupakan inti dasar dari tradisi narasi klasik Hollywood. Tak heran, dalam filmfilm bernarasi klasik, film digerakkan oleh karakter (character driven). Film-film Asrul Sani tidak bisa tidak merupakan cermin dari gejala ini. Seperti halnya dengan film Naga Bonar yang ditulisnya. Melihat dari sisi internal lewat film NB Asrul Sani yang bertajuk perjuangan, ia mencoba
menyajikan gambaran kepada penonton kenyataan tentang bagaimana perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya melalui film tersebut ia berusaha menghargai dan memberi penghormatan kepada sejarah dan ia ingin menyuguhkan sebuah cerita bermoral yang bisa menimbulkan rasa persahabatan, kesederhanaan berpikir dan memiliki nilai-nilai patriotisme. Menurutnya walaupun film ini telah melewati zamannya, namun ruh yang dibangun dalam ceritanya masih terasa relevan dengan suasana kebangsaan saat ini. Di samping itu moral yang ditekankan oleh Asrul Sani melalui film tersebut adalah moral yang mengandung penerapan sikap terhadap individu yang bernilai kebaikan, yang bernilai sosial yang lebih menekankan moral dalam ruang lingkup hubungan dengan manusia dan negara yang tercermin dalam sikap tokoh rekaan Asrul Sani Jendral Naga Bonar. Kita berharap sosok Naga Bonar pada akhirnya diharapkan bakal menjadi jembatan bagi generasi muda untuk memahami siapa sebenarnya Naga Bonar, yang berhasil mencuri perhatian generasi MTV lewat film Naga Bonar Jadi 2, yang disutradarai dan dimainkan oleh Deddy, yang keduannya merupakan film terbaik hasil karya anak bangsa dan perlu dijadikan sebagai dokumen Negara. Sebagai seorang tokoh ternama Asrul memang harus diacungi jempol hasil karya yang diciptakan walau diproduksi pada 1987 yang hingga sekarang hampir 20 tahunan lebih, namun setiap orang masih mengingat film ini. Film Ini bisa dikatakan sebagai karya momental bagi Negara dan bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan. C. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Konteks Sosisal
Dimensi yang terakhir analisis wacana yang diungkapkan oleh Van Djik adalah Konteks sosial. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita film. Eksternal di sini yaitu dengan melihat dari keadaan lingkungan sekitar, sehingga bisa menjadi satu alasan bagi penulis skenario dalam menulis cerita filmnya. Sebelum terciptannya film NB, Asrul ternyata sosok satrawan 45 yang hidup pada zamannya. Ia memulai hal demikian, tercermin dengan sejarah kondisi bangsa Indonesia di tahun 1945. Ketika itu Jepang menduduki Indonesia kemudian dipaksa keluar oleh Sekutu, Indonesia memasuki fase yang sangat kritis, hingga akhir tahun 1950-an bisa dikatakan merupakan masa di mana nation. Dari sini Asrul Sani memulai mengunakan media film sebagai alat propagandis. Apalagi Asrul melihat keadaan Indonesia di tahun 1980-an, ketika film ini diperoduksi. Keadaan yang sangat memperihatinkan, di mana mulai hilangnya rasa nasionalisme, rasa kebersamaan akibat bergulirnya perpolitikan opotunis yang hanya memikirkan kekuasaan, kemenangan, tanpa melihat kawan dan lawan yang hal itu tentunya masih berlangsung hingga saat ini. Kehadiran Asrul Sani bisa dikatakan begitu khas, ia hadir dengan mengusung tema-tema perjuangan dan pendidikan moral bagi masyarakat Indonesia. Moral yang ditampilkan sederhana namun sangat menyentuh penonton. Moral yang ditekan dalam dalam film NB hasil karyanya termasuk moral yang bernilai motivasi dan menumbuhkan semangat baru bagi generasi bangsa untuk mewujudkan keinginan Asrul dalam film NB dan cita-cita bangsa khususnya. Film NB ini selalu merupakan film yang bercerita dan merupakan hasil pergulatan dan pergaulannya di tahun-tahun itu.
Semetara Asrul Sani dalam setiap filmnya ia berpondasi pada logika dibangun di atas drama tiga babak Aristotelian (pembukaan, persoalan, penyelesaian/penutup). Sistem narasi ini ditandai terutama oleh karakter individual, ruang dan waktu yang jelas, sebab dan akibat yang jelas, cita-cita protagonist menggerakkan plot, konflik yang dibangun atas dasar motivasi psikologis, dan penutup. Menurutnya ia mencoba memberi kepada penonton nilai baik dari film, karena menonton bukan hanya sekedar menyaksikan film saja, tetapi harus mengambil pesan-pesan yang disampaikan oleh cerita tersebut. Melalui unsur-unsur di atas Asrul membuat film itu lebih menarik dan bernilai. Unsur-unsur ini tentunya sangat penting bagi Asrul, dan hampir bisa dikatakan tidak ada dalam film-film Indonesia praperang (bahkan mungkin sekarang). Dengan latar belakang tersebut, maka Asrul bersemangat untuk menyajikan film-film bernuansa perjuangan. Awalnya film ini diproduksi sebagai bentuk panghargaan terhadap sejarah dan memberi semangat kepada masayarakat pada tahun 1980 an. Namun ternyata film ini tidak pudar ditelan waktu begitu saja dan masih relevan hingga saat ini ditahun 2008, film NB masih diabadikan dan ditonton oleh ribuan masyarakat. Ini merupakan bentuk keprihatinnan para sineas terhadap kondisi perfilman Indonesia saat ini.
Apalagi sekarang didukung
dengan berbagai fenomena saat ini, di mana semua orang tentu boleh berwacana. Ada yang salah dengan perjalanan nasionalisme kita, rasa senasib seperti semasa pergerakan dan kemerdekaan kian menipis kemudian persatuan nasional yang dibangun dengan susah payah dalam perkembangannya menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Kemudian tanpa revitalisasi nasionalisme sulit dibayangkan seperti apa masa depan Indonesia. Menurutnya “Ibarat tubuh tanpa roh.”, bisa jadi semua
itu karena nasionalisme baru dipahami sebatas semangat kepentingan sesaat. Bisa jadi pula karena nasionalisme belum dijadikan sebagai prinsip hidup yang mendorong untuk mengatasi beragam masalah bangsa dalam kemajemukannya. Bisa jadi pula nasionalisme belum menjadi motivasi untuk membangun negeri dan merebut peluang di era globalisasi.
Keprihatinan terhadap kondisi politik dan perfilman nasional, yang kurang memberikan nilai pendidikan dan nilai moral bagi kalangan masyarakat. Hal ini yang mungkin mendorong upaya Deddy Mizwar sebagai penerus Asrul Sani dan kawan-kawan mengagas untuk merekontruksi film NB untuk ditayangkan kembali. Hal ini bertujuan untuk menyemangati generasi muda bangsa ini dalam satu abad kebangkitan nasional.
Namun, untuk merekontruksi film ini ternyata tidak mudah, sangat dibutuhkan berbiaya besar untuk mengembalikan nuansa perjuangan film itu di masa kini. Tentu penggagasnya tidak bermaksud menyindir betapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangkitkan semangat bangsa ini. Namun bagaimana film ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan untuk bangsa ini di tengah keterpurukan moral. Terciptanya film ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap kondisi masyarakat Indonesia “apa arti biaya jika dibandingkan dengan kecerdasan generasi anak bangsa”, sehingga tercipta mental yang kuat mampu serta untuk terus memperjuangkan Negara dari keterpurukan ini.
dan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah
menjelaskan
dan
menganalisa
hasil
temuan
data
telah
dikemukakan sebelumnya, maka dalam bab ini penulis mencoba memberikan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Pesan moral secara umum dilihat dari segi struktur makro dalam film NB terdapat beberapa pesan yang bernilai kebaikan yang termuat dalam topik utama dan subtopik dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Topik utama yang disampaikan dalam film NB adalah
perjuangan pahlawan dalam
mempertahankan Indonesia merdeka. Sedangkan subtopik yang mendukung topik utama yaitu, keberanian, kepemimpinan, kekuatan persahabatan, kecintaan terhadap Ibu dan negara, kesetiaan, takdir dan kepasrahan. Pesan pada film NB ini disampaikan secara jelas baik secara visual maupun secara dialog para tokoh film. 2. Dilihat dari segi superstruktur, skematik atau alur film NB sangat menarik penonton karena dalam menyajikan isi cerita, penulis cerita film lebih memberikan motivasi dan memberikan pengalaman bagi penonton melalui berbagai gambaran visual yang jelas tentang pertempuran dan perjuangan hidup yang tersusun dalam scene (pembagian cerita), sequence (pembagian adegan), plot dan struktur drama yang menarik.
3. Dilihat dari struktur makro film NB keseluruhan isi cerita, penyajian wacana film tersebut termasuk cukup baik visual maupun lisan, hal ini terbukti dari susunan dalam bentuk semantik film tersebut seperti latar, bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, retoris disamping itu juga gaya metafora ikut menghiasi dialog dalam film, hingga pemilihan bahasa Melayu-Batak ternyata tidak mengurangi kelengkapan film NB. Melalui film NB penulis cerita berusaha menyentuh area peristiwa tokoh perjuangan dan dikaitkan dengan kanyataan yang tercatat dalam sejarah. 4. Dilihat dari segi kognisi sosial, Asrul sani memberikan tontonan yang diambil dari kisah perjuangan yang diangkat dari perjuangan masyarakat Indonesia dalam menaklukan Belanda. Hal demikian kerana adanya pengaruh dari eksternal dan internal penulis cerita, sehingga dapat terbetuknya cerita bertema perjuangan. Dalam segi eksternal yaitu, penulis cerita ketika itu hidup dalam kondisi Indonesia yang saat itu baru saja merdeka, dan juga berasal dari tradisi sastranya yang kuat Asrul sebagai seorang seniman tidak terpisah dari zamannya, ia juga salah satu generasi terakhir Indonesia yang mendapatkan pendidikan Belanda. Jadi tidaklah heran, jika ia selalu mengungkap tema-tema perjuangan dalam film seperti halnya dalam film NB tersebut. Sedangkan dalam segi internal penulis cerita sendiri, lewat film NB Asrul Sani yang bertajuk perjuangan, ia mencoba menyajikan gambaran kepada penonton kenyataan
tentang
bagaimana
perjuangan
para
pahlawan
dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya melalui film tersebut ia berusaha mengajak kita untuk mengenang bagaimana perjuangan pahlawan
dan untuk membangkitkan semangat baru lagi bagi penerus bangsa ini. Hal demikian adalah bentuk penghargaan sejarah penulis. 5. Dari segi konteks sosial, Asrul terinspirasi dengan sejarah kondisi bangsa Indonesia di tahun 1945. Di mana Jepang dan Belanda masih berusaha masuk dan menguasai bangsa Indonesia. Di samping itu ia pun melihat fenomena demokrasi yang tak jelas yang berdampak makin meleburnya identitas bangsa, hilangnya rasa nasionalisme di tahun 1980-an. Dengan latar belakang tersebut, maka Asrul bersemangat untuk menyajikan film-film bernuansa perjuangan. Awalnya film ini diproduksi sebagai bentuk panghargaan terhadap sejarah dan memberi semangat kepada masayarakat pada tahun 1980 an. Namun ternyata film ini tidak pudar ditelan waktu begitu saja dan masih relevan hingga saat ini ditahun 2008, film NB masih diabadikan dan ditonton oleh ribuan masyarakat. Ini merupakan bentuk keprihatinnan para sineas film terhadap kondisi perfilman Indonesia saat ini. Akhirnya film NB pun ditayangkan kembali sebagai peringatan seratus tahun kebangkitan nasional. Deddy Mizwar berharap dengan diputar kembali film NB bisa memberikan kesadaran bagi masyarakat bahwa pentingnya persatuan dan kebersamaan dalam mewujudkan Indonesia damai dan sejahtera. B. Saran Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan yakni : 1. Mengenai pemakian bahasa. Walaupun film ini tergolong film yang sangat bagus, namun pengunaan bahasa dalam dialog dalam film tersebut masih mengunakan bahasa Melayu-Batak ketal, hal demikian menjadikan kesulitan dalam memahami film tersebut, karena film NB dikomsumsi bukan hanya
masyarakat Batak, akan tetapi seluruh masyarakat Indonesia. istilah-istilah bahasa daerah yang kental menjadi salah satu penghambat dalam memahami dialog dalam film tersebut, walaupun tidak keseluruhan dalam dialog. Jadi alangkah baiknya jika ketika mengunakan bahasa yang kurang dipahami oleh penonton, hendaknya diberikan arti di layar film tersebut. 2. Saat ini memang sedikit film-film yang berisi tentang kisah perjuangan yang dapat memberi nilai tambah bagi generasi muda untuk semangat dan bangkit mewujudkan Indonesia maju. Maka dari itu kehadiran film Naga Bonar ini memberi wahana baru bagi para sineas film untuk menciptakan karya-karya terbaik dan menjadi tolak ukur bagi para sutradara atau penulis cerita film untuk dapat menyuguhkan film yang bernilai moral dan perjuangan hidup demi kamajuan bangsa. 3. Konflik dalam film tidak terlalu rumit dan belum menukik, sehingga terlihat mendatar saja. Sebaiknya konflik dibuat serumit mungkin hingga membuat penonton penasaran kisah-kisah selanjutnya. Dan pada ending cerita film ini masih terlihat tersamar, yaitu berakhir pada peperangan pasukan Naga Bonar didampingi Kirana, di sini tidak memperlihatkan bagaimana hasil kemenangan yang diperoleh oleh Naga Bonar.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Mafni. Etika Komunikasi Massa dan Pandangan Islam. Jakarta : Logos, 1999. Anwar, Rosihan. “Asrul Sani Pribadi Religius. “ Republika, 13 januari 2004 Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV. Rineka Cipta : Jakarta, 1998. Bactiar, Phil. Sejarah Media Massa. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2000. Bried, Sean Mac.
Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983.
Bungin, Burhan. Sosisologi Komunikasi – Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat. Jakarta : Prenada Media Group, 2006. Daniel, Joel. Sintaksis. Jakarta : Gramedia, 1993. Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2003. Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Media. Yogyakarta : LKIS, 2006. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset, 1989. Ismail, Usmar. Usmar Ismail Mengupas Film, Dikumpulkan J.E. Siahaan. Jakarta : Sinar Harapan, 1983 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta : Balai Puataka, 2002. Kristanto, J.B. Katalog Film Indonsia 1926-2005. Jakarta : Nalar Bekerja Sama Fakultas Film & Televisi dan IKJ serta Sinematek Indonesia, 2005. Kusnawan, Aep. Komunikasi dan Penyiaran Islam-Mengembangkan Tablig Melalui Media Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film, Digital. Benang Merah Press : Bandung 2004. Mansur, Mustofa. Jalan Dakwah. Jakarta : Pustaka Ilmiah, 1994.
Muhtadi, Asep S. Dakwah Kontemporer – Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi. Bandung : Pusdai Press, 2000. Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1996. Prakoso, Gatoto. Film Pinggiran – Ontologi Film pendek, Eksperimental dan Dokumenter. FFTV – IKJ dengan YLP, Fatma Press. Partanto, Pius A dan Al Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arloka, 1994. Petada, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta, 2001. Quail, Dennis Mc. Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar. Edisi ke-2. Jakarta : Erlangga, 1987. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung : Remaja Rosda Karya , 2005. Riantiarno, N. dkk, Teguh Karya dan Teater Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993. Set, Sony dan Sidharta, Sita. Menjadi Penulis Skenario Professional. Jakarta : Grasindo, 2003. Sobur, Alex. Analisis Teks Media – Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisi Framing. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Sutrisno, Mudji. Oase Estetis – Estetika Dalam Kata dan Sketza. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2006. Sumarno, Marselli. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT Grasindo, 1996. Umar Kayam, “Budaya Massa Indonesia”, Prisma LP3ES, November 1981. Yayasan Pusat Perfilman H. Usman Ismail, Kamus Kecil Istilah Film. Jakarta : Bandan Pengembangan SDM Citra, 1997 Zen, Fathudin. NU Politik – Analisis Wacana Media. Yoyakarta : LKIS, 2004.
Internet : Ensiklopedi Tokoh Indonesia, Artikel diakses pada tanggal 18 Juni 2008. dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/asrul-sani/index.shtm. http://www.Samuku.com/content/naga-bonar-1987. di akses pada tanggal 18 juni 2008. Veronika Kusuma,” Asrul Sani, Sebuah Fragmen Keadaan.” Artikel diakses 7 Agustus 2008 dari http://www.rumahfilm.org/artikel/artikel_asrul.htm