ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)
Oleh Yusriani Pulungan NIM: 104051001810
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 3 Juni 2008
Yusriani Pulungan
ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)
Oleh Yusriani Pulungan NIM: 104051001810
Di bawah Bimbingan:
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd NIP. 150 282 125
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
ABSTRAK Yusriani Pulungan Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Data penelitian berupa isi cerita yang terdapat dalam novel, baik itu kata, kalimat, maupun paragraf dengan menggunakan teknik pengumpulan data, research document, keabsahan data dilihat dari analisis teks (stuktur wacana, kognisi sosial dan konteks sosial). Kesimpulan penelitian ini adalah mengenai temuan-temuan pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst dari segi struktur makro dengan tema besar yang terdapat di dalam cerita yakni: nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal dan rendah hati. Kemudian dari segi superstruktur dengan skematik atau awal ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Pesan moral dilihat dari analisis teks terdapat dalam beberapa kategori yakni: hubungan manusia dengan Allah SWT yang berupa ketaqwaan hamba kepada tuhannya, dalam hal ini ketaqwaan tokoh dalam novel kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan diri sendiri berupa harga diri, rasa cinta, rindu dan sebagainya, dan hubungan manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial berupa tolong menolong, menghargai dan menghormati sesama, kesetiaan dan sebagainya.. Dari segi kognisi sosialnya cukup menggambarkan kereligiusan pengarangnya. Sementara itu dari konteks sosial, novel ini merupakan pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, dalam menanamkan semangat nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan yang seutuhnya dengan kemandirian bangsa kita dalam berbagai sektor.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan. Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat serta perlindungan Allah SWT.
3. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa mendapatkan perlindungan Allah SWT. 5. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung, menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hambaNya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa, agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah. 6. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di kampus tercinta ini. 7. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.
8. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje, Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva, dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita bersama di kelas KPI B yang tercinta. 9. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan. 10. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.
Ciputat, 1 Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6 E. Tinjauan Pustaka................................................................................... 6 F. Metodologi Penelitian........................................................................... 7 G. Sistematika Penulisan.......................................................................... 10 BAB II TINJAUAN TEORI A. Analisis Wacana ................................................................................. 12 1.Pengertian Analisis Wacana ............................................................ 12 2.Kerangka Analisis Wacana...............................................................14 B. Ruang Lingkup Novel ........................................................................ 16 1.Pengertian Novel ............................................................................. 18 2.Unsur-unsur dalam Novel ................ .............................................. 19 3.Jenis-jenis Novel ............................................................................. 21 C. Pesan Moral ....................................................................................... 23 1. Pengertian Pesan .............................................................................23
2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak .................................................... 24 3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ................... 29 BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL A. Biografi Singkat Afifah Afra ............................................................. 31 B. Karya-karyanya .................................................................................. 31 C. Ringkasan Cerita Novel De Winst .................................................... 33 BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Wins Karya Afifah Afra ................................................................ 41 1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks .............. 41 a. Struktur Makro.......................................................................... 41 b. Superstruktur ............................................................................ 49 c. Struktur Mikro .......................................................................... 55 2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ............. 63 3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ............. 66 B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ......................... 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 72 B. Saran-saran ........................................................................................ 73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 11. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 12. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan.
Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat serta perlindungan Allah SWT. 13. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 14. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa mendapatkan perlindungan Allah SWT. 15. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung, menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hambaNya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa, agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah. 16. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di kampus tercinta ini.
17. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini. 18. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje, Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva, dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita bersama di kelas KPI B yang tercinta. 19. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan. 20. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan. Ciputat, 1 Juli 2008 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1 I. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................5 J. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 K. Manfaat Penelitian................................................................................ 6 L. Tinjauan Pustaka................................................................................... 6 M. Metodologi Penelitian........................................................................... 7 N. Sistematika Penulisan.......................................................................... 10 BAB II TINJAUAN TEORI D. Analisis Wacana ................................................................................. 12 1.Pengertian Analisis Wacana ............................................................ 12 2.Kerangka Analisis Wacana...............................................................14 E. Ruang Lingkup Novel ........................................................................ 16 1.Pengertian Novel ............................................................................. 18 2.Unsur-unsur dalam Novel ................ .............................................. 19 3.Jenis-jenis Novel ............................................................................. 21 F. Pesan Moral ....................................................................................... 23 1. Pengertian Pesan .............................................................................23
2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak .................................................... 24 3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ................... 29 BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL D. Biografi Singkat Afifah Afra ............................................................. 31 E. Karya-karyanya .................................................................................. 31 F. Ringkasan Cerita Novel De Winst .................................................... 33 BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN C. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Wins Karya Afifah Afra ................................................................ 41 1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks .............. 41 a. Struktur Makro.......................................................................... 41 b. Superstruktur ............................................................................ 49 c. Struktur Mikro .......................................................................... 55 2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ............. 63 3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ............. 66 D. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ......................... 67 BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ........................................................................................ 72 D. Saran-saran ........................................................................................ 73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin beragam. Namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah lekang bahkan terus berkembang. Apalagi saat ini ketika “kran” kebebasan membuka penerbitan dibuka lebar setelah reformasi. Kini semakin banyak media surat kabar dan majalah. Masyarakat pun bisa leluasa memilah dan memilih media yang disukainya. 1 Di samping itu mereka juga dapat dengan mudah menerima informasi itu sambil meminum teh manis atau secangkir kopi. Tanpa harus jauh mencari, seperti datang ke pusat-pusat pengajian misalnya. Situasi demikian adalah peluang sekaligus tantangan bagi para dai untuk dapat memanfaatkan berbagai media untuk berdakwah mengajak kebenaran. Merebaknya media massa dewasa ini, khususnya media cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku-buku dari era informasi dan keterbukaan. Berbagai informasi berseliweran tiap hari dan tiap saat. Berbagai pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti, semua pesan dari media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka. Kekuatan informasi yang disampaikan media massa demikian hebat sehingga aktivitas dakwah penting untuk bisa masuk ke dalam wilayah itu, artinya para pelaku dakwah perlu menyiapkan dirinya utnuk memiliki keahlian berdakwah melalui tulisan di media massa. Setidaknya harus ada sebagian di
1
Aep Kusnawan, Berdakwah Melalui Tulisan, Bandung: Mujahid Press, 2004, h. 23-24
antara mereka yang membidangi aktivitas dakwahnya melalui tulisan, di samping sejumlah aktivitas di bidang lain, karena jika ini tidak diantisipasi maka dikhawatirkan masyarakat pembaca akan terbentuk oleh pesan media yang kering tanpa nilai-nilai agama.2 Oleh karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan melalui media tulisan. Media tulisan yang dikemas secara popular dan dimuat di media massa seperti di koran, majalah, tabloid, buletin, maupun dakwah yang melalui media karya sastra berupa novel. Dengan media tulisan pesan dakwah dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya tergantung kepada keluangan mad’u (objek dakwah). Berdakwah dengan menggunakan sarana media cetak memang memerlukan bakat mengarang karena media cetak merupakan sarana komunikasi tulisan. Selain bersifat ketrampilan praktis, pendekatan ini pula sebagai sebuah seni. Sejak awal sejarahnya, dakwah Islamiyah yang didukung oleh angkatan seniman dan pasukan sastrawan dengan senjata seni budaya dan seni sastranya telah berjihad melawan musuh-musuh Islam.di dalam QS Asy Syuara (26):227, dikemukakan betapa Allah memuji para seniman dan sastrawan Mukmin yang berjihad tanpa kompromi untuk melawan kejahatan.3 Perkembangan media komunikasi saat ini yang semakin pesat, yang juga berfungsi sebagai media dakwah tidak membuat media komunikasi yang sebelumnya tidak berfungsi dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Namun justru kemajuan teknologi membuat atau pun mendorong para dai yang menggunakan
2
Aep Kusnawan, et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press,2004, Cet. Ke-1. h. 24 3 Suf kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam Dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004. Cet.ke-1. h. 78
media sebelumnya untuk lebih meningkatkan strategi dan kinerja dakwahnya. Para pelaku dakwah harus mampu memanfaatkan media massa untuk berdakwah, salah satunya dengan menggunakan metode dakwah bi al qolam (dakwah dengan tulisan) melalui media massa cetak. Dengan cara persuasi dan argumentasi yang baik melalui tulisan dai dapat berdakwah baik secara tersirat(implisit) maupun terang-terangan. Dakwah melalui tulisan dilihat dari segi isinya mengalami perluasan yang sangat penting, ia tidak hanya memuat ajaran-ajaran Islam yang berdimensi teologis, aqidah dan ibadah tetapi juga memuat aspek-aspek yang lebih kompleks (seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi). Seiring dengan perkembangan pengetahuan umat Islam mengenai ajaran-ajaran Islam itu sendiri dan persoalan kehidupan yang dihadapi. Sebut saja Imam Al Ghazali, Hasan Al Banna dan Yusuf Qardhawi. Demikian pula para ulama, sarjana, filsuf, dan cendekiawan muslim lain dari berbagai disiplin ilmu yang juga mencanangkan dakwah Islam melalui tulisan. Dalam hal ini, karya sastra merupakan salah satu bentuk tulisan yang dapat dijadikan sebagai media dakwah. Dalam karya sastra yang menceritakan suatu kisah baik yang fiksi maupun nonfiksi terdapat pesan-pesan yang bermuatan dakwah dan moral. Selain itu, memberikan pengetahuan yang memuat aspekaspek yang lebih kompleks (seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi). Pengetahuan dan pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui novelnya tersebut diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan setiap orang yang membacanya. Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk, antara lain, menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi atau pun novel mengandung
penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan atau yang diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan, unsur amanat itu, sebenarnya, merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi. Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan harkat dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad. Ia tidak hanya bersifat kesebangsaan, apalagi keseorangan, walau memang terdapat ajaran moral kesusilaan yang berlaku dan diyakini oleh kelompok tertentu. Sebuah karya fiksi yang menawarkan pesan moral yang bersifat universal. Biasanya akan diterima kebenarannya secara universal pula dan memungkinkan untuk menjadi sebuah karya yang bersifat sublim-walau untuk yang disebut terakhir juga (terlebih) ditentukan oleh berbagai unsur intrinsik yang lain.4 Afifah Afra merupakan salah satu dari tokoh yang memanfaatkan tulisan sebagai media dakwah. Di usianya yang belum genap tiga puluh tahun sudah lebih tiga puluh buku ia hasilkan dan fiksi novel menjadi tulisan yang mendominasi karyanya. Salah satu novelnya pernah menjadi salah satu karya terbaik FLP
4
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1998. h. 321-322
(Forum Lingkar Pena) pada tahun 2002. Selain aktif menulis buku Afifah Afra juga telah mendirikan penerbitan sendiri yang mendukung kegiatan menulisnya. Novel De Winst merupakan novel terbarunya sekaligus novel yang menurut peneliti lebih bersifat universal, dibanding novel-novel sebelumnya atau novel karya penulis FLP Islami lain pada umumnya. Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis novel De Winst karya Afifah Afra dilihat dari perspektif Ilmu Komunikasi. Kajian ini akan diangkat ke dalam sebuah judul penelitian “Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka ruang lingkup masalah yang akan diteliti, dibatasi pada pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra. Penelitian ini mencakup seluruh isi cerita yang dibagi menjadi 22 bab cerita, menggunakan novel cetakan pertama yang diterbitkan oleh Afra Publishing. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah wacana pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra? 2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pesan moral yang terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. untuk mengetahui dan mencari jawaban tentang bagaimana wacana pesan moral yang terdapat dalam Novel De Winst 2. untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pesan moral yang terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra.
D. Manfaat Penelitian 1. Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan komunikasi, terutama studi tentang analisis wacana, dengan fokus pada analisis wacana karya sastra, sehingga secara umum dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam. 2. Praktis Secara praktis karya skripsi ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan bahan perbandingan bagi penelitian serupa yang telah ada, dan memberi masukan serta inspirasi bagi para peminat karya sastra untuk turut memperkaya karya sastra dengan muatan dakwah dan pesan moral yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan oleh Afifah Afra.
E. Tinjauan Pustaka Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku serta artikel-artikel yang membahas tentang analisis teks media. Pada penelitian
ini akan disampaikan analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst karya Afifah Afra merujuk pada penelitian terdahulu seperti penelitian: 1. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah oleh Nurchasanah tahun 2007. 2. Analisis Wacana Pesan Sinetron Santriwati Gaul oleh Nurseha tahun 2007. 3. Analisis Wacana Dakwah melalui Film Koran Gondrong oleh Lisa Badriah tahun 2006. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjadikan sinetron atau pun film sebagai objek penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan yakni analisis wacana pesan moral dalam novel. Walaupun telah ada sebelumnya penelititan terdahulu yang menganalisis wacana pesan moral dalam novel. Namun penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan sebagai bahan perbandingan dari penelitian serupa yang telah ada.
F. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik analisis wacana tehadap buku novel De Winst karya Afifah Afra. Model analisis wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk, modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Menurutnya penelitiannya atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktek produksi yang juga harus diamati.5 5
h. 221
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media ( Yogyakarta: LKis, 2001 ),
Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis isi kualitatif berkembang menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya di samping analisis framing dan semiotik.6 Pretensi analisis wacana adalah pada muatan, nuansa dan makna yang latent (tersembunyi) dalam teks media.7 Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut: Tabel 1.Skema dan Metode Penelitian Van Dijk Struktur Teks Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu.
Metode Critical Linguistik - Tematik - Skematik - Semantik - Sintaksis - Stilistik - Retoris
Kognisi Sosial Menganalisa bagaimana peristiwa dipahami, didefenisikan dan ditafsirkan dengan memasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu.
6 7
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006. h. 62 Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: Rosdakarya. 2004 ), Cet.Ke-4, h.70
Konteks Sosial Menganalisa bagaimana wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersamasama dalam suatu proses komunikasi. 1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Research Document, yaitu analisis pada novel De Winst karya Afifah Afra. Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.8 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis makna pesan moral yang terdapat dalam teks tersebut. Peneliti menghimpun data-data dan literatur, baik buku dan internet yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui penelitian kepustakaan. Pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana yang ditemukan oleh Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti pesan moral dilihat dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah struktur dari teks yang masing-masing bagian saling mendukung, dalam dimensi kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, sedangkan konteks sosial melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana. Kemudian dari tiga dimensi di atas peneliti akan melakukan interprestasi–interprestasi berdasarkan temuan data yang terdapat dalam teks, kognisi, dan konteks sosial.
8
Sutrisno, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.192
2. Analisis Data a. Proses penafsiran data Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interprestasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interprestasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai secara berbeda, dan dapat ditafsirkan secara beragam.9 Dalam tahap ini, peneliti akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam novel karya Afifah Afra, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk. b. Penyimpulan Hasil Penelitian Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interprestasi peneliti atas obyek yang diteliti dan data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), cetakan ke-II yang diterbitkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan susunan penyusunan laporan akhir (skripsi) maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab, yakni sebagai berikut:
9
Alex Sobur. Analisis Teks Media. h. 70
BAB I.
Berisi Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Tinjauan
Pustaka,
Metodologi
Penelitian
dan
Sistematika Penulisan. BAB II.
Berisi Tinjauan Teori yang terdiri dari Analisis Wacana yang meliputi: Pengertian Analisis Wacana, Kerangka Analisis Wacana: Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial, Ruang lingkup Novel meliputi: Pengertian Novel, Unsur-Unsur dalam Novel, Jenis-jenis Novel, Pesan Moral meliputi Pengertian Pesan, Pengertian Moral, Etika dan Akhlaq serta Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa.
BAB III.
Berisi Biografi Afifah Afra yang meliputi Sejarah Singkat Afifah Afra, Karya-Karya Afifah Afra dan Ringkasan Cerita Novel De Winst Karya Afifah Afra.
BAB IV.
Berisi Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel De Winst yang meliputi Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks yang meliputi Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro, Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial, Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial, dan BentukBentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst.
BAB V.
Berisi Penutup yang memuat tentang Kesimpulan dan Saran
Bagian Terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Analisis Wacana 1. Pengertian Analisis Wacana Analisis Wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa pengertian yakni: 1. kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb) 2. penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. 3. penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.10 Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak, artinya ’berkata’ atau ’berucap’. Kata tersebut mengalami perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin discursus (lari ke sana ke mari). Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).11 Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti sebagai pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana
10
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-
3, h. 43 11
Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembangan analisis wacana, dalam PELLBA, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h.3
menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatian kepada penganalisisan wacana. 12 Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.13 Sedangkan Riyono Pratiko sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya.menurutnya, makin baik cara atau pola pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.14 Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menggambarkan wacana dalam berbagai aspek makna kebahasaan, di antaranya: 1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasangagasan konversasi atau percakapan 2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah 3. Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah.15
Dari
berbagai
pengertian
analisis
dan
wacana
di
atas,
peneliti
menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji dan menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan melihat 12
Hamid Hasan Lubis, Analisis WacanaPragmatik. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 121. Alex Sobur, Analisis Teks Media. h. 10 14 Ibid. 15 Ibid.
13
teks kemudian dikaitkan dengan ideologi dibalik terbentuknya teks tersebut dengan melihat kognisi dan konteks sosial. 2. Kerangka Analisis Wacana Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk menjadi model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis. Menurut van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.16 Berikut ini kerangka analisis wacana sesuai dengan model van Dijk: a. Teks Teun A. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya dalam tiga tingkatan: 1) Struktur makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. 2) Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana bagianbagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
16
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke- V, h. 221
3) Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan gambar.17 Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk ini dapat digambarkan seperti berikut18:
Struktur Wacana Struktur makro
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
ELEMEN WACANA VAN DIJK Hal yang diamati Elemen TEMATIK Topik (tema dalam (tema/topik yang novel De Winst) dikedepankan dalam suatu berita) SKEMATIK Skema (struktur tiga (bagaimana bagian dan urutan babak yaitu: awal, cerita diskemakan dalam teks konflik dan resolusi) berita secara utuh) SEMANTIK Latar, detil, dan maksud (makna yang ingin ditekankan dalam teks berita) SINTAKSIS Bentuk kalimat, (bagaimana kalimat (bentuk koherensi, dan kata susunan) yang dipilih) ganti STILISTIK Leksikon (bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita) RETORIS Grafis dan metafora (bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)
b. Kognisi Sosial Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan van Dijk perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran mental pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya. 17 18
Ibid. h. 226 Ibid., h. 228-229
Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi sosial ini penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks media.19 c. Konteks Sosial Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah mengambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi, konteks sangat penting untuk menentukan makna dari suatu ujaran. Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Dan untuk memperoleh gambaran ihwal elemen-elemen struktur wancana (teks) tersebut, berikut adalah penjelasan singkat: 1) Tematik, secara harfiah tema berarti “sesuatu yang di uraikan,” kata ini berasal dari kata Yunani ‘tithenai’ yang berarti meletakkan. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.20
19
Ibid. h. 260 Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, (Ende-Flores: Nusa Indah, 1980) h. 107 20
2) Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, pentutup, dan sebagainya. Struktur skematik memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan dan bagian mana
yang
bisa
dikemudiankan
sebagai
strategi
untuk
menyembunyikan informasi penting. 3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal (unit semantik terkecil) maupun makna gramatikal (makna yang terbentuk dari gabungan satuan-satuan kebahasaan).21 4) Sintaksis, secara etologis berarti menempatkan bersama-sama katakata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.22 5) Stilistik, pusat perhatiannya adalah style (gaya bahasa ) yaitu cara yang digunakan penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. 6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak.23
21
Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h. 1 Mansoer Pateda, Linguistik: Sebuah Pengantar, (Bandung : Angkasa. 1994 ),h. 85 23 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 82-84
22
B. Ruang Lingkup Novel 1. Pengertian Novel Kata novel berasal dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisis, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.24 Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.25 Menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya.26 Novel adalah genre sastra dari Eropa yang muncul di lingkungan kaum borjuis di Inggris dalam abad 18. Novel merupakan produk masyarakat kota yang terpelajar, mapan, kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya.di Indonesia, masa perkembangan novel terjadi tahun 1970-an.27 Novel memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tempat (ruang) tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat jelas berhubungan dengan ruang dan waktu. Sebuah masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seorang 24
Henry Guntur Trigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993) h. 10 www.id.wikipedia.org. 26 Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djatmika, 1983) h. 61 27 Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit Alumni, 1999), Cet ke-1, h. 12 25
tokoh dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu. Khasnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi (inclution), yaitu bahwa novellis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.28 Dari berbagai penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa novel merupakan suatu karya sastra yang isinya menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia, dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Novel tercipta dari hasil penghayatan dan perenungan terhadap hakikat hidup, dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab meskipun ia bersifat imajinatif. Dan melalui sosok tokoh dalam novel pengarang memberikan gambaran kehidupan yang diidealkannya yang memiliki muatan pesan bagi pembacanya. 2. Unsur-unsur dalam Novel Novel sebagai karya sastra yang bersifat fiksi memiliki struktur yang dibagi dua bagian, yaitu: struktur luar (ekstrinsik) dan stuktur dalam (instrinsik). Unsur ektrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa. a) Penokohan dan perwatakan Masalah penokohan dan perwatakan ini merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan, karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang
28
Suminto A. Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), cet.ke-1, h.6
diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita. b.) Alur (plot) Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.29 c.) Latar atau Landas Tumpu Setelah penokohan atau alur cerita ditetapkan, agar keadaan suatu peristiwa dan tokoh dalam cerita tersebut dapat tergambarkan dengan jelas maka diperlukan adanya latar. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.30 d.) Tema Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai pengarang melalui topiknya tadi. e.) Gaya Penceritaan Gaya penceritaan yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini merupakan suatu sarana sastra yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Betapapun dua atau tiga orang pengarang mengungkapkan suatu tema, alur, karakter, atau latar yang sama, hasil karya mereka akan berbeda bila gaya bahasa mereka berbeda.
29
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya), cet. Ke-2, h. 35-43 Erwan Juhara, dkk. Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Setia Purna Inves.) h. 102 30
f.) Pusat Pengisahan Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu: Pengarang sebagai tokoh cerita, pengarang sebagai tokoh sampingan, pengarang sebagai orang ketiga (pengamat) sekaligus narator, pengarang sebagai pemain dan narator.31 3. Jenis-jenis Novel M. Atar Semi dalam bukunya Anatomi Sastra membagi novel sebagai suatu karya fiksi ke dalam bebrapa jenis di bawah ini: a) Romantik:
secara
filosofis,
merupakan
ketidaksenangan
terhadap
kehidupan modern yang artifisial, materialis, kaku, dan kasar ;dan kemudian lari dari kehidupan modern itu dengan membentuk suatu bentuk dunia yang lain, biasanya dengan mengagungkan alam, emosi, dan pribadi. b) Realisme merupakan lawan dari romantik, yakni suatu karya yang menggambarkan tentang dunia kini dengan segala keadaaan dan kenyataan yang dimilikinya. c) Gotik merupakan suatu karya fiksi yang menceritakan tentang horor, tentang kekerasan, tentang kekacauan, membicarakan tentang kematian, keajaiban, supernatural, kuburan keramat, hantu yang gentayangan,dan tentang berbagai keanehan keajaiban alam. d) Naturalisme, karya fiksi naturalis mengungkapkan segala sesuatu tanpa harus ada bagian yang disembunyikan, segala kekurangan dan kelebihan
31
M. Atar Semi, Anatomi Sastra. H. 35-58
dipaparkan, misalnya tentang kehidupan seksual, tentang kemiskinan, tentang pengaruh narkotik. e) Proletarian, fiksi jenis ini menggambarkan tentang segala bentuk kepincangan dan ketidakadilan serta mengemukakan cara-cara pemecahan masalah atau jalan keluar, pada umumnya jalan keluar yang dianjurkan adalah sosialisme. f) Alegori adalah suatu dramatisasi dari satu pernyataan yang kompleks tentang politik, agama, dan moral, dan lain-lain melalui tokoh-tokoh tertentu seperti binatang, atau dengan menyebutkan pelaku-pelaku seperti si Tamak, si Korup, si Alim dan sebagainya. g) Simbolisme adalah mengajak kita untuk mengerti dengan mengetengahkan persoalan dengan yang cara yang baru. h) Satire merupakan karya sastra karikatur dengan melebih-lebihkan sesuatu, dengan menggunakan kecerdasan dan daya kritis untuk menggambarkan tentang orang atau lembaga yang absurd, yang diperlihatkan atau dikatakan berbeda dengan kenyataan. i) Fiksi Sains (Science-Fiction) adalah semacam karangan yang dibuat berlandaskan prinsip ilmu pengetahuan atau berdasarkan inspirasi yang ditimbulkan oleh sesuatu penemuan ilmu pengetahuan. j) Utopia, fiksi utopia mempunyai hubungan yang erat dengan fiksi sains. Karangan semacam ini menyangkut tentang gambaran masyarakat yang bertolak dari idealisme politik dan ekonomi pengarangnya. k) Ekspresionisme adalah suatu teknik pengungkapan pikiran dan perasaan dengan memanfaatkan psikologi.
l) Psikologi, prinsip pokok fiksi psikologi adalah eksplorasi segi-segi pemikiran dan kewajiban tokoh-tokoh utama cerita, terutama menyangkut alam pikiran pada tingkat yang lebih dalam, di tingkat alam bawah sadar. m) Ekstensialisme, fiksi eksistensialis merupakan fiksi yang memperhatikan atau menerapkan filsafat eksistensialis. n) Autobiografi dan Biografi, fiksi autobiografi maupun biografi merupakan karya fiksi yang memperbincangkan tentang perjalanan hidup sendiri (autobiografi) atau tentang orang lain (biografi).32
C. Pesan Moral 1. Pengertian Pesan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pesan diartikan sebagai perintah, nasehat, permintaan, amanat yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain.33
Menurut Onong Uchjana Effendy pesan adalah seperangkat lambang
bermakna yang disampaikan oleh komunikator. Dalam suatu kegiatan komunikasi, pesan merupakan isi yang disampaikan oleh komunikator, atau juga keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh komunikator terhadap komunikannya. Pesan dapat disampaikan secara langsung dengan lisan atau tatap muka, bisa juga dengan menggunakan media atau saluran. H.A.W. Widjaja dalam bukunya Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat menjelaskan bentuk pesan yang dapat bersifat informatif, persuasif, dan coersif. 1. informatif berarti memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri. 32 33
M. Atar Semi, Anatomi Sastra. h. 63-69 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia. h.761
2. persuasif atau bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang disampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan. 3. coersif, memaksa dengan sanksi-sanksi. Bentuk yang terkenal dengan penyampaian secara ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan kalangan publik. Coersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan sebagainya.34
Dalam hal bentuk pesan yang terdapat di atas, maka peneliti berpendapat bahwa novel merupakan suatu media komunikasi yang bersifat memberikan informasi sekaligus bujukan yang memberikan kesadaran bagi pembacanya melalui pesan-pesan dalam novelnya tersebut. 2. Pengertian Moral, Etika, Akhlaq Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila.35 Kata moral dari segi bahasa barasal dari bahasa latin yaitu mores jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,kehendak,pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk. 36 Moral menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatannya dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan
34
H.A.W. Widjaja. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat,(Jakarta: Bina Aksara) h. 14-15 35 Ibid. h. 754 36 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ,(Jakarta :Rajawali Press,2003 ) Cet.5,h.94
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
37
sumber dari ajaran-ajaran moral
adalah tradisi, adat istiadat, ajaran agama dan ideologi-ideologi tertentu. Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, segi batiniah dan segi lahiriah. Orang-orang baik adalah orang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain moral hanya hanya dapat diukur secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama. 38 Gambaran tentang moral dalam pengertian di atas tidak jauh berbeda dengan pengertian moral dalam Islam. Dalam agama Islam kata moral lebih dikenal dengan istilah akhlak. 39 Moral dan akhlak dilihat dari arti kebahasaan mengandung pengertian yang sama yakni budi pekerti, kelakuan atau kebiasaan. Tetapi dilihat dari landasan kebahasaan moral berarti adat atau kebiasaan yang bertumpu pada etika, sementara akhlak berarti budi pekerti (khuluq) yang bertumpu pada nilai-nilai llahiyah dan Robbaniyah. Dalam hal ini Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.40
37 38
Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak ), (Jakarta :Bulan Bintang,1995),Cet. Ke-8, h. 8 Purwa,Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya ,(Yogyakarta: Kanisius, 1990), Cet.Ke-
9,h. 13-1 39
Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa Arab (yang biasa diartikan tabi’at, perangai , kebiasaan, bahkan agama), tetapi kata tersebut tidak dikemukakan dalam al-Qur’an,yang dikemukakan hanyalah bentuk tunggal yakni surat al-Qalam ayat 4 (penjelasan lebih rinci dapat dilihat dalam buku Wawasan al-Qur’an karya Quraish Shihab,Bandung , Mizan, 1997 ), h. 253273. 40 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung,1993), h. 63.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.41 Moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, gagasan inti yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya mencerminkan pandangan yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi.42 Kategori pesan moral dalam karya sastra meliputi: 1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan 2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri, seperti ambisi, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombangambingan dalam pilihan. 3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial, termasuk hubungannya dengan alam.43 Ketiga kategori inilah yang kemudian menjadi landasan bagi peneliti dalam menentukan bentuk-bentuk pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst.
41
Yadi Purwanto, Etika Profesi, (Bandung: PT. Repika Aditama), 2007, h. 45. Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), 1998. h. 321-322 43 Ibid. h. 323. 42
Moral dalam karya sastra atau hikmah selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian, namun sikap dan tingkah laku tersebut hanyalah model yang sengaja ditampilkan pengarang agar pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita yang berkaitan. Karena biasanya eksistensi sesuatu yang baik akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya.44 Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Etika juga merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik dan buruk.45 Menurut Frans Margin Suseno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang bagaimana manusia harus bertindak.46 Dalam buku Communicate! Yang ditulis Rudolph F. Verderber sebagaimana dikutip Richard L. Johansen dalam bukunya Ethics in Human Commnucations, yang diterjemahkan oleh Dedy Djamaluddin dan Deddy Mulyana dalam buku Etika Komunikasi dinyatakan bahwa etika adalah standarstandar moral yang mengatur perilaku kita, bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mendapat tujuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau
44
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 322 Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, h. 11 46 Ibid. 45
tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.47
Etika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Dari beberapa defenisi di atas tentang moral, peneliti menyimpulkan bahwa moral merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dan menjadi pedoman bagi suatu komunitas atau kelompok masyarakat tertentu dalam mengatur segala tingkah laku. Sedangkan etika merupakan ilmu yang membahas suatu upaya dalam menentukan ukuran nilai baik dan buruknya tingkah laku manusia yang dihasilka oleh akal manusia. Selain etika yang mempunyai kesamaan makna dengan moral yaitu akhlaq. Akhlaq menurut Imam Al- Ghazali merupakan suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.48 Ahmad Amin mengatakan dalam kitabnya Al- Akhlaq, sebagaimana yang dikutip Rachmat Djatnika bahwa akhlaq merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia
47
Dedy Djamaluddin, Deddy Mulyana, Etika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h. v 48 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996) h. 27
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus diperbuat.49 Dari berbagai pengertian pesan dan moral di atas dapat disimpulkan bahwa pesan moral merupakan pesan yang isinya mengandung muatan moral atau nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan tersebut bersumber dari akal manusia dan budaya masyarakat. Namun juga bisa moral yang diadopsi dari agama. Karena mengenai agama ini dasarnya keyakinan, maka keyakinan itu berkekuatan untuk menjadi dasar moral bagi pemeluknya. Orang beragama yakin bahwa agamanya itu benar dan datang dari Tuhan sang pencipta, bukan dari hasil pemikiran manusia. Untuk ukuran baik dan buruk, sejarah menunjukkan bahwa agama lah yang lebih banyak berpengaruh. Karena bagi orang beragama apapun yang diperintahkan oleh agama ditangkap sebagai akan membawa kebaikan masyarakat, bahkan kebaikan bagi alam. Kebaikan untuk diri sendiri tidak hanya terbatas dalam kehidupan dunia tetapi sampai nanti di akhirat.50 Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa Surakarta Keraton Surakarta atau dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta Hadiningrat, merupakan bekas Istana Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1755-1946). Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta sampai dengan tahun 1946, ketika 49
Ibid. h. 30 Djoko Pranowo, Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985)h. 71 50
Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus Kasunanan Surakarta dan menjadikannya sebuah karesidenan langsung di bawah Presiden Indonesia. Ajaran moral Jawa bersumber pada etika Jawa dengan mengacu pada tokoh-tokoh leluhur dinasti Mataram (Ki Ageng Tarub, Panembahan Senapati dan Sultan Agung). Begitu juga larangan-larangan yang disebutkan adalah laranganlarangan yang berasal dari leluhur dinasti Mataram.51 Hubungan sosial masih berpegang pada sifat tradisional dengan urutan berdasarkan usia, pangkat, kekayaan, dan awu’tali kekerabatan’. Konflik terbuka sedapat mungkin dihindari. Dunia lahir yang ideal adalah dunia yang seimbang dan selaras, seperti keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin. Hidup orang tidak akan mempunyai cacat dan cela apabila batinnya selalu waspada. Kewaspadaan batin yang terus menerus itu akan mencegah tingkah laku, bicara dan ucapan yang tercela. Selain kewaspadaan batin juga dihindari watak yang tidak baik. Sebaliknya seseorang itu haruslah memelihara watak “reh“ bersabar hati dan “ririh“ tidak tergesa-gesa dan berhati-hati. Kelakuan yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain harus dihindari, berbohong, kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi. Jika batinnya telah waspada, tingkah lakunya harus sopan, tingkah laku sopan itu ialah tingkah laku yang : a) b) c) d)
Deduga “ dipertimbangkan masak-masak sebelum melangkah.” Prayoga “ dipertimbangkan baik buruknya “ Watara “ dipikir masak-masak sebelum memberi keputusan “ Reringa “ sebelum yakin benar akan keputusan itu “52
51 52
http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008 Ibid.
BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL DE WINST
A. Sejarah Singkat Afifah Afra Afifah Afra adalah nama pena Yeni Mulati. Belakangan, penulis kelahiran Purbalingga, 18 Februari 1979 ini, mulai diakui keberadaannya di dunia perbukuan, terutama fiksi. Salah satu novelnya, Bulan Mati di Javasche Oranje, menjadi salah satu karya terbaik FLP Award 2002. Yeni begitu biasa dipanggil oleh orang-orang terdekatnya telah menyelesaikan sarjananya di FMIPA UNDIP (Universitas Diponegoro) pada tahun 2002, dan pernah aktif sebagai ketua PPAP (Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran) Seroja di kota Solo.53 Aktivitas di jalanan ini, ia tekuni bersama teman-teman yang memiliki kesamaan idealisme. Ia mengaku ingin total dalam menekuni dunianya yang satu ini. Karena itu, ia sangat intens bergaul dengan kalangan pinggiran meskipun hanya untuk mendengarkan keluhan mereka. Namun demikian, Yeni tetap akan menulis karena menulis adalah wujud pengekspresian ide-idenya. Apalagi karya yang dihasilkan lumayan banyak. Selain pernah aktif di PPAP Seroja, Yeni juga terlibat secara intensif dalam proses pengaderan penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP) Surakarta.
53
Biografi dalam Novel Tarian Ilalang karya Afifah Afra, Bandung: Dar! Mizan, 2004
Saat ini penulis yang aktif menulis buku, telah membuat penerbitan sendiri dan hal ini tentu baginya sangat mendukung kegiatannya dalam menulis buku. Baginya, penulis yang memiliki penerbitan sendiri diibaratkan seperti seorang petani yang memiliki tanah dan menggarap sawahnya sendiri, pasti akan mampu melantunkan lagu kepuasan, saat karyanya menghasilkan sesuatu yang bersinergi dengan idealismenya. Demikian juga, ketika penulis memiliki publishing sendiri, bait-bait kebahagiaan, akan mampu dilesatkan dari setiap release buku-bukunya. Sedangkan ketika kita masih menjadi penulis yang 'menggantungkan' nasib kepada penerbit, nasibnya akan sama dengan para petani yang bekerja di sebagai buruh di sawah-sawah. Tentu saja ia tak akan seleluasa para petani yang memiliki sawahnya sendiri dalam mengaktualisasikan kehendaknya atas sawah tersebut. Suatu saat, ia mungkin ingin menanami sawahnya dengan jagung, karena beras mahal, dan jagung bisa menjadi alternatif pangan, akan tetapi keinginannya akan membentur karang terjal karena sang pemilik sawah tetap bersikeras agar tanahnya ditanami padi.
B. Karya-karyanya Karya-karyanya antara lain: Genderuwo Terpasung (Assyamil, 2001), Bulan Mati di Javasche Oranje (Eranovfis 2001), Syahid Samurai (Eranovfis 2002), Kembang Luruh di Rimbun Jati (Asy-syamil 2002), Serial Elang 1: 100 Bunga Mawar untuk Mr. Valentine; Elang 2: Selebritis (Eranovfis 2002), Marabunta 1: Topan Marabunta, Marabunta 2: Kudeta Sang Marabunta (GIP 2002), Jangan Panggil Aku Josephine (Eranovfis 2003), Peluru di Matamu (Eranovfis 2003). Kumcer (kumpulan cerita pendek) Mawar-mawar Adzkiya,
Novel Trilogi: Tersentuh Ilalang (Dar! Mizan, 2003), Tarian Ilalang (Dar! Mizan, 2004), dan Cinta Ilalang (Dar! Mizan, 2004). Awas Kesetrum Cinta (Afifah Afra dkk.); Bisik-bisik Soal Sex (Afifah Afra & Dr. Ahmad S); The Secret of Playboy; Gals, PD-mu Masih Memble?; Teman Tetap Mesra; Datang, Serang, Menan;, Look I’m Very Beauty; Cinta Apa Nafsu; Nikah Itu Tak Mudah; Mengukir Cinta di Lembar Putih (Afifah Afra & dr. Ahmad,S.) Lini Pengembangan Diri: How Tobe A Smart Writer; …and The Star Is Me; De Winst; Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (Antologi Cerpen, Izzatul Jannah, Afifah Afra dkk.)
C. Ringkasan Cerita dalam
Novel De Winst: Sebuah Novel Pembangkit
Idealisme Usai menamatkan sarjana ekonomi dari universitas Leiden sebagai lulusan terbaik di universitas tertua di Belanda itu, Raden Mas Rangga Puruhita memilih kembali ke Hindia Belanda untuk mempraktekkan ilmu yang ia miliki demi kemajuan para pribumi. Walaupun Profesor Johan van De Vondel –salah seorang guru besar Fakultas Ekonomi Rijksuniversiteit (UN) Leiden telah menawarinya beasiswa untuk tetap belajar hingga meraih gelar doktor dan pekerjaan di sebuah bank swasta internasional jika Rangga tetap mau tinggal di negara tempatnya meraih gelar sarjana ekonomi tersebut. Rangga bersikeras untuk kembali ke negerinya. Sebuah negeri yang mungkin jauh dari gemah ripah peradaban manusia modern seperti Nederland tetapi seterbelakang apapun, Indische tetaplah tanah kelahirannya. Apalagi Sang Rama, Kanjeng Gusti Pangeran Haryosuryanegara
seorang pangeran di Keraton Surakarta, telah menyuratinya untuk tidak berlamalama menetap di negeri Kincir Angin itu. Dalam perjalanan menuju tanah kelahirannya di sebuah kapal api yang membawanya dari Amsterdam menuju pelabuhan di Tanjung Priok, Rangga berkenalan dengan seorang wanita cantik bermata biru dan berambut bak jagung. Rangga mengenal gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu ketika gadis tersebut meminta pertolongannya dari gangguan dua pemuda bule yang tengah mabuk dan memaksanya berdansa, pada saat pesta dansa yang khusus di selenggarakan untuk penumpang kapal kelas satu dan dua. Sejak itu, Everdine selalu menguntit kemanapun Rangga pergi, antara keduanya pun terjalin interaksi dan perkenalan yang lebih dekat. Hingga ketika pada akhirnya kapal api telah berlabuh, perpisahan pun terjadi. Rangga menyadari bahwa ada rasa rindu bahkan Ia telah jatuh cinta pada gadis bak bidadari itu. Sedangkan Everdine terangterangan mengakui perasaannya terhadap Rangga, ketika mereka bersua kembali di sebuah penginapan sebelum akhirnya berangkat ke tujuan masing-masing. Berbeda dengan sikap Everdine yang khas gadis barat atau cenderung agresif. Rangga hanya bisa tersipu saat Everdine menyatakan perasaannya. Sesungguhnya Rangga berusaha menjaga jarak dengan gadis berambut jagung itu, maka ketika mereka harus berpisah ada perasaan lega di batin Rangga, karena Rangga memang tak ingin rasa tertariknya terhadap Everdine semakin jauh lagi. Karena ia tahu, akan mendapat kesulitan karenanya. Terlebih lagi pihak Keraton Kesunanan pasti juga akan gempar mendengar Rangga yang seorang dari trah Suryanegara memiliki pasangan seorang bermata biru. Sebuah penentangan pakem yang pasti akan menguras energinya. Dengan perpisahan itu Rangga berpikir cerita
tentangnya dan gadis bak bidadari itu berakhir saat itu juga. Terlebih lagi Rangga telah dijodohkan oleh sang rama dengan Raden Rara Sekar Prembayun yang tak lain putri dari pamannya sendiri, walaupun Rangga tak sepenuhnya setuju dengan perjodohan itu. Karena pada saat itu keduanya masih anak-anak. Begitu juga dengan Sekar, adik sepupunya yang telah dijodohkan dengannya itu ternyata telah memiliki tambatan hati yang lain. Setelah kepulangannya di tanah kelahirannya itu Rangga menyempatkan dirinya untuk berkeliling mengitari kota Solo, ia begitu antusias untuk mengetahui perkembangan keadaan kota Solo selama delapan tahun sejak kepergiannya ke Belanda. Rangga begitu menikmati menyaksikan keindahan bangunan-bangunan seperti gapura-gapura, dalem-dalem para pangeran dan pangageng parentah serta rumah-rumah loji milik para pejabat gubernemen, administratur perkebunan maupun pengusaha yang berdiri megah dengan arsitektur menawan perpaduan Jawa, Tionghoa, Timur Tengah maupun Eropa. Namun ketika Rangga mulai menyusuri jalan-jalan tak beraspal ke desa-desa pinggiran Solo ia merasakan perbedaan kondisi yang sangat kentara. Aroma kemiskinan mulai ia rasakan dari sosok-sosok sulaya yang tampak kekurangan nutrisi serta rumah-rumah yang tak berdiri kokoh karena hanya dibangun dari dinding-dinding bambu, atap daun rumbia dan beralas tanah.. Rasa prihatin semakin menghinggapi, ketika Rangga mencoba untuk mampir di sebuah warung kecil berbentuk gubuk di pinggir perkebunan tebu. Warung itu sepi hanya ada penjual seorang wanita jawa setengah baya, serta pembelinya lelaki tua yang sedang menyeruput segelas teh tanpa gula. Ketika Rangga bertanya mengapa tak memakai gula, lelaki tua itu tertawa sedih. Ternyata
harga segelas teh yang pahit hanya 2 sen, sedangkan jika harus memakai gula, harganya bisa tiga kali lipatnya. Rangga menggeleng-gelengkan kepala, apalagi ketika menyadari bahwa di belakang warung itu terbentang puluhan hektar perkebunan tebu, bahan pokok industri gula pasir. Setelah Rangga di Indonesia, Ia pun lebih memilih
untuk menjadi
pengusaha, karena baginya dengan menjadi pengusaha ia ingin memperbaiki keadaan perekonomian masyarakat yang tertindas dengan menciptakan peluang kerja untuk kaum pribumi sebanyak mungkin dengan gaji yang layak dan mempersiapkan sendi-sendi ekonomi yang kuat. Karena jika suatu bangsa merdeka maka kemandirian ekonomi menjadi suatu hal yang sangat penting. Rangga pun mendatangi perusahaan pabrik gula De Winst untuk menanyakan pekerjaan yang dijanjikan oleh administrur pabrik tersebut terhadap ramanya. Beruntungnya Rangga dipersilahkan menemui meneer Edward Biljmer langsung di ruang pribadinya dan mendapat sambutan yang hangat bahkan terkesan berlebihan dalam menghormatinya. Rangga pun mendapat tempat di perusahaan sebagai asisten administratur bagian pemasaran. Belakangan Rangga tahu mengapa Ia begitu mudah bisa masuk di perusahaan itu, ternyata sang rama memiliki saham sebesar 20%. Namun walaupun dengan saham yang tak seberapa besar, ayahnya sangat berharap Rangga bekerja semaksimal mungkin agar mampu menunjukkan kepada administratur pabrik De Winst lainnya yang semuanya itu Nederlanders, bahwa inlander seperti Rangga mampu bekerja sebaik bahkan melebihi kehebatan para Nederlanders itu. Dengan menjadi bagian dari De Winst ayahnya ingin agar Rangga juga bisa memperjuangkan nasib para buruh yang tertindas. Bisa
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan membuka peluang kerja seluas-luasnya. Namun menjadi bagian di De Winst juga menjadi suatu dilema tersendiri bagi Rangga ketika satu persatu permasalahan muncul. Mulai dari permintaan warga tempat De Winst menyewa tanah sebagai lahan perkebunan tebu untuk menaikkan sewa tanah 10 kali lipat. Awalnya masalah sewa tanah bukanlah hal yang terlalu sulit karena tuan Biljmer seorang yang bisa diajak berkompromi. Mungkin saja perusahaan bisa menaikkan harga sewa walaupun tidak sebesar permintaan warga. Namun masalah yang muncul kemudian adalah ketika tuan Biljmer mengundurkan diri dari perusahaan karena Ia akan melanjutkan studinya dan kembali ke Nederland bersama keluarganya. Saham tuan Biljmer pun telah dijual kepada William Thijsse seorang kerabatnya, dan anaknya yang akan menjadi administratur menggantikan tuan Biljmer. Nama yang mengingatkan Rangga pada peristiwa saat Ia bertemu kembali dengan Everdine Kareen Spinoza di sebuah hotel, saat itu Kareen meminta bantuan Rangga untuk berpura-pura menjadi kekasihnya karena ia tak sudi diikuti terus oleh Thijsse yang begitu menginginkan Kareen. Sejak peristiwa itu Rangga pun yakin bahwa Jan Thijsse membencinya. Dugaan Rangga ternyata benar, pada pesta penyambutan administratur baru, meneer Thijsse yang dimaksud oleh meneer Biljmer adalah orang yang sama dengan yang ditemuinya saat bersama Kareen. Namun yang membuat Rangga lebih terkejut lagi Kareen datang bersama Thijsse, dari cerita meneer Biljmer, Rangga tahu bahwa Everdine Kareen Spinoza gadis yang selalu hinggap di mimpi-mimpinya kini sudah menjadi nyonya Thijsse.
Setelah pergantian administratur, Rangga begitu terpojok. Karena ia merasa harus memperjuangkan hak-hak rakyatnya yang tertindas, terutama kaum buruh, yang pada saat itu mendapat perlakuan tidak wajar karena hanya digaji dengan upah yang sangat sedikit. Namun Rangga merasa tak berdaya karena harus berhadapan dengan para administratur yang serakah. Akhirnya ia pun memutuskan keluar dari pabrik tersebut. Setelah Rangga keluar dari De Winst, ia membuat rencana besar antara lain memajukan perusahaan pabrik gula milik pribumi yakni kanjeng Pangeran Mangkunegara yang memang telah meminta kerjasama Rangga
untuk
membesarkan beberapa pabrik gula miliknya. Usaha perbaikan itu antara lain dengan penambahan modal dan pembenahan infrastuktur serta perluasan produksi dengan menanam kapas, mendirikan pabrik tekstil untuk menopang industri batik yang telah lama berkembang di kalangan pribumi. Rangga telah mendapat bantuan untuk menopang permodalan dari Haji Suranto, seorang pengusaha batik yang sukses. Untuk pembukaan perkebunan kapas itu maka Rangga akan meminta pengalihan sewa tanah warga dari De Winst, dan mengabulkan permintaan sewa tanah 10 kali lipatnya, dengan begitu perang melawan pengusaha asing telah dimulai. Sekar pun mulai menaruh simpati terhadap Rangga, karena lelaki yang telah dijodohkan dengannya sejak kecil itu tidak seperti dugaan sebelumnya. Selama ini sekar menganggap rangga tak lebih dari seorang bangsawan keraton berpendidikan barat, memiliki watak seperti Belanda dan tidak mempunyai visi dan misi hidup untuk memperjuangkan kesejahteraan bangsanya.
Namun akhirnya Rangga pun ditangkap dengan tuduhan melakukan makar dan ingin menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol dengan para pegiat partai terlarang yakni Partai Rakyat. Selain itu aktivitasnya mendirikan perkebunan kapas dan pabrik tekstil dinilai hendak menghancurkan pabrik gula De Winst terkait penyewaan tanah. Ia juga dituduh menghasut para buruh de Winst yang kebanyakan simpatisan Partai Rakyat untuk memboikot pabrik tersebut dengan beramai-ramai meninggalkannya. Persidangan kasus Rangga pun berlangsung cukup alot, pembelaan Kareen untuk Rangga membuat majelis hakim mengakui bahwa Rangga tidak terbukti bersekongkol menghancurkan De Winst. Namun Rangga tetap dianggap membahayakan kekuasaan ratu Belanda karena simpati yang diberikannya terhadap aktivis partai terlarang itu. Akhirnya Rangga pun tetap dijatuhi hukuman internering. Sebuah keputusan yang diluar dugaan Kareen, karena sebelumnya ia begitu optimis bisa membebaskan Rangga. Sementara itu, setelah persidangan berakhir Everdine pun memutuskan untuk bercerai, karena usaha ayahnya yang sempat memburuk karena kebiasaan judinya berangsur membaik. Mereka pun segera melunasi hutang-hutangnya terhadap keluarga Thijsse. Sedangkan Thijsse mati di tangan KGPH Suryanegara, ayah Rangga, yang menghunuskan sebilah keris kecil sebagai pembalasan atas perlakuan Thijsse yang telah memperkosa dan nyaris membunuh Pratiwi, yang ternyata anak biologis dari ayah Rangga. Namun sayangnya, sebelum menghembuskan nafas terakhir Thijsse masih bisa bangkit dan menarik pelatuk pistolnya yang melesatkan pelor tajam hingga menembus kepala KGPH Suryanegara dan menewaskannya.
Di akhir cerita sebelum keberangkatan kapal yang membawa Rangga menuju lokasi pembuangannya di Endeh, dua hari sebelumnya Kareen telah menjadi istri sah Rangga dan memutuskan mengikuti agama Rangga, dan merubah namanya menjadi Syahidah. Pernikahan itu memang keputusan Rangga yang sungguh sangat mengejutkan khususnya bagi kareen. Rangga memang telah beriltizam untuk menghilangkan segala kotoran dihatinya, ia tak ingin virus-virus cinta mengotori jiwanya, terutama ketika ia berada di pengasingan. Kegundahan di hati Rangga begitu kuat membebat, terlebih lagi beban hidupnya terasa semakin berat ketika berita kematian sang ayah sampai di telinganya. Namun yang menjadi pangkal kegelisahannya adalah munculnya sebuah kesadaran bahwa ia telah menjadi Rangga yang berbeda dari sebelumnya. Karena malam sebelum hari keberangkatannya, ia bermimpi aneh, dalam mimpinya ia tengah menjalani prosesi sebuah upacara pernikahan. Ia menjadi pengantin dengan busana kejawen yang membuatnya tampak sebagai ksatria tampan dan memesona. Ia begitu berbahagia dengan pernikahannya itu, namun yang membuatnya terhenyak adalah ketika ia terbangun dan menyadari bahwa pengantin wanita yang ada di mimpinya itu bukanlah Everdine Kareeen Spinoza yang telah mati-matian membelanya di pengadilan, akan tetapi Rara Sekar Prembayun. Ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, air mata Kareen mengalir deras. Ia melambaikan tangan yang dibalas Rangga dengan lambaian serupa. Namun Kareen sama sekali tidak menyadari, bahwa lambaian itu sesungguhnya keluar tanpa energi cinta. Ia tak menyadari bahwa yang tengah
berada di benak sang pemuda bukanlah dirinya, namun justru seraut wajah yang lain.
BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst karya Afifah Afra Dalam bab ini peneliti akan menguraikan pesan-pesan yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra, baik pesan-pesan secara umum maupun secara khusus (pesan moral). Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan
temuan-temuan
data
berdasarkan
pesan
secara
umum,
mewacanakannya dan mendeskripsikan kalimat-kalimat yang memiliki muatan-muatan sebagai pesan moral. Dan untuk mengetahui pesan-pesan moral tersebut, terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan pesan-pesan secara umum berdasarkan analisis teks. 1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks Dalam analisis teks, peneliti memfokuskan pada strategi wacana serta teknik penulisan yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu, dengan cara menguraikan struktur kebahasaan secara makro (tematik), superstruktur (skematik) dan struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik dan retoris). a. Struktur Makro Tema merupakan gagasan inti dari suatu teks yang menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh seorang penulis melalui tulisannya dalam melihat atau memandang suatu peristiwa. Tema dalam suatu karya fiksi atau novel merupakan gagasan sentral yang menjadi dasar penulisan sebuah karya dan
dalam tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca melalui tulisannya tersebut. Tema secara umum pada novel De Winst adalah menguraikan tentang: 1. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.54 Tema ini menjadi tema utama yang terdapat dalam novel, yang ditunjukkan melalui kisah tokoh utamanya Rangga yang memiliki semangat juang untuk melawan imperialisme Belanda dengan usahanya dalam bidang ekonomi. Selain itu tokoh lainnya yang berjuang keras dalam bidang pendidikan. 2. Integritas dan Loyalitas, Integritas merupakan Penggabungan dari beberapa kelompok yang terpisah menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama.55 Sedangkan loyalitas merupakan setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi sesorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu. Kedua tema tersebut tampak pada kisah Rangga, Sekar, Jatmiko dan lainnya yang memiliki kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan. Rangga seorang bangsawan keturunan Keraton Surakarta yang berhasil memperoleh gelar doktorandus di bidang ekonomi dengan predikat lulusan terbaik, setelah selama delapan tahun dihabiskan untuk menempuh studi di Universitas Leiden Belanda. Setelah kepulangannya ke tanah air, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kehidupan rakyatnya jauh dari 54 55
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme" diakses pada 25 juni 2008 Ibid.
kesejahteraan, hidup yang tertindas karena pemerintah kolonial Belanda mempekerjakan para buruh di pabrik-pabrik milik orang Belanda di tanah jajahan mereka. Para buruh itu bekerja tanpa jaminan apa-apa dengan upah yang begitu minim, berbanding tajam dengan para komisaris pabrik yang notabene kaum penjajah. Kemudian muncul Kresna, Jatmiko, Sekar yang memprovokasi Rangga yang menjadi salah satu petinggi di Pabrik De Winst saat itu, untuk bangkit melawan imperialisme dan memperjuangkan hak-hak rakyatnya atas kepemilikan tanah, perbaikan pendidikan, dan kehidupan yang lebih baik di tanah air sendiri. Tema loyalitas juga ditunjukkan dengan perjuangan mereka yang begitu hebat karena kecintaan mereka terhadap tanah airnya. 3. Tanggung jawab kepemimpinan, merupakan tekanan sosial yang mengikat sesuai dengan kewajiban dan tugas yang dibutuhkan status sosial itu sendiri sebagai pemimpin. Tanggung jawab kepemimpinan dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial yang muncul dari kesadaran seorang pemimpin yang mendorongnya untuk melaksanakan tugasnya demi kesejahteraan orangorang yang dipimpinnya. Tema seperti ini terdapat dalam novel yang menceritakan Rangga dengan segenap kemampuannya berusaha untuk memperjuangkan hak-hak buruh yang tertindas. Sebagai pribumi yang menduduki jabatan tinggi di perusahaan tempatnya bekerja, Rangga merasa ada tanggung jawab yang dipikulnya. Karena itu walaupun dia menjadi bagian dari De Winst tidak membuatnya lupa untuk memperjuangkan nasib saudara sebangsanya. Bahkan kesempatan itu yang dimanfaatkan Rangga
meskipun harus berhadapan dengan keserakahan dan kecongkakan para petinggi pabrik tempatnya bekerja yang notabenenya penjajah. 4. Persamaan derajat, tema ini ditunjukan pengarang melalui tokoh-tokohnya yang selalu menghargai orang tanpa memandang jabatan, keadaan status sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya. Walaupun pada saat itu, sistem aristokrasi yang berlaku masih menjadi tradisi masyarakat keraton jawa. Bahkan status sosial yang dimiliki para tokoh justru mereka manfaatkan untuk menolong saudara-saudara sebangsanya yang tidak seberutung mereka, baik itu dari segi pendidikan maupun ekonomi. 5. Berusaha dan bekerja keras. Tema ini ditunjukkan dalam cerita pada novel De Winst yang mengisahkan perjuangan Rangga, Sekar, Jatmiko, Pratiwi dalam membela hak masyarakat dan usaha untuk memberikan kesejahteraan bersama dengan melawan tindakan kesewenang-wenangan para penguasa Belanda yang telah menindas rakyat untuk keuntungan orang Belanda itu sendiri. Terlepas dari perbedaan cara masing-masing orang dalam melakukan usaha itu. Dan untuk mendapatkan dan merealisasikan apa yang mereka inginkan mereka pun bekerja keras tanpa takut akan bahaya yang mengancam. Melalui tema ini pengarang ingin memberi pandangan bahwa kita sebagai manusia untuk mencapai suatu keinginan harus berusaha dan bekerja keras. Segala sesuatu yang kita inginkan tidak akan datang dengan sendirinya tanpa ada usaha apapun. Dan bila dikaitakan ke agama, mengenai kerja keras menjadi hal yang dianjurkan sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya: ”.......sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Q.S Ar-Ra’d: 11)
Semua manusia ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan duniawi contohnya kecukupan materi, sukses dalam berkarir, memiliki keluarga yang sejahtera, dan untuk semua itu kita harus berusaha dan bekerja sebaik-baiknya. Dan untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat tentunya kita juga harus berusaha dengan melaksanakan segala yang diperintahkannya dan menjauhi larangan Tuhan Sang Pencipta. 6. Ciri penting menuntut ilmu dan mengamalkannya. Dalam novel ini dikisahkan tentang Rangga yang dikirim oleh ayahnya kanjeng Gusti Pangeran Haryo Suryanegara untuk kuliah di Universitas Leiden Belanda. Dengan suatu tujuan yakni mendapatkan ilmu-ilmu modern yang sama dengan orang-orang Belanda. Karena pada saat itu Hindia Belanda berada dalam kekuasaan Nederlanders. Dan dengan ilmu yang didapatkannya, ayahnya
berharap
Rangga
dapat
merealisasikan
ilmunya
untuk
kesejahteraan saudara sebangsanya yang tertindas. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Ingat, Rama menyekolahkan kamu jauh-jauh ke Nederland adalah agar kau bisa mencuri ilmu mereka. dan dengan ilmu tersebut, kau harus bisa menegakkan kehormatan bangsa yang terinjak-injak.”
Pendidikan menjadi aspek penting bagi seseorang untuk bangkit dari keterpurukan, karena itu masyarakat di mana pun tahu bahwa pendidikan menjadi suatu yang diharuskan. Jika dikaitkan ke Moral Islam, maka pendidikan itu sangat penting karena orang yang terdidik dan tidak dididik akan berbeda dalam tingkah lakunya, karena melalui pendidikan pula moral terbentuk dalam jiwa seesorang. Allah SWT berfirman:
Artinya: ”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al- ’Alaq: 1-5) Ayat diatas berisi tentang perintah Allah kepada manusia untuk membaca dan menulis, karena dengan itu maka manusia dapat mempelajari berbagai persoalan hingga menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam kehidupan. Dan dengan ilmu pengetahuan itulah yang dapat mengangkat derajat manusia di hadapan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Artinya: ”....Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat......” (QS.AlMujaadalah:11)
Allah menciptakan manusia dengan anugrah kemampuan berpikir menggunakan akalnya, berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Seorang yang berilmu akan tahu apa yang baik dan buruk baginya. Selain pentingnya untuk menuntut ilmu, mengamalkannya merupakan suatu kewajiban, karena ilmu tanpa diamalkan akan sia-sia adanya. Dan dengan ilmu yang kita dapatkan sudah seharusnya kita dapat mengamalkannya agar bermanfaat bagi diri sendiri dan kesejahteraan umat. 7. Sopan santun dan Keramahan, sopan santun sebagai norma yang mengatur tata pergaulan sesama manusia di dalam masyarakat. Tema ini ditunjukkan pengarang melalui tokoh utama Rangga yang senantiasa menjaga sopan santun dalam berbicara dan bersikap terhadap orang lain terutama orang tua. Hal ini menurut peneliti sesuai dengan
tradisi anjuran keraton Jawa,
sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam keraton jawa diharuskan untuk menjaga tata kramanya. Tema keramahan juga diungkapkan pengarang melalui tokohnya. Walaupun memiliki kehebatan dalam kedudukan tetapi tetap bersikap ramah kepada orang-orang, tanpa memandang jabatan atau kedudukan seseorang. Hal ini tentu kebalikan dari sikap angkuh atau sombong yang dinilai menyalahi moral dalam pergaulan. 8. Sabar, tawakkal dan rendah hati. Pengarang mengangkat tema tentang tawakkal dengan indikator keimanan tokoh dalam novel di tengah persoalan yang dihadapinya. Yakni Rangga dengan segenap kemampuan yang dimilikinya
senantiasa
berusaha
mewujudkan
apa
yang
menjadi
idealismenya, namun ia juga tidak lupa kepada Allah SWT Sang Pencipta, ia tidak lupa bahwa sebagai manusia memang harus berusaha dan berdoa namun segala hasilnya tidak lepas dari kehendak-Nya. Manusia untuk mendapatkan apa yang dicita-citakannya harus berusaha berdoa dan berserah diri kepada Allah, namun jika ternyata kenyataan yang diterima tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka kita juga harus bersabar dalam menerimanya, sebagai makhluk yang dianugrahkan akal sehat dan hati nurani kita harus bisa mengambil hikmah dari semuanya. Berkaitan dengan tema kesabaran ini tampak dari sosok Rangga yang bisa menerima kenyataan yang menimpanya, karena kelicikan pembesar Belanda yang takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang dilancarkan Rangga, pemerintah Belanda pun mencari-cari kesalahannya. Hingga akhirnya ia dijebloskan ke penjara dan diasingkan. Seperti pada kutipan: “Alhamdulillah, baik-baik saja. Meskipun segala sesuatu dibatasi, saya sungguh merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta. Mungkin peristiwa ini merupakan teguran tuhan karena selama ini saya cenderung mengabaikan-Nya…..” Tema tentang tawadhu’ atau kerendahan hati menjadi salah satu yang ingin ditonjolkan pengarang melalui tulisannya, hal ini tampak pada tokohtokoh dalam novel yang tetap rendah hati dan tidak angkuh dengan kehebatan yang dimilikinya. Dalam novel ini dikisahkan seorang Rangga yang berhasil menyelesaikan studinya di Rijksuniversiteit (universitas negeri) Leiden dengan hasil yang sangat gemilang. namun dengan kehebatan
apapun yang dimilikinya ia tidak lantas merasa menjadi orang hebat dan berlaku sombong. Diantaranya pada kutipan berikut: “Wah…wah, panjenengan terlalu memuji saya. Kekayaan yang saya peroleh, semata-mata karena izin Allah, Eyang. Senang sekali rasanya, bertemu dengan Eyang di kampung ini, tetapi tumben tidak seperti biasanya Eyang berjalan-jalan sejauh ini?”
b. Superstruktur Skematik merupakan teks atau wacana umumnya yang mempunyai alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagianbagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Secara struktur, bangunan novel telah lengkap dan pembaca secara jelas disodorkan pada suatu nilai pemahaman, bahwa dalam hidup seseorang harus memiliki idealisme, seseorang harus memiliki cita-cita dalam hidupnya dan yang terpenting apa yang menjadi cita-citanya bisa diperjuangkan dengan usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya. Sebagai manusia yang berpendidikan sudah seharusnya memiliki idealisme untuk kemajuan kehidupan pribadinya dan masyarakat. Idealisme itu diwujudkan dengan terus berikhtiar, kerja keras dan doa juga tidak lupa menyerahkan semuanya kepada Allah yang Maha Berkehendak. Struktur bangunan pada novel ini sebagaimana novel pada umumnya dengan menggunakan tiga struktur babak yakni, awal, konflik,dan resolusi. 1.) Babak awal: Afifah Afra membangunnya lewat pendeskripsian soal di awal cerita dengan mengisahkan seorang tokoh bernama Rangga yang berasal dari
keluarga bangsawan di keraton Surakarta. Rangga menyelesaikan studinya di universitas negeri tertua di Belanda dengan Summa cumlaude. Sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif, Ia cukup dekat dengan professor Johan Van De Vondell, guru besar fakultas ekonomi di universitasnya. Karena kedekatannya itu sang profesor menawarinya untuk tetap tinggal di London, dan mengusahakan agar Rangga mendapat beasiswa hingga meraih gelar doktor. Dan jika Rangga ingin bekerja, sebuah bank internasional siap memberinya pekerjaan. Namun ternyata ia lebih memilih untuk pulang ke kampung halamannya, selain karena permintaan orangtuanya, ia juga ingin mengabdikan ilmu yang dimilikinya agar bisa dimanfaatkan untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat bangsanya. Di tengah perjalanan pulang menuju Hindia Belanda (pada saat itu Indonesia berada dalam jajahan Belanda) dalam kapal api yang membawanya, Rangga berkenalan dengan seorang gadis Belanda keturunan keluarga Spinoza, bangsawan istana Oranje. Gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu dikenalnya ketika gadis itu meminta pertolongan Rangga dari gangguan dua pria bule mabuk yang memaksanya berdansa pada saat pesta dansa yang diadakan bagi penumpang kapal kelas satu dan dua. Sejak saat itu keduanya menjadi teman seperjalanan, dan menumbuhkan rasa saling tertarik bahkan jatuh cinta. Hingga akhirnya harus berpisah menuju tempat tujuan masing-masing, perpisahan yang meninggalkan rasa rindu namun sekaligus kelegaan, karena dengan begitu perasaannya terhadap Everdine tidak berkembang semakin jauh lagi. Ia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika ia yang keturunan keraton kasunanan memiliki pasangan gadis bermata biru, karena tentunya
akan terjadi penentangan yang bisa menguras energinya. Sesampainya di Indonesia, Rangga bekerja di sebuah pabrik gula De Winst menjadi asisten administratur bagian pemasaran. Rangga memilih menjadi pengusaha, daripada menjadi ambtenaar dan jabatan di pemerintahan lainnya. Karena dengan menjadi pengusaha ia bisa mensejahterakan masyarakat yang tertindas dan memperbaiki perekonomian bangsanya. 2.) Babak konflik: pendeskripsian soal pemunculan konflik, yaitu mulai dari perjodohannya dengan Sekar, adik sepupunya. Perjodohan merupakan harga mati bagi bangsawan Keraton Surakarta. Sebenarnya Rangga tidak menyetujui perjodohan itu, namun ia tak pernah punya daya untuk menentangnya. Berbeda dengan Sekar yang dengan terang-terangan mengatakan ketidaksetujuannya perihal perjodohan mereka di hadapan kedua orang tua mereka. Suatu tindakan Sekar yang membuat Rangga merasa salut luar biasa terhadap keberaniannya. Kemudian permasalahan di De Winst yang membuat Rangga dilema, antara memenuhi tuntutan Pratiwi yang menjadi wakil warga dalam pengajuan kenaikan harga sewa tanahnya menjadi sepuluh kali lipat. Namun sebagai orang De Winst ia harus mempertimbangkan segala sesuatunya di tengah krisis ekonomi yang melanda. Awalnya, masalah ini masih bisa ditangani dengan mengabulkan permintaan warga walaupun tidak sepenuhnya karena
tuan Biljmer
Administratur pabrik yang jadi pimpinan pabrik merupakan orang yang bisa diajak berkompromi. Masalah yang muncul kemudian adalah pergantian Administratur baru dengan Jan Thijsse, orang yang menaruh dendam terhadap Rangga, karena Everdine gadis pujaannya telah terpikat pada
Rangga. Rangga juga terbebani dengan amanat Jatmiko dan Kresna yang memprovokasinya untuk bangkit melawan imperialisme Belanda dengan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas dan para buruh de Winst yang bekerja keras agar mendapatkan gaji yang setimpal. Rangga juga mendapati kenyataan harus bertemu kembali dengan Everdine yang ternyata telah menjadi istri Jan Thijsse. Walaupun Everdine mengakui bahwa pernikahannya terpaksa dan tanpa ikatan cinta, karena ayahnya memiliki banyak hutang kepada keluarga Thijsse. Namun bagi Rangga, Everdine tidak mungkin lagi menjadi miliknya, ia pun memilih untuk menjaga jarak dengan gadis berambut pirang itu. Suatu tindakan yang membuat perasaan Everdine terluka, karena Everdine masih menaruh perasaan dan harapan terhadapnya. Pada akhirnya Rangga memilih mundur dari De Winst, selain itu Thijsse memang memecatnya karena melawan keputusannya, pada saat Pratiwi datang kembali ke perusahaan untuk meminta kepastian persetujuan kenaikan sewa tanah. Thijsse yang memaki-maki dan mengancam Pratiwi akan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan berani melawan gubernemen dan perlakuan Thijsse yang mengusir Pratiwi secara kasar membuat Rangga geram dan tidak tahan saudara sebangsanya diperlakukan semena-mena terlebih lagi ia hanya seorang wanita remaja. Konflik lainnya yaitu ditemukannya
Pratiwi dalam keadaan mengenaskan. Pratiwi ternyata
menjadi korban pemerkosaan yang tidak dapat diketahui siapa pelakunya karena setelah musibah yang menimpanya itu dia terbaring koma. Sementara itu, Jatmiko ditangkap oleh pemerintah beserta rekannya Bung Yasa ketika sedang mengadakan acara rapat terbuka Partai Rakyat.
3.) Babak resolusi: penyelesaian akhir cerita cukup menyedihkan. Setelah tertangkapnya Jatmiko serta rekan-rekannya di Partai Rakyat akhirnya keputusan sidang memberikan hukuman internering yakni diasingkan ke suatu tempat yang masih terisolir, hutan-hutan berawa yang dengan nyamuk penyebar malaria di Endeh, Bangka atau Boven Digul, sebuah lokasi yang tanpa adanya siksaan fisik pun, mampu membuat para buangan menjadi gila karena tekanan psikologis yang dahsyat. Keputusan Yang Mulia Gubernur Jenderal De Graeff terhadap Jatmiko dan pembubaran Partai Rakyat yang dianggap partai terlarang, membuat Sekar semakin marah dan menuangkan kemarahannya dalam sebuah artikel yang akhirnya dimuat di pekabaran De Express. Artikel itu berisi tuduhan bahwa gubernemen memang telah mempersiapkan skenario pemusnahan Partai Rakyat, serta hujatan terhadap De Graeff yang bersikap sewenang-wenang terhadap para aktivis pergerakan. Tuduhan Sekar ini bukan tanpa alasan, karena pada saat mengadili Jatmiko, Majelis hakim tidak membolehkannya untuk mencari advocaat sendiri, melainkan pembela sudah dipersiapkan sendiri oleh pemerintah, hanya demi formalitas. Sidang yang diadakan tidak lebih seperti pengadilan dagelan yang telah disusun skenarionya. Isi artikel Sekar tersebut memancing reaksi yang dahsyat dari pemerintah Belanda dan berakhir dengan penangkapan Sekar. Penangkapan Sekar ini membuat perasaan Rangga kacau balau dan sedih. Terlebih lagi karena Sekar menolak penawaran Rangga untuk mencarikannya pengacara. Sekar membulatkan tekadnya bahwa ia akan membela dirinya sendiri dengan pledooi nya. Rangga begitu sedih karena ia merasa akan sangat kehilangan sosok Sekar
apabila hukuman internering harus dialaminya. Karena belakangan hati Rangga mulai disusupi rasa kekaguman dan entah mengapa ia merasakan hal yang berbeda terhadap adik sepupunya itu dari sebelumnya. Ia pun menyesali mengapa sebelumnya ia tak menjalin komunikasi yang baik dengan Sekar, jika ia belum bertemu dengan Everdine tentu ia akan menerima perjodohan itu dengan senang hati. Sementara itu Sekar pun merasakan hal yang sama terhadap Rangga, ia pun merasakan debaran halus merambati dadanya dengan perhatian Rangga terhadapnya. Tapi sisi hatinya yang lain memungkirinya, karena ia berpikir bahwa ia telah menjatuhkan pilihan terhadap Jatmiko walaupun persatuan antara mereka nyaris mustahil terjadi, ia pun tak sudi berpindah ke lain hati, terlebih lagi ia tahu bahwa Rangga mencintai Everdine. Sidang Pengadilan memutuskan hukuman externering terhadap Sekar, dia diasingkan ke Belanda tanpa batasan waktu. Meskipun Rangga lega dengan hukuman yang tidak seberat dugaannya, rasa kehilangan tetap merasuk dahsyat ke rongga dadanya. Selepas kepergian jeep militer yang membawa Sekar, beberapa polisi datang menangkap Rangga dengan tuduhan yang membuat dadanya sesak, ia dianggap hendak melakukan makar, menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol dengan para pegiat Partai Rakyat yang dianggap partai terlarang. Selain itu aktivitasnya mendirikan perkebunan kapas dan pabrik tekstil dianggap hendak menghancurkan De Winst terkait dengan pengalihan sewa tanah yang akan dilakukannya. Rangga pun hanya pasrah dengan kejadian yang menimpanya itu, tapi berbeda dengan Jatmiko dan Sekar yang tidak didampingi pengacara, Rangga menerima tawaran Everdine yang ingin
mendampinginya sebagai pembela. Namun sayangnya pembelaan yang dilakukan Everdine tidak mampu merubah keputusan majelis hakim yang tetap memberikan hukuman internering kepada Rangga.
c. Struktur Mikro 1. Semantik Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks dari hubungan antar kalimat, hubungan antar preposisi yang membangun makna tertentu dalam bangunan teks. Elemen-elemen semantik adalah sebagai berikut: a. Latar: merupakan bagian teks yang bisa mempengaruhi semantik (arti kata) yang ingin ditampilkan. Novel De Winst mangambil latar cerita di kota Belanda, di sebuah kapal api, hotel di batavia, dan latar pada umumnya di kota Solo. Sedangkan latar waktu dikisahkan pengarang dengan mengambil cerita pada zaman Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Dengan latar tempat dan waktu tersebut, pengarang memberikan gambaran tentang keadaan dimana tokoh-tokohnya tidak menyukai suatu tradisi jawa yang membuat mereka terhalang dalam melaksanakan apa yang menjadi idealismenya. Karena pada zaman itu, khususnya di daerah Jawa strata sosial masih begitu kental menghiasi adat-adatnya. Imperialisme Belanda pun semakin melanggengkan tradisi feodalismenya. Dengan berbagai latar peristiwa tersebut, latar belakang dinovelkannya De Winst menurut peneliti diawali dari kepedulian pengarang terhadap fenomena sosial, yakni masih
adanya masyarakat yang masih beranggapan adanya perbedaan dalam mendapatkan hak-hak seseorang, hanya karena perbedaan golongan satu dengan yang lainnya. Melalui tokoh-tokohnya pengarang menyatakan ketidaksukaannya terhadap adanya stratifikasi sosial yang berlaku bagi masyarakat khususnya di daerah keraton jawa. b. Detail: berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan komunikator atau pengarang. Pengarang akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan
dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan
menampilkan informasi dalam jumlah sedikit, hal yang merugikan dirinya. Dalam novel De Winst, pengarang banyak menampilkan informasi yang menguntungkan kedudukannya. Salah satunya detail mengenai perjuangan para tokoh-tokoh dalam novel yang ingin mewujudkan idealismenya yakni memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang tertindas, memberikan keadilan bagi para buruh, membangkitkan semangat bangsanya untuk melawan imperialisme Belanda dan bangkit untuk merdeka. Yang bisa dilihat dari kutipan berikut: “Dengan gaji diturunkan hanya 30%, tak akan membuat Tuan-Tuan semua menjadi miskin. Ini hanya sementara. Jika malaise berakhir dan keadaan kembali normal, gaji Tuan-Tuan pasti akan kembali naik. Janganlah kita menuntut para buruh, yang gajinya tak cukup untuk hidup layak itu untuk semakin mengencangkan ikat pinggang. Demi kelangsungan perusahaan, tuan-tuan sekalianlah yang harus sedikit berkorban. Gaji seorang administratur bidang di pabrik ini, sama dengan gaji lima puluh orang buruh. Ini sangat tidak adil. Buruh juga salah satu sektor produksi yang utama. Tanpa mereka,bisa apa kita?!” h. 128.
Kutipan diatas mengandung pesan moral, bahwa dalam hidup kita tidak boleh mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak, kita
harus mau berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Selain itu, pesan moral yang terkandung yakni mengenai perjuangan dengan keberanian dalam menegakkan kebenaran.
“…..kami akan mendidik saudara-saudara kami, agar mereka tercerahkan. agar mereka menjadi orang-orang yang pandai, mengalahkan siapapun kaum di dunia ini. Tuan Hakim, Belanda adalah sebuah negara kecil, dengan kekayaan yang sangat terbatas. Anda menjadi makmur karena penduduk negeri Anda pandai. Dengan kepandaian yang kalian miliki, kalian bodohi kami, sehingga kekayaan yang kami miliki, kalian keruk sedemikian rupa.....” h. 274. Pesan moral yang terkandung dalam kutipan di atas yakni mengenai pentingnya pendidikan. Dengan begitu, kita yang saat ini telah beruntung dapat mengenyam pendidikan hendaknyan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sudah seharusnya kita menuntut ilmu sebaik-baiknya dan yang lebih penting lagi apabila kita dapat membagi ilmu kita kepada orang-orang yang tidak seberuntung kita, agar bermanfaat bagi mereka. Dua kutipan di atas, menurut peneliti merupakan pernyataan pengarang yang sangat
mendukung
akan
kemampuan
dan
keseriusannya
dalam
memperjuangkan hak-hak orang lemah dan tertindas. Karena selain aktif dalam dunia tulis menulis yang merupakan wujud pengekspresian ide-idenya, pengarang juga aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak pinggiran di kota Solo. Sebagaimana yang ditampilkan pengarang melalui tokoh-tokohnya seperti Jatmiko, Sekar dan Pratiwi yang berjuang dari sektor pendidikan kemudian perbaikan ekonomi dengan usaha Rangga dalam memberdayakan masyarakat, memberikan bekal manejemen keuangan yang
baik dan mendirikan perusahaan yang bisa membuka peluang kerja sebanyak-banyaknya bagi pribumi. c. Maksud melihat apakah teks yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit atau tidak. Elemen maksud dalam novel De Winst banyak yang disampaikan secara eksplisit, atau terbuka. Salah satu teks yang terdapat dalam cerita itu adalah mengenai penjelasan tentang pemahaman dari suatu istilah. Seperti terdapat pada kutipan berikut ini: "Kapitalis itu berasal dari kata kapital atau modal. Kapitalis adalah orang-orang yang memiliki modal. Mereka memiliki prinsip, dengan modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya. Karena prinsip yang mereka anut itulah, pada praktiknya mereka sering memeras tenaga para buruh untuk menghasilkan profit melimpah tanpa imbalan yang memadai. h. 157. Dari kutipan diatas sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu pembaca akan mudah dan cepat mengerti atau memahami akan maksud dari teks tersebut. 2. Sintaksis Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Dalam hal ini menerangkan tentang bagaimana pengarang menggunakan kalimat hingga menjadi satu kesatuan. a. Koherensi : merupakan pertalian antar kata/kalimat, biasanya dapat diamati dengan memaki kata penghubung (konjungsi): dan, atau, tetapi, namun, karena, meskipun, jika, demikian pula, agar dan sebagainya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
“Tuan Rangga tidak terbukti bersekongkol menghancurkan Pabrik Gula De Winst. Demikian pula, Tuan Rangga tidak terbukti sebagai anggota Partai Rakyat. Akan tetapi, simpati yang ia berikan kepada para aktivis partai terlarang itu, membahayakan kekuasaan Ratu Belanda di negeri ini. Oleh karena itu, kepada Tuan Rangga tetap dijatuhi hukuman, yakni internering!” h. 311.
Penempatan kata ’demikian pula’ dan ’akan tetapi’ pada keterangan di atas mempunyai fungsi sebagai kata penghubung antar kalimat satu dengan lainnya. Fungsi dari kata penghubung ’demikian pula’ mempertegas pengakuan majelis hakim akan tuduhan terhadap Rangga itu tidak benar. Sedangkan kata ’akan tetapi’ merupakan kata penghubung yang menjelaskan sesuatu yang bertentangan. Karena walaupun ternyata rangga tidak terbukti melakukan kesalahan yang dituduhkan padanya, namun dia tetap dijatuhi hukuman internering oleh majelis hakim dan pemerintahan Belanda. Karena mereka takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang dilancarkan Rangga. b. Bentuk kalimat: adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis. Menjelaskan tentang proposisi-proposisi yang diatur dalam satu rangkaian kalimat. Maksudnya, proposisi mana yang akan ditempatkan di awal atau di akhir kalimat. Kutipan berikut dapat menjelaskan dan membedakan mana subjek, predikat, objek dan keterangan: “Belanda menaklukan kami dengan kekerasan, memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata, memaksa kami melakukan rodi demi kepentingannya, serta memerangi semua orang yang memperjuangkan hak-hak kami sendiri dengan senjata pula……...” h. 272. Dari kutipan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Belanda menaklukan kami dengan kekerasan S P O Ket. Cara
memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata P O Ket. Cara Penempatan proposisi tersebut dapat mempengaruhi makna yang timbul karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak. Dari kutipan di atas, yang menempatkan ’Belanda’ sebagai subjek, dengan penempatan posisi di awal frase, peneliti berpendapat bahwa pengarang ingin menonjolkan atas kesalahan Belanda. Karena jika penempatan
proposisi
tersebut
dibalik
menjadi
”kami
ditaklukan
Belanda......” membuat Belanda ditempatkan secara tersembunyi. Makna yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda. Selain itu kata ’kami’ yang ditempatkan di awal frase memberi kesan yang menunjukkan kelamahan ’kami’ tersebut, dalam hal ini rakyat Indonesia yang diwakili oleh Jatmiko, salah satu tokoh dalam novel. c. Kata ganti: kata ganti yang digunakan dalam novel De Winst adalah kata ganti ”kami” dalam mengungkapkan perlawanannya terhadap pemerintah Belanda. Dan pengarang berada sebagai narator atau pencerita. Kekuatan kata-kata kreatif yang digunakan dalam cerita menimbulkan kesan yang tak membosankan meski terus menerus membaca, bahkan gaya penceritaannya membuat pembaca penasaran dengan ending cerita. Contoh kata ganti ”kami” dan pengarang sebagai narator terlihat pada kutipan berikut: “…kami adalah negeri yang terjajah. Belanda telah menjadikan kami sebagai sapi perahan. Sangat layak jika kami memberontak. kami menginginkan hak-hak kami terpenuhi. salah satu hak yang paling penting adalah, hak untuk merdeka! Sebagai bangsa yang berdaulat!” h. 272. “Ketika kapal api yang berangkat dari Amsterdam itu berlabuh di pelabuhan tanjung Priok, mendadak lelaki muda yang tengah berdiri di geladak itu merasakan debar hati yang tak biasa. Bak gumintang di saat malam beranjak kelam, bangunan pelabuhan itu semakin lama semakin jelas. Tak semegah dan seartistik pelabuhan di kota-kota Eropa, tetapi sungguh …aura yang dipancarkan mampu menghadirkan konser piano Mozart yang memainkan Eine Kleine Nachtmusik ‘Alegro’ di hatinya….” h. 7
3. Stilistik Stilistik adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyatakan maksud melalui pilihan kata yang digunakan. Dalam menyajikan cerita, pengarang menggunakan bahasa yang lugas. Pilihan kata yang dipakai pengarang dalam novel ”De Winst” menunjukkan ideologi dan religiusitasnya. Seperti terdapat pada kutipan berikut:
“Atau memang bergantung dengan manusia itu sungguh tak ada gunanya? Seperti perkataan Raden Haji Ngalim Sudarman kemarin. ”Ngger, jangan pernah bergantung kepada manusia. Lakukan semua karena Allah Azza wa jalla...” Ya jika semua dilakukan karena motivasi mengabdi kepada Sang Pencipta, tentu semua akan menjadi lain.semangat itu tak akan pernah luntur, karena Sang Pencipta pun tak akan luntur.” h. 139. Dari ungkapan tokoh Rangga di atas, pengarang ingin menunjukkan bahwa di tengah kegalauan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi tokoh dalam novel De Winst, bahwa kita harus selalu ingat pada Sang Pencipta. Dalam mewujudkan apa yang kita inginkan, selain usaha dan doa kita juga harus mengembalikan semuanya pada ketentuan yang Maha Kuasa. 4. Retoris
Retoris adalah gaya yang diungkapkan pengarang untuk menyatakan sesuatu dengan sebuah intonasi dan penekanan. a. Grafis: elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan.56 Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk mendukung gagasan, serta pemakaian angka-angka yang diantaranya digunakan untuk mensugestikan kebenaran dan ketelitian. Salah satunya pada kutipan berikut: “…..hanya kaum terpandang dari pribumi, yang kebanyakan adalah pengikut setia gubernemen, yang diperbolehkan sekolah hingga jenjang tinggi. Pada tahun 1925, jumlah pribumi yang tamat sekolah rendah hanya 3767 orang, yang tamat sekolah menengah pertama 354 orang dan sekolah menengah atas hanya 204 orang, sementara jumlah tamatan sekolah tinggi bahkan sama sekali tidak ada. Padahal, jumlah rakyat Indonesia ada berjuta-juta....” h. 274. Kalimat di atas merupakan pernyataan salah seorang tokoh dalam novel yakni Jatmiko saat sedang sidang pengadilan. Ia mengungkapkan fakta di atas –merupakan fakta sejarah terdapat dalam buku Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia- sebagai perlawanannya terhadap pemerintah Belanda, yang telah memanfaatkan kebodohan Indonesia untuk menguasai kekayaan tanah air ini.
56
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257-259.
b. Metafora: Kalimat yang mendukung kiasan, ungkapan sehari-hari, pepatah, dan nasehat agama, semuanya digunakan untuk memperjelas pesan utama, agar orang yang membaca akan mudah mengingt dan memahami isi pesan tersebut. Pada novel De Winst pengarang menuliskan kalimat yang mengandung muatan informasi untuk menguatkan pesan utama. Berikut kutipannya:
Sang belang yang semula melangkah gemulai Mendadak tergerus kejut Ia pun melontar langkah seribu Tak peduli semak penuh onak …………………. h. 202 Kata sang belang memiliki arti harimau, hal ini berarti tokoh dalam novel diumpamakan bagai harimau yang dikenal buas. Karena dalam cerita novel, para tokoh yang berjuang untuk kesejahteraan masyarakatnya bagaikan harimau bagi para penjajah yang siap menerkam mereka. Maka ketika salah satu tokoh penjajah berniat jahat terhadap mereka, mereka pun tak gentar meski harus menghadapi berbagai rintangan. Strategi retoris dalam novel ini menggunakan pemakaian kata yang tidak bertele-tele dan lugas sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti. Jalinan cerita dalam novel pun membuat pembaca terus tertarik untuk mengetahui jalannya cerita hingga berakhir. 2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial Pada analisis kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Pada penulisan novel De Winst pengarang bertindak sebagai pengamat sekaligus narator yang menjelaskan
peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para pelaku cerita. Dari judul novel De Winst orang awam tidak mengerti maksud dan makna dari kata De Winst. Namun, justru dari judul itulah pembaca dihadapkan pada suatu istilah yang menarik minat untuk membacanya. Pada bab per bab diceritakan bahwa De Winst merupakan nama sebuah pabrik gula, tempat Rangga sang tokoh utama bekerja di De Winst dan menjabat sebagai asisten administratur bagian pemasaran. Sebagai pribumi pemegang jabatan yang cukup tinggi di pabrik itu, ia menanggung beban yang cukup berat yakni memperjuangkan nasib ratusan buruh yang terancam diturunkan gajinya dan membuat mereka semakin tertindas. Ia juga berhadapan dengan warga desa yang meminta kenaikan sewa tanah hingga sepuluh kali lipat. Rangga merasa berdosa jika tak bisa memperjuangkan hak saudara sebangsanya. Sementara itu dunia tengah dihantam krisis ekonomi, ia pun harus berhadapan dengan para administratur yang serakah dan congkak. Namun di akhir cerita juga dijelaskan bahwa ternyata kata De Winst selain nama dai pabrik gula dalam novel yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan, kata ini juga ternyata merupakan istilah Eropa yang berarti laba. Kata ini memang sesuai, mengingat kisah dalam novel yang menceritakan kapitalisme yang terwakilkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda, yang memiliki prinsip dengan modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya. Kognisi sosial yang ditampilkan dalam cerita adalah mengenai hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial. Pengarang menggambarkan bagaimana seorang tokoh bernama Rangga Puruhita yang
masih cucu Pakubuwono X, pulang belajar Ekonomi dari Negeri Belanda, dan pulang ke Indonesia harus mengalami ‘benturan peradaban’ antara status kepangeranannya, mimpi-mimpi modernisasinya, Islamnya dan Cintanya. Diceritakan pula kisah Rangga, bangsawan Jawa yang tertarik dengan kecantikan, keramahan, dan kecerdasan seorang gadis Belanda yang baru dia kenal, namun harus kandas karena Orang tua Everdine –nama gadis itu- harus merelakan pernikahan anaknya karena hutang, bagaimana perasaan cinta seorang Sekar Prembayun kepada Jatmiko dan Pratiwi kepada Kresna karena pertimbangan lelaki pemimpin revolusi yang cerdas dan memiliki visi misi bahwa hidup itu tidak untuk diri sendiri melainkan untuk segenap umat yang membutuhkan uluran tangannya. Pengarang juga mengungkapkan definisi kehormatan dan pengabdian perempuan Jawa dimasa itu, bagaimana cinta harus terpisah karena tirani dan politik. Dan yang terakhir bagaimana sebuah pernikahan yang sah secara Syariat (antara Rangga dan Everdine yang menjadi Islam), namun dalam benak sang laki-laki masih teringat perempuan lain, yang belakangan memikat hatinya. Pesan moral yang mengandung tiga kategori dapat pengarang gambarkan dalam novel De Winst yaitu penyampaian pesan yang bersumber dari nilainilai religi, moral serta adat-istiadat yang berlaku. Dengan harapan agar pembaca dapat menghayati dan mengambil pelajaran dari apa yang telah dibaca. Novel ini juga memberikan deskripsi lengkap tentang persoalan moral, sosial dan budaya keraton jawa saat itu. Pengarang menyampaikan pesan moral melalui novelnya antara lain semangat nasionalisme yang dimiliki tokoh-tokoh dalam cerita yang diharapkan dapat
membuka pikiran pembaca untuk selalu berjuang untuk selalu berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan hidupnya dan bangsanya. Selain itu kita harus bisa menjadi orang yang kaya, kaya hati ,kaya materi, kaya ilmu, misalnya dengan cara menuntut ilmu sebaik-baiknya agar menjadi orang yang pandai dan berpikiran maju. Kaya hati dan materi maksudnya dengan kekayaan yang kita miliki, tidak membuat kita lupa akan saudara-saudara kita yang masih kekurangan dan membutuhkan uluran tangan kita.
3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial Novel De Winst ini mengisahkan penderitaan kaum inlander pada masa penjajahan Belanda dengan latar belakang budaya keraton jawa yang kental dan mengambil setting tahun 1930-an, dengan pabrik gula De Winst serta perkebunan tebu yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan. Novel ini menguraikan masa awal kebangkitan kaum muda Hindia-Belanda untuk melawan
penjajahan,
serta
dimulainya
pemikiran
untuk
menentang
kapitalisme, yang saat itu terwakilkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda. Dari uraian cerita tersebut pengarang ingin memberikan pesan moral kepada pembaca bahwa kita sebagai generasi penerus bangsa untuk senantiasa mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kita, dengan perbaikan keadaan bangsa kita di berbagai sektor. Dan untuk itu salah satu upayanya dengan pendidikan dan tentunya kita harus memanfaatkan kesempatan yang kita miliki untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Melalui novel ini juga pengarang ingin menumbuhkan kesadaran kita untuk memperjuangkan hak kita atas pendidikan, kemandirian ekonomi dan
kehidupan yang jauh lebih baik lagi di atas tanah air sendiri, sebagai wujud kemerdekaan yang seutuhnya. Pengarang memberikan pesan moral dalam novelnya sesuai dengan konteks sosial saat ini yang sedang berkembang. Dalam novel diceritakan kisah tokohnya dalam melawan kapitalisme yang diterapkan penjajah Belanda pada saat itu. Menurut peneliti hal ini sesuai dengan fenomena saat ini, di mana rakyat kecil kembali tertindas bahkan lebih parah lagi, karena saat ini kita sudah tidak dijajah bangsa lain, melainkan kebodohan, kemiskinan, kemelaratan dan sebagainya. Bagi sebagian kalangan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) merupakan suatu praktik kapitalisme, di mana kaum menengah ke bawah akan semakin terpuruk dalam ketidakberdayaan dengan mahalnya segala fasilitas dan kebutuhan kehidupan. B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst Sesuai dengan data-data yang ditemukan pada elemen tematik berdasarkan pesan secara umum, maka terdapat beberapa tema dalam novel De Winst yang bermuatan pesan moral. Pesan moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, makna yang terkandung dan makna yang disarankan pengarang kepada pembaca melalui ceritanya. Bahkan pesan moral itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan.57 a. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan Pesan moral dalam novel De Winst yang terkait dengan wujud pesan pada kategori ini tampak pada sosok Rangga yang masih mempertahankan
57
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. h. 321
keyakinannya di tengah pergaulannya sebagai bangsawan modern yang menuntut ilmu di Belanda. Sepulangnya dari Belanda, ia masih menjalankan syariat agama yang diyakininya, yakni Islam. Ia memenuhi permintaan Raden Haji Ngalim Sudarman untuk mengisi khutbah pada saat Shalat Jum’at. Walaupun ia masih memiliki kekurangan dalam membaca Al Qur’an karena memang selama sekolah di Belanda, pada masa itu tidak ada yang mengajarinya lagi membaca Al-Qur’an. Namun setelah kepulangannya dan bertemu kembali dengan guru mengajinya semasa duduk di kelas terakhir MULO, ia pun ingin mengejar keterlambatannya untuk belajar membaca dan memahami Al Qur’an. Dan manakala ia sedang menghadapi berbagai persoalan ia pun bisa mengambil hikmah bahwa semua yang menimpanya merupakan teguran tuhan. Dalam novel ini pengarang juga memberikan pesan moral melalui gambaran sang tokoh Raden Haji Ngalim Sudarman yang senantiasa menasehati dan memberikan petuah agama tentang pentingnya untuk selalu menjalankan sesuatu sesuai syariat agama, mendahulukan shalat jika waktunya tiba dibanding pekerjaan lainnya dan untuk selalu mengingat Allah SWT, kepada tokoh-tokoh dalam novel seperti Rangga, Jatmiko dan Haji Suranto, seperti tampak dari kutipan berikut: “Tentu saja kami sangat bergembira menerima undangan dari andika, nakmas Haji. Tetapi ini sudah mau shalat dzuhur, kami mau shalat dzuhur terlebih dahulu di Masjid Laweyan.” b. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri Dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia mempunyai kebebasan pribadi, yaitu kemampuan untuk menentukan tindakan dirinya
sendiri, dalam halini peneliti akan membahas beberapa pesan dalam novel De Winst yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu: keinginan, suara hati, tekad moral.58 Adapun pesan moral yang mengandung kategori hubungan manusia dengan diri sendiri,seperti terdapat pada kutipan berikut: …..Dan saat ini, ia sedang berusaha mengosongkan hati dari segala macam cinta yang tak semestinya mengotori hatinya. Ia ingin terlebih dahulu menjadikan Sang Pencipta sebagai cinta tertinggi baru setelah itu, atas nama cinta kepada Sang Penggenggam Alam Semesta, ia akan memberikan cintanya dengan proses-proses yang Dia ridhoi. Kutipan
di
atas
merupakan
bentuk
gagasan
pengarang
dalam
menyampaikan pesan moral yang berkaitan dengan kewajiban terhadap diri sendiri. Pengarang menggambarkan sosok Rangga yang memilih untuk mengutamakan pengabdian cintanya kepada ilahi, daripada mengotori hatinya dengan cinta-cinta syahwati yang
bisa menjerumuskannya, di tengah
persoalan cinta yang membebaninya yakni munculnya Everdine, gadis yang dicintainya di samping lelaki yang menjadi bos barunya di perusahaan sebagai pasangan suami isteri. Hal yang dilakukan Rangga itu bila dikaitkan kepada nilai-nilai agama Islam maka sesuai dengan perintah Allah SWT kepada manusia untuk senantiasa memperhatikan dirinya sendiri. Seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang akibatnya akan menghancurkan dirinya sendiri. Melakukan perbuatan maksiat, selain berdosa juga akan membawa dirinya sendiri ke jurang kehancuran. Semakin banyak seseorang melakukan maksiat akan semakin sesat jalan hidupnya. Firman Allah SWT:
58
K. Bertens. Etika. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 111-112
Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6) c. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial Pesan moral yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya antara lain dapat berwujud persahabatan, kesetiaan, pengkhianatan, hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta kasih terhadap suami/istri, anak, orang tua, sesama dan hubungan lainnya yang melibatkan interaksi antarmanusia. Dalam novel De Winst pengarang memberikan pesan moral terkait kategori ini diangkat melalui sosok Rangga seorang bangsawan Keraton Surakarta, namun dia tidak pernah membedakan untuk dapat menghargai dan menghormati orang, tanpa melihat status sosial dan ekonomi orang. Ia bisa menghargai persamaan derajat sesama manusia. Bahkan, ia cenderung tidak menyukai tradisi feodalisme yang berlaku dan adanya strata sosial yang berlaku saat itu. Justru dengan status sosial, ekonomi dan pendidikan yang ia miliki, tidak membuatnya lupa akan nasib saudara sebangsanya
yang
tertindas
lantas
mendorongnya
untuk
dapat
memperjuangkan hak-hak bangsanya. Ia melakukan segala usaha untuk menolong kaum buruh yang tertindas karena mendapat gaji yang tidak setimpal dengan kerja keras mereka. Semangat Rangga ini tidak lepas dari dukungan Sekar, Jatmiko dan Kresna. Karena sebagai orang yang memiliki kecukupan materi, pendidikan menjadi suatu keharusan bagi kita untuk berbagi kepada sesama yang kekurangan. Berikut ini firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang berisi anjuran untuk saling tolong menolong:
⌧ Artinya: ”......Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah:2) . Pesan tersirat juga peneliti temukan dalam kisah Rangga dan Sekar, putra-putri keraton yang telah dijodohkan pada orang tua mereka. Perjodohan yang membuat mereka merasa hidupnya sempit karena tak bisa menentukan pilihannya sendiri. Namun pada akhirnya ketika mereka tiba pada suatu keadaan dimana keduanya merasa saling tertarik tetapi, mereka berusaha meyakinkan hatinya untuk memendamnya untuk kebaikan bersama di sini terdapat pesan mengenai kepasrahan dalam mencintai seseorang, dan nampaknya pengarang ingin memberikan kesan bahwa ada perbedaan antara ungkapan cinta dan perasaan untuk memiliki, karena itulah kita harus mendahulukan cinta kepada Allah melebihi segala cinta lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
⌧
☺ ⌧
⌧ Artinya: ”Kalau bapak-bapakmu, anak-anakmu, istri-istrimu, kaum keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatir menanggung rugi, tempat tinggal yang kamu sukai, kalau semua itu kamu cintai lebih dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai Tuhan mendatangkan perintah-Nya (kebinasaan dan lainlain). Allah tidak memberikan pimpinan kepada kaum yang fasik, jahat.” (QS. At-Taubah:24)
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis: 1. Dari keseluruhan isi cerita, penyajian wacana novel ini terbilang cukup baik, hal ini terbukti dari tema-tema yang diangkat yakni mengenai nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal dan rendah hati. Skema atau alur ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Lengkap dengan pemilihan bahasa, kata, bentuk kalimat dan metafora yang terbilang apik. Dari segi kognisi sosialnya, komunikator dalam hal ini pengarang novel tampak ingin memberikan pesan moral mengenai semangat nasionalisme dan berjuang untuk mendapatkan dan mewujudkan kemerdekaan bangsa kita yang seutuhnya. Dari segi konteks sosial, penulis berkesimpulan bahwa novel ini dibuat sebagai suatu gagasan yang menjadi pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, yakni tentang semangat nasionalisme, perjuangan dan pendidikan. Karena fenomena yang terjadi saat ini, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengoptimalkan pendidikan, padahal pendidikan merupakan penunjang
utama bagi seseorang untuk memiliki kehidupan yang lebih baik lagi di masa depan. 2. Hasil dari analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst ini terdapat beberapa bentuk kategori pesan moral yang meliputi: hubungan manusia dengan Tuhannya berupa ketaqwaan manusia kepada tuhannya, dalam hal ini ketaqwaan tokoh kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial, berupa tolong menolong, menghjargai dan menghormati sesama, sopan santun, keramahan, kesetiaan dan sebagainya. dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri berupa rasa cinta, rindu, ambisi, cita-cita atau ideologi dan sebagainya B. Saran-saran 1. Para pelaku dakwah hendaknya lebih menyadari bahwa karya sastra seperti novel merupakan salah satu alat yang efektif dalam menyampaikan pesan moral, oleh karenanya para pengarang dapat mempelajari cara penulisan novel yang lebih menarik dan memanfaatkannya sebagai sarana dakwah dan penyampaian moral yang tak mungkin ada dalam wacana lain. 2. Kepada para sastrawan muslimin hendaknya sebuah novel ditulis tidak saja berdasarkan pengembangan imajinasi, akan tetapi juga dilandasi sebuah riset yang cermat, seperti mencari data-data, karena ada banyak novel-novel di Indonesia yang berisi hiburan tanpa adanya nilai-nilai sastra yang bersifat artistik, kultural, etis, moral, religius, dan nilai praktis. 3. Karya yang baik adalah karya yang isinya bermutu, tidak asal menulis, harus ada pengetahuan yang mengajak kepada kebenaran juga dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak.
4. Pengemasan buku novel ini terbilang rapi, dengan pilihan desain sampul yang apik, juga dekorasi yang menghias tiap-tiap halamannya. Hal ini penting diperhatikan, karena salah satu yang membuat buku itu terlihat menarik yakni sampulnya. Sayangnya, istilah yang digunakan dalam novel ini ada beberapa diantaranya yang menggunakan istilah dalam bahasa Prancis, namun tidak disertai keterangan. Selain itu masih ada kesalahan ketik dan pengejaan. Memang tidak banyak, namun penulis rasa hal ini perlu juga diperhatikan demi untuk mendapatkan hasil karya yang sempurna baik itu bagi pengarang, penerbit dan masyarakat. Maka dari itu, penulis menyarankan agar dalam penulisan lebih diperhatikan lagi sebelum naik cetak. 5. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang dapat mengembangkan karya sastra seperti novel yang sarat dengan nilainilai religi, akhlak dan moral agar dapat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Ambary, Abdullah. Intisari Sastra Indonesia, Bandung: Djatmika, 1983. Amin, Ahmad. ETIKA: Ilmu Akhlak. Cet. ke-8. Jakarta: Bulan Bintang,1995. Bertens. K. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000. Daradjat, Zakiah. Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Masagung, 1993. DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-3. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991. Edisi baru Djamaluddin, Dedy. Deddy Mulyana. Etika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996. Djatnika, Rachmat. Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996. Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cet. keV.Yogyakarta: LKIS, 2006. Hadiwardoyo, Purwa. Moral dan Masalahnya. Cet.ke-9. Yogyakarta: Kanisius, 1990. Hasan, Hamid Lubis. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa, 1993. Juhara, Erwan., dkk., Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Setia Purna Inves. Kasman, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004. Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah, 1980. Kusnawan, Aep et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press, 2004. , Berdakwah Melalui Tulisan. Bandung: Mujahid Press, 2004. Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf , Cet. ke-5. Jakarta: Rajawali Press, 2003. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada, University Press, 1998.
Oetomo, Dede. Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, Dalam PELLBA. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Pateda, Mansoer. Linguistik: Sebuah Pengantar, Bandung: Angkasa. 1994 Pranowo, Djoko. Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985. Purwanto, Yadi. Etika Profesi. Bandung: PT. Repika Aditama, 2007. Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama Media, 2000. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra, Cet. ke-2. Padang: Angkasa Raya. Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1997. Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Cet.ke-4. Bandung: Rosdakarya. 2004. Sumardjo, Jakob. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Penerbit Alumni, 1999. Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1993. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Cet. ke-2. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. Tim Penyusun. AlQur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah, 1983. Widjaja, H.A.W. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina Aksara Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI, 1996. Internet: http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008 www.id.wikipedia.org. www.indiva.mediakreasi.blogspot.com
.