ANALISIS WACANA FILM TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH KARYA CHAERUL UMAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
ZAKKA ABDUL MALIK SYAM NIM: 105051001918
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1430 H
ABSTRAK “Analisis Wacana Film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam” Oleh : Zakka Abdul Malik Syam 105051001918
Film Titian Serambut dibelah Tujuh merupakan salah satu film ber-genre drama religi, mengusung tema seputar perjuangan sesosok guru muda yang bernama Ibrahim yang telah menimba ilmu dari pesantren. Dalam langkahnya sebagai guru muda yang ingin menerapkan ilmunya di tengah masyarakat ia menemui banyak sekali tantangan dan lika-liku dalam kehidupannya, namun semua itu ia hadapi dengan keikhlasan dan kesabaran serta perjuangan. Kemudian yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana gagasan atau wacana yang terdapat dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh yang di sutradarai oleh Chaerul umam? Selanjutnya akan melahirkan sub-question mengenai nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam film titian serambut dibelah tujuh ini? Metode yang digunakan adalah analisis wacana dari model Teun Van Dijk. Dalam model Van Dijk ada tiga dimensi yang menjadi objek penelitiannya, yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan juga konteks sosial adalah pandangan atau pemahaman komunikator terhadap situasi yang melatar belakangi dibuatnya film tersebut. Sedangkan dimensi teks adalah susunan struktur teks yang terdapat dalam film ini. Jika dianalisa, secara umum guru Ibrahim dalam film titian serambut dibelah tujuh ini hendak mengkonstruksi tema besar yakni tentang keikhlasan, kesabaran dan perjuangan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar serta cobaan yang dihadapinya. Dalam film ini juga tertangkap kesan kuat mengenai kepasrahan seorang manusia terhadap Tuhannya, kemudian agar lebih menggugah emosi para penonton disisipkan kata/kalimat yang berpetuah bijak. Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa strategi wacana, komunikator dalam film ini dapat ditemukan dalam wacana Van Dijk yang meliputi elemen tematik, skematik, semantik, sintaksis, stalistik, maupun informasi percakapan dan ungkapan kiasan dalam strategi retoris. Komunikator melakukan strategi wacana melalui komposisi jumlah scene yang mempresentasikan wacanawacana yang hendak di usung, komposisi peletakan scene, penekanan suatu pesan dan pelemahan suatu scene yang lain hingga penguatan karakter/tokoh dan pelemahan karakter/tokoh lain.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur disampaikan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam’’ ini dapat terselesaikan. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Banyak pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu, sepatutnyalah diberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada : 1.
Dr. Arief Subhan, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, dan Drs. Wahidin Saputra,MA., Drs. H. Mahmud Djalal, MA., serta Drs. Study Rizal L.K, selaku Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi
2.
Drs. Jumroni, M.Si., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
3.
Hj. Umi Musyarofah, MA., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
4.
Drs. S. Hamdani, MA., selaku dosen Pembimbing skripsi, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
ii
5.
Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat. Juga kepada Staf Perpustakan Utama, dan Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
6.
Kedua orang tua tercinta, H. Syamsuddin dan Hj. Jawiyah atas segala kasih sayang, perhatian, doa, dan segala bantuan baik berupa dukungan moril maupun materiil.
7.
Sutradara Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Bapak Chaerul Umam, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan pencerahan tentang film nasional ditengah sibuk jadwal syuting film sinteron religi ramadhan terbarunya.
8.
Keluarga Besar (Alm.) Hj. Fatimah Binti H. Solihin, encang-encing, abangabang, mpok-mpok, yang selalu memberikan nasihat, masukan dan kritik untuk kebaikan yang membuat hati ini bahagia dan termotivasi.
9.
Kawan-kawan seperjuangan KPI B angkatan 2005, Irfanul Hakim, Indra Gunawan, Afandi Sradak-sruduk, Acunk, Noviyanto, Erwin Item, Rif.Q, Laily, Maryam, Yudithia Ahmad, dan yang hingga sampai saat ini entah dimana kalian, seluruh KOMUNITAS DJUANDA Ray, Renal salam oke-oke, ElMasyhar United.
10.
Kawan-kawan KPI A, KPI C, KPI D. don’t miss me ok2x terima kasih buat motivasi dan hangatnya arti perkawanan.
iii
Akhirnya hanya Allah SWT jualah, penulis kembalikan semoga semua yang telah diberikan kepada penulis akan menjadi amal ibadah yang tak terhapus selamanya. Dengan demikian, mesti diakui masih terdapat banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karenanya, sangat diharapkan saran dan kritik juga ralat dari pembaca sekalian. Semoga tulisan ini bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
Jakarta, 04 Maret 2010
Penulis
iv
ANALISIS WACANA FILM TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH KARYA CHAERUL UMAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
ZAKKA ABDUL MALIK SYAM 105051001918
Pembimbing:
Drs. S. Hamdani, MA NIP.19550309 199403 1 001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1430 H
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini, media massa yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah seperti surat kabar, radio, televisi, internet dan film memberikan kemudahan bagi para da’i untuk menyampaikan pesan dakwahnya. Karena dengan menggunakan media massa maka jangkauan dakwah tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Sebagaimana diketahui, film merupakan salah satu media komunikasi massa, 1 Oleh karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan (edukatif) secara penuh (media yang komplit) 2 Diantara beberapa media tersebut yang banyak diminati oleh masyarakat adalah film, karena film bisa memadukan dua unsur yaitu suara dan gambar. Selain itu film juga merupakan salah satu dari hasil kebudayaan yang kehadirannya saat ini akrab dengan keseharian manusia. 3 Film dimasukkan dalam kelompok komunikasi massa selain mengandung aspek hiburan, juga memuat aspek edukatif. Namun aspek sosial kontrolnya tidak
1
Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar (Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 11. 2 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2003), h.207. 3
Mustafa Mansur, Jalan Dakwah, (Jakarta: Pustaka Ilmiah, 1994), h.26.
1
2
sekuat pada surat kabar, majalah serta televisi yang memang menyiarkan berita berdasarkan fakta yang terjadi. Fakta film ditampilkan secara abstrak dimana tema cerita bertolak dari fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Bahkan dari itu, dalam cerita dibuat secara imajinatif. 4 Kehadiran keanekaragaman media komunikasi adalah salah satu yang dapat dimanfaatkan oleh umat Islam sebaik-baiknya sebagai sarana peningkatan iman dan takwa, media komunikasi juga dapat digunakan untuk penyampaian pesan moral baik yang terkandung dalam Islam maupun yang hanya disepakati oleh masyarakat. Oleh karena itu praktis dakwah dituntut unuk bisa berinovasi melalui media alternatif dalam menyampaikan nilai moral kepada masyarakat dan kebenaran Islam. 5 Film sama dengan media artistik lainnya memliki sifat-sifat dasar dari media lainya yang terjalin dalam susunannya yang beragam. Film memiliki kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu, mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak majukan dan memundurkan secara bebas dalam batasan-batasan wilayah yang cukup lapang. Meski antara media film dan lainnya terdapat kesamaan-kesamaan, film adalah sesuatu yang unik. 6 Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua (the
4
Marfi Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Logos, 1999),
h.27. 5
Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia (Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983), h. 120. 6
Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar, h. 6.
3
second reality) dari kehidupan manusia. Kisah-kisah yang ditayangkan bisa lebih bagus dari kondisi nyata sehari-hari, atau sebaliknya bisa lebih buruk. Film sebagai media komunikasi yang di dalamnya terdapat proses komunikasi banyak mengandung pesan, baik pesan sosial, pesan moral, maupun pesan keagamaan. “Mengikuti dunia perfilman, nampaknya kini film telah mampu merebut perhatian masyarakat. Lebih-lebih setelah berkembangnya tekhnologi komunikasi massa yang dapat memberikan kontribusi bagi perfilman. Meskipun masih banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek ekslusif bagi penontonnya. Puluhan bahkan ratusan penelitian berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia betapa kuatnya media mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan para penontonnya.” 7
Namun sebelum itu, saya akan menguraikan sedikit ekspresi kebudayaan Islam di mana memainkan peranan yang signifikan bagi kebudayaan Islam. Pada dasarnya, ekspresi kebudayaan Islam tak terlepas dari sistem nilai dalam ajaran Islam sebagai bentuk manifestasi dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang bersumbu pada doktrin tauhid. Di bawah ini saya akan menguraikan secara singkat konsepsi ajaran Islam yang memiliki implikasi pada karya seni dan kebudayaan Islam. Di dalam Islam kita mengenal adanya konsep tauhid, suatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Konsep tauhid ini mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia tak lain kecuali menyembah kepada-Nya. Doktrin bahwa hidup harus diorientasikan
7
KH. Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, (Bandung: Pusdai Press,2000), h. 96.
4
untuk pengabdian kepada Allah inilah yang merupakan kunci dari seluruh ajaran Islam. Tapi kemudian ternyata bahwa sistem tauhid ini mempunyai arus balik kepada manusia. Dalam banyak sekali ayat kita melihat bahwa iman, yaitu keyakinan religius yang berakar pada pandangan teosentris, selalu dikaitkan dengan amal, yaitu perbuatan atau tindakan manusia; keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ini berarti bahwa iman harus selalu diaktualisasikan menjadi amal, bahwa konsep tentang iman, tentang tauhid, harus diaktualisasikan menjadi aksi kemanusiaan. Pusat dari perintah zakat-misalnyaiman, adalah keyakinan kepada Tuhan; tapi ujungnya adalah terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, di dalam Islam, konsep teosentrisme ternyata besifat humanistik. Artinya, menurut Islam, manusia harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia sendiri. Humanisme-teosentris inilah yang merupakan nilai-inti (core-value) dari seluruh ajaran Islam. 8 Humanisme-teosentris menjadi tema sentral peradaban Islam. Arti tema sentral inilah muncul sistem simbol. Sistem yang terbentuk karena proses dialetik antara nilai dan kebudayaan. Misalnya dalam Al-Qur’an, kita mengenal adanya rumusan amar ma’ruf nahi munkar ditujukan untuk serangkaian gerakan pembebasan dan emansipasi. Nahi Munkar, atau mencegah kemungkaran, berarti membebaskan manusia dari semua bentuk kegelapan (zhulumat) alam pelbagai
8
Ibnu Taymiyah, Amar ma’ruf nahi munkar. (Jakarta: Aras Pustaka, 1999). h, 11.
5
manifestasinya. Dalam bahasa ilmu sosial, ini juga berarti pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, ataupun penindasan. Sementara itu, amar ma’ruf yang merupakan langkah berangkai dari gerakan nahi munkar, diarahkan untuk mengemansipasikan manusia kepada nur, kepada cahaya petunjuk ilahi, untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan di mana manusia mendapatkan posisinya sebagai makhluk yang mulia. 9 Amar ma’ruf nahi munkar adalah ajaran yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabNya, yang dibawa oleh rasul-rasulNya, dan bagian dari agama. Risalah Allah itu sesungguhnya adakalanya berupa berita (ikhbar), dan adakalanya pula berupa tuntutan (insya’). Ikhbar (berita) berkaitan dengan zatNya, makhlukNya, seperti tauhid dan kisah-kisah yang mengandung janji baik dan janji buruk (al-wa’d wa’l-wa’id). Sedangkan insya’ adalah amr (perintah), nahi (larangan) dan ibahah (pembolehan). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf [157] diterangkan: 10
⌧
☺ ☺
”Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar”. (QS. Al-A’raf : 157) Walaupun film ini termasuk film klasik, namun film Titian Serambut Dibelah Tujuh mencoba memberi tontotan bermoral dan menjunjung tinggi nilai moral yakni keyakinan, perjuangan, kepasrahan, kesetiaan serta harapan. Film
9
Kontowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi., (Bandung : Mizan Press,1998), h.228-229 10 Ibnu Taymiyah, Amar ma’ruf nahi munkar. h, 1.
6
Titian Serambut Dibelah Tujuh yang walau terlihat usang, namun film ini adalah bentuk awal film dakwah pertama yang di presentasikan oleh sutradara Chaerul Umam. Dalam konteks ini, apa yang terkandung pada cerita film Titian Serambut Dibelah Tujuh, film satu dari lima film yang dibiayai Dewan Film Nasional 1981-1982, yang telah memenangi penghargaan PWI Jaya sebagai Film Drama Terbaik 1983 dan Tata Suara terbaik. 11 Melakukan dakwah Islamiyah dengan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di desa Batu Hampar yang dilakukan oleh tokoh protogonis Ibrahim dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang sesuai dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar. Ibrahim dalam melangsungkan dakwahnya terbukti telah memberikan perubahan yang signifikan bagi desa batu hampar dengan menggagas dan mengimplementasikan Islam yang berpihak pada transformasi sosial. Memang pada awal mulanya usaha untuk merintis gagasan Islam yang transformatif banyak mendapatkan tantangan terutama dari H.Sulaeman selaku guru agama dan sesepuh kampung, kehidupannya banyak dipengaruhi kebejatan moral Harun, orang terkaya di kampung itu. Di tambah ulah seorang pemuda brandalan yang bernama Arsad dengan berbagai cara ia tempuh untuk menghentikan usaha Ibrahim dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di desa batu hampar.
11
Kristanto JB dalam Katalog Film Indonesia; 1926 -2005. h. 69.
7
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam. Untuk membahas permasalahan di atas maka penulis mengangkatnya ke dalam bentuk skripsi dan memberi judul: “Analisis Wacana Film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah penulisan dalam skripsi ini, maka perlu bagi penulis untuk membatasi ruang lingkup dari permasalahan yang akan dibahas pada kajian ini. Agar pembahasan dalam skripsi ini jelas dan terarah penulis mengambil Analisis Wacana Teun Van A Djik, yang mempunyai kategori yaitu Dilihat secara teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Melihat dari isi teks yang dapat menekankan pada isi dalam skenario film tersebut, kemudian melihat dari kognisi sosial meneliti dan memahami bagaimana bentuk hasil peristiwa yang terjadi dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh, dan di lanjutkan kepada konteks sosial yang menunjukkan bahwa proses film tersebut diproduksi dan menggambarkan nilai-nilai masyarakat dan dijadikan objek oleh penulis skenario dalam membuat film ini. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan
batasan
permasalahan sebagai berikut :
masalah
tersebut,
penulis
merumuskan
8
1. Bagaimanakah wacana film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” dilihat dari teks (struktur makro, superstruktur, struktur mikro)? 2. Bagaimanakah wacana film ”Titian Serambut Dibelah Tujuh” dilihat dari kognisi sosial? 3. Bagaimanakah wacana film ”Titian Serambut Dibelah Tujuh” dilihat dari konteks sosial?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dengan mengacu kepada permasalahan sebagaimana penulis rumuskan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
memberikan kejelasan tentang wacana film Titian Serambut Dibelah Tujuh. 1. Untuk dapat mengetahui bangunan wacana teks film 2. Untuk dapat mengetahui kognisi sosial yang melatarbelakangi penulis skenario dalam membuat naskah film Titian Serambut Dibelah Tujuh 3. Untuk
dapat
mengetahui
konteks
sosial
menurut
wacana
berkembang.
2. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah: a. Secara Akademis
yang
9
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi penambahan wacana keilmuan dakwah terutama dalam hal ini media film sebagai secara penyampaian syiar Islam. b. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi para akademisi, praktisi, pemikir dakwah dan juga para seniman, dalam mengemas nilai-nilai Islam menjadi sebuah kajian yang menarik. Selanjutnya, tulisan ini diharapkan agar media film sebagai saluran berdakwah di era informasi yang lebih dimanfaatkan dan dipergunakan secara optimal. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan penelitian analisis wacana (Discourse analysis) yaitu studi tentang struktur pesan atau telah mengenai aneka fungsi bahasa (pragmatik). 12 Metode analisis wacana berbeda dengan analisis isi kuantitatif yang lebih menekankan pada pertanyaan ’Apa’ (what), analisis wacana lebih melihat kepada ’Bagaimana’ (how) dari sebuah wacana (cerita, teks, kata) disusun atau dikemas dan diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah kalimat atau paragraf. Analisis wacana tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi bagaimana juga pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotic dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001), h. 68.
10
yang disampaikan. Analisis wacana bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana isi pesan yang akan diteliti. 13 Metode yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun Van A Djik, menurutnya penelitian wacana tidak hanya pada teks semata, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Inti analisis Van Djik menggabungkan tiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis. Ada empat perbedaan antara analisis wacana dengan analisis isi (kuantitatif) menurut Eriyanto yaitu: a. Analisis Wacana lebih bersifat kualitatif dibandingkan dengan analisis isi yg umumnya kuantitatif, analisis wacana menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit katagori seperti yg terdapat dalam analisis isi. Sehingga dalam menentukan analisis datanya, analisis wacana tidak memerlukan lembaran koding. b. Analisis isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), atau dengan kata lain yang dipentingkan adalah “objektivitas”, “Validitas” (keakuratan data), dan realibitas. Sedangkan dalam analisis wacana, unsure terpenting dalam analisisnya adalah penafsiran dari teks yang latent (tersembunyi). c. Analisis isi kuantitatif lebih menekankan kepada “apa’’ (what) yang dikatakan oleh media, dan hanya bergerak pada level makro isi media saja. Sedangkan analisis wacana menekankan kepada “bagaimana” (how) dan dengan cara apa pesan dikatakan oleh media. Selain meneliti level makro
13
Sobur, Analisis Teks Media, h. 68.
11
isi media, analisis wacana juga meneliti pada level mikro yang menyusun suatu teks, seperti kata, kalimat, ekspresi, dan retoris. d. Analisis isi bertujuan melakukan generalisasi dalam penyimpulan hasil penelitiannya, dan bahkan melakukan prediksi. Hal ini karena dalam unit atau perangkat penelitiannya mengunakan sample, angket dan sebagainya, yang secara tidak langsung bertujuan untuk menggambarkan fenomena dari suatu isu atau peristiwa. Sedangkan analisis wacana tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi dengan menggunakan beberapa asumsi. Hal ini karena analisis wacana melihat bahwa setiap peristiwa pada dasarnya selalu bersifat unik, karena tidak diperlukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isu dan kasus yang berbeda. 14 Kelebihan analisis wacana dari model Van Dijk adalah bahwa penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks saja, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran serta kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. 15 Wacana dalam model Teun A. Van Dijk mengutamakan tiga hal atau dimensi yaitu teks sosial, kognisi sosial, dan konteks sosial, dan inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi tadi menjadi sebuah kesatuan (Unity). a)
Kerangka Analisis Wacana dalam Dimensi Teks
14 15
h.224.
Sobur, Analisis Teks Media, h. 70-71. Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKIS, 2006),
12
Kerangka analisis wacana dalam dimensi teks yang dipaparkan oleh Van Dijk dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan, dimana struktur satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang saling mendukung yaitu: 1) Struktur makro, yaitu makna atau global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks. 2) Superstruktur, yaitu kerangka suatu teks, maksudnya struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. 3) Struktur mikro, yaitu makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya bahasa yang dipakai oleh suatu teks. 16 Dalam sebuah film, teks yang dimaksud di sini adalah cerita dari adegan per adegan yang disampaikan oleh para pemainnya. Peneliti menjelaskan pada ketiga dimensi tersebut di atas, adapun struktur wacananya adalah sebagai berikut: Di bawah ini adalah dimensi teks sosial menurut model Teun A. Van Dijk. Struktur Wacana
Hal Yang Diamati
Struktur Makro
Tematik
Elemen Topik
Tema atau topik yang dikedepankan dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh Superstruktur
Skematik Bagaimana bagian dan urutan film di skemakan dalam teks atau naskah
16
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 227.
Skema
13
film yang utuh
Struktur mikro
Semantik
Latar,Detail dan Maksud
Makna yang ingin ditekankan pada film Sintaksis
Bentuk,Kalimat Bagaimana kalimat atau Koherensi,Kata Ganti bentuk, susunan yang di pilih Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam film Leksikon Titian Serambut Dibelah Tujuh Retoris Bagaimana dengan cara penekanan dilakukan
b)
Grafis,Metafora
Analisis Wacana dari Dimensi Kognisi sosial Sedangkan analisis wacana dari dimensi kognisi sosial adalah titik kunci
dalam memahami sebuah produksi teks atau cerita, maksudnya adalah selain meneliti teks, penulis juga meneliti proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya suatu teks ini tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk, tetapi juga proses ini memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu bentuk wacana tertentu. 17
17
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 266.
14
Oleh karena itu, untuk mengetahui suatu peristiwa yang disampaikan oleh komunikator, dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk menemukan struktur mental komunikator ketika memahami suatu peristiwa yang dibuatnya. “Menurut Van Dijk, analisis kognisi sosial memusatkan perhatian pada struktur mental, proses pemaknaan, dan mental komunikator dalam memahami sebuah fenomena dari proses produksi sebuah teks (berita, cerita dan sebagainya).” 18 c)
Analisis Wacana dari Dimensi Konteks Sosial Dimensi ketiga dari analisis wacana yang dikemukakan Van Dijk adalah
analisis konteks sosial. Menurut Van Dijk, wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti suatu teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meniliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. 19 Setelah mengetahui struktur wacana model Van Djik di atas, ada dua kategori yang penting dalam meneliti suatu teks media yaitu dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosial ini mempunyai dua arti, di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses film tersebut diproduksi, namun di sisi lain ia menggambarkan bagaimana nilai-nilai masyarakat menyebar dan diserap oleh penulis skenario dan akhirnya digunakan untuk membuat film tersebut. 2. Subjek dan Objek Penelitian
18 19
Eriyanto, Analisis Wacana, h.267. Eriyanto, Analisis Wacana, h. 271.
15
Adapun subjek penelitian ini adalah film ”Titian Serambut Dibelah Tujuh” yang pemikiran utamanya adalah Chaerul Umam dan Tokoh Protagonis yaitu El Manik, sedangkan objek penelitiannya adalah hanya fokus pada wacana kritis yang terdapat pada film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” wacana kritis yang di maksud adalah menggambarkan amar ma’ruf, nahi munkar serta penanaman sikap terhadap individu yang terdapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Sumber data dari penelitian ini adalah berdasarkan skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh, footage dan juga dari buku-buku pustaka yang penulis jadikan sumber bacaan untuk penulisan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Observasi Observasi adalah berupa kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan, peninjauan, penyelidikan dan riset. 20
Penelitian melakukan observasi
langsung yaitu dengan teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek yang di selidiki yaitu film titian serambut dibelah tujuh dan objeknya yaitu wacana yang di angkat melalui literatur yang didapatkan, menganalisis kemudian membedah skenario . b. Wawancara
20
Sutrisno Hadi, Metedologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 92.
16
Wawancara adalah merupakan suatu alat pengumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data. Penulis menggunakan teknik wawancara terpimpin, yaitu penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah penulis persiapkan, kemudian setelah itu dijawab oleh pemberi sumber data dengan jelas dan terbuka, dengan menggunakan alat panduan wawancara yaitu tape recorder. Narasumber yang di wawancarai yaitu Sutradara Chaerul Umam. c. Dokumentasi Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang diperoleh dengan cara mencatat dokumen-dokumen berupa catatan tertulis atau literatur yang koheren dan yang berhubungan dengan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Analisis wacana lebih melihat kepada gagasan yang akan diteliti. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan dan kesatuan serta penafsiran penulis skenario berupa analisa. Untuk penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat Deskriptif Analisis, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif, dengan menggambarkan pesan-pesan dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh. Dalam hal ini, wacana film Titian Serambut Dibelah Tujuh meliputi konteks sosial, kognisi sosial dan teks skenario. Menganalisis superstruktur yang mencakup skematik yang ada dalam film tersebut. Terakhir adalah struktur mikro
17
yang meliputi semantik, sintaksis, stalistik, retoris yang terdapat dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh. Dalam melaksanakan analisis ini, perlu dilakukan penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 5. Pedoman Penulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan, berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press, 2007, Cetakan kedua E. Tinjauan Pustaka Penulis menggunakan beberapa rujukan skripsi terdahulu dalam mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan skripsi yang sedang ditulis, hal tersebut bertujuan agar tidak adanya kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan kepustakaan serta membaca literatur buku-buku yang berkaitan dalam skripsi ini antara lain, Onong uchjana effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Kontowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar
Untuk Analisis Wacana. M. Boggs Joseph, The Art of Watching Film. Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar. dan tidak mendapati judul
18
yang serupa dengan judul yang diambil oleh penulis yaitu : Analisis Wacana Pesan Moral dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani oleh saudara Sukasih Nur tahun 2008. Dalam penulisan, penulis merujuk pada beberapa judul skripsi yang berkaitan, diantaranya: Analisis Wacana Dakwah dalam Film Ayat-Ayat Cinta oleh saudara Zeid Nuh tahun 2008. Sedangkan penulis mengambil judul Analisis Wacana Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Karya Chaerul Umam, dari dua perbandingan di atas penulis berkeyakinan bahwa dengan objek yang berbeda maka akan menghasilkan pada hasil penelitian yang berbeda pula. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Secara sistematis bab-bab tersebut adalah sebagai berikut: BAB I :
Diawali dengan pendahuluan yang menjadi alasan diangkatnya penelitian ini. Bagian
ini terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan masalah dan perumusan masalah, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II:
Sebagai elaborasi mengenai film sebagai media pesan dakwah meliputi, pengertian wacana film, tinjauan tentang film, film sebagai sarana transformasi sosial, wacana film dilihat dari presfektif teoritis.
BAB III:
Gambaran umum tentang film titian serambut dibelah tujuh, biografi tentang Chairul Umam meliputi, latar belakang Chairul Umam, karya-karya dari Chairul Umam, serta menguraikan deskripsi tentang film Titian Serambut Dibelah Tujuh.
19
BAB IV:
Merupakan inti persoalan yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu berupaya menerangkan temuan dan analisis wacana yang dibangun dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh dan korelasinya dengan konteks teks film, kognisi sosial, konteks sosial dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh.
BAB V :
Merupakan akhir atau penutup dari penulisan skripsi ini, berisi kesimpulan dan saran-saran. Pada bagian penutup ini merupakan jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang termuat dalam rumusan masalah.
Lampiran-lampiran. Berisikan naskah wawancara, dokumentasi, footage-footage gambar dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh, foto-foto pembuat film Titian Serambut Dibelah Tujuh, dan lain-lainnya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Wacana Film 1. Analisis Wacana Secara etimologi, wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’ atau berucap’. Kata ana yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membedakan’ (nominalisasi). Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. 1 Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguis di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa Latin discursus (lari kesana kemari). Kata ini diturunkan dari kata dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan kata currere (lari). 2 Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat luas. Luasnya makna wacana tersebut, mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, dan sastra. 3 Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Dalam kamus bahasa Jawa kuno Indonesia karangan Wojowasito terdapat
1
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 48. 2 Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisa Wacana, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 3. 3 Sobur, Analisis Teks Media, h. 47.
20
21
kata waca berarti baca, wacaka berarti mengucapkan dan kata wacana berarti perkataan. 4 Analisis wacana atau discourse analysis adalah suatu cara atau metode untuk mengkaji wacana yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan komunikasi baik secara tekstual maupun kontekstual. Analisis wacana berkenaan dengan isi pesan komunikasi, yang sebagian di antaranya berupa teks. 5 Di samping itu, analisis wacana juga dapat memungkinkan kita melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator (penulis, pembicara, sutradara) dalam upaya mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu melalui pesan-pesan berisi wacanawacana tertentu yang disampaikan, Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisannya hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagai ahli bahasa memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana. 6 Meskipun pendefinisian mengenai wacana kenyataannya memang berbeda-beda sesuai dengan perspektif teori yang digunakan, pada umumnya disepakati bahwa wacana sebenarnya adalah proses sosiokultural sekaligus juga proses linguistik. Seperti yang banyak dilakukan dalam penelitian mengenai organisasi pemberitaan selama dan sesudah tahun 1960-an, analisis wacana menekankan pada “How the ideological significance of news is part and parcel of the methods
4
Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3. 5 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 170. 6 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h. 171.
22
used to process news” (bagaimana signifikasi ideologis merupakan bagian dan menjadi paket metode yang digunakan untuk memproses media). “Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut saat ini selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil, dan lingkungan hidup. Akan tetapi, seperti umumnya banyak kata, semakin tinggi disebut dan dipakai kadang bukan semakin jelas, tetapi semakin membingungkan dan rancu. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat.” 7 Menurut Collins English Dictionary, “wacana adalah komunikasi verbal, ucapan dan percakapan. Sedangkan menurut J.S. Badudu wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.” 8 Van Dijk menyatakan bahwa wacana itu sebenarnya adalah bangun teoritis yang abstrak (The abstract theoretical construct) dengan begitu wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan wacana adalah teks.9 Sebuah kalimat bisa terungkap bukan hanya karena ada orang yang membentuknya dengan motivasi atau kepentingan subjektif tertentu. Terlepas dari apa pun motivasi atau kepentingan orang ini, kalimat yang dituturkannya tidaklah dapat dimanipulasi semau-maunya oleh yang bersangkutan. Kalimat itu hanya dibentuk, hanya akan bermakna, selama ia tunduk pada sejumlah “aturan” gramatika yang berada di luar kemauan, atau kendali si pembuat kalimat. Aturan-
7
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 237. Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian (Malang: Bayu Media, 2004), h. 4 9 Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian, h. 5. 8
23
aturan kebahasan tidak dibentuk secara individual oleh penutur yang bagaimanapun pintarnya. Bahasa selalu menjadi milik bersama di ruang publik. Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana adalah gagasan umum bahwa bahasa ditata menurut pola-pola berbeda yang diikuti oleh ujaran para pengguna bahasa ketika mereka ambil bagian dalam domain-domain kehidupan sosial yang berbeda. 2. Pengertian Film Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan di mainkan di bioskop).10 lakon (cerita), gambar hidup. 11 Sedangkan secara etimologis, film adalah gambar hidup, cerita hidup. Sedangkan menurut beberapa pendapat, film adalah susunan gambar yang ada dalam selliloid, kemudian diputar dengan mempergunakan teknologi proyektor yang sebetulnya telah menawarkan nafas demokrasi, dan bisa ditafsirkan dalam berbagai makna. 12 Ada juga yang menjelaskan bahwa film adalah bayangan yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang menyebabkan selalu ada kecenderungan untuk mencari relevansi antara film dengan realitas kehidupan. 13 Tetapi lebih dari itu, dilihat lebih mendalam film tidak hanya sekedar cerita semata melainkan sebuah gambaran dalam kehidupan sosial sebuah 10
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 316 11 Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.11. 12 Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental & Dokumenter. FFTV-IKJ dengan YLP (Jakarta:Fatma Press, 1997), h. 22. 13 Aep Kusnawan, dkk., Komunikasi dan Penyiaran Islam (Bandung: Benang Merah Press, 2004), h. 95.
24
komunitas. Film memiliki realitas kelompok masyarakat, baik realitas dalam bentuk imajinasi atau realitas dalam arti sebenarnya. Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa film adalah sebuah cerita yang disampaikan melalui media audio visual yang berisi tentang kehidupan sehari-hari ataupun kisah lainnya, yang mempunyai durasi dalam penayangannya. Film dapat memberikan pengaruh bagi jiwa manusia, karena dalam suatu proses menonton film terjadi suatu gejala yang disebut oleh ilmu jiwa sosial sebagai
identifikasi
psikologi,
karena
sesuai
dengan
karakteristik
dan
keunikannya, film mempunyai kelebihan dibanding dengan media-media lainnya. Pesan yang disampaikan melalui media film akan disampaikan secara halus dan meyentuh relung hati sehingga tanpa sadar orang yang melihat film tersebut seolah-olah tidak merasa digurui. Dilihat dari fungsinya, film tidak hanya memberikan hiburan semata tetapi lebih dari itu film sudah masuk kedalam sebuah kebudayaan yang tidak hanya sekedar objek estetika. Grame Turner menyatakan bahwa film merupakan praktek sosial pembuat film dan penonton film, di mana melalui narasi-narasi dan maknamakna yang ditampilkan, terlihat bukti yang membuat budaya menjadi masuk akal dan nyata. “It’s now more or less accepted that film’s function in our culture goes beyond that being simply an exhibited aesthetic. Object film is a social practice for it’s makers and it’saudience: in it’s narative and meaning we can locate evidence of the ways in which our culture makes sense of it selfs.” 14 (Sekarang lebih atau kurang diterima bahwa fungsi film dalam budaya kita melampaui bahwa menjadi sekadar estetika dipamerkan. Objek film adalah 14
Grame Turner, Film As Social Praktice (London: Routledge, 1993), h. 3.
25
praktek sosial untuk itu para pembuat dan penonton: di dalamnya dari narative dan artinya kita dapat menemukan bukti tentang cara-cara di mana budaya kita itu masuk akal mereka sendiri) Film juga dapat berfungsi alat propaganda bagi kepentingan kelompok ataupun kepentingan sebuah negara, karena film dianggap memiliki sebuah kredibilitas, jangkauan, dan pengaruh emosi bagi orang yang menontonnya. Sekitar tiga dekade lalu terjadi perang Vietnam pada tahun 1970-an, di mana pada perang Vietnam pasukan Amerika Serikat dibuat tidak berdaya menghadapi pasukan Vietkong (tentara Vietnam), tetapi dalam film Rambo yang menceritakan perang Vietnam, Justru sebaliknya pasukan Vietkong berhasil dikalahkan oleh pasukan Amerika Serikat. Selain itu, fungsi film juga dapat memberikan perubahan sosial bagi masyarakat, misalnya ketika film Laskar Pelangi sukses di pasaran, banyak dari lapisan masyarakat Indonesia yang sangat menggemari dari bentuk alur cerita, film ini berkisah tentang kalangan pinggiran, tentang perjuangan hidup menggapai cita-cita yang mengharukan dan indahnya persahabatan. B. Tinjauan Tentang Film 1. Sejarah Perfilman di Indonesia Pertunjukan film di Indonesia dimulai pada 05 Desember 1900 di Batavia (Jakarta) dan film baru dibuat tahun 1910-an, itupun berupa film dokumenter, sedang film cerita tahun 1926 di Bandung dengan judul ‘Loetoeng Kasaroeng’. 15
15
h. 84.
Rahman Chaidir, Festival Film Indonesia 1983, (Medan : Badan Pelaksana FFI, 1983),
26
“Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul ‘Lady Van Java’ yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh seorang yang bernama David, lalu disusul oleh ‘Eulis Atjih’ produksi Krueger Coorporation pada 1927 / 1928.” 16 “Tiga tahun setelah itu, yakni 1929 berdirilah sebuah perusahaan film di Jakarta yaitu Tan’s Film, dan pada 1931 muncul film-film bersuara ; Nyai Dasima’, ‘Terang Bulan’ yang mulai beredar pada 1938 membuat kejutan, mampu menarik penonton luar biasa Pasangan R. Mochtar dan Roekiah jadi laris. Java Industrial Film (JIF) pimpinan The Teng Chun yang bergerak sejak 1931, tampil sebagai perusahaan yang paling produktif.” 17 Masa panen pertama berakhir pada 1942 dengan mendaratnya Jepang, yang mengusir Belanda dari Indonesia, semua perusahaan film ditutup, yang boleh bergerak hanya Nippon Eigh Sha milik pemerintah Jepang, yang selanjutnya memproduksi film panjang berjudul ‘Berjoeang’ sempat dibuat disamping film penting dengan durasi 30 menit, namun isinya hanya propaganda. Jepang telah memanfaatkan film untuk media informasi dan propaganda. Namun tatkala bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 06 Oktober 1945 Nippon Eigh Sha diserahkan secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia. 18
16
Rahman Chaidir, Festival Film Indonesia 1983, h. 85. Rahman Chaidir, Festival Film Indonesia 1983, h. 86. 18 Rahman Chaidir, Festival Film Indonesia 1983, h.87. 17
27
Dalam perkembangan film di Indonesia setelah berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ada empat periode : a. Periode 1950-1962 Sesudah negara NKRI berdiri, mulailah kehidupan baru dalam perfilman Indonesia, karena baru muncul perusahaan produksi film milik pribumi Indonesia sendiri, seperti haji Usmar Ismail dan Jamaludin. Mereka mempunyai cita-cita untuk mempertinggi kesenian dan teknik film Indonesia agar mendapat penghargaaan dari masyarakat. Beberapa film dan organisasi film yang berdiri pada saat itu adalah : PERFINI (Perusahaan Film Nasional) dengan pemimpin Usmar Ismail, Soemanto, Djojokoesoemo. PERSARI (Persatuan Artis Republik Indonesia) di bawah pimpinan Djamaloedin Malik. Pada tahun 1952 berdiri Surya Film Tranding, dan pihak penguasa Tionghoa muncul Ksatrya Dharma Film. Sedangkan Banteng Film campuran dari orang Indonesia dengan Tionghoa. Dari segi financial Tionghoa memiliki dan yang kuat sehingga mereka mampu membuat film dan memutarnya di bioskop-bioskop. Namun di tengah persaingan produsen-produsen Indonesia mempunyai keberanian untuk menyewa studio yaitu: perusahaan PERFINI dengan film pertama Darah dan Doa (The Long March). PERSARI berhasil membuat cerita
pertamanya
sedap
malam,
namun
perusahaan
ini
lebih
memperhitungkan segi komersial saja dibanding dengan perusahaan film lainnya. Dunia perfilman akhirnya disemarakan dengan adanya Festival
28
Film Indonesia (FFI) yang pertama berlangsung dari tanggal 30 Maret- 5 April 1955 dari sini maka timbulnya berbagai organisasi-organisasi perfilman lainnya. 19 b.Periode 1962-1965 Zaman keemasan perfilman secara kuantitatif bermula pada tahun 1960 dengan 38 judul, dan secara kualitatif bermula pada film Usmar Ismail. Namun sebenarnya masa keemasan hanya sekejap saja, sebab tahun 1962 tercatat kemunduran drastis. Kemunduran film ini tidak lepas dari ketegangan politik di tanah air, sehingga banyak orang-orang politik masuk dalam dunia perfilman. Maka jelas mereka lebih banyak keinginan politik dibandingkan membangun industri film. 20 c. Periode 1965-1970 Periode ini dengan munculnya pemerintah Orde Baru yang masih memberlakukan hukum darurat perang. Dalam keadaan stabilitas politik yang sering berubah-ubah, maka hal ini sangat menentukan maju dan mundurnya dunia perfilman. Film nasional yang diproduksi tahun 1965 halnya 18 judul antara lain: Bergema, Liburan Seniman, Insane Bahari,
19
Phil Bactiar, Sejarah Media Massa (Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,2000), h. 81. 20 Phil Bactiar, Sejarah Media Massa, h. 82.
29
Karma, Darah Nelayan dan lainnya. Di tahun ini bioskop mulai melirik bangunan fisik dan fasilitas yang bagus untuk menarik khalayak. 21 d. Periode 1970- Sekarang Pada periode ini tekhnologi canggih media visual mulai merambah ke Indonesia seperti Video Tape dan pada tahun 1980 menjadi persaingan dengan dunia film nasional maupun bioskop nasional. Persaingan ini merambah dengan adanya pembajakan film dalam bentuk kaset, sehingga masyarakat juga memiliki video dan hal ini menjadi penurunan terhadap pembioskopan. Dan mengatasi persaingan ini, para pengusaha film bergabung dalam Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI). Persaingan ini semakin ketat dengan hadirnya teknologi HDTV (High Devinition Television). Terus berkembang dengan mulai hadirnya televisi swasta seperti, RCTI, SCTV, TPI, ANTV, TRANS TV, dan TV yang berkembang sampai saat ini. 22 2. Karakteristik dan Jenis-jenis Film Sangat penting bagi seorang komunikator untuk mengetahui jenis serta unsurunsur yang terkandung pada sebuah film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film-film yang beredar memliki beberapa jenis-jenis tersebut dapat diklasifikasikan kepada:
21 22
Phil Bactiar, Sejarah Media Massa, h. 83 Phil Bactiar, Sejarah Media Massa, h. 83.
30
a. Drama, adalah suatu kejadian atau peristiwa hidup yang hebat, mengandung konflik pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. Sifat drama: romantika, tragedi dan komedi. b. Realisme, adalah film yang mengandung relevansi dengan kehidupan keseharian. c. Film sejarah, melukiskan kehidupan tokoh tersohor dan peristiwanya. d. Film perang, menggambarkan peperangan atau situasi di dalamnya atau setelahnya. e. Film futuristik menggambarkan masa depan secara khayali. f. Film anak, mengupas kehidupan anak. g. Kartun, cerita bergambar yang mulanya lahir di media cetak, yang diolah sebagai cerita bergambar, bukan saja sebagai storyboard melainkan gambar yang sanggup bergerak dengan tekhnik animation atau single stroke operation. h. Adventure, film pertarungan tergolong film klasik. i. Crime story, pada umumnya mengandung sifat-sifat heroik. j. Film seks, menampilkan erotisme. k. Film misteri/horor, mengupas terjadinya fenomena supranatural yang menimbulkan rasa wonder, heran, takjub dan takut. 23 Tetapi ada satu lagi jenis film yang menurut penulis masuk ke dalam salah satu jenis film yaitu film dokumenter. Film dokumenter adalah film yang berisi tentang dokumentasi dari kisah kehidupan nyata, atau juga bisa berisi tentang
23
Kusnawan, dkk., Komunikasi dan Penyiaran Islam. h. 99.
31
dokumentasi dari kehidupan diluar itu, misalnya dokumentasi tentang perang di sebuah negara atau dokumentasi dari sebuah karya fun sebagainya. 3. Unsur-unsur dan Struktur Film Diantaranya: a. Unsur-unsur Film 1) Title adalah judul. 2) Crident title, meliputi: produser, karyawan, artis (pemain) dll. 3) Tema film adalah sebuah inti cerita yang terdapat dalam sebuah film. 4) Intrik, yaitu usaha pemeranan oleh pemain dalam menceritakan adegan yang telah disiapkan dalam naskah untuk mencapai tujuan yang di inginkan oleh sutradara. 5) Klimaks, yaitu puncak dari inti cerita yang disampaikan. Klimaks bisa berbentuk konflik atau benturan antar kepentingan para pemain. 6) Plot, adalah alur cerita. Alur cerita terbagi kedalam dua bagian yang pertama adalah alur majudan yang kedua adalah alur mundur. Alur maju adalah cerita yang disampaikan pada masa sekarang atau masa yang akan datang, sedangkan alur mundur adalah cerita yang mengisahkan tentang kejadian yang telah lampau. 7) Suspen atau keterangan, yaitu masalah yang masih terkatung-katung. 8) Million setting, yaitu latar kejadian dalam sebuah film. Latar ini bisa berbentuk waktu, tempat, perlengkapan, aksesoris, ataupun fashion yang disesuaikan. 9) Sinopsis, adalah gambaran cerita yang disampaikan dalam sebuah film, sinopsis ini berbentuk naskah.
32
10) Trailer, yaitu bagian film yang menarik. 11) Character, yaitu karakteristik dari para pemain/pelaku dalam sebuah film. 24 b. Struktur-struktur Sebuah Film Diantaranya: 1) Pembagian cerita. 2) Pembagian adegan (squence). 3) Jenis pengambilan gambar (shoot). 4) Pemilihan adegan pembuka (opening). 5) Alur cerita dan continuity (berkelanjutan). 6) Intrique yang meliputi jealousy, pengkhianatan, rahasia bocor, tipu muslihat, dan lain-lain. 7) Anti klimaks, yaitu penyelesaian masalah. Anti klimaks ini terjadi setelah klimaks. 8) Ending atau penutup. Ending dalam film bisa bermacam-macam, apakah happy ending (cerita diakhiri dengan kebahagian) ataupun sad ending (diakhiri dengan penderitaan). 25 4. Dramatika Sebuah Film Titian Serambut Dibelah Tujuh “Dramatika sebuah cerita dipahami sebagai unsur karya film yang membuat penonton selalu merasa ingin mengikuti cerita film tersebut hingga akhir. Dengan kata lain dramatika sebuah cerita menjadi pengunci perhatian penonton, misalnya dengan mengunci empti penonton ketika menampilkan
24 25
Kusnawan, dkk., Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 101. Kusnawan, dkk., Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 103.
33
adegan yang menegangkan. Dengan adanya dramatik cerita ini, maka karya film tidak monoton atau berkesan datar.” 26 Ada beberapa unsur yang dapat menguatkan dramatik cerita sebuah film. Unsur tersebut antara lain : a. Informasi cerita Informasi ini dapat berbentuk : 1)
Suara (dialog, sound effect, dan ilustrusi musik)
2)
Tempat atau setting cerita
3)
Waktu (identifikasi waktu, flasback, lapse of time, periode sebuah masa, waktu yang biasa pada kehidupan sehari-hari)
4)
Informasi masa datang, semakin berlalu semakin tidak penting, dan ketika sudah melewati informasi tersebut maka rasa ingin tahu hilang.
b. Konflik Terjadinya action. Action muncul karena adanya alasan (motif) untuk mengurangi ketergantungan. Dan action yang didasari alasan, yang dilakukan orang tersebut dinamakan kehendak untuk mencapai tujuan, dan tujuannya yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan ketergangguan. c. Suspence Ketegangan yang dihasilkan oleh konflik sebuah cerita akan membuat penonton terbawa dalam suasana cerita film tersebut. d. Curiosity
26
M. Bayu Widagdo dan Winastiwan Gora S, Bikin Sendiri Film Kamu (Yogyakarta : DV Industri, 2004), h. 30.
34
Antisipasi degaan pada penonton yang dapat memancing rasa penasaran atas sebuah adegan. e. Surprise Surprise lebih dipahami sebagai sebuah action yang dilakukan atau terjadi di luar dugaan. 27 C. Film Sebagai Sarana Transformasi Sosial “Film merupakan alat komunikasi yang paling dinamis, apa yang terpandang oleh mata dan terdengar oleh telinga, masih lebih cepat dan mudah masuk akal dari pada apa yang hanya dibaca. Film sebagai media massa, dapat dimainkan peran dirinya sebagai saluran menarik untuk menyampaikan pesanpesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan atau pesan moral.” 28 “Perhatian terhadap penonton berubah bentuk ketika Jepang masuk. Film digunakan sebagai medium propaganda oleh pemerintahan pendudukan Jepang. Misbach sendiri mengakui efektivitas propaganda ini. Ia mengaku berkat film-film propaganda yang ditontonnya, ia tak percaya bahwa Jepang bisa kalah founding fathers film Indonesia sebagai kemampuan film untuk melakukan “komunikasi sosial”. Fase pendudukan Jepang inilah yang dipandang oleh Misbach sebagai sebuah fase penting dalam perkembangan film Indonesia. Ini sebabkan film bertransformasi dari fungsi hiburannya semata menjadi sebuah kekuatan pengubah masyarakat atau setidaknya mampu menjadi pembawa gagasan untuk didiskusikan oleh kaum intelektual, pada masa itu mereka sudah mulai menunjukan kepempimpinan politik yang sangat penting.” 29
27
Bayu Widagdo dan Winastiwan Gora S, Bikin Sendiri Film Kamu, h. 31. Kusnawan, dkk,, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h.95. 29 Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa, (Komunitas Bambu dan Dewan Kesnian Jakarta 2009), Cet ke-2, h, 31 28
35
“Transformasi menunjukan adanya proses perubahan. Transformasi sosial menunjuk pada proses perubahan-perubahan sosial yang dalam hal ini menunjuk pada proses perubahan masyarakat.” 30 Film sebagai salah satu media massa dalam komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam penyampaian pesannya, karena dengan kelebihan yang dimilikinya pesan dalam film akan mudah dipahami oleh orang yang menontonnya, begitupula dengan film “Titian Serambut Dibelah Tujuh”. Film yang bernafaskan Islam yaitu “Titian Serambut Dibelah Tujuh” yang dihasilkan oleh sutradara ternama Chaerul Umam mempunyai peranan dalam perkembangan kegiatan dakwah di kancah perfilman nasional. Masuknya film membantu praktisi dakwah di Indonesia untuk lebih giat lagi dalam menyampaikan tentang ajaran Islam khususnya mengenai dakwah bil’hal serta tauhid dan rohaniyah. Meskipun film ini termasuk berbentuk film klasik, namun film Titian Serambut Dibelah Tujuh mencoba memberi tontotan bermoral dan menjunjung tinggi nilai moral yakni keyakinan, perjuangan, kepasrahan, kesetian serta harapan. Film Titian Serambut Dibelah Tujuh yang walau terlihat usang, namun film ini adalah bentuk awal film dakwah pertama yang di presentasikan oleh sutradara Chaerul Umam. D. Wacana Film Dilihat dari Perspektif Teoritis “Wacana secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu discourse. Kata discourse menurut kamus besar bahasa Inggris berasal dari bahasa latin yaitu
30
Masyhur Amin, Mohammad Nadjib, Agama, Demokrasi dan Transformasi Sosial, (LKPSM NU DIY 1993), h. 155.
36
discursus, yaitu artinya lari kian kemari (kata dis berarti dari dalam arah yang berbeda sedangkan currere berarti lari).”31 Di bawah ini adalah beberapa pengertian mengenai wacana menurut beberapa pendapat. Ismail Marahimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasaan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunnikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.32 Sedangkan Riyono Pratiko menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya. Menurutnya, makin baik cara atau pola pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu. 33 Lain halnya dengan Samsuri yang menyatakan bahwa wacana bukan hanya sebatas tulisan semata, tetapi juga menyangkut peristiwa komunikasi, baik lisan ataupun tulisan. Seperti yang diungkapkanya dibawah ini. “Wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seprangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan”. 34
Alex Sobur menggambarkan wacana dalam berbagai aspek makna kebahasaan, diantaranya:
31
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9. 32 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10. 33 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10 34 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10.
37
1) Komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasangagasan; konversasi atau percakapan. 2) Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah 3) Risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khutbah. 35 Sementara itu Van Dijk mengemukakan bahwa wacana (discourse) memiliki arti yang sangat kompleks, karena Van Dijk melihat wacana bukan hanya dilihat dari segi kebahasaannya saja, tetapi melibatkan berbagai faktor diantaranya komunikasi, interaksi, sosial dan budaya, sebagaimana diutarakannya. “It would be nice if we could squeeze all we know about discourse inti a handy defination, unfortunately, as is also the case for such related concepts as “languange”, “communication”, “interaction”, “society” and “culture”. The notion of discourse is essentially fuzzy. As is often the case for consepts that stand for complex phenomena”. 36 (Akan lebih baik jika kita bisa menekan semua kita ketahui tentang inti wacana yang berguna mendefisikan, sayangnya, seperti juga kasus terkait seperti konsep-konsep sebagai "bahasa", "komunikasi", "interaksi", "masyarakat" dan "budaya". Pengertian wacana pada dasarnya adalah kabur. Seperti sering terjadi untuk konsep yang berdiri untuk fenomena kompleks) Van Dijk mengungkapkan bahwa suatu karakteristik yang khas yang menandai wacana adalah pada aspek fungsionalnya yaitu berupa komunikasi. Komunikasi
adalah
di
mana
orang
menggunakan
bahasa
untuk
mengkomunikasikan ide-ide, kepercayaan-kepercayaan, atau ekspresi mereka, dalam peristiwa sosial yang kompleks, misalnya dalam suatu situasi tertentu seperti saat menelpon, bertemu teman, belajar di kelas, wawancara pekerjaan, waktu kunjungan ke dokter, saat menulis atau membaca laporan berita. Dari pendekatan ini, Van Dijk melihat wacana dari tiga dimensi yaitu: 1) Pengunaan bahasa. 35
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10. Ema khotimah, Analisis Wacana Ideologi Tandingan (Wacana Terorisme dalam Media-Analisis Kritis Pemberitaan Abu Bakar Ba’asyir), (UNISBA, 2004), h. 19. 36
38
2) Penyebaran kepercayaan. 3) Interaksi dalam situasi politik. Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana adalah sebuah bentuk komunikasi baik verbal maupun nonverbal ataupula yang berupa lisan atau tulisan yang disusun dengan menggunakan kalimat-kalimat yang benar
yang
dipengaruhi
oleh
konteks-konteks
(situasi/keadaan)
dalam
pembentukan wacananya. Teks, Konteks, dan Wacana Apa yang dimaksud dengan teks itu? Bagi Barthes seperti dikutip Alex Sobur, teks adalah sebuah kenikmatan. “Sebuah kenikmatan dalam pembacaan sebuah teks adalah kesenangan kala menyusuri halaman demi halaman objek yang dibaca. Sebentuk keasyikan yang hanya dirasakan oleh si pembaca sendiri. Kenikmatan pembacaan itu bersifat individual. Kita tak akan bisa merasakan betapa asyiknya seseorang ketika membaca sampai tidak memperhatikan lagi apa yang ada di sekelilingnya bila kita sendiri tidak mencoba merasakan itu dengan turut membaca tulisan yang sama. Kenikmatan yang individual itu seakan-akan membangun sebuah dunia pembaca itu sendiri, yang dia secara bebas mengimajinasikannya (Kurniawan, 2001:202). Imajinasi itu sendiri merupakan suatu daya yang muncul dari dalam diri manusia, yang anatara lain, memiliki ciri personal (Tedjoworo, 2001:59).” 37 Kenikmatan yang dimaksud oleh Barthes di sini adalah kenikmatan terhadap isi dari bacaaan yang dibaca oleh seseorang. Barthes menggangap bahwa penggunaan bahasa yang baik akan membawa orang yang membaca teks atau naskah tersebut kedalam sebuah imajinasi pembacanya. Berbeda dengan Barthes, Ricoeur berpendapat bahwa teks adalah wacana (yang berbentuk lisan) yang
37
Sobur, Analisis Teks Media, h. 52.
39
diaplikasikan kedalam sebuah bentuk tulisan, artinya bahwa teks adalah “fiksasi atau pelembagaan sebuah peristiwa wacana lisan dalam bentuk tulisan”. Sementara Van Dijk menyebutkan ada enam konsep utama dalam sebuah teks yaitu: 1) Suatu teks adalah suatu entitas yang dirangkum dalam suatu topik. 2) Beberapa teks (atau beberapa rangkaian sub topik) merupakan suatu wilayah pengertian yang secara hirarkis diorganisir mulai dari tingkat permukaan sampai kedalaman dan sampai pada sub topik yang lebih umum. 3) Tingkat luaran (permukaan) suatu teks terdiri atas kata-kata (atau simbolsimbol) yang sebenarnya merupakan rangkaian ungkapan. 4) Tingkat permukaan secara berurut dapat dianalisis secara logis guna menunjukan struktur logis atau hubungan linier dan koherensi linier. 5) Tidak ada satupun teks yang secara utuh dipahami secara sederhana melalui analisis logis struktur urutan linier karena semua relasi logis antar proposisi tidak pernah sepenuhnya terklarifikasi berdasarkan bukti-bukti simbolik. 6) Kadang-kadang apa yang dikatakan (secara simbolik ditunjukan) pada tingkat permukaan (luaran) memberikan kita pemahaman apa yang terdapat pada tingkat yang lebih dalam seperti yang tampak pada teks.38 “Sementara itu Guy Cook berpendapat bahwa antara teks, konteks, dan wacana merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan, karena satu sama lainnya mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi.” 39 “Cook mengartikan bahwa teks adalah suatu bentuk bahasa baik itu katakata yang tercetak di kertas, tetapi juga termasuk kedalamnya berbagai ekspresi komunikasi, seperti ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan lainlain. Sedangkan yang dimaksud konteks adalah semua situasi yang berbeda diluar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan, situasi, fungsi dan lain-lain, dan wacana adalah teks dan konteks sebagai suatu kesatuan. Oleh karena itu, Cook menekankan bahwa analisis wacana adalah upaya menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi.” 40
38
Khatimah, Analisis Wacana Ideologi., h. 31. Sobur, Analisis Teks Media., h. 56. 40 Khatimah, Analisis Wacana Ideologi., h. 31-32. 39
40
Sehingga dalam menganalisis sebuah wacana, terlebih dahulu harus diketahui siapa pembicaranya, dan siapa pendengarnya, dengan begitu teks dan konteks akan diketahui isinya, tetapi sebelum melakukan analisis wacana, harus diketahui konteksnya terlebih dahulu, karena konteks menentukan suatu tujuan dari teks, apabila konteks berubah maka berubah pula maknanya. “Begitu pula menurut Van Dijk, dalam membahas wacana (discourse) sebagai aksi dan interaksi, konteks merupakan suatu hal yang krusial. Tetapi yang paling krusial diantara unsur-unsur konteks adalah para peserta yang terlibat di dalam wacana. Unsur-unsur yang terlibat dalam konteks selain partisipan adalah setting, perangkat keras, tindakan, pengetahuan, dan kesengajaan, tindakan-tindakan dalam level yang lebih tinggi, lokal atau global konteks, dan konstruksi konteks.” 41
41
Khatimah, Analisis Wacana Ideologi, h. 33.
BAB III GAMBARAN UMUM FILM TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH
A. Sekilas Tentang Chaerul Umam Chaerul Umam adalah seorang sutradara film yang cukup konsisten mempertahankan eksisitensinya di genre keagamaan. Banyak sekali film-film yang sudah disutradarai. Pemilihan dari isi film adalah menjadi bidikan pertama untuk menggarap produksi film. Karena sutradara film-film religi ini sangat memperhatikan betul apa yang menjadi inti persoalan film yang akan di garapnya. Imam Setyantoro Chaerul Umam yaitu nama lengkap sutradara yang selalu mengingatkan kru filmnya ini akan kesadaran beragama. “Mamang” panggilan akrabnya. Lahir dari seorang mubalighah yang aktif di Aisyiah Muhamadiyah bernama Arifiah yang selalu mengajarkannya hidup beragama dan selalu dalam lingkungan agamis. Mamang kecil selalu diajak oleh ibunya untuk mendengarkan Arifiah berceramah diberbagai tempat di Tegal. Bapaknya bernama M. Chaeri adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja sebagai Guru. 1
1
“Tema Islami Selamanya Akan Laku; Wawancara Eksklusif Bersama Chaerul Umam”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, (edisi Jum’at, 11 April 2008), h. 35.
42
43
Chaerul Umam kecil tinggal disuatu desa terpencil. Chaerul Umam seperti anak kecil pada umumnya lincah, nakal dan selalu iseng terhadap teman-temannya, aktivitasnya setiap hari juga seperti anak-anak desa pada umumnya, pagi berangkat sekolah, pulang sekolah dilanjutkan dengan sekolah Madrasah, sorenya pergi ke mesjid untuk menunaikan ibadah sholat maghrib. Ada hal yang berbeda dari kebiasaan anak kecil didesanya, setiap sore sambil menunggu sholat maghrib, mamang dan teman-temannya berkumpul disurau untuk berebut kentongan, selain itu, Mamang dan teman-temannya juga berebut untuk mengumandakan adzan maghrib, dan mereka sering bertengkar gara-gara itu, hingga ada yang menangis. 2 Aktivitasnya berlanjut sehabis sholat maghrib di Surau kemudian pulang untuk makan, dan setelah menunaikan sholat Isya dilanjutkan dengan ikut teater kampung bernama “Ababalu”. Dari kecil Chaerul Umam memang sudah terlihat sebagai orang yang tertarik terhadap dunia kesenian. Walaupun “Mamang” pernah tidak bermain ludruk lagi ketika itu, malah justru dia sering mengganggu teman-temannya yang sedang main drama. Masa remaja Chaerul Umam tidak diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang cukup padat, dia hanya seorang remaja yang berharap bahwa nanti kelak akan menjadi orang yang berguna bagi semua orang. Dia bukan orang yang cukup pandai untuk berbuat
2
Wawancara Eksklusif Bersama Chaerul Umam, h. 35.
44
banyak dikala itu. Namun aktivitas seni tetap saja dilakukan, dia bersama temantemannya membuat kelompok band dikampungnya, setelah pulang sekolah biasanya chaerul umam dan teman-temannya pergi untuk “Ngeband”, nama band chaerul umam dengan teman-temannya adalah “Pinang Muda”. Aktivitas teaternya sampai remaja tidak berhenti. Darah seni yang mengalir dalam tubuhnya mendorong beliau untuk terus aktif dalam dunia drama. Suatu saat pernah dia merasa jenuh dengan aktivitas dramanya, ketika itu chaerul umam bosan, beliau selalu mengganggu teman-temannya yang sedang latihan drama misalnya dengan cara mematikan listriknya agar teman-temannya tidak konsentrasi dalam latihannya. Tapi kemudian dia diajak lagi oleh guru keseniannya juga memotivasi dia agar dia terus melanjutkan potensinya di bidang drama, karena guru keseniannya melihat bakat yang cukup dari chaerul umam pada bidang seni peran. 3 Dari SMA Chaerul Umam melanjutkan sekolahnya keperguruan tinggi, ketika itu perguruan tinggi yang beliau pilih Universitas Gajah Mada (UGM), fakultas Psikologi, tapi Mamang hanya sampai tingkat III. Selain itu Chaerul Umam juga sempat mengenyam Pendidikan Asdrafi (Akademi Seni Drama Aktor Film) tidak sampai setahun, karena Mamang lebih aktif diluar kampus. Ketika di perguruan tinggi Chaerul Umam aktif disalah satu organisasi ekstra kampus, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sempat menjadi Ketua Lembaga Seni Mahasiswa Islam
3
Wawanacara Eksklusif Bersama Chaerul Umam, h. 35.
45
(LSMI) Cabang Yogyakarta. Setiap pekerjaan itu tergantung niatnya. Bila niatnya untuk ibadah, maka pekerjaan itu pun bernilai ibadah. Inilah yang kini menjadi itikad Imam Setyantono Chaerul Umam dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya, terutama sesuai dengan bidangnya, dalam setiap membuat film atau sinetron. Pria kelahiran Tegal, 4 April 1943, ini mulai tertarik pada seni pentas ketika melihat beberapa temannya ada yang aktif bermain drama. Apalagi, kenangnya, pada saat itu sekelompok mahasiswa berhaluan kiri yang tergabung dalam Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) aktif memnfaatkan teater sebagai ajang untuk propaganda komunis. Melihat kondisi itu, ia dan sejumlah temannya di HMI kemudian mendirikan kelompok teater untuk mengimbangi kelompok teater Lekra. Akhirnya hampir setiap malam Chaerul Umam dn teman-temannya main drama sampai kuliahnya terbengkalai. Ditambah lagi setelah WS. Rendra datang dari Amerika, Chaerul Umam dan WS. Rendra mendirikan Bengkel Teater, dan kuliahnya semakin tertinggal. 4 Namun, setelah terjun di dunia teater, tampaknya ia sudah ‘kesetrum’. Setrum itu ternyta sangat kuat, sehingga akhirnya justru ia susah meninggalkan dunia seni. Bahkan kemudian, kuliah psikologi di UGM pun ia tinggalkan. Ia kemudian berangkat ke Jakarta, untuk bertahan di ibukota, mula-mula ia menjadi wartawan
4
Wawanacara Eksklusif Bersama Chaerul Umam, h. 35.
46
majalah Ekspres, sebelum terbit majalah Tempo. “Pokoknya saya kepingin kerja cari uang,” kenangnya. 5 Dari potensi yang dia miliki itu kemudian chaerul umam terus mengasah dirinya di dunia peran dengan terus ikut berteater, pernah juga chaerul umam satu kelompok teater dengan Alm. Abdurrahman Shaleh (Mantan Mahkamah Agung) dengan nama “Pentas Cuiri” diambil dari nama salah satu batik Pekalongan, karena ketika itu semua anggotanya orang Pekalongan. Chaerul Umam dan kelompok teaternya pernah mengikuti Gestafu (Festival Teater Kampus Islam) dan memenangkan festival itu, tapi setelah itu kelompok teaternya kemudian bubar, kemudian Chaerul Umam bergabung dengan Arifin C. Noer dalam teater “Muslim”, dan ketika Arifin C. Noer pindah ke Jakarta, Chaerul Umam bergabung dengan WS. Rendra selama 2 tahun. 6 1.
Biografi Chaerul Umam Imam Setyantono Chaerul umam yang lahir di Tegal, 4 April 1943 adalah satu
dari sedikit sutradara handal yang memiliki dedikasi kuat terhadap komitmen perbaikan moral dan penebaran nilai-nilai kebajikan melalui ranah sinematografi atau film. “Harun yahya menyatakan bahwa apa yang dimaksud dengan nilai moral adalah
5
6
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010.
“Profil Chaerul Umam”, Artikel diakses pada 5 Desember 2009 dari http://www.tamanismailmarzuki.com,
47
konsep yang diperkenalkan oleh agama sehingga membuat hidup ini indah dan berguna. Kapan pun terjadi penyimpangan atas nilai ini, kita menghadapi gambaran masyarakat yang benar-benar buruk.” 7 Chaerul umam memiliki sejarah yang cukup panjang dalam meretas kariernya sebagai sutradara. Tercatat bahwa Mamang memulai karir di dunia perfilman nasional adalah pada tahun 1973. Pada saat itu posisi Mamang adalah sebagai dubber (pengisi suara dalam film). Kemudian dipercaya sebagai asisten sutradara. Sutradara kala itu adalah Moetinggo Busye disusul kemudian kesempatan untuk menjadi asisten dari Asrul Sani. Empat kali Mamang menjadi asisiten sutradara. 8 Promosinya sebagai sutradara juga lahir tanpa sengaja. Pada tahun 1975, Asrul Sani menangani film Tiga Sekawan, produksi Kwartet Jaya pimpinan Eddy Sud. Dua minggu sebelum shooting, Asrul Sani mendadak mengundurkan diri. Tiga sutrdara yakni, Misbach Jusa Biran, Wahju Sihombing dan Nya’Abbas Acub diminta menggantikannya. Semua menolak, Acub malah mengusulkan chaerul umam, yang memang melamar sebagai sutradara pengganti Asrul Sani. 9 Pengagum sutradara Jepang Akira Kurosawa ini mengaku belajar film dari Sjumandjaja, Motinggo Boesje, Teguh Karya, dan buku-buku.
7
Harun Yahya, Kedangkalan Pemahaman Orang-Orang Kafir, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), cet. Ke 1, h. 67. 8 9
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010.
“Profil Chaerul Umam”, Artikel diakses pada 5 Desember 2009 dari http://www.tamanismailmarzuki.com.
48
Dalam menerima order, ia mensyaratkan skenario yang baik, misi yang jelas, dan tidak mau didikte. Ia pernah menolak membikin film komedi seks. 10 Chaerul umam memang dikenal sebagai sutradra yang religious. Ia menuturkan bahwa akhlak orang film harus baik, ketika di depan layar kamera ataupun tidak, tingkah laku mereka harus mencerminkan Islam. Begitu pula dengan film Islami. Menurutunya film Islami adalah film yang pengadegannya Islam. Jadi Islam bukan hanya dijadikannya sebagai solusi konflik dalam film, jangan-jangan 99 persen pengadegan film itu jahili kemudian diakhiri dengan adegan insyaf. Chaerul umam merasa tidak cocok jika dalam film yang bertemakan Islam, terdapat aktor atau aktris yang bukan beragama Islam. Ketidakcocokan Chaerul Umam berpulang pada kekhawtirannya jika dalam film tersebut terdapat adegan seperti sholat yang dimainkan aktor atau aktris yang bukan muslim. 11 “Chaerul Umam memang terkenal memagang teguh ajaran Islam secara baik. Pada waktu mayoritas sineas muda yang tergabung dalam Masyarakat Perfilman Indonesia (MFI) mewakili elemen liberal menuntut pembubaran Lembaga Sensor Film (LSF) dengan alasan yang klasik, bahwa keberadaan Lembaga Sensor Film menghambat kreatifitas. Mereka menuntut liberalisme yang ekstrem. Chaerul Umam akhirnya berperan besar dalam menuntaskan permasalahan ini, dia menyarankan
10 11
http://www.tamanismailmarzuki.com, Ibid
“Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam”, Kolam Wawasan Harian Republika, Nomor 85/Tahun Ke-16 (Rabu, 2 April 2008), h. 9.
49
kepada LSF untuk satu ormas yang kerap memaki-maki LSF dan meminta pembubaran terhadap LSF. Saran itupun dikuti oleh LSF. Akhirnya LSF mengundang ormas tersebut untuk melihat potongan-potongan film yang ada di LSF. Setelah melihat potongan-potongan film yang telah disensor, akhirnya ormas tersebut justru berbalik arah mendukung LSF.” 12 2. Karya-karya Chaerul Umam dan Penghargaan Perfilmannya 1) Karya Karya dan penghargaan chaerul umam di dunia perfilman dibilang termasuk spektakuler. Debutnya di dunia film sudah menghasilkan puluhan karya dan diantara karya-karya yang dibuat diantaranya: 1) Bing Slamet Dukun Palsu
(1973)
2) Si Rano, Sayangilah Daku Sebelum Usia 17
(1974)
3) Tiga Sekawan
(1975)
4) Al- Kautsar
(1977)
5) Cinta Putih
(1977)
6) Sepasang Merpati
(1979)
7) Betapa Damai Hati Kami
(1981)
8) Titian Serambut Dibelah Tujuh
(1982)
9) Gadis Marathon
(1981)
12
“Susahnya Mencetak Sutradara Handal”, Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi, Ibid, h. 24
50
10) Hati Yang Perawan
(1984)
11) Kejarlah Daku Kau Kutangkap
(1985)
12) Perceraian
(1985)
13) Sama Juga Bohong
(1986)
14) Bintang Kejora
(1986)
15) Keluarga Markum
(1986)
16) Terang Bulan Di Tengah Hari
(1988)
17) Malioboro
(1989)
18) Joe Turun Ke Desa
(1989)
19) Jangan Bilang Siapa-siapa
(1990)
20) Oom Pasikom / Periode Ibukota
(1990)
21) Boss Cormad
(1990)
22) Nada dan Dakwah
(1991)
23) Ramadhan dan Ramona
(1992)
24) Fatahillah
(1997)
25) Ketika Cinta Bertasbih
(2009). 13
Selain dunia film chaerul umam juga berkarya lewat sinetron, sudah banyak sinetron yang disutradarainya, diantaranya : 13
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010.
51
1) Bengkel Bang Jun 2) Rumah Tuhan Rumah Kehidupan 3) Jalan Lain Kesana 4) Maha Kasih 5) Jalan Takwa 6) Matahari Cinta 7) Astagfirullah 2. Penghargaan Selain beliau berkreativitas dan berkarya di dunia perfilman ada beberapa penghargaan yang sudah beliau raih, salah satu prestasinya diantaranya: 1). Nominasi Sutradara Terbaik dalam film. a. Titian Serambut Dibelah Tujuh pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1984 b. Joe Turun ke Desa pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986 c. Kejar Daku Kau Kutangkap pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1987 d.
Nada dan Dakwah pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1992. 14
2). Sutradara Terbaik dalam Film Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1992 melalui film Ramadhan dan Ramona. 14
J.B. Kristanto, Katalog Film Indonesia, h. 256.
52
3). Skenario Terbaik dalam film Nada dan Dakwah pada Piala Citra. 4). The Best Sound Recording dan The Best Sosial Cultural Film pada Festival Film Asia-Pasifik yang diselengarakan di Bangkok, Thailand pada tahun 1977 melalui film Al-Kautsar. 15
Curricullum Vitae Chaerul Umam Nama Lengkap
: Imam Setyantoro Chaerul Umam
Nama Panggilan
: Mamang atau Chaerul Umam
Tempat, Tanggal lahir
: Tegal, 4 April 1943
Nama Orang Tua
: M. Chaeri (Bapak) Arifiyah (Ibu)
Anak ke
: 3 dari 4 bersaudara
Agama
: Islam
Pekerjaan / Profesi
: Sutradara
Karier
: Direktur Utama PT. Prasidi Teta Film
Jabatan Lain
: Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah
Status marital
: Menikah dengan dikaruniai 3 orang anak
Nama Istri
: Siti Chadisah
Nama Anak
: Putri Emma ZK
15
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010.
53
Putra Chaerul Al-Hadits Aulia Akbar Hobby
: Membaca Cerita Pendek
Alamat
: Kav. Pengadilan Blok G No.4 Klender Jakarta Timur
Pendidikan Formal
: SDN 18 Tegal, Jawa Tengah (1955) SMPN 2 Tegal, Jawa Tengah (1958) SMA Muhamadiyyah Yogyakarta (1964) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta (sampai tingkat III)
Motto Hidup
: Mencari Ridho Allah. 16
B. Deskripsi Film Titian Serambut Dibelah Tujuh 1. Jalan Cerita Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Ibrahim (El Manik). Guru muda yang teguh, menemukan kejanggalankejanggalan dalam kehidupan kampung yang akan dia tinggali. Hatinya membenarkan apa yang pernah dikatakan musafir tua (Darussalam), yang berkelana dari desa ke desa untuk menambah ilmu atau mengajar, bahwa kehidupan masyarakatnya diibaratkan sebagai layang-layang putus. Pak sulaeman (Rachmat Hidayat) selaku guru agama dan sesepuh kampung, kehidupannya banyak
16
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010
54
dipengaruhi kebejatan moral Pak Harun (Soekarno M Noor), orang terkaya di kampung itu, yang hidupnya dihiasi perjudian dan perbuatan homoseksual. Cara mengajar agama Sulaiman pun keras dan konservatif. Hal ini berbeda dengan cara pendekatan ibrahim, hingga ia harus berhadapan dengan guru tua itu. Disamping itu, Ibrahim juga harus berhadapan dengan Arsad (Soultan Saladin), pemuda brandalan yang tidak suka dengan kehadirannya, terutama karena Ibrahim pernah memergoki Arsad ketika memperkosa Halimah (Dewi Irawan), gadis desa yang kemudian dianggap sakit jiwa. Ia juga harus berhadapan dengan isteri Pak Harun, Jamilah (Justine Rais) yang jatuh cinta kepadanya, lalu memfitnahnya. Ibrahim ibarat tengah menyebrang titian serambut dibelah tujuh. Ibrahim berhasil membuka kesadaran kehidupan di kampung itu. Apalagi Arsad dipergoki penduduk tengah berusaha memperkosa gadis lain hingga penduduk marah. Ibrahim sendiri kena difitnah istri Harun dengan tuduhan memperkosa. Di tengah kerumunan penduduk yang hendak menghukum, muncul lagi sang musafir tua mendudukan perkara sebenarnya. 17 2. Wacana Yang Diangkat dalam Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Dalam film ini wacana atau gagasan yang diangkat adalah sebuah konteks ajaran nilai-nilai Islam yakni amar ma’ruf nahi munkar yang mana hadirnya guru Ibrahim setelah belajar dan lulus dari sebuah pesantren dan ingin menerapakan ilmu 17
J.B. Kristanto, Katalog Film Indonesia, h. 256
55
agamanya dan menjadi seorang musafir ke dalam desa batu hampar itu telah memberikan sebuah peran yang sangat besar dalam memberikan secercah harapan yang baik serta tatanan ajaran Islam yang benar dengan dakwah bil hal-nya atau dakwah perbuatannya. Namun dibalik itu semua guru Ibrahim mendapatkan cobaaan serta rintangan dalam mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam, melihat kondisi sosial masyarakat desa batu hampar yang sangat begitu hampa dalam mencari seorang pemimpin yang tauldan dan membebaskan seluruh masyarakat desa batu hampar tersebut lepas dari segala bentuk kejahiliyahan Banyak hal pelajaran hidup dan keadaan sosial yang Ibrahim dapatkan serta diberikan kepada masyarakat desa batu hampar, tegasnya untuk lebih membuat bahwa amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat desa batu hampar yang telah seperti layang-layang putus, tak ada panutan seseorang dibalik sebuah kehidupan yang sangat tidak tertata. 3. Perjuangan Tokoh Protagonis dalam Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Ibrahim sesosok guru muda yang tegar dan bijaksana hadir di sebuah desa batu hampar, datangnya guru ibrahim di tengah desa yang penuh penyakit masyarakat, perjuangan seorang guru ibrahim sangat rumit dan penuh tantangan dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. 18 Ketika di hadapkan dengan sebuah kenyataan yang begitu dilematika, ibrahim mencoba untuk tegar dan memberanikan dirinya untuk terjun ke dalam ranah masyarakat desa batu hampar yang penuh dengan
18
Kristanto, Katalog Film Indonesia, h. 256
56
kebusukan. Melakukan dakwah Islamiyah dengan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar di desa batu hampar yang dilakukan oleh tokoh protogonis Ibrahim dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang sesuai dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar. Ibrahim dalam melangsungkan dakwahnya terbukti telah memberikan perubahan yang signifikan bagi desa batu hampar dengan menggagas dan mengimplementasikan Islam yang berpihak pada transformasi sosial. Memang pada awal mulanya usaha untuk merintis gagasan Islam yang transformatif banyak mendapatkan tantangan terutama dari H.Sulaeman selaku guru agama dan sesepuh kampung, kehidupannya banyak dipengaruhi kebejatan moral Harun, orang terkaya di kampung itu. Di tambah ulah seorang pemuda brandalan yang bernama Arsad dengan berbagai cara ia tempuh untuk menghentikan usaha Ibrahim dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di desa batu hampar yang penuh rintangan serta cobaan. 19
19
Kristanto, Katalog Film Indonesia, h. 256
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Wacana Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” Dilihat dari Teks Film Sesuai dengan model Teun Van Dijk, wacana teks terdiri atas tiga struktur atau tingkatan, yaitu struktur makro, superstruktur, struktur mikro, yang masingmasing saling mendukung. 1. Struktur Makro a.
Tematik Dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh, topik menggambarkan apa gagasan inti yang ingin dikedepankan dan diungkapkan oleh penulis skenario dalam film tersebut, ketika melihat atau memandang suatu peristiwa. Dalam film titian serambut dibelah tujuh, topik utama atau tema umum yang di ambil penulis tentang perjuangan Ibrahim dalam menghadapi tantangan, ibrahim selalu memegang keyakinan dan prinsip moral dengan teguh dalam kesehariannya. 1 Masa sulit dan cobaan fitnah yang menghujani pada ibrahim, sehingga membawa pada sebuah kekuatan doa dan keyakinan. Subtopik dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh mengenai persoalan: 1) Tentang Keimanan (Keyakinan Kepada Allah SWT)
1
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010
57
58
Dalam skenario ini, isi cerita yang diangkat mengenai perjuangan ibrahim sebagai guru muda yang teguh, menemukan kejanggalankejanggalan dalam kehidupan kampung yang akan ia tinggali. Namun ibrahim tidak berputus asa. Ibrahim senantiasa memberikan ajaranajaran Islam kepada masyarakat desa batu hampar, ibrahim selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah dan pada akhirnya Allah memberikan jalan keluar atas permasalahan yang sedang dihadapi, dan mereka percaya bahwa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar adalah suatu perbuatan yang amat terpuji. Di dalam scene 23, secara umum digambarkan kepada murid-murid Ibrahim mengenai keimanan kepada Allah SWT dan keyakinan guru Ibrahim terhadap pertolongan Allah SWT. Karena ia yakin dan percaya bahwa hanya Allah yang mampu menolong hamba-Nya dari kesulitan. IBRAHIM: Waktu itu nabi sudah tidak dapat lagi melarikan diri. Orang Quraish yang mengejarnya telah siap untuk mengayunkan pedangnya buat membunuh Nabi. Ia lalu bertanya: “Hai, Muhammad, siapa yang bisa menyelamatkan engkau kalu bukan aku?” lalu apa kata Nabi. Kalu orang-orang tidak beriman akan berteriak “ampun, ampun”. Tapi Nabi tidak. Dengan penuh keimanan Nabi berkata “Ahad”—maksudnya yang satu. Maka jatuhlah pedang orang Quraish itu. Nabi berdiri. Nah, sekarang berganti. Nabi mengambil pedang lalu berkata pada orang Quraish itu: Nah, kini siapa yang bisa menyelamatkan kamu. Orang Quraish itu sadar, bahwa dia tidak punya siapa-siapa untuk minta tolong—maka orang Quraish itu menyerah, lalu sesudah itu orang Quraish itu memeluk agama Islam. 2 2
Dalam Skenario Film Titian Serambut Dibelah Tujuh, h. 21., Dilihat juga buku Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad SAW Dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2008), h. 95.
59
Pada scene 23, digambarkan tokoh protagonis Ibrahim yang sedang meyakinkan murid-muridnya, bahwa yang dapat menolong dari kesulitan hidup ini adalah Allah SWT. Karena Ibrahim yakin bahwa kekuasaan Allah di atas segalanya. Oleh sebab itu, ketika Ibrahim menerangkan kepada murid-muridnya mengenai arti sebuah keimanan bahwa segala sesuatu karena Allah SWT. Di sini dijelaskan pula bahwa ibrahim tidak untuk diam melihat keadaan dan mencari solusi yang terbaik dan selalu berdoa serta berjuang dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, dan menunjukkan perilaku tidak cepat menyerah pada nasib yang ada. 2) Tentang Kepasrahan/ Ikhtiar Dalam film ini, penulis mencoba menggambarkan fakta mengenai kepasrahan seorang ibu yang telah merawat Halimah dari kecil sampai dewasa yang menceritakan kepada guru ibrahim tentang keadaan anaknya yang telah di fitnah berzina. Oleh karena itu ibu halimah selalu menangis melihat keadaan psikologis dari halimah yang terkadang membingungkan. IBU HALIMAH: Guru, tolonglah guru. Apa kesalahan Kami maka kami dihukum begitu rupa. Dari tahun ketahun saya perhatikan anak
60
Ini makin pendiam. Sebentar-sebentar kaget. Ketakutan. 3 3) Tentang Kesabaran Film ini menggambarkan tentang kesabaran seorang guru Ibrahim yang tinggal di desa batu hampar yang telah melihat kejanggalankejanggalan.
Kesabaran
ibrahim
ditunjukan
dalam
mengatasi
problematika yang hadir di tengah prahara yang membelutnya. Di setiap langkahnya selalu saja di terpa oleh cobaan yang hadir di saat mau menegakkan amar ma’ruf, namun kesabaran guru Ibrahim dalam mengarungi kehidupan yang nyata ini dengan penuh kesabaran. 4) Tentang Perjuangan Selain kesabaran, film ini juga mengangkat tema tentang perjuangan menegakkan amar ma’ruf dan melawan nahi munkar, sesosok guru Ibrahim dalam membela yang haq dan bathil melihat dari usaha untuk menciptakan ajaran Islam yang benar. Ketika dihadapkan sebuah masalah yang penuh dilematika, maka ibrahim selalu memperjuangkan dengan bentuk perbuatan yang sebenarnya dan tidak melalui peperangan tapi melalui retorika yang baik dan benar. 5) Muamallah Di dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh juga digambarkan mengenai pesan muamalah. Manusia hidup di dunia tidak sendiri-sendiri tetapi masih ada orang lain di sekitar kita, karena sesama muslim dengan 3
Dalam Skenario Film Titian Serambut Dibelah Tujuh, h. 38.
61
muslim lainnya adalah bersaudara. Jadi, apabila ada seseorang yang butuh pertolongan, maka kewajiban kita seharusnya menolong orang tersebut. Seperti dijelaskan pada scene 43, ketika halimah, salah seorang wanita di desa itu yang telah di fitnah berzina, melihat keadaan psikologi halimah, yang sangat memprihatinkan, dan ia tergerak untuk membantu meringankan beban halimah yang di alaminya dengan cara menceritakan peristiwa sebenarnya. 4 IBRAHIM: Aku percaya padamu, jadi kau juga harus Percaya padaku. Aku melihat Arsad ingin memperkosa kau dan kau melawan dengan gigih. Aku melihat, aku saksi. Dalam scene 54, juga digambarkan mengenai sikap pasrah yang dilakukan oleh Halimah, ketika orang-orang kampung telah di provokasi oleh pemuda Arsad datang untuk memasungnya agar tidak menganggu orang lain di sekelilingnya. HALIMAH: Saya tidak salah……… Berapa lama…….!! Menurut penulis, pesan yang dicoba untuk disampaikan dalam film titian serambut dibelah tujuh ini adalah memberikan pemahaman serta ajaran
akan
pentingnya
berbuat
sabar,
ikhtiar
dan
tawakkal,
menyerahkan segala urusan yang dihadapi, serta tetap memperkokoh keyakinan yang ada dalam diri akan adanya Dzat yang Maha Esa yang 4
Dalam Skenario Film Titian Serambut Dibelah Tujuh, h. 83.
62
berkehendak atas segala yang ada di dunia ini yaitu Allah SWT. Karena jika keyakinan itu tidak mereka miliki, maka yang terjadi adalah dampak hilangnya panutan moral yang akan membawa mereka kepada kesesatan serta kedengkian. Maka alangkah baiknya dan terpujinya agar kita selalu melakukan hal-hal yang memberikan nilai-nilai ajaran Islam yang positif bukan dengan cara kekerasan. 2. Superstruktur a. Skematik “Skematik merupakan strategi penulis dalam mengemas pesannya dengan memberikan tekanan bagian mana yang di dahulukan, dan bagian mana yang diakhirkan.” 5 Pada film Titian Serambut Dibelah Tujuh, sutradara dan penulis skenario mengemas pesannya dalam lima tahap: Pertama : Opening Shoot menampilkan sebuah mesjid itu adalah sebuah mesjid berukuran sedang. Disisinya kelihatan sebuah menara yang bagus. Dari luar pandangan terus ke dalam ke sekitar mihrab, melalui sebuah pintu yang cukup luas. Dalam mesjid itu lampu bersinar terang-benderang. Kelihatan sejumlah pemuda (para santri) lagi duduk. Di latar belakang kelihatan bintang berkelip-kelip. (Mesjid yang dipergunakan adalah mesjid miniatur). Maka kedengaran azan shubuh.
5
Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 50
63
Kedua : Ibrahim menaiki sepedanya dan berjalan melewati jalanan yang berbukit serta berliku, kemudian diikuti dengan tampilan nama-nama pemain dan tim produksi. Ketiga : Barulah masuk ke dalam bagian-bagian scene. Dari awal scene 1 sampai 107, bagian pertama sudah mulai masuk ke inti cerita tentang maksud dari film tersebut. Keempat : Dalam scene 46-47, digambarkan mengenai klimaks dari film ini. Ketika itu Ibrahim menjelaskan kepada orang tua Halimah bahwa ia ingin diperkosa oleh Arsad, lalu Arsad duduk di antara orang banyak, menghasut warga desa untuk memasung Halimah serta untuk memfitnah guru Ibrahim. Kelima : Ending, perjuangan serta kebenaran dan harapan itu datang ketika musafir tua tiba-tiba datang di tengah warga desa Batu Hampar lalu menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Kemudian Ibrahim meninggalkan kampung itu dengan berat hati, tapi di tengah perjalanannya bertemu musafir tua lagi kemudian Ibrahim diberikan pemahaman tentang arti kehidupan agar untuk kembali lagi di kampung itu. 3. Struktur Mikro a. Semantik Bentuk semantik menurut Van Dijk, terdiri dari: 1) Latar “Merupakan peristiwa yang dipakai dalam menyajikan teks atau cerita. Latar peristiwa yang dipilih akan menentukan kearah mana pandangan
64
khalayak akan dibawa. Latar membantu bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.” 6 Dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh ini, isi cerita yang ditampilkan tentang sosok perjuangan guru Ibrahim dalam meniti perjuangan dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Penulis memandang bahwa dalam kehidupan ini ibarat meniti titian serambut dibelah tujuh, begitu banyak tantangan serta rintangan dan cobaan yang dialami. Maka apabila kita melihat seseorang yang telah diperlakukan dengan keji maka sebagai manusia yang beriman, alangkah baiknya kita melakukan dengan amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan yang haq dan memusnahkan yang bathil sehingga tercapai kehidupan yang sejahtera. 2) Detail Dalam skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh, pihak yang banyak digambarkan secara detail adalah guru Ibrahim senantiasa berbuat baik, teguh serta memperjuangkan dengan ajaran-ajaran Islam dan menerapkan ilmunya setelah ia keluar dari pesantren, dan tak mengira bahwa apa yang dipelajari itu tidak ada di dalam masyarakat, itu tantangannya dan hampir saja putus asa. Dapat disimpulkan, bahwa isi dari film ini, tidak lepas dari buah pemikiran penulis skenario. Penulis ingin memunculkan pesan-pesan 6
Eriyanto, “Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media”. h. 235.
65
moral, kepada penonton diantaranya pada saat ini cerita ini benar-benar realitas sosial. Dan sebagai manusia apabila melihat kejahatan maka kita wajib untuk merubahnya dengan kebaikan. Sebagai manusia apabila sedang di uji oleh Allah SWT, bersikaplah sabar, tabah, ikhlas dan tawakkal. Allah SWT mengajarkan keikhlasan menerima cobaan dan ujian. Dalam keikhlasan terkadang kesabaran dan keikhlasan menjadikan keimanan begitu indah dan membuat manusia menjadi tetap tegar dan bersandar kepada-Nya dengan kita bisa menerima kepahitan sebagai sesuatu yang memang harus diterima sebagai ketentuan Allah SWT. 3) Maksud Dalam skenario yang penulis amati, elemen maksud dapat dilihat dari ungkapan Lelaki Tua. LELAKI TUA: Rakyat di kampung itu seperti layang-layang putus..!! Dialog di atas, merupakan perumpamaan dari musafir tua yang dijelaskan kepada ibrahim bahwa di kampung itu tidak ada seorang pun yang patut jadi panutan dan pemimpin. Selain itu, penulis menemukan elemen maksud lainnya, pada scene 48, ketika Ibrahim melihat serta merasakan apa yang terjadi sesungguhnya di dalam kampung itu, dan dia mulai menulis di dalam sebuah buku harian
66
serta bertanya-tanya dalam diri pribadinya. 7 Seakan untuk diberikan kemudahan dalam menghadapi semua segala terpaan cobaan yang datang.
IBRAHIM: Aku kemari sebagai guru. Aku sudah mulai menunaikan keajiban itu. Tapi kini aku merasa dihadapkan pada kewajiban yang bukan menjadi kewajiban seorang guru. Apa itu? dan kelengkapan apa yang harus kumiliki? 4) Praanggapan Praanggapan ini dapat dilihat dalam skenario. 8 Ketika Ibrahim di kejar oleh masyarakat akibat telah di tuduh oleh Saleha karena ingin di perkosannya. Kemudian isteri Pak Syamsu berkata. ISTERI PAK SYAMSU: Apa yang kejadian di kampung kita ini, pak. Apa ini tanda kutukan Tuhan.
PAK SYAMSU: Entahlah Jiah, kita ini semua sudah munafik. Agama di kampung ini hanya hiasan bibir. 9
b. Sintaksis 1) Koherensi
7
Dalam Skenario Film Titian Serambut Dibelah Tujuh, h. 4. Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 235. 9 Dalam Skenario Film Titian Serambut Dibelah Tujuh, h.36. 8
67
Dalam skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh ini dapat dilihat pada ending (akhir) dari cerita yaitu ketika Ibrahim ingin meninggalkan desa itu kemudian bertemu kembali dengan musafir tua dan berkata: LELAKI TUA: Kau baru saja lulus sekolah. Mereka percaya padamu. Kalau kamu pergi mereka akan jadi kapal tanpa nahkoda. Kau telah menyelamatkan kampung dari dosa. 2) Bentuk Kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas, dimana ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah yang menjelaskan A. 10 yang terdapat dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh terdapat pada scene 14. Saleh berlari sekencang-kencangnya di jalan Subjek Prediket Objek
kampung Keterangan
3) Kata Ganti Dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh, nama Sultan Turki representasi dari Ukan, salah seorang tukang kudanya pak Harun sebagai orang yang bodoh seperti kuda. PAK HARUN: Sekarang kau -- yang bernama Ukan, bukan yang bernama Sultan Turki dipersilakan kemari c. Stilistik
10
Eriyanto, “Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media”. h. 236.
68
Dalam skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh terdapat, kata-kata yang dipilih adalah yang paling dekat dengan ungkapan sehari-hari sehingga mudah dicerna dan ditangkap oleh penonton. IBRAHIM: Mah, aku adalah sahabatmu…..anggap aku kakakmu… Aku pergi, nanti kita bicara lagi. d. Retoris 1) Grafis Dalam skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh terdapat beberapa istilah pengambilan gambar yaitu dissolve (teknik perpindahan dari satu scene ke scene yang lain secara halus tanpa terlihat terputus), fade in (pemunculan gambar dari layar yang semula hitam/kosong), fade out (menghilangkan visual berganti:menjadi layar kosong/hitam), trade mark (bentuk trik kamera), external (kepanjangannya adalah Exterior (adegan di luar) dalam sinema di pakai untuk spesifikasi lokasi di luar ruangan), internal (singkatan dari interior atau adegan dilakukan di dalam ruangan). 11 2) Metafora Beberapa ungkapan metafora yang penulis temukan dalam skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah pada saat istri Pak Syamsu berbincang dengan suaminya.
11
Sutrisno, Penulisan Skenario Televisi dan Video, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993), h. 125-126.
69
ISTERI PAK SYAMSU: Kampung ini sudah jadi kampung orang munafik. Di gambarkan bahwa benar-benar keadaan kampung yang penuh dengan kemunafikan dan penuh dengan kedzaliman, tidak ada yang bisa menjadi sesosok orang pemimpin yang berani untuk menjadikan perubahan dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga tidak ada yang berani untuk merubahnya. B. Wacana Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” Dilihat dari Kognisi sosial Dalam wawancara yang penulis lakukan pada hari rabu, tanggal 03 Februari 2010, kepada sutradara, penulis menemukan beberapa jawaban mengenai pandangan sutradara tentang gejala sosial pada waktu itu. Menurut sutradara Chaerul Umam pada waktu itu ada satu situasi sosial yang digarap secara Islami kemudian ada perbedaan pandangan atau sikap dari angkatan muda Islam dengan angkatan tuanya, karena pada waktu itu ada tiga generasi yang hadir yakni generasi tua sekali, generasi tua dan generasi muda. Maka hadirnya film titian serambut dibelah tujuh memberikan satu pandangan sikap bahwa segala bentuk kejahatan atau perbuatan yang menuju kezhaliman dapat dicegah dengan menegakkan perbuatan yang terpuji yakni dengan bentuk perjuangan melawan kezhaliman yang terjadi di dalam masyarakat sosial pada waktu itu hingga pada zaman sekarang sehingga terciptanya keadaan yang baik dan membentuk masyarakat yang ber-akhlak karimah. 12
12
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010.
70
Kemudian pandangan kritis Chaerul Umam tentang kognisi sosial yang hadir pada waktu itu tersentuh pada buah pemikiran penulis skenario yaitu Asrul Sani, dimana beliau paling memberikan pencerahan pada dekade perfilman nasional pada waktu itu sehingga terbesit terbentuknya gambaran masyarakat pada umumnya, mungkin dari dulu sampai sekarang hingga menyerupai klise hampir sama
tak ada yang membedakan satu sama lain. Sebenarnya begitu
sulitnya menghadapi tantangan duniawi, sehingga perlu diciptakan karya atau peristiwa yang membangkitkan rasa gairah dalam memberikan semacam panutan bukan sekedar tontonan tapi lebih memberikan tuntunan yang mengajarkan kita atas keyakinan berdasarkan nilai-nilai Islam. Serta memberikan segala macam bentuk aktualisasi yang ingin disampaikan dengan menggunakan dakwah melalui audiovisual yang mudah di tanggap oleh para khalayak khususnya menjadi cerminan budaya bangsa yang rata-rata beragama Muslim. Dan umumnya melakukan dakwah apapun bentuknya yakni dengan hati yang tulus dan ikhlas. C. Wacana Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” Dilihat dari Konteks sosial Wacana yang diangkat oleh penulis skenario dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah mengenai perjuangan seorang guru muda yang teguh bernama Ibrahim dan ketika itu baru saja lulus dari pesantren dan ingin menerapkan ilmunya di tengah masyarakat. Konteks sosial dalam hal ini adalah menjawab pertanyaan bagaimana wacana yang berkembang di masyarakat atau gambaran pada umumnya mengenai
71
perilaku sebagian manusia di muka bumi ini. Dan waktu itu hanya embrio dari sebuah film-film yang bertemakan Islam dan sebab itu hadirnya film titian serambut dibelah tujuh pada waktu itu untuk menggalakan atau melawan arus akibat dampak dari perfilman nasional di Indonesia pada saat itu, dimana hadirnya film-film box office yang bernuansa sex komersial dan tidak ada seorang yang bisa menyandangkan dananya untuk membuat film-film yang bertemakan religi padahal waktu itu sangat di gandrungi oleh masyarakat. 13 Maka dengan inisiatif di visualisasikan melalui gejala penyakit masyarakat yang dari dulu hingga sekarang banyak terjadi di sekeliling kita, adanya orang-orang yang berkelakuan hina hingga sampai menaruhkan jiwa kepimpinannya yang tidak mempunyai panutan serta kehormatan. Ketika seorang dihadapakan dengan berbagai macam cobaan serta rintangan dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan bentuk aktualisasi ajaran-ajaran Islam yang baik dan benar. Dalam hal ini perlu adanya bentuk kekuatan hati atau ghirah dalam membangkitkan hati nurani dan menghadapi sebuah tantangan di tengah masyarakat yang penuh berbagai macam karakter.
13
Wawancara Pribadi dengan Chaerul Umam, Rabu, 03 Februari 2010.
72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Film Titian Serambut Dibelah Tujuh merupakan film yang ber-genre, drama religi. Secara keseluruhan, film ini mengangkat tema untuk menggugah kepada seluruh lapisan masyarakat agar menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Berdasarkan penelitian/riset yang penulis lakukan terhadap teks, konteks, dan kognisi sosial yang ada dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh, maka hasil dari penelitian/riset yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Di lihat dari Segi Teks/Naskah Skenario Dilihat dari segi teks/naskah skenario, penulis menyimpulkan bahwa: a. Tematik/tema umum yang terdapat dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah Titian Serambut mengisahkan seorang guru mengaji muda, Ibrahim, yang baru datang ke sebuah desa dan harus berbenturan dengan tantanan desa yang berbalut fitnah dan kemunafikan. Misalnya dari tokoh guru ngaji senior yang sangat dihormati tapi sebenarnya rutin menerima uang hasil judi dan menyimpan dendam pada seorang gadis manis yang terus-terusan ia katai iblis. Pasalnya di gadis yang nyaris diperkosa, malah difitnah berzina oleh pemerkosanya. Sedangkan pesan yang terkandung dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh meliputi: Tentang Keimanan (Keyakinan Kepada Allah SWT),
72
73
Tentang Kepasrahan/ Ikhtiar, Tentang Kesabaran, Tentang Perjuangan, Muamallah. b. Skematik/skema atau alur dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah membahas mengenai alur cerita dari pendahuluan sampai akhir. Di awali dari Opening Shoot, lalu Opening Bill Board (OBB), barulah masuk ke dalam bagian-bagian scene, dari awal scene 1-80 yang menggambarkan kehadiran guru Ibrahim sangat di tunggu untuk memberikan ajaran-ajaran Islam tapi datangnya Ibrahim banyak sekali menemukan segala rintangan, setelah itu masuk ke dalam klimaks film, barulah masuk ke dalam ending atau akhir dari tema yang di angkat. c. Semantik dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah membahas elemen-elemen dalam film. Untuk elemen latar penulis skenario mengangkat tema mengenai perjuangan guru Ibrahim dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat yang sesungguhnya banyak sekali problematika dan berbagai macam karakter-karakter yang berbeda, dan Ibrahim mendapatkan tantangan dari berbagai tokoh masyarakat di dalam kampung itu. Dalam elemen detail film Titian Serambut Dibelah Tujuh, pihak yang banyak di gambarkan adalah guru Ibrahim yang sedang di uji oleh Allah SWT, guru Ibrahim senantiasa sabar dan ikhlas dalam mengarungi segala problematika yang hadir di tengah masyakarat kampung yang ia tinggali. Sedangkan elemen maksud dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan musafir tua mengenai arti kehidupan serta memberikan penjelasan tentang kebenaran yang telah terjadi. Praanggapan
74
merupakan pernyataan atau kenyataan yang belum terjadi, ketika Halimah dituduh berzina oleh Arsad dan Halimah mengalami depresi berat sehingga membuat Halimah tak sanggup untuk menerima semua tuduhan kepadanya. Kata ganti dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh yaitu nama si Ukan, representasi dari Sultan Turki, seekor hewan kuda yang mudah di belai. Stalistik dalam skema Film Titian Serambut Dibelah Tujuh. Kata-kata yang di pilih adalah yang paling dekat dengan ungkapan yang baik dan sopan atau ungkapan kiasan. Grafis film Titian Serambut Dibelah Tujuh, yaitu dissolve, fade in, fade out, external, internal, trade mark. Metafora film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah pada Opening Shoot dimana ada sebuah Masjid dan terdapat banyak santri termasuk Ibrahim yang sedang menunaikan shalat shubuh berjamaah. 2. Di lihat dari Segi Kognisi Sosial Apa yang disampaikan dalam Film Titian Serambut Dibelah Tujuh, problem mendasar yang di angkat dalam film ini, sangat menarik bahwa ada satu situasi sosial digarap secara Islami, maksudnya dalam masyarakat Islam kemudian ada perbedaan pandangan atau sikap dari angkatan muda Islam dengan angkatan tuanya. Ada tiga generasi disana, di setiap tahunnya selalu hadir seperti Rahmat Hidayat, Slamet Rahardjo, El manik yang memiliki perbedaan sikap disana dan memilki konflik yang menarik. Kemudian ada perjuangan sosok Ibrahim yang memperjuangkan dalam penerapan ilmunya setelah ia lulus dari pesantren, di masyarakat yang penuh tantangan, dan tidak mengira bahwa apa yang dipelajari itu tidak sesuai yang ada di dalam masyarkat tapi hadirnya Ibrahim ketika di
75
tengah masyarakat agar mendapat pembelajaran agar manusia lebih sabar, tabah, ikhlas serta tidak putus asa dalam menghadapi segala kesulitan dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Satu hal yang menarik dari film ini adalah, tampaknya, Chaerul berusaha menggambarkan homoseksualitas di sebuah desa kecil yang tampaknya memegang teguh syariat Islam. Sayang, isu ini tidak digali lebih dalam. Hanya tampak dari tokoh pria paling kaya di desa itu yang gemar berjudi dan punya semacam asisten pribadi seorang pria muda yang menyertainya kemana-mana, termasuk ke area di balik sarung. Dan kemudian menghadapi berbagai macam karakter-karakter yang bermacam-macam di masyarakat ini ada orang seperti H. Sulaiman, sososok ulama yang di hormati para masyarakat desa Batu Hampar tapi tidak bisa memberikan contoh yang benar dan sering mendapatkan uang hasil judi dari Harun. Dan itu gambaran masyarakat kita pada umumnya sekarang dari dulu sampai sekarang akan ada ulama seperti itu, akan ada mafia seperti Harun, akan ada isteri-isteri yang suka menyeleweng itu banyak, dan semua iu realitas sosial yang hadir setiap saat. Secara umum wacana dalam film ini mengangkat tema besar yaitu tentang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, seorang guru muda Ibrahim dalam mengarungi problema yang hadir di tengah masyarakat kampung yang ia tinggali menggambarkan betapa mudah masyarakat desa itu terprovokasi dan termakan fitnah. Karena melihat kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dan tidak memiliki moral serta panutan tokoh didalam masyarakat itu. Kognisi sosial yang terkandung dalam film ini adalah tentang bagaimana perjuangan melawan amar
76
ma’ruf nahi munkar yang dihadapi oleh guru muda Ibrahim di tengah masyarakat desa Batu Hampar. Yang dalam film ini dibingkai dengan nilai-nilai moral Islami. 3. Di lihat dari Segi Konteks Sosial Jika dilihat dari konteks sosial yang terjadi pada saat penayangan film Titian Serambut Dibelah Tujuh. Film ini setidaknya sudah mewakili sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Karena pada waktu tahun itu, banyak film-film yang bernuasa sex komersil. Hadirnya film Titian Serambut Dibelah Tujuh ini melawan arus pada waktu itu sehingga membangkitkan citra tayangan perfilman Indonesia. Ini merupakan sebuah embrio dari sebuah film dengan tema-tema Islami atau religius, berharap di ikuti ternyata itu tidak berkembang, kemudian boleh dikatakan matilah tema-tema semacam itu karena produksi film itu tidak tergantung pada si pembuatnya akan tetapi dari si penyandang dana, penyandang dana itu tidak ada berniat begitu belum ada yang muslim pada waktu itu, jadi tidak berjalan tema-tema yang mengangkat tentang dunia Islam tapi lebih banyak diminati termasuk film box office. Akan tetapi sekarang ini muncul karena ada sebuah novel yang meledak yang namanya AyatAyat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Perempuan Berkalung Sorban, Emak Naik Haji, 3 Doa 3 Cinta dan film-film lainnya, baru para produser-produser dengan semangat membara berlomba- lomba dalam membuat film-film yang bertemakan Islami tapi bukan karena Islam tapi karena pasar (market) yang berlandaskan hanya ingin mendapatkan keuntungan yang sangat besar (provit making), melihat masa depan film-film di Indonesia tergantung pada satu yang meledak terlebih dulu seperti, sastra, novel, atau mungkin peristiwa yang terjadi dan dapat memiliki
77
sebuah karya dan nilai-nilai yang di berikan kepada khalayak banyak, khususnya para pecinta film-film di Indonesia sehingga bisa memberikan tontonan serta tuntunan yang dapat menjadi media pembelajaran (media literacy) Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa strategi wacana komunikator dalam film ini dapat ditemukan dalam wacana Van Dijk yang meliputi elemen tematik, skematik, sintaksis, stalistik, maupun informasi percakapan dan ungkapan kiasan dalam strategi retoris. Komunikator melakukan strategi wacana melalui komposisi jumlah scene yang mempresentasikan wacanawacana yang hendak diusung, komposisi peletakan scene, penekanan suatu pesan dan pelemahan suatu scene yang lain. Hingga penguatan karakter/tokoh yang lain. B. Saran-saran Berdasarakan hasil pengamatan dan penelitian penulis terhadap film Titian Serambut Dibelah Tujuh dan juga skenario atau naskah film titian serambut dibelah tujuh, penulis ingin memberikan saran ditujukan kepada: 1. Kepada Sutradara Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Bapak Chaerul Umam, agar terus memproduksi film-film yang bertema Islami, Selain itu, film ini terlihat usang maka alangkah baiknya untuk dapat di produksi kembali walaupun begitu, isi pesan-pesan yang coba di angkat sangat menyentuh relung hati. Seperti film Titian Serambut Dibelah Tujuh ini dan untuk mengcounter pengaruh film-film horror dan berbau sex metropolitan yang masih beredar di bioskop-bioskop Indonesia. 2. Bagi seniman muslim yang biasa membuat film, diharapkan dapat memproduksi tayangan yang mempunyai visi Islam dan dakwah karena film ini bukan hanya memberi tontonan, tetapi memberi tuntunan tentang cara
78
3. Adapun dalam segi akademik, besar harapan saya Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dapat membuat jurusan tentang perfilman dan semoga dalam penulisan ini menjadikan suatu informasi dan pengetahuan yang pada dasarnya memperkaya diri dengan berbagai wacana dan pengetahuan, khususnya dalam bidang sinematografi atas media terhadap khalayak.
DAFTAR ISI ABSTRAK
……………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………...... ii DAFTAR ISI ……………………………………………………………. v BAB I
: PENDAHULUAN ……………………………………... 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………… 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………. 7 C. Manfaat Penelitian …………………………………. 8 D. Metodologi Penelitian ……………………………… 9 E. Tinjauan Pustaka …………………………………… 17 F. Sistematika Penulisan ……………………………… 18
BAB II
: LANDASAN TEORI ………………………………….. 20 A. Pengertian Wacana Film …………………………… 20 1. Analisis Wacana ………………………………..
20
2. Pengertian Film ………………………………...
23
B. Tinjauan Tentang Film ……………………………..
25
1. Sejarah Perfilman di Indonesia ………………… 25 2. Karakteristik dan Jenis-Jenis Film ……………..
29
3. Unsur- Unsur dan Struktur Film …………….....
31
4. Dramatika Sebuah Film Titian Serambut Dibelah Tujuh ………………………………….. 33 C. Film Sebagai Sarana Transformasi Sosial ………..... 34 D. Wacana Film Dilihat dari Persfektif Teoritis ………. 35
ﻩ
BAB III
: GAMBARAN
UMUM
FILM
TITIAN
SERAMBUT
DIBELAH TUJUH ……………………………………
42
A. Sekilas Tentang Chaerul Umam …………………… 42 1. Biografi Chaerul Umam ……………………….
46
2. Karya-karya Chaerul Umam …………………...
49
B. Deskripsi Film Titian Serambut Dibelah Tujuh ........
53
1. Jalan Cerita Film Titian Serambut Dibelah Tujuh ………………………………….. 53 2. Wacana Yang Diangkat dalam Film Titian Serambut Dibelah Tujuh ………………………………….. 54 3. Perjuangan
Tokoh
Protagonis
dalam
Film
Titian
Serambut Dibelah Tujuh ……………………….. 55
BAB IV
: TEMUAN DAN ANALISIS ……………………….. ...
57
A. Wacana Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” Dilihat dari Teks film …………………………………………… 57 B. Wacana Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” Dilihat dari Kognisi sosial ………………………………………. 69 C. Wacana Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” Dilihat dari Konteks sosial ……………………………………… 70 BAB V
: PENUTUP ………………………………………….......
72
A. Kesimpulan …………………………………............ 72 1. Di lihat dari Segi Teks/Naskah Skenario ………. 72 2. Di lihat dari Segi Kognisi Sosial ……………….. 74 3. Di lihat dari Segi Konteks Sosial ………………. 76
و
B. Saran ………………………………………………... 77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ز
DAFTAR PUSTAKA Amir, Marfi. Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999. Ardani, Moh. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. Jakarta : PT Mitra Cahaya Utama, 2006. Al-Ja’bar, Ibrahim Muhammad. Gerakan Kebangkitan Islam, terjemahan Abu Ayyub al-Anshari, Solo:Duta Rohman, 1996. Abdul, Rani. Analisis Wacana Sebuah Kajian, Malang: Bayu Media, 2004. Amin, Masyhur dan Nadjib, Mohammad. Agama, Demokrasi dan Transformasi Sosial. LKPSM NU DIY, 1993. Bachtiar,Wardi. Metedologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997. cet. ke-1. Biran, Misbach Yusa. Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu dan Dewan Kesenian, 2009. Bactiar, Phil. Sejarah Media Massa. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2000. Bried, Sean Mac. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983. Chaidir, Rahman. Festival Film Indonesia 1983. Medan : Badan Pelaksana FFI, 1983.
Oetomo, Dede, Kelahiran dan Perkembangan Analisa Wacana, Yogyakarta: Kanisius, 1993. Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2003. Eriyanto, dkk. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS, 2006. Hamka. Pelajaran Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1956. Hadi, Sutrisno, Metedologi Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1989. Joseph, M. Boggs.. The Art of Watching Film. Diterjemahkan oleh Asrul Sani dengan judul Cara Menilai Sebuah Film. Jakarta : Yayasan Citra, 1986. Kuntowijoyo. Dalam Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1998. cet. VIII. Kristanto , JB. Katalog Film Indonesia ; 1926- 2005. Kusnawan, Aep. dkk. Komunikasi dan Penyiaran Islam. Bandung: Benang Merah Press, 2004. Khotimah, Ema. Analisis Wacana Ideologi Tandingan (Wacana Terorisme dalam Media-Analisis Kritis Pemberitaan Abu Bakar Ba’asyir. Bandung: UNISBA. 2004. Mansur, Mustafa. Jalan Dakwah. Jakarta: Pustaka Ilmiah, 1994. Moleng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosakarya, 2006.
Mulyana. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005. Omar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah. Jakarta : Wijaya, 1992. Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar. Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976. Prakoso, Gatot, Film pinggiran-Antologo Flim Pendek, Eksperimental & Dokumenter, FFTV-IKJ dengan YLP. Jakarta: Fatma Press, 1997. Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: LKiS, 2007. Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotic dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001. Sutrisno, Penulisan Skenario Televisi dan Video. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1993. Taymiyah, Ibnu. Amar ma’ruf nahi munkar. Jakarta: Aras Pustaka,1999. Turner, Grame. Film As Social Praktice. London: Routledge, 1993. Widagdo, M Bayu dan Gora S, Winastiwan. Bikin Sendiri Film Kamu. Yogyakarta : DV Industri, 2004. Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia . Jakarta : PT. Hidayah Karya Agung, 1989.
Yahya, Harun. Kedangkalan Pemahaman Orang-Orang Kafir. Surabaya: Risalah Gusti, 2003. cet. ke-1. Situs : http://www.tamanismailmarzuki.com,
Hasil Wawancara Pribadi dengan H. Chaerul Umam Sutradara Film Titian Serambut Dibelah Tujuh Hari rabu, tanggal 03 Februari 2010, pukul 13.30-15.30. Tempat, gedung POLA
1. Pertanyaan :
Film ini adalah film yang dibuat versi yang ke-2 setelah film yang dibuat
1959 oleh Asrul Sani, apa yang menjadi perbedaan antara
film pertama dari film 1982? Jawaban :
pertama saya tidak melihat, saya cuma baca scenario. Pada waktu itu pak Misbach Jusa Biran sedang menyiapkan pusat dokumentasi, kemudian ada skenario-skenario lama saya ikut membaca titian serambut dibelah tujuh saya tertarik sekali, waktu itu saya masih belum menjadi sutradara, masih gelandangan tim. Sebelumnya di teater aaahh… jadi film yang dibuat pak asrul itu sendiri saya tidak melihat, saya cuma baca skenario saja. Konon katanya pernah dibuat tahun 50-an atau 55-an.
2. Pertanyaan :
Seperti apa bapak melihat film Titian Serambut Dibelah Tujuh ini? yang menjadi gagasan atau wacana serta problema mendasar yang diangkat dalam film bapak sutradarai ini?
Jawaban :
sangat menarik, sangat menarik, bahwa ada 1 situasi sosial digarap secara Islami, maksudnya dalam masyarakat Islam kemudian ada perbedaan pandangan atau sikap dari angkatan muda Islam dengan angkatan tuanya. Ada tiga generasi disana, saya kira ada setiap tahun ada generasi seperti Rahmat Hidayat, Slamet Rahardjo, El Manik, ada tiga generasi nah itu ada perbedaan sikap disana, itu yang menarik konfliknya disitu.
3. Pertanyaan :
Kenapa film ini diberi judul “Titian Serambut Di Belah Tujuh”? dan apa relevansinya dengan cerita yang diangkat dalam film ini?
Jawaban
:
itu aslinya dari sana, maksudnya ini semacam di ibarat sebuah perjuangan tokoh utamanya ini yang dimainkan oleh el manik ini, bagaimana memperjuangkan dia menerapkan ilmunya setelah ia keluar dari pesantren di masyarakat yang penuh tantangan, dia tidak
mengira bahwa apa yang dipelajari itu tidak sesuai yang ada di dalam masyarakat. Itu tantangan di situ, hampir dia putus asa. 4. Pertanyaan :
Dalam hal pemilihan setting-lokasi sepertinya di daerah Sumatera? Bisa bapak jelaskan mengenai hal ini?
Jawaban :
sebetulnya itu daerah antah berantah itu di mana saja, some where, some place tapi karena pengarangnya pak asrul sani gaya bahasanya, gaya bahasa pak asrul sani yang berasal dari sumatera barat, nah saya menyesuaikan alamnya kaya apa, sesuai dengan si alam si pencipta cerita. Kita cari perkampungan, cari rumah yang kita kehendaki kita membuat sett-sett, sett-sett yang itu saya buat Cuma warung, adegan-adegan kopi kita bikin itu, syuting di daerah maninjau
di
perkampungan
kecil
maninjau
ada
beberapa
perkampungan. Kalau awalnya itu di bukit tinggi kemudian ke sulit air kemudian banyak lokasinya di maninjau, kota kacih, sungai rangeh terus ada lagi saya lupa. 5. Pertanyaan : Film ini skenarionya dibuat oleh Asrul Sani, lalu bagaimana pembacaan bapak dalam konteks menerjema kannya ke dalam bahasa Visual yang tentunya mempunyai relevansi dengan cerita film ini? Jawaban :
yaa seperti anda lihat, bagaimana cara mengatakannya dari skenario film, apa ada yang aneh misalnya anehnya di mana gitu loh? yang saya buat seperti itu.
6. Pertanyaan : Dalam pandangan bapak film Titian Serambut Dibelah Tujuh ini, apakah benar sebagai sebuah manifestasi dari konsep amar ma’ruf nahi munkar? Jawaban
: ada, artinya bagaimana apa si El Manik ini ber-amar ma’ruf nahi munkar dan ia menyelamatkan seorang Halimah yang di tuduh berzina hingga sampai kehilangan warasnya. Selalu di musuhi oleh Arsad kemudian di lindungi oleh dia, itulah amar ma’ruf nya di situ ehh nahi munkarnya, tadinya malah saya pingin sebut amar ma’ruf nahi munkar atau dalam (sirotul mustaqim).
7. Pertanyaan :
Tokoh Ibrahim bagaimana bapak melihatnya? Begitupun dengan seorang ulama Pak Sulaiman, Tuan Harun, Arsad, serta Halimah dan masyarakat Batu Hampar?
Jawaban
:
si Ibrahim itu merupakan tokoh asing dari dunia pesantren baru lulus kemudian baru masuk ke dalam satu masyarakat yang menghadapi karakter-karakter yang bermacam-macam di masyarakat ini ada orang yang seperti H.Sulaiman, melihatnya ulama, ada ulama seperti itu ada mafia namannya Harun penguasa dusun itu. Itu gambaran masyarkat kita pada umumnya sekarang dari dulu sampai sekarang akan ada ulama seperti yang itu, akan ada mafia seperti Harun, akan ada isteri-isteri yang suka menyeleweng itu banyak, ada yang penjilat-penjilat kaya seperti Arsad misalnya kan. Naah itu selalu di masyarakat kita selalu begitu dan itu akan makanya ada sementara orang menyatakan itu klasik, klasik itu kebalikan dari klise hampir sama, dan itu masyarakat pada umumnya dari dulu sampai sekarang dari zaman Fir’aun sampai dengan zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)
8. Pertanyaan :
Ada hal yang menarik dalam film ini, ketika scene pertama dibuka, ada seorang kakek tua yang menegur dan memperingkatkan Ibrahim ketika hendak mengajar ke kampung batu hampar? Lalu ia berkata “Masyarakat di sana bagai layang-layang putus”, bisa di jelaskan tentang hal ini?
Jawaban
:
si kakek tua gambaran semacam filsuf atau semacam hati nurani juga bisa divisualisasikan di dalam bentuk generasi yang lebih tua lagi yang saya bilang ada tiga generasi, generasi tua sekali, generasi tua, generasi muda yang dia biasa memberikan nasehat-nasehat semacam hati nurani feeling, secara verbal dia bilang sata memang mengembara dari satu tempat ke tempat ke tempat lain mencari ilmu kan, kalau di suatu tempat itu tak mengajar saya mengajar, kalau ada orang pintar saya belajar, biasanya saya pengembara, pengembara yang arif.
9. Pertanyaan :
Mengapa di beri judul Titian Serambut Dibelah Tujuh?apa relevansinya?
Jawaban :
itukan ibarat, sebuah ibarat dari tafsir sirotul mustaqim, bagaimana orang menyembrang dari satu tempat ini ke surga melalui suatu penderitaan gitu seperti meniti titian serambut dibelah tujuh betapa sulitnya. Kalau terperleset masuk neraka itukan ibarat saja, sangat sulitkan begitu untuk meniti betapa sulitnya dia hidup di dalam satu masyarakat yang baru di hadapi yang semula ia tidak mengira dia, pesantren asyik satu pandangan, satu sikap, kerjanya cuma beribadah aja mungkin ya, ketika masuk bertemu tadi Harun, ketemu ini, ketemu itu, seperti meniti titian serambut dibelah tujuh gitu –gitu beribarat.
10. Pertanyaan : Dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, Ibrahim dengan cara sendiri nilai-nilai moral seperti keyakinan, perjuangan, kepasrahan, kesetian serta harapan bagaimana bapak melihat ini? Jawaban :
ini adalah sebuah simbol dari seorang yang mau ber amar ma’ruf nahi munkar, symbol saja dan semua niat baik sama iman yang tebal harus diuji. Ini ujiannya, jadi simbol dari sebuah niat baik dari seorang dan yang lainnya itu sebagai ujiannya malah ia yakin tetap yakin bahwa Allah tidak menguji di luar batas kemampuan.
11. Pertanyaan : Formula apa yang tepat untuk saat ini di mana film-film Islam lebih membumi dengan situasi dan kondisi masyarkat khususnya masyarkat Islam di Indonesia? Jawaban :
saya kira dulu embrio itu saja. Embrio dari sebuah film dengan tematema Islami atau religius, kami berharap ini di ikutin ternyata itu tidak berkembang. Kemudian boleh dikatakan matilah tema-tema semacam itu karena produksi film itu tidak tergantung pada si pembuatnya tapi dari si penyandang dana, penyandang dana itu tidak ada berniat begitu belum ada yang muslim waktu itu, jadi tidak jalan itu tema-tema itu di minati termasuk film box office loh yaa…
sebelum ada lagi al-kautsar itu film ke-2 saya al-kautsar itu box office sangat di gandrungi, tidak ada yang mengikuti sampai film ketujuh saya ulangi lagi film titian serambut dibelah tujuh engga juga ada….kosong !! bah sekarang ini muncul karena ada sebuah novel yang meledak yang namanya Ayat-ayat cinta baru produserproduser itu bukan karena Islam tapi karena pasar, karena ini novel meledak nih. Ketika cinta bertasbih meledak lagi, bikin ya anu ya kaitannya dengan itu mungkin di bidang novel/sastra perlu digalakan lagi itu kan, kisah-kisah Islami yang popular gitu yang meledak ya nanti filmnya nyusul nih baru percaya. Kalo zaman dulu al-kautsar tanpa novel, titian serambut dibelah tujuh tanpa novel bisa meledak sebetulnya. Nah sekarang yang paling diminati ya itu, yang kira-kira merangsang syahwat gitu ya, itu yang paling mudah karena orang menahan syahwat paling laku, cepet, bikin cepat, ga perlu cerita yang ruet yang pokoknya asal buka saja deh, buka dada, buka kaki udah pasti laku, itu mereka berfikiran bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan modal sekecil-kecilnya sekarang memang tujuannya dagang susah sekali menawarkan tema-tema Islam itu susah. Tema-tema Islam kalo mau ngaji di masjid pak engga di bioskop, susahkan mending ke mesjid (sambil tertawa). 12. Pertanyaan :
Bagaimana bapak melihat masa depan film-film di Indonesia seperti cara bertuturnya, temanya, atau cerita yang di angkat agar dapat menerjemahkan nila-nilai Islam yang lebih tepat?
Jawaban :
Kalau kita lihat tergantung dari satu yang meledak dulu apa itu sastra, novel, atau mungkin peristiwa, saya kira itu/ kalua hanya kita sekedar kita bikin cerita itu ya, yang belum tentu tau orangnya mungkin aja spekulasi gitu loh, tadinya saya yakin asal tema Islam laku deh kira saya itu pernah saya pahamin kaya al-kautsar laku, titian serambut dibelah tujuh laku tanpa di didahului dengan novel, tanpa didahului peristiwa besar laku kemudian fatahillah laku, nada dan dakwah laku tapi ada unsur pemainnya Rhoma Irama dan
Zainuddin MZ mungkin ya tersapa karena kolosal tapi yang menjadi patokan itu titian sama Al-kautsar itu tanpa ini ko peristiwa, tanpa apa-apa bisa laku, bisa menciptakan penonton baru pada waktu itu.
Jakarta, 03 Maret 2010
Pewawancara
Zakka Abdul Malik Syam
Yang di wawancarai
H. Chaerul Umam
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto-foto Wawancara bersama Chaerul Umam Sutradara Film Titian Serambut Dibelah Tujuh
Sutrdara Chaerul Umam sedang menandatangani surat keterangan wawancara
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto Wawancara Pribadi bersama Sutradara Film Titian Serambut Dibelah Tujuh
Sutradara Chaerul Umam Sedang menandatangani Surat Wawancara
Penulis berfoto dengan Chaerul Umam Sutradara Film Titian Serambut Dibelah Tujuh
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 04 Maret 2010
Zakka Abdul Malik Syam