ANALISIS WACANA KUMPULAN CERPEN "BH" KARYA EMHA AINUN NAJIB
Skripsi Diajukan kapada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam
Oleh: SAHABUDIN NIM : 102051025614
Di bawah bimbingan:
Dra. Armawati Arbi. M.Si NIP : 150246288
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
i
ANALISIS WACANA KUMPULAN CERPEN "BH" KARYA EMHA AINUN NAJIB
Oleh: SAHABUDIN NIM : 102051025614
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ii
ABSTRAK ANALISIS WACANA PADA KUMPULAN CERPEN “BH” KARYA EMHA AINUN NAJIB Banyak cara yang dapat dilakukan untuk berdakwah, misalnya berdakwah melalui sastra sebagaimana yang dilakukan Emha Ainun Najib dalam kumpulan cerpennya yang baertajuk “BH”. Judul ini terlihat unik dan mungkin sedikit fulgar, namun di balik semua itu, terdapat pesan-pesan yang dapat kita ambil, khususnya pesanpesan dakwah. Melihat konteks di atas, kemudian timbul pertanyaan, bagaimana pesan-pesan dakwah yang disampaikan dalam kumpulan cerpen tersebut?.Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis dituntun oleh tiga sub-pertanyaan; (1) Bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu dalam Kumpulan Cerpen “BH”?, (2) Bagaimana kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang dianalisis dalam Kumpulan Cerpen “BH”?, (3) Bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dalam Kumpulan Cerpen “BH”? Dalam kumpulan cerpennya ini, Emha mengajak para pembacanya untuk menengok dan melihat lebih dalam lautan hikmah yang terjadi dalam kehidupan realitas sosial. Kumpulan cerpen ini bisa disebut buku pemikiran, di mana pembaca di ajak berpikir dan merenungi lebih dalam bagaimana suatu peristiwa itu terjadi dan ada apa di balik kejadian itu?, itulah yang disebut hikmah yang Emha ingin sampaikan melalui cerpennya ini. Teori Analisi Wacana Teun Van Djik adalah teori yang tepat untuk melihat bagaimana hikmah itu disampaikan. Menurut Van Djik ada tiga dimensi analisis wacana dalam memahami suatu teks, yaitu: analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Melalui penelitian yang mendalam dan wawancara langsung dengan Emha Ainun Najib dan Penerbit Buku Kompas, akhirnya ketiga pertanyaan di atas dapat terjawab. Dari segi teks dapat dilihat dari sisi tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik, retoris. Sedangkan dari segi kognisi sosial, khususnya kognisi pengarang dalam memahami suatu peristiwa tertentu, semuanya terjadi secara spontan dibantu oleh kreatifitas pengarang itu sendiri. Sedangkan proses produksi teks sehingga menjadi satu buku dilakukan oleh Penerbit Buku Kompas, dengan mengumpulkan cerepn-cerpen Emha yang dimuat di Kompas dan media lainnya dan cerpen yang dikirim oleh Emha langsung. Kemudian dari segi konteks sosial, karya Emha ini memang bertemakan sosial dan menggambarkan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan keseharian kita. Namun tidak sampai di situ, tapi bagaimana melihat hikmah yang terjadi dari kejadian tersebut. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pesan dakwah yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen “BH “disajikan melalui tiga dimensi analisis wacana; Teks, Kognisi Sosial dan Konteks Sosial.
iii
KATA PENGANTAR ا ا ا
Tiada kata yang dapat terucapkan pada saat ini kecuali kata syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segalanya kepada hambanya ini baik itu berupa keimanan, keislaman dan juga kesehatan yang sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Walaupun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan yang tak lain adalah dari kebodohan penulis sendiri. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW, penghulu para nabi dan rasul, yang dengan sebab kehadirannya kita bisa bahagia. Semoga Islam yang beliau sebarkan di bumi ini terus disyiarkan oleh pengikutnya hingga kiamat kelak. Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis tak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan pembuatan skripsi ini secara langsung ataupun tidak. Ucapan terima kasih yang tak terhingga ini penulis hanturkan kepada: 1. Bapak Dr. Murodi. MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah, Bapak Dr. Arif Subhan. MA sebagai Pudek I Fakultas Dakwah, Drs. H. Mahmud Jalal. MA sebagai Pudek II Fakultas Dakwah dan Bapak Drs. Study Rizal LK. MA sebagai Pudek III Fakultas Dakwah 2. Bapak Drs. Wahidin Saputra M.Ag sebagai Ketua Jurusan KPI, Ibu Dra. Umi Musyarofah. MA sebagai Sekretaris Jurusan KPI, serta segenap staf Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
3. Ibu Dra. Armawati Arbi. M.Si sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah memberikan arahannya kepada penulis dalam membuat karya ilmiah ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Faktultas Dakwah yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, mudahmudahan tetap komitmen dalam menjalankan tugas sucinya. 5. Bapak Emha Ainun Najib sebagai narasumber yang telah memberikan keterangan berupa data mengenai cerpennya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. 6. Forum Kenduri Cinta yang telah membantu mempertemukan penulis dengan Emha Ainun Najib. Terima kasih atas bantuannya. Semoga Kenduri Cinta tetap eksis dalam memberikan ide-ide baru dalam rangka pencerahan masyarakat. 7. Bapak Irwan Suhanda sebagai Staf Redaksi Penerbit Buku Kompas yang sangat kooperatif dalam memberikan data-datanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyempurnakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Dakwah dan juga Bapak pimpinan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama yang telah memberikan pinjaman bukunya guna melengkapi data yang penulis butuhkan. 9. Ibunda tercinta dan juga ayahanda yang dengan cinta dan pengorbanannya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman baikku Mustopa, Mansur dan Rohmani terima kasih atas dukungan dan semangat yang kalian berikan dan juga teman-temanku yang lain yang selalu ada di saat penulis susah maupun senang.
v
11. Rita Fauziah, Mansyur, Lisa dan teman-teman lain seperjuanganku di KPI E. semoga kalian sukses selalu. Persahabatan kita tak akan kulupakan. 12. “Putri Hwang-Koe, makasih atas motivasi dan semangat yang kamu berikan.
Akhirnya penulis hanya dapat berdo’a semoga amal shaleh mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang sebaik-baiknya
Tangerang, 3 Juni 2008
Penulis
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah telah menghendaki Islam untuk menjadi sebuah risalah universal yang abadi, yaitu sebagai petunjuk Allah untuk semua manusia dari segala bangsa (umat), segala kelas sosial, segala individu dan segala generasi.1 Umat Islam adalah pedukung amanah, untuk meneruskan risalah dengan dakwah; baik sebagai umat kepada umat-umat yang lain, ataupun selaku perseorangan di tempat manapun mereka berada, menurut kemampuan masing-masing.2 Banyak hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah, salah satunya adalah dengan cerita, baik berupa cerita yang panjang dan sistematis seperti novel, maupun cerita pendek yang menarik seperti cerpen. Cerpen merupakan sebuah prosa yang dapat dijadikan sebagai media dakwah. Ceritanya yang pendek dan menarik membuat cerpen menjadi sebuah bacaan yang menarik untuk dibaca baik oleh remaja maupun orang dewasa. Pemanfaatan cerpen sebagai media dakwah kini bukan menjadi hal yang baru, banyak cerpenis-cerpenis muda yang telah sukses membuat pembaca terbawa dengan cerita yang dibuatnya, sehinggga cerpen kerap kali menjadi sebuah bacaan hiburan dan dakwah yang diandalkan dalam media-media cetak, baik koran harian, tabloit, ataupun majalah Judul dalam cerpen terkadang menjadi bumbu yang dapat memancing pembaca dan membuatnya penasaran, sehinggga ketika melihat judul cerpen tersebut, pembaca 1
Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), Cet. Ke-2,
2
Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah, (Kakarta: Yayasan Cipta Selecta, 1996), Cet. Ke-10, h.
h. 142 109
vii
sudah tergoda untuk membaca cerpen tersebut. Seperti halnya kumpulan cerpen yang dibuat oleh salah seorang tokoh sastra dan budayawan Indonesia Emha Ainun Najib. Kumpulan cerpen-cerpen ini kemudian dirampungkan dalam sebuah buku yang berjudul Kumpulan Cerpen “BH”, orang mungkin akan berpikir hal-hal kotor ketika membaca judul tersebut, padahal ketika dibaca, cerita tersebut berisi gambaran kehidupan sosial masyarakat yang erat dengan hubungannya dengan sesama dan Tuhan, atau dengan istilah lain hablumminallah dan hablumminannas. Dengan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membuat sebuah skripsi dengan judul “Analisis Wacana Kumpulan Cerpen BH Karya Emha Ainun Najib.” Hal ini berdasarkan atas alasan-alasan berikut: Pertama, seiring dengan berjalannya waktu, karya-karya sastra seperti cerpen sudah mulai banyak digemari dan digandrungi oleh para penikmatnya, khususnya cerpen-cerpen yang mengangkat sisi-sisi kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, seperti apa yang disajikan oleh Emha dalam kumpulan cerpennya yang berjudul “BH”. Kedua, walaupun terlihat fulgar, cerpen-cerpen Emha bagi penulis mampu mengurai lautan hikmah dalam tiap laku kemanusiaan kita, lingkungan sekitar kita sesederhana dan sekecil apapun yang sering luput dari perhatian kita dengan senantiasa mengasah kelembutan serta kedalaman rasa dan pikir., setidaknya bagi penulis buku Emha yang satu ini adalah juga buku pemikiran. Apapun yang bisa membuat kita berpikir dan menyadari sesuatu yang berharga dari kehidupan. B. Pembatasan dan Perumusan masalah 1. Batasan Masalah
viii
Pembahasan dalam skripsi ini hanya dibatasi 5 judul cerpen dari 15 judul cerpen yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib. Hal ini dengan alasan bahwa kelima judul tersebut banyak mengandung pesan dakwah dalam isi ceritanya.Kelima judul tersebut adalah: a. BH b. Kepala Kampung c. Ambang d. Podium e. Di Belakangku 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu yang terdapat kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”? b. Bagaiman kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa yang dianalisis dalam kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”? c. Bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dalam kelima cerpen dari kumpulan cerpen ”BH”?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan Pokok Permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”.
ix
2. Mengetahui bagaimana kognisi pengarang dalam memehami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan dianalisis dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”. 3. Memahami bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu dari kelima cerpen dalam kumpulan cerpen ”BH”. D. Metodologi Penelitian Pada penelitian kali ini digunakan pendekatan analisis wacana (discourse analisis) dengan menggunakan paradigma konstruktifisme yang menyatakan bahwa fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu.3 Dalam hal ini, analisis wacana merupakan salah satu alternatif teknik penelitian untuk memperoleh gambaran isi pesan selain analisis isi kuantitatif. Melalui analisis wacana tidak hanya mengetahui isi pesan yang disampaikan, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Karena analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam analisisnya, analisis wacana lebih bersifat kualitatif, karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori seperti analisis isi kuantitatif. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan (coherence), dan kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.4 Adapun model analisis wacana yang banyak dipakai adalah model Teun A. Van Dijk. Modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses
3 Dedy Mulyana, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet. Ke-1, h. 19 4 Alex Sobur, Analisis Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana dan Framing. (Bandung: PT. Remja Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-2, h. 68
x
terbentuknya teks. Menurutnya, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari satu praktek produksi yang harus diamati.5 Oleh karena itu, Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Bila digambarkan, maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut: Tabel 1 Skema dan Metode Penelitian Van Dijk6 STRUKTUR METODE Teks Critical Linguistiq Menganalisa bagaimana wacana yang - Tematik dipakai untuk menggambarkan seseorang - Skematik atau peristiwa tertentu. - Semantik - Sintaksis - Stilistik - Retoris Kognisi Sosial Interview/wawancara Menganalisa bagaimana kognisi pengarang dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan dianalissis. Konteks Sosial Studi Pustaka Menganalisa bagaimana wacana (konteks sosial) yang berkembang dalam masyarakat dengan penggambaran seseorang atau peristiwa tertentu . 1. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah cerpen “BH” sebagai salah satu judul sentral yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen karya Emha Ainun Najib dan objek penelitiannya adalah wacana di dalam pesan-pesan dakwah pada cerpen tersebut. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Teks 5 6
Eriyanto, Analisis Wacana, (yogyakarta: LkiS, 2003), Cet. Ke-3, h. 270 Ibid., h. 275
xi
Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.7 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis isi makna pesan yang terdapat di dalamnya, kemudian dilakukan pengamatan dengan sistematis fenomena yang terdapat dalam teks tersebut sebagai objek penelitian yaitu teks cerpen “BH” pada buku kumpulan cepen “BH” karya Emha Ainun Najib. b. Interview (Wawancara) Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.8 Penulis melakukan wawancara bebas terpimpin, yaitu pertanyaan yang diajukan, penulis tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang telah disediakan tetapi juga pemberi data dapat menjawab dengan bebas dan terbuka. Pada penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan Cak Nun, nama yang kita ketahui sebagai nama panggilan akrab Emha Ainun Najib tentang buku kumpulan cerpennya khususnya cerpen yang berjudul “BH” dan bagaiman proses pengambilan judul tersebut. c. Dokumentasi Penulis menghimpun data-data dan literatur yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini yang didapat melalui penelitian kepustakaan. 3. Teknik Olah Data
7 8
Sutrisno, Metodologi Researce, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 192 Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UI, 1995), h. 62
xii
Untuk penelitian ini, pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Teun Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. 4. Teknik Analisis Data a. Proses Penafsiran Data Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretative yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Dalam tahap ini, penulis akan memperlihatkan data-data yang terdapat dalam data utama yaitu cerpen “BH”, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka dalam analisis wacana. b. Penyimpulan hasil penelitian Dalam tahap ini, kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti dengan mendasarkan pada semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Pada teknik penulisan penelitian ini, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan UIN Press tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan penulis terdiri dari lima bab yang disesuiakan dengan pokok permasalahan yang hendak dibahas. Adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah sebagai berikut: BAB I
Yaitu pendahuluan yang terdiri atar latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.
BAB II
Yaitu Tinjauan teoritis dari cerpen, dan dakwah islamiyah. Berisikan tentang cerpen sebagai media dakwah mencakup pengertian dakwah dan cerpen secara garis besar, membahas bagaimana wacana yang dibangun oleh pengarang, dan juga membahas konsep dan model analisis wacana Van Dijk.
BAB III
Berisikan Profil pengarang cerpen yaitu Emha Ainun Najib, dan gambaran umum dari kumpulan cerpen BH.
BAB IV
Yaitu Analisis cerpen “BH”. Analisis wacana pesan dakwah cerpen “BH” yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib meliputi gagasan atau ide cerpen dan analisa data.
BAB V
Bab ini adalah bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran yang membangun demi perkembangan dakwah Islamiyah.
xiii
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Kerangka Teoritis Dalam kerangka teoritis kali ini, penulis menggunakan teori Agenda Setting. Teori ini ditemukan oleh McComb dan Donald L. Shaw sekitar 1968. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang mengangap media mempunyai kekuatan memengaruhi khalayak. Bedanya teori peluru memfokuskan pada sikap (afektif), pendapat atau bahkan perilaku. Agenda setting memfokuskan pada kesadaran dan pengetahuan (kognitif)9. Teori ini sesuai dengan apa yang Emha Ainun Najib sampaikan dalam kumpulan cerpennya kali ini. Di mana Emha ingin mengajak para pembacanya untuk berpikir dan menyadari betapa berharganya setiap kejadian yang terjadi di sekeliling kita, menyadari betapa banyak hikmah yang dapat kita ambil dari kejadian itu. Model ini mempunyai asumsi bahwa ada hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan tersebut. Jadi, jika suatu persoalan dianggap penting oleh suatu media, maka persoalan itu akan dianggap penting oleh masyarakat sebaliknya jika persoalan dianggap tidak penting oleh suatu media, maka persoalan itu juga akan dianggap tidak penting oleh masyarakat. Asumsi dasarnya adalah: To tell what to think about membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dasar pemikirannya adalah: di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting 9
Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta:Kencana, 2007), Cet. Ke-2, h.
220
xiv
dalam suatu periode tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang dapat perhatian dari media massa.10 Stephen W. Littlejohn (1996: 361) mengutip Rogers & Dearing mengatakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linier yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, Agenda media ini harus disusun oleh awak media. Kedua, agenda media dalam berbagai hal memengaruhi atau berinteraksi dengan Agenda Publik atau naluri publik tentang pentingnya isu, yang nantinya memengaruhi Agenda Kebijakan. Ketiga, Agenda Kebijakan (policy) adalah apa yang dipikirkan oleh para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik. Dalam persinya yang paling sederhana dan paling langsung, teori agenda setting meramalkan agenda media memengaruhi agenda public dan pada gilirannya , agenda publik memengaruhi agenda kebijakan.11 Model Agenda Setting12 Agenda Media
Agenda Publik
Variabel Media Massa
Variabel Antara
- Panjang - Penonjolan - Konflik
- Sifat Stimulus - Sifat Khalayak
Variabel Efek - Pengenalan - Salience - Prioritas
Agenda Kebijakan Variabel Efek Lanjutan - Persepsi - Aksi
10 Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2006), Cet. Ke-1, h. 54-55 11 Rahmat Kriyantono, Op. Cit.,h. 221 12 Ibid., h. 222-223
xv
B. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian dan Tujuan Dakwah Ditinjau dari segi etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berbentuk masdar. Sedangkan kata kerjanya (fi’il) adalah yang bererti menyeru, memanggil, mengajak, menjamu.13 Arti dakwah seperti ini sering kali dijumpai dalam ayat-ayat Alqurqn, seperti:
"#☺$% ☺ *,$-./% ) &'( :; 6'(78%9 45 0123$ 6 :'@ 6☺ >* ?7%9 #=5 < >* ?7%9 #=5% ) A9 E@F BC-D7,☺$ Artinya : “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan jalan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan jalan yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah lebih mengetahui antara siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS : An-nahl: 125) Para pemikir Islam mengemukakan definisi tentang dakwah menurut redaksi dan susunan bahasa mereka masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut : Menurut M. Isa Anshari dakwah yaitu “ menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercyai keyakinan dan hidup Islam”. 14
13 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, ( Jakarta :Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/penafsiran Alquran, 1973), h. 127 14 Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjau Aspek dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-1, h. 26
xvi
Lebih jauh Ki M.A. Mahfoeld mengartikan dakwah yaitu “panggilan yang tujuannya untuk menbangkitkan keinsyafan orang agar kembali ke jalan Allah SWT yang sifatnya adalah ekspansif, memperbesar jumlah orang yang berada di jalan Allah SWT”.15 Senada dengan M. Isa Anshari, A. Hasjmy mengatakan dakwah yaitu “mengjak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari’at Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri”.16 Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah merupakan suatu kegiatan/usaha untuk mengajak individu maupun golongan agar mengikuti ajaran islam dan merealisasikannya dalam kehidupan yang tercermin melalui sikap dan tingkah laku yang dapat dilakukan dalam berbagi cara dan metode-metode tertentu dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat. Dakwah bertujuan untuk mengajak kepada syari’at dan menelaahnya dalam persoalan hidup, baik hidup perseorangan, berumah tangga, berjamaah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dakwah juga dapat memanggil kepada tujuan hidup yang hakiki yakni menyembah Allah.17 Selain dakwah juga bertujuan untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh aparat dakwah atau penerang agma (da’i).18 Dengan demikian tujuan dakwah adalah menerapkan ajaran agama Islam kepada setiap insan.
15
Ibid., h. 27 A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 87 17 M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1, h. 70 18 M. Arifin, Psikologi Dakwah (suatu pengantar studi). (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), cet. Ke-
16
2 , h.3-4
xvii
2. Media Dakwah Media merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas kehidupan manusia bahkan menurut juru media manusia menjadi sasaran media. Dalam kamus komunikasi pengertian media adalah sarana yang dpergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau kedua-duanya. Maka dakwah sebagai bagian dari aktivitas komunikasi sangat memerlukan media agar dapat menunjang proses kegiatan dakwah sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Berdasarkan pengertian di atas, media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebaginya. 3. Metode Dakwah Metode dakwah sangat diperlukan dalam proses dakwah guna keberhasilan dakwah Islam, tanpa metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan kontekstualnya maka sulit rasanya perkembangan dakwah akan berhasil dengan baik. Terlebih lagi di zaman modern ini sasaran dakwah semakin kompleks dan hiterogen dan pelaksanaan dakwah dituntut secara metodologis agar dapat sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman.metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u (komunikan) untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih saying.19 Metode dakwah dapat diaktualisasikan melalui dakwah yang disampaikan dengan hikmah, mauizhoh hasanah, mujadilah, dengan cara yang baik dan tidak menggunakan paksaan atau kekerasan. 19
Munjir Suparta dan Harjani Helfi, Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003), cet. Ke1, h. lih. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, h. 43
xviii
C. Ruang Lingkup Cerpen 1. Pengertian Cerpen Cerpen (cerita pendek) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan daripada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu situasi).20 Menurut Jakob Sumarjo, dalam wujud fisiknya cerpen adalah cerita yang pendek. Tapi tentang panjang dan pendeknya orang bisa berdebat. Pendek di sini bisa berarti cerita yang habis dibaca selama sekitar sepuluh menit, atau sekitar setengah jam. Cerita yang dapat dibaca sekali duduk. Atau cerita yang terdiri dari sekitar lima ratus kata bahkan ada yang terdiri dari tiga puluh ribu kata.21 Lebih lanjut Henry Tarigan dalam bukunya prinsip-prinsip dasar sastra mengutip beberapa definisi cerpen antara lain: Ellwry Sedwick, menyatakan bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Nugroho Noto Susanto menyatakan bahwa cerpen adalah cerita yang panjangnya di sekitar lima ribu kata atau tujuh belas halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Ajip Rosidi membiri batasan dan keterangan bahwa cerpen adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu kebetulan ide, sebuah cerpen adlah lengkap, bulat dan singkat.22
20 Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-1, h. 165 21 Jakob Sumarjo, Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek 22 Henry Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Padang: Angkasa, 1993), cet. Ke-10, h. 17
xix
Jadi cerpen merupakan sebuah cerita yang pendek dalam bentuk wujud fiksinya yakni dapat dibaca dalam kurun waktu singkat. Dan memberi arti sebuah cerpen, pada dasarnya mencari tema yang dikandung oleh cerpen tersebut. Ciri essensial pertama dari cerpen adalah wujud fisiknya, yakni singkat, kedua, sifat naratifnya atau ceritanya. Cerpen harus naratif dan pendek. Dan ciri essensial ketiga, cerpen adalah fiksi, fiksi yang berarti ciptaan atau rekaan (fiktif).23 Meskipun cerpen merupakan fiksi, tapi ia harus berdasarkan realitas yang berarti dapat terjadi seperti itu. Maka salahlah anggapan sementara orang bahwa membaca fiksi (novel atau cerpen) hanyalah membuang waktu. Orang membaca fiksi berarti orang ikut terjun menghayati pengalaman seseorang. Dalam membaca cerpen atau kita mengidentifikasi diri dengan tokoh cerita sehingga kita sendiri seakan ikut mengalami pengalaman, perubahan, perasaannya.24 2. Unsur-unsur Cerpen Untuk memahami sebuah karya sastra dibutuhkan seperangkat ilmu yang memadai sebagai bahan pelengkap agar daya apresiasi dapat mencerna dengan baik. Perihal semacam ini sejalan dengan pengertian mengarang yang dikemukakan oleh Cipta Loka Caraka. Mengarang adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur tanpa rasa emosionil yang berlebih-lebihan, realitas, dan tidak menghamburkan-hamburkan kata secara tak jelas. Pengungkapan mesti jelas dan teratur, sehingga meyakinkan para pembaca. Maka uraian harus mencerminkan bahwa pengarang sungguh-sungguh dan mengerti atau menghayati apa yang diuraikan itu.25
23
Jakob Sumarjo, Op. Cit., h. 8-9 Ibid, h. 9 25 Cipta Loka Caraka, Teknik Mengarang, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), cet. Ke- 14, h. 8 24
xx
Untuk meningkatkan daya apresiasi pembaca dengan baik, maka seseorang pengarang harus mempunyai prinsip-prinsip dalam membuat karangan tersebut. Menurut Jakob Sumardjo ada beberapa unsur (prinsip) dalam cerpen diantaranya: a. Gagasan, menjadi premis utama cerita atau ide yang akan diuraikan dalam cerita. b. Alur, sering kali disebut Plot (rangkaian peristiwa sehingga tergambar bagaimana uraian kejadian. c. Penokohan. d. Latar atau setting, menjelaskan mengenai dimensi ruang dan waktu. e. Sudut Pandang, merupakan posisi penulis/ pengarang cerita. f. Gaya, cara khas pengungkapan seseorang. g. Suasana atau rasa.26 D. Cerpen Sebagai Media Dakwah Dakwah dalam Islam adalah mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat. Dakwah juga bisa diartikan sebagi sebuah kegiatan komunikasi melalui media cetak. Untuk itu dalam kegiatan dakwah terdapat komponen-komponen komunikasi. Seperti tersirat dalam definisi klasik dari Lasswell “who says what in which channel to whom with what effect”.27 “Who says” adalah da’i, “what”, adalah pesan dakwah, “in which channel”, adalah media dakwah, “to whom” adalah sasaran dakwah dan “with what effect” adalah efek dakwahnya.
26
Ibid. h.15-40 Hafied Cangra, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. Ke-1. h. 78 27
xxi
Konsep Islam dan sastra sebenarnya adalah satu kaki dari kaki dakwah yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan para ulama bahwa setiap kita adalah da’i. maka tentu saja kita memposisikan diri sebagia da’i sebelum yang lain.28 Adapun sastra (cerpen) merupakan salah satu cabang seni yang berbeda dengan cabang-cabang seni yang lainnya. Sastra menggunakan bahasa sebagai alat ukurnya. Itulah sebabnya pemahaman bahasa dalam rangka apresiasi sastra merupakan hal yang mutlak. Maka dapat dikatakan sastra merupakan aktualisasi bentuk-bentuk kehidupan. Dengan menggunakan bahasa dari pengalaman seseorang. Sudah selayaknya sebagai muslim dan muslimah berpikir bagimana menjadikan sastra sebagi sarana dakwah yang bukan saja memberikan pencerahan fikriyah namun juga pencerahan ruhiyah bagi para pembaca. Dengan cerpen orang tidak merasa didakwahi atau dinasehati. Cerpen juga bisa menasehati dengan menghibur. Cerpen artinya bereaksi terhadap realitas dan orang akan bisa bercermin lewat cerpen.
28
Helvi Tiana Rosa, Sekali Lagi Tentang Sastra Islami, Annida, x, 1 (September, 2000), h. 36
xxii
E. Konsep Wacana dan Model Analisis Teun Van Dijk Istilah wacana sekarang ini dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa Inggris discourse, kata discourse inipun berasal dari bahasa Latin diskursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan currere: lari, sehingga berarti lari kian kemari. Pemakaian istilah wacana memiliki perbedaan makna, ini dikarenakan perbedaan disiplin ilmu yang memakainya. Bahkan kamus, kalau dianggap merujuk pada referensi yang yang objetif, juga memiliki definisi yang berbeda pula. Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka disebutkan bahwa wacana adalah: komunikasi buah pikiran dalam kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan, konvensi atau percakapan.29 Ismail Muharimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.30 Dari definisi ini, wacana harus mempunyai dua unsur penting, yaitu kesatuan (unity) dan Kepaduan (coherence). Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia memandang wacana sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tidak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kasatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa”. 31
29
Ibid., h. 71 Ismail Muharimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h. 26 31 Alex Sobur, Op. Cit., h. 11 30
xxiii
Istilah analisis dalam kamus pintar bahasa Indonesia diartikan sebagia suatu sifat penelitian, penguraian, kupasan. Sedangkan analisa adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya.32 Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistic selama ini membatasi penganalisaannya hanya kepada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli memalingkan perhatiannya kepada penganalisaan wacana.33 Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini kemungkinan karena Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan dan dipakai secara praktis.34 Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga dimensi yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Ketiga bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka Van Dijk, untuk itulah Van Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis. 1. Teks Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk melihat suatu teks terdiri dari beberapa struktur atau tingkatan yang masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, yaitu makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topic atau tema yang diangkat oleh suatu teks. Kedua, super struktur, yaitu: kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Dan ketiga struktur mikro, yaitu makna
32
Hamis ST, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Pustaka Dua, 2000), cet. Ke-1, h. 34 A. Hamid Lubis, Analisis Wacana Pragmatis, (Bandung: Angkasa,1993), cet. Ke-1, h. 12 34 Alex Sobur, Op. Cit., h. 69 33
xxiv
wacan yang dapat diamati dari suatu teks yakni; kata, kalimat, proposisi dan gaya yang dipakai dari suatu teks.35 2. Kognisi Sosial Dalam dimensi ini, menerangkan bagaimana teks diproduksi oleh pembuat teks, cara memandang suatu realitas social yang melahirkan teks tertentu. Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis dan ditafsirkan kemudian ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Proses terbentuknya teks yang demikian ini, tidak hanya bermakna mengetahui proses terbentuknya teks, pada tahap ini pula dimasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu. 3. Konteks Sosial Konteks sosial adalah bagian dari wacana yang berkembang di masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh masyarakat. Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Konteks sangat penting dalam menentukan makna dari suati ajaran. Dalam kerangka Van Djik, penelitian terhadap bagaimana wacana diproduksi dalam masyarakat sangat diperlukan, sehingga dalam hal ini dapat dilihat mengenai teks yang dihubungkan lebih jauh dengan strukrur sosial dan pengetahuan yang berkembang atas suatu wacana.
35
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS, 2003), Cet. Ke- 2, 225-226
xxv
BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM
A. Profil Emha Ainun Najib 1. Latar Belakang Keluarga Muhammad Ainun Najib adalah wong Jombang. Muhammad disingkat menjadi inisial M.H. yang pada akhirnya menjadi Emha.36 Ia adalah anak desa. Tepatnya desa santri. Dari desa ia banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran tentang kasederhanaan, kebersahajaan, kewajaran, dan kearifan hidup. Karena pelajaran besar itulah Emha menganggap bahwa peran sosial bukan sebagai karir. Melainkan sebagai kewajiban dan fungsi sosial yang mampu memberi makan kepada masyarakat. Karena pelajaran besar itu pulalah, Emha tetap bertahan untuk hidup sederhana. Dikatakan bertahan, karena secara ekonomis ia sesungguhnya mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup kelas menengah yang borjuistic. Setiap hari ia masih makan di warung di pinggir jalan. Sampai-sampai ia sakit karena kurang gizi. Peraih bintang Medal of Islamic Excellence 2005 dari The Moslem News (Inggris)37 yang juga dikenal dengan sapaan Cak Nun ini lahir pada hari Rabu Legi 27 Mei 1953 di Menturo, sumobito, Jombang, Jawa Timur. Menturo adalah pusat budaya dan tradisi yang cukup penting bagi pengembaraan panjang Emha, baik dari dimensi sosial, intelektual, kultural, maupun spiritual.38
36
Ian Leonard Betts, Jalan Sunyi Emha (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, Juni 2006), h. 1 Ibid., h. xi. 38 Emha Ainun Najib(Muhammad AinunNajib), Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan, (Yogyakarta: SIPRESS, Januari 1995), Cet. Ke-3, h. 305 37
xxvi
Emha adalah anak keempat dari lima belas bersaudara.39 Ayahnya bernama Muhammad Abdul Latif, seorang kiai terpandang di desa Menturo, Sumobito, Jombang, Jawa Timur. Sedangkan ibunya bernama Chalimah. 40 Dari kedua orang tuanya inilah yang sangat berpengaruh dalam pembentukan watak intelektual maupun prilaku kehidupan sehari-sehari, terutama dalam bidang kesantrian Emha kecil. Kepribadian Emha yang sangat kritis terhadap ketimpangan-ketimpangan apapun yang terjadi di sekitarnya sudah tampak sejak ia masih anak-anak. Guru SD-nya pun pernah merasakan kekritisan prilaku Emha ketika ia masih duduk sebagai siswa SD. “Suatu ketika, Emha terlambat masuk sekolah. Resikonya ia dihukum gurunya: berdiri di depan kelas sampai seluruh pelajaran selesai. Emha konsekuen dengan aturan sekolah itu. Baginya aturan itu harus dijunjung tinggi oleh siapapun. Maka ketika pada suatu hari gurunya pun terlambat mengajar, Enha pun secara konsekuen menerapkan aturan itu. Ia menghukum sang guru untuk memikul sepedanya keliling halaman sekolah! Tentu saja, sang guru merasa dilecehkan. Ia tersinggung berat. Ia marah. Ujungnya Emha keluar dari SD itu, yang dianggap telah menerapkan aturan yang tidak adil”.41 Potongan kenangan masa silam itu hanyalah ilustrasi kecil dari daya kritis dan “kenakalan” Emha yang mendorongnya untuk selalu menggugat ketidakadilan. Tak peduli siapa pelakunya. Di depan Emha, semua sama. Termasuk ayah dan bundanya. “Masih dalam rangkaian masa kecil Emha, suatu ketika ibunya memasak makanan yang mewah. Tapi makanan itu hanya terbatas bagi keluarganya. Tidak bisa dibagikan kepada para tetangganya yang hanya sehari-hari hanya makan thiwul (nasi gaplek) atau nasi jagung. Emha protes keras. Makanan yang siap disantap diobrak-abriknya. Baginya, tidak etis makan makanan yang mewah di tengah orang-orang yang kesulitan makan. Lebih baik memasak makanan yang sederhana tapi bisa dinikmati banyak orang. Protes ini dipahami ayah dan ibu Emha. Bahkan mereka menganggap sikap kritis dan “kenakalan” itu sebagai hal wajar dan wajib dikembangkan. Boleh dikatakan maqam referensi pemahaman Islam yang dimiliki Emha sampai sekarang adalah diperoleh dari kedua orang tuanya di mana ia dilahirkan. Dari beberapa 39
Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1 Emha Ainun Najib(Muhammad Ainun Najib), Op. Cit., h. 303 41 Emha Ainn Najib (Muhammad Ainun Najib). Loc.Cit., h. 303 40
xxvii
kisah di atas juga dapat ditelusuri mengenai pembentukan kepribadian Emha, ketika ia tumbuh dan berkembang dalam asuhan dan kasih sayang kedua orang tuanya. Tentang sosok kedua orang tuanya Emha mengungkapkan: “Ayah saya adalah seorang petani dan kiai yang mempunyai sebuah surau, tetapi dia adalah pemimpin masyarakat, tempat bertanya dan mengadu orang desa untuk berbagai masalah yang mereka hadapi. Begitu pula ibu saya. Semua masalah yang tidak dapat mereka pecahkan mereka ajukan ke orang tua saya untuk dipecahkan. Bahkan ketika saya masih dalam buaian., dan kemudian menjadi anak kecil, saya sering kali dibawa ibu mengunjungi para tetangga untuk menanyakan apa yang mereka masak, apakah mereka menyekolahkan anak-anak mereka sekolah,dan banyak masalah lain. Pengalaman ini membentuk kesadaran dan sikap sosial saya, dan nilia-nilai kami didasarkan agama karena ajaran kunci Islam menolong sesama manusia dari kemiskinan dan membuat mereka mampu berfungsi sebagai manusia seutuhnya”.42 Berbagai macam peristiwa dan pengalaman yang ia dapatkan dalam keluarga ikut memperoses sikap sosial Emha. Apalagi jika Emha melihat bagaimana ibunya berusaha menangani permasalahan yang dialami ibu-ibu lain di desanya, terutama masalah ekonomi. Akan pengorbanan ibunya itu Emha menuliskan: “Ibu saya menjual barang-barang seperti TV, mebel, sepeda motor, dan lain-lain secara kredit karena ia kasihan kepada mereka. Padahal sebenarnya ia miskin. Ia hanya mempunyai sepasang pakaian, kain batik, dan kerudung. Jangan heran kalau ia terbelit hutang. Tetapi kenaifannya dalam pengelolaan merupakan suatu yang luhur bagi kami, anak-anaknya.”43 Keadilan menjadi titik kunci baginya. Artinya, keadilan menjadi titik pusat dalam dalam setiap aktualisasi peran sosial Emha. Atas nama keadilan pula, Emha merasa wajib menggedor-gedor langit.”…saya tidak bisa asyik sendiri di kamar. Tekun beribadah merayu Tuhan agar saya masuk syurga sendirian, sementara ketidakadilan bagai hujan lebat menikam bumi…”44
42
Ian Leonard Betts, Op. Cit., h. 7 Ibid. h 7 44 Emha (Muhammad) Ainun Najib, Op. Cit., h. 304 43
xxviii
Kalau mau, sesungguhnya Emha punya paspor untuk memasuki lingkaran kekuasaan. Tetapi ia tetap bertahan sebagai orang pinggiran. Emha tetap bertahan di kemah Yogya yang jauh dari hiruk-pikuk perebutan kekuasaan lokal, nasional, maupun glogal. 2. Latar Belakang Pendidikan Riwayat pendidikan Emha boleh dikatakan kurang indah. Spintas, Emha menempuh jenjang pendidikan formal akademiknya dengan langkah sempoyongan, bahkan juga agak kacau. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968).45 Sempat masuk pondok modern (P.M) Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo atas ketidakadilan Qismul Amn pada awal 1968 atau pertengahan tahun ketiga studinya. Tapi Emha tidak merasa dendam atas kejadian itu. Ia malah menuliskan: “Saya mensyukuri hikmah dari pengadilan subyektif itu. Bahkan penghargaan saya terhadap Gontor sama sekali tidak pernah menurun. Sejak itu saya sangat rakus dengan metode bersikap , sangat keras, bahkan kejam kepada diri sendiri dan menyeleksi cita-cita menjadi hanya sebiji bekerja keras sampai terakhir hidup saya.”46 Selama di P.M. Darussalam Gontor, Emha mendapatkan setruman pendidikan war’i. Baju hanya satu, tidak punya kasur apalagi pillow. Dalam soal kepemimpinan dan pergaulan, memang sejak di P.M. Darussalam Gontor telah terlihat pada dirinya bakat-bakat tersebut. Mas Kurdi ( salah seorang staf redaksi Harian Surya yang menjadi shohibul hamim sewaktu di P.M. Darussalam Gontor, berkomentar: “…Mas Emha
45
Data diakses pada 16 April 2007 dari www. Padhangmbulan.com Emha (Muhammad) Ainun Najib, Melihat Dunia dari Secangkir Teh (Ponorogo: Warta Mingguan Darusalam Pos, 2002), h. 36 46
xxix
memang sejak dulu memiliki kepribadian menarik dan ngangeni baik itu di kamar, di kelas, dan di kelompok olah raga, khususnya sepak bola…”47 Drop-out dari Pondok Pesantren Modern (P.M) Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, ia melanjutkan studinya ke SMA 1 Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah menjadi alumni SMA 1 Yogyakarta tersebut Emha mencoba menambah ilmu pengetahuannya dan memilih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Tapi ia tidak suka berlama-lama di sana. 48 Salah satu hal yang menarik dan patut mendapat perhatian dari latar belakang pendidikan Emha di sini adalah ia tumbuh di Nahdhatul Ulama (NU) sedangkan secara akademis banyak belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dari sini dapat ditelusuri mengenai pembentukan pemikiran Emha yang menerima kedua organisasi tersebut sebagia kekuatan umat Islam Indonesia. Setelah menempuh pendidikan formal, Emha lebih memilih belajar nonformal di Malioboro. Malioboro adalah jalan induk Yogyakarta yang sekarang merupakan pusat industri turisme di sana.49 Emha langsung jatuh cinta kepada kota Gudeg ini. Bahkan Yogya menjadi ibukota hati dan ibukota budayanya yang kedua sesudah Jombang. Emha pun memmbentur-benturkan dirinya dalam realitas hidup yang sesungguhnya di Yogya. Ia pantang menyerah menghadapi kesusahan-kesusahan hidup yang ia dapatkan dalam periode ini. 50 Semua pengalaman itulah yang kemudian membantu memacu Emha untuk menegakkan tekad untuk berguru pada alam: gurunya siapa saja, kampusnya di mana
47
Ibid., h. xiii Emha (Muhammad) Ainun Najib, Op. Cit., h. 307 49 Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1 50 Ibid., h. 306-307 48
xxx
saja, kurikulum atau mata kuliahnya apa saja. Pendeknya, situasi darurat yang melingkari kehidupannya telah mengantarkan Emha menjadi ia yang sekarang ini. Lima tahun (1970-1975) Emha belajar sastra. Ia hidup menggelandang di Malioboro, yogyakarta. Semenjak akhir tahun 60-an bergabung dengan kelompok penulis muda Persada Studi Klub (PSK), di bawah asuhan maha guru yang dikaguminya Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius yang popular dengan sebutan Presiden Penyair
Malioboro
Yogyakarta
dan sangat
mempengaruhi
perjalanannya.51 Emha sendiri memberi gelar dengan istilah “…Raja Penyair Malioboro, Umbu Landu Paranggi…”.52 Di PSK, Emha makin menyadari potensi kepenyairan dan kepenulisannya dan dari sini pula pengembaraan sosial, intelektual, kultural, maupun spiritual berlanjut. Pada tahun 1970-an, Emha, PSK, dan teman-temannya mengisi kehidupan sastra. Pada awalnya di sekitar lingkungan sendiri; diskusi di antara sesama penyair, cerpenis, penulis, atau wartawan yang hampir setiap minggu diadakan di kantor surat kabar Pelopor Yogya. Sesekali kegiatan melebar dan menjelajah kampung dan kampus. Beberapa nama berkibar bersama Emha, seperti Linus, Yudhistira Adgi Nugraha, Iman Budhi Santosa, Suwarno Pragolapati, Bambang Indra Basuki (alm), Bambang Darto, dan Saiff Bakham.53 Kegelisahan untuk senantiasa menawarkan alternatif nilai, menjadikan Emha seorang manusia yang selalu tidak kerasan untuk menetap dalam suatu kamapanan institusi. Ia singgah dari suatu institusi untuk kemudian ditinggalkannya. Ia pernah menjadi pengasuh Ruang Sastra di Harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian
51
Ibid., h. 1 Agus Ahmad Safei, Ensiklopedi pemikiran Emha Ainun Najib, Wasiat Pengembara (Yogyakarta: Tinta, Oktober 2002), h.xiii 53 www. Padhangmbulan.com 52
xxxi
menjadi wartawan/Redaktur di Harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum manjadi pemimpin Teater Dinasti (yogyakarta), ia pernah menjadi Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta. Pernah didhapuk jadi Fungsionaris Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pemimpin grup musik Kiai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.54 Bagai udara, ayah dari vokalis grup band Letto (Neo) ini terus beredar. Singgah di berbagai ruang dan peristiwa. Mengikuti berbagi festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), Internasional Writing Program di Universitas Lowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional (Internasional Poetry Festival) di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte II di Berlin Barat, Jerman.55 untuk menumbuhkan potensial rakyat. Bersama Grup Musik Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, dengan acara missal yang ummnya dilakukan di area luar gedung. 56 Aktivitas dakwah Emha adalah aktivitas bergumulan dengan masyarakat bawah, melalui forum-forum silaturahmi seperti: 1. Padhang Bulan 2. Mocopat Syafaat 3. Kenduri Cinta 4. Gambang Syafaat 3. Karya-Karya Emha Apaun yang pernah Emha capai di masa silam adalah suatu yang harus kita capai di masa yang akan datang. Meskipun tentu saja membutuhkan reformulasi-
54
Emha, Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan, op. cit., h. 307 Ian Leonard Betts, op. cit., h. 9 56 Ibid., h. 3
55
xxxii
reformulasi karya-karyanya menggambarkan Indonesia lewat mata orang Jawa Timur. Adaun karya-karyanya sebagai berikut: A. Buku dan Berbagai Tulisan a. 99 Untuk Tuhanku b. Melihat Dunia dari Secangkir Teh c. Cahaya Maha Cahaya d. Hikmah Puasa, Mudik Dunia Akhirat e. Kafir Liberal f. Kiai Kocar-kocir g. Mati Ketawa Cara Repotnasi, Menyorong Rembulan h. Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan i. Kumpulan Cerpen “BH” B. Album Kaset Maupun VCD/DVD a. Konser Kenduri Cinta Vol. 1 dan 2 b. Menyorong Rembulan c. Perahu Nuh d. Allah Merasa Heran e. Wirid Padang Bulan C. Gambaran Umum Buku Kumpulan Cerpen “BH” Nama Emha Ainun Najib dalam Jagad kepenulisan kita sudah tidak asing lagi. Ratusan kolom dan belasan buku telah lahir dari tangannya, termasuk sejumlah feature yang ditulisnya untuk media massa. Namun, dari sekian banyak tulisannya, orang mungkin akan mencatat bahwa karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih sedikit dibanding puisi atau esai-esainya, meski tak kalah fenomenal, cerpen-cerpen
xxxiii
yang ditulisnya merentang dari tahun 1977 sampai 1982, masa-masa awal ketika Emha baru memulai kariernya sebagai penulis. Segenggam cerpen itu, yang kini telah terbit dalam antologi tunggal BH (2005), menunjukkan dengan jernih bagaimana Emha berevolusi menjadi penulis yang benar-benar matang dalam mengolah kata-kata. Apa yang terbayang pertama kali ketika bersentuhan dengan cerpen-cerpen Emha? Pembaca setidaknya akan menemukan satu ciri khas yang menjadi latar mengapa cerpen-cerpen itu terlihat memikat, yakni kegemaran Emha untuk bersikap “realis”. Emha tak mulukmuluk mengusung tema besar, melainkan kerap kali berangkat dari satu kejadian remeh di sekelilingnya. Peristiwa dalam cerpen Emha begitu berperan dalam membangun struktur cerita, sekaligus menopang logika yang membuat cerita itu mudah dicerna dan kerap tak terduga. Selama ini kita lebih akrab dengan esai-esai sosial budayanya Emha, puisipuisinya, naskah drama, dan novel. Di dunia seni panggung Emha dikenal dengan Kiai Kanjengnya serta suaranya diakrabi lewat forum pengajian-pengajian dan sarasehan yang membahas berbagai dimensi kehidupan. Namun dalam dunia cerpen, hal ini sering luput dari perhatian kita. Harus diakui bahwa untuk soal ini Emha kurang begitu produktif. Dan buku ini adalah sebentuk usaha gigih penerbit Kompas intuk menghimpun ceceran-ceceran cerpen karya Emha yang ditulisnya 1979-1982 yang tersebar di berbagai media massa. Usaha penerbit Kompas tersebut patut dipuji sehingga memungkinkan kita untuk turut dapat menikmati karya cerpen-cerpen Emha dalam satu buku kumpulan cerpen yang diberi judul ”BH”Emha ini. Apa yang dikisahkan Emha dalam buku ini bukanlah semata-mata perihal BH melulu. Kumpulan cerpen ini memuat 15 judul cepen. Cerpen BH hanyalah salah satunya. Apa yang menarik dari cerpen-cerpen Emha? Karakter khas tulisan Emha
xxxiv
adalah sederhana, bersahaja dan mengalir. Kesederhanaan bahasanya sangat terkait dalam lingkungan wong cilik, masyarakat yang selama ini sangat dekat dengan kehidupannya. Sebagaimana yang selalu disuarakannya dalam bentuk-bentuk produk fakir yang lain-lain, Emha tetaplah Emha yang konsisten menyuarakan berbagai soal kemanusian sehari-hari. Membikin peristiwa yang keseharian itu untuk ditafakuri sehingga kita jadi tambah mengerti sesuatu setiap menghadapi sepenggal peristiwa. Ia mengajarkan agar jangan meremehkan peristiwa keseharian sekecil atau sesederhana apapun. Intinya lewat kumpulan cerpen ‘BH’ Emha mengajak kita berpikir bahwa setiap kejadian keseharian sesederhana apapun merupakan sebuah peristiwa kemanusiaan yang mengandung hikmah yang amat berharga. Seorang pemikir sepatutnya sensitive terhadap perisrtiwa apapun dalam hidupnya. Karena papun sepatutnya menjadi hikmah, tanpa perlu banyak membebek pada deretan kutipan-kutipan bijak atau argumenargumen ilmiah para pemikir yang kesannya ‘complicated’. Akan tetapi menjadikan pengalaman kesehariannya sendiri sebagai ladang dialektika dan sarana menemukan sesuatu dengan mengempiriskannya sendiri. Sederhana saja kok, kadang kita sendiri yang bikin asumsi harus rumit, karena pengen terkesan elit. Apa yang dilakukan Emha pada cerpen-cerpennya seperti mengajak ngobrol atau berdialektika, merenungi setiap peristiwa atau kejadian dalam cerita yang terkesan sangat dekat, akrab, intim dengan diri pembaca seperti halnya peristiwanya sendiri. Emha sangat bersahaja mengolah peristiwa keseharian menjadi sebuah kisah bernuansa reflektif/perenungan. Ia sangat fasih membawa pembaca kepada dialog batiniah. Hal ini sebagai bukti bahwa Emha sangat mendalami suasana batin tokoh-tokoh dalam cerpennya. Dari peristiwa menangis, cerita pelacur, romantika persuami istrian,
xxxv
kewanitaam, eksistensi diri, keresahn hidup, pergulatan batiniah/pikir, hingga urusan BH dapat dijadikan bahan kontemplasi. Cerpen-cerpen Emha mengajak kita untuk mampu mengurai lautan hikmah dalam tiap laku kemanusiaan kita, lingkungan sekitar kita sesederhana dan sekecil apapun yang sering luput dari perhatian kita dengan senantiasa mengasah kelembutan serta kedalaman rasa dan pikir. Sungguh, setidaknya buku Emha yang satu ini adalah buku pemikiran. Apapun yang bisa membuat kita berpikir dan menyadari sesuatu yang berharga.
xxxvi
BAB IV ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH PADA KUMPULAN CERPEN “BH” KARYA EMHA AINUN NAJIB
A. Analisis Cerpen-Cerpen Pada Kumpulan Cerpen “BH” Nama Ainun Najib dalam jagad kepenulisan kita sudah tidak asing lagi. Ratusan kolom dan belasan buku lahir dari tangannya, orang mungkin akan mencatat bahwa karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih sedikit disbanding puisi atau esaiesainya, meski tak kalah fenomenal. Cerpen-cerpen yang ditulisnya merentang dari tahun 1977-1982, masa-masa awal ketika Emha baru memulai karirnya sebagai penulis. Segenggam cerpen itu yang yang kini telah terbit dalam antalogi tunggal “BH” (2005), menunjukan dengan jernih sebagaimanaEmha berevolusi menjadi penulis yang benarbenar matang dalam mengolah kata-kata. Dan segenggam cerpen ini terdiri 15 judul cerpen, namun penulis hanya mengambil 5 judul saja, yang penulis anggap di dalamnya terdapat pesan-pesan dakwah. Kelima judul tersebut adalah: BH, Ambang, Kepala Kampung, Podium dan Di belakangku. Cerpen yang menjadi tajuk kumpulan ini, “BH”, mengisahkan sebuah dramatik yang khas bagaimana dua orang yang saling mencintai memahami arti cinta lebih dari sekedar seks atau hubungan intim di atas ranjang, melainkan ketulusan dan kepandaian memelihara batas, walaupun ada kesempatan buat “aku” untuk melakukan hal yang dilarang Allah SWT. Hal ini mengingatkan kita bagaimana Nabi Yusuf a.s, yang dapat mengendalikan hawa nafsunya untuk tidak mengindahkan ajakan Siti Zulaiqo untuk berhubungan intim dengannya. Hal ini tidak lain karena pertolongan dan hidayah dari Allah SWT.
xxxvii
Kepandaian Emha dalam menyelami pergumulan batin para tokoh cerpennya dituangkan dalam sebuah cerpen yang berjudul Ambang, yang menuturkan pengalaman ambang seorang lelaki yang berhadapan dengan kematian. Sang lelaki dengan tanpa gentar menggugat Tuhan dan mempertanyakan mengapa ia harus mati. Dialog-dialog yang panjang dalam cerpen ini mencerminkan betapa serius dan mendalam Emha menghayati batin sang tokoh. Pergulatan-pergulatan batin itu dituturkan dengan cara yang mengejutkan dan sering meledak-ledak. Sedangkan dalam judul kepala kampung, dikisahkan seorang pemimpin atau kepala kampung yang dihadapkan oleh persoalan di mana ia harus berhadapan oleh sekelompok masyarakat yang berusaha menentang kepemimpinannya. Dan hal ini sering terjadi di lingkungan sekitar kita. Kemudian dalam judul Podium dikisahkan seorang manusia biasa yang kemudian Allah berikan keajaiban atau karomah kepanya dengan tiba-tiba, sehingga menjadi seorang yang disegani di masyarakat. Dengan kata lain seorang abangan menjadi priayai atau orang biasa menjadi kiai. Kemudian Gus Nur, sosok Kiai yang diceritakan dalam cerita ini mempunyai seorang asisten yang selalu membantunya, yang kemudian menjadi “Aku” dalam cerita ini. Dan dalam judul Di belakangku, dikisahkan seseorang yang menanyakan eksistensi dan keberadaan Tuhan dalam dirinya. Setelah melalui proses pergolakan dalam hatinya akhirnya, Ia menemukan bahwa keberadaan Tuhan itu sangat dekat, seolah-olah ketika kita memandang ke depan berarti Tuhan ada berlawanan arah dengan pandangan Kita, artinya kita tidak dapat melihat Tuhan tapi Tuhan itu ada dan sangat dekat dengan kita. B. Temuan Data
xxxviii
Sesuai dengan kerangka analisis wacana yang digunakan Teun A. Van Djik, yaitu dengan cara analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Namun sebelum memasuki analisis data, terlebih dahulu penulis memaparkan temuan data yang diperoleh dengan cara mengambil data-data yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diteliti pada cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen “BH” yang mengandung pesanpesan dakwah. Cerpen tersebut adalah: (1). BH, (2). Ambang, (3). Kepala Kampung, (4). Podium, (5). Di belakangku. 1. Kerangka Data Analisis Teks Dalam analisis teks, penulis memfokuskan pada strategi wacana serta teknik yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu, dengan cara menguraikan struktur kebahasaan secara makro, super struktur dan mikro, yang terdiri dari elemen tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik dan retoris. a. Tematik Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks.57 Hal yang diamati dalam elemen ini adalah tema atau topik apa yang disampaikan penulis melalui cerpennya. Kata tema kerap disandingkan dengan apa yang disebut topik yaitu menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator dalam hal ini penulis cerpen.58 Pada pesan dakwah dalam Kumpulan Cerpen “BH”, ditemukan beberapa tema besar, yaitu:
1) Akidah 2) Ibadah 57
Eriyanto, Analisis Wacana, (yogyakarta : LkiS, 2001), Ct. Ke-2, h. 229 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analaisis Wacana semiotic dan Framing, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-2, h. 75 58
xxxix
3) Akhlak 4) Tarikh Berikut penjabaran dari tema-tema yang terdapat pada masing-masing judul cerpen: Tabel 2 Kerangka Data Analisis Teks Tematik Tema/Topik Akidah
Sub-tema Kecintaan
Temuan dan
G Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu,
kerinduan bertemu
persis
seperti
pemuda
Tuhan
mengidamkan istrinya. (Ambang)
yang
G Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kekosongan. Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari selayaknya mampu kuberikan oleh seorang makhluk kepada Tuhannya. G Di ujung dosa terbesar yang pernah kulakukan,
telah
kutemukan
hasrat
cintaku yang terbesar pula terhadap Tuhanku. (Ambang)
Allah
G Sedangkan selama ini Tuhan itu Maha
Kerasulan
Besar, Maha Tinggi, Maha Kasih,
Kebesaran dan
Muhammad SAW
bahkan ada keadaan di mana Tuhan itu marah atau murka. (Di belakangku) G “Tapi saya ini bukan Nabi, “ia menegaskan.
Nabi
kita
tetap
Muhammad SAW dan Tuhan kita tetap Allah SWT!” (Podium)
xl
Tawakkal
G Aku lebih dari sekedar pasrah. Tuhan.
Ibadah
Aku memberimu kebebasan dalam permintaan
kecil
menguntungkanku
yang sendiri.
tak Adakah
sikap tertinggi dari sikap kepasrahanku terhadap-Mu yang harus dimiliki oleh seorang manusia? (Ambang) G Segalanya niscaya kembali kepadaNya. Juga kebanggaan yang bisa menggelincirkan. (podium) G Kita memang harus menyebut Tuhan Dzikir
dengan
kata-kata,
beromong-omong
karena tentang
untuk Tuhan
antara kita, kita harus memakai katakata. (Di belakangku) G Alhamdulillah Niken peka menangkap isi perasaan dari gerakku itu…(BH) G “Audzubillahiminasyaithonirrojim”, dengan agak tegang kulewati ayat demi ayat…(BH) G Aku menambah jumlah sembahyangku Shalat
dan di mana-mana tak pernah henti
memohon tambahan kekuatan agar mampu
menghadapi
memenangkan
dan
kenyataan
menggelisahkan
yang
ini.
(Kepala
boleh
melalaikan
Kampung) G Kalian
tidak
sembahyang
dan
rukun
Islam
lainnya…(Podium) G Mana Samiran?, cepat ia mulai tobat dan sembahyang….(podium)
xli
G Aku berlindung kepada Allah yang Do’a
Maha Bijak semoga mereka segara dianugerahi mata yang jernih di otak mereka....(Kepala Kampung). G Aku
tak
pernah
membayangkan.
Memohon
Sejauh keinsyafanku atas segala wajah
Ampun/Tobat
dan kotor dan dosa hidupku..(Ambang) G Mas mau memaafkan Aku?“Kenapa tidak? Tuhanpun Maha Pemaaf”.(BH)
Pemaaf
G Seperti
Akhlak
Tarikh
Nabi
Muhammad
ketika
berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari Kunjungan
baru hingga luka-luka, namun beliau
Rasulullah ke Ta’if
berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengerti apa yang mereka kerjakan. (Kepala Kampung) G
Seperti
Nabi
Muhammad
ketika
berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka karena mereka tidak mengerti apa yang
mereka
kerjakan.
(Kepala
Kampung)
Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa pesan-pesan yang terdapat dalam kelima judul cerpen dari kumpulan cerpen “BH” yang telah disebutkan di atas ternyata memiliki tema-tema yang telah diklasifikasikan. Meskipun ada pesan dakwah yang sama mencakup tema-tema yang berbeda. Seperti pesan dakwah yang terdapat pada judul “Kepala Kampung”( mencakup tema pemaaf dan peristiwa besar). b. Skematik
xlii
Elemen ini menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disususn dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Skematik memiliki dua kategori besar yaitu Summary terdiri dari judul dan lead dan story. Berikut penjabarannya: Tabel 3 Kerangka Data Analisis Teks Skematik Hal yang diamati
Temuan
1). Summary
Pada buku Kumpulan Cerpen “BH” terdapat 15 judul,
a). Judul
namun hanya lima judul yang digunakan yang sesuai dengan apa yang diceritakaan yaitu: (1) BH, (2) Ambang, (3) Kepala Kampung, (4) Di belakangku, (5) Podium
b). Lead(teras berita)
Dari pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam kelima
pada umumnya sebagai judul cerpen di atas ditemukaan lead, karena bentuknya ringkasan dikatakan
apa
yang cerita jadi ada kalimat sebelum sampai pada isi pesan-
sebelum pesan dakwah tersebut. Berikut penjabarannya:
masuk dalam isi berita “Hanya karena akhirnya sempat sedikit berkeringat saja secara ringkas59
maka ia akan merasa segar. Tetapi wajahnya tetap sangat pucat, rambutnya kusust, seluruh tubuhnya kuyu dan berantakan, sedang kedua matanya begitu letihnya sehingga hampa seluruh cahayanya. Mata orang yang dikalahkan!”. (Ambang) “Sudah selayaknya orang seperti aku ini menduduki jabatan sebagai kepala kampung. Dan sudah sepatutnya pula kalau para rakyatku dengan senang hati memberikan separo dari kekayaan kampung, misalnya sawah, kepadaku.” (Kepala Kampung) “Sekarang tugasku yang penting adalah menjadi muadzin keliling. Beredar tiap hari Jumat dari mesjid kampung ini ke kampung itu, dan masjid sana sedang menunggu giliran
59
berikutnya.
Eriyanto, Op.Cit., h. 232
xliii
Nooriman
Dutawaskita,
yang
memberiku tugas, selalu juga bertindak sebagai khatib di mesjid-mesjid itu.pada minggu-minggu terakhir ini bahwa ada tugas lain: Gus Nooriman (demikian orangorang kampung memanggilnya) memberi pengajian, dan aku mengawalimya dengan pembacaan ayat-ayat suci AlQuran.” (Podium) “”Benar lho, Mas, jangan melihat ke sini dulu!” kata Niken Lestari. Suaranya lentik dan manja. Dia sibuk mengenakan pakaian khususnya. Longdress, BH ukuran 34, sungut, eye-shadow dan beberapa cat muka.” (BH) “Akhirnya terjadi kisahnya yang konyol ini ketika dating seseorang, entah siapa ia, yang mengemukakan kepadaku bahwa
Tuhan
itu
sesungguhnya
berada
di
belakangku.”(Di belakangku)
2). Story, merupakan Data yang ditemukan dalam elemen story adalah bahwa isi secara keseluruhan. hampir setiap pesan dakwah berbentuk isi dari yang Elemen situasi
ini
berisi hendak diceritakan.dan dari setiap pesan dakwah yang
dan
proses terdapat dalam kelima judul cerpen di atas yang di awali
jalannya peristiwa dan latar belakang karena bersifat kronologis. Sedangkan disertai komentar
dengan untuk komentar terdapat di beberapa pesan yang yang diceritakan.
ditampilkan dalam teks.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada pesan-pesan tersebut disesuaikan dengan apa yang hendak diceritakan. Karena cerpen adalah sebuah cerita, jadi ada rangkaian kalimat yang mengantarkan kepada isi pesan-pesan dakwah tersebut. Sementara untuk story, ada pesan dakwah yang sifatnya komentar. c. Semantik
xliv
Elemen ini berisi makna yang ingin ditentukan dalam teks. Terdiri dari latar, detil, dan maksud. Tabel 4 Kerangka Data Analisis Teks Semantik Hal yang diamati
Temuan
1). Latar yaitu untuk Kelima judul cerpen di atas memiliki latar yang cukup menyediakan
latar jelas, yaitu menggambarkan kejadian sehari-hari yang
belakang hendak kemana sering terjadi di lingkungan sosial kita. Dan kejadian suatu teks itu dibawa
tersebut sering luput dari perhatian kita.
2). Detil
Adapun untuk detil, ada bebrapa kalimat yang disampaikan secara detil, namun ada juga yang disampaikan secara kiasan. Contohnya sebagai berikut: ”Benar lho, Mas, jangan melihat ke sini dulu!” kata Niken Lestari. Suaranya lentik dan manja. Dia sibuk mengenakan pakaian khususnya. Longdress, BH ukuran 34, sungut, eye-shadow dan beberapa cat muka.” (BH) “Hanya karena akhirnya sempat sedikit berkeringat saja maka ia akan merasa segar. Tetapi wajahnya tetap sangat pucat, rambutnya kusust, seluruh tubuhnya kuyu dan berantakan, sedang kedua matanya begitu letihnya sehingga hampa seluruh cahayanya. Mata orang yang dikalahkan!”. (Ambang)
3). Maksud yaitu untuk Maksud dari pesan-pesan yang terdapat dalam kelima melihat apakah teks itu judul cerpen ini adalah penyampaian nilai-nilai Islam disampaikan
secara atau dakwah secara universal kepada para pembaca dan
eksplisit ataukah tidak60
juga memberikan corak atau ciri khas pengarang yang juga berperan sebagai da’I yaitu Emha Ainun Najib.
60
Alex Sobur, Op. Cit., h. 79
xlv
Tabel di atas menunjukkan adanya latar yang cukup jelas dalam setiap pesan dakwah yang terdpat dalam buku kumpulan cerpen “BH”.artinya, penceritaan dalam teks sesuai dengan alur cerita atau plot yang disesuaikan juga dalam konteks masyarakat, yakni dengan adanya latar belakang masalah tersebut dan harus bertindak seperti apa dan bagimana. Tentunya ada pencapaian maksud dari setiap pesan dakwah dalam kumpulan cerpen “BH” tersebut., yakni penyampain pesan dakwah tersebut kepada pembaca untuk dijadikan sebagai cerminan dari I’tibar dalam menjalani kehidupan ini. d. Sintaksis Dijelaskan bagaimana pendapat yang disampaikan berkaitan dengan bentuk kalimat, koherensi dan kata ganti yang dipilih. Berikut penjabarannya:
xlvi
Tabel 5 Kerangka Data Analisis Teks Sintaksis Hal yang diteliti
Temuan
1). Bentuk kalimat
Dari sebagian besar
pesan-pesan dakwah yang
diampaikan menggunakan kalimat aktif. Namun ada beberapa
yang
menggunakan
kalaimat
pasif.
Disamping itu ada juga bentuk kalimat langsung dan tidak langsung. Contohnya sebagai berukut: G Aku membolak-balik al-Quran…(BH) G Aku menambah jumlah sembahyangku…(Kepala Kampung) G ….Beliau dilempari batu hingga luka-luka...(Kepala Kampung) G ….Dari keikhlasannya dari yang ditakdirkan Tuhan baginya…(BH) G Jangna takut sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata Nabi (Kepala Kampung) G Bapak mengatakan Tuhan itu tidak mungkin lebih dari satu (Di belakangku) Beberapa
2). Koherensi, adalah
pertalian
kata,
proposisi
kaliamat.
Ini
bisa penjelas.
yang
tedapat
koherensi
kata
antar penghubung: atau G Maha adil Tuhan, karena terhadap orang macam dapat
Niken ini, ia lebih memberikan kemurahan.(BH)
melalui G Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan
ditampilkan hubungan
pesan
sebab-akibat,
juga
sebagai
yang lebih tinggi darinya, dari keikhlasaannya dari yang ditakdirkan Tuhan baginya. (BH) G Aku menambah jumlah sembahyangku dan di manamana tak pernah henti memohon tambahan kekuatan agar menghadpai dan memenangkan kenyataan yang menggelisahkan ini. (Kepala Kampung) G Seperti Nabi Muhammad ketika berkunjung ke Taif,
xlvii
beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengeri apa yang mereka kerjakan. (Kepala Kampung) G Jangan takut, sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata
Nabi.
Dan
adalah
contoh
yang
kini
kurencanakan, yakni pembasmian tikus-tikus itu, tiada lain adalah mencontoh perbuatan luhur dan perkasa Nabi. (Kepala Kampung) G Aku tak pernah menbayangkan, sejauh keinsyafanku atas segala wajah dan kotor dan dosa hidupku (Ambang) G Segalanya niscaya kembali kepada-Nya, juga setiap kebanggaan yang dapat menggelincirkan. (Podium) G Mana Samiraan? Cepat ia mulai berdobat dan mulai sembahyang. Jangan suka mencopet lagi dan curi tebu di kebun atau ketela di telaga. (Podium) G “Sunyi dan rasa takut akan mempertemukan lebih cepat dengan Allah!. Kata Gus Nur (Podium) G kita memang harus menyebut nama Tuhan dengan kata-kata, karena untuk beromong-omong tentang Tuhan antara kita, kita harus memakai kata-kata (Di belakangku). 3). Kata Ganti, ada yang Untuk kata ganti yang dipakai dalam pesan-pesan merupakan penggantiaan dakwah tersebut adalah: Aku, Ia, Kita. ataau sikap resmi dari komunikator semata-mat dan
yang
merupakan
representasi dari sikap bersama
komunitas
tertentu.61 61
Ibid., h. 82
xlviii
Dari tabel di atas, kita ketahuai bahwa bentuk kalimat yang dipakai dalam pesan-pesan dakwah dalaam kumpulan cerpen “BH” adalah kalimat aktif, pasif, langsung dan tidak langsung. Kemudian adanya koherensi antar kalimat, sehingga tidak terdapat kejanggalan dalam setiap pertautan antar kalimat yang terdapat dalam pesanpesan tersebut. Dan kata ganti sebagai penggantian dimaksudkan agar tidaka ada pemborosan dalam setiap kata dalam kalimat yang digunakan. e. Stilistik Mengungkapkan bagaimana pilihan kata yang digunakan dalam penyampian suatu teks. Pusat perhatian stilistik adalah style yaitu gaya bahasa. Gaya bahasa pada pesan-pesan dakwah dalam kumpulan cerpen “BH” mencakup majas. Berikut penjabarannya: Tabel 6 Kerangka Data Analisis Teks Stilistik Hal yang diamati
Temuan
Majas, adalah susunan kata yang terjadi karena persaan yang tumbuh atau hidup dalam hati penulis,
dan
sengaja
atau tidak menimbulkan perasaan tertentu dalam hati.62 1).
Repetisi, G
Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari
pengulangan
beberapa
sekedar kekosongan, telah kutata perasaanku, telah
62
Suparni, Bahasa dan Sastra Indonesia, (Bandung: Ganesa Exact, 1988), Cet. Ke-1, h. 13 Bambang Tutuko, Diktat Gaya Bahasa, SMK Makarya Jakarta. Cet Ke-1, h. 1 64 Ibid., h. 13 63
xlix
kali,
untuk
kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan
mempertegas.
telah kuberikan sikap terhadap-Mu…(Ambang) G
Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan yang lebih dari dirinya sendiri, dari keikhlasan dari yang ditakdirkan Tuhan baginya. (BH).
G
“Bukan aku yang bertanya itu. Tapi kebisuan-Mu”. Bisu bagai gunung es….(Ambang)
2).
Metafora,
adalah G
“Demi Allah yang Maha Jeli akan setiap kebenaran,
suatu cara mengatakan
kami semua tunduk dan patuh di bawah telapak
atau melukiskan sesuatu
tangan
dengan
Kampung)
Bapak
yang
teramat
bijak….(Kepala
memeperbandingkannya dengan lain.
sesuatu
yang
63
G
Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap
3).
Klimaks,
adalah
terhadap-M, lebih dari selayaknya mampu diberikan
cara
oleh seseorang makhlik kepada Tuhannya. (Ambang)
suatu mengungkapkan
suatu
ide atau keadaan dengan mengurutkan tingkat
yang
rendah
menuju
tingkat
yang
dari lebih ke lebih
tinggi.64 Dari tabel di atas, terdapat tiga jenis majas yang terkandung dalam kalimat yang terdapat pada pesan-pesan dakwah kumpulan cerpen “BH” yaitu repetisi (pengulangan), metafora (perbandingan) dan klimaks (meningkat),. Majas-majas itu sendiri lahir dari rasa yang tumbuh dalam hati penulis cerpen. f. Retoris
l
Dalam retoris, hal yang diamati adalah bagaimana dan dengan cara apa penekanan terhadap kalimat-kalimat dalam teks dilakukan. Elemen yang berkaitan adalah grafis dan metafora. Berikut penjabarannya: Tabel 7 Kerangka Data Analisis Teks Retoris Hal yang diamati
Temuan
1). Grafis, elemen ini Dalam buku kumpulan cepen “BH” terdapat gambar dapat
dimunculkan yang berupa cover dari buku tersebut yang menampilkan
dalam
bentuk
foto, foto seorang wanita yang sedang menangis yang
gambar
atau
tabel merupakan gambaran singkat dari isi buku tersebut.
untuk
mendukung Selain pada cover, terdapat juga
gagasan
atau
untuk halaman
depan
dari
setiap
gambar pada setiap judul
cerpen
yang
bagian lain yang tidak mengilustrasikan judul-judul tersebut . Dan dilihat dari ingin dimunculkan.
isinya ada beberapa kalimat yang menggunakan tanda petik atau baca lainnya khususnya kalimat yang mengandung pesan dakwah.
Metafora, G Aku membolak-balik al-Quran. Kupilih surat An-Nur,
2). mengandung ungkapan ayat-ayat
kiasan,
sehari-hari,
cahaya itu menyala sebelum dinyalakan…(BH)
al-Quran, G Jangan takut, sesungguhnya Tuhan bersama kita, kata
kesemuanya digunakan untuk
tentang Tuhan adalah cahaya. Bagi langit dan bumi
Nabi. (Kepala Kampung)
memperkuat G Aku tak pernah membayangkan, sejauah keinsyafanku
pesan dakwah.
atas
segala
wajah
dan
kotor
dan
dosa
hidupku.(Ambang)
Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa yang mencakup elemen retoris adalah diantara grafis dan metafora. Grafis itu sendiri ditunjukkan dengan adanya gambar pada cover buku dan pada setiap halaman pertama dari setiap judul cerpen.
li
Selain itu terdapat juga tanda petik dan tulisan yang bercetak miring dalam isi cerpen tersebut. Sedangkan untuk elemen metafora ditunjukkan pada ungkapan sehari-hari, makna kiasan dan beberapa kalimat yang diambil dari Hadits Nabi yang terdapat pada judul BH, Kepala Kampung dan Ambang. 2. Kerangka Data Kognisi Sosial Pada tingkat kognisi sosial, peneliti akan menganalisa bagaimana Emha Ainun Najib sebagai penulis dalam memahami keadaan atau peristiwa tertentu yang akan diteliti. Hal inipun akan berkaitan dengan pembentukan teks, juga bagaimana buku kumpulan cerpen “BH” berperan dalam penyampaian pesan-pesan dakwah melalui cerita atau kalimat di dalamnya. Pada cerita-cerita yang mengandung pesan dakwah pada kumpulan cerpen “BH” tersebut, Emha Ainun Najib sebagai penulis dalam buku ini merupakan sososk utama yang berperan dalam terbentuknya teks cerita. Meskipun ide awal daripada penulisan cerita-cerita tersebut merupakan pengalaman pribadi atau melihat konteks masyarakat saat ini. Di sinilah yang akan penulis teliti yaitu dalam rangka penulisan cerita-cerita yang berawal dari pengalaman pribadi atau peristiwa aktual yang terjadi pada masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan kognisi pengarang dalam upaya memahami karakter atau peristiwa yang terjadi. Sehingga cerpen-cerpen tersebut memiliki nilai sebuah cerita yang baik dan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh pengarang dapat pula dipahami oleh pembaca. 3. Kerangka Data Konteks Sosial
lii
Dalam konteks sosial, penulis akan menganalisa bagaimana konteks social yang terjadi yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya teks atau cerita yang digagas oleh Emha Ainun Najib. Dalam cerita-cerita Kumpulan cerpen “BH”, ditemukan beberapa gejala yang berkaitan persoalan kehidupan yang biasa terjadi. Pada judul “Kepala Kampung”, seorang pemimpin yang menghadapi tantangan dari pihak yang tidak suka dengan kepemimpinannya, namun dengan bijaksana ia sikapi persoalan itu dengan menyarahkan semuanya kepada Allah SWT dan meminta pertolongan-Nya dengan memperbanyak sholat dan do’a. sebagaimana dikutip dalam kalimat: Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-man tak henti memohon tambahan kekuatan agar mampu menghadapi dan memenangkan kenyataan yang menggelisahkan ini…..(Kepala Kampung) Pada judul “Ambang” juga tergambar bagaimana seseorang yang dihadapkan oleh kematian, dengan secara tidak gentar menggugat Tuhan tentang mengapa ia harus mati, namun di dalam keambangannya itu ia teringat akan dosa-dosa yang pernah ia lakukan dan ketinggian hasrat cintanya kepada Tuhan. Di sini tergambar bagaimana pergolakan psikologi tokoh dalam cerpen tersebut terjadi. Sebagaiman dikutip dalam kalimat: Di ujung dosa besar yang pernah kulakukan, telah kutemukan hasrat cintaku yang terbesar pula terhadap Tuhanku. Maka telah kutumpahkan segalanya….(Ambang) Selain itu ditemukan pula gejala psikologi yang menggambarkan bagfaimana tokoh dalam cerpen ini mengalami kejolak kerinduan yang sangat besar kepada Tuhannya. Terdapat pada kalimat: Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu, persis seperti pemuda yang yang mengidamkan bakal istrinya (Ambang)
liii
Dengan data yang ada dalam teks cerita cerpen tersebut, dapat dihubungkan kepada wacana masyarakat dalam menyikapi penggambaran dalam cerita dan bagaimana penarikan pesan-pesan dakwah yang terdapat di dalamnya. C. Analisis Data Setelah peneliti mengamati dan menemukan data-data yang berkaitan dengan penelitian analisis wacana dalam teks cerita pada kumpulan cerpen “BH”, maka peneliti akan mengnalisis data tersebut, dikaitkan dengan pesan-pesan dakwah yang akan disampaikan. 1. Pesan Dakwah Melalui Analisis Teks Untuk mengungkapkan pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam teks cerita pada kumpulan cerpen “BH” , maka penulis menjabarkan data-data yang telah ada dalam elemen tematik saja, karena elemen ini yang lebih memiliki kaitan erat dengan hal penyampaian pesan dakwah. Sesuai dengan data-data yang ditemukan, pada elemen tematik terdapat beberapa tema besar yang diangkat, yaitu: a) Akidah atau Keimanan Akidah atau keimanan adalah pokok dasar dalam beragama. Seorang muslim yang akidahnya kuat akan tidak mudah tergoda untuk melakukan hal yang dilarang oleh Allah SWT. Islam mengajarkan kita untuk menjadikan Allah SWT sebagai puncak tertinggi dari rasa cinta kita. Karena sangat pantas seorang hamba mencintai Tuhannya dikarenakan dengan segala ni’mat yang telah Tuhan berikan kepadanya. Mengenai keagungan dan kebesaran Allah serta kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya dapat dilihat dari kutipan kalimat: Hidupku diisi oleh idaman terhadap-Mu, persis seperti pemuda yang mengidamkan bakal istrinya…(Ambang)
liv
Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kakosongan. Telah kutata perasaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari selayaknya mampu diberikan oleh seorang makhluk kepada Tuhannya…(Ambang) Sedangkan selama ini kita menyebut Tuhan Maha Besar, Maha Tinggi, Maha Kasih, bahkan ada keadaan dimana Tuhan marah dan murka….(Di belakangku) b) Ibadah Ibadah secara etimologis berarti mematuhi, tunduk dan berdo’a. sedangkan secara terminologis pengertian ibadah adalah kepatuhan/ketundukan kepada dzat yang memiliki puncak keagungan, Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah mencakup segala bentuk kegiatan (perkataan dan perbuatan) yang dilakukan oleh setiap mukmin-muslim dengan tujuan mencari keridhoan Allah.65 Nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam kumpulan cerpen “BH” yang berkaitan dengan ibadah adalah: 1) Tawakkal Tawakkal adalah berserah diri kepada Allah SWT, menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar dan usaha kepada-Nya.66 Ini merupakan sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Apabila diri seorang muslim sudah dihiasi dengan sifat mulia ini maka ia akan memandang hidupnya dengan optimis, tak kenal menyerah dalam menjalani kerasnya kehidupan. Ia mengembalikan segala urusan hidup hanya kepada-Nya baik di kala senang maupun susah. Firman Allah SWT:
)#PQ IMCN3O HI-%JK.L WO 'U☺=V )%RST ;%9 Z["#N GX5 T "X ?Y 65
Departemen Agama RI, Ensiklipedi Islam, (Jakarta), h. 385 Abdul Fatah, Kehidupan Manusia Di Tengah-Tengah Alam Misteri, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), Cet. Ke-1, h. 97 66
lv
"X$ )\#]^("L *,L-L%9 `a *,L-L%9 3O )# :% ) "X &
3S#Da?a WO % E@@ Ic#PQ☺$ “Dan betaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu bertawakkal”. (QS. Al-Maidah :5:11) Kalimat yang menunjukkan pada tawakkal adlah: Aku lebih sekedar pasrah, Tuhan. Aku telah memberi-Mu kebebasan dengan permintaan kecil yang tidak menguntungkanku sendiri. Adakah sikap tertinggi dari kepasrahan mutlak terhadp-Mu yang harus dimiliki oleh seorang manusia?….(Ambang) Segalanya niscaya kembali kepada-Nya. Juga setiap kebanggaan yang bisa mengelincirkan…(Podium) 2) Dzikir Berdzikir kepada Allah adalah perkara yang sangat mulia dan besar, ibadah yang paling utama dan jalan pendekatan diri kepada Allah SWT.67 Dengan selalu berdzikir kepada-Nya setiap saat seorang muslim akan meraskan ketenangan dan kedamaian jiwa waktu menjalankan rutinitas hidup yang cukup melelahkan. Firman Allah SWT:
"XS"RST%9 \d%RSTa
;%R h fg% )%R 73% E@F “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-Ku”. (QS. AlBaqoroh :2:152) Kalimat yang menunjukkan pada dzikir adalah: Jemaah tertegun sesaat, kakaku sambil mengucap “suhanallah” segera ke ruang imaman mengambil oper peran Gus Noor, sementara beberapa orang membatalkan sembahyangnya dan menolong Gus Noor…”(Podium) 67
Imam Habib Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan wasiat Iman, (Malaysia: Sinar Suria, 1987), Cet. Ke.2, h. 223
lvi
“Audzubillahiminasyaithonirrojim” Dengan agak tegang kulewati ayat demi ayat …(BH) Kita memang harus menyebut nama Tuhan dengan kata-kata, karena untuk beromong-omong tentang Tuhan antara kita, kita harus memakai kata-kata…(Di Belakangku)
3) Shalat Shalat adalah tiang agama dan asas Islam terpenting sesudah syahadat. Seorang muslim wajib mengerjakannya setiap hari sebanyak lima kali walau sesibuk apapun keadaannya. Shalat merupakan sarana seorang hamba untuk berkomunikasi dengan Tuhannya. Melalaikan shalat ini merupakan tanda lemahnya iman seoarang muslim. Firman Allah SWT:
X# ?jk$ )#^ h.8 ]m#$ l# ?jk$% EFq BopP.N nO )#Q#=N% “peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ “ (QS. Al-Baqoroh :2:238) Kalimat yang menunjukkan pada shalat adalah: Aku menambah jumlah sembahyangku dan di mana-mana tak pernah henti memohon tambahan kekuatan agar mampu menghadapi dan memenangkan kenyataan yang menggelisahkam ini…”(Kepala Kampung) Kalian tidak boleh lainnya…”(Podium)
laggi melalaikan
sembahyang
dan rukun Islam
Mana Samiran ? cepat ia mulai bertobat dan mulai sembahyang. Jangan suka mencopet lagi dan curi tebu di kebun atau ketela di tegalan” (Podium) 4) Do’a Seorang muslim hendaklah memabiasakan dirinaya dalam mengharapkan sesuatu untuk berdo’a kepada Allah. Berdo’a merupakan salah satu ni’mat yang amat besar yang dikaruniakan Allah kepada hamban-hamba_Nya. Dan do’a merupakan senjata orang mukmin dikala mendapat cobaan atau ujian dari Allah SWT.
lvii
Firman Allah SWT:
OQ ;#=L BCN3O% ZJu/% "XHYt#=?=N:% )# "XHwt "XH:v%9 E1 ;#=u/ “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah Kuperkenankan bagimu”. (QS. Al-Mu’min :40:60)
kepada-Ku,
niscaya
akan
Kalimat yang menunjukkan pada do’a adalah: “Aku berlindung kepada Allah yang Maha Bijak semoga mereka segara dianugerahi mata yang jernih di otak mereka “(Kepala Kampung) c) Akhlak Secara etimologi perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid bererti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.68 Dalam Islam akhlak menempati tempat yang paling tinggi. Islam dengan bimbingan Ruhuddin menanamkan sifat mulia dan mengutamakan akhlak yang mengutamakan sendi-sendi kehidupan bangsa dan tulang punggung yang kokoh dan kuat untuk menjamin kerukunan hidup dan ketertiban masyarakat.69 Kalimat yang menunjukkan pada akhlak ada 2 kategori:
1) Pemaaf Ibnur Rummi telah mengatakan: Manusia dan dunia ini pasti mempunyai kekurangan Yang tak sedap dipandang mata Atau kelemahan yang mencemari kemulusannya Tidaklah adil jika engkau menginginkan teman yang bersih di dunia ini Sedang engkau sendiri tidak bersih70 68
Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid, (Beirut: al-Maktabah al_Katulikiyah t.t), h. 194 Aisyah Dahlan, “Dekadensi Moral Dan Penanggulangannya”, dalam buku Islam Alim Ulama dan Pembangunan, (Jakarata: Pusat Dakwah Isalam, 1971), h. 103 70 Aidh bin Abdullah Al-Qarni, Laa Tahzan, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2002), Cet. Ke-3, h. 449 69
lviii
Tidak layak bagi seorang teman mengambil jarak terhadap temannya karena ada satu atau dua pekerti yang tidak disukai, padahal masih banyak pekerti lainnya yang yang daapat diterima dan masih banyak pula sifat-sifat lainnya yang pantas dipuji. Oleh karenanya kita sebagai muslim selayaknya memiliki akhlak yang terpuji ini yaitu memaafkan kesalahan dan kealfaan orang lain. Firman Allah SWT:
yza9% #h=$ 1=x E6 |qR7%9% u{=$ E@}} IMo?,., “jadilah kamu pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpaling dari orang-orang yang bodoh”. (QS. 7:199) Kalimat yang menunjukkan pada pemaaf adalah: Mas mau memaafkan Aku? “Kenapa tidak? Tuhanpun Maha Pemaaf” (BH) Seperti Nabi Muhammad ketika berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidaak mengerti apa yang mereka kerjakan.(Kepala Kampung)
2) Ikhlas Ikhlas adalah sifat teragung yang Allah berikan kepada hambanya yang terpilih, tidak semua pemburu ridho-Nya meraih hadiah tersebut. Al-Mukhlisin adalah pemburu ridho-Nya, sedangkan Al-Mukhlasin adalah mereka yang diridhoi Allah. Karena itu kita tidak dapat mengaku diri kita ikhlas, tugas kita hanya bermujahadah untuk meraih ridho Allah SWT. Seorang Mukhlasin akan merasa ridho dengan segala ketentuan Allah SWT. Maksudnya merasa senang tidak keberatan dalam menjalankan perintah dan menjauhi
lix
larangan-Nya (seperti melaksanakan shalat lima waktu, ibadah puasa, dilarang berbuat maksiat dan lain sebagainya) daan melaksanakannya, semata-mata ikhlas karena Allah, tanpa pamrih. Tujuan amal ibadah yang dilakukan hanya satu, yaitu bagaimana supaya apa yang dilakukan diterima Allah SWT. Sehingga akhirnya bisa merasakan buah dari keikhlasan yang berupa ketentraman jiwa dan ketenangan batin, sehingga hidup akan jauh lebih indah dan bahagia.71 Kalimat yang menunjukkan pada Ikhlas adalah: Tapi tak mustahil ia bisa memperoleh kebahagiaan yang lebih tinggi dari dirinya sendiri, dari keikhlasannya dari yang ditakdirkan Tuhan kepadanya” (BH).
d) Tarikh Manusia dengan segala keberadabannya tidak lepas dari sejarah dan berbagai peristiwa. Begitu juga Islam yang mempunyai peradaban terbesar di dunia yang dapat dijadikan teladan umatnya. Berkaca pada sejarah Rasulullah ada berbagai kejadian penting yang dialami oleh beliau. Salah satunya adalah ketika Rasulullah berkunjung ke negeri Ta’if untuk berdakwah, namun apa yang didapat oleh beliau?, beliau malah dilempari batu hingga luka-luka, namun karena kemulian akhlaknya beliau malah mendo’akan kaum taif dan memohon ampunan dari Allah SWT. Dan kisah ini dikutip dalam cerpen yang berjudul “Kepala Kampung”: Seperti Nabi Muhammad ketika berkunjung ke Ta’if, beliau dilempari batu hingga luka-luka, namun beliau berdo’a: Tuhan ampunilah mereka, sebabmereka tidak mengerti apa yang mereka kerjakan”. (Kepala Kampung)
71
Dewi Yana, Kiat-Kiat Ikhlas, (Depok: Intuisssi Press, 2006), Cet. Ke- 1, h. 75
lx
2. Pesan Dakwah Melalui Kognisi Sosial Proses terbentuknya kalimat-kalimat dalam cerpen dari buku kumpulan cepen “BH” adalah bagaimana penulis cerpen berusaha dalam memproses cerita sehingga terbentuk dalam bentuk teks yang baik yang dapat dimengeti pesan apa yang akan disampaikan dari cerita yang disajikan tersebut. Menurut Emha, proses produksi teks dalam memehami peristiwa tertentu dari cerpen-cerpennya terjadi secara spontan. Hal ini direfleksikan dari pengalaman seharihari yang kemudian dituangkan dalam cerpen-cerpennya.72 Dengan bahasa yang memikat dan “renyah” , Emha mengajak para pembacanya menyelami realitas sosial yang kerap kali terjadi di sekeliling kita. Dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi sekecil apapun peristiwa itu. Judul-judul yang yang tertera dalam kumpulan cerpen ini didasari oleh situasi kreatif dari seorang penulis, sehingga memberikan nuansa yang mengilhami judul-judul tersebut. Proses pengumpulan cerpen-cerpen ini yang kemudian menjadi buku dilakukan oleh Kompas yang diambil dari cerpen Emha yang ditulis di Kompas itu sendiri, berbgai surat kabar dan juga cerpen kiriman Emha yang baru dan belum dimuat di Kompas.73 Buku kumpulan cerpen Emha ini adalah yang pertama yang terbitkan oleh Kompas. Proses produksinya memakan waktu satu bulan, setelah data terkempul dan masuk seleksi akhirnya disepakati ada 15 judul yang menjadi isi buku tersebut. Adapun proses pengumpulan data tersebut memakan waktu dua tahun, hal ini disebabkan karena
72
Wawancara dengan Emha Ainun Najib, 16 Mei 2088, Taman Ismail Marjuki. Wawancara dengan Staf Redaksi Penerbit Buku Kompas, Bapak Irwan Suhenda, 29 Mei 2008, Kantor Penerbit Nuku Kompas 73
lxi
kesibukan Emha yang pada saat itu banyak menghadiri acara baik di dalam maupun luar negeri. Pemilihan judul “BH” yang terdapat pada cover diambil dengan alasan untuk menarik perhatian pembaca (eye catching) sehingga judul tersebut bisa menjual dan kalau dilihat dari ceritanya, judul “BH” ini sangat menarik dan Kompas sengaja pilih dikarenakan memang judul ini terdapat dalam buku kumpulan cerpen ini.74 3. Pesan Dakwah Melalui Konteks Sosial Permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat terkadang disikapi sebagai beban yang sulit untuk dipikul, bahkan tidak jarang yang frustasi, yang merasa bosan akan kehidupan dan ujian yang dianggapnya tidak berpihak pada dirinya, yang pada akhirnya timbullah perilaku yang menyimpang. Dalam cerita-cerita kumpulan cerpen “BH” ini telah ditemukan beberapa gejalagejala kehidupan sosial. Dalam hal ini, gejala-gejala kehidupan sosial masyarakat yang terjadi saat ini. Seperti misalnya, sikap atau pengalaman psikologi seseorang dalam menghadapi kematian, kerinduan seorang hamba dan kecintaannya kepada Tuhan, juga bagaimana menjadi pemimpin yang baik dalam menghadapi kejolak yang terjadi di masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan adalah upaya peningkatan iman dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Sehingga kita pun tidak akan merasa jauh dari Allah SWT. Kemudian juga bagaimana kita menyikapi hikmah dari setiap kejadian yang terjadi di masyarakat sesederhana apapun kejadian tersebut, karena pada dasarnya setiap kejadian pasti ada hikmah di dalamnya. Seorang manusia harus memiliki rasa optimisme yang kuat, yakni terhadap kekuasaan Allah SWT dan tidak berpikir negatif. Harus selalu berusaha tawakkal dalam
74
Ibid
lxii
menghadapi problema hidup sehari-hari, sebab sebenarnya pada setiap kesulitan ada kemudahan. Dan tentunya dalam menghadapi suatu permasalahan adanya dukungan dari sekitar kita. Dengan saling bahu-membahu, mengingatkan satu sama lain bahwa Allah SWT ada bersama kita, jika kita memohon pertolongan kepada-Nya. Jadi, intinya dalam menghadapi problematika dan dalam pencapaian iman yang baik harus didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas, serta bertawakkal kepada Allah SWT. Selain itu juga, harus adanya factor interen dari dalam diri sendiri (kemauan) dan factor eksternal dari lingkunan sekitar (dukungan). D. Pesan-Pesan
Dakwah
dalam
Kumpulan
Cerpen”BH”
Ditinjau
dari
Komunikasi Dakwah 1. Pesan-Pesan Dakwah Dzatiyah Komunikasi dalam diri disebut juga komunikasi intrapribadi (intra personal communication) yaitu komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak.75 Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin ilmu komunikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inheren dengan komunikasi dua orang, tiga orang dan seterusnya., karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempercayai dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Disadari atau tidak, komunikasi ini juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang da’I dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Sebelum berdakwah seorang da’I harus tahu bagaimana memanfaatkan pancaindranya (sensasi), 75
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-2, h. 72
lxiii
persepsi (memaknai stimuli), memori (apa yang diingat) dan cara berfikir menurut pandangan Islam. Keempat tahapan ini merupakan siklus komunikasi dalam diri manusia.76 Pesan dakwah dzatiyah terdapat pada: Lebih dari sekedar kesepian, Tuhan. Lebih dari sekedar kekosongan. Telah kutata persaanku, telah kupusatkan pikiranku, telah kuletakkan jiwaku, dan telah kuberikan sikap terhadap-Mu, lebih dari selayaknya mampu diberikan oleh seorang makhluk kepada Tuhannya. (Ambang) Aku tak pernah membayangkan, sejauh keinsyafanku atas segala wajah dan kotor dan dosa hidupku…(Ambang) 2. Pesan-Pesan Dakwah Fardiyah (Komunikasi Antarpribadi) Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunkasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal. Dalam konteks dakwah Islamiyah, komunikasi ini inheren dengan dakwah fardiyah. Hal ini dapat dilihat ketika seorang da’I menyampaikan pesan-pesan dakwahnya kepada mad’unya. Walaupun terkesan didominasi oleh da’I, tapi ada reaksi dari mad’u, baik itu bersifat verbal maupun nonverbal. Pesan dakwah fardiyah terdapat pada: “Mas mau memaafkan Aku? Kenapa tidak?, Tuhan pun Maha Pemaaf”. (BH) Sunyi dan rasa takut akan mempertemukan lebih cepat dengan Allah. Kata Gus Noor. (Podium) 3.
Pesan-Pesan Dakwah Halaqah (Komunikasi Kelompok)
76
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), Cet. Ke-1
lxiv
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan dalam sebuah kelompok, misalnya keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil keputuan. Adapun dalam Islam misalnya kelompok majlis ta’lim, organisasi Islam dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu bertujuan untuk melestarikan dakwah Islamiyah. Islam juga mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat. Sebagai contoh seorang muslim tidak boleh menjauhi muslim lainnya dan berkomunikasi yang berkomunikasi yang bisa menyakiti orang lain. Firman Allah SWT: (QS. Al-Maidah: 54)
)#&Q BCN3O HI-%JK.L A8&L 6 "XPQ `-"RL 6Q t"# O ~aJL "#'(a ~J3OT%9 h8V#% "XH l:
%9 Bo&Q☺$ B Ic%-,., BCRh.$ Q"#$ ;#=aL fg% WO 8L WO 7}a $T t*ng u% O% mOl 6Q E *?Y “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahu”.
Pesan dakwah halaqah terdapat pada kalimat: Pernah kukemukakan kepada mereka, tekad pengabdian mereka itu sendiri sudah merupakan ibadah sembahyang yang tiada taranya” (Kepala Kaampung)
lxv
4. Pesan-Pesan Dakwah Ramzi (Simbolik) Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambing. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Simbolisasi yang terjadi dalam kumpulan cerpen “BH” dapat dilihat dari ilustrasi dan tampilan cover yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen tersebut. Ilustrasi yang dibuat pada tiap halaman muka dari tiap judul mengilustrasikan ataupun menggambarkan secara singkat bagaimana isi cerita dari cerpen-cerpen itu. Seperti ilustrasi yang terdapat pada judul “BH”, di situ tegambar seorang pria yang sedang membaca al-Qur’an yang di bawahnya ada seorang wanita yang sedang duduk bersimpuh di lutut pria tersebut dan ini memang terjadi di cerita dalam judul “BH tersebut. Begitupun juga ilustrasi yang ditampilkan pada cover yang dibuat semenarik mungkin yang memang dibuat sebagai gambaran singkat dari isi buku tersebut. Adapun dilihat dari konteks komunikasi, simbolisasi ini terlihat dari ketiga jenis komunikasi yang terjadi dalam cerita yang terdapat dalam kelima judul cerpen yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan hasil pengamatan penulis ternyata komunikasi yang terjadi didominasi oleh komunikasi dalam diri (intra pribadi). Menurut penjelasan Emha, hal ini didasarkan pada perenungan pribadi yang pada saat itu masih mempunyai peluang yang cukup luas,77 seperti pada judul “Ambang”, yang mengisahkan sesorang yang mengalami pengalaman spiritual dalam dirinya dengan menggugat eksistensi Tuhan.
77
Wawancara dengan Emha Ainun Najib, 16 Mei 2008, Taman Ismail Marjuki.
lxvi
Dan mekanisme internal seperti itupun sebenarnya menjadi tradisi otomatis sampai sekarang, artinya banyak pengarang yang menggunakan komunikasi dalam diri sebagai dimensi yang menjadi roh dalam tulisannnya. Hal ini juga bertujuan agar para pembaca terbawa oleh cerita dan ikut menyelami kisah dari cerita itu. Tapi Emha hanya menyeleksi tema-tema yang mengangkat nasib umat manusia secara makro sampai dirinyapun terlupakan. Karena memang pada kenyataannya Emha berangkat dari dunia sosial yang bertahun-tahun digelutinya.
lxvii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, serta hasil analisis data yang peneliti lakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Buku kumpulam cerpen “BH” karya Emha Ainun Najib adalah kumpulan goretan cerita pendek Emha yang ditulis 20-30 tahun yang lalu. Dengan ksederhanan dan kebersahajaannya, Emha memandang sebuah realisme sosial menjadi sebuah media yang sangat tepat untuk mengekspresikan karyakaryanya. Salah satunya melalui cerpen. Walaupun terlihat universal, namun sosok Emha yang relijius tetap saja ada, melekat dan nampak dalam pesan-pesan yang disampaikan dari cerita-cerita cerpennya. Melalui cerpen-cerpennya ini Emha mengajak para pembacanya untuk merenungi dan mengambil hikmah dari setiap kejadian yang terjadi di sekitar kita, sekecil apapun kejadian itu. 2. Pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh Emha dalam Kumpulan Cerpen “BH” melalui cerita-ceritanya, dari elemen teks,
penulis analisis dengan
menggunakan enam Critical Linguistics, yaitu: Tematik, Skematik, Semantik, Sintaksis, Stilistik, dan Retoris. Dalam kognisi sosial, berkaitan bagaimana kognisi pengarang dalam memahami peristiwa tertentu dalam membangun sebuah teks dan juga bagaimana teks tersebut diproduksi. Dilihat dari kognisi pengarang, proses produksi teks terjadi dari hasil kreatifitas pengarang yang dilhami oleh pergulatan komunikasi yang terjadi dalam diri pengarang sendiri (Emha Ainun Najib). Sedangkan proses produksi teks sehingga menjadi sebuah buku dilakukan oleh Kompas, termasuk di dalamnya proses pengumpulan dan
lxviii
penyusunan buku tersebut. Kemudian dari sisi konteks sosial, cerita yang dibangun oleh Emha terjadi secara spontan dengan melihat relita dari kehidupan keseharian yang memang kerap akrab dengan kehidupan Emha. 3. Adapun untuk teknik, stuktur dan pengungkapan pesan dakwah, peneliti menggunakan analisis wacana dengan model analisis dari Teun A. Van Dijk. Analisis wacana berbeda dengan analisis teks media lainnya. Dalam analisis wacana tidak hanya akan dilakukan pada penelitian teks semata. Tetapi juga proses terbentuknya teks oleh penulis cerpen dalam memahami setiap individu dan peristiwa tertentu. Sehinggga terbentuk dalam teks yang utuh serta dikaitkan dengan wacana yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat. Sehingga terlihat lebih jelas seluk-beluk teks hingga penyampaian dan perkembangannya. B. Saran-saran 1. Dalam
penyampaian
dakwah,
hendaknya
para
juru
dakwah
mampu
mengemasnya dalam kemasan menarik dan aktual, sehingga mampu menarik perhatian dan membangkitkan para mad’u untuk menelaah lebih jauh. Seperti Emha Ainun Najib yang menyajikan pesan dakwah dalam sebuah gambaran realitas sosial yang ia tuangkan dalam bentuk cerpen. Dengan bahasa yang “renyah” dan mudah dipahami, Emha berhasil menarik perhatian para pembacanya untuk larut dalam cerita dalam cerpen karyanya.
2. Bagi Emha Ainun Najib, agar tetap eksis dalam memberikan khasanah baru guna memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam dunia sosial, politik, budaya dan agama khususnya. 3. Bagi pecinta sastra khususnya pecinta cerpen, agar tidak sekedar membaca suatu karya sastra, melainkan bagaimana memahami pesan apa yang disampaikan dari
lxix
karya sastra tersebut. Seperti berbagai macam hikmah yang tersirat dalam Buku Kumpulan Cerpen “BH” Karya Emha Ainun Najib.
lxx
HASIL WAWANCARA
Nasasumber : Emha Ainun Najib Waktu
: Jum’at 16 Mei 2008
Tempat
: TIM (Taman Ismail Marjuki)
T : Apa visi, misi, dan tujuan dari peluncuran buku Kumpulan Cerpen “BH”? J : Dulu saya rajin menulis dan masih sempat menulis cerpen. Sebelum masyarakat menjadwal saya melalui problem-problem dan undangan yang saya diminta terlibat. Sejak itu saya tidak punya waktu untuk konsentrasi sebagai penulis. T : Apa yang mendasari terpilihnya judul-judul dalam kumpulan cerpen ini? J : Setiap situasi kreatif memberi nuansa penulisnya sehingga ia menentukan judulnya dari nuansa itu. T : Bagaimana proses produksi teks dalam memahami peristiwa tertentu dari cerpencerpen yang Cak Nun tulis dalam kumpulan cerpen ini? J : Semua spontan saja, refleksi biasa dari pengalaman sehari-hari, sama saja pada setiap manusia, hanya saja kebetulan bentuk refleksi saya berupa cerpen. Itupun saya sama sekali bukan penulis cerpen yang baik, karena tidak pernah cukup konsenterasi di bidang itu. T : Apa gagasan utam dari judul : BH, Kepala Kampung, Ambang, Podium, dan Di belakangku?
lxxi
J : Idem nomer 2, judul selalu spontan, tiap hari selama puluhan tahun saya spontan dituntut kasi judul, nama bayi, nam forum, nama grup musik dan macam-macam lagi yang jumlahnya sudah puluhan ribu dan tidak terdokumentasi dengan baik. T : Dari kelma judul tersebut, didominasi oleh komunikasi yang terjadi di dalam diri (intra personal), mengapa demikian? J : mungkin karena waktu itu perenungan pribadi masih ada peluang cukup luas. Sekarangpun sebenarnya mekanisme internal seperti itu menjadi tradisi otomatis, Cuma saya seleksi hanya sebatas tema-tema yang menyangkut nasib ummat manusia secar makro, sehingga diri saya sendiri sama sekali hampir tak terpikirkan. T : menurut Cak Nun, bagaimana peran dunia sastra khususnya cerpen dalam dakwah Islam di era tekhnologi sekarang ini? J : Sastra tidak perlu dibebani terlalu berat-berat. Pemerintah yang dibayar dan institusiinstitusi Islam yang begitu besar-besar sudah banyak dan lebih rasional untuk dituntut. Mengetahui
Interviewee
Interviewed
Sahabudin
Emha Ainun Najib
lxxii
HASIL WAWANCARA
Nasasumber : Emha Ainun Najib Waktu
: Jum’at 16 Mei 2008
Tempat
: TIM (Taman Ismail Marjuki)
T : Apa visi, misi, dan tujuan dari peluncuran buku Kumpulan Cerpen “BH”? J : Dulu saya rajin menulis dan masih sempat menulis cerpen. Sebelum masyarakat menjadwal saya melalui problem-problem dan undangan yang saya diminta terlibat. Sejak itu saya tidak punya waktu untuk konsentrasi sebagai penulis. T : Apa yang mendasari terpilihnya judul-judul dalam kumpulan cerpen ini? J : Setiap situasi kreatif memberi nuansa penulisnya sehingga ia menentukan judulnya dari nuansa itu. T : Bagaimana proses produksi teks dalam memahami peristiwa tertentu dari cerpencerpen yang Cak Nun tulis dalam kumpulan cerpen ini? J : Semua spontan saja, refleksi biasa dari pengalaman sehari-hari, sama saja pada setiap manusia, hanya saja kebetulan bentuk refleksi saya berupa cerpen. Itupun saya sama sekali bukan penulis cerpen yang baik, karena tidak pernah cukup konsenterasi di bidang itu. T : Apa gagasan utam dari judul : BH, Kepala Kampung, Ambang, Podium, dan Di belakangku? J : Idem nomer 2, judul selalu spontan, tiap hari selama puluhan tahun saya spontan dituntut kasi judul, nama bayi, nam forum, nama grup musik dan macam-macam lagi yang jumlahnya sudah puluhan ribu dan tidak terdokumentasi dengan baik.
lxxiii
T : Dari kelma judul tersebut, didominasi oleh komunikasi yang terjadi di dalam diri (intra personal), mengapa demikian? J : mungkin karena waktu itu perenungan pribadi masih ada peluang cukup luas. Sekarangpun sebenarnya mekanisme internal seperti itu menjadi tradisi otomatis, Cuma saya seleksi hanya sebatas tema-tema yang menyangkut nasib ummat manusia secar makro, sehingga diri saya sendiri sama sekali hampir tak terpikirkan. T : menurut Cak Nun, bagaimana peran dunia sastra khususnya cerpen dalam dakwah Islam di era tekhnologi sekarang ini? J : Sastra tidak perlu dibebani terlalu berat-berat. Pemerintah yang dibayar dan institusiinstitusi Islam yang begitu besar-besar sudah banyak dan lebih rasional untuk dituntut. Mengetahui
Interviewee
Interviewed
Sahabudin
Emha Ainun Najib
lxxiv
lxxv