REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN “BH” KARYA EMHA AINUN NADJIB 1)
2)
I Desak Putu Kurnia Surya Dewi , I Dewa Ayu Sugiarica Joni , I Gusti Agung Alit Suryawati 1,2,3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1) 2) 3) Email:
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected]
3)
ABSTRACT Gender inequality is manifested in various forms, such as stereotyping or negative labelling. Stereotypes of women who are weak, emotional, identical to domestic sphere are considered normal and natural. This is constructed by the mass media, so it can affect the way the public view of women’s image. A collection of short stories “BH” by Emha Ainun Nadjib is one of the fiction books featuring women as the main subject. Of the twenty-three short stories that were published, there are two short stories that feature women who experience gender injustice, in between the short story titled Lelaki Ke-1000 di Ranjangku and Mimpi Istriku. The purpose of this research is to explain the representation of women in the collection of short stories “BH” by Emha Ainun Nadjib. This research used qualitative approach with critical discourse analysis method of Sara Mills. The results of this research are women represented in the position of second class and sexual objects in a short story titled Lelaki Ke-1000 di Ranjangku. Women are also represented easily emotional, irrational thinking, identical to domestic sphere, and positioned inferior in a short story titled Mimpi Istriku. Keywords: collection of short stories “BH”,critical discourse analysis, Emha Ainun Nadjib, female representation, gender, Sara Mills, stereotype
1.
PENDAHULUAN Perbedaan jenis kelamin melahirkan
bergosip. Media massa juga menghubungkan
ketidakadilan gender di masyarakat. Menurut
perempuan dengan rumah tangga, karena
Hermawati
perbedaan
dikaitkan dengan tugasnya dalam reproduksi.
tersebutberasaldari salah satu pihak yang
Penggambaran perempuan dengan tubuh
merasa atau dianggap lebih tinggi, lebih
tinggi dan langsing, serta rambut lurus dan
berkuasa dari pihak lain. Oleh karena itu,
kulit putih sering pula diadaptasi dalam iklan-
muncullah ketidakadilan atau ketidaksetaraan.
iklan, sehingga penggambaran perempuan
(2007:18),
Ketidakadilan
gender
terdiri
dari
seperti
berbagai macam bentuk, seperti stereotip
inilah
yang
dianggap
ideal
di
masyarakat.
atau pelabelan negatif, marginalisasi atau
Nilai-nilai terhadap perempuan tidak
pemiskinan peran terhadap salah satu jenis
serta
kelamin, kekerasan, dan sebagainya.Bentuk-
tersebut
bentuk
tersebut
kelompok
kemudian dikonstruksi oleh media massa
sehingga
dalam bentuk berita, sinetron, iklan, dan
menerima nilai-nilai tersebut sebagai hal yang
sebagainya.
berlaku. Nilai ini akan semakin kuat karena
ketidakadilan
Dalam
industri
gender
sinetron
sering
merta
lahir
lahir
dari
begitu
dominasi
kepentingan tanpa
terus-menerus
saja.Nilai-nilai
sadar
di
kuat
oleh
masyarakat,
masyarakat
akan
dilanggengkan oleh media
ditemukan stereotip perempuan pencemburu,
massa, sehingga dapat memengaruhi cara
emosional, mudah menangis, dan gemar
pandang masyarakat terhadap perempuan.
1
Stereotip
perempuan
tidak
hanya
seksnya rendah.Akibat citra fisik yang dimiliki,
ditampilkan dalam berita, sinetron, dan iklan,
perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang
namun ditampilkan pula dalam bentuk-bentuk
tidak sempurna (the second class), makhluk
media massa lainnya, misalnya buku yang
yang
memuat ideologi dari sang penulis. Terdapat
dipinggirkan (marginalization), dieksploitasi,
berbagai buku fiksi maupun nonfiksi yang
diposisikan
menampilkan perempuan sebagai bahasan
domestik dan rumah tangga (domestication/
utamanya, salah satu yang menarik bagi
housewivezation) (Nurhayati, 2012:xxvi).
peneliti adalah kumpulan cerpen “BH” karya
tidak
penting
hanya
Menurut
(subordinate),
mengurusi
Stanfort
selalu
masalah
(1979,
dalam
Emha Ainun Nadjib. Buku ini terbit pertama
Nurhayati, 2012:36), asal asul dari semua ini
kali tahun 2005 yang didalamnya memuat dua
bukanlah perempuan sendiri, tetapi karena
puluh tiga cerpen. Adapun cerpen-cerpen
kebudayaan
tersebut pernah diterbitkan di beberapa media
perempuan secara picik, yaitu sebagai istri
cetak
1970-an
dan ibu saja serta lembaga sosial dan
hingga awal 1980-an. “BH” merupakan buku
ekonomi yang menghalangi atau mempersulit
kumpulan cerpen pertama Emha Ainun Nadjib
usaha perempuan untuk keluar dari kekangan
yang memuat berbagai persoalan sosial
tradisi.
pada
pertengahan
masyarakat,
tak
permasalahan
gender.
tahun
terkecuali
“BH”
pengaruh
Dengan
muatan
memungkinkan
atas
representasi
peran
Ketidakadilan Gender Ketidakadilan gender merupakan suatu
memiliki
sistem
terhadap
yang
perempuan
perempuan di masyarakat, baik penggunakan
menempatkan tidak
(1996:12-13),
bahasa ataupun penggambaran perempuan
setara.
terdapat
laki-laki
Menurut
berbagai
dan Fakih
bentuk
ketidakadilan gender, seperti marginalisasi,
itu sendiri.
subordinasi, stereotip, kekerasan, beban kerja
Berdasarkan fenomenatersebut, maka rumusan
mendefinisikan
tentang
permasalahan gender di dalamnya, kumpulan cerpen
yang
masalah
yang
diangkat
lebih panjang, dan sosialisasi ideologi nilai
dalam
peran gender(Fakih, 1996: 12-13).
penelitian ini, yakni bagaimana representasi perempuan dalam kumpulan cerpen “BH”
Representasi
karya Emha Ainun Nadjib?
2.
Menurut Eriyanto (2001:113), istilah representasi
Identitas Gender perempuan
dicitrakan
Fiske
atau
pada
seseorang,
peristiwa,
dalam gagasan,
Pertama, peristiwa sebagai realitas. Kedua,
subjektif, lemah dalam matematika, mudah dan
objek,
2001:114),
kelompok, atau seseorang terdapat tiga level.
yang emosional, mudah menyerah, pasif,
fisik,
(Eriyanto,
menampilkan
mencitrakan dirinya sendiri sebagai makhluk
lemah
menunjuk
kelompok, gagasan tertentu ditampilkan.John
Menurut Nurhayati (2012:xxv), pada
terpengaruh,
dalam
Cerpen
KAJIAN PUSTAKA
umumnya
Perempuan
realitas
dorongan
2
tersebut
digambarkan.
Ketiga,
peristiwa dihubungkan dengan ideologi atau
Sapaan
kepercayaan dominan di masyarakat.
radio,
sinetron,
dan
pembaca
dapat
berupa langsung maupun tidak langsung.
Menurut Sobur (2001: 37), fiksi-fiksi, sandiwara
terhadap
Dalam hal ini, penyapaan tidak langsung
film-film
memiliki dua fungsi. Pertama, mediasi, yakni
banyakmenggambarkanperempuanyang
pembaca akan mengidentifikasikan dirinya
lemah. Singkat kata, “wajah” perempuan di
sesuai karakter dalam teks.Kedua, kode
media massa masih memperlihatkan stereotip
budaya, yakni pembaca akan menafsirkan
yang merugikan, seperti pasif, bergantung
teks sesuai dengan nilai budaya yang berlaku,
pada
menerima
sehingga
keputusan yang dibuat oleh laki-laki,serta
orientasi
sebagai simbol seks (Sobur, 2001:38).
2001:208).
Analisis Wacana Kritis Sara Mills
3.
laki-laki,
didominasi,
pada posisi-posisi aktor dalam teks, yakni
juga
(Eriyanto,
METODE PENELITIAN
memperhatikanposisi
Sumber Data
menurut Mills, teks merupakan hasil negosiasi penulis
benar
kualitatif dengan paradigma konstruktivis.
pembaca dan penulis dalam teks, karena
antara
dianggap
dengan
Peneliti menggunakan jenis penelitian
subjek penceritaan dan objek penceritaan. Mills
nilai
dirinya
Jenis Penelitian
Sara Mills meletakkan perhatiannya
Sara
menempatkan
dan
Sumber
pembaca(Eriyanto,
data
primer
berupa
teks
kumpulan cerpen “BH” karya Emha Ainun
2001:200).
Nadjib, sedangkan data sekunder berupa
a.
buku-buku, artikel, website yang mendukung.
Posisi Subjek-Objek Menurut
Mills,
setiap
aktor
tidak
memilikikesempatan yang sama dalam teks.
Unit Analisis
Hal tersebut menyebabkan adanya pihak
Unit analisis dalam penelitian ini, yakni
yang diposisikan sebagai subjek dan objek.
teks kumpulan cerpen “BH” karya Emha
Aktor yang diposisikan sebagai subjekdapat
Ainun Nadjib.
menceritakan dirinya sendiri, namun aktor yang diposisikan sebagai objek tidak dapat menampilkan
dirinya
kehadirannyaditampilkan
oleh
Teknik Pengumpulan Data
sekaligus aktor
Adapun
lain
pengumpulan
data
berupa observasi teks dengan melakukan
(Eriyanto, 2001:201). b.
teknik
pengamatan pada isi teks kumpulan cerpen
Posisi Pembaca
“BH” karya Emha Ainun Nadjib. Penelitian ini
Dalam teks, pembaca disapa dengan
juga
ragam sapaan, seperti kata ganti saya, Anda,
menggunakan
metode
dokumentasi,
yakni peneliti menghimpun data-data dan
kami atau kita. Dengan begitu, pembaca
literatur yang mendukung.
dipandang ada sekaligus sebagai upaya untuk menarik dukungan, menekankan, dan meyakinkan (Eriyanto, 2001:204).
3
Cerpen berjudul Lelaki Ke-1000 di
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
Ranjangku mengisahkan seorang perempuan
analisis teks pada kumpulan cerpen “BH”
bernama Nia yang terlibat dunia prostitusi
karya
karena dicampakkan oleh suaminya. Nia
Emha
Ainun
Nadjib
berdasarkan
diposisikan sebagai subjek, seperti pada
kerangka analisis wacana kritis Sara Mills.
kutipan di bawah ini.
cerpen pertama karya Emha Ainun Nadjib,
Lelaki pertama yang meniduriku adalah suamiku sendiri dan lelaki yang mencampakkanku ke lelaki kedua adalah suamiku sendiri dan untuk perempuan yang begini busuk dan hampir tak mampu lagi melihat hal-hal yang baik dalam hidup ini, maka lelaki kedua hanyalah saluran menuju lelaki ketiga, keempat, kesepuluh, keempat puluh, keseratus, ketujuh ratus.... (Lelaki Ke-1000 di Ranjangku, hal. 1-2)
seorang sastrawan dan budayawan asal
Nia diposisikan sebagai subjek karena
Teknik Penyajian Data Adapun teknik penyajian data berupa naratif, yakni menjelaskan data berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat, dan narasi-narasi.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN “BH”
merupakan
buku
kumpulan
Jombang, Jawa Timur. “BH” pertama kali
memiliki kemampuan untuk
terbit tahun 2005 oleh Penerbit Buku Kompas.
dirinya. Nia juga memiliki kemampuan untuk
Hingga saat ini, “BH” telah dicetak ulang
menceritakan orang lain berdasarkan sudut
sebanyak lima kali.
pandangnya sendiri. Selain itu, Nia juga
menceritakan
Kumpulan cerpen “BH” terdiri dari 23
memiliki kendali atas dirinya sendiri dan orang
cerpen yang dihimpun sejak 1970-an hingga
lain, sehingga teks memposisikan perempuan
1980-an. Kedua puluh tiga cerpen yang
sebagai subjek.
dimuat
b.
dalam
kumpulan
cerpen
ini
Posisi Objek
sebelumnya telah diterbitkan di berbagai
Perempuan tidak hanya diposisikan
media massa, seperti Harian Kompas, Sinar
sebagai subjek, namun sekaligus diposisikan
Harapan, Horison, dan Zaman.
sebagai objek. Hal tersebut digambarkan
Di dalam kumpulan cerpen “BH”, Emha Ainun
Nadjib
menguraikan
persoalan
kehidupan
berbagai
latar
termasuk
permasalahan
berbagai
manusia
belakang
pada kutipan di bawah ini. Lelaki pertama yang meniduriku adalah suamiku sendiri dan lelaki yang mencampakkanku ke lelaki kedua adalah suamiku sendiri dan untuk perempuan yang begini busuk dan hampir tak mampu lagi melihat hal-hal yang baik dalam hidup ini, maka lelaki kedua hanyalah saluran menuju lelaki ketiga, keempat, kesepuluh, keempat puluh, keseratus, ketujuh ratus.... (Lelaki Ke-1000 di Ranjangku, hal. 1-2)
dengan
masyarakat,
gender.
Dalam
penelitian ini, cerpen yang akan diteliti, yakni Lelaki Ke-1000 di Ranjangku dan Mimpi Istriku.
Cerpen Lelaki Ke-1000 di Ranjangku a.
Hal
Posisi Subjek
kekuasaan
ini
digambarkan
laki-laki
terhadap
dari
adanya
perempuan,
yakni adanya kekuasaan suami Nia untuk
4
membawa Nia masuk ke dunia prostitusi.
Penyapaan langsung berupa kata ganti
Selain itu, perempuan diposisikan sebagai
orang pertama dan kedua untuk menyebut
objek seksual, karena perempuan sengaja
pembaca
dijual
bersetubuh
oleh
suaminya
untuk
memenuhi
kelangsungan hidup keluarga.
sebagai
laki-laki
dengan
yang
ingin
Nia.Penyapaan
tidak
langsung disampaikan dengan kalimat “masmas yang budiman” yang digunakan penulis untuk menyapa pembaca. Oleh karena itu,
c.
Posisi Penulis Secara
keseluruhan
pembaca diposisikan sebagai laki-laki. teks
terdapat
penyapaan langsung, seperti pada kutipan di
Cerpen Mimpi Istriku
bawah ini.
a.
Kalau sudah begitu mereka biasanya lantas putus asa dan cepat-cepat saja menggulatiku seperti monyet makan mangga. Tak ada bedanya. Semua yang mendatangiku adalah monyetmonyet. Baik ia sopir, pelaut, guru, pengusaha, mahasiswa, seniman, gali, penjudi, dosen, makelar, peternak, tuan tanah, pelayan, lurah, camat, jagal, pegawai, bandar, germo, botoh maupun bupati. Beberapa di antara mereka yang putus asa hidupnya, agak sedikit lebih baik. Yang lainnya menumpahkan segala dosa dan kehinaan di wajahku. (Lelaki Ke-1000 di Ranjangku, hal. 7)
Posisi Subjek Dalam
cerpen
Mimpi
Istriku
menempatkan laki-laki sebagai subjek, karena dapat menceritakan dirinya sendiri dan tokoh lain berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Hal ini digambarkan pada kutipan berikut. Jika tengah malam lewat, jadi menjelang dini hari, aku tergeragap bangun dari nyenyak tidurku. Segera aku mendengar isak tangis perempuan. Tentu saja aku tergopoh-gopoh. Ku angkat tubuhku dan kulihat istriku menangis. (Mimpi Istriku,hal. 112) Dalam cerpen ini, laki-laki juga memiliki
Terdapat kata ganti orang pertamayang
kendali atas orang lain dan diri sendiri,
digunakan penulis untuk menyebut tokoh Nia.
sehingga laki-laki diposisikan sebagai subjek.
Terdapat pula kata ganti orang kedua dan
b.
ketiga untuk menyebut tokoh lain. Oleh
Posisi Objek Perempuan
cenderung
diposisikan
karena itu, penulis memposisikan diri sebagai
sebagai objek, karena seluruh penggambaran
perempuan.
perempuan diceritakan oleh tokoh utama,
d.
yakni suaminya sendiri.
Posisi Pembaca Pembaca disapa dengan penyapaan
Istriku sendiri serba minimal. Pikirannya tak cukup jalan dan dalam banyak hal ia sukar diajak mengembangkan pengertian-pengertian. Ia hanya punya ketulusan dan emosi cinta yang teramat besar dan mutlak—hal yang amat kuherankan memasak dan bermimpi. Ia amat sukar kuajak mengisi hidupnya dengan berbagai kegiatan kecuali berkicau menceritakan mimpinya, memasak, kemudian mengelus-elus perutnya yang mulai berisi sambil berkhayal.
langsung dan tidak langsung. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut. ....Mas-mas yang budiman, kenapa tak berbagi hasrat kepada sahabatsahabatku di kamar lain, sesekali, meskipun sebagai sawah mereka kurang indah. Kurang liat dan kenyal? Aku sesungguhnya bukanlah perampas ekonomi mereka. (Lelaki Ke-1000 di Ranjangku, hal. 8)
5
(Mimpi Istriku, hal. 118)
Sebelumnya aku mohon maaf kalau ia memanggilku dengan papa dan aku memanggilnya dengan mama. Sungguh mati ini bukan mencerminkan kemodernan kehidupan kami. (Mimpi Istriku, hal. 114-115)
Perempuan juga digambarkan mudah emosional dalam menghadapi masalah dan berpikir secara rasional karena menganggap mimpi-mimpinya sebagai
kenyataan
yang
Penyapaan
harus dijalani. Perempuan juga diposisikan
tokoh suami. Penyapaan tidak
domestikdan berada pada posisi inferior dianggap
tidak
mampu
tergambarkan
menjadi
seorang
Posisi Penulis
menyebut
tokoh
sugesti
yang
kepada
menunjukkan
pembaca
untuk
Selain itu, terdapat kalimat “sebelumnya aku mohon maaf” yang menunjukkan adanya
penulis memposisikan dirinya sebagai laki-
keinginan penulis untuk mengajak pembaca
laki. Seperti yang tergambarkan pada kutipan
memaklumi keadaannya, sehingga pembaca
di bawah ini.
diposisikan sebagai laki-laki.
Sebelumnya aku mohon maaf kalau ia memanggilku dengan papa dan aku memanggilnya dengan mama. Sungguh mati ini bukan mencerminkan kemodernan kehidupan kami. Kami ini keluarga miskin, makan minum paspasan, gaya hidup sehari-hari bahkan cenderung kedesa-desaan. Dalam banyak hal sesungguhnya kami memilih hal-hal yang cenderung jelata. Ini karena cita rasa kami, tetapi juga karena kondisi sosial kami. (Mimpi Istriku, hal. 114-115)
Representasi
Perempuan
dalam
Cerpen Lelaki Ke-1000 di Ranjangku Tahapan representasi menurut John Fiske
adalah
realitas,
representasi,
dan
ideologi. Level pertama adalah peristiwa sebagai realitas. Cerpen berjudul Lelaki Ke1000
di
Ranjangku
menampilkan
kisah
perempuan yang menjadi pelacur karena
Posisi Pembaca
dijual
Pada cerpen berjudul Mimpi Istriku penyapaan
kutipan,
tokoh utama yang memiliki pemikiran sejalan.
untuk menyebut tokoh lain. Oleh karena itu,
terdapat
atau
tersebut memposisikan pembaca sebagai
suami,
sedangkan kata ganti orang kedua dan ketiga
d.
kalimat
langsung
membenarkan nilai tersebut, sehingga kutipan
kata ganti orang pertama yang digunakan untuk
dari
perempuan”
adanya
Terdapat penyapaan langsung berupa
penulis
dari
seperti ““ini sangat wajar, sebab dia kan
tempat bertumpu bagi keluarganya. c.
terlihat
penggunaan kata ganti orang pertama melalui
sebagai sosok yang identik dengan ranah
karena
langsung
langsung
dan
tidak
langsung, seperti pada kutipan di bawah ini.
oleh
suaminya
temannya
sesama
mengalami
hal
menampilkan
Tangisnya makin menjadi. Ini sangat wajar, sebab dia kan seorang perempuan. Kalau misalnya aku merasa kesal karena sifatnya itu dan lantas, umpamanya, membentaknya, maka akan bertambah satu soal lagi yang harus kubereskan. (Mimpi Istriku, hal. 113-114)
sendiri.
perempuan serupa.
perempuan
Temanpun
ikut
Teks
juga
pelacur
yang
sehari-hari harus melayani lelaki manapun, mulai dari pejabat, pegawai biasa, buruh, bahkan mahasiswa. Tahapan realitas
pada
level
digambarkan
kedua, dalam
yakni kode
representasi. Pada cerpen berjudul Lelaki Ke-
6
1000 di Ranjangku menampilkan perempuan
cerpen berjudul Lelaki Ke-1000 di Ranjangku,
sebagai subjek, namun suara perempuan
penulis diposisikan sebagai perempuan yang
tidak
justru
terlihat dari penggunaan penyapaan langsung
perempuan juga diposisikan sebagai objek.
berupa kata ganti orang pertama untuk
Teks menampilkan representasi perempuan
menyebut tokoh Nia. Sementara itu, pembaca
yang berada pada posisi second class, yakni
diposisikan sebagai laki-laki yang ditandai dari
menempatkan
sosok
penyapaan langsung, seperti kata “mas-mas
yang berada di bawah kekuasaan laki-laki.
yang budiman”. Terdapat pula penyapaan
Penempatan perempuan pada posisi second
langsung
class menunjukkan adanya ketidaksetaraan
“datanglah besok...” atau “nikmati tubuh dan
laki-laki dan perempuan, karena perbedaan
senyumku...”
hak yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan dalam
suruhan kepada pembaca.
membuatnya
dominan,
perempuan
sebagai
cerpen berjudul Lelaki Ke-1000 di Ranjangku yang
menampilkan
laki-laki
berupa
kata
yang
suruhan,
seolah
seperti
memberikan
Penulis menceritakan peristiwa yang
memiliki
dilihat
dari
sudut
pandang
perempuan
kekuasaan untuk membawa istrinya masuk ke
sebagai subjek sekaligus objek. Meskipun
dunia prostitusi. Teks pada cerpen ini juga
perempuan dalam cerpen ini digambarkan
tidak
menunjukkan
perempuan
untuk
adanya
tindakan
memiliki kekuatan dalam menjalani nasibnya
melawan
tindakan
sebagai pelacur, namun tidak dijelaskan
pelacuran tersebut. Perempuan
upaya juga
direpresentasikan
dari
perempuan
untuk
melawan
tindakan pelacuran yang terjadi pada dirinya.
sebagai objek seksual, karena memandang
Teks
kecantikan dan tubuh perempuan sebagai
memiliki
daya tarik yang dapat dieksploitasi dan
yang dihadirkan pula kepada laki-laki sebagai
dimanfaatkan untuk keuntungan ekonomi.
pembaca. Dengan penggambaran perempuan
Pada cerpen berjudul Lelaki Ke-1000 di
yang ditampilkan dalam teks, maka cerpen
Ranjangku menampilkan kisah Nia yang dijual
berjudul
oleh suaminya dan menyuruh Nia agar tak
berupaya menunjukkan kekuasaan laki-laki
berputus
terhadap
asa
atas
pengorbanan
yang
justru
menampilkan
kekuasaan
Lelaki
laki-laki
terhadap
Ke-1000
perempuan,
serta
yang
perempuan
di
Ranjangku
menunjukkan
dilakukan, karena pengorbanan tersebut demi
posisi perempuan sebagai simbol seks yang
kelangsungan hidup keluarganya. Meskipun
dapat dimanfaatkan untuk meraih keuntungan
orang-orang di lingkungannya tahu bahwa
ekonomi.
pelacuran merupakan perbuatan dosa, namun tetap
saja
banyak
lelaki
Perempuan sering diidentikkan sebagai
yang
sosok
yang
menginginkannya. Teman-teman Nia sesama
sebagainya.
perempuan pun merasa cemburu dengan
demikian
kedatangan banyak lelaki mencari Nia.
ketidakadilan
lemah, Stereotip
akan
pasif,
bodoh,
perempuan
menimbulkan
pada
perempuan,
dan yang
adanya seperti
Berikutnya adalah level ketiga, yakni
tersosialisasinya citra posisi perempuan yang
kode-kode representasi dihubungkan dalam
lebih rendah. Seperti pada cerpen berjudul
kepercayaan dominan di masyarakat. Dalam
Lelaki
7
Ke-1000
di
Ranjangku,
laki-laki
memandang perempuan dapat dieksploitasi
bersedih karena mimpi tersebut, sehingga
kecantikan dan tubuhnya untuk mendapatkan
suaminya
keuntungan
dengan
menenangkan sang istri. Ditampilkan pula
kekuasaannya tersebut suami Nia mampu
pergulatan batin laki-laki yang menganggap
menjerumuskan Nia ke dunia prostitusi demi
istrinya memiliki banyak kekurangan dan
kelangsungan kehidupan keluarganya.
hanya memiliki emosi cinta yang besar
ekonomi,
sehingga
Perempuan sering dipandang sebagai simbol
seks
juga
ketidakadilan
dapat
pada
berusaha
keras
untuk
kepada suaminya.
menimbulkan
perempuan
harus
Pada level kedua, yakni bagaimana
berupa
realitas
digambarkan
dengan
kode
tindakan pelacuran dengan mengeksploitasi
representasi. Cerpen berjudul Mimpi Istriku
perempuan demi keuntungan semata. Pada
menghadirkan gambaran situasi dan peristiwa
cerpen berjudul Lelaki Ke-1000 di Ranjangku,
dari sudut pandang laki-laki sebagai subjek.
Nia mengalami kekerasan yang dilakukan
Oleh karena itu, peristiwa dan karakter tokoh
oleh suaminya sendiri, karena adanya unsur
direpresentasikan dari sudut pandang suami,
pemaksaan
sehingga
untuk
mengekspoitasi
tubuh
perempuan
kesempatan
ekonomi.
secara langsung kepada pembaca. Teks
ditampilkan
dalam
perempuan cerpen
serta
yang
justru
dengan
maka
perempuan
sebagai
Perempuan direpresentasikan sebagai
ini
dapat
sosok
bentuk
upaya
menanggapi permasalahan mimpi-mimpinya.
pelanggengan terhadap stereotip perempuan
Hal ini terlihat dari reaksi perempuan yang
yang kerap berada pada posisi second class
terus
dan objek seksual. Hal ini dikhawatirkan akan
Perempuan juga direpresentasikan sebagai
semakin memperluas citra posisi perempuan
sosok yang berpikir irasional, karena selalu
demikian di masyarakat dan menganggap hal
menganggap
tersebut sebagai suatu kewajaran.
kenyataan hidup yang harus dijalani. Hal ini
dikategorikan
cerpen
memposisikan
dirinya
objek cerita.
memperhatikan posisi aktor, penulis, dan pembaca,
menceritakan
memiliki
perempuan demi memperoleh keuntungan
Representasi
untuk
tidak
sebagai
yang
mudah
menangis
setiap
mimpinya
emosional
bermimpi
sebagai
dalam
buruk.
sebuah
juga dilihat dari penceritaan oleh sang suami
Representasi
Perempuan
yang menggambarkan istrinya seolah-olah
dalam
dapat merasakan mimpinya tersebut menjadi
Cerpen Mimpi Istriku
kenyataan.
Tahapan representasi menurut John
Perempuan
Fiske terdiri adalah realitas, representasi, dan
domestik. Penempatan perempuan di ranah
ditandakan sebagai realitas. Cerpen berjudul
domestik berkaitan dengan tugas perempuan
Mimpi Istriku menampilkan kisah seorang yang
diliputi
oleh
direpresentasikan
sebagai sosok yang identik dengan ranah
ideologi. Pada level pertama, yakni peristiwa
perempuan
juga
sebagai ibu rumah tangga yang mengurus
mimpi-
segala keperluan rumah tangga. Hal ini
mimpinya. Ia terus menangis dan dibuat
terkadang
8
dianggap
sebagai
bentuk
marginalisasi terhadap perempuan, karena
memahami keadaan tokoh suami, sehingga
membatasi ruang gerak perempuan di ranah
secara
publik
mengidentifikasikan dirinya sesuai karakter
serta
domestik
dianggap
lebih
pekerjaan
rendah
rumah
dibandingkan
tidak
langsung
pembaca
akan
pada tokoh suami.
pekerjaan laki-laki sebagai pencari nafkah
Penulis menghadirkan wacana bagi
bagi keluarga. Pada cerpen Mimpi Istriku,
pembaca yang memposisikan diri sebagai
sang
tidak
laki-laki dengan beragam sapaan, sehingga
mampu diajak berbagi beban hidup dan
pembaca dapat menafsirkan penggambaran
hanya dapat memasak dan mengurus rumah
perempuan yang ditampilkan sebagai realitas
tangga.
yang
suami
menganggap
Perempuan
juga
istrinya
direpresentasikan
sesungguhnya.
Hal
ini
ditunjukkan
dengan sapaan tidak langsung berupa kata
berada pada posisi inferior, yakni memandang
“ini
perempuan sebagai sosok yang lemah dan
komunikasi
tidak mampu berdiri sendiri. Penempatan
sehingga
perempuan pada posisi inferior disebabkan
meyakinkan pembaca menyetujui suatu nilai
adanya
dan
untuk dipercaya dan diakui bersama. Dengan
menimbulkan
penggambaran perempuan yang ditampilkan
perbedaan peran di masyarakat. Pada cerpen
dalam teks, maka cerpen berjudul Mimpi
berjudul Mimpi Istriku dilihat dari penceritaan
Istriku berupaya melakukan pelanggengan
laki-laki yang menggambarkan perempuan
terhadap suatu nilai yang telah ada untuk
sebagai sosok yang bergantung pada laki-laki
diyakinkan dan diakui kembali.
perbedaan
perempuan
yang
fisik
laki-laki
kemudian
sangat
wajar” penulis dapat
yang
merupakan
dengan
pembaca,
mensugestikan
dan
dan ingin menjadi pusat perhatian suami.
Representasi perempuan yang telah
Melalui penceritaan suaminya, perempuan
disebutkan di atas merupakan stereotip yang
juga digambarkan tidak memiliki kemampuan
telah lama melekat pada perempuan. Laki-laki
untuk menjadi tulang punggung keluarga.
dipandang lebih kuat secara fisik, sedangkan
Level
ketiga,
yakni
kode-kode
perempuan sering diidentikkan sebagai sosok
representasi dihubungkan pada kepercayaan
yang
yang dominan di masyarakat. Dalam cerpen
mengekspresikan
berjudul Mimpi Istriku memposisikan penulis
menangis dibandingkan laki-laki. Sayangnya
sebagai
stereotip
laki-laki
yang
ditandai
dengan
emosional,
karena
lebih
kesedihannya
tersebut
menyebabkan
adanya
ketidakadilan
sudut pandang tokoh suami. Hal ini juga
perempuan yang emosional, tidak mampu
dipertegas dengan kata ganti orang pertama
berpikir rasional, dan selalu bergantung pada
yang digunakan penulis untuk menyebut
laki-laki akan menimbulkan pandangan bahwa
tokoh suami dalam menggambarkan dirinya,
perempuan tidak dapat tampil sebagai sosok
orang lain, dan peristiwa. Sementara itu,
yang kuat. Selain itu, perempuan akan
pembaca diposisikan sebagai laki-laki yang
dipandang
terlihat dari adanya penyapaan tidak langsung
sehingga perempuan akan terus dipandang
yang
rendah.
mengajak
pembaca
untuk
9
tidak
perempuan.
dengan
penceritaan kronologi peristiwa berdasarkan
seolah
pada
mudah
setara
dengan
Stereotip
laki-laki,
Seperti pada cerpen berjudul Mimpi Istriku,
sang
suami
memandang
mimpi-mimpinya.
istrinya
Perempuan
juga
direpresentasikan sebagai sosok yang
sebagai sosok yang naif, irasional, emosional,
berpikir
bodoh, dan hanya memiliki kekuatan cinta
perempuan selalu menganggap mimpi-
yang besar pada suaminya. Oleh karena itu,
mimpinya sebagai kenyataan hidup
suaminya memandang sang istri tidak mampu
yang harus dijalaninya. Selain itu,
berperan sebagai tulang punggung keluarga,
perempuan direpresentasikan identik
sehingga ia sebagai suami harus mampu
dengan
berdiri sendiri demi keluarganya.
perempuan dikaitkan dengan pekerjaan
Dengan memperhatikan penggambaran
secara
ranah
memasak
irasional,
domestik,
dan
mengurus
yakni
yakni
rumah
perempuan yang ditampilkan serta melihat
tangga.
posisi aktor, penulis, dan pembaca, maka
direpresentasikan berada pada posisi
cerpen
inferior,
berjudul
Mimpi
Istriku
berupaya
Perempuan
yakni
juga
perempuan
sebagai
melakukan pelanggengan terhadap suatu nilai
sosok yang bergantung pada laki-laki
yang telah ada untuk diyakinkan kembali.
dan tidak memiliki kemampuan sebagai
Nilai-nilai tersebut, yakni stereotip perempuan
tempat bertumpu bagi keluarganya.
yang berada pada posisi inferior, identik
c.
Kumpulan cerpen “BH” karya Emha
dengan ranah domestik, mudah emosional,
Ainun
Nadjib
dan irasional sebagai suatu hal yang diyakini
pelanggengan
sebagai sifat alamiah perempuan.
perempuan,
berupaya stereotip
sehingga
melakukan pada
menyebabkan
meluasnya citra perempuan pada posisi
5.
KESIMPULAN
second
class,
objek
seksual,
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat
emosional, irasional, identik dengan
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
ranah domestik, dan inferior. Secara
a.
Cerpen berjudul Lelaki Ke-1000 di
tidak langsung, masyarakat pun akan
Ranjangku menampilkan representasi
menerima nilai-nilai tersebut sebagai
perempuan yang berada pada posisi
suatu kewajaran atau sifat alamiah
second class, karena laki-laki memiliki
perempuan.
kekuasaan
menjual
istrinya
untuk
menjadi seorang pelacur. Selain itu,
6.
perempuan
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar
sebagai
juga objek
direpresentasikan seksual,
Analisis Teks Media. Yogyakarta:
yakni
memanfaatkan kecantikan dan tubuh perempuan
demi
LKiS. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan
mendapatkan
Transformasi Sosial. Yogyakarta:
keuntungan ekonomi. b.
Cerpen
berjudul
Mimpi
Istriku
Pustaka Pelajar. Nadjib, Emha Ainun. 2005. BH. Jakarta: PT
menampilkan representasi perempuan yang
mudah
DAFTAR PUSTAKA
emosional,
karena
Kompas Media Nusantara.
perempuan mudah menangis akibat
10
Nurhayati, Eti. 2012. Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perpektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Jurnal Online Hermawati, Tanti. 2007. Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender. Jurnal Komunikasi Massa, Vol.1, No. 1, 1824. Diakses 06 Agustus 2-17 pukul 21:00, dari https://digilib.uns.ac.id/dokumen/down load/10734/MjQxNDM=/BudayaJawa-dan-Kesetaraan-Genderabstrak.pdf
11