ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
RATNA INDRIASTI H34104055
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 i
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR Ratna Indriasti 1) dan Nunung Kusnadi 2) 1) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104055 2) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, Dr.Ir., MS ABSTRAK Hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam tanpa tanah, dengan menggunakan larutan nutrisi di dalam air. Sayuran hidroponik yang dihasilkan lebih higienis, tanpa pestisida, lebih renyah dan segar. Harga jual sayuran hidroponik jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional, namun biaya investasi dan operasional juga tinggi. Oleh karena itu, pengusahaan hidroponik perlu memperhatikan jenis sayuran yang diproduksi yaitu sayuran yang memiliki nilai jual tinggi atau sayuran yang tergolong eksklusif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penelitian dilakukan pada Desember 2012 sampai Februari 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun PT KSS memproduksi jenis sayuran yang sama dengan sayuran konvensional (bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy), usaha yang dilakukan tetap menguntungkan dan efisien dikarenakan harga jual dan produktivitas yang tinggi sehingga dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio yang diperoleh tiap komoditas berkisar antara 1,3 hingga 2,9. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan komoditas lainnya. Kata kunci : hidroponik, struktur biaya, keuntungan, efisiensi usaha
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR Ratna Indriasti 1) dan Nunung Kusnadi 2) 1) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104055 2) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, Dr.Ir., MS
ABSTRACT Hydroponic is a technology of growing plants using mineral nutrient solutions in water, without soil. Hydroponic technology produces more hygienic, non pesticide, crisper and fresher vegetables. Hydroponic vegetables price is far more expensive than conventional vegetables, however the investment and operating costs are higher. Therefore, in hydroponic cultivation need to consider the type of vegetables produced are high value vegetables or exclusive. The aim of this research is to analyze the cost structure, revenue, profit, and efficiency of hydroponic vegetables business in PT KSS. This research was conducted from December 2012 to February 2013. The results of the research showed that although the PT KSS producing the same type vegetables with conventional vegetables (such as spinach, water spinach, caysim, and pakcoy), the business remain profitable and efficient because of the higher price and higher productivity of hydroponic vegetables that can cover the cost. The R/C ratio obtained by each commodity is ranging from 1,3 to 2,9. Hydroponic water spinach commodity is the most efficient and profitable commodity compare to the other. Keywords : hydroponic, cost structure, profit, efficiency
RINGKASAN RATNA INDRIASTI. Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Teknologi hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi di dalam air. Sayuran hidroponik yang dihasilkan lebih higienis, tanpa pestisida, lebih renyah dan segar. Harga jual sayuran hidroponik jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional, namun biaya investasi dan operasional juga tinggi. Oleh karena itu, pengusahaan hidroponik perlu memperhatikan jenis sayuran yang diproduksi yaitu sayuran yang memiliki nilai jual tinggi atau sayuran yang tergolong eksklusif. PT Kebun Sayur Segar (PT KSS) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran hidroponik. PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan menggunakan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penelitian ini dilaksanakan di PT KSS yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Waktu pengambilan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel. Konsep dan alat analisis yang digunakan yaitu analisis struktur biaya, analisis keuntungan dan efisiensi usaha serta analisis titik impas. Berdasarkan analisis struktur biaya, biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya sewa lahan, penyusutan greenhouse persemaian, penyusutan greenhouse pembesaran, penyusutan sarana irigasi, penyusutan peralatan, tenaga kerja tetap, listrik, distribusi. Komponen biaya tetap tertinggi yaitu biaya tenaga kerja dan biaya distribusi. Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen. Pada usaha hidroponik biaya investasi yang dibutuhkan tinggi sehingga biaya tetap merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya tenaga kerja harian, biaya penggunaan benih, rockwool, nutrisi, dan kemasan. Komponen biaya variabel tertinggi yaitu biaya tenaga kerja harian. Persentase total biaya variabel terhadap total biaya berkisar antara 28-40 persen. Biaya produksi yang paling kecil yaitu pada komoditas kangkung. Penggunaan metode substrat dengan media kerikil pada komoditas kangkung dapat menghemat biaya. Jumlah produksi sayuran hidroponik PT KSS tinggi dikarenakan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan konvensional. Harga jual sayuran hidroponik juga memiliki harga premium yaitu Rp 38.000 per kilogram, sementara itu pada pengamatan di lapangan harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 – 10.000 per kilogram. Apabila sayuran hidroponik
ii
dijual dengan harga konvensional maka PT KSS tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Harga jual yang tinggi juga dikarenakan tingginya kualitas sayuran hidroponik. Dari hasil analisis efisiensi usaha (R/C rasio) menunjukkan bahwa usaha sayuran hidroponik PT KSS efisien untuk dijalankan (R/C > 1). Nilai R/C rasio pada komoditas caysim yaitu 1,27, pakcoy 1,49, bayam 1,61, dan kangkung 2,71. Penerimaan kangkung hidroponik paling tinggi dengan penggunaan biaya yang paling rendah sehingga menghasilkan usaha yang sangat efisien. Berdasarkan analisis titik impas memperlihatkan bahwa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditas berbeda sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya. Komoditas kangkung memiliki jumlah minimum/titik impas yang paling rendah, sedangkan komoditas caysim memiliki titik impas yang paling tinggi. Pada komoditas kangkung jumlah minimum produksi yaitu 3.473 kg, sedangkan jumlah produksi aktual mencapai 13.300 kg. Semakin jauh nilai titik impas produksi dengan jumlah produksi aktual, maka dapat dikatakan bahwa keuntungan yang diperoleh semakin besar. Meskipun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan konvensional, namun usaha sayuran hidroponik yang dijalankan tetap efisien dan menguntungkan. Hal ini dikarenakan harga jual serta produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya.
iii
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR
RATNA INDRIASTI H34104055
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
iv
Judul Skripsi
: Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor
Nama
: Ratna Indriasti
NIM
: H34104055
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2013
Ratna Indriasti H34104055
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 1989. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Widayat dan Ibu Waltiyah. Pendidikan SD ditempuh penulis dari tahun 1994 di SDN Peninggilan 01 Tangerang sampai pada tahun 2000. Penulis kemudian menempuh pendidikan SMP dari tahun 2000 di SMPN 3 Tangerang sampai pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun berikutnya di SMA Yadika 5 Jakarta dan lulus pada tahun 2006 dengan jurusan IPA. Penulis diterima di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, Program Diploma Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di RSUD Cibinong Bogor dan Hotel Pangrango 2 Bogor pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010, penulis bekerja di Mayapada Hospital Tangerang sebagai ahli gizi. Penulis melanjutkan studi ke program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes pada tahun 2010. Penulis pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan acara siang keakraban mahasiswa alih jenis agribisnis pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis juga sempat bekerja pada sebuah CV yang bergerak di bidang kuliner.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di PT Kebun Sayur Segar sebagai salah satu perusahaan penghasil sayuran hidroponik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dikemudian hari.
Bogor, Mei 2013 Ratna Indriasti
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, ilmu, arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.
2.
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama. Terima kasih atas koreksi dan masukan yang telah diberikan.
3. Ir. Harmini, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji Komisi Pendidikan. Terima kasih atas koreksi dan masukan yang telah diberikan. 4.
Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si yang telah menjadi pembimbing akademik selama perkuliahan dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.
6.
Orangtua (Bapak Widayat dan Ibu Waltiyah), kedua kakak tersayang (Risad Yanuar dan Anjar Hermawan S.Kom, MT) dan keluarga tercinta atas setiap doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
7.
Pihak PT Kebun Sayur Segar terutama manajer produksi yang telah meluangkan waktu, memberikan kesempatan dan berbagai informasi yang dibutuhkan penulis.
8.
Sahabat dan teman seperjuangan Agribisnis Alih Jenis 1 terutama Dwi Gama dan Tita Nursiah yang telah memberikan dukungan, semangat, serta sharing selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.
9.
Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan berbagai bantuan kepada penulis.
Bogor, Mei 2013 Ratna Indriasti
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xiv
I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan ......................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
1 1 5 6 6 6
II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Keunggulan Teknologi Hidroponik ......................................... 2.2 Karakteristik Produk Hidroponik ............................................. 2.3 Struktur Biaya dan Produktivitas Sayuran Hidroponik .............
7 7 9 11
III
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual ...................................................... 3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik .......................................................................... 3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik ............... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................
15 15
METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 4.3.1 Analisis Struktur Biaya .................................................... 4.3.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik ..................................................................... 4.3.3 Analisis Titik Impas ..........................................................
25 25 25 25 26
GAMBARAN UMUM USAHA ………………………………….. 5.1 Sejarah Perusahaan ................................................................. 5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis Perusahaan .............................. 5.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan ........... 5.4. Sarana dan Prasarana Budidaya Sayuran Hidroponik .............................................................................. 5.5 Proses Budidaya Sayuran Hidroponik ..................................... 5.6 Pemasaran Sayuran Hidroponik ...............................................
31 31 32 32
IV
V
15 18 20 22
28 30
34 37 41
x
VI
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PT KSS …… 6.1 Analisis Struktur Biaya Sayuran Hidroponik ......................... 6.1.1 Biaya Tetap .................................................................... 6.1.2 Biaya Variabel ................................................................ 6.2 Analisis Penerimaan Sayuran Hidroponik ............................. 6.3 Analisis Keuntungan, Efisiensi Usaha, dan Titik Impas Sayuran Hidroponik ..................................... 6.4 Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional ............................................................
43 43 43 47 50 52 55
VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 7.1 Kesimpulan ............................................................................. 7.2 Saran ...........................................................................................
57 57 58
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
59
LAMPIRAN ...........................................................................................
62
xi
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010 ...............................................................
1
2.
Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran (ton) di Indonesia Tahun 2009-2010 ........................................................ 2
3.
Perbandingan Produktivitas Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Non Hidroponik ................................................................... 14
4.
Struktur Biaya Usaha Sayuran Hidroponik PT KSS per 500 m2 per tahun ..................................... ................................... 27
5.
Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 per tahun ........................................ 29
6.
Komponen Biaya Tetap Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun .............................................. 45
7.
Komponen Biaya Variabel Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ............................................
48
8.
Struktur Biaya Produksi Sayuran Hidroponik ..........................
50
9.
Penerimaan Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun .................................................................. 51
10.
Keuntungan Usaha Sayuran Hidroponik pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ....................................
52
Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun .....................................
53
12.
Titik Impas pada Tiap Komoditas Sayuran Hidroponik ...........
54
13.
Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional ................................................................................
55
11.
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total ....................... 16
2.
Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual ......................... 17
3.
Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan ...................................
4.
Kerangka Pemikiran Operasional ................................................... 24
5.
Greenhouse Tipe Piggyback dengan Kerangka Bambu ..........
6.
Sarana Irigasi Sistem Hidroponik NFT di PT KSS .......................... 35
7.
Bedengan/Rak Tanam Sayuran Hidroponik di PT KSS .................. 36
8.
Media Tanam Rockwool di PT KSS ................................................. 36
9.
Benih Pakcoy Takii .....................................................................
36
10.
Sistem Budidaya NFT dan NFT Metode Substrat ......................
37
11.
Proses Persemaian Benih di PT KSS ................................................ 38
12.
Proses Pembesaran Bibit di PT KSS ................................................. 38
13.
Daun Bayam yang Terkena Kutu .................................................. 39
14.
Kegiatan Panen di PT KSS ............................................................... 40
15.
Kegiatan Pengemasan di PT KSS..................................................... 41
21
35
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5.
6.
Halaman Perhitungan Penyusutan Greenhouse Persemaian dan Pembesaran di PT KSS .........................................................
63
Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Bayam, Caysim, Pakcoy pada Luas Lahan 500 m2 ............................
64
Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Kangkung Media Kerikil pada Luas Lahan 500 m2 ...............................
65
Join Cost Penyusutan Peralatan untuk Komoditas Bayam, Pakcoy, Caysim, Kangkung ....................................
...... 66
Perhitungan Tenaga Kerja untuk Komoditi Bayam, Caysim, Pakcoy, Kangkung .....................................................
67
Struktur Biaya, Keuntungan, dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun dengan Penggunaan Harga Sayuran Konvensional ....................
68
xiv
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu komoditas hortikultura. Hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Komoditas hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010 No.
Kelompok Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rupiah)
Laju pertumbuhan (%)
2007
2008
2009
2010
2008
2009
2010
1
Buah-buahan
42.362
47.060
48.437
45.482
11,09
2,93
-6,1
2
Sayuran
25.587
28.205
30.506
31.244
10,23
8,16
2,42
3
Tanaman Hias
4.741
5.085
5.494
6.174
7,26
8,04
12,38
4
Biofarmaka
4.105
3.853
3.897
3.665
-6,14
1,14
-5,95
Total PDB Hortikultura
76.795
84.203
88.334
86.565
9,65
4,91
-2,0
Kontribusi Sayuran (%)
33,3
33,5
34,5
36,1
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai PDB hortikultura yaitu dari kelompok komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka relatif mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Laju pertumbuhan komoditas sayuran dan tanaman hias selalu positif pada tiap tahunnya, sedangkan buah-buahan dan biofarmaka mengalami pertumbuhan yang negatif pada tahun 2008 dan 2010. Komoditas sayuran merupakan komoditas yang memiliki nilai PDB tertinggi kedua setelah buah-buahan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran menjadi komoditas yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia.
1
Komoditas sayuran dapat memberikan kontribusi terhadap PDB hortikultura sebesar 33 sampai dengan 36 persen dari total PDB hortikultura pada tahun 2007 hingga 2010. Komoditas sayuran memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia khususnya dalam hal kecukupan pangan dan gizi yang dibutuhkan. Meningkatnya populasi penduduk, kesejahteraan masyarakat, serta pengetahuan masyarakat akan kesehatan maka akan berpengaruh terhadap peningkatan permintaan sayuran sehingga produksi sayuran harus ditingkatkan. Secara umum, produksi sayuran di Indonesia pada tahun 2009-2010 mengalami perkembangan produksi yang positif. Perkembangan produksi beberapa tanaman sayuran (ton) pada tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran (ton) di Indonesia Tahun 2009-2010 No. Jenis Sayuran 2009 2010 Perkembangan (%) 1
Kembang Kol
2
Paprika
3
96.038
101.205
5,38
4.462
5.533
24,00
Jamur
38.465
61.376
59,56
4
Tomat
853.061
891.616
4,52
5
Terung
451.654
482.305
6,81
6
Buncis
290.993
336.494
15,64
7
Ketimun
583.139
547.141
-6,17
8
Labu Siam
321.023
369.846
15,21
9
Kangkung
360.992
350.879
-2,80
10
Bayam
173.750
152.334
-12,33
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)
Perkembangan produksi sayuran di Indonesia secara umum memang positif, namun impor sayuran dari luar negeri seperti negara China dan Thailand masih terus memasuki pasar dalam negeri. Impor buah dan sayuran mencapai angka 1,1 juta ton pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,6
2
juta ton. Pada kenyataannya, terdapat banyak penyakit yang ditemukan pada produk impor sehingga produk sayuran impor tidak baik untuk dikonsumsi secara terus menerus. Sayuran yang diimpor dari luar negeri berbagai macam jenisnya seperti bunga kol, brokoli, bayam, pakcoy, seledri, paprika, dan kentang. Sayuran impor dinilai memiliki penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan sayuran produksi dalam negeri. Daya saing produk hortikultura terutama sayuran harus ditingkatkan untuk dapat bersaing dengan produk impor yang ada1. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan pendidikan masyarakat, permintaan terhadap komoditas sayuran terutama sayuran segar terus meningkat. Konsumsi sayuran di Indonesia menurut Kementrian Pertanian pada tahun 2010 sebesar 35 kg/kapita/tahun dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 41,9 kg/kapita/tahun2. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat saat ini juga menyebabkan adanya pergeseran pola konsumsi dan gaya hidup ke arah yang lebih baik. Pergeseran tersebut meningkatkan permintaan terhadap sayuran lebih higienis dan tidak menggunakan pestisida. Beberapa tahun terakhir sudah bermunculan industri sayuran yang berbeda dengan konvensional. Industri ini menghasilkan sayuran yang higienis dengan menggunakan teknologi tinggi seperti hidroponik dan aeroponik. Teknologi hidroponik dan aeroponik sudah diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menangkap peluang besar terhadap permintaan sayuran sehat dan higienis. Perusahaan yang cukup besar antara lain PT Kebun Sayur Segar dan PT Saung Mirwan di Bogor, PT Amazing Farm di Bandung, dan PT Horti Jaya Lestari di Sumatera Utara. Penggunaan teknologi tinggi tersebut membutuhkan biaya yang juga tinggi sehingga petani tradisional belum tertarik untuk mengusahakan sayuran tersebut. Teknologi aeroponik lebih jarang diusahakan dibandingkan dengan teknologi hidroponik. Teknologi hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber. Teknologi hidroponik ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknik bertanam secara 1
www.waspada.co.id. 19 Jenis Penyakit Eksotis Buah dan Sayuran Impor. [12 November 2012] 2 www.republika.co.id. Masih Rendah, Tingkat Konsumsi Sayuran di Indonesia. [15 November 2012]
3
tradisional. Keunggulan hidroponik antara lain ramah lingkungan, produk yang dihasilkan higienis, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil tanaman dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat. Sayuran yang diproduksi dengan sistem hidroponik juga menjadi lebih sehat karena terbebas dari kontaminasi logam berat industri yang ada di dalam tanah, segar dan tahan lama serta mudah dicerna3. Seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan, sayuran yang diproduksi dengan tidak menggunakan pestisida mulai dipilih untuk dikonsumsi sehari-hari. Peningkatan jumlah penduduk dan disertai dengan kesadaran tinggi akan produk yang bersih dan higienis menjadi peluang pasar yang amat besar. Saat ini penduduk kota besar terutama kalangan atas memiliki kecenderungan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Penggunaan produk-produk berkualitas memberikan rasa nyaman bagi penggunanya. Jika 10 persen saja penduduk Indonesia memilih produk yang berkualitas dan bersih, berarti ada sekitar 20 juta penduduk yang membutuhkan produk hidroponik setiap harinya4. Sayuran yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional namun biaya yang diperlukan tinggi. Oleh karena itu, segmen pasar yang dituju umumnya yaitu kalangan ekonomi menengah ke atas. Dengan kualitas yang tinggi dan segmen pasar yang khusus tersebut, sayuran hidroponik dapat dijual dengan harga premium atau harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar. Sayuran hidroponik yang diproduksi dipasarkan ke supermarket, swalayan, hotel, dan restoran. Jenis sayuran hidroponik yang dipasarkan biasanya merupakan sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value) seperti paprika, timun jepang, cabai jepang, dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut, pengusahaan hidroponik menjadi penting untuk memperhatikan jenis sayuran yang diusahakan.
3
www.jirifarm.com Keuntungan Budidaya Tanaman Hidroponik [23 September 2012] www.binaukm.com Prospek Pasar Produk Hidroponik dalam Peluang Usaha Budidaya Tanaman Secara Hidroponik Murah dan Sederhana [23 September 2012] 4
4
1.2
Perumusan Masalah Seiring dengan adanya peningkatan pengetahuan konsumen terhadap
kesehatan, bahaya pestisida, serta isu ramah lingkungan membuat sayuran hidroponik mulai diminati masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari. Peningkatan konsumsi sayuran hidroponik memberikan peluang besar untuk usaha sayuran hidroponik. Usaha sayuran dengan teknologi hidroponik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem konvensional, yaitu ramah lingkungan, produk yang dihasilkan higienis dan sehat, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil tanaman dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat5. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran hidroponik yaitu PT Kebun Sayur Segar (PT KSS). PT KSS memulai usaha hidroponik sejak tahun 2000, dan berbentuk badan hukum PT pada tahun 2003. Berdasarkan wawancara dengan manajer produksi diperoleh informasi bahwa permintaan sayuran hidroponik rata-rata tiap tahunnya meningkat. Sebagai contohnya, pada tahun 2011 permintaan bayam hidroponik PT KSS rata-rata sebanyak 220 pack/hari, dan meningkat pada tahun 2012 rata-rata mencapai 240 pack setiap harinya atau setara dengan 60 kg/harinya. PT KSS memasarkan produknya ke berbagai supermarket dan hypermart. Teknologi
hidroponik
memiliki
banyak
keunggulan,
namun
konsekuensinya usaha sayuran hidroponik membutuhkan biaya yang tinggi dalam produksinya. Biaya investasi serta biaya operasional yang dibutuhkan seperti tenaga kerja, distribusi, penyediaan sarana irigasi memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga jenis sayuran yang diusahakan serta harga jual sayuran hidroponik penting untuk diperhatikan oleh pengusaha sayuran hidroponik. PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan menggunakan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value). Oleh karena itu, menjadi penting untuk dipelajari struktur biaya, penerimaan, dan keuntungan usaha sayuran hidroponik PT KSS. Apakah usaha sayuran hidroponik PT KSS efisien untuk dijalankan? 5
www.jirifarm.com. Keuntungan Budidaya Tanaman Hidroponik [23 September 2012]
5
1.2
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1.
Menganalisis struktur biaya usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
2.
Menganalisis penerimaan usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
3.
Menganalisis keuntungan dan efisiensi usaha sayuran hidroponik PT KSS.
1.3
Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
informasi dan gambaran yang bermanfaat bagi produsen sayuran hidroponik khususnya untuk mengambil keputusan dalam perencanaan dan pelaksanaan produksi agar memperoleh usaha yang efisien dan menguntungkan. Kegunaan penelitian untuk penulis sendiri yaitu bermanfaat dalam melatih kemampuan analisis serta latihan di dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi, sebagai bahan referensi mengenai analisis usaha berdasarkan struktur biaya dan harga jual serta dapat digunakan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi untuk mengetahui keuntungan
dan efisiensi usaha yang diperoleh pada usaha sayuran hidroponik dengan berdasarkan struktur biaya dan harga jual produk PT KSS. Pada penelitian ini biaya investasi tidak dianalisis dengan kriteria investasi jangka panjang. Biaya dihitung dalam kerangka waktu jangka pendek, yang dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel sehingga biaya investasi diperhitungkan sebagai biaya penyusutan dan dimasukkan ke dalam komponen biaya tetap.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Keunggulan Teknologi Hidroponik Hidroponik merupakan sebutan untuk sebuah teknologi bercocok tanam
tanpa menggunakan tanah. Media untuk menanam digantikan dengan media tanam lain seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan dan steril untuk digunakan. Hal yang terpenting pada hidroponik adalah penggunaan air sebagai pengganti tanah untuk menghantarkan larutan hara ke dalam akar tanaman. Hidroponik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu hydroponick. Kata hydroponick merupakan gabungan dari dua kata yaitu hydro yang artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi dapat dikatakan hidroponik merupakan proses pengerjaan dengan air, yaitu merupakan sistem penanaman dgn media tanam yang banyak mengandung air (Prihmantoro H dan Indriani YH 1998; Sameto H 2003). Budidaya
tanaman
hidroponik
dilakukan
di
dalam
greenhouse.
Greenhouse sering diartikan sebagai rumah kaca, namun saat ini penggunaan kaca sudah banyak digantikan dengan penggunaan plastik karena harganya yang lebih murah dan mudah didapat. Penggunaan greenhouse pada dasarnya untuk melindungi tanaman dari faktor alam seperti cuaca yang ekstrim (angin kencang, intensitas hujan dan radiasi matahari yang tinggi), gangguan hama, serta melindungi tanaman dari kelembaban yang tinggi. Penggunaan greenhouse membuat tanaman terlindungi dari serangan hama sehingga penggunaan pestisida dapat dihindari dan produk yang dihasilkan menjadi lebih sehat. Menurut Prihmantoro H dan Indriani YH (1998), meskipun greenhouse pada dasarnya digunakan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang ideal, namun untuk usaha komersial pemilihan lokasi juga harus diperhatikan. Beberapa syarat pemilihan lokasi pendirian greenhouse yaitu ditempatkan di tempat terbuka, mempunyai sirkulasi, dapat mengurangi intensitas cahaya matahari, dapat mengurangi angin, serta steril. Bertanam secara hidroponik memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan budidaya tanaman menggunakan media tanah. Kelebihan hidroponik antara lain (1) serangan hama dan penyakit cenderung jarang, dan lebih mudah untuk dikendalikan, (2) penggunaan pupuk dan air lebih efisien, (3) lebih bersih 7
dan steril, (4) pekerjaan relatif lebih ringan karena tidak harus mengolah tanah dan memberantas gulma, (4) larutan nutrisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, (5) hidroponik dapat diusahakan di mana saja, tidak harus diusahakan pada lahan luas, (6) tanaman hidroponik dapat dibudidayakan tanpa bergantung pada musimnya (Prihmantoro H dan Indriani YH 1998; Suhardiyanto H 2011). Dari berbagai keunggulan tersebut, teknologi hidroponik lebih efektif dan efisien untuk dijalankan dibandingkan dengan bercocok tanam secara konvensional. Penggunaan media air sebagai pengganti media tanah juga merupakan cara untuk menghasilkan produk yang lebih bersih, higienis, tanpa adanya kontaminasi dari berbagai limbah atau zat berbahaya yang mungkin terdapat di dalam tanah. Produk yang lebih higienis dapat menjadi kekuatan utama dari produk hidroponik yang dapat menarik minat konsumen untuk memilih produk hidroponik tersebut. Produk konvensional yang ditanam dengan media tanah menghasilkan pertumbuhan dan kualitas tanaman yang kurang baik karena tanah yang digunakan secara terus menerus dan berkelanjutan akan menurun tingkat kesuburan serta strukturnya. Teknologi hidroponik merupakan alternatif yang baik untuk memperoleh hasil produksi yang lebih baik dari segi kualitas, kuantitas serta kontinuitas. Nutrisi yang diberikan pada tanaman hidroponik dapat langsung diserap sempurna dan waktu panen lebih cepat. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan pakcoy yang ditanam secara hidroponik dan non hidroponik berbeda. Pakcoy yang ditanam secara hidroponik memiliki tingkat pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan non hidroponik. Pakcoy hidroponik ditanam dengan media arang sekam dan hasil produksinya memiliki tinggi tanaman, jumlah daun, serta luas daun yang lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa teknologi hidroponik menghasilkan produk yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas (Permana HW 2001; Savvas D 2003). Produk yang dihasilkan dengan teknologi hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi konvensional. Sebagai contohnya, melon hidroponik kultivar sky rocket dan honeydew memiliki daging buah yang lebih banyak dan lebih renyah, rasa yang lebih manis, lebih segar, dan lebih harum. Contoh lainnya yaitu lettuce yang dibudidayakan dengan teknologi hidroponik memiliki bentuk krop yang lebih besar, lebih bersih dan higienis.
8
Paprika hidroponik juga berkualitas lebih baik dibandingkan konvensional yaitu daging buah yang lebih tebal dan keras, warna buah yang lebih merata dan mengkilap serta lebih higienis (Wahendra R 1999; Widia HS 2000; Prihmantoro H dan Indriani YH 2002). Dari berbagai contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa produk hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dari segi penampilan fisik dan rasa. Keunggulan dan kualitas yang lebih baik pada produk hidroponik ternyata menjadi pertimbangan awal bagi konsumen dalam keputusan pembelian sayuran hidroponik. Konsumen memperhatikan kebersihan, kesegaran, warna dan ukuran dari sayuran hidroponik yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional. Aspek higienis menjadi alasan utama konsumen untuk mengkonsumsi sayuran hidroponik. Higienis seringkali menjadi pembeda utama sayuran hidroponik dengan sayuran konvensional dikarenakan sayuran hidroponik tidak ditanam pada media tanah. Disamping itu, konsumen memperhatikan kandungan gizi yang ada pada sayuran hidroponik yang dianggap lebih tinggi. Namun kandungan gizi sebenarnya tidak dapat diketahui secara langsung sehingga diragukan apakah konsumen benar-benar mengetahui tentang kandungan gizi sayuran hidroponik (Halim P 2000). Pada pengamatan di lapangan, sayuran hidroponik yang dijual di pasar modern umumnya menggunakan kemasan yang baik dan kedap udara sehingga produk dapat terbebas dari kontaminasi kotoran dan bakteri yang ada di udara luar. Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa produk hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk konvensional. Kualitas yang lebih baik misalnya dari segi rasa, tekstur, aroma, penampilan fisik, dan yang paling utama produk yang dihasilkan lebih higienis. Kualitas dan aspek higienis menjadi alasan utama konsumen dalam memilih produk hidroponik. 2.2
Karakteristik Produk Hidroponik Teknologi hidroponik merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan
tanaman yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil tanaman yang ditanam secara konvensional. Tanaman yang diproduksi dengan teknologi hidroponik biasanya merupakan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi (high value) atau sering disebut juga dengan sayuran 9
eksklusif. Sayuran eksklusif ini merupakan kelompok sayuran komersial pilihan yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen golongan tertentu (khusus), sehingga nilai jualnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lokal lainnya. Jenis sayuran yang tergolong eksklusif dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut (Soeseno S 1999). 1) Sayuran daun yaitu sayuran yang dipungut hasil daunnya, seperti baby kailan brokoli, horenzo atau bayam jepang, kubis merah, mithsuba atau seledri jepang, tang oh atau tong hao, lettuce yang terdiri dari lettuce head (selada berkrop) dan lettuce leaf (selada daun). 2) Sayuran buah yaitu sayuran yang dipungut buahnya, seperti kaboca atau labu jepang, nasubi atau terong jepang, okura atau okra, zucchini atau labu sucini, paprika, tomat recento, kyuuri atau mentimun jepang. 3) Sayuran penyedap masakan yaitu sayuran yang dipungut hasilnya sebagai bumbu penyedap, seperti basil atau selasih, chives atau bawang kucai, dill atau hades, marjoram, sage, parsley atau peterseli. Produk hidroponik yang diusahakan di Indonesia juga beragam jenisnya. PT Saung Mirwan yang berada di Mega Mendung Bogor mengusahakan berbagai sayuran seperti paprika, tomat apel, tomat cherry, lettuce, shisito atau cabai jepang, timun mini, dan timun jepang. Perusahaan lain seperti PT Amazing Farm di Lembang Bandung mengusahakan sayuran hidroponik dan aeroponik. Sayuran yang paling banyak diproduksi yaitu berbagai macam jenis selada (selada keriting, lollorossa, dan romaine). Selain itu, jenis sayuran konvensional juga diproduksi dengan aeroponik yaitu caysim, bayam, kangkung, dan pakcoy. PT Horti Jaya Lestari di Sumatera Utara mengusahakan paprika dan timun jepang hidroponik (Astuti MD 2007; Ginting D 2009; Prawoto B 2012). Paprika merupakan sayuran yang paling banyak diusahakan dengan teknologi hidroponik. PT ABBAS Agri, PT JORO, dan PT Triple A yang terletak di daerah Jawa Barat memproduksi paprika hidroponik. Paprika merupakan sayuran yang biasanya hanya dapat ditemukan di pasar swalayan dan supermarket dengan harga jual yang cukup mahal. Tidak hanya sayuran, melon hidroponik juga diusahakan di Kebun Agrowisata Cilangkap Jakarta Timur, dan di PT Mekar Unggul Sari Cileungsi Bogor (Tampubolon SH 2005; Rindyani R 2012).
10
Dari berbagai penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan biasanya merupakan komoditas yang memiliki nilai jual tinggi (high value) dan juga berupa tanaman sayuran sub tropis yang jarang diproduksi dengan teknologi konvensional. Komoditas yang high value berpeluang besar untuk diusahakan karena permintaan yang juga tinggi baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor. 2.3
Struktur Biaya dan Produktivitas Sayuran Hidroponik Seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya,
teknologi
hidroponik
merupakan teknologi tinggi dalam memproduksi sayuran. Teknologi tinggi umumnya membutuhkan biaya yang juga tinggi baik dari segi biaya investasi maupun biaya operasional sehingga mempengaruhi bagaimana struktur biayanya. Struktur biaya ditentukan oleh teknologi yang digunakan, besaran skala usaha, dan juga komoditas yang diusahakan sehingga struktur biaya suatu usaha berbeda dengan usaha lainnya. Hidroponik merupakan teknologi tinggi dalam memproduksi sayuran sehingga biaya yang dibutuhkan juga tinggi. Penggunaan greenhouse serta berbagai
sarana dan prasarana penunjang
dalam teknologi hidroponik
menyebabkan dibutuhkannya biaya investasi yang tinggi. Biaya yang tinggi sering disebut
sebagai
kelemahan
dalam
teknologi
hidroponik.
Hidroponik
membutuhkan modal yang besar atau investasi yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sistemnya. Penggunaan greenhouse, sarana irigasi, dan peralatan menjadi modal utama untuk dapat menjalankan teknologi hidroponik. Terlebih lagi apabila dilakukannya peningkatan kualitas sistem yang lebih canggih seperti penggunaan aplikasi komputer yang otomatis maka biaya investasi yang dibutuhkan akan semakin besar (Rosario AD dan Santos 1990; Chow V 1990; Savvas D 2003). Seperti yang dilakukan pada penelitian Anggraini A (1999), pada komoditas tomat recento hidroponik, biaya tetap merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan. Biaya tetap ini terdiri dari penyusutan greenhouse, instalasi NFT, instalasi listrik, kantor, gudang dan peralatan. Besarnya biaya greenhouse dengan luas 2600 m2 mencapai 64 persen dari keseluruhan total biaya investasi. Biaya variabel terdiri dari polybag, bibit, nutrisi, dan tenaga kerja. Komoditas 11
tomat recento hidroponik juga diteliti oleh Dahlia E (2002) pada perusahaan yang berbeda. Biaya investasi juga merupakan komponen biaya terbesar pada usaha tomat recento hidroponik di PT Prima Tani dengan biaya pembangunan greenhouse dengan luas 1 Ha mencapai 42 persen dari total biaya investasi yang dikeluarkan. Biaya variabel merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya investasi yang terdiri dari biaya penyediaan input seperti polybag, sekam, bibit, nutrisi dan tenaga kerja. Input yang digunakan pada usaha sayuran hidroponik memang berbeda dengan konvensional sehingga biaya variabel pada usaha hidroponik relatif lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa dalam pengusahaan sayuran hidroponik, biaya produksi yang dibutuhkan tinggii karena adanya penggunaan teknologi tinggi yang berbeda dengan teknik bertanam konvensional. Penelitian mengenai struktur biaya sayuran hidroponik juga dilakukan oleh Tampubolon SH (2005) yang membandingkan struktur biaya tiga perusahaan (PT ABBAS Agri, PT JORO, PT Triple A) untuk menganalisis persaingan usaha. Struktur biaya usaha sayuran hidroponik pada ketiga perusahaan berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan pada penggunaan inputnya seperti benih, nutrisi, media tanam serta perbedaan sewa lahan atau milik sendiri. Biaya tetap yang ada berupa biaya penyusutan greenhouse dan penyusutan sarana irigasi. Untuk menganalisis persaingan usaha, selain struktur biaya digunakan pula analisis pendapatan dan pengeluaran agar diketahui usaha yang menguntungkan. Selain biaya investasi, biaya tenaga kerja dan distribusi dalam usaha sayuran hidroponik juga tinggi. Pada produksi bayam hidroponik dengan sistem NFT media kerikil, biaya tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 35,3 persen dari total biaya, sedangkan biaya bahan bakar untuk distribusi mencapai 21,8 persen dari total biaya (Anggayuhlin R 2012). Dalam teknologi hidroponik, penggunaan lahan untuk menanam lebih efisien. Tanaman dapat diatur sedemikian rupa tanpa memerlukan jarak tanam yang lebar seperti pada bercocok tanam dengan media tanah. Penggunaan pupuk/nutrisi dan penggunaan air lebih efisien karena dengan teknologi hidroponik, nutrisi dilarutkan bersama air dan air dialirkan secara sirkulasi serta langsung diserap oleh akar tanaman. Selain itu, periode tanam pada teknologi hidroponik lebih pendek sehingga tanaman lebih cepat dipanen. Dari pernyataan
12
tersebut, biaya produksi pada hidroponik bisa saja ditekan dengan penggunaan lahan, air dan nutrisi secara efisien serta adanya peningkatan produksi dan hasil panen (Rosario AD dan Santos 1990; Chow V 1990; Agustina H 2009). Produktivitas sayuran hidroponik juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas sayuran yang ditanam secara konvensional. Produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi dikarenakan pemberian nutrisi dan air yang langsung dapat diserap oleh akar tanaman dan dialirkan ke seluruh bagian tanaman serta tanaman tidak terkontaminasi dengan adanya kemungkinan logam, bahan kimia, dan zat lain yang ada di dalam tanah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Collins pada tahun 1985 mengenai perbandingan produktivitas beberapa sayuran yang ditanam secara hidroponik dan konvensional di Universitas Arizona. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas sayuran hidroponik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas non hidroponik, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Pada penelitian lain menunjukkan bahwa produktivitas selada keriting hidroponik mencapai 12 ton/Ha, sementara produktivitas selada konvensional hanya mencapai 3-8 ton/Ha (Prawoto B 2012). Produktivitas sayuran hidroponik yang lebih tinggi dibandingkan konvensional diduga dapat menjadi solusi untuk menekan biaya hidroponik yang tinggi. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, dapat disimpulkan bahwa struktur biaya memperlihatkan bagaimana komposisi biaya yang ada pada tiap usaha berbeda-beda. Struktur biaya dapat dipengaruhi oleh teknologi, skala usaha, dan jenis komoditasnya. Pada usaha yang sama, tetapi skala usaha berbeda, maka akan menghasilkan struktur biaya yang berbeda pula. Pada
hidroponik
yang
menggunakan
teknologi
yang
tinggi umumnya
membutuhkan biaya yang tinggi terutama dalam hal biaya investasi. Biaya yang tinggi mungkin saja dapat ditekan dan ditutupi oleh penggunaan lahan, air, dan pupuk secara efisien dan tingginya produktivitas sayuran hidroponik. Oleh karena itu, struktur biaya penting diketahui untuk melihat komposisi biaya yang ada pada suatu usaha.
13
Tabel 3. Perbandingan Produktivitas Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Non Hidroponik Di Universitas Arizona Non Hidroponik
Hidroponik Tanaman
(media tanah)
Hasil panen
Jumlah panen
Total
Total
(Ton/Ha)
per tahun
(Ton/Ha/Tahun)
(Ton/Ha/Tahun)
Brokoli
32.5
3
97.5
10.5
Kubis
57.5
3
172.5
30
Mentimun
250
3
750
30
Terong
28
2
56
20
Lettuce
31.3
10
313
52
32
3
96
16
187.5
2
375
100
Lada Tomat
Sumber : Jensen MH dan Collins WL (1985)
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual Biaya adalah semua beban yang harus ditanggung untuk menyediakan barang agar siap digunakan oleh konsumen. Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan yg dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar atau melalui pemberian jasa. Komposisi biaya yang terjadi pada suatu usaha disebut struktur biaya (Rony H 1990; Sudarsono 1995). Secara
umum
pengertian
produksi
adalah
kegiatan
suatu
organisasi/perusahaan untuk memproses dan mengubah bahan baku (raw material) menjadi barang jadi (finished goods) melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya. Sukirno (2009) menjelaskan bahwa biaya produksi merupakan semua biaya yang dibebankan kepada perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan baku yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Menurut Rosyidi S (2009), biaya produksi adalah biaya yang dibebankan kepada pengusaha untuk dapat menghasilkan output. Dalam penelitian ini, biaya produksi dapat diartikan sebagai biaya yang dibebankan kepada PT KSS untuk dapat menghasilkan berbagai sayuran hidroponik dari proses awal penanaman, pemeliharaan, panen, pasca panen hingga sayuran hidroponik tersebut dipasarkan. Biaya produksi merupakan nilai semua faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output. Biaya produksi setiap output tergantung pada dua hal yaitu sebagai berikut. 1) Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan input, yakni harga input yang digunakan. 2) Efisiensi perusahaan atau produsen yang bersangkutan dalam menggunakan inputnya. Dua perusahaan yang memiliki input persis sama, tetapi yang satu bekerja dengan lebih efisien dari yang lain, maka tentunya perusahaan yang dapat bekerja dengan lebih efisien dapat menghasilkan output lebih banyak dan biaya per satuan output menjadi lebih murah.
15
Berdasarkan teori biaya, biaya produksi dianalisa dalam kerangka waktu yang berbeda yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek terdapat biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel seperti halnya semua faktor juga variabel dalam jangka waktu panjang ini. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Contoh dari biaya tetap yaitu gaji tenaga kerja administratif, penyusutan mesin-mesin, gedung dan peralatan lain. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya variabel. Contoh biaya variabel antara lain adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, nutrisi. Biaya ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi. Biaya tetap dan biaya variabel dapat dirumuskan ke dalam bentuk kurva, yang dapat dilihat pada Gambar 1. Rp
Rp
TFC
TVC
TVC
TFC
0
Q
0
Q
Keterangan : TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) TVC : Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) Q : Output yang dihasilkan
Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total Selain biaya tetap dan biaya variabel secara total, terdapat juga biaya ratarata. Biaya tetap rata-rata merupakan biaya tetap per satuan produk yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap total dengan kuantitas produksi. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel per satuan produk yang dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan kuantitas produksinya. Jika output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bertambah, maka bertambah
16
pula biaya produksinya. Bertambahnya biaya total untuk setiap pertambahan satu satuan output disebut biaya marginal. Hal yang dipelajari dalam penelitian ini adalah hubungan struktur biaya dengan harga jual produk. Biaya produksi yang dibutuhkan dalam usaha sayuran hidroponik cukup tinggi. Sementara itu, penjualan sayuran hidroponik juga sangat dipengaruhi oleh harga jualnya. Harga jual sayuran hidroponik lebih mahal bila dibandingkan dengan sayuran konvensional. Secara teoritik dapat dijelaskan pada Gambar 2. P
Biaya per unit
MC
S
Biaya per unit
MC
ATC
ATC
PH PK
AVC
AVC
D 0
Q Pasar
QK
Q
Konvensional
QH
Q
Hidroponik
Keterangan : S : Penawaran (Supply) sayuran D : Permintaan (Demand) sayuran Q : Jumlah produksi (unit) PH : Harga jual sayuran hidroponik (Rp) PK : Harga jual sayuran konvensional/harga di pasaran (Rp) MC : Biaya Marjinal (Marginal Cost) ATC : Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost) AVC : Biaya Variabel Rata-rata (Average Variable Cost)
Gambar 2. Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual Berdasarkan Gambar 2 diperlihatkan hubungan kurva biaya dengan harga jual. Harga sayuran hidroponik (PH) dan harga sayuran konvensional (PK) diperoleh dari harga keseimbangan pasar dari pasar yang berbeda yaitu sayuran konvensional dari pasar tradisional dan sayuran hidroponik dari pasar modern. Pada kurva tersebut diasumsikan bagaimana struktur biaya perusahaan secara individu. Kurva biaya dengan harga dapat menggambarkan berapa besarnya harga jual untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Selain itu, kurva tersebut juga dapat memperlihatkan jumlah yang harus diproduksi (Q) untuk dapat menutupi
17
biaya yang dikeluarkan. Pada kurva di Gambar 2, diasumsikan bahwa biaya variabel (AVC) pada sayuran hidroponik dan konvensional sama besar. Pada hidroponik memerlukan biaya investasi yang besar sehingga biaya tetap yang dihitung juga semakin besar dikarenakan adanya perhitungan penyusutan. Oleh karena itu, biaya total rata-rata (ATC) pada hidroponik jauh lebih tinggi dibandingkan pada usaha sayuran konvensional (ATCH > ATCK). Untuk dapat menutupi biaya yang tinggi, maka sayuran hidroponik harus dapat memiliki harga jual premium atau harga jual yang jauh lebih tinggi dari harga pasar (PH > PK). Apabila sayuran hidroponik dijual dengan harga sayuran konvensional maka tingginya biaya tidak dapat tertutupi. Usaha sayuran hidroponik tersebut hanya mampu menutupi biaya variabel (AVC) saja sedangkan biaya tetap (AFC) tidak dapat tertutupi. Biaya tetap dalam usaha sayuran hidroponik merupakan biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, sarana penunjang lainnya serta biaya tenaga kerja tetap. Oleh karena itu, dalam jangka pendek perusahaan masih dapat berjalan namun dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat melakukan reinvestasi sehingga lama kelamaan perusahaan harus menutup usahanya. Selain harga jual yang tinggi, jumlah produksi sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional (QH > QK). Jumlah produksi yang tinggi pada hidroponik dapat menutupi tingginya biaya sehingga produktivitas sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan sayuran konvensional.
Oleh karena
itu,
pada usaha sayuran
hidroponik
yang
membutuhkan biaya yang besar harus dapat memproduksi sayuran hidroponik lebih banyak dan harga jual sayuran hidroponik harus memiliki harga premium yang lebih tinggi dari harga pasar. Walaupun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh perusahaan merupakan jenis sayuran yang sama dengan konvensional, harga jual dan produktivitas sayuran hidroponik harus tetap tinggi agar dapat menguntungkan. 3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi total dan harga jual satuan. Biaya didefinisikan sebagai jumlah yang dibayarkan atau dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
18
usahatani yaitu berupa nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dikeluarkan selama proses produksi (Soekartawi; Dillon JL; Hardaker JB; Soeharjo A 2011). Total biaya tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel. Analisis keuntungan usaha mempunyai dua tujuan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usahatani dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan. Analisis keuntungan usaha memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani yang dijalankan pada saat ini berhasil atau tidak. Dalam analisis keuntungan, penting untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan serta harga jual yang digunakan oleh perusahaan. Harga jual dalam hal ini adalah nilai yang diperoleh perusahaan pada produk yang dipasarkannya. Misal pada penelitian ini, harga jual yang digunakan berarti harga tiap komoditas sayuran hidroponik yang dijual kepada konsumen maupun distributor seperti supermarket dan hypermart. Biaya yang dirinci terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap seperti biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, peralatan dan sarana penunjang lainnya, sedangkan biaya variabel seperti biaya pembelian benih, nutrisi, media tanam, dan lain sebagainya. Keuntungan = penerimaan total – biaya total π = TR – TC π = TR – TVC – TFC π = P*Q – Q*AVC – TFC Keterangan : TR = total penerimaan usaha sayuran hidroponik PT KSS TC = total biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS
Untuk
mengukur
apakah
usaha
yang
dijalankan
efisien
dan
menguntungkan, maka dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Efisien berarti perusahaan dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan output yang melebihi input. Menurut Mubyarto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain, efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum. 19
Salah satu cara untuk mengukur efisiensi usaha yaitu dengan mengukur imbangan penerimaan dan biaya dengan menggunakan analisis R/C rasio. Analisis R/C rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Penerimaan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena bisa saja biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Misalkan dua komoditas sayuran hidroponik (contohnya bayam dan caysim) memperoleh keuntungan yang sama besar, bukan berarti kedua komoditas tersebut sama-sama efisien dan menguntungkan, harus dilihat bagaimana imbangan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dengan analisis R/C rasio. Nilai yang didapat dari hasil analisis R/C rasio tidak memiliki satuan. Nilai dari R/C rasio yang dapat dijadikan tolak ukur efisiensi yang memiliki arti sebagai berikut. 1) R/C rasio > 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut lebih efisien. 2) R/C rasio < 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut tidak efisien. 3) R/C rasio = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Jadi penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan, dan dapat dikatakan efisien. Efisiensi suatu usaha bergantung pada penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang maksimal. Pada penelitian ini, pengukuran tingkat efisiensi usaha dapat dilihat dari struktur biaya pada masing-masing komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan serta penerimaan yang diperoleh. 3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik Titik impas dianalisis untuk mengetahui jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual oleh PT KSS sesuai dengan besarnya biaya. Titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum mendapatkan laba. Titik impas (Break Even Point) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) = 20
total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even point, maka perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Pada perhitungan titik impas terdapat beberapa asumsi pokok, yaitu sebagai berikut. 1) Biaya harus dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. 2) Jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dijual. Jadi, tidak terdapat persediaan atau sisa produk. 3) Harga jual per unit tetap walaupun volume penjualan meningkat dan tidak ada diskon penjualan. Untuk menentukan titik impas, terlebih dahulu biaya-biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Perhitungan titik impas (BEP) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut: BEP (unit) =
Total Biaya Tetap Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
Penentuan titik impas juga bisa dilakukan dengan pendekatan grafis, dimana titik impas merupakan pertemuan antara garis biaya dan garis pendapatan penjualan. Titik pertemuan antara garis biaya dan garis penerimaan tersebut merupakan titik impas (break even). Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan penjualan. Grafik titik impas, laba, dan penjualan dapat dilihat pada Gambar 3. Pendapatan, Biaya
TR2 TR1
BEP2
BEP1
A
TC TVC
B
TFC
0 QBEP2
QBEP1
Volume Penjualan
21
Keterangan : TR : Penerimaan Total (Rp) TC : Biaya Total (Rp) TVC : Biaya variabel total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp) Daerah A : Daerah laba atau untung, TR > TC Daerah B : Daerah rugi, TR < TC Q BEP : Volume penjualan pada saat titik impas
Gambar 3. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan Sumber : Mulyadi (2001)
Pada Gambar 3, dapat dilihat dimana titik impas merupakan perpotongan dari garis penerimaan total (TR) dan biaya total (TC), saat volume penjualan sebesar Q dan memperoleh pendapatan sebesar P. Jika keadaan pada garis penerimaan total ada di bawah garis biaya total atau produksi (Q) mengalami penurunan, maka menunjukkan kerugian (daerah B). Jika garis penerimaan total ada di atas garis biaya total atau jumlah produksi (Q) meningkat, maka perusahaan akan memperoleh laba atau untung (daerah A). Pada PT KSS, apabila harga jual dan jumlah produksi sayuran hidroponik lebih tinggi maka penerimaan (TR) yang diperoleh meningkat sehingga kurva TR bergeser ke arah kiri atas (TR1 ke TR2) dan menyebabkan daerah A lebih besar sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Perusahaan juga memiliki QBEP yang semakin sedikit (dari QBEP1 ke QBEP2) sehingga jumlah sayuran hidroponik yang harus dijual untuk dapat menutupi biaya menjadi lebih sedikit. Sebaliknya dari segi biaya yang dikeluarkan, apabila biaya yang dikeluarkan semakin besar maka akan menyebabkan kurva TC bergeser ke kiri atas sehingga daerah A lebih kecil dan keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Perusahaan juga harus memproduksi dan menjual sayuran hidroponik lebih banyak untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Volume penjualan pada saat titik impas (QBEP) semakin besar jumlahnya. 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Teknologi
hidroponik
merupakan
teknologi
yang
tinggi
dalam
memproduksi sayuran dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan produksi secara konvensional. Kualitas sayuran yang dihasilkan lebih segar, renyah, dan higienis untuk dikonsumsi. Adanya permintaan terhadap sayuran yang
lebih
higienis membuka peluang besar bagi usaha sayuran hidroponik. Salah satu
22
perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik yaitu PT Kebun Sayur Segar (PT KSS). Usaha sayuran hidroponik di PT KSS dilakukan secara komersial dengan menggunakan sarana greenhouse, instalasi irigasi, dan peralatan yang berbeda dengan pengusahaan sayuran secara konvensional. Investasi yang dibutuhkan serta biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk memproduksi sayuran hidroponik yang berkualitas baik. Oleh karena itu, menjadi penting untuk dipelajari struktur biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS. PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value). Jenis dan jumlah sayuran yang diproduksi akan menentukan berapa besar penerimaan yang diperoleh dengan memperhitungkan harga jual sayuran hidroponik dan nilai penjualan. Struktur biaya dan penerimaan dijadikan informasi untuk menghitung dan menganalisis keuntungan yang diterima oleh PT KSS. Selain menganalisis struktur biaya, penerimaan dan keuntungan, dilakukan pula analisis R/C rasio untuk melihat efisiensi pada usaha sayuran hidroponik yang dijalankan. Analisis R/C rasio dapat memberikan informasi seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Mengukur tingkat efisiensi penting dilakukan untuk mengetahui apakah komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan telah mencapai tingkat yang efisien pada penggunaan biaya-biaya. Analisis titik impas juga dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang harus dijual paling sedikit agar dapat menutupi biaya. Dari beberapa analisis yang dilakukan tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan apakah usaha sayuran hidroponik PT KSS yang memproduksi jenis sayuran yang sama dengan konvensional dapat memiliki harga premium serta tetap menguntungkan dan efisien untuk dijalankan. Secara singkat alur pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
23
Tren permintaan pasar terhadap sayuran Lebih sehat, tanpa pestisida Lebih higienis
Teknologi tinggi hidroponik (PT KSS)
Investasi Greenhouse Instalasi irigasi Peralatan
Operasional Benih Media tanam Nutrisi Tenaga kerja
- Jenis komoditas sayuran Bayam Kangkung Pakcoy Caysim - Jumlah
Struktur Biaya Biaya tetap Biaya variabel
Penerimaan Harga jual Nilai penerimaan
- Analisis Keuntungan - Analisis Efisiensi Usaha - Analisis Titik Impas
Komoditas yang paling efisien dan menguntungkan Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
24
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Kebun Sayur Segar (PT KSS),
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT KSS merupakan perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik dan memasarkan hasil produksinya ke banyak supermarket di area Jabodetabek seperti Giant, Carrefour, All Fresh dan Lotte Mart. Waktu pengambilan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. 4.2
Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pihak PT KSS. Data biaya yang digunakan sesuai dengan harga pada saat penelitian berlangsung. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data yang berasal dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Hortikultura. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui internet, buku serta penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. 4.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan gambaran usaha sayuran hidroponik PT KSS. Metode kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan, penerimaan yang diperoleh, keuntungan dan efisiensi dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) serta perhitungan titik impas (break even point) dengan menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel. Analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca.
25
4.3.1 Analisis Struktur Biaya Analisis struktur biaya dilakukan dengan merinci komposisi biaya yang dikeluarkan pada usaha sayuran hidroponik PT KSS. Struktur biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Di dalam biaya tetap terdapat biaya penyusutan yang harus diperhitungkan. Biaya penyusutan terdiri dari bangunan greenhouse, sarana irigasi dan sarana penunjang lainnya yang dihitung berdasarkan metode penyusutan garis lurus atau rata-rata, yaitu nilai pembelian dikurangi prakiraan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Nilai akhir dianggap nol jika barang tersebut tidak laku lagi dijual. Rumus yang digunakan adalah : Penyusutan = Nb – Ns n Keterangan : Nb : Nilai pembelian barang dalam rupiah Ns : Prakiraan nilai sisa (harga yang diperoleh apabila barang dijual kembali) dalam rupiah n : Umur ekonomis barang dalam tahun Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti berikut ini. TC = TFC + TVC Untuk menghitung total biaya rata-rata (average total cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AVC). Rumus yang digunakan seperti berikut ini. ATC = AFC + AVC Total biaya rata-rata dapat dijadikan ukuran apakah usaha sayuran hidroponik yang dilakukan menguntungkan bila dibandingkan dengan harga jualnya. Struktur biaya sayuran hidroponik dapat disajikan dalam bentuk tabulasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Struktur Biaya Usaha Sayuran Hidroponik PT KSS per 500 m2 pertahun Bayam
Kangkung
Caysim
Pakcoy
Komponen Rp
%
Rp
%
Rp
%
Rp
%
Biaya Tetap: - Penyusutan greenhouse - Penyusutan sarana irigasi - Penyusutan peralatan - Upah tenaga kerja tetap - Biaya listrik Total Biaya Tetap Biaya Variabel : -
Benih Media tanam Nutrisi Biaya kemasan Upah tenaga kerja harian Total Biaya Variabel Total Biaya Keterangan : (%) = persentase terhadap total biaya
Berdasarkan Tabel 4, struktur biaya atau komposisi biaya sayuran hidroponik di rinci atau dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan struktur biaya dibentuk ke dalam tabulasi untuk mempermudah analisis perhitungannya. Perhitungan pada tiap komoditas dikonversikan menjadi luasan lahan yang sama yaitu 500 m2 dan dalam waktu yang sama yaitu satu tahun. Komoditas sayuran hidroponik yang diproduksi PT KSS masing-masing dilihat bagaimana struktur biayanya dan persentase tiap komponen terhadap total biaya yang dikeluarkan. Persentase tersebut dapat dijadikan perbandingan antara satu komoditas dengan komoditas lainnya.
27
4.3.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Penerimaan usaha sayuran hidroponik merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi sayuran hidroponik yang terjual dengan harga jual sayuran hidroponik tersebut. Perhitungan penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut. TR = Pi x Qi Keterangan : TR = Total penerimaan usaha Pi = Harga jual sayuran hidroponik Qi = Jumlah tiap jenis sayuran hidroponik yang terjual dalam 1 tahun Biaya usaha sayuran hidroponik merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi sayuran hidroponik yaitu berupa biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabelnya yaitu benih, media tanam, nutrisi, kemasan, dan upah tenaga kerja harian. Biaya tetapnya yaitu biaya penyusutan greenhouse, penyusutan sarana irigasi, upah tenaga kerja tetap, dan biaya listrik. Analisis keuntungan atas biaya total usaha sayuran hidroponik dapat dianalisis dengan rumus : Keuntungan (π) = TR – TC Keterangan : TR = Penerimaan usaha sayuran hidroponik TC = Total biaya yang dikeluarkan Selain itu dilakukan pula analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain, analisis R/C rasio melihat perbandingan antara penerimaan yang diterima dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada produksi sayuran hidroponik. Tujuan menganalisis nilai R/C rasio untuk melihat efisiensi suatu usaha. Usaha dikatakan efisien apabila memiliki nilai R/C rasio > 1.
28
Semakin besar nilai R/C rasio maka usaha tersebut semakin efisien. Rumus yang digunakan dalam perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut. R/C rasio atas biaya total = TR / TC Tabel 5. Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 per tahun Komponen
Bayam
Kangkung
Caysim
Pakcoy
Rp
Rp
Rp
Rp
A. Total Penerimaan - Jumlah produksi (Kg) - Harga satuan B. Biaya Tetap: - Penyusutan greenhouse - Penyusutan sarana irigasi - Penyusutan peralatan - Upah tenaga kerja tetap - Biaya listrik C. Total Biaya Tetap D. Biaya Variabel : -
Benih Media tanam Nutrisi Biaya kemasan Upah tenaga kerja harian E. Total Biaya Variabel F. Total Biaya
C+E
G. Keuntungan Usaha
A-F
H. Efisiensi usaha (R/C rasio)
A:F
29
4.3.3 Analisis Titik Impas Analisis titik impas dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil penjualan yang diperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pada kondisi tersebut perusahaan tidak memperoleh keuntungan ataupun kerugian. Dalam perhitungan titik impas (BEP), biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan harus dipisahkan secara jelas. Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuran hidroponik ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg). Perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut. BEP (unit) =
Total Biaya Tetap Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
BEP
=
TFC PH - AVC
30
V. GAMBARAN UMUM USAHA 5.1
Sejarah Perusahaan PT Kebun Sayur Segar (PT KSS) merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang agribisnis tanaman dan sayuran segar. Perusahaan berdiri sejak tahun 1998 dengan pemilik perusahaan yaitu Bapak Soebagyo Karsono. Ide awal pendirian usaha yaitu pemilik diperkenalkan teknologi hidroponik oleh BPPT pada November 1998, yang pada akhirnya membuat ketertarikan untuk memulai usaha sayuran hidroponik. Pada awal usaha, dilakukan terlebih dahulu uji coba pada tanaman paprika, tomat recento, mentimun jepang, serta melon pada luasan lahan greenhouse 400 m2. Semua modal usaha berasal dari dana pribadi pemiliknya. Pada tahun 2000, perusahaan mulai berkembang dan mengusahakan sayuran hidroponik secara komersial dengan menjual hasil produksi hidroponik tersebut ke supermarket. Pada tahun 2002, perusahaan mulai menambah jenis sayuran hidroponik yang diproduksi seperti bayam, kangkung, caysim, kailan, dan pakcoy. Perusahaan menambah luasan greenhouse baru dan juga memperluas usaha dengan melakukan diversifikasi usaha kebun anggrek yang bekerjasama dengan karang taruna setempat. Perusahaan resmi berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas pada tahun 2003. Hasil produksi perusahaan sudah mulai meluas hingga dapat ditemui di supermarket dan hypermart yang ada di Jabodetabek. Pengembangan usaha terus dilakukan sehingga pada saat ini perusahaan memiliki berbagai unit usaha, seperti usaha tanaman buah, kebun anggrek, sayuran organik, dan sayuran hidroponik. Sayuran organik diproduksi di kebun yang berada di daerah Cianjur, sedangkan sayuran hidroponik, tanaman buah dan kebun anggrek diproduksi di kebun yang terletak di Parung. Selain kegiatan produksi, perusahaan juga memiliki kegiatan pelatihan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari budidaya tanaman hidroponik. Umumnya kegiatan pelatihan dilakukan pada hari sabtu dan minggu dan peserta yang mengikuti pelatihan biasanya rombongan dari sekolah-sekolah, universitas, dan ada juga pihak perorangan.
31
5.2
Lokasi dan Kondisi Geografis Perusahaan Lokasi PT KSS berada di Jalan Raya Parung-Bogor Nomor 546, Desa
Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan berada pada daerah panas dengan suhu udara rata-rata 290 – 330C. Faktor iklim dan cuaca sangat berpengaruh pada budidaya tanaman, tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh optimal pada kebun Parung sehingga perusahaan memilih untuk mengusahakan jenis tanaman sayuran seperti kangkung, bayam, caysim, dan pakcoy. Perusahaan terletak di daerah yang cukup strategis yaitu berada di jalan raya yang menghubungkan kota Bogor, Tangerang, dan Jakarta sehingga memudahkan proses distribusi dan pelanggan juga dengan mudah dapat mengakses lokasi tersebut. Perusahaan memiliki lahan seluas 3,8 Ha, namun tidak semua lahan dipergunakan. Pada lahan tersebut terdapat greenhouse untuk sayuran hidroponik, greenhouse kebun anggrek, kolam ikan, ruang pengemasan, bangunan kantor, aula pelatihan, rumah peristirahatan, dan masjid. Greenhouse sayuran hidroponik digunakan untuk proses persemaian dan pembesaran. Bangunan greenhouse diperlukan untuk menjaga tanaman dari cuaca hujan dan juga mencegah timbulnya hama dan penyakit. 5.3
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan Perusahaan memiliki tiga unit usaha yaitu unit kebun sayuran segar, unit
kebun anggrek parung, dan juga unit pendidikan dan pelatihan. Pada setiap unit usaha dipimpin langsung oleh manajer unit masing-masing yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang berlangsung di unit tersebut. Manajer juga dibantu oleh seorang asisten manajer serta penanggung jawab lain yang bertugas di lapangan. Setiap manajer bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan, yaitu pemilik PT KSS. Pada setiap unit usaha atau divisi memiliki manajemen yang terpisah dengan unit lainnya sehingga setiap orang yang berada di dalam satu unit dapat bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya masing-masing. Hal ini juga memudahkan perusahaan untuk mengontrol dan mengkoordinasi pekerja apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam proses produksi.
32
Struktur organisasi perusahaan secara umum terdiri dari pimpinan perusahaan yaitu pemilik PT KSS, bagian administrasi dan keuangan, bagian produksi, serta bagian pemasaran. Pimpinan perusahaan hanya bertugas mengawasi keuangan perusahaan dan menerima laporan dari manajer unit. Pimpinan tidak berperan atau tidak terjun secara langsung dalam kegiatan operasional perusahaan. Bagian administrasi dan keuangan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan atau transaksi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. Manajer bagian produksi bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan produksi dan juga membuat laporan penyediaan kebutuhan bahan baku dan alat penunjang untuk proses produksi. Manajer pemasaran bertanggung jawab dalam memasarkan hasil produksi, melakukan kegiatan promosi, dan melakukan kerjasama dengan pelanggan. Selain manajer produksi, pada kegiatan produksi di lapangan juga terdapat asisten manajer produksi, penanggung jawab lapangan, serta tenaga kerja operasional produksi pada setiap unit usaha. Asisten manajer produksi bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan dan keputusan dari manajer dan mengawasi kegiatan produksi secara langsung di lapangan. Penanggung jawab lapangan bertugas untuk mengawasi kegiatan produksi, mengecek setiap proses produksi agar berjalan lancar dan sesuai. Tenaga kerja operasional produksi yaitu tenaga kerja yang melakukan kegiatan pada setiap bagian unit usaha masing-masing, contohnya tenaga kerja persemaian, panen, dan pengemasan. Pada proses produksi hidroponik, tenaga kerja dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu manajer produksi, asisten manajer produksi, penanggung jawab lapangan atau pengawas, tenaga kerja persemaian dan pembesaran, tenaga kerja panen, dan tenaga kerja pengemasan. Tenaga kerja tersebut ada yang merupakan tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Tenaga kerja harian yaitu tenaga kerja yang bertugas pada kegiatan persemaian, pembesaran, panen, dan pengemasan. Tenaga kerja tersebut dibayar upahnya pada setiap satu minggu sekali. Manajer produksi, asisten manajer produksi, serta penanggung jawab lapangan merupakan tenaga kerja tetap. Tenaga kerja tetap dibayar upahnya pada waktu sebulan sekali.
33
Jumlah hari kerja dalam perusahaan adalah enam hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja delapan jam sehari yaitu dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB. Namun untuk tenaga kerja persemaian, panen, pengemasan memiliki waktu bekerja sendiri sesuai dengan pelaksanaan kegiatannya. Tenaga kerja persemaian bekerja lima jam sehari, tenaga kerja panen hanya dua jam sehari, tenaga kerja pengemasan enam jam sehari. Hari libur diberikan secara bergantian antara satu pegawai dengan pegawai lainnya pada masing-masing bagian. Hal ini dikarenakan produksi sayuran hidroponik berjalan setiap hari tanpa libur sehingga jumlah tenaga kerja harus selalu cukup agar tidak terjadi kekurangan pada kegiatan produksi. Tenaga kerja produksi biasanya merupakan warga sekitar yang bertempat tinggal di dekat perusahaan sehingga perusahaan juga dapat membantu atau memberdayakan warga sekitar yang ada.
Syarat dan kualifikasi pekerja
produksi juga tidak ditetapkan secara khusus, hal yang terpenting adalah tenaga kerja tersebut dapat bertanggung jawab dan bekerja keras. 5.4
Sarana dan Prasarana Budidaya Sayuran Hidroponik Sarana produksi terpenting pada budidaya sayuran hidroponik yaitu
greenhouse. Greenhouse merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi tanaman dari cuaca ekstrim seperti hujan, panasnya sinar matahari dan mencegah adanya gangguan hama dan penyakit. Tipe greenhouse yang digunakan adalah tipe piggy back. Tipe piggyback adalah tipe greenhouse yang berbentuk segitiga dengan struktur bukaan atau ventilasi udara. Tipe greenhouse ini digunakan karena memiliki ventilasi udara yang baik sehingga sirkulasi udara di dalam greenhouse menjadi lancar dan kelembaban udara stabil. Kerangka bangunan greenhouse terbuat dari bambu yang umur pemakaiannya kurang lebih selama empat tahun. Bagian atap greenhouse terbuat dari plastik ultra violet (UV) untuk mencegah radiasi sinar matahari dan menjaga agar suhu di dalam greenhouse tetap stabil. Bagian dinding greenhouse dikelilingi dengan menggunakan kawat kasa (insect net/paranet). Kawat kasa berfungsi untuk mencegah serangga dan hama tanaman masuk ke dalam greenhouse.
34
Gambar 5. Greenhouse Tipe Piggyback dengan Kerangka Bambu di PT KSS Selain
sarana
greenhouse,
budidaya
sayuran
hidroponik
juga
membutuhkan sarana irigasi. Sarana irigasi dibutuhkan untuk mengalirkan nutrisi dan air ke akar tanaman sayuran. Sarana irigasi terdiri dari mesin pompa, bak nutrisi, drum nutrisi dan pipa paralon. Mesin pompa digunakan untuk mengalirkan air dan nutrisi yang berasal dari drum nutrisi, kemudian larutan nutrisi tersebut dialirkan ke tanaman melalui pipa paralon yang terhubung ke bedengan. Air dan nutrisi mengalir secara sirkulasi sehingga larutan nutrisi tersebut akan kembali mengalir lagi ke bak nutrisi.
Gambar 6. Sarana Irigasi Sistem Hidroponik NFT di PT KSS Sarana untuk proses pembibitan dan pembesaran yaitu dibutuhkannya bedengan sebagai tempat penanaman sayuran. Bedengan dibuat dari rak bambu yang diatasnya terdapat asbes, plastik, dan styrofoam yang disusun sebagai tempat media tanam dan penyangga tumbuhnya tanaman. Styrofoam yang digunakan diberikan lubang yang berjumlah 36 lubang untuk 1 m2 styrofoam. Lubang tersebut digunakan sebagai tempat meletakkan media tanam.
35
Gambar 7. Bedengan/Rak Tanam Sayuran Hidroponik di PT KSS Media tanam yang digunakan untuk tanaman sayuran hidroponik yaitu kerikil dan rockwool. Kerikil dan rockwool dipilih karena akar tanaman sayuran dapat tumbuh baik dan terbawa semua saat pemindahan bibit ke pembesaran. Media kerikil digunakan pada tanaman kangkung yang ditanam tanpa menggunakan rak bambu, sedangkan rockwool digunakan pada tanaman bayam, caysim, dan pakcoy. Rockwool merupakan media tanam sejenis fiber (serabut) ringan yang memiliki rongga-rongga. Rockwool juga mampu menahan air dengan baik dan menyangga tanaman dengan cukup kuat. Rockwool tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lubang-lubang yang ada di styrofoam. Input lain yang digunakan yaitu berupa benih dan nutrisi. Benih yang digunakan PT KSS yaitu benih bayam merek Panah Merah, benih kangkung merek Yayang, benih caysim merek Tosakan, dan benih pakcoy merek Takii. Benih bayam dan kangkung merupakan benih lokal sedangkan benih caysim dan pakcoy diimpor dari negara Jepang, sedangkan nutrisi yang digunakan merupakan pupuk AB Mix yang komposisi unsur haranya diformulasikan sendiri oleh PT KSS.
Gambar 8. Media Tanam Rockwool
Gambar 9. Benih Pakcoy Takii
36
5.5
Proses Budidaya Sayuran Hidroponik Sistem budidaya yang digunakan yaitu Nutrient Film Technique (NFT).
Pada sistem ini akar tanaman tumbuh di dalam larutan nutrisi yang sangat dangkal dan membentuk lapisan nutrisi yang tipis seperti klise film dan tersirkulasi. Sebagian akar terdapat pada ruang udara dalam saluran untuk menyerap oksigen, dan sebagian yang lain terendam dalam larutan nutrisi sehingga dapat menyerap nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada komoditas bayam, caysim, dan pakcoy menggunakan sistem budidaya NFT dengan penggunaan bedengan rak bambu dan media rockwool, sedangkan pada komoditas kangkung menggunakan sistem budidaya NFT metode substrat dengan penggunaan media kerikil. Pada metode substrat, media yang digunakan berupa media padat seperti kerikil, pasir, arang sekam, dan berbagai media lain yang dapat menyimpan air.
Gambar 10. Sistem Budidaya NFT dan NFT Metode Substrat di PT KSS Pada dasarnya, proses budidaya tiap jenis sayuran hidroponik secara garis besar memiliki tahapan yang sama, yaitu persemaian, pembesaran, pemeliharaan, panen, dan pasca panen. 1) Persemaian Kegiatan persemaian dilakukan setiap pagi hari pada greenhouse persemaian. Benih yang disemai yaitu benih bayam, caysim, dan pakcoy, sedangkan benih kangkung tidak mengalami proses persemaian. Setiap satu benih diletakkan ke dalam rockwool basah yang berukuran 2 cm x 2 cm. Kemudian benih dan rockwool tersebut diletakkan di atas rak-rak bambu untuk proses persemaian. Setelah berumur tujuh hari, benih mulai disiram dengan larutan nutrisi sebanyak tiga kali sehari. Penyiraman dilakukan
37
dengan alat penyiraman manual. Setelah benih disemai selama 15 hari, benih tersebut menjadi bibit yang siap dipindahkan ke greenhouse pembesaran.
Gambar 11. Proses Persemaian Benih di PT KSS 2) Pembesaran Bibit bayam, caysim, dan pakcoy yang dipindahkan dari greenhouse persemaian ke greenhouse pembesaran dimasukkan ke dalam lubang styrofoam yang berada di rak bambu. Jarak antar lubang tanam pada styrofoam yaitu 5 cm. Styrofoam yang digunakan sebelumnya dicuci dan dijemur terlebih dahulu untuk membersihkan tanaman sisa panen dan lumut yang menempel. Proses pencucian styrofoam dilakukan siang hari setelah tanaman dipanen. Selama proses pembesaran, bibit dialirkan larutan nutrisi secara terusmenerus. Bibit bayam akan menjadi tanaman siap panen setelah berumur 16 hari di greenhouse pembesaran, sedangkan bibit caysim dan pakcoy berumur 27 hari. Kangkung yang tidak mengalami persemaian, dibutuhkan waktu 27 hari dari benih hingga menjadi tanaman siap panen.
Gambar 12. Proses Pembesaran Bibit di PT KSS
38
3) Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada budidaya sayuran hidroponik seperti pemupukan dengan larutan nutrisi dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan dilakukan secara terus-menerus selama 24 jam pada bayam, caysim, dan pakcoy, sedangkan pada kangkung yang menggunakan metode substrat pengaliran nutrisi dilakukan selama 12 jam. Nutrisi yang digunakan yaitu pupuk AB Mix yang didalamnya terkandung berbagai unsur hara. Formulasi jumlah unsur hara di dalam nutrisi A dan B dibuat sendiri oleh perusahaan. Dosis pemakaian nutrisi yaitu 0,8 ml nutrisi dilarutkan dengan satu liter air. Kurangnya pemberian nutrisi dapat dicirikan dengan adanya daun-daun yang menguning. Jumlah kecukupan nutrisi juga dapat diukur dengan menggunakan alat Electrical Conductivity (EC) meter. EC meter yaitu alat yang dapat mengukur kepekatan atau konsentrasi larutan nutrisi tanaman. Selain pemupukan, dilakukan pula pengendalian hama dan penyakit. Hama dan penyakit jarang ditemui pada sayuran hidroponik karena adanya perlindungan dari greenhouse dan sterilisasi media tanam serta peralatan yang digunakan. Hama yang mungkin ada yaitu ulat dan kutu daun. Perusahaan tidak menggunakan pestisida sehingga pengendalian hama penyakit dilakukan secara manual dengan membuang tanaman yang terkena hama penyakit.
Gambar 13. Daun Bayam yang Terkena Kutu 4) Panen Kegiatan panen dilakukan pada setiap pagi hari yaitu antara pukul 08.00-09.00 WIB. Waktu pagi hari dipilih karena bobot dan kadar air tanaman masih bagus, kondisi sangat segar, dan belum ada kerusakan dari panas matahari. Pemanenan dilakukan berdasarkan sistem rolling luasan 39
lahan yang telah ditetapkan agar tidak merusak siklus tanaman. Luas panen per hari untuk bayam yaitu 40 m2, kangkung 22 m2, caysim 27 m2, dan pakcoy 8 m2. Cara pemanenan dilakukan dengan manual yaitu tanaman langsung dicabut dengan tangan pada bagian pangkal batang secara hati-hati agar batang sayuran tidak patah dan daun tidak sobek. Sayuran yang telah dipanen diletakkan ke dalam keranjang/container plastik, kemudian setelah panen selesai
keranjang
tersebut
dibawa
ke
ruang
pengemasan
dengan
menggunakan troli besi. Hasil produktivitas panen setelah sortasi yaitu bayam 1,5 kg/m2, kangkung 2 kg/m2, caysim 1,5 kg/m2, dan pakcoy 1,8 kg/m2.
Gambar 14. Kegiatan Panen di PT KSS 5) Pasca Panen Kegiatan pasca panen yang dilakukan pada sayuran hidroponik yaitu pencucian, sortasi, penimbangan, pengemasan. Pencucian dilakukan untuk membersihkan sayuran agar bersih dan higienis. Sortasi yaitu kegiatan pemilihan dan pemisahan tanaman sayuran yang bermutu baik dengan sayuran yang kurang baik atau rusak. Supermarket dan hypermart sebagai tempat utama pemasaran sayuran hidroponik sangat selektif dalam menerima hasil penjualan sayuran hidroponik sehingga hanya produk yang sesuai dengan permintaan pasar yang dapat dijual. Spesifikasi sayuran yang dapat dijual yaitu sayuran yang bersih, segar, daunnnya tidak berlubang, tangkai daun tidak patah, daun tidak menguning, ketinggian tanaman sesuai dengan ukuran plastik.
40
Setelah kegiatan sortasi dilakukan, sayuran kemudian ditimbang dengan berat masing-masing 250 gram. Setelah itu, sayuran dikemas dengan menggunakan plastik yang telah diberi logo perusahaan. Pengemasan dilakukan dengan vacuum sealer agar kedap udara. Sayuran yang telah dikemas diletakkan rapi di dalam container plastik. Kemudian sayuran tersebut dibagi-bagi sesuai dengan order dari masing-masing outlet.
Gambar 15. Kegiatan Pengemasan di PT KSS 5.6
Pemasaran Sayuran Hidroponik Sayuran yang telah dikemas akan didistribusikan pada keesokan pagi
harinya. Pendistribusian dilakukan dengan menggunakan mobil box berpendingin untuk menjaga kesegaran sayuran. Sayuran hidroponik didistribusikan ke supermarket dan hypermart seperti Giant, Carrefour, All Fresh dan Lotte Mart yang berada di Jabodetabek. Sayuran hidroponik dijual di pasar modern karena membidik target pasar kalangan menengah ke atas. Pada kalangan tersebut, sayuran hidroponik dapat dijual dengan harga yang tinggi. Harga yang tinggi dikarenakan juga tingginya kualitas dari sayuran hidroponik. Supermarket tempat pemasaran mengirimkan jumlah pesanan kepada bagian pemasaran perusahaan melalui fax, biasanya satu minggu sebelum pengiriman sayuran. Harga jual saat ini untuk bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy dipatok sama, yaitu Rp 9500 untuk kemasan 250 gram. Harga jual sayuran hidroponik sangat jauh berbeda dengan sayuran konvensional yang hanya berkisar Rp 1500-2500 per 250 gram. Sayuran merupakan produk yang mudah rusak sehingga sistem pembayaran yang harus dilakukan yaitu sistem kontrak jual-putus. Sistem ini merupakan sistem yang menguntungkan bagi pihak PT KSS dan tidak beresiko tinggi dikarenakan supermarket harus membayar semua sayuran yang sesuai
41
spesifikasi sehingga apabila sayuran tersebut tidak laku, pihak supermarket yang harus menanggung resikonya. Sistem pembayaran konsinyasi akan berisiko tinggi dan merugikan perusahaan apabila dijalankan, dikarenakan pihak supermarket hanya akan membayar sayuran yang laku dijual dan sayuran yang tidak laku akan dikembalikan. Pihak perusahaan melakukan promosi dan berbagai strategi pemasaran untuk memperluas pasar dan menarik minat konsumen. Cara yang dilakukan seperti membuat situs perusahaan di internet sehingga semakin banyak orang yang akan mengetahui produk sayuran hidroponik terutama keunggulan yang ada, mencantumkan identitas produk dan label/alamat perusahaan pada kemasan, serta mengikuti berbagai pameran untuk dapat lebih mengenalkan produk sayuran hidroponik ke masyarakat luas.
42
VI. ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PT KSS Analisis usaha sayuran hidroponik PT KSS dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan menguntungkan dan efisien berdasarkan perhitungan struktur biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha, dan titik impas. Perhitungan analisis usaha pada tiap komoditas sayuran hidroponik dikonversikan menjadi luasan lahan greenhouse pembesaran per 500 m2 untuk waktu satu tahun. Alasan pengkonversian luasan lahan dan waktu yang sama yaitu dikarenakan penggunaan lahan, input-input dan siklus produksi tiap komoditas berbeda. Luasan lahan dan waktu yang sama akan memudahkan perhitungan, memperkecil bias yang mungkin terjadi dalam perhitungan dan memudahkan dalam menganalisis perbandingan ke empat komoditas sayuran hidroponik tersebut. Penggunaan tenaga kerja, greenhouse persemaian, dan peralatan yang digunakan secara bersama dihitung menggunakan metode join cost, yang diasumsikan penggunaan untuk tiap komoditas mempunyai proporsi yang sama. 6.1
Analisis Struktur Biaya Sayuran Hidroponik Biaya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keuntungan
yang diperoleh pada suatu usaha. Analisis struktur biaya pada sayuran hidroponik dihitung dengan membedakan komponen biaya yaitu ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan biaya berdasarkan data dan prakiraan harga berlaku pada saat penelitian berlangsung yaitu bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. 6.1.1 Biaya Tetap Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya sewa lahan, penyusutan greenhouse persemaian, penyusutan greenhouse pembesaran, penyusutan sarana irigasi, penyusutan peralatan, tenaga kerja tetap, listrik, distribusi. Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi sayuran yang diperoleh. Biaya tetap tersebut pada kenyataannya tidak semua dibayarkan secara tunai namun tetap diperhitungkan seperti penyusutan. Penyusutan dihitung berdasarkan metode garis lurus dengan memperhitungkan lama umur ekonomisnya. Penyusutan diperhitungkan agar perusahaan dapat melakukan reinvestasi atas sarana dan prasarana yang digunakan. 43
Penyusutan greenhouse persemaian dihitung berdasarkan biaya pendirian greenhouse dan umur ekonomisnya. Greenhouse persemaian terbuat dari kerangka bambu yang umur ekonomisnya empat tahun. Greenhouse persemaian memiliki luas 200 m2 yang digunakan untuk persemaian benih bayam, caysim, dan pakcoy, sedangkan kangkung tidak mengalami proses persemaian terlebih dahulu. Pada greenhouse persemaian terdapat rak bambu untuk tempat semai serta peralatan lainnya yang digunakan secara bersama untuk ketiga komoditas tersebut sehingga perhitungan penyusutan greenhouse persemaian dihitung secara total kemudian diproporsikan sama sebagai biaya penyusutan masing-masing komoditas. Penyusutan greenhouse pembesaran juga dihitung berdasarkan biaya pendirian greenhouse dan umur ekonomis. Greenhouse pembesaran terbuat dari kerangka bambu yang umur ekonomisnya empat tahun. Greenhouse pembesaran terpisah penggunaannya untuk tiap komoditas sehingga dapat dihitung berdasarkan luas lahan 500 m2 untuk tiap komoditasnya. Perhitungan penyusutan greenhouse persemaian dan pembesaran dapat dilihat pada Lampiran 1. Penyusutan sarana irigasi dihitung berdasarkan komponen yang digunakan untuk membuat suatu sarana irigasi pengaliran nutrisi hingga ke tanaman. Sarana irigasi meliputi mesin pompa, pipa paralon, drum nutrisi, bak nutrisi, rak tanam, dan styrofoam untuk komoditas bayam, caysim, dan pakcoy. Sarana irigasi untuk kangkung yang menggunakan metode substrat, penggunaan rak tanam dan styrofoam diganti dengan media kerikil. Masing-masing komponen untuk sarana irigasi tersebut memiliki nilai beli dan umur ekonomis yang berbeda sehingga perhitungan dilakukan satu per satu, setelah itu dijumlahkan total biaya penyusutannya. Perhitungan penyusutan sarana irigasi untuk komoditas bayam, caysim, dan pakcoy dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan penyusutan sarana irigasi untuk kangkung dapat dilihat pada Lampiran 3. Penyusutan peralatan dihitung berdasarkan nilai beli peralatan dan umur ekonomisnya. Peralatan yang dihitung penyusutannya yaitu vacuum sealer, timbangan, container plastik, troli, EC meter, dan mobil box untuk distribusi. Peralatan tersebut digunakan secara bersama untuk semua komoditas sehingga perhitungannya diproporsikan dalam jumlah yang sama untuk tiap komoditas
44
sayuran. Perhitungan penyusutan peralatan dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan hasil perhitungan biaya tetap usaha sayuran hidroponik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komponen Biaya Tetap Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun Komponen Sewa lahan
Bayam Rp
Kangkung
%
Rp
%
Pakcoy Rp
%
Caysim
%
Rp
9.090.000
4,43
9.090.000
4,87
9.090.000
4,60
9.090.000
4,72
1.880.000
0,92
0
0,00
1.880.000
0,95
1.880.000
0,98
4.875.000
2,37
4.875.000
2,61
4.875.000
2,47
4.875.000
2,53
18.291.667
8,91
5.266.667
2,82
18.291.667
9,26
18.291.667
9,50
15.240.521
7,42
15.240.521
8,16
15.240.521
7,71
15.240.521
7,91
35.100.000
17,09
35.100.000
18,80
35.100.000
17,76
35.100.000
18,23
18.666.000
9,09
9.333.000
5,00
18.666.000
9,45
18.666.000
9,69
33.750.000
16,43
33.750.000
18,08
33.750.000
17,08
33.750.000
17,53
136.893.188
66,65
112.655.188
60,35
136.893.188
69,27
136.893.188
71,09
Penyusutan gh persemaian Penyusutan gh pembesaran Penyusutan sarana irigasi Penyusutan peralatan Biaya tenaga kerja tetap Biaya listrik Biaya distribusi Total Biaya Tetap Biaya tetap rata-rata per kg
15.735
8.470
17.686
21.224
Keterangan : gh = Greenhouse
Berdasarkan Tabel 6, biaya sewa lahan memiliki jumlah yang sama pada tiap komoditas karena luasan lahan yang digunakan sama yaitu 500m2. Biaya sewa lahan per m2 yaitu Rp 1.515 per bulannya. Lahan yang digunakan merupakan milik pribadi pemilik perusahaan, namun sewa lahan tetap dibayarkan kepada pemilik tiap bulannya. Persentase biaya sewa lahan terhadap total biaya yang dikeluarkan paling tinggi yaitu pada komoditas kangkung 4,87 persen, hal ini dikarenakan total biaya yang digunakan sebagai pembagi lebih kecil dibandingkan komoditas lainnya. Biaya penyusutan greenhouse persemaian pada komoditas bayam, caysim, dan pakcoy memiliki jumlah yang sama, sedangkan pada kangkung memiliki nilai
45
nol dikarenakan tidak menggunakan greenhouse persemaian. Persentase biaya penyusutan greenhouse persemaian pada bayam yaitu 0,92 persen, pakcoy 0,95 persen, dan caysim 0,98 persen. Persentase caysim paling tinggi dikarenakan jumlah total biaya yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan bayam dan pakcoy, sedangkan pada greenhouse pembesaran setiap komoditas menggunakan luasan greenhouse 500 m2 sehingga biaya penyusutan greenhouse pembesaran pada tiap komoditas sama besar. Biaya penyusutan sarana irigasi yang paling kecil dan efisien yaitu pada komoditas kangkung. Hal ini dikarenakan komoditas kangkung menggunakan media kerikil pada sarana irigasi, dimana kerikil umur ekonomisnya dapat mencapai sepuluh tahun dan harga kerikil lebih murah dibandingkan media lainnya. Persentase biaya penyusutan sarana irigasi kangkung paling kecil yaitu 2,82 persen sedangkan komoditas lainnya mencapai 8-9,5 persen. Biaya penyusutan peralatan memiliki jumlah yang sama besar dikarenakan peralatan tersebut digunakan secara bersama pada semua komoditas sehingga diproporsikan dalam jumlah yang sama. Peralatan yang digunakan bersama seperti peralatan panen, pengemasan dan distribusi. Biaya tenaga kerja tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang memperoleh gaji bulanan. Tenaga kerja tetap seperti pengawas, manajer produksi, asisten manajer, dan petugas distribusi (supir dan kernet) bekerja untuk produksi semua sayuran hidroponik sehingga diproporsikan sama untuk setiap komoditas. Biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 5. Biaya distribusi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan sayuran hidroponik ke supermarket dan outlet yang ada di Jabodetabek. Biaya distribusi ini terdiri dari biaya bahan bakar mesin serta uang makan supir. Biaya distribusi ini jumlahnya tetap dikeluarkan setiap hari. Persentase biaya distribusi terhadap total biaya yang dikeluarkan paling tinggi yaitu pada komoditas kangkung 18,08 persen, hal ini dikarenakan total biaya yang digunakan sebagai pembagi lebih kecil dibandingkan komoditas lainnya. Sama halnya dengan biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja, kangkung memiliki persentase yang tinggi dikarenakan total biayanya terkecil.
46
Biaya listrik yang digunakan berasal dari hitungan pemakaian listrik di perusahaan yaitu Rp 3.111 per m2 setiap bulannya. Listrik dibutuhkan untuk menggerakkan mesin pompa sebagai sarana utama dalam pengaliran larutan nutrisi ke tanaman. Pada komoditas bayam, pakcoy, dan caysim pompa bekerja 24 jam terus-menerus, sedangkan pada komoditas kangkung yang menggunakan subsrat kerikil, hanya dibutuhkan waktu setengah hari dalam pemakaiannya sehingga biaya listrik pada komoditas kangkung jauh lebih murah dan efisien dibandingkan sayuran lainnya. Persentase biaya listrik terhadap total biaya pada kangkung hanya mencapai lima persen, sedangkan sayuran lain mencapai sembilan persen. Komponen biaya tetap tertinggi pada masing-masing komoditas sama yaitu pada biaya tenaga kerja tetap dan biaya distribusi. Biaya tenaga kerja tetap tinggi dikarenakan jumlah supir dan kernet yang mencapai delapan orang. Distribusi merupakan hal yang penting dalam usaha hidroponik sehingga biaya distribusi dan tenaga kerja distribusi lebih mahal dibandingkan komponen biaya tetap lain. Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen. Biaya tetap rata-rata per kilogram yang paling kecil dan efisien yaitu pada komoditas kangkung. Biaya tetap rata-rata per kg yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 8.470 sedangkan sayuran lain berkisar antara Rp 15.000-21.000. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari biaya tetap yang dikeluarkan, komoditas kangkung menjadi komoditas yang paling efisien untuk diusahakan. 6.1.2 Biaya Variabel Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya tenaga kerja harian, biaya penggunaan benih, rockwool, nutrisi, dan kemasan. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan tergantung pada besar kecilnya volume produksi sayuran hidroponik yang diperoleh. Misalnya pada penggunaan benih, semakin besar jumlah sayuran yang diproduksi maka biaya benih yang dibutuhkan semakin besar. Hasil perhitungan biaya variabel usaha sayuran hidroponik dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, biaya tenaga kerja harian memiliki jumlah yang sama dikarenakan tenaga kerja harian seperti tenaga kerja persemaian, panen, dan
47
pengemasan melakukan pekerjaan untuk semua komoditas sayuran hidroponik. Total biaya tenaga kerja harian diproporsikan sama untuk setiap komoditas. Persentase biaya tenaga kerja harian terhadap total biaya yang paling tinggi yaitu pada komoditas kangkung 11,57 persen, dikarenakan total biaya sebagai pembagi lebih kecil dibandingkan komoditas lainnya. Tabel 7. Komponen Biaya Variabel Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun Komponen
Bayam Rp
%
Kangkung Rp
%
Pakcoy Rp
%
Caysim Rp
%
Tenaga kerja harian Benih Rockwool Nutrisi Kemasan
21.600.000
10,52
21.600.000
11,57
21.600.000
10,93
21.600.000
11,22
10.208.000
4,97
11.185.300
5,99
10.320.000
5,22
6.880.000
3,57
5.370.800
2,61
0
0,00
3.981.800
2,01
3.981.800
2,07
17.400.000
8,47
19.950.000
10,69
12.900.000
6,53
12.900.000
6,70
13.920.000
6,78
21.280.000
11,40
11.919.600
6,03
10.320.000
5,36
68.498.800
33,35
74.015.300
39,65
60.721.400
30,73
55.681.800
28,91
Total Biaya Variabel Biaya variabel rata-rata per kg
7.873
5.565
7.845
8.633
Biaya penggunaan benih pada tiap komoditas berbeda tergantung pada harga benih dan jumlah siklus produksi. Biaya benih yang paling tinggi yaitu pada komoditas kangkung. Hal ini dikarenakan siklus produksi kangkung yang hanya 27 hari, sehingga dalam satu tahun penggunaan benih mencapai 13 kali sedangkan siklus produksi pada komoditas bayam 11 kali, pakcoy dan caysim sama yaitu 8 kali. Walaupun siklus produksi pada pakcoy dan caysim sama, namun harga benih pakcoy paling tinggi di antara komoditas lainnya sehingga biaya benih pakcoy juga tinggi. Biaya penggunaan rockwool hanya ada pada komoditas bayam, caysim, dan pakcoy saja, dikarenakan kangkung hanya memakai media kerikil. Rockwool digunakan dari persemaian hingga sayuran dipasarkan, rockwool menempel pada akar sehingga ikut bersama sayuran yang dijual. Biaya penggunaan rockwool dan persentase terhadap total biaya yang paling besar (2,61 persen) yaitu pada
48
komoditas bayam dikarenakan siklus produksinya paling banyak dalam setahun dibandingkan dengan pakcoy dan caysim. Nutrisi yang digunakan pada usaha sayuran hidroponik ini yaitu nutrisi AB mix dengan penggunaan 0,8 ml untuk satu liter air. Biaya nutrisi dihitung berdasarkan hitungan perusahaan bahwa biaya penggunaan nutrisi yaitu Rp 3.000 per m2 untuk sekali panen sehingga siklus produksi mempengaruhi biaya nutrisi. Biaya nutrisi yang paling besar yaitu pada komoditas kangkung, dan yang terkecil pada komoditas caysim dan pakcoy. Biaya penggunaan kemasan diperoleh dari banyaknya jumlah produksi setiap komoditas sayuran hidroponik dan harga tiap plastik kemasan. Kemasan yang digunakan bayam, kangkung, dan caysim berukuran sama dengan harga Rp 400 per kemasan, sedangkan kemasan pakcoy sedikit lebih pendek dengan harga Rp 385 per kemasan. Setiap satu kemasan berisi sayuran dengan berat 250 gram. Jumlah produksi kangkung dalam setahun paling banyak yaitu mencapai 13.300 kg atau setara dengan 53.200 pack sehingga biaya kemasan kangkung paling besar yaitu mencapai 11,40 persen dari total biaya yang dikeluarkan. Komponen biaya variabel tertinggi pada semua komoditas yaitu pada biaya tenaga kerja harian. Jumlah tenaga kerja harian yang dipekerjakan yaitu 16 orang sehingga biaya yang dibutuhkan cukup besar. Komponen biaya variabel yang juga tinggi yaitu pada penggunaan nutrisi dan kemasan. Nutrisi merupakan input penting yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan kemasan merupakan hal yang penting dalam pemasaran sayuran hidroponik sehingga biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Dilihat dari persentase total biaya variabel terhadap total biaya, jumlah biaya variabel yang dikeluarkan masing-masing sayuran berkisar antara 28-40 persen. Biaya variabel rata-rata per kilogram yang paling kecil dan efisien yaitu pada komoditas kangkung. Biaya variabel rata-rata per kilogram pada komoditas kangkung sebesar Rp 5.565, sedangkan komoditas lain mencapai kisaran Rp 7.000-9.000. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari biaya variabel yang dikeluarkan, komoditas kangkung menjadi komoditas yang paling efisien untuk diusahakan.
49
Biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya produksi yang paling besar dikeluarkan pada komoditas bayam, sedangkan biaya yang paling kecil yaitu pada komoditas kangkung. Biaya total rata-rata per kg yang paling kecil juga terdapat pada komoditas kangkung yaitu sebesar Rp 14.035 per kilogram, sedangkan biaya total per kg pada komoditas lain mencapai Rp 23.000 – 29.000. Semakin kecil biaya rata-rata tiap kilogram maka dapat dikatakan semakin efisien dan menguntungkan. Biaya produksi dan biaya rata-rata yang kecil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan metode substrat dengan media kerikil pada komoditas kangkung dapat menghemat jumlah biaya yang dikeluarkan. Struktur biaya produksi sayuran hidroponik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Struktur Biaya Produksi Sayuran Hidroponik di PT KSS Bayam
Komponen
Rp
%
Kangkung Rp
%
Pakcoy Rp
%
Caysim Rp
%
Biaya Tetap
136.893.188
66,65
112.655.188
60,35
136.893.188
69,27
136.893.188
71,09
68.498.800
33,35
74.015.300
39,65
60.721.400
30,73
55.681.800
28,91
205.391.988
100
186.670.488
100
197.614.588
100
192.574.988
100
Biaya Variabel Total Biaya Biaya total rata-rata per kg
6.2
23.608
14.035
25.532
29.857
Analisis Penerimaan Sayuran Hidroponik Perhitungan penerimaan yang diterima suatu usaha dipengaruhi oleh harga
jual komoditas serta jumlah yang dapat dijual atau nilai yang diperoleh dari komoditas tersebut. Pada usaha sayuran hidroponik PT KSS harga jual untuk masing-masing komoditas (bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy) dipatok dengan harga sama yaitu Rp 9.500 untuk tiap kemasan 250 gram atau setara dengan harga Rp 38.000 per kilogram. Harga jual sayuran hidroponik bila dibandingkan dengan sayuran konvensional jauh lebih tinggi. Dalam pengamatan di lapangan, misalnya untuk komoditas bayam dan kangkung konvensional yang dijual di pasar tradisional, harga jual per 250 gram hanya berkisar Rp 1.500 2.500. Harga jual sayuran hidroponik lebih dari tiga kali lipat harga jual sayuran konvensional.
50
Jumlah produksi sayuran dihitung berdasarkan produktivitas sayuran setelah disortasi. Produktivitas sayuran ini diperoleh dari data perusahaan yang telah menghitung bahwa produktivitas bayam 1,5 kg/m2, kangkung 2 kg/m2, caysim 1,5 kg/m2, dan pakcoy 1,8 kg/m2. Besarnya produktivitas tersebut dipengaruhi oleh kualitas benih dan berapa besar tanaman yang terbuang saat sortasi dilakukan. Maka untuk menghitung jumlah produksi dalam luas lahan 500 m2 dalam waktu satu tahun dapat diperoleh dengan cara mengalikan produktivitas sayuran dengan luas lahan dan jumlah siklus produksi per tahun. Jumlah siklus produksi dalam satu tahun untuk komoditas bayam 11 kali, kangkung 13 kali, pakcoy dan caysim delapan kali. Siklus produksi tersebut diperoleh dari asumsi jumlah hari dalam setahun (360 hari) dibagi dengan lamanya waktu produksi dari tanam hingga saat panen, yaitu bayam 31 hari, kangkung 27 hari, pakcoy dan caysim 42 hari. Penerimaan usaha sayuran hidroponik per 500 m2 dalam waktu satu tahun dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penerimaan Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun Komponen Total penerimaan (Rp)
Komoditas Sayuran Hidroponik Bayam
Kangkung
Pakcoy
Caysim
330.600.000
505.400.000
294.120.000 245.100.000
Jumlah produksi (kg)
8700
13300
7740
6450
Harga satuan (per kg)
38000
38000
38000
38000
Berdasarkan pada Tabel 9, total penerimaan yang paling besar diperoleh pada komoditas kangkung. Komoditas kangkung memiliki produktivitas sayuran yang paling tinggi yaitu 2 kg/m2 dan jumlah siklus produksi dalam satu tahun juga paling banyak yaitu 13 kali siklus produksi. Oleh karena itu, dengan harga jual yang sama, total penerimaan kangkung sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan komoditas lainnya. Penerimaan yang paling rendah yaitu pada komoditas caysim. Hal ini dikarenakan produktivitas caysim hanya sebesar 1,5 kg/m2 dengan siklus produksi 8 kali dalam setahun.
51
6.3
Analisis Keuntungan, Efisiensi Usaha, dan Titik Impas Sayuran Hidroponik Analisis keuntungan usaha diperoleh dengan cara mengurangi total
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan dan total biaya pada tiap komoditas berbeda sehingga keuntungan usaha yang diperoleh juga berbeda jumlahnya. Keuntungan usaha yang besar dapat diperoleh dari kecilnya jumlah biaya yang dikeluarkan ataupun tingginya jumlah penerimaan yang diperoleh. Perhitungan keuntungan usaha pada komoditas bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy hidroponik untuk luasan lahan 500 m2 dalam kurun waktu satu tahun dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Keuntungan Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun Komponen
Komoditas Sayuran Hidroponik Bayam
Kangkung
Pakcoy
Caysim
Total penerimaan (Rp)
330.600.000 505.400.000
294.120.000
245.100.000
Total biaya (Rp)
205.391.988 186.670.488
197.614.588
192.574.988
Keuntungan usaha (Rp)
125.208.013 318.729.513
96.505.413
52.525.013
Keuntungan usaha paling tinggi terdapat pada komoditas kangkung yaitu sebesar Rp 318.729.513, sedangkan komoditas lainnya hanya berkisar antara Rp 52 juta – Rp 125 juta. Jika dilihat dari penerimaan yang diperoleh, komoditas kangkung memiliki penerimaan paling tinggi, sementara biaya yang dikeluarkan paling rendah. Komoditas caysim menghasilkan keuntungan usaha yang paling rendah, dikarenakan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, namun penerimaan yang diperoleh tidak besar jumlahnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komoditas kangkung merupakan komoditas yang paling menguntungkan untuk diusahakan. Efisiensi usaha dianalisis dengan menggunakan analisis R/C rasio. Efisiensi usaha memperlihatkan perbandingan antara penerimaan yang diterima dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada produksi sayuran hidroponik. R/C rasio dihitung dengan cara membagi total penerimaan dengan total biaya. Usaha dikatakan efisien apabila memiliki nilai R/C rasio > 1. Semakin besar nilai R/C rasio maka usaha tersebut semakin efisien. Perhitungan efisiensi usaha pada
52
komoditas bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy hidroponik untuk luasan lahan 500 m2 dalam kurun waktu satu tahun dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik di PT KSS pada Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
Total penerimaan (Rp)
Komoditas Sayuran Hidroponik Bayam Kangkung Pakcoy Caysim 330.600.000 505.400.000 294.120.000 245.100.000
Total biaya (Rp)
205.391.988
Komponen
Efisiensi usaha (R/C rasio)
1,61
186.670.488 197.614.588 192.574.988 2,71
1,49
1,27
Berdasarkan Tabel 11, efisiensi usaha (R/C rasio) yang diperoleh pada setiap komoditas sayuran hidroponik telah mencapai angka lebih dari satu, sehingga dapat dikatakan usaha tersebut efisien. Nilai R/C rasio yang didapatkan tiap komoditas berbeda. Komoditas bayam memiliki nilai R/C rasio 1,61, kangkung 2,71, pakcoy 1,49, dan caysim 1,27. Komoditas yang dapat dikatakan kurang efisien yaitu yaitu komoditas caysim sedangkan komoditas yang paling efisien yaitu kangkung dengan nilai R/C rasio sebesar 2,71. Penerimaan kangkung hidroponik paling tinggi dengan penggunaan biaya yang paling rendah sehingga menghasilkan usaha yang sangat efisien. Komoditas kangkung ditanam oleh perusahaan dengan metode substrat kerikil, sedangkan komoditas lain menggunakan media styrofoam dan rockwool sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi cukup besar. Siklus produksi kangkung juga paling singkat yaitu hanya 27 hari dari benih hingga siap dipanen. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa usaha sayuran yang paling efisien untuk dijalankan yaitu komoditas kangkung. Analisis titik impas (break even point) dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil penjualan yang diperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Jadi dapat diketahui jumlah penjualan tiap komoditas sayuran hidroponik agar perusahaan tidak mengalami kerugian namun pada kondisi ini perusahaan juga belum mendapatkan keuntungan. Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuran hidroponik ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg). Analisis titik impas dihitung dengan cara membagi total biaya tetap dengan hasil pengurangan harga
53
jual dan biaya variabel rata-rata per kilogramnya. Perhitungan titik impas pada tiap komoditas sayuran hidroponik dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Titik Impas pada Tiap Komoditas Sayuran Hidroponik di PT KSS Komponen Total biaya tetap (Rp) Harga jual per kg (Rp) Biaya variabel rata-rata per kg (Rp) Titik impas (kg) Jumlah produksi (kg)
Komoditas Sayuran Hidroponik Bayam Kangkung Pakcoy Caysim 136.893.188 136.893.188 136.893.188 112.655.188 38000 38000 38000 38000 7.873 4.544
5.565 3.473
7.845 4.540
8.633 4.661
8700
13300
7740
6450
Berdasarkan Tabel 12, hasil analisis titik impas memperlihatkan bahwa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditas berbeda sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya. Komoditas kangkung memiliki jumlah minimum/titik impas yang paling rendah, sedangkan komoditas caysim memiliki titik impas yang paling tinggi. Pada komoditas kangkung jumlah minimum produksi yaitu 3.473 kg, sedangkan jumlah produksi aktual mencapai 13.300 kg. Titik impas pada komoditas caysim tidak berbeda jauh dengan jumlah produksi caysim aktual sehingga keuntungan yang diperoleh rendah. Hal ini berarti dengan memproduksi jumlah minimum, perusahaan sudah dapat menutupi biaya yang dikeluarkan, namun belum memperoleh keuntungan. Semakin jauh nilai titik impas produksi dengan jumlah produksi aktual, maka dapat dikatakan bahwa keuntungan yang diperoleh semakin besar. Berdasarkan beberapa analisis yang telah dilakukan seperti analisis struktur biaya, keuntungan, efisiensi usaha, serta analisis titik impas dapat disimpulkan bahwa usaha sayuran hidroponik yang diusahakan PT KSS efisien dan menguntungkan. Walaupun sayuran hidroponik yang diproduksi sama dengan sayuran konvensional, namun sayuran hidroponik yang diusahakan tetap menguntungkan. Hal ini dikarenakan produktivitas tinggi serta harga jual yang ditetapkan juga tinggi (harga premium) sehingga dapat menutupi tingginya biaya yang dikeluarkan. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik
54
lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya. 6.4
Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional Sayuran hidroponik memiliki harga jual dan produktivitas yang tinggi bila
dibandingkan dengan sayuran konvensional. Harga jual sayuran hidroponik yang tinggi disebabkan oleh penggunaan biaya dan teknologi yang tinggi pada hidroponik. Harga jual sayuran hidroponik dapat diterima oleh segmen pasar kalangan menengah ke atas sehingga sayuran hidroponik biasa dijual di pasarpasar modern. Produktivitas sayuran hidroponik per kilogram per m2 juga lebih tinggi dibandingkan
dengan
sayuran
konvensional.
Produktivitas
yang
tinggi
menyebabkan jumlah produksi sayuran hidroponik dalam setahun lebih banyak dibandingkan sayuran konvensional. Produktivitas tinggi ini dikarenakan sayuran hidroponik selama masa tanamnya diberikan air dan nutrisi yang cukup dan langsung diserap melalui akar tanaman. Selain itu, siklus produksi sayuran hidroponik relatif lebih pendek dibandingkan dengan sayuran konvensional. Perbandingan sayuran hidroponik dengan sayuran konvensional dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional Komponen
Bayam
Kangkung K
Pakcoy H
Caysim
H
K
H
K
H
K
38.000
10.000
38.000
1,5
0,34
2
0,64
1,8
0,9
1,5
0,9
31
356
27
357
42
408
42
408
Harga jual (Rp/kg)
8.000 38.000 6.000 38.000 5.600
Produktivitas (kg/m2)* Siklus Produksi (hari)
Keterangan : H = Hidroponik ; K = Konvensional Sumber : *) BPS dan Dirjenhort (2011) 6
http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Budidaya dan Produksi Benih Bayam. [18 Maret 2013]. 7 http://bibit-unggul-online.blogspot.com. Cara Menanam Kangkung Cabut. [18 Maret 2013]. 8 http://bisnisukm.com/info-bisnis-budidaya-sayur-sawi.html. Info Bisnis Budidaya Sawi. [18 Maret 2013].
55
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa harga jual sayuran hidroponik per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional. Harga jual sayuran hidroponik pada PT KSS dijual dengan harga sama untuk semua komoditas yaitu Rp 38.000 per kilogram, sedangkan harga jual sayuran konvensional yang diperoleh melalui pengamatan di pasar tradisional bahwa harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 – Rp 10.000 per kilogram. Hal ini berarti sayuran hidroponik memiliki harga premium di pasaran. Apabila PT KSS menjual sayuran hidroponik dengan menggunakan harga sayuran konvensional maka biaya yang dikeluarkan tidak dapat tertutupi dan tidak memperoleh keuntungan. Analisis struktur biaya, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik dengan penggunaan harga sayuran konvensional dapat dilihat pada Lampiran 6. Produktivitas sayuran hidroponik PT KSS juga lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional. Produktivitas sayuran hidroponik dapat mencapai 2 kg/m2, sedangkan produktivitas sayuran konvensional hanya berkisar 0,3 – 0,9 kg/m2. Siklus produksi sayuran hidroponik relatif lebih pendek dibandingkan sayuran konvensional. Siklus produksi bayam hidroponik yaitu 31 hari, sedangkan bayam konvensional rata-rata 35 hari. Siklus produksi kangkung hidroponik yaitu 27 hari, sedangkan kangkung konvensional rata-rata 35 hari. Siklus produksi pakcoy dan caysim hidroponik yaitu 42 hari, sedangkan pakcoy dan caysim konvensional rata-rata 40 hari. Siklus produksi pakcoy dan caysim konvensional sedikit lebih pendek dibandingkan hidroponik. Dari perbandingan harga jual, produktivitas, dan siklus produksi antara sayuran hidroponik dan sayuran konvensional dapat ditarik kesimpulan bahwa sayuran hidroponik memiliki harga jual premium dan jumlah produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional. Tingginya harga jual dan jumlah produksi sayuran hidroponik dapat menutupi tingginya biaya produksi yang dikeluarkan.
56
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan analisis yang telah diuraikan
sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen, sedangkan persentase total biaya variabel terhadap total biaya berkisar antara 28-40 persen. Komponen biaya tetap tertinggi yaitu biaya tenaga kerja tetap dan biaya distribusi, sedangkan komponen biaya variabel tertinggi yaitu biaya tenaga kerja harian. Biaya produksi yang paling kecil dikeluarkan yaitu pada komoditas kangkung. Penggunaan metode substrat dengan media kerikil pada komoditas kangkung dapat menghemat jumlah biaya yang dikeluarkan. 2) Penerimaan yang diperoleh PT KSS tinggi yaitu berdasarkan harga jual dan jumlah produksi sayuran yang dihasilkan. Jumlah produksi sayuran hidroponik PT KSS tinggi dikarenakan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan konvensional. Harga jual sayuran hidroponik juga memiliki harga premium yaitu Rp 38.000 per kilogram, sementara itu pada pengamatan di lapangan harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 – 10.000 per kilogram. Apabila sayuran hidroponik dijual dengan harga konvensional maka PT KSS tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. 3) Meskipun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan konvensional, namun usaha sayuran hidroponik yang dijalankan tetap efisien dan menguntungkan. Hal ini dikarenakan harga jual serta produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi. Efisiensi dan keuntungan ditunjukkan oleh besarnya keuntungan usaha per tahun dan nilai efisiensi usaha (R/C rasio) yang lebih dari satu yaitu 1,27 – 2,71. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya.
57
7.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diajukan antara lain sebagai berikut : 1) Perusahaan harus dapat mempertahankan kualitas agar sayuran hidroponik dapat terus dijual dengan harga yang tinggi (premium). Selain itu, produktivitas yang tinggi juga harus dipertahankan untuk dapat memperoleh keuntungan sehingga usaha dapat terus berjalan. Untuk dapat meningkatkan keuntungan dan lebih menghemat biaya, sebaiknya penggunaan sistem NFT substrat dengan media kerikil tidak hanya diterapkan pada komoditas kangkung tetapi untuk semua sayuran hidroponik. Hal ini dikarenakan penggunaan media kerikil jauh lebih murah dibandingkan dengan penggunaan styrofoam
dan
rockwool.
Media
kerikil
juga
mampu
mempersingkat siklus produksi sayuran hidroponik. 2) Identitas, ciri, dan kualitas dari sayuran hidroponik yang diproduksi harus tetap terjaga agar sayuran hidroponik tetap unggul dibandingkan sayuran konvensional. Perusahaan juga dapat lebih mempromosikan keunggulan sayuran hidroponik kepada masyarakat, misalnya dengan cara menyebar brosur, melakukan seminar dan bekerjasama dengan pemerintah agar semakin banyak konsumen yang tertarik untuk mengkonsumsi sayuran hidroponik.
58
DAFTAR PUSTAKA Agustina H. 2009. Efisiensi Penggunaan Air Pada Tiga Teknik Hidroponik Untuk Budidaya Bayam Hijau [Makalah]. Depok : Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Indonesia. Anggayuhlin R. 2012. Studi Populasi Tanaman Terhadap Peningkatan Produktivitas dan Konsumsi Air Tanaman Bayam Hidroponik [skripsi]. Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anggraini A. 1999. Budidaya Sayuran Hidroponik Dengan Metode NFT Ditinjau Dari Sisi Finansial dan Marjin Pemasaran (Kasus Kebun Studio Agribisnis, Pasir Sarongge Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Astuti MD. 2007. Optimalisasi Produksi Sayuran Hidroponik PT Saung Mirwan Di Desa Sukamanah, Kecamatan Mega Mendung, Bogor [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran Tahun 2009-2010. Jakarta : BPS Indonesia. [BPS dan Dirjenhort] Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produktivitas Sayuran di Indonesia. Jakarta : BPS dan Dirjenhort Indonesia. Chow V. 1990. The Commercial Approach in Hydroponics. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value Crops in The Tropics in Malaysia, November 25-27. Dahlia E. 2002. Analisis Finansial Usahatani Tomat Apel (Recento F1) Hidroponik [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Dirjenhort] Direktorat Jendral Hortikultura. 2011. Nilai PDB Hortikultura Tahun 2007-2010. Jakarta: Dirjen Hortikultura. Ginting D. 2009. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Paprika dan Timun Jepang Hidroponik Pada PT Horti Jaya Lestari Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
59
Halim P. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sayuran Hidroponik di PT Hero Supermarket Cabang Pajajaran Bogor [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jensen MH, Collins WL. 1985. Hydroponic Vegetable Production. Hortic Reviews 7, 483-553. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Jakarta : Salemba Empat. Permana HW. 2001. Tingkat Pertumbuhan Pakchoi (Brassica Cltinensis) yang Ditanam Secara Hidroponik dan Nonhidroponik [skripsi]. Bogor : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Prawoto B. 2012. Pengelolaan proses Produksi dan Pasca Panen Selada Secara Aeroponik dan Hidroponik Deep Flow Technique di Amazing Farm, Lembang, Bandung [skripsi]. Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prihmantoro H, Indriani YH. 1998. Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis dan Hobi. Jakarta : Penebar Swadaya. . 2002. Hidroponik Tanaman Buah Untuk Hobi dan Bisnis. Jakarta : Penebar Swadaya. Rindyani R. 2012. Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Melon Hidroponik : Studi Kasus PT Mekar Unggul Sari, Cileungsi, Bogor [skripsi]. Jakarta : fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah. Rony H. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar Untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Rosario AD, Santos. 1990. Hydroponic Culture Of Crops In The Philippines: Problems And Prospect. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value Crops in The Tropics in Malaysia, November 25-27. Rosyidi S. 2009. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Sameto H. 2003. Hidroponik Sederhana Penyejuk Ruang. Jakarta : Penebar Swadaya.
60
Savvas D. 2003. Hydroponics: A Modern Technology Supporting The Application of Integrated Crop Management in Greenhouse. Food, Agriculture & Environment Vol.1(1): 80-86. Soekartawi, Dillon JL, Hardaker JB, Soeharjo A. 2011. Ilmu Usahatani Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press. Soeseno S. 1999. Bisnis Sayuran Hidroponik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia. Suhardiyanto H. 2011. Kumpulan Makalah Pengantar Ilmu-Ilmu Pertanian. Bogor : IPB Press Sukirno. 2009. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Tampubolon SH. 2005. Analisis Persaingan Usaha Paprika Hidroponik Kasus PT. Abdoellah Bastari Agriculture Kec. Pacet, Kab. Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wahendra R. 1999. Analisis Ekonomi Pengembangan Letas (Lettuce) dengan Sistem Budidaya Hidroponik Metode Nutrient Film Technique (NFT) [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Widia HS. 2000. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Perhitungan Penyusutan Greenhouse Persemaian dan Pembesaran di PT KSS Komponen Greenhouse persemaian (200 m2)
Biaya Satuan (Rp)
Biaya Total (Rp)
Umur (tahun)
Nilai Sisa
Penyusutan
Per komoditas
(Rp)
(Rp/tahun)
(Rp/tahun)*
39000/m2
7.800.000
4
0
1.950.000
650.000
35000/m2
7.000.000
2
0
3.500.000
1.166.667
500.000
500.000
3
0
166.667
55.556
70.000
70.000
3
0
23.333
7.778
Total
5.640.000
1.880.000
Umur(tahun)
Nilai Sisa (Rp)
Penyusutan (Rp/tahun)**
4
0
Rak untuk semai (bambu, plastik, TK) Drum nutrisi kecil Alat penyiraman
Keterangan : *) = Penyusutan greenhouse persemaian untuk bayam, caysim, pakcoy. Kangkung tidak menggunakan greenhouse persemaian.
Komponen Greenhouse pembesaran (500 m2)
Biaya Satuan (Rp) 39000/m2
Biaya Total (Rp) 19.500.000
4.875.000
Keterangan : **) = Penyusutan greenhouse pembesaran untuk tiap komoditas (bayam, kangkung, pakcoy, caysim)
1
Lampiran 2. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Bayam, Caysim, Pakcoy pada Luas Lahan 500 m2 di PT KSS
Komponen
Biaya Satuan
Biaya Total
(Rp)
(Rp)
Umur (tahun)
Nilai Sisa
Penyusutan per komoditas
(Rp)
(Rp/tahun)
Mesin pompa
350.000
1.050.000
2
0
525.000
Pipa paralon/inlet
9000/m2
4.500.000
5
0
900.000
4.000.000
4.000.000
3
0
1.333.333
500.000
1.000.000
3
0
333.333
Drum penampung larutan nutrisi Drum plastik penampung nutrisi AB Bak induk nutrisi Rak tanam (bambu, asbes, plastik, TK) Styrofoam
7.000.000
10
0
700.000
2
22.250.000
2
0
11.125.000
2
6.750.000
2
0
3.375.000
Total
18.291.667
44500/m 13500/m
2
Lampiran 3. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Kangkung Media Kerikil pada Luas Lahan 500 m2 di PT KSS Komponen
Umur (tahun)
Nilai Sisa (Rp)
1.050.000
2
0
525.000
9000/m
4.500.000
5
0
900.000
4.000.000
4.000.000
3
0
1.333.333
500.000
1.000.000
3
0
333.333
Bak induk nutrisi
7.000.000
7.000.000
10
0
700.000
Media kerikil + plastik
29500/m2
14.750.000
10
0
1.475.000
Total
5.266.667
Mesin pompa Pipa paralon/inlet Drum penampung larutan nutrisi Drum plastik penampung nutrisi AB
Biaya Satuan (Rp)
Biaya Total (Rp)
350.000 2
Penyusutan (Rp/tahun)
3
Lampiran 4. Join Cost Penyusutan Peralatan untuk Komoditas Bayam, Pakcoy, Caysim, Kangkung di PT KSS
Komponen
Jumlah
Biaya Satuan
Biaya Total
(Rp)
(Rp)
Umur (tahun)
Nilai Sisa
Penyusutan
Per komoditas
(Rp)
(Rp/tahun)
(Rp/tahun)
Vacuum sealer
1 unit
800.000
800.000
5
0
160.000
40.000
Timbangan
1 unit
150.000
150.000
3
0
50.000
12.500
Container plastik
15 unit
45.000
675.000
4
0
168.750
42.188
Troli/gerobak besi
3 unit
500.000
1.500.000
5
0
300.000
75.000
EC meter
1 unit
850.000
850.000
3
0
283.333
70.833
4 unit
150.000.000
600.000.000
10
0
60.000.000
15.000.000
Total
60.962.083
15.240.521
Mobil box toyota dyna
4
Lampiran 5. Perhitungan Tenaga Kerja untuk Komoditi Bayam, Caysim, Pakcoy, Kangkung (asumsi hari kerja = 25 hari per bulan) Kegiatan
Jumlah TK (orang)
Upah (Rp)
Total upah (Rp/tahun)
Penanaman + Persemaian + pembesaran
6
18000/hari
32.400.000
Panen
4
18000/hari
21.600.000
Pengemasan
6
18000/hari
32.400.000
Pengawas/Controlling
3
1000000/bulan
36.000.000
Manajer produksi
1
1700000/bulan
20.400.000
Asisten manajer produksi
1
1400000/bulan
16.800.000
Distribusi
8
700000/bulan
67.200.000
Total upah tenaga kerja harian
86.400.000
Biaya tenaga kerja variabel per komoditas
21.600.000
Total upah tenaga kerja bulanan Biaya tenaga kerja tetap per komoditas
140.400.000 35.100.000
5
Lampiran 6. Struktur Biaya, Keuntungan, dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun dengan Penggunaan Harga Sayuran Konvensional Komponen A. Total Penerimaan Jumlah Produksi Harga Satuan (per kg) B. Biaya Tetap Sewa lahan Penyusutan greenhouse persemaian Penyusutan greenhouse pembesaran Penyusutan sarana irigasi Penyusutan peralatan Biaya tenaga kerja tetap Biaya listrik Biaya distribusi C. Total Biaya Tetap D. Biaya Variabel Tenaga kerja harian Benih Rockwool Nutrisi Kemasan E. Total Biaya Variabel F. Total Biaya G. Keuntungan Usaha H. Efisiensi Usaha (R/C ratio)
Bayam Rp 87.000.000 8.700 10.000
%
Kangkung Rp 106.400.000 13.300 8.000
%
Pakcoy Rp 46.440.000 7.740 6.000
%
Caysim Rp 36.120.000 6.450 5.600
%
9.090.000 1.880.000 4.875.000 18.291.667 15.240.521 35.100.000 18.666.000 33.750.000 136.893.188
4,43 9.090.000 0,92 0 2,37 4.875.000 8,91 5.266.667 7,42 15.240.521 17,09 35.100.000 9,09 9.333.000 16,43 33.750.000 66,65 112.655.188
4,87 0,00 2,61 2,82 8,16 18,80 5,00 18,08 60,35
9.090.000 1.880.000 4.875.000 18.291.667 15.240.521 35.100.000 18.666.000 33.750.000 136.893.188
4,60 0,95 2,47 9,26 7,71 17,76 9,45 17,08 69,27
9.090.000 1.880.000 4.875.000 18.291.667 15.240.521 35.100.000 18.666.000 33.750.000 136.893.188
4,72 0,98 2,53 9,50 7,91 18,23 9,69 17,53 71,09
21.600.000 10.208.000 5.370.800 17.400.000 13.920.000 68.498.800 205.391.988 -118.391.988 0,42
10,52 21.600.000 4,97 11.185.300 2,61 0 8,47 19.950.000 6,78 21.280.000 33,35 74.015.300 100 186.670.488 -80.270.488 0,57
11,57 5,99 0,00 10,69 11,40 39,65 100
21.600.000 10.320.000 3.981.800 12.900.000 11.919.600 60.721.400 197.614.588 -151.174.588 0,24
10,93 5,22 2,01 6,53 6,03 30,73 100
21.600.000 6.880.000 3.981.800 12.900.000 10.320.000 55.681.800 192.574.988 -156.454.988 0,19
11,22 3,57 2,07 6,70 5,36 28,91 100
6
7